Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SEKOLAH MEMBANGUN BUDAYA KREASI MELALUI GENERASI CINTA PRESTASI
Oleh :
DINA MARTHA TIRASWATI, M.PdPENGAWAS SEKOLAH
DINAS PENDIDIKAN JAWA BARAT
(Disampaikan dalam Webinar GTK Kemdikbud Tanggal 21 Juli 2020)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 merupakan
undang-undang yang mengatur sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Dalam UU ini,
penyelenggaraan pendidikan wajib memegang beberapa prinsip antara lain pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi nilai hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan
bangsa dengan satu kesatuan yang sistemis dengan sistem terbuka dan multimakna. Selain
itu, di dalam penyelenggaraannya sistem pendidikan juga harus dalam suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan siswa yang berlangsung sepanjang hayat dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan (niat, hasrat),dan mengembangkan kreativitas siswa
dalam proses pembelajaran melalui mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat dan memberdayakan semua komponen masyarakat
melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim
menjalankan mandat dari Presiden Joko Widodo untuk penyesuaian kurikulum, hal ini
bertujuan mewujudkan profil para pelajar di Indonesia. Mendukbud telah menetapkan enam
indikator sebagai profil pelajar Pancasila. Enam profil tersebut adalah pertama, bernalar
kritis agar bisa memecahkan masalah. Hal ini berhubungan dengan kemampuan kognitif.
Kedua, kemandirian, yaitu siswa secara independen termotivasi meningkatkan
kemampuannya, bisa mencari pengetahuan serta termotivasi. Ketiga, adalah kreatif, di mana
siswa bisa menciptakan hal baru, berinovasi secara mandiri, dan mempunyai rasa cinta
terhadap kesenian dan budaya. Keempat, gotong-royong, di mana siswa mempunyai
kemampuan berkolaborasi yang merupakan softskill utama yang terpenting di masa depan
agar bisa bekerja secara tim. Kelima, kebinekaan global yang merupakan upaya agar siswa
mencintai keberagaman budaya, agama dan ras di negaranya serta dunia, sekaligus
menegaskan mereka juga warga global. Keenam, berakhlak mulia. Di sinilah moralitas,
spiritualitas, dan etika berada. “Sudah pasti pendidikan karakter akan menjadi salah satu pilar
inti,
Dalam implementasinya Pelajar Pancasila mengerti akan keadilan sosial, spiritualitas,
punya rasa cinta kepada agama, manusia, dan cinta kepada alam serta punya kemampuan
tidak hanya untuk memecahkan masalah, tetapi dapat menciptakan hal-hal secara pro aktif
dan independen untuk menemukan cara-cara lain dan berbeda untuk bisa berinovasi dalam
sehari-harinya. Pelajar Pancasila mengetahui cara gotong royong sehingga harus tahu cara
berkolaborasi dan bekerjasama sesama siswa. Karena dalam kehidupan tidak akan ada
pekerjaan, dan aktivitas yang tidak membutuhkan gotong royong, tidak membutuhkan
kolaborasi apalagi di era industri 4.0. Saat ini, kolaborasi sudah menjadi hal yang penting di
era Industri 4.0, dimana teknologi yang semakin cepat berubah.
Kebhinekaan global adalah perasaan menghormati keberagaman. Kebhinekaan global
adalah toleransi terhadap perbedaan. Dengan pemahaman bisa menerima perbedaan, tanpa
rasa judgement, tanpa menghakimi, dan tidak merasa dirinya atau kelompoknya dia lebih baik
dari kelompok lain. itu makna kebhinekaan global. Saat ini dunia ini menjadi semakin kecil
karena informasi bisa diakses dimanapun. Kebhinekaan global menjadi hal yang penting dan
harus menjadi aspirasi sistem pendidikan. Bernalar kritis merupakan asesmen kompetens
seperti kemampuan beranalisa dan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang nyata.
Kemampuan untuk berpikir secara kritis dan menimbang berbagai solusi untuk suatu
permasalahan, hal ini dapat menjadi tolok ukur bagi Kemendikbud dalam Kebijakan
Merdeka Belajar.
Pelajar Pancasila harus memiliki kemandirian. Penilaian terkait kemandirian bisa
diukur dengan indikator motivasi, dengan motivasi dalam hatinya atau harus terus didorong
dari luar. Kemandirian itu bertumpu dari namanya growth mindset, yaitu suatu filsafat bahwa
“saya bisa menjadi lebih baik, kalau saya terus berusaha sehingga saya ingin terus mencari
informasi lebih banyak, saya harus bekerja keras karena saya bisa menjadi lebih baik”,
dimana pengertian growth mindset adalah kunci mindset untuk kemandirian siswa.
Sejalan dengan pokok pikiran bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara
bahwa landasan pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan garis-garis
bangsanya (kultural dan nasional) dan ditujukan untuk keperluan peri kehidupan, yang dapat
mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan pantas
bekerjasama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.
