16
Menimbang: a. b. Mengingat : 1. z- PEMERINTAH I(ABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAT{ DAERAH KABUPATEIV TULUNGAGUNG NoMoR 28 TAHUN2OI2 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YAITG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, bahwa ternak sapi dan kerbau betina produktif sebagai sumber daya genetik untuk pengembangbiakan ternak harus dijaga kelestarian dan ketersediannya; bahwa dalam rangka menjaga kelestarian dan mencukupi ketersediaan bibit ternak sapi dan kerbau betina produktif sebagaimana dimaksud pada huruf a, ma_ka seluruh kegiatan yang berkaitan dengan pengeloiaan dan pemalfaatan ternak sapi dan kerbau betina produktif perlu dikendalikan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif di Kabupaten Tulungagung; Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 273O); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor (,

pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

Menimbang: a.

b.

Mengingat : 1.

z-

PEMERINTAH I(ABUPATEN TULUNGAGUNG

PERATURAT{ DAERAH KABUPATEIV TULUNGAGUNG

NoMoR 28 TAHUN2OI2

TENTANG

PENGENDALIANTERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

DENGAN RAHMAT TUHAN YAITG MAHA ESA

BUPATI TULUNGAGUNG,

bahwa ternak sapi dan kerbau betina produktif sebagaisumber daya genetik untuk pengembangbiakan ternakharus dijaga kelestarian dan ketersediannya;bahwa dalam rangka menjaga kelestarian dan mencukupiketersediaan bibit ternak sapi dan kerbau betina produktifsebagaimana dimaksud pada huruf a, ma_ka seluruhkegiatan yang berkaitan dengan pengeloiaan danpemalfaatan ternak sapi dan kerbau betina produktif perludikendalikan;bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksudpada huruf a dan huruf b, maka perlu membentukPeraturan Daerah tentang Pengendalian Ternak Sapi danKerbau Betina Produktif di Kabupaten Tulungagung;

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentangPembentukan Daerah-Daerah Kabupaten DalamLingkungan Propinsi Jawa Timur (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1950 Nomor 19, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9)sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 273O);

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubahterakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

(,

Page 2: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

4.

-2-

59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor48441;

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakandan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5015);

5. Undang-Undang Nomor L2 Tahun 20ll tentangPembentukan Peraturan Perundang-undangan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 20ll Nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor523a1;

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentangKesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 20 1 I te ntangSumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor123, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5260):

8. Peraturan Menteri Pertanian Nomor i

36/Permentan/ OT.laO I 812006 tentang Sistem PerbibitanNasional;

9. Peraturan Menteri Pertalian NomorPengendalian35/Permentan/OT.l4Ol7 /20ll tentang

Ternak Ruminansia Betina Produktif;10. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 2 Tahun

2008 tentang Uru san Pemerintahan Yang MenjadiKewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tulungagung(Lembaral Daera,h Kabupaten Tulungagung Tahun 2009Nomor 01 Seri D);

11. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 16Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja perangkatDaerah (Lembaran Daerah Kabupaten Tulungagung Tahun2011 Nomor 02 Seri D);

12. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 21Tahun 2}ll tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil(Lembaran Daerah Kabupaten Tulungagung Tahun 2012Nomor O5 Seri E);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 15Tahun 2Ol2 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah(Lembaran Daerah Kabupaten Tulungagung Tahun 2O12Nomor 11 Seri E).

7.

u

Page 3: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

..:

--t -

Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN TULUNGAGUNGdan

BUPATI TULUNGAGUNG

MEMUTUSKAN:

MenetapKan: PERATURAN DAERAHTENTANG PENGENDALIANTERNAKSAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal I

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Tulungagung.2. Pemerintal Daerah adalah Pemerintah Kabuoaten

Tulungagung.

3. Bupati adalah Bupati Tulungagung.4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat

DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenTulungagung

5. Dinas Peternaftan yang selanjutnya disebut Dinas adalah DinasPeternakan Kabupaten Tulungagung.

6. Kepala Dinas Peternakan yang selanjutnya disebut KepalaDinas adalah Kepala Dinas Peternakan KabuoatenTulungagung.

7. Petugas yang berwenang yang selanjutnya disebut petugasadalah Dokter Hewan atau Petugas lain yang ditunjuk olehKepala Dinas.

