33
1 PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Oleh: Andianto, Sri Rulliaty, Agus Ismanto, Dominicus Martono Abstrak Penelitian dilakukan terhadap sejumlah fosil kayu yang berasal dari wilayah Banten dan Garut. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai fosil-fosil kayu yang terdapat di sekitar wilayah Banten dan Garut. Irisan bidang lintang, radial dan tangensial fosil kayu diamati ciri-ciri anatominya dengan menggunakan mikroskop Carl Zeiss-Axio Imager A1m. Diskripsi ciri anatomi mengacu kepada daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA. Analisis umur fosil dilakukan berdasarkan metoda radio karbon serta analisa peta geologi. Ciri-ciri natomi yang berhasil teridentifikasi berupa pembuluh yang sebagian besar soliter, lainnya berganda radial dan diagonal, ukuran pembuluh agak kecil sampai agak besar, jari-jari agak sempit dan jarang, terlihat adanya saluran damar aksial berderet tangensial panjang. Ciri anatomi demikian adalah ciri anatomi dari jenis Shoreoxylon sp.(Meranti). Ciri anatomi pada fosil lainnya yang teridentifikasi adalah pembuluh hampir seluruhnya soliter, pembuluh agak jarang, jari-jari agak sempit dan jarang. Ciri-ciri demikian merupakan ciri anatomi yang dimiliki oleh jenis Drobalanoxylon sp.(Kamper). Fosil-fosil kayu tersebut diperkirakan berumur masa Plistosen awal (0,012-0,027 juta tahun lalu). Kata kunci: Fosil kayu, Banten, Garut, Shoreoxylon, Dryobalanoxylon

PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

1

PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS

Oleh:

Andianto, Sri Rulliaty, Agus Ismanto, Dominicus Martono

Abstrak

Penelitian dilakukan terhadap sejumlah fosil kayu yang berasal dari wilayah Banten dan Garut. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai fosil-fosil kayu yang terdapat di sekitar wilayah Banten dan Garut. Irisan bidang lintang, radial dan tangensial fosil kayu diamati ciri-ciri anatominya dengan menggunakan mikroskop Carl Zeiss-Axio Imager A1m. Diskripsi ciri anatomi mengacu kepada daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA. Analisis umur fosil dilakukan berdasarkan metoda radio karbon serta analisa peta geologi. Ciri-ciri natomi yang berhasil teridentifikasi berupa pembuluh yang sebagian besar soliter, lainnya berganda radial dan diagonal, ukuran pembuluh agak kecil sampai agak besar, jari-jari agak sempit dan jarang, terlihat adanya saluran damar aksial berderet tangensial panjang. Ciri anatomi demikian adalah ciri anatomi dari jenis Shoreoxylon sp.(Meranti). Ciri anatomi pada fosil lainnya yang teridentifikasi adalah pembuluh hampir seluruhnya soliter, pembuluh agak jarang, jari-jari agak sempit dan jarang. Ciri-ciri demikian merupakan ciri anatomi yang dimiliki oleh jenis Drobalanoxylon sp.(Kamper). Fosil-fosil kayu tersebut diperkirakan berumur masa Plistosen awal (0,012-0,027 juta tahun lalu). Kata kunci: Fosil kayu, Banten, Garut, Shoreoxylon, Dryobalanoxylon

Page 2: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia selain dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman

jenis pohon juga memiliki keragaman jenis fosil kayu. Penemuan fosil kayu di

Indonesia masih sedikit yang terungkap, sehingga hal ini mejadi daya tarik

untuk tetap dicari dan digali informasinya. Hingga saat ini, kekayaan fosil kayu

yang berlimpah hanya sebagai sarana pemuas konsumsi para kolektor dan

penjual demi kepentingan bisnis dan kesenangan. Menurut Mandang dan

Martono (1996), fosil kayu sejak kurang lebih 20 tahun lalu sudah

diperjualbelikan di daerah barat pulau Jawa. Sebenarnya Sumber Daya Alam

berupa fosil kayu yang kita miliki ini dapat menjadi media dan sarana ilmu

pengetahuan dan pendidikan. Informasi jenis pohon pada masa lampau dapat

digunakan untuk mengetahui perubahan ekologi atau kedekatan ekologi

berbagai daerah. Salah satu dari hasil penelitian fosil kayu di Indonesia

melaporkan bahwa penemuan fosil kayu jenis suku Dipterocarpaceae yang

banyak ditemukan di daerah Banten menandakan adanya kemungkinan

bersatunya pulau Jawa dengan Sumatera dan Kalimantan pada jaman dahulu

kala (Mandang dan Martono, 1996). Keberadaan jenis-jenis pohon dari suku

Dipterocarpaceae dewasa ini adalah dominan di Pulau Sumatera dan

Kalimantan, namun di Pulau Jawa semua jenis tersebut hampir tidak ditemukan

lagi.