Tercapainya wellbeing pada kehidupan siswa dalam proses pembelajaran di sekolah
belum dipertimbangkan sebagai elemen kunci dalam dokumen-dokumen negara yang terkait
bidang pendidikan. Program kerja sekolah hendaknya sudah menelaah butir indikator
pendidikan untuk menciptakan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dan
berlandaskan gotong royong. Keberhasilan pendidikan karakter yang dapat dijadikan acuan
dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa berujung mampu menjadikan kehidupan
siswa mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya sehari-hari. Kesejahteraan disini mengacu
pada wellbeing yang diamanatkan badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Tujuan pendidikan yang berfokus pada kesejahteraan siswa, membuat siswa memiliki
wisdom, lebih berpengetahuan, beretika, menjadi warga negara yang bertanggung jawab,
berpikir kritis, mampu dan termotivasi untuk menjadi pembelajar seumur hidup. Wellbeing
adalah seperangkat keterampilan yang bisa diajarkan. Jadi perhatian utama untuk semua
sekolah adalah bagaimana tujuan sekolah dapat mengembangkan rasa kesejahteraan siswa
mereka, bukan hanya kinerja akademis yang seringkali tidak mampu menjawab persoalan
hidup sehingga kelak mereka dapat berkembang dan makmur.
Implementasi wellbeing sasarannya dapat diterapkan dalam sekolah sebagai satuan
pendidikan, yang merujuk bahwa siswa yang mengalami hubungan positif dengan teman
sebaya dan guru akan mengalami kepuasan dan dukungan social sehingga akan mengalami
perasaan positif berada di sekolah yang berujung pada kesejahteraan optimal pada siswa.
Sekolah merupakan suatu sarana bagi kelompok individu untuk saling berinteraksi.
Kelompok individu sendiri merupakan sarana pembelajaran mengenai pengetahuan tentang
peran sosial dan batasan norma (Holander dalam Bachrie, 2009). Sekolah adalah sebuah
lembaga yang dalam prosesnya memiliki suatu sistem yang bertujuan untuk pendidikan.
Melalui pendidikan diharapkan manusia memperoleh keterampilan, pengetahuan dan
kecakapan dalam menjalani hidup bersama dalam masyarakat. Menurut UU Sistem
Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003 menuliskan “pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Oleh
karena itu, peran lingkungan belajar sangat besar dalam proses pendidikan. Lingkungan
belajar diharapkan dapat mensejahterakan siswa, sehingga dalam mengikuti proses
pembelajaran siswa dapat berkembang secara optimal serta mendapatkan hasil yang terbaik.
Lebih lanjut lagi, sekolah merupakan sarana yang potensial dalam membentuk
kepribadian individu, mengingat dampaknya bagi perkembangan remaja pada sejumlah aspek
kehidupan, seperti identitas diri, keyakinan akan kemampuan diri, gambaran mengenai
kehidupan, hubungan antar pribadi, batasan norma antara yang baik dan buruk serta konsep
akan sistem sosial selain keluarga sehingga keberadaan sekolah merupakan aspek yang
penting bagi setiap individu. Pada masa remaja, sekolah merupakan elemen yang penting
dalam proses perkembangan individu. Pada masa sekarang, pendidikan merupakan aspek
yang penting karena pendidikan menyiapkan remaja dalam pemilihan karir di masa depan
(Papalia, Olds, dan Feldman, 2009). Di Indonesia, anak usia remaja umumnya berada pada
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Sekolah sebagai salah satu lingkungan belajar yang berperan penting bagi siswa.
Sekolah sebagai pusat pendidikan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perannya
secara optimal untuk menyiapkan generasi muda sebelum terjun dalam masyarakat. Selama
proses pembelajaran disekolah melibatkan peran serta guru sebagai pendidik, siswa lain serta
seluruh elemen yang ada. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik maka antara
siswa, guru dan sekolah harus dapat saling bersinergi karena pembelajaran tidak hanya
terbatas kepada proses mentransfer ilmu pengetahuan terkait mata pelajaran, tetapi juga
pembelajaran untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa secara optimal.
B. Pendekatan masalah
Sekolah adalah pengalaman utama organisasi di kehidupan remaja. Kualitas sekolah
sangat mempengaruhi prestasi siswa yaitu peran aktif guru dalam memonitor performa siswa
dan adanya atmosfer sekolah yang baik. Sekolah juga harus menyesuaikan pengajaran dengan
kemampuan siswa agar siswa mampu mendapatkan hasil akademik yang lebih baik, Adapun
yang menjadi permasalahan adalah :
1. Bagaimana pengertian sejahtera menurut siswa?
2. Apa saja dimensi kesejahteraan siswa (wellbeing’s student)?
3. Bagaimana sekolah membangun budaya kreasi dari siswa?
C. Tujuan
Adapun tujuannya untuk sekolah membangun budaya kreasi melalui generasi cinta prestasi
melalaui :
1. Mengidentifikasikan pengertian kesejahteraan menurut siswa,
2. Dimensi-dimensi kesejahteraan siswa (wellbeing’s student)
3. Indikator-indikator kesejahteraan siswa (wellbeing’s student)
D. Manfaat
Sekolah mempunyai konsep wellbeing’s student untuk mengembangkan sekolah
berdasarkan orientasi pencapaian prestasi siswa berkontribusi dengan tingginya wellbeing’s
student, keterlibatan dengan sekolah, yang kemudian akan meningkatkan pencapaian prestasi
siswa.
