Upload
dola-lonita-intan-s
View
7
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
otot pbl
Citation preview
Mekanisme Terjadinya Pegal akibat Asam Laktat Dola Lonita
10.2013.342/B1Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510No. Telp (021) 5694-2061
Pendahuluan
Sistem muskular (otot) terdiri dari sejumlah besar otot yang bertanggung jawab atas gerakan tubuh.
Terdapat tiga jenis yaitu: otot polos, otot jantung, dan otot rangka. Dari ketiga otot tersebut, otot yang
memiliki andil besar dalam pergerakan tubuh manusia adalah otot rangka. Otot rangka yang bekerja
dibawah pengaruh saraf. Otot rangka akan melakukan mekanisme gerak otot yaitu kontraksi dan
relaksasi. Secara sederhana kontraksi yang terjadi dikarenakan adanya proses sliding filamen oleh protein
aktin dan miosin. Perlu diingat, otot rangka adalah jenis otot yang mudah lelah. Kelelahan otot tersbeut
dapat terjadi dikarenakan penumpukan asam laktat akibat berbagai faktor, seperti: waktu istirahat yang
kurang, kerja otot yang berat, kerja enzim maupun sumber energi yang berkurang, dimana semuanya akan
mengakibatkan penimbunan asam laktat. Cara untuk mengurangi penimbunan tersebut adalah dengan
menambah pasokan oksigen atau dengan bantuan enzim yang ada di hati
Makroskopik dan mikroskopik otot
1.1 Tipe Otot
a. Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar
b. Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar
c. Otot polos, berada terutama pada dinding organ berongga, dikontrol secara tidak sadar
Fungsi otot : Menggerakkan bagian tubuh luar dan dalam, menjaga postur, menstabilkan sendi, dan
membangkitkan panas tubuh.1
1.2 Otot Rangka
a. Anatomi otot rangka
Serabut (sel) otot rangka dilindungi dan diperkuat oleh pelapis jaringan ikat. Urutan dari yang terdalam
sampai ke permukaan: endomysium, perimysium dan epimysium. Perlekatan otot rangka dapat langsung
maupun tidak langsung (melalui tendon atau aponeurosis). Perlekatan tidak langsung lebih mampu
menahan frisk.
b. Anatomi mikroskopik serabut otot rangka
Serabut otot rangka berbentuk panjang lurik, dan berinti banyak. Myofibril adalah unsur kontraktil yang
mengisi sebagian besar volum sel. Penampilan berstrip diakibatkan oleh alternasi antara strip gelap (A)
dan terang (I). Myofibril merupakan ikatan sarkomer; setiap sarkomer mengandung myofilamen tebal
(myosin) dan tipis (actin) yang tersusun secara teratur. Bagian kepala molekul myosin membentuk
jembatan silang yang berinteraksi dengan filamen tipis. Retikulum sarkoplasma (SR) adalah suatu sistem
tubulus membran yang melingkupi setiap myofibril, berfungsinya untuk melepaskan dan kemudian
mengikat ion kalsium. T tubule merupakan sistem tubulus lainnya yang melintang diantara terminal
cisterna dari SR. Struktur ini memungkinkan stimulus listrik disampaikan dengan cepat ke bagian sel
yang dalam.2
2.1 Otot Polos
a. Susunan dan struktur mikroskopik serabut otot polos
Serabut otot polos berbentuk spindle (gulungan benang), berinti tunggal (uninukleat), tidak berstrip. Sel
otot polos paling banyak tersusun sebagai lembaran, dan tidak memiliki pelapis jaringan ikat SR tidak
berkembang dengan baik, tidak ada T tubule, memiliki filamen aktin dan myosin tapi tidak ada sarkomer.
Filamen intermediate dan badan padat membentuk suatu jaringan intrasel yang mengendalikan tarikan
yang dibangkitkan selama aktivitas jembatan silang serta mentransfernya ke matriks ekstrasel.