Penelitian fosil kayu dirasa penting mengingat fosil kayu merupakan

salah satu kekayaan peninggalan sejarah flora di Indonesia. Semakin gencarnya

praktek jual beli fosil kayu selama ini dikhawatirkan fosil kayu akan semakin

langka, padahal fosil-fosil kayu yang diperjual belikan sebagian besar tanpa

diketahui identitas botanisnya. Identitas botanis ini penting untuk menggali

sejarah sebaran jenis-jenis pohon yang tumbuh di masa lampau, sehingga kita

dapat menguak adanya perubahan anatomi kayu dari pohon keturunannya

yang tumbuh saat ini.

Page 3: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

3

Harapan ke depan dari kegiatan penelitian fosil kayu ini akan melahirkan

suatu kebijakan yang dapat membangun persepsi yang sama terhadap

pentingnya keberadaan kawasan konservasi fosil kayu di Indonesia. Dampak

yang diharapkan juga adalah kesadaran akan perlunya perlindungan terhadap

keberadaan fosil kayu sebagai aset ilmu pengetahuan dan kekayaan alam

Indonesia.

B. Tujuan dan Sasaran

A. Tujuan

Penelitian tahun 2015 bertujuan untuk mendapatkan informasi ilmiah

mengenai fosil-fosil kayu yang terdapat di sekitar wilayah Banten dan Garut.

2. Sasaran

Sasaran penelitian adalah tersedianya informasi ilmiah mengenai

identitas botanis, persebaran serta umur fosil kayu. Dengan demikian maka

keberadaan fosil-fosil kayu yang terdapat di beberapa wilayah Indonesia terlihat

jelas dengan dukungan data-data ilmiah yang dapat dipergunakan untuk

pengelolaan sumber daya alam fosil kayu di Indonesia.

C. Luaran

Luaran dari penelitian ini adalah berupa :

1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi data-data fosil kayu

seperti jenis, lokasi, serta umur fosil sebagai bahan penyusunan atlas fosil

kayu Indonesia dan bahan rekomendasi kebijakan konservasi fosil kayu di

Indonesia.

2. Draft karya tulis ilmiah

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini berupa :

1. Survey dan pengumpulan fosil kayu

Survey dan pengumpulan fosil kayu yang berasal dari galian tanah

dilakukan pada sekitar wilayah yang telah diketahui keberadaan fosil kayunya.

Dilakukan pencatatan data sekunder berupa lokasi letak temuan fosil serta data

pelengkap lainnya.

Page 4: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

4

2. Pengamatan struktur anatomi

Irisan bidang lintang, radial dan tangensial fosil kayu diamati ciri-ciri

anatominya pada preparat iris dengan bantuan mikroskop Carl Zeiss-Axio

Imager A1m.

3. Analisa perkiraan umur fosil

Perkiraan umur fosil kayu ditelusuri dan dianalisis dengan bantuan data

yang terdapat pada peta Geologi (skala 1 : 100.000). Peta Geologi merupakan

peta yang di dalamnya berisi stratigrafi (formasi) batuan dengan perkiraan

informasi umurnya. Keberadaan fosil kayu yang tertimbun di dalam lapisan

tanah diasumsikan memiliki usia yang sama dengan lapisan tanah itu sendiri.

Selain berdasarkan peta Geologi, untuk mengetahui perkiraan umur fosil kayu

juga akan dilakukan melalui teknik peluruhan isotop radioaktif (waktu paruh).

Page 5: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kata fosil berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti "galian", yakni

sisa/bekas mahluk hidup yang telah membatu atau membentuk mineral (Fosil,

2006). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu & Zein, 2001), arti

kata Fosil adalah sisa tulang belulang binatang atau tumbuhan yang berasal

dari zaman purba yang telah membatu atau yang tertanam di bawah lapisan

tanah. Diperkirakan bahwa hewan maupun tumbuhan yang mati dapat menjadi

fosil apabila segera tertutup oleh sedimen. Sedimen ini berupa mineral (seperti

kuarsa) yang terbawa oleh air dan masuk melapisi lignin dan selulosa melalui

sel pohon sehingga menjadi batu. Dengan kata lain fosil terbentuk melalui

permineralisasi secara kimia dan fisika dalam proses waktu yang panjang.

Museum Geologi Bandung pada awal tahun 2014 meminta bantuan

kepada Puslitbang Hasil Hutan-Bogor untuk mengidentifikasi fosil kayu yang

merupakan koleksi dari beberapa wilayah di Indonesia. Dari 22 spesimen fosil

yang diamati terdapat 19 spesimen yang berhasil diidentifikasi (Mandang et al,

2014). Hal ini menggambarkan bahwa di sisi lain, masih banyak jenis-jenis fosil

kayu yang ada di Indonesia yang belum diketahui identitas botanisnya.