BAB II
KAJIAN TEORI/KAJIAN PUSTAKA
Menurut Noble dan McGrath (dalam Noble dan McGrath, 2015), student wellbeing
merupaka keadaan emosianal berkelanjuan yang menujukkan karakteristik yaitu adanya
positivity (mood suasana hati) dan prilaku positif, hubungan positif dengan teman sebaya dan
guru, resiliensi diri dan sikap yang optimis dan kepuasan pada pengalaman belajar. Teori
student wellbeing ini memiliki 4 asepek yaitu positivity, resilence, selft-optimisation dan
satisfaction. Positivity dijelaskan secara sederhana sebagai keadaan atau karakter yang
positif. Nilai positif yang dapat diterima secara universal dimanapun. Istilah positif yang
digunakan termasuk didalamnya ada pemaknaaan positif dan prilaku optimis sehingga
menimbulkan emosi positif . Sekolah merupakan suatu arena bagi kelompok individu untuk
saling berinteraksi. Kelompok individu sendiri merupakan sarana pembelajaran mengenai
pengetahuan tentang peran sosial dan batasan norma (Holander dalam Bachrie, 2009).
Sekolah adalah sebuah lembaga yang dalam prosesnya memiliki suatu sistem yang bertujuan
untuk pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan manusia memperoleh keterampilan,
pengetahuan dan kecakapan dalam menjalani hidup bersama dalam masyarakat.
Adapun Dimensi-dimensi Wellbeing disekolah yang dikembangkan oleh Konu dan Rimpela
memiliki empat dimensi, yakni meliputi having, loving, being, dan health dan berikut
penjelasannya:
a. Having (kondisi sekolah)
Kondisi tempat belajar meliputi lingkungan di dalam dan disekitar sekolah. Kondisi
disekitar sekolah diharapkan merupakan tempat yang nyaman untuk belajar, bebas dari
kebisingan, ventilasi yang baik, termasuk juga kurikulum, ukuran kelompok, jadwal pelajaran
dan hukuman serta peraturan sekolah. Aspek berikutnya meliputi pelayanan siswa, seperti
ada atau tidaknya kantin yang dirasakan nyaman oleh siswa, perpustakaan yang dapat
menunjang proses belajar, pelayanan kesehatan dan konseling di sekolah.
b. Loving (hubungan sosial)
Merujuk kepada lingkungan sosial belajar, hubungan siswa guru, hubungan dengan
teman sekelas, dinamika kelompok, kekerasan, kerja sama sekolah dengan rumah,
pengambilan keputusan di sekolah dan suasana dari keseluruhan organisasi sekolah. Iklim
sekolah dan iklim belajar mempunyai dampak pada kesejahteraan dan kepuasan siswa di
dalam sekolah. Hubungan yang baik dan suasana yang baik merupakan untuk
mempromosikan sumber manusia dalam masyarakat dan untuk meningkatkan prestasi di
sekolah. Model sekolah sejahtera, hubungan di antara sekolah dengan rumah ditempatkan
pada kategori hubungan sosial. Lebih lanjut, hubungan sekolah dengan lingkungan
masyarakat adalah penting (misal hubungan dengan masalah sosial dan sistem pelayanan
kesehatan). Hubungan siswa dengan guru merupakan peran penting dalam kesejahteraan di
sekolah.
c. Being (pemenuhan diri)
Merujuk pada masing-masing individu menghargai sebagai bagian berharga dari
masyarakat. Kesempatan untuk bekerja dengan penuh arti pada hidupnya dan untuk
kesenangan secara alami juga bagian penting sekali dari pemenuhan diri. Dalam konteks
sekolah, being dapat dilihat dengan bagaimana sekolah. menawarkan untuk pemenuhan diri.
Masing-masing siswa dapat mempertimbangkan sebagai anggota yang sama pentingnya dari
komunitas sekolah. Seharusnya memungkinkan masing-masing siswa untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan dari sekolahnya dan aspek lain dari sekolah yang berfokus
pada dirinya. Kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa
merupakan lahan yang menarik bagi siswa
d. Health (status kesehatan)
Terdiri dari gejala fisik dan mental, demam, penyakit serta keadaan sakit yang lain.
Kemunculan gejala-gejala penyakit pada periode waktu tertentu menjadi tolak ukur dari
pengukuran health status siswa. Kesehatan mental siswa juga menjadi sesuatu yang diteliti
dalam kategori health status. Kecemasan yang ada saat siswa menjalani kehidupan sekolah
adalah contoh dari gejala mental yang diteliti.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH DAN HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemecahan Masalah
Konsep school wellbeing sebagai satu konsep tentang sekolah yang aman, nyaman,
dan menyenangkan. School wellbeing merujuk pada model konseptual wellbeing yang
dikemukakan oleh Allardt (Konu & Rimpelä, 2002). Selanjutnya Allardt mendefinisikan
wellbeing sebagai keadaan yang memungkinkan individu memuaskan kebutuhan-kebutuhan
dasarnya yang mencakup kebutuhan material maupun non-material (Allardt dalam Konu &
Rimpelä, 2002). Kebutuhan tersebut dibagi menjadi kategori having, loving dan being,
kemudian, dalam perkembangannya, menambahkan aspek health status ke dalam model
school wellbeing (Allardt dalam Konu & Rimpelä, 2002). Dimensi kondisi sekolah (school
conditions) tersusun dari beberapa variabel, diantaranya lingkup sekitar dan lingkungan
sekolah, mata pelajaran dan organisasi, jadwal pelajaran, ukuran kelompok/kelas, hukuman,
keamanan, pelayanan, pelayanan kesehatan, dan kantin. Dimensi hubungan sosial (social
relationships) meliputi variabel iklim sekolah, dinamika kelompok, hubungan guru-siswa,
hubungan teman sebaya, tidak ada bullying, dan hubungan sekolah dengan rumah yang
kooperatif, seperti keterlibatan orangtua (parent involvement). Dimensi sarana pemenuhan
diri (means for self-fulfilment) terdiri mendefinisikan dukungan sebagai sumber dan strategi
yang bertujuan untuk mempromosikan perkembangan, pendidikan, minat, dan kesejahteraan
personal dan yang meningkatkan fungsi individual. Dukungan dilihat sebagai hal penting
bagi seseorang untuk berpartisipasi dalam berbagai domain kehidupan, yang meliputi peran
sosial.