Makroskopik dan Mikroskopik Persendian Kaki
1.1 Sendi (Artikulatio)
Sendi merupakan persambungan antar tulang yang menjadikan tulang menjadi fleksibel dalam
pergerakan.
1.2 Jenis Sendi
Berdasarkan pergerakannya sendi dibagi menjadi :
1. Synarthroses
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas atau bahkan tidak dapat bergeak sama sekali. Sendi
ini dijumpai pada tulang tengkorak dimana lempeng-lempeng tulang tengkorak disambungkan oleh
elemen fibrosa.4
2. Amphiarthroses
Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas. Jaringan berupa diskus fibrocartilage yang lebar dan
pipih menghubungkan antara dua tulang. Umumnya bagian tulang yang berada pada sisi persendian
dilapisi oleh tulang rawan hialin dan struktur keseluruhan berada dalam kapsul. Beberapa contoh
sendi ini adalah: sendi vertebra, dan simfisis pubis.
3. Diarthroses
Sendi ini memiliki pergerakan yang luas. Umumnya dijumpai pada sendi-sendi ekstremitas. Dijumpai
adanya celah sendi, rawan sendi yang licin dan membran sinovium serta kapsul sendi.
1.3 Sedangkan berdasarkan strukturnya sendi dibagi menjadi :
1. Sendi Fibrosa
Sendi fibrosa dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Terdapat dua tipe sendi fibrosa; (1) Sutura diantara
tulang tulang tengkorak dan (2) sindesmosis yang terdiri dari suatu membran interoseus atau suatu
ligamen di antara tulang. Sendi ini mempunyai pergerakan yang terbatas.5
2. Sendi Kartilago/tulang rawan
Ruang antar sendinya diisi oleh tulang rawan dan disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit
bergerak. Ada dua tipe sendi kartilaginosa yaitu sinkondrosis adalah sendi sendi yang seluruh
persendiannya diliputi oleh rawan hialin. Sendi sendi kostokondral adalah contoh dari sinkondrosis.
Simfisis adalah sendi yang tulang tulangnya memiliki suatu hubungan fibrokartilago antara tulang
dan selapis tipis rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contoh sendi kartilago adalah
simfisis pubis dan sendi sendi pada tulang punggung.
3. Sendi Sinovial/sinovial joint
Sendi ini dilengkapi oleh kartilago yang melicinkan permukaan sendi, kapsul sendi (kantung sendi),
membran sinovial (bagian dalam kapsul), cairan sinovial yang berfungsi sebagai pelumas dan
ligamen yang berfungsi memperkuat kapsul sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak
membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap tiap
sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml).
Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot
1.1 Kontraksi Otot
Prinsip dasar terjadinya kontraksi otot adalah adanya hubungan atau ikatan antara aksin dan myosin melalui proses pergeseran filament-filamen tebal dan tipis. Pergeseran selama kontraksi otot terjadi bila kepala myosin berikatan erat dengan aktin.
Pada saat istirahat troponin I berikatan erat pada aktin, tropomiosin menutupi tempat di mana kepala myosin seharusnya mengikat aktin sehingga kompleks troponin, tropomiosin membentuk protein relaksasi yang menghambat interaksi aktin dan myosin.