Menurut Dewi (2013), fosil kayu ditemukan di kawasan KHDTK

Labanan-Berau Provinsi Kalimantan Timur. Selanjutnya diberitakan juga adanya

fosil kayu di daerah Sumba Tengah (Njurumana, 2013 dalam Dewi 2013).

Dengan adanya informasi keberadaan fosil kayu di beberapa wilayah tertentu

ini, tidak menutup kemungkinan fosil-fosil kayu dapat juga ditemukan di

wilayah lainnya.

Penelitian fosil di Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1854

oleh Goppert yang meneliti fosil kayu di Pulau Jawa (Krausel, 1925). Crie

(1888) menemukan fosil kayu Naucleoxylon spectabile (Rubiaceae) di Gunung

Kendeng (Jawa), yang kemudian direvisi oleh Krausel melalui penelitiannya

menjadi Dipterocarpoxylon spectabile (Krausel, 1926). Beberapa tahun

sebelumnya juga ditemukan jenis Dipterocarpoxylon javanense di daerah

Page 6: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

6

Bolang-Rangkasbitung (Krausel, 1922b) dan Dipterocarpoxylon sp. di Sumatera

Selatan (Krausel, 1922a). Den Berger merevisi temuan Krausel menjadi

Dryobalanoxylon spectability dan Dryobalanoxylon javanense (Den Berger, 1923

& 1927). Schweitzer (1958) menemukan fosil Vaticoxylon pliocaenicum dan

Shoreoxylon pulchrum di Jambi, Dipterocarpoxylon javanicum di Indramayu

serta Dryobalanoxylon tobleri di Banten. Sukiman (1971) melaporkan temuan

fosil kayu Shoreoxylon pachitanensis di daerah Pacitan (Jawa timur). Mandang

dan Martono (1996) melaporkan bahwa jenis fosil kayu yang ditemukan di

tempat pengumpulan/penjualan fosil di Ciampea, Leuwiliang, dan Jasinga

didominasi oleh jenis-jenis suku Dipterocarpaceae yaitu Anisopteroxylon,

Dipterocarpoxylon, Dryobalanoxylon, Hopeoxylon, Shoreoxylon,

Parashoreoxylon, dan Cotylelobioxylon. Masih di daerah Leuwiliang, fosil kayu

Dryobalanoxylon bogorensis ditemukan oleh Srivastava dan Kagemori (2001).

Beberapa tahun kemudian, Mandang dan Kagemori (2004) menemukan fosil

kayu Dryobalanoxylon lunaris di daerah Maja-Kabupaten Lebak (Banten).

Temuan fosil kayu jenis Shoreoxylon floresiensis juga diberitakan oleh Dewi

(2013) di Cagar Alam Wae Wuul Pulau Flores. Temuan fosil kayu di kali Cemoro

(Jawa Tengah) diidentifikasi sebagai fosil kayu jenis Rengas (Gluta wallichii)

dari suku Anacardiaceae (Andianto et al., 2012). Menurut Dewi (2013), fosil

kayu yang ditemukan di Indonesia berasal dari endapan pada masa Miocene

yaitu 25 juta tahun BP (Before Present) hingga masa Pliocene yaitu 2 juta

tahun BP (Before Present).

Page 7: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

7

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan bahan utama penelitian dilakukan di wilayah Banten

dan Garut. Pembuatan preparat iris guna pengamatan anatomi fosil dilakukan di

Museum Geologi Bandung. Analisis umur fosil kayu dilaksanakan di

Laboratorium Pusat Survei Geologi Bandung. Pengamatan struktur anatomi fosil

kayu untuk penentuan jenis dilakukan di Puslitbang Hasil Hutan-Bogor.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan utama penelitian adalah fosil kayu yang masih tertimbun di dalam

tanah yang dikumpulkan dari beberapa wilayah di Banten dan Garut. Bahan

kimia yang dipakai di antaranya yaitu carborundum dan canada balsam.

Peralatan yang digunakan antara lain pemotong batu (gergaji mesin),

mikrotom, mikroskop cahaya, kamera, hot plate. Sedangkan bahan gelas kaca

yang diperlukan antara lain object glass, cover glass, loupe,dan lain-lain.

C. Prosedur Kerja

Kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan

penelitian, yaitu :

1. Survey dan pengumpulan fosil kayu

Survey dan pengumpulan fosil kayu yang berasal dari galian tanah

dilakukan pada sekitar wilayah Banten dan Garut, dimana informasi letak

keberadaannya telah diketahui. Dilakukan pencatatan data sekunder berupa

lokasi letak temuan fosil serta data pelengkap lainnya.