Menurut Larsen dan Dehle (2007) yang dimaksud dengan dukungan orangtua adalah
keterikatan emosional, mental dan psikologis yang terjalin secara naluriah di antara orangtua
dan anak. Dukungan orangtua terhadap anaknya akan Nampak ketika anak butuh perhatian,
kasih sayang, dan ketika anak menghadapi kesulitan. Schneider dan Lee (1990)
menghubungkan kesuksesan akademik siswa di Asia Timur dengan nilai dan aspirasi yang
mereka peroleh dari orang tuanya, dan juga pada aktivitas belajar di rumah dimana orangtua
mereka terlibat dalam belajarnya. Kenyataannya semua orangtua memiliki keinginan untuk
melakukan sesuatu yang terbaik bagi anak-anaknya sesuai dengan sumber-sumber yang
dimiliki. Tapi seberapa besar keefektifan dukungan orangtua bergantung pada banyak alasan
seperti etnis, penghasilan keluarga Menjaga citra diri positif merupakan motivator yang kuat
bagi perilaku, termasuk perilaku belajar.
Seperti yang sudah diketahui bahwa sekolah telah memiliki sebuah sistem yang
diterapkan. Berbagai inovasi program-program baru dibuat untuk meningkatkan mutu
sekolah yang digeneralisasikan dengan keberhasilan pendidikan yang diikuti oleh siswa
disekolah tersebut. Namun, program yang dibuat oleh sekolah dan dijalankan masih banyak
yang belum di evaluasi keberhasilannya. Sekolah cenderung menilai bagus atau tidaknya
suatu sekolah diukur dari bentuk fisik bangunan, fasilitas yang dimiliki, serta yang tidak
kalah penting adalah pandangan orang tua sehingga memilih sekolah yang bersangkutan
untuk tempat pendidikan anaknya.
Sedangkan seperti yang telah banyak orang tahu bahwa dalam dunia pendidikan siswa
adalah subyek utama, namun selama ini sekolah belum banyak melibatkan penilaian siswa
terkait dengan sistem pendidikan disekolah tempatnya belajar. Penilaian subjektif terhadap
kesejahteraan/ Wellbeing sekolah yang dilakukan oleh siswa perlu mendapatkan perhatian
sebagai strategi yang digunakan untuk mengevaluasi sekolah
Dalam strategi diperlukan adanya perencanaan. Untuk dapat melakukan evaluasi
berdasarkan konsep school wellbeing, maka yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh
sekolah adalah memahami masing-masing aspek dalam school wellbeing yang kemudian
dapat disusun dalam kuesioner yang akan diisi oleh siswa. Selanjutnya hasil dari penelitian
tersebut dapat didiskusikan hasilnya untuk kemuadian dilakukan tindak lanjut sebagai
tanggapan dilakukannya evaluasi oleh siswa terhadap sekolah. Sekolah memberikan peluang
dan kesempatan untuk siswa mengeksplor dirinya, dimana dalam kegiatan tersebut
sepenuhnya dikerjakan oleh siswa dari mulai perencanaan sampai pelaksanaan.
Dalam proses mewujudkannya perlu peranan guru dimana, guru sebagai pendidik,
segingga ketrampilan yang perlu diajarkan pada pendidik adalah sebagai berikut: (1)
Pendidik memiliki keterampilan mengevaluasi diri dan berefleksi merencanakan peningkatan
kualitas diri untuk mencapai wellbeing, (2) Pendidik menyadari perannya sebagai role model
karakter bagi siswa dan orang sekelilingnya dan mampu melakukan asesmen penilaian
karakter, (3) Pendidik mampu membedakan komunikasi yang efektif dan tidak sesuai dengan
etika yang berlaku, (4) Pendidik mampu berkolaborasi dalam keberagaman sehingga tumbuh
sikap toleran terhadap perbedaan, (5) Pendidik memiliki keterampilan sebagai desainer
perubahan perilaku untuk mengenali keunikan potensi siswa, (6) Pendidik mampu
menerapkan prinsip coaching, (7) Pendidik mampu berkolaborasi merencanakan penerapan
ekosistem lingkungan sekolah yang menghasilkan kondisi wellbeing.
B. Hasil dan Pembahasan
School wellbeing adalah penilaian subjektif siswa terhadap keadaan sekolahnya yang
meliputi having, loving, being, dan health Konsep wellbeing itu sendiri berasal dari khasanah
tradisi sosiologi (Allardt dalam Alanen,etal., 2002). Allardt mendefinisikan wellbeing sebagai
sebuah keadaan yang memungkinkan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (dalam
Konu & Rimpelä, 2002).