8. Ternak asli adalah ternak yang kerabat liarnya berasal dari danproses domestikasinya terjadi di Indonesia.

9. Ternak loka,l adalah ternak hasil persilangan atau introduksidari luar yang telah dikembangbiakkan di Indonesia sampaigenerasi kelima atau lebih yng teradaptasi pada lingkungandan/atau manajement setempat.

10. Ternak sapi dan kerbau betina produktif adalah sapi dankerbau betina yang telah dewasa kelamin sampai melahirkankurang dari 5 (lima) kali atau berumur kurang dari 8 (delapan)tahun.

f 1. Bibit ternak yang selanjutnya disebut bibit adalah ternak yangmempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhipersyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan.

12. Pembibitan adalah serangkaian kegiatan pembudidayaan untukmenghasilkan bibit sesuai dengan pedoman pembibitan ternakyang baik.

u

Page 4: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

-a-

13. Penjaringan adalah serangkaian kegiatan untuk meperolehternak sapi dan kerbau betina produktii yang akart dijadikanternak bibit dari hasil seleksi.

14. Seleksi adalah serangkaian kegiatan memilih ternak sapi dankerbau betina produktif dad populasi sesuai kriteria bibit.

15. Identifikasi status reproduksi adalai serangkaian kegiatanpemeriksaan untuk memiiih ternak sapi dan kerbau betinaproduktif dan yang tidak produktif.

16. Pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif adalahseralgkaian kegiatan untuk mengelola penggunaan sapi dankerbau betina produktif melalui identifikasi status reproduksi,seleksi, penjaringan dan pembibitan.

17. Rumpun adalah sekelompok ternak yang mempunyai ciri dankarakteristik luar serta sifat keturunan yang sama dari satuspesies.

18. Galur adalah sekelompok individu ternak dalam satu rumpunyang dikembangbiakkan untuk tujuan pemuliaan dan/ataukarakteristik tertentu.

19. Sumberdaya genetik ternak adalah substansi yang terdapatdalam individu suatu populasi rumpun ternak yang secaragenetik unik yang terbentuk dalam prose s domestikasi darimasing-masing spesies yang merupakan sumber sifatketurunan yarg mempunyai nilai potensial maupun nyata sertadapat dimanfaatkan dan dikembangbiakkan atau dirakit untukmenciptakan rumpun atau galur unggul/baru.

20. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubahkomposisi genetik pada sekelompok ternat dari suatu rumpunatau galur guna mencapai tujuan tertentu.

21. Uji performans adalah methode pengujian untuk memilihternak bibit berdasarkan sifat kualitatif dan kuantitatif meliputipengukuran, penimbangan dan peniiaian.

22.Uji, zuriyat adalah methode pengujian untuk mutu genetukcalon pejantan untuk mengetahui produksi anak betinanya.

23. Teknologi biologi molekuler adalah teknologi yangmemanfaatkan molekul DeoxyribonucleicAcid (DNA) untukmenghasilkan individu yang membawa sifat-sifat tertentu.

24. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalahsuatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dansyarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotonghewan bagi konsumsi masyarakat umum.

25. Unit Pelatsana Teknis Dinas yang selanjutnya disebut denganUP|D adalah satuan organisasi bersifat mandiri yangmelalsanakan tugas teknis operasional dan/atau tugas teknispenunjang dari organisasi induknya di Daerah.

u

:.

Page 5: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

BAB IIAZAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktifdilaksanakan berdasarkan azas :

a. kemalfaatan dan berkelanjutan;b. keamanan dan kesehatan;c. kerakyatan dan keadilan;d. keterbukaan dan ketemaduan;e. kemandirian;f. kemitraan;dang. keprofesionalan.