2. Pengamatan struktur anatomi

Bidang lintang, radial dan tangensial dari setiap fosil kayu diamati ciri-ciri

anatominya pada preparat iris dengan bantuan mikroskop Carl Zeiss-Axio

Imager A1m. Pembuatan preparat iris dimulai dengan memotong/mengiris

sebongkah fosil kayu berukuran 3 cm x 3 cm x 6 cm pada tiga

bidang/penampang yaitu lintang, radial, dan tangensial. Permukaan pada setiap

Page 8: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

8

penampang irisan ditipiskan dengan menggunakan mesin gosok batuan yang

sudah ditaburi serbuk carborundum 100 mesh. Selanjutnya setiap irisan fosil

dicuci dengan air, dan digosok kembali dengan kaca ketebalan 5 milimeter yang

sudah ditaburi serbuk carborundum 320 mesh. Kemudian dicuci kembali dan

selanjutnya digosok pada kaca yang ditaburi serbuk carborundum 600 mesh

agar lebih halus. Selanjutnya masing-masing irisan fosil kayu beserta object

glass dipanaskan pada hot plate hingga suhu 70-800C. Setelah dipanaskan

selanjutnya masing-masing irisan fosil direkatkan pada object glass yang sudah

diolesi canada balsam dengan menekan hingga tidak nampak gelembung

udara. Diamkan hingga dingin dan melekat dengan baik. Setiap irisan fosil yang

sudah melekat pada object glass selanjutnya digosok kembali pada plat gosok

batuan hingga terlihat tipis (bayang-bayang) dengan melihatnya di bawah

mikroskop. Untuk mendapatkan ketipisan sesuai yang diinginkan, irisan fosil

selanjutnya dibersihkan dengan air dan digosok kembali pada kaca yang

ditaburi serbuk carborundum 320 mesh. Apabila belum sesuai dengan ketipisan

yang diinginkan, digosok kembali pada kaca yang ditaburi serbuk carborundum

600 mesh. Jika ketipisan sudah sesuai, selanjutnya dikeringkan sebentar dan

beri entelan serta tutup dengan cover glass hingga kering selama lebih kurang

2 jam. Selanjutnya preparat iris siap untuk dilakukan pengamatan.

D. Analisis Data

Diskripsi ciri anatomi guna penentuan jenis fosil kayu mengacu kepada

daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et al.,

1989). Jumlah pengamatan ciri-ciri kuantitatif sel disesuaikan dengan jumlah sel

yang dapat dilihat pada slide/preparat pengamatan. Ciri-ciri anatomi hasil

pengamatan selanjutnya dibandingkan dengan ciri-ciri anatomi kayu masa kini

yang sejenis.

Perkiraan umur fosil kayu ditelusuri dan dianalisis dengan bantuan data

yang terdapat pada peta Geologi (skala 1 : 100.000). Peta Geologi merupakan

peta yang di dalamnya berisi stratigrafi (formasi) batuan dengan perkiraan

informasi umurnya. Keberadaan fosil kayu yang tertimbun di dalam lapisan

tanah diasumsikan memiliki usia yang sama dengan lapisan tanah itu sendiri.

Page 9: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

9

Selain berdasarkan peta Geologi, untuk mengetahui perkiraan umur fosil

kayu juga dilakukan melalui teknik peluruhan isotop radioaktif (waktu paruh).

Cara pentarikhan radiokarbon merupakan salah satu metoda radiometri yang

dapat dipakai untuk menentukan umur mutlak suatu bahan sampai umur ±

50.000 tahun yang lalu. Metoda ini hanya dapat digunakan pada bahan yang

mengandung unsur karbon (C). Unsur karbon yang dipakai adalah isotop C14

yang terdapat dalam atmosfir yang terikat dalam senyawa 14CO2. Nisbah

radiokarbon terhadap isotop karbon yang mantap dalam organisma hidup

adalah sama dengan nisbah dalam atmosfir. Kematian organisma mengakhiri

pertukaran 14CO2 antara organisma dengan atmosfir. Dalam organisma yang

mati, C14 berkurang melalui degradasi radioaktif. Dengan membandingkan

derajat keradioaktifan dalam organisma hidup dapat ditentukan sudah berapa

lama organisma itu mati.

Page 10: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik wilayah temuan fosil kayu

Lokasi fosil kayu berada di wilayah Kabupaten Lebak (Provinsi Banten),

Kabupaten Bogor dan Kabupaten Garut (Provinsi Jawa Barat). Berdasarkan

tinjauan ke lokasi, fosil kayu yang berhasil ditemukan berada pada daerah

persawahan dan kebun campuran. Temuan fosil kayu di wilayah Kabupaten

Lebak berada pada dua kecamatan, sedangkan kecamatan lainnya merupakan

wilayah perbatasan antara Kabupaten Lebak dan Bogor yaitu Kecamatan

Jasinga. Temuan fosil kayu di daerah Garut berada pada satu wilayah

kecamatan.