Having mengacu kepada keadaan material dan non-material, misalnya keadaan bangunan dan
lingkungan sekolah atau bentuk punishment yang diberikan kepada siswa. Loving mengacu
kepada kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dan membentuk identitas
sosial, misalnya bagaimana keadaan iklim sekolah, hubungan siswa dengan guru, dan
hubungan siswa dengan siswa. Kemudian, being merupakan kebutuhan untuk pertumbuhan
sosial, misalnya kemungkinan siswa untuk berkreativitas, penghargaan siswa di sekolah,
bimbingan dan dorongan yang diberikan pada siswa. Yang terakhir, health merupakan
simtom fisik dan mental yang mencakup penyakit ringan hingga penyakit kronis
Sekolah memperhatikan hakikatnya sebagai lingkungan belajar. Lingkungan yang
tepat untuk belajar siswa adalah lingkungan yang dapat memberikan kenyamanan. Peran
siswa sebagai subyek pendidikan dalam sekolah perlu mendapatkan perhatian lebih. Proses
pembelajaran disekolah sebaiknya juga memperhatikan sudut pandang siswa mengenai
sekolah. Karena keberhasilan pendidikan yang diperoleh oleh siswa adalah keberhasilan bagi
sekolah itu sendiri.
Bagi siswa SMK yang sudah memasuki masa remaja sudah mampu untuk memilih
serta menilai berbagai hal termasuk menilai sekolah tempatnya belajar. Ketakutan akan
berubahnya pandangan orang lain tentang penilaian yang diberikan oleh sekolah serta
ketakutan akan kurangnya animo masyarakat sehingga tidak lagi mempercayakan pendidikan
putra-putrinya untuk memperoleh pendidikan di sekolah tersebut perlu mendapatkan
perbaikan. Pandangan tersebut perlu diluruskan sebab jika sekolah masih memiliki ketakutan
akan penilaian siswa terhadap sekolah, maka ketercapaian tujuan pendidikan tidak akan
pernah benar-benar dapat dicapai.
Kesejahteraan siswa di sekolah bisa optimal jika ada dukungan eksternal, yaitu
suasana sekolah, hubungan sosial di sekolah, kesempatan aktualisasi diri dan layanan
kesehatan bagi siswa. Dengan mengembangkan program ekstrakurikuler sesuai minat dan
kreasi siswa, selanjutnya sekolah memberikan kesempatan untuk mengeksplor kreativitas
siswa dengan menggelar acara Kerennya Indonesiaku yang dilaksanalan setiap tanggal 28
Oktober, Indonesia Berkaraker pada setiap tanggal 10 November, Pemilihan Maheswara
Maheswari setiap bulan September, Expo Siswa Kreatif setiap bulan Januari dan SMK
Fashion Weekend disetiap bulan Februari. Dimana dalam kegiatan ini banyak melibatkan
peranan siswa serta adanya kolaborasi antara sekolah dengan instansi terkait dan Dunia
Insustri/Dunia Usaha.
Selanjutnya untuk meningkatkan wellbeing sekolah perlu peran serta guru dan
dukungan suasana sekolah. Karena sekolah merupakan sarana yang potensial dalam
membentuk kepribadian individu. Suasana sekolah bisa mempengaruhi perkembangan siswa
antara lain pada aspek identitas diri, keyakinan akan kemampuan diri, gambaran mengenai
kehidupan, hubungan antar pribadi, batasan norma antara yang baik dan buruk, serta konsep
akan sistem sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa wellbeing student mempunyai peran penting dalam
mengembangkan karakter siswa dan kesejahteraan siswa di sekolah dapat dilihat dari aspek,
antara lain: terbebas dari gangguan pada saat belajar, terhindar dari rasa kesepian di sekolah,
terhindar dari kekerasan orang lain, mendapatkan bantuan jika menemui kesulitan, memiliki
teman baik di sekolah,
Salah satu SMK binaan yang telah berhasil membentuk ekosistem sekolah dengan
mengimplemensaikan wellbeing’s student adalah SMK Pariwisata Metland. SMK Metland
didirikan pada tahun 2014, lembaga pendidikan ini dibawah naungan PT. Metropolitan Land,
Tbk. SMK Metland terletak di Jalan Taman Metro Raya Metland Transyogi, CIleungsi-
Kabupaten Bogor- Jawa Barat. Lokasinya sangat strategis karena berada dekat kawasan
niaga, seperti Mall, Perumahan, Supermarket, dan juga Sekolah swasta yang lain. SMK
Metland merupakan salah satu SMK Pariwisata pertama yang ada di Wilayah Cileungsi
dangan membuka program awal Jurusan Perhotelan dan Tata Boga. Kemudian pada tahun
2016 membuka program studi baru jurusan multimedia dan Akuntansi. Pada tahun 2018
menambah program keahlian Desain Komunikasi Visual (DKV) dan Sistim Informasi,
Jaringan dan Aplikasi (SIJA). Dimana Program Keahlian SIJA dengan lama belajar 4 tahun
dan pada tahun 2019 membuka jurusan baru perhotelan program 4 tahun belajar yaitu
Manajemen Perhotelan (MPH). Jadi keseluruhan ada 7 Program Keahlian dan ada 24
rombongan belajar. Siswa SMK Metland berasal dari wilayah Cileungsi dan sekitarnya
dengan latar belakang ekonomi yang beraneka ragam, sebagian ada yang menengah keatas
dan ada juga yang menengah kebawah. Pada tahun pembelajaran 2020/2021 jumlah siswa
untuk kelas X 243 siswa, kelas XI 198 siswa dan kelas XII 217 siswa.