Pasal 3

Tujuan pengendalial ternak sapi dan kerbau betina produktif iniadalah:a. mengelola sumber daya hewani secara bermartabat, bertanggung

jawab dan berkelaljutan;b. mencukupi kebutuhan pangan asal hewan secara mandiri, berdaya

saing dan berkelanjutan;c. mempertahankan keberadaan dan populasi ternak sapi dan kerbau

betina produktif;d. melindungi ternak sapi dal kerbau betina produktif dari ancarnan

pemotongan;e. menjaga ketersediaan bibit sapi dan kerbau yang berkualitas.

BAB IIIPtrNGIDENTIFIKASIAN STATUS REPRODUKSI

Pasal 4

(l) Pengidentifikasian dilakukan untuk mendapatkan ternak sapi dankerbau betina produktif dari populasi ternak sapi dan kerbaubetina.

(2) Pengidentifikasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilakukan di UPID, kelompok peternak, pasar hewan, RpH dantempat pelayanan lainnya.

Pasal 5

(1) Pengidentifikasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4dilakukan oleh tenaga kesehatan hewan.

(2) Tenaga kesehatat hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh Bupati berdasarkan usulan Kepala Dinas.

Pasal 6

(1) Pengidentifikasian sebngeimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)dilakukan terhadap ternak sapi dan kerbau betinayang:a. telah dewasa kelamin sampai melahirkan kurang dari 5 (lima)

kali atau berumur kurarg dari 8 (delapan) tahun.b. tidak cacat lisik;

G

Page 6: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

(11

t2l

(3)

-o-

c. memiliki organ reproduksi normal dan/atau tidak mengalamigangguan;dan

d. memenuhi persyaratan kesehatan reproduksi.

Pasal 7

Pengidentifikasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapatmenghasilkan ternak sapi dan kerbau betina tidak produktif danternak sapi dan kerbau betina produktif;Terhadap ternak sapi dan kerbau betina tidak produktifsebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan penggemukanuntuk dijadikal ternak potong;Terhadap ternak sapi dan kerbau betina produktif sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan seleksi untuk dijadikan bibit.

BAB IVPENYELEKSIAN

Pasal 8

Penyeleksial ternak sapi dan kerbau betina produktif untukdijadikan bibit sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3)dilakukan berdasarkan kriteria bibit.

Pasal 9

(1) Penyeleksian sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dilakukanterhadap ternak yang memenuhi kriteria:a. merupakan ternak asli dan/atau lokal;b. sehat dan bebas dari penyakit hewan menular yang dinyatakan

dengan surat keterangan dokter hewan;danc. memiliki performa memenuhi standard bibit.

(2) Performa sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf c didasarkanpada rumpun, umur, kuantitatif dan kualitatif.

Pasal 10

(l)Penyeleksian sebagaimana dimaksud dalam pasal g dilaksanakanoleh pengawas bibit;

(2)Pengawas bibit sebagaimana dimaksud pada ayat {1} ditetapkanoleh Bupati berdasarkan usulan Kepala Dinas.

Pasal 11

Terhadap ternak sapi dan kerbau betina produktif yang sesuaidengan kriteria bibit sebagaimana dimaksud dalam pasal gdirekomendasikan kepada Bupati melalui Kepala Dinas untukdilakukan penjaringan.

tL

Page 7: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

(1)

(2)

-7-

BAB VPENJARINGAN

Pasal 12

Penjaringan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dila-kukandengan cara pemeriksaan terhadap dokumen kepemilikan ternakyang dikeluarkan oleh Kepala Desa / Lurah.Terhadap ternak sapi dan kerbau betina produktif hasiipenjaringar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diberikantanda untuk selanjutnya dilakukan pembibitan di UPID danlataukelompok peternak.

BAB VIPEMBIBITAN

Pasai 13

(l) Bibit yang dihasilkan da-ri proses penjaringan dikualilikasikansecara berjenjang meliputi bibit dasar, bibit induk dan bibitsebar.

(2) Bibit dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dariproses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilaipemuliaan diatas nilai rata-rata.

(3) Bibit induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoteh dariproses pengembangbiakan bibit dasar.

(4) Bibit sebar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dariproses pengembangbiakan bibit induk.

Pasal 14

(1) Dalam rangka mempertahankan bibit dasar sebagai rumpundal/atau galur murni dilakukan usala-usa,ha untuk menjagakemurnian.