Terjadinya kontraksi dimulai karena adanya stimulus yang menimbulkan impuls di motor neuron, di mana ujung-ujung akson melepaskan asetilkolin dan menimbulkan potensial generator pada motor end-plate. Selanjutnya, jika sudah mencapai ambang batas letup akan berubah menjadi potensial aksi di serat otot dan menyebar ke seluruh serat otot. Potensial aksi menimbulkan reticulum sarkoplasma melepaskan ion kalsium sehingga muatan ion kalsium lebih tinggi.6
Selanjutnya, ion kalsium diikat oleh troponin C dan mengakibatkan ikatan troponin I dengan aktin terlepas, sehingga tropomiosin bergeser dan binding site aktin menjadi terbuka. Sementara itu, di kepala myosin ATP di aktifkan oleh enzim ATPase menjadi ADP dan fosfat anorganik + energy. Energi yang dilepaskan ini mengaktifkan kepala myosin untuk mengikat aktin. Terbukanya celah tropomiosin membuka peluang untuk interaksi aktin dan myosin. Kepala myosin tetap terikat dengan aktin sampai sebuah molekul ATP baru melekat ke padanya dan melemahkan ikatan aktin dan myosin.Proses relaksasi otot mulai terjadi ketika kepala myosin terlepas dari aktin dan condong kembali dan menarik kembali untuk mengundang siklus. Terlepasnya ikatan myosin dimulai saat ion kalsium dipompakan secara aktif ke dalam reticulum sarkoplasma. Ion kalsium pada troponin C terlepas dan myosin-ATPase menjadi tidak aktif maka terbentuklah kembali kompleks troponin-tropomiosin-aktin.7
1.2 Relaksasi Otot
Apabila berlangsung normal, kontraksi otot akan selalu diikuti dengan relaksasi, yaitu proses pemulihan sel otot ke keadaan istirahat. Relaksasi otot akan segera terjadi apabila pemberian rangsangan atau penjalaran impuls ke sel otot dihentikan. Mekanisme relaksasi pada sel otot mirip dengan proses repolariasi pada sel saraf.
Secara sederhana, peristiwa relaksasi otot akan terjadi apabila ATP pada kepala miosin telah habis sehingga miosin tidak lagi dapat berikatan dengan aktin. Relaksasi otot diawali dengan pengaktifan pompa kalsium yang akan membuat jumlah kalsium turun karena ion kalsium kembali ke dalam plasma. Dengan kembalinya ion kalsium, maka ia tidak lagi berikatan dengan troponin dan tropomiosin. Hal ini menyebabkan aktin dan miosin kembali berpisah, otot kembali memanjang, terjadilah relaksasi.
Biokimiawi Proses Kontraksi dan Relaksasi
Kejadian biokimiawi yang penting dalam mekanisme kontraksi dan relaksasi otot dapat digambarkan
sebagai berikut
1.1 Mekanisme Kontraksi
a. Dalam fase relaksasi pada kontraksi otot, kepala S1 myosin menghidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi,
namun kedua produk ini tetap terikat. Kompleks ADP-Pi- myosin telah mendapatkan energi dan berada
dalam bentuk yang dikatakan sebagai bentuk energi tinggi.8
b. Kalau kontraksi otot distimulasi maka aktin akan dapat terjangkau dan kepala myosin akan
menemukannya, mengikatnya serta membentuk kompleks aktin-myosin-ADP-Pi.
c. Pembentukan kompleks ini meningkatkan Pi yang akan memulai cetusan kekuatan. Peristiwa ini diikuti
oleh pelepasan ADP dan disertai dengan perubahan bentuk yang besar pada kepala myosin dalam sekitar
hubungannya dengan bagian ekornya yang akan menarik aktin sekitar 10 nm ke arah bagian pusat
sarkomer. Kejadian ini disebut cetusan kekuatan (power stroke). Myosin kini berada dalam keadaan
berenergi rendah yang ditunjukkan dengan kompleks aktin-myosin.
d. Molekul ATP yang lain terikat pada kepala S1 dengan membentuk kompleks aktin-myosin-ATP.
e. Kompleks aktin-ATP mempunyai afinitas yang rendah terhadap aktin dan dengan demikian aktin akan
dilepaskan. Tahap terakhir ini merupakan kunci dalam relaksasi dan bergantung pada pengikatan ATP
dengan kompleks aktin-myosin.
Jadi, hidrolisis ATP digunakan untuk menggerakkan siklus tersebut dengan cara cetusan kekuatan
yang sebenarnya berupa perubahan bentuk kepala S1 yang terjadi setelah pelepasan ADP.