1. Lokasi Banten

Kabupaten Lebak merupakan kabupaten terluas di Provinsi Banten dan

memiliki luas lahan persawahan ke dua terbesar di Provinsi Banten (23,66%)

setelah Kabupaten Pandeglang. Kabupaten Lebak berbatasan dengan

Kabupaten Serang dan Tangerang di sebelah utara, berbatasan dengan

Kabupaten Bogor dan Sukabumi di sebelah timur, dan Kabupaten Pandeglang di

sebelah barat dan sebelah selatan dengan Samudera Indonesia.

Secara geografis wilayah Kabupaten Lebak berada pada 105025' s/d

106030' BT dan 06018' s/d 07000' LS dengan luas wilayah 304.472 Ha. Bagian

utara berupa dataran rendah, dan di bagian selatan merupakan pegunungan.

Sungai Ciujung mengalir ke arah utara yang merupakan sungai terpanjang di

wilayah Banten (Provinsi Banten, 2015). Temuan fosil kayu di Kabupaten Lebak

berada pada dua wilayah yaitu kecamatan Curug Bitung dan kecamatan

Cimarga. Kedua wilayah kecamatan ini berada pada ketinggian antara 100

hingga 500 mdpl. Berdasarkan data potensi komoditi industri kecil di daerah

Kabupaten Lebak, batu fosil merupakan salah satu hasil komoditi daerah ini.

Kabupaten Lebak merupakan satuan Ekoregion Karst dan sebagiannya

merupakan Blok patahan yang cenderung berbukit dengan kemiringan lereng

Page 11: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

11

dominan lebih dari 37%. Struktur geologi di daerah ini terdiri dari formasi

batuan yang terdiri batuan sedimen, batuan gunung api, batuan terobosan dan

alluvium yang berumur mulai Miosen awal hingga Resen (Provinsi Banten,

(2015).

Gambar 1. Peta lokasi ditemukannya fosil kayu

Gambar 2. Wilayah kecamatan ditemukannya fosil kayu

Page 12: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

12

Masyarakat di wilayah ini sudah tidak asing dengan pencarian fosil kayu,

bahkan terdapat beberapa pengusaha batu alam yang menjadikan fosil kayu

sebagai komoditi yang diperjual-belikan. Masyarakat setempat melakukan

cara/teknik pencarian fosil kayu dengan cara menusukkan sebatang besi ke

dalam tanah. Apabila terasa adanya benturan keras, maka diduga kemungkinan

di bawah tanah tersebut terdapat fosil kayu.

Gambar 3. Lubang galian dan fosil-fosil kayu di wilayah Banten

Page 13: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

13

Sebaran fosil kayu yang terdapat di wilayah Banten tercermin dalam

tabel berikut di bawah ini.

Tabel 1. Sebaran lokasi fosil kayu di daerah Banten

No. Lokasi penemuan Koordinat lokasi Ketinggian (mdpl)

jumlah specimen yang diambil (buah)

Kode specimen

1. Kampung Blok Kebon panas, Desa Koleang, Kec. Jasinga

LS (S) 06028'39,6'' BT (E) 106027'12,5''

107 3 I.1, I.2,I.3

2. Kampung Blok Kebon panas, Desa Koleang, Kec. Jasinga

LS (S) 06028'658'' BT (E) 106027'207''

100

2

I.A, I.B

3. Kampung Candi, Desa Lebak kasih, Kec. Curug bitung

LS (S) 06026'756'' BT (E) 106024'446''

117 4 II.1, II.2, II.3, II.4,

II.5

4. Kampung Turus, Desa Curug bitung, Kec. Curug bitung

LS (S) 06028'726'' BT (E) 106023'549''

101 8 III.1 s/d III.7

5. Kampung Kadu luhur, Desa Tambak, Kec. Cimarga

LS (S) 06028'726'' BT (E) 106023'549''

101 1 IV.1

6. Kampung Polad, Desa Tambak, Kec. Cimarga

LS (S) 06025'421'' BT (E) 106017'925''

98 1 V.1

7. Kampung Polad, Desa Tambak, Kec. Cimarga

LS (S) 06025'410'' BT (E) 106017'792''

65 1 VIII.1, VIII.2

8. Kali Cisentul LS (S) 06025'400'' BT (E) 106017'791''

63 2 IX.1, IX.2

9. Kampung Polad, Desa Tambak, Kec. Cimarga

LS (S) 06025'633'' BT (E) 106017'553''

72 1 X.1

10. Kampung Polad, Desa Tambak, Kec. Cimarga

LS (S) 06025'603'' BT (E) 106017'521''

81 2 XI.1, XI.2

Jumlah 25

Page 14: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

14

2. Lokasi Garut

Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan

(06056'49'' LS dan 107025'8'' BT). Kabupaten ini memiliki luas sekitar 306.519

Ha, berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang di

sebelah utara, Kabupaten Tasikmalaya di sebelah Timur, Kabupaten Bandung

dan Cianjur di sebelah Barat, serta berbatasan dengan Samudera Indonesia di

sebelah Selatan. Rangkaian gunung api aktif mengelilingi dataran dan cekungan

antar gunung seperti Gunung Guntur, Gunung Haruman, Gunung Kamojang di

sebelah Barat, Gunung Papandayan dan Gunung Cikuray di sebelah Selatan

Tenggara, serta Gunung Cikuray, Gunung Talagabodas, Gunung Galunggung di

sebelah Timur.