(2) Untuk menjaga kemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)pengembangbiakan bibit dasar dilakukan dengan mengawinkandi dalam rumpun d,an/atau galur dengan menghindari terjadinyakawin antar keluarga.Selain dengan mengawinkan didalam rumpun dan/atau galur,pengembangbiakan dapat dilakukan dengan persilangan.Pengembangbiakan bibit dasar melalui persilangan sebagaimanadimaksud pada ayat (3), hanya dapat dilakukan di kawasan ataudi lokasi yang bukan wilayah sumber bibit dan tidakbertentangan dengan kaidan-kaidah agama, sosial budaya dankeamanan hayati.

Pasal 15

Pengembangbiakan bibit dapat dilakukan oleh pemerintahDaerah, badan hukum, kelompok peternak dan/ atau perorangan.Pemerintah Daerah membina berkembangnya penangkaral bibitdi wilayah-wilayah sumber bibit.

(3)

(41

(1)

(21

u

Page 8: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

(1)

(2)

-8-

(3) Perorangan warga Negara asing dan/atau badan hukum asingyang melakukan pengembangbiakan bibit dasar yang berasal darisumber daya genetik ternak asli atau lokal untuk tujuankomersial harus memperoleh izin berdasarkan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16

Pengembangbiakan dan pemanfaatan ternak yang mengandungmateri genetik hasil pemuliaan ternak asli dan/atau lokaldilakukan oleh Bupati melalui Kepala Dinas.Pengembangbiakan dan pemanfaatan ternak yang mengandungmateri genetik hasil pemuliaan ternak asli dan/atau lokalsebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan komersialdapat dilakukan oleh badan hukum, asosiasi, koperasi peternak,setelah mendapat izin dari Bupati melalui Kepala Dinas.rzin pengembangbiakan dan pemanfaatan ternak sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 17

Badan hukum, asosiasi, koperasi peternak sebagaimana dimaksuddalam Pasal 16 ayat (2) harus membantu dalam kegiatan pengelolaansumber daya genetik ternak yang dilakukan oleh kelompok peternak.

Pasal 18

Proses produksi bibit harus dilakukan dengan memperhatikan aspekkesehatan hewan, kesejahteraan hewan, kesehatan masyarakatveteriner, bioetika dan kelestarian lingkungan.

Pasal 19

Pembibitan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dilakukanmelalui pemuliaan serta mengacu pada pedoman pembibitan ternakyang baik berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB VIIKESE.JAHTERAAN TERNAK

Pasal 2O

(1) setiap usaha peternakan sapi dan kerbau harus mengindahkanaspek kesejahteraan ternak.

(21 Aspek kesejahteraan ternak sapi dan kerbau sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan penanganan,penempatan dan pengandangan, pemeliharaan dan perawatan,pengangkutan, pemotongan dan penyembelihan, serta perlakuandan pengayoman yang wajar terhadap ternak sapi dan kerbau.

(3) Kesejahteraan ternak sapi dan kerbau sebagaimana dimaksudpada ayat (21 diwujudkan melalui cara-cara yang manusiawiberupa :

a. penempatan dan pengandangan ternak sapi dan kerbau agardapat mengekspresikan perilaku alaminya;

(3)

Lh

Page 9: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

-9-

b. pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayomanternak sapi dan kerbau agar bebas dari rasa lapar dan haus,rasa sakit, pengaliayaan dan penyalahgunaan, serta rasatakut dan tertekan:

c. pengangkutan ternak sapi dan kerbau tanpa menimbulkanrasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;

d. penggunaan dan pemanfaatan ternak sapi dan kerbau tanpapengan iayaan dan penyalahgunaan;

e. pemotongar dan pembunuhan ternak sapi dan kerbau tanpadisertai dengan rasa sakit, rasa takut dan tertekan,penganiyaan, dan penyalahgunaan.

BAB VIIIPENGENDALIAN PEMOTONGAN

Pasal 21

Upaya pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif daripemotongan dilakukan melalui :

a. sosialisasi kepada pelaku pemotongan dan tata niaga ternak;

b. komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat; dan

c. intensifikasi pemeriksaan ternak sapi dan kerbau betina produktifyang akan dipotong.