Kontraksi otot rangka digerakkan oleh impuls syaraf yang merangsang pelepasan Ca 2+ dari
retikulum sarkoplasmik (jaringan khusus membran internal yang mirip dengan retikulum endoplasma
yang menyimpan ion Ca2+ dengan konsentrasi yang tinggi). Pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik
meningkatkan konsentrasi Ca2+ di sitosol kira-kira dari 10-7 menjadi 10-5 M. Berikut kerja retikulum
sarkoplasma mengatur kadar ion Ca2+ intraselular dalam otot rangka :8
Dalam sarkoplasma otot yang tengah istirahat, kontraksi ion Ca2+ adalah 10-7-10-8 mol/L. Keadaan
istirahat tercapai karena ion Ca2+ dipompakan ke dalam retikulum sarkoplasma lewat kerja sistem
pengangkutan aktif yang dinamakan Ca2+ ATPase yang memulai relaksasi. Retikulum sarkoplasma
merupakan jalinan kantong membran yang halus. Di dalam tretikulum sarkoplasma, ion Ca2+ terikat pada
protein pengikat Ca2+ yang spesifik yang disebut kalsekuestrin. Sarkomer dikelilingi oleh membran yang
dapat tereksitasi (sistem tubulus T) yang tersusun dari saluran transversal (T) yang berhubungan erat
dengan retikulum sarkoplasma.
Ketika membran sarkomer tereksitasi oleh impuls syaraf, sinyal yang ditimbulkan disalurkan ke
dalam sistem tubulus T dan saluran pelepasan ion Ca2+ dalam retikulum sarkoplasma di sekitarnya akan
membuka dengan cepat serta melepaskan ion Ca2+ ke dalam sarkoplasma dari retikulum sarkoplasma.
Konsentrasi ion Ca2+ dalam sarkoplasma meningkat dengan cepat hingga 10-5 mol/L. Tempat pengikatan
Ca2+ pada TpC dalam filamen tipis dengan cepat diduduki oleh Ca2+. Kompleks TpC- 4 Ca2+ berinteraksi
dengan TpI dan TpT untuk mengubah interaksinya dengan tropomyosin ini. Jadi, tropomyosin ini hanya
keluar dari jalannya atau mengubah bentuk F aktin sehingga kepala myosin ADP-Pi dapat berinteraksi
dengan F aktin untuk mengawali siklus kontraksi.
Peningkatan konsentrasi ion Ca2+ memberi sinyal kontraksi otot melalui gerakan prekursor protein
yang terikat pada filamen aktin : tropomyosin dan troponin. Tropomyosin adalah protein serabut yang
terikat di sepanjang alur filamen aktin. Pada otot lurik, tiap molekul tropomyosin terikat pada troponin
yang merupakan komplek 3 polipeptida: troponin C (mengikat Ca2+), troponin I (inhibitor), dan troponin
T (mengikat tropomyosin). Ketika konsentrasi Ca2+ rendah, kompleks troponin dengan tropomyosin
menghalangi kontraksi aktin dan myosin sehingga otot tidak berkontraksi. Pada konsentrasi ion
Ca2+ tinggi, Ca2+ terikat pada troponin C menggeser posisi kompleks dengan mengganti posisi inhibisi dan
mengakibatkan proses kontraksi terjadi.8
1.2 Mekanisme Relaksasi Otot
Relaksasi terjadi kalau :
a. Konsentrasi Ca2+ menurun hingga di bawah 10-7 mol/L sebagai akibat dari pelepasannya kembali ke
dalam retikulum sarkoplasma oleh Ca2+ ATPase.
b. TpC- 4 Ca2+ kehilangan Ca2+
c. Troponin lewat interaksinya dengan tropomyosin menghambat interaksi selanjutnya kepala myosin- F
aktin.
d. Dengan adanya ATP kepala myosin terlepas dari F aktin.
Dengan demikian ion Ca2+ mengendalikan kontraksi otot lewat mekanisme alosterik yang diantarai di dalam
otot oleh TpC, TpI, TpT, tropomyosin dan F aktin.
Mekanisme Timbulnya Rasa Pegal