Gambar 4. Kecamatan Banjarwangi

Page 15: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

15

Letak/tapak fosil kayu yang ditemukan berada pada dua lokasi areal

persawahan penduduk. Saat mengunjungi tapak fosil kayu, keberadaan fosil

kayu sudah tidak tampak lagi karena sudah dipindahkan ke salah satu rumah

penduduk dan pekarangan kepala desa setempat. Bagian fosil kayu yang masih

tersisa di lokasi dibawa untuk dilakukan identifikasi jenis. Sebaran fosil kayu

yang di temui di lapangan adalah sebagai berikut di bawah ini.

Tabel 2. Sebaran lokasi fosil kayu di daerah Garut

No. Lokasi penemuan Koordinat lokasi

Ketinggian (mdpl)

jumlah specimen yang diambil (buah)

Kode specimen

1. Kampung Kareo RT05/RW 04, Desa Wangunjaya, Kec. Banjarwangi, Kabupaten Garut

LS (S) 07024'595''

BT (E) 107053'425

''

804

2

I.1, I.2

2. Kampung Kadu RT04/RW 04, Desa Wangunjaya, Kec. Banjarwangi, Kabupaten Garut

LS (S) 07024'782''

BT (E) 107053'255

''

853

1

II

Jumlah 3

Page 16: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

16

B. Analisis perkiraan umur fosil kayu

Sebagai perwakilan untuk pengujian umur fosil kayu, analisa umur fosil

dilakukan terhadap fosil kayu asal Kecamatan Jasinga dengan kode I.1 dan fosil

kayu asal Kecamatan Curug Bitung dengan kode III.2. Analisis kedua specimen

fosil tersebut dilakukan berdasarkan data peta geologi. Sedangkan untuk

perbandingannya dilakukan juga pengujian umur fosil kayu berdasarkan

metoda pentarikhan radiokarbon C-14 pada 5 sampel fosil lainnya. Hasil

pengujian dapat dilihat pada lampiran.

Berdasarkan stratigrafi lembar peta geologi Lembar Serang, lokasi temuan

fosil kayu ini berada dalam formasi Bojong dan masuk dalam daerah Qpb, yaitu

masa pertengahan Plistosen. Berdasarkan International Chronostratigraphic

Gambar 5. Lokasi penemuan fosil kayu di wilayah Garut

Page 17: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

17

Chart (Cohen et al., 2013) umur fosil masa Plistosen adalah 0.01 hingga 2,5

juta tahun lalu.

Masa Plistosen termasuk dalam masa Kwarter, yaitu sekitar 0,01 - 1,8 juta

tahun lalu yang ditandai oleh beberapa kali glasiasi (zaman es) yang menutupi

sebagian besar Eropa, Amerika Utara, Asia Utara, pegunungan Alpen, Himalaya,

dan Cherpathia (Museum Geologi, 2014). Sedangkan berdasarkan metoda radio

karbon, fosil-fosil kayu yang ditemukan dperkirakan berumur Plistosen awal

(0,012 hingga 0,027 juta tahun lalu).

Sumber: Puslitbang Geologi, 1996

Keterangan: Gambar lingkaran adalah lokasi temuan fosil kayu

Gambar 6. Peta geologi lembar Serang, Jawa

06028'39,6'' LS 1060 27'12,5'' BT

06028'726'' LS 1060 23'549'' BT

Page 18: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

18

C. Jenis fosil kayu

Guna penentuan jenis fosil maka dilakukan pengamatan terhadap ciri-ciri

anatominya. Pengamatan ciri anatomi dilakukan terhadap fosil kayu asal

Kecamatan Jasinga dengan kode I.1 dan fosil kayu asal Kecamatan Curug

Bitung dengan kode III.2.

Berdasarkan hasil pengamatan, fosil asal Jasinga memiliki ciri berupa sel

pembuluh yang hampir seluruhnya soliter dan sebagian bergabung 2-3 arah

radial dan kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal maupun

tangensial. Ciri anatomi lainnya adalah ditemukannya sel jari-jari yang hampir

Sumber : Cohen, dkk (2013).

Gambar 7. Peta grafik perkiraan umur fosil

Page 19: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

19

seluruhnya multiseriate, terdapat sel parenkim berbentuk selubung dan

terkadang aliform maupun konfluen, serta terdapat saluran damar aksial

berderet tangensial panjang. Ciri-ciri anatomi fosil kayu ini serupa dengan ciri-

ciri anatomi kayu dari genus Shorea famili Dipterocarpaceae, sehingga

berdasarkan ciri-ciri demikian maka jenis fosil yang berasal dari Kecamatan

Jasinga adalah jenis Shoreoxylon sp. (Meranti).