Pasal 22

(1) Setiap pemilik ternak sapi dan kerbau yang akan memotongternak sapi dan kerbau betina, wajib melapor kepada petugasuntuk dilakukan pemeriksaan.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dikandang penampungan RPH atau ditempat lain paling singkat 1

(satu) hari dan paling lama 3 (tiga) hari sebelum dipotong.

(3) Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud padaayat (1) Petugas menerbitkan Surat Keterangan HasilPemeriksaaa Ternak Sapi dan Kerbau Betina.

Pasal 23

Ternak sapi dan kerbau betina produktif segera dikeluarkan dari RpHdan diselamatkan melalui program penyelamatan dan penjaringanternak sapi dan kerbau betina produktif.

Pasal 24

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 dikecualikanterhadap pemotongan ternak untuk keperluan upacara keagamaandal/ atau upacara adat.

h

Page 10: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

-10-

Pasal 25

(1) Ternak sapi dan kerbau betina produktif dilarang dipotongkecuali untuk keperluan penelitian, perbibitan, atau untukpengendalian dan penanggulangan penyakit hewan.

(2) Pemotongan ternak sapi dan kerbau betina hanya diperbolehkanjika ternak sapi dan kerbau betina dalam keadaan:

a. cacat sejak lahir;

b. mengalami kecelakaan berat;

c. menderita penyakit hewal menular;

d. membahayakan keselamatan manusia; dan

e. tidak memenuhi standa,r bibit dan/atau apabila populasiterna-k betina telah mencukupi ketersediaan bibit ternak padatingkat populasi yang aman.

(3) Tingkat populasi yang aman sebagaimana dimaksud pada ayat(3) hurufe ditetapkan dengan Keputusar Bupati.

(4) Terhadap pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)harus diadakan pemeriksaan oleh Petugas dan dilaporkankepada Kepala Dinas.

Pasal 26

Ternak sapi dan kerbau betina produktif dilarang dibuat sakit ataucacat untuk tujuan menghindar dari larangan pemotongan.

BAB IXPENGENDALIAN LALU LINTAS TERNAK

Pasal 27

(1) Ternak sapi dan kerbau betina produktif dilarang dikeluarkandari wilayah Daerah kecuali untuk dibudidayakan.

(2) Usaha pengeluaran ternak sapi dan kerbau betina produktifuntuk budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harusmemenuhi syarat- syarat sebagai berikut:a. mendapatkan rekomendasi pengeluaran ternak sapi dan

kerbau betina produktif dari Kepala Dinas;

b. ketersediaan bibit di daerah mencukupi;

c. daerah tujuan memiliki lokasi/unit untukpembibitan/ budidaya ternak; dan

d. daerah tujuan menjamin bahwa bibit temak dari daera,h akandibudidayalan dan tidak dipotong.

(3) Tatacara usaha pengeluaran ternak sapi dan kerbau betinaproduktif untuk budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

IA

Page 11: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

-l t-

BAB X

PEMBIAYAANPasal 28

(l)Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk pengendalian ternaksapi dan kerbau betina produktif;

(2)Penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikandengan kemampuan keuangan Daerah dan dapat dilakukanberdasarkan prioritas ternak sapi dan kerbau betina produktifyang akan dijaring sesuai dengan kondisi spesifik lokasi.

BAB XIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29

(l)Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan dalam rangkapengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif;

(2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukanmelalui kegiatal sosialisasi dan peran serta masyarakat.

(3)Pengawasan pengelolaan ternak sapi dan kerbau betina produktifsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Dinas

(4)Hasil Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkanoleh Kepala Dinas kepada Bupati setiap 3 (tiga) bulan.

BAB XIIPERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 30

(l)Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 15ayat (1) dapat dilakukan sejak identifikasi status reproduksi,seleksi, penjaringan dan/ atau pembibitan;

(2)Bagi warga masyara-kat yang melakukan kegiatan sebagaimanadimaksud pada ayat ( 1) diberi penghargaan oleh pemerintahDaerah.

BAB XIIIKETENTUAN SANKSI

Pasal 31

(l)Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 dan pasaj 2T ayat (l)dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan ataupidana denda paling banyak Rp.5O.000.00O,- (lima puluh jutarupiah).