Dalam visi sekolah yaitu “Menjadi lembaga pendidikan vokasional yang
menanamkan nilai pancasila dan mempersiapkan siswanya memiliki kompetensi industri
berstandar internasional, sehingga lulusannya memiliki hard skill, soft skill & performa
karakter unggul yang mampu bersaing dalam kompetisi global” dan misi sekolah diantaranya
adalah “Menanamkan nilai-nilai religius, integritas, kerja keras, pantang menyerah,
profesional dan entrepreneurship” dan “Menguatkan pembinaan karakter & moral pancasila
kepada guru, agar bisa mengembangkan nilai keteladanan bagi siswanya”. Dengan visi dan
misi sekolah ini semua warga sekolah akan mempunyai arah yang jelas dan bersama-sama
mencapai tujuan sekolah.
Untuk mengiimplementasikan visi misi sekolah diperlukan kesamaan langkah dimana
didalamnya mempunyai nilai-nilai dan kultur sekolah yang dikembangkan melalui
GENERASI CINTA PRESTASI, dengan harapan siswa mempunyai rasa cinta pada Tuhan,
orang tua, guru, budaya dan bangsa serta teman dan dirinya sendiri. Lingkungan sekolah
mempunyai ekositem yang baik tentu akan membuat siswa merasa nyaman sehingga bisa
meraih PRESTASI, yang mempunyai pengertian Percaya diri yang kuat, Riang dan selalu
optimis, Empati, Sehat jiwa raga, Tidak mudah menyerah dan putus asa, Amanah sebagai
pemimpin, Siap menjadi pribadi yang mandiri dan Inovatif dalam karya yang bermanfaat.
Dengan membentuk Generasi Cinta Presatasi tentunya sekolah memberikan ruang dan
kesempatan bagi siswa dalam kegiatan yang menunjukkan kreatifitas siswa. Ekstrakurikuler
menjadi wadah yang tepat bagi siswa dalam mengisi kegiatan di sekolah. SMK Pariwisata
Metland mempunyai agenda menampilakan ekspresi siswa secara rutin yang diselenggarakan
di Mall Metropolitan Cileungsi, dimana kegiatan ini disaksikan tidak hanya siswa saja tapi
juga dari masyarakat lainnya, hal ini bisa menjadikan siswa lebih percaya diri.
Demikian juga dengan dukungan faktor eksternal yaitu dari orang tua siswa, yang
diawali dengan membangun kominikasi yang baik antara sekolah dengan orang tua siswa.
Sehingga orang tua tahu pelayanan sekolah tehadap putra-putrinya termasuk pencapaian
prestasi akademis dan kreatifitas siswa yang positif. Selanjutnya sekolah juga membangun
komunikasi yang baik dengan instasi pendidikan, instansi terkait lainnya dan Dunia
Usaha/Dunia Industri (DU/DI).
Membangun kolaborasi dengan komunitas pendidikan yang meliputi SMK lainnya,
Pergurun Tinggi dan lembaga pendidikan dari luar negeri juga diperlukan untuk
meningkatkan kompetensi siswa dan membuka peluang kepada siswa untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Serta membangun kebermaknaan sekolah dan
mempunyai imbas ke lingkungan sekitar juga untuk lingkungan pendidikan pada umumnya.
Berikut ini Tabel Data Kondisi siswa berdasarkan dimensi wellbeing’s student di SMK
Pariwisata Metland, tahun 2020.
POINT ITEM Keterangan
Having a. Prestasi Akademik (80%)b. Situasi Belajar
(75%)
- Prestasi akademik yang diatas KKM / Rata-rata
- Dikategorikan baik dilihat fasilitas dan kenyamanan belajar.
Loving a. Hubungan sosial dengan Guru & Staff (80%)
b. Hubungan sosial dengan Teman (80%)
c. Parenting (80%)
- Sebagian besar siswa memiliki relasi yang baik dengan Guru/Pegawai.
- Sebagian besar siswa memiliki relasi yang baik dengan temannya.
- Ada kerjasama yang kooperatif antara Sekolah dengan Orangtua Siswa.
Being a. Ekstrakulikuler (40%)b. Organisasi (40%)c. Prestasi/Karya (60%)
- Rata-rata siswa memilih kegiatan ekskul sesuai dengan minatnya.
- Memilih organisasi sesuai dengan ketertarikan.
- Untuk Tektif menghasilkan seperti Film, Aplikasi software, Desain.
- Untuk Culinary seperti membuat produk Makanan & Kue.
Health a. Kesehatan Jasmani (80%)b. Kesehatan Psikis
(70 %)
- Hampir semua bisa dikatakan sehat secara jasmani.
- Ada sebagian kecil siswa yang mengalami masalah yang membuat trauma dan tertekan.
Dimensi kesejahteraan siswa yang berkaitan dengan adanya perasaan nyaman dalam
relasi interpersonal dengan di lingkungan sekolah, baik teman, guru, maupun staf sekolah.