Fosil yang berasal dari Kecamatan Curug Bitung memiliki ciri-ciri anatomi

berupa sel pembuluh yang hampir seluruhnya soliter dan terkadang gabungan

2-3 arah radial atau tangensial. Ciri anatomi lainnya adalah terdapat sel

parenkim tipe paratrakeal selubung dan parenkim pita terputus serta parenkim

baur, terdapat saluran damar berderet tangensial dengan diameter lebih kecil

dibandingkan diameter sel pembuluh. Ciri-ciri anatomi demikian serupa dengan

ciri-ciri kayu jenis Dryobalanops sp. anggota famili Dipterocarpaceae. Sehingga

fosil kayu asal Kecamatan Curug Bitung ini teridentifikasi sebagai

Dryobalanoxylon sp. (Kamper).

Page 20: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

20

Ciri-ciri anatomi utama yang terlihat : Pembuluh sebagian besar soliter dan sebagian kecil bergabung 2-3 dalam arah radial dan

terkadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial Terdapat saluran damar aksial berderet tangensial panjang (tanda panah) Sel parenkim paratrakeal bentuk selubung lengkap atau tidak lengkap dan terkadang

berbentuk aliform atau konfluen Jari-jari hampir seluruhnya multiseriate berukuran sedang

Gambar 8. Foto makroskopis penampang lintang jenis Shoreoxylon sp. (Meranti)

1 mm

Page 21: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

21

Shoreoxylon sp. Shorea sp.

Keterangan : a. Penampang lintang, b. Penampang radial, c. Penampang tangensial

Gambar 9. Foto perbandingan mikroskopis fosil kayu Shoreoxylon sp. (Meranti) dengan kayu Shorea sp. (Meranti)

a

b

c

Sumber : Balitbanghut, 2014

Page 22: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

22

Ciri-ciri anatomi utama yang terlihat :

Pembuliuh hampir seluruhnya soliter dan terkadang terdapat gabungan 2-3 arah radial atau tangensial

Terdapat parenkim tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap dan parenkim pita terputus serta parenkim baur

Terdapat saluran tangensial dengan diameter lebih kecil dari pembuluh (tanda panah)

Gambar 10. Foto makroskopis penampang lintas jenis Dryobalanoxylon sp. (Kamper)

1 mm

Page 23: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

23

Dryobalanoxylon sp. Dryobalanops sp.

Keterangan : a. Penampang lintang, b. Penampang radial, c. Penampang tangensial

Gambar 11. Foto perbandingan mikroskopis fosil kayu Dryobalanoxylon sp. (Kapur) dengan kayu Dryobalanops sp. (Kapur)

a

b

c

Sumber : Balitbanghut, 2014

Page 24: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

24

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sejumlah fosil kayu yang diperoleh dari wilayah Banten dan Garut telah

berhasil diambil langsung dari lokasi keberadaannya. Hasil pengamatan ciri-ciri

anatomi terhadap sampel fosil kayu asal Kecamatan Jasinga dan Kecamatan

Curug Bitung adalah jenis Shoreoxylon sp. (Meranti) dan Dryobalanoxylon sp.

(Kamper). Analisa pengukuran umur fosil terhadap ke dua jenis fosil tersebut

berdasarkan data peta geologi diperkirakan berumur Plistosen yaitu sekitar 0,01

hingga 2,5 juta tahun lalu. Sedangkan hasil pengujian berdasarkan metoda

radio karbon terhadap 5 sampel fosil lainnya yang juga berasal dari wilayah

Banten diperkirakan berumur Plistosen awal (0,012 hingga 0,027 juta tahun

lalu). Lokasi wilayah temuan fosil kayu umumnya berada pada lahan

persawahan dan kebun dengan lokasi ketinggian berkisar antara 63 hingga 107

mdpl.

B. Saran

Berdasarkan jumlah fosil kayu yang ditemukan di wilayah Banten dan

Garut mengindikasikan bahwa pada ke dua wilayah ini memiliki potensi sebagai

sumber keragaman jenis fosil kayu di Indonesia. Sehingga untuk menjaga

keberadaannya diperlukan upaya konservasi mengingat adanya kabar yang

berkembang bahwa di wilayah ini akan direncanakan pembangunan waduk

untuk pengairan sawah dan pembangkit tenaga listrik.

Page 25: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

25

DAFTAR PUSTAKA Andianto, N.E. Lelana, A. Ismanto. (2012). Identifikasi Fosil Kayu dari Kali

Cemoro Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional

Biologi. Prospektif Biologi Dalam Pengelolaan Sumber Hayati. Fakultas

Biologi, UGM. Yogyakarta.