(2)Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah 1/3(sepertiga) jika pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan oleh pejabat yang berwenang atau korporasi.

(3)Tindak pidana sebagaiman dimaksud pada ayat (1) adalahpelanggaran.

(s

Page 12: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

''.t.)

Pasal 32

Pengenaan sanksi pidana berdasarkan ketentuan sebagaimanadimaksud da.lam Pasai 31 tidak membebaskan peiaku daripengenaan sanksi pidana berdasarkan peratura,n perundang-undangal yang berlaku.

Pasal 33

Selain sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dapatdikenakan sanksi administrasi berupa:a. peringatan secara tertulis;b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi,dan/ atau

peredaran;c. pencabutan nomor pendafta-ran dan penarikan obat hewan, pakan,

alat dan mesin, atau produk hewan dari peredaran;d. pencabutan izin; atarue. pengenaan denda.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pengenaan sanksi pidanadan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 danPasal 33 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati

BAB XIVKETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 35

( 1) Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerahdiberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukanpenyidikan tindak pidana dibidang Peternakan sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara pidana;

(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pegawaiNegeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yangdiangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturanperundang-undangan;

(3)Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Slpil sebagaimana dimaksudpada ayat (1) adalah:a. Menerima, mencari, mengumpulkan dal meneliti keterangan

atau laporan berkenaar dengan tindak pidana dibidangPeternakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebihlengkap dan jelas;

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenaiorang pribada atau Badan tentang kebenaran perbuatan yangdilakukan sehubungan dengaa tindak pidana dibidangPeternakan;

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atauBadalsehubungan dengan tindak pidana dibidang peternakan;

(t

Page 13: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

-lJ-

d. Memeriksa buku, catatan dan dokumen lain berkenaan dengantindak pidana dibidang Peternakan ;

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan buktipembukuan,pencatatan dan dokumen lain serta melakukanpenltaan terhadap bahal bukti tersebut;

f. Meminta bantuan tenaga ahli da-lam rangka melaksaaakantugas penyidikan tindak pidana dibidang Peternatan;

g. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkanruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedangberlangsung dan memeriksa identitas orang, benda dan/ataudokumen yang dibawa;

h. Me motret seseorang yang berkaitan dengan tindat pidanadibidang Peternakan;

i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksasebagai tersangka atau saksi;

j. Menghentikan penyidikan;dan/atauk. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran

penyidikan tindak pidana dibidang Peternakan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangal.

(4)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (l) memberitahukandimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannyakepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi NegaraRepublik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalamUndang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XVKETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahakanPengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya dalamLembaran Daerah Kabupaten Tulungagung.

Ditetapkan di Tulungagungpadatangsal ?B DEC Z1n

t6-/HERU TJAHJONO

0

BUPATI TULUNGAGUNO,A

Diundangkan di Tulungagungpada 25 Pebruari 2013

DAERAH

Pembina Utama MudaNrP. 19590919 199003 1006

lembaran Daerah Kabupaten T\rlungagungTahun 2Ol3 Nomor 7 Seri E

Page 14: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

-t4-

PENJELASANATAS

PERATURAN DAERAH I{ABUPATEN TULUNGAGUNG

NoMoR 28 tanunzorz

TENTANG

PENGENDALIANTERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

I. UMUMDengal telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2O09

tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dimana di dalamnya mencakupbeberapa aspek penting baik dalam segi penyelenggaraan peternakanmaupun penyelenggaraan kesehatan hewan, maka perlu diambil kebijakandibidang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif.

Peraturan Daerah tentang Pengendalian Ternak Sapi dan KerbauBe tina Produktif merupakan salal satu kebijakan dalam rangkapengendalian di bidang peternakan sebagai sumber daya genetik untukpengembangbiakan yang harus dijaga kelestarian dan ketersediannya.

Dalam rangka menjaga kelestarian dal mencukupi ketersediaan bibitternak sapi dan kerbau betina produktif, maka seluruh kegiatan yangberkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan ternak sapi dan kerbaubetina produktif perlu dikendaiikan.