Kesejahteraan yang berkaitan dengan kepuasan kognitif, seperti memecahkan masalah dan
berprestasi akademik Mendapat nilai bagus, rajin belajar, bisa mengerjakan tugas sulit dari
guru. Kesejahteraan yang berkaitan dengan emosi positif gembira, semangat, optimis juga
tertekan karena banyak masalah, merasa putus asa. Kesejahteraan dalam
perkembangan/pertumbuhan pribadi yang berhubungan dengan identitas, kemandirian,
integritas pribadi diberi kebebasan untuk menentukan yang terbaik, merasa berharga/dihargai
diakui kemampuannya. Kesejahteraan yang berhubungan dengan perasaan tercukupinya
keutuhan fisik terutama kesehatan dan material seperti misalnya: kecukupan materi,
kesehatan, keamanan lingkungan rumah dan sekolah, kenyamanan lingkungan sekolah.
Kesejahteraan yang berkaitan dengan semangat untuk berhubungan dan mendekatkan diri
kepada Tuhan menjalankan ibadah secara rutin (misalnya sholat, berdoa). Perestasi
akademik dapat dilihat dari data alumni SMK Pariwisata Metland, yang bisa menjadikan
tolok ukur keberhasilan dari proses pembelajaran, serta hasil upaya guru dalam peranannya
sebagai pendidik dan lingkungan sekolah yang mendukung proses dalam keseharianya siswa
berada di sekolah.
Gambar Diagram Data Lulusan SMK Pariwisata Metland Tahun 2019-2020
Diagram diatas menunjukkan adanya peningkatan prestasi akademik, dan menuju
kesejahteraan siswa dengan membangun ekosistem sekolah yang saling mendukung,
menghargai dan terbuka; mengembangkan nilai-nilai prososial; menyediakan lingkungan
belajar yang aman; meningkatkan pembelajaran sosial-emosional; menggunakan pendekatan
berbasis kekuatan; menumbuhkan rasa kebermaknaan dan tujuan; dan mendorong siswa
untuk bergaya hidup sehat.
Rasa sejahtera siswa yang tinggi memiliki keterkaitan dengan peningkatan hasil
akademik siswa, Hal tersebut menunjukkan jika upaya peningkatan kesejahteraan siswa
merupakan faktor yang sangat penting untuk diwujudkan pihak sekolah. wellbeing siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor sosial (hubungan sosial dan
peran sosial). Individu yang lebih sering terlibat dalam hubungan sosial serta memiliki peran
sosial yang baik memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Lebih lanjut, peran sosial
individu di lingkungan tempat dirinya berada dapat meningkatkan wellbeing dan menurunkan
tingkat stres yang dimiliki.
Untuk kesejahtera berfokus pada dua aspek kesejahteraan sekolah, yaitu, menikmati
sekolah diman berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung
pada proses belajar yang dialami siswa di sekolah. Oleh karena itu sekolah perlu menciptakan
kondisi yang nyaman, menyenangkan dan tidak membosankan. wellbeing dapat digunakan
untuk mendapatkan gambaran bagaimana meningkatkan kesejahteraan siswa di sekolah.
Tujuan utamanya adalah tidak hanya sekedar pemenuhan kesejahteraan siswa saja, melainkan
juga pemenuhan akan prestasi, potensi, serta kemampuan fisik maupun mental siswa.
Aspirasi siswa merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi motivasi
belajar siswa, dimana aspirasi merupakan harapan atau keinginan siswa akan sesuatu
keberhasilan atau prestasi tertentu. Aspirasi akan menggerakkan aktivitas dari siswa dalam
mencapai tujuan tertentu.. Aspirasi siswa merupakan faktor yang penting dalam motivasi
belajar, dengan adanya aspirasi yang dimiliki oleh siswa maka menimbulkan motivasi untuk
meraih apa yang diharapkannya, serta kemampuan siswa juga turut mempengaruhi tinggi
rendahnya motivasi belajar siswa. Keinginan siswa dalam mencapai tujuannya perlu disertai
dengan kemampuan untuk mencapainya. Kemampuan siswa meliputi beberapa aspek psikis
yang ada di dalam diri siswa, misalnya pengamatan, perhatian, dan fantasi. Kemampuan akan
memperkuat motivasi belajar siswa dalam mencapai tujuan belajarnya
Untuk meningkatkan peluang agar siswa dapat sukses secara akademik, guru harus
membangun hubungan personal yang suportif, penuh dengan kehangatan emosi, dan
hubungan yang bermakna dengan siswa. Hubungan guru-siswa yang positif dicirikan melalui
komunikasi terbuka, dukungan akademik dan sosial yang eksis antara guru dan siswa.
Hubungan guru-siswa menjadi penting terutama selama awal masa remaja, ketika siswa
beralih ke jenjang SMK. Siswa lebih mungkin untuk mau terlibat secara emosional dan
intelektual di dalam kelas ketika mereka memiliki hubungan positif dengan gurunya. Oleh
karena itu guru harus membangun hubungan positif dengan siswanya agar siswa dapat
menikmati keuntungan seperti munculnya rasa senang dan meningkatnya minat siswa berada
di dalam kelas.