Badudu, J.S. dan S.M. Zein.(2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Balitbanghut. (2014). Atlas Kayu Indonesia. Departemen Kehutanan. Crie, M.L. (1888).Recherches sur la Flore Pliocenee de Java. Samlung des

Geologishen Reichsmuseums in Leiden. Beitrage zur Geologie von Ost-Asians Australlians 5; 1-21.

Cohen, K.M., Finney, S.M., Gibbard, P.L., and Fan, J.-X. (2013). The ICS

International Chronostratigraphic Chart. Episodes, 36(3): 199-204. Fosil. (2006).http://id.wikipedia.org/wiki/fosil.Diakses tanggal 10 November

2006. Dewi, L. M.(2013).Penelitian Fosil Kayu: Status dan Prospeknya di Indonesia.

Makalah Diskusi Litbang Anatomi Kayu Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Tidak diterbitkan.

Den Berger, L.G. (1927).Unterscheidung-smerkmale von rezenten und fossilen

Dipterocapaceen Gattungen. Bulletin du Jardin Botanique de Buitenzorg Series 3; 495-498.

________. (1923).Fossiele houtsoorten uit het Tertiair van Zuid-Sumatra. Verh.

Geol. Mijnb. Genoot. Ned. (Geol.ser.) 7; 143-148. Koesmono, M., Kusnama, dan Suwarna, N. (1996). Peta Geologi Lembar

Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa (edisi ke dua). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.

Krausel, R. (1926).Űber einige Fossile Hőlzer aus Java. Leidsche Geol.

Mededeel. Bd. 2; 1-8. ________. (1922a).Fossile Hőlzer aus dem Tertiar von Sűd-Sumatra. Verh.

Geol. Minb.Genootsch. V. Nederland en Kol., Geol. Serie V: 231-294.

Page 26: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

26

________. (1922b).Ǖeber einen Fossilen Baumstammm von Bolang (Java). Ein Beitrag zur Kenntnis der fossilken flora Niederlandisch-Indiens. Versl. Afd. Natuurkunde Kon. Akad. Amsterdam 31.

________. (1925).Der stand unserer kenntnisse von der tertiarflora

Nederlandisch-Indien. Verh. Geol. Mijnb. Genootsh. V. Nederland en Kol., Geol. Serie 8; 3129-342.

________. (1922a).Fossile Hőlzer aus dem Tertiar von Sűd-Sumatra. Verh.

Geol. Minb.Genootsch. V. Nederland en Kol., Geol. Serie V: 231-294. ________. (1922b).Ǖeber einen Fossilen Baumstammm von Bolang (Java). Ein

Beitrag zur Kenntnis der fossilken flora Niederlandisch-Indiens. Versl. Afd. Natuurkunde Kon. Akad. Amsterdam 31.

Museum Geologi. (2014). http://uunhalimah. blogspot.com/2011/12/mu-seum-

geologi.html.[12-Mei-2014]. Mandang, Y.I., Andianto & H. Oktariani. (2014). Laporan Identifikasi Fosil Kayu

Koleksi Museum Geologi Bandung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Tidak dipublikasikan.

Mandang, Y.I. and N. Kagemori.(2004).A Fossil Wood of Dipterocarpaceae from

Pilocene Deposit in the West Region of Java Island, Indonesia. Biodiversitas, Vol. 5 No. 1 Halaman 28-35.

Mandang, Y.I. & D. Martono. (1996). Keanekaragaman Fosil Kayu di Bagian

Barat Pulau Jawa. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan & Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor.

Provinsi Banten. (2015). http://ppejawa.com/11_provinsi _banten.html).

Srivastava, R. and N. Kagemori. (2001). Fossil wood of Dryobalanops from

Pliocene deposit of Indonesia. Paleobotanist 50(2001): 395-401. Sukiman, S. (1971). Sur deux bois fossiles du Gisenment de la region Pachitan

a Java. C.r. 102e Congr.Nat.Soc.Sav., Limoges, 1; 197-209. Schweitzer,J.H. (1958). DieFossilenDipterocarpaceen-Hőlzer.Paleontographica B

104 (1-4); 1-66. Wheeler, E.A., P.Baas and P.E.Gasson. (1989). IAWA List of Microscopic

Features for Hardwood Identification. IAWA Bulletin n.s. 10 (3); 219-

Page 27: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

27

332.International Association of Wood Anatomists. Leiden, The Netherlands.

Page 28: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

28

Lampiran

Page 29: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

29

Page 30: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

30

Page 31: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

31

Page 32: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

32

Page 33: PALEOBOTANI (FOSIL KAYU) HUTAN TROPIS Abstrakdatabase.forda-mof.org/uploads/LHP_2015_Fosil_kayu1.pdf · daftar ciri mikroskopis untuk identifikasi kayu daun lebar IAWA (Wheeler et

33