Peraturan Daerah ini diharapkan dapat menjadi landasan hukumdan pedoman kebijakan dalam pengendalian ternak sapi dan kerbau betinaproduktif, sehingga kelestarian dan ketersediaan bibit ternat sapi dankerbau betina produktif dapat teqjaga keberadaannya.

II.PASAL DEMI PASAI

Pasal ICukup jelas.

Pasa,l 2Huruf a

Yang dimaksud dengan asas "kemanfaatan dan keberlanjutan"adalah penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan dapatmeningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat denganmengupayakan kelestarian fungsi lingkungan hidup danmemerhatikan kondisi sosial budaya.

Huruf bYang dimatsud dengan asas "keamanan dan kesehatan" adalahpenyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan harus menjaminproduknya aman, layak untuk dikonsumsi, dan meniaminketenteraman batin masyarakat.

Huruf cYang dimaksud dengan asas 'kerak5ratan dan keadilan" adalahpenyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan memberikanpeluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepadasemua warga negara sesuai dengan kemampuannya sehingga dapatmeningkatkan kemakmuran seluruh rakyat. Oleh karena itu, da_lam

b

Page 15: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

, -15-

' memberikan izin harus dicegah tefadinya praktik monopoli,monopsoni, oligopoli, dan oligopsoni.

Huruf dYang dimaksud dengan asas "keterbukaan dan keterpadual" adalahpenyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan dilakukan denganmemerhatikan aspirasi masyarakat dan didukung denganketersediaan informasi yang dapat diakses oieh masyarakat sertadilaksanakan secara terpadu dari hulu sampai hilir dalam upayameningkatkan efisiensi dan produktivitasnya .

Huruf eYang dimaksud dengan asas "kemandirian" adalah penyelenggaraanpeternakan dan kesehatan hewan dilakukan dengan mengutamakanpenggunaan bahan, sarana produksi, dan sarana pendukung lainnyadari dalam negeri untuk mencapai penyediaanternak dan produk hewan bagi masyarakat.

Huruf fYang dimaksud dengan asas "kemitraan' ada.lah penyelenggaraanpeternakan dan kesehatan hewan dilakukan dengan pendekatankekuatan jejaring pelaku usaha dan sumber daya yang

^ mempertimbangkan aspek kesetaraan dalam berusaha secaraproporsional.

Huruf gYang dimaksud dengan asas "keprofesionalan' adatahpenyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan dilakukan melaluipendekatan kompetensi dan berorientasi pada kaidah ilmupengetahuan dan teknologi.

Pasal 3Cukup jelas.

Pasa-l 4Cukup jelas.

Pasal 5Cukup jelas.

Pasal 6Cukup jelas.

Pasal 7Cukup jelas.

Pasal 8Cukup jelas.

Pasal 9Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.Pasal 11

Cukup jelas.Pasal 12

Cukup jelas.Pasa_l 13

Ayat (l)Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud mempunyai nilai pemuliaan diatas nilai rata-rataadalah nilai ternak hasil pemuliaan diatas nilai rata-rata ternak padaumumnya, baik dinilai dari segi genetik maupun performanya.

qJ/

Page 16: pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk

- l6-

Ayat (3)

CukuP jelas.AYat (4)

CukuP jelas'Pasal 14

CukuP jelas.Pasal 15

Cukup jelas.Pasal 16

Cukup jelas.Pasal 17

Cukup jelas.Pasal 18

Cukup jelas.Pasal 19

Cukup jelas.Pasal 2O

Cukup jelas.Pasal 21

Cukup jelas.Pasd22

Cukup jelas.Pasal 23

Cukup jelas.Pasal 24

Cukup jelas.Pasal 25

Cukup jelas.Pasal 26

Cukup jelas.Pasal 27

Cukup jelas.Pasal 28

Cukup jelas.Pasal 29

Cukup jelas.Pasal 30

Cukup jelas.Pasal 31

Cukup jelas.Pasal 32

Cukup jelas.Pasal 33

Cukup jelas.Pasal 34

Cukup jelas.Pasal 35

Cukup jelas.Pasal 36

Cukup jelas.

tJ'