Kunci keberhasilan penanaman nilai karakter terletak pada keteladanan para pendidik
di sekolah bersama dengan orangtua di rumah. Dalam konteks pendidikan karakter di
sekolah, maka yang harus disasar terlebih dahulu adalah penguatan kapasitas kualitas mental
para pendidik untuk mampu berkolaborasi menciptakan ekosistem lingkungan sekolah untuk
mencapai kondisi wellbeing, yaitu faktor kunci yang berpengaruh terhadap keberhasilan
siswa. Wellbeing sangat berperan dalam memaksimalkan pertumbuhan baik siswa dan
pendidik, dimana sekolah merupakan sarana yang potensial dalam membentuk kepribadian
individu karena siswa yang sehat, merasa bahagia dan sejahtera dalam mengikuti pelajaran di
kelas, dapat belajar secara efektif dan memberi kontribusi positif pada sekolah dan lebih luas
lagi pada komunitas Sebaliknya, meskipun program pendidikan karaker sudah dijalankan
namun kondisi sekolahnya tidak menyenangkan, menekan, dan membosankan akan menjadi
sumber stres yang signifikan dan menjadi wellbeing negatif karena siswa terserang rasa
cemas sehingga mengurangi kualitas hidup bagi siswa.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Sekolah merupakan sarana yang potensial dalam membentuk karakter individu siswa
melalui merdeka belajar dengan adanya Kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk
belajar dengan mandiri dan kreatif. Dampaknya bagi perkembangan remaja sangat besar
sehingga keberadaan sekolah merupakan aspek yang penting bagi setiap individu. Pada masa
remaja, sekolah merupakan elemen yang penting dalam proses perkembangan individu.
Sekolah dengan berbagai program yang telah dibuat selalu melakukan evaluasi yang
melibatkan pihak-pihak penentu kemajuan sekolah tersebut. Sekolah sebagai lingkungan
belajar tentunya harus memberikan kesejahteraan bagi siswa sehingga strategi dengan
menggunakan konsep wellbeing student dirasakan tepat untuk dilakukan.
Program sekolah dibuat secara utuh dimana ekosistem sekolah dapat mendukung
proses implementasi dimensi wellbeing’s student. Untuk meningkatkan wellbeing di sekolah ,
dapat dilawali dengan menciptakan suasana sekolah yang penuh loving yaitu dengan menjaga
komunikasi yang baik antara guru dengan siswa, antara guru dengan orangtua, guru dengan
masyarakat dan guru dengan organisasi profesi. Guru juga mencipatakan suasana sekolah
penuh having yaitu dengan melengkapi sarana prasarana dan media pembelajaran. Guru
mempunyai program yang baik agar sekolah bisa menjadi being tempat siswa dalam
meunjukkan kreativitas dirinya dan sekolah menjamin kondisdi healt bagi siswa secara fisik
dan mentalnya.
Sekolah dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengeksplor keterampilan dan
kreativitas yang menjadikan siswa lebih percaya diri diimbangi dengan prestasi akademis
yang baik. Program sekolah dibuat secara utuh dimana ekosistem sekolah harus mendukung
proses wellbeing’s student. Demikian juga untuk mengukur kesejahteraan sekolah serta dapat
membantu sekolah untuk memperbaiki diri. Tidak hanya dalam hal prestasi terkait materi
akademis, tetapi juga dalam karakter siswa, termasuk siswa SMK yang berada pada masa
penentuan untuk mempersiapkan masa depannya sehingga sekolah juga merupakan eleman
yang penting dalam perkembangan individu dimana melalaui generasi cinta prestasi dapat
mewujudkan profil Pelajar Pancasila
B. Saran
Seluruh warga sekolah menetapkan standar kelulusan yang mencakup Hard Skill,
Soft Skill & Performa Karakter Unggul dan ditindaklnjuti dengan menyusun program yang
berorientasi pada konsep wellbeing’s student. Sekolah hendaknya terus membangun
ekosistim dalam memberikan layanan yang baik kepada siswa dari segi pengetahuan,
keterampilan atau personalnya, sehingga siswa merasa nyaman di sekolah. Sekolah harus
mampu menjadi wadah bagi siswa dalam membantu mengatasi permasalahan siswa dan
mampu mengarahkan siswa dalam mengembangkan bakat dan potensinya menjadi lebih baik
dan positif. menuju kesejahteraan siswa di sekolah.
******
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, J.N, (2010), “Penggunaan School Well-Being Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Bertaraf Internasional Sebagai Barometer Evaluasi Sekolah”, Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora, Volume 1, Desember 2010.
Jurnal Kajian Wellbeing dalam peencanaan kebijakan Pendidikan. Kilas Pendidikan edissi 16, tanngal 18 Juli 2018
Konu, A.,& Rimpelӓ, M. (2002). Well-beig in schools: a conceptual model. Health Promotion International Vol.17, No.1. Oxford: Oxford University Press.
Setyawan, I & Dewi, K.S., (2015). Kesejahteraan Sekolah Ditinjau Dari Orientasi Belajar Mencari Makna Dan Kemampuan Empati Siswa Sekolah Menengah Atas. Jurnal Psikologi Undip Vol.14 No.1 April 2015, 9-20
SEMINAR PSIKOLOGI & KEMANUSIAAN © 2015 Psychology Forum UMM, ISBN: 978-979-796-324-8415
Undang-undang No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Victorian Government. (2010). The Effectiveness of Student Wellbeing Programs and Services. Februari 2010. Victorian Auditor- General’s Report. Diunduh pada tanggal 2 Juli 2020 dari http://www.audit.vic.gov.au/publications/2009-10/290110-Student-Wellbeing-Full-Report.pdf.
https://www.kompas.com/edu/read/2020/03/12/093000071/apa-itu-pelajar-pancasila-tujuan-sekolah-penggerak-dari-nadiem-makarim?page=all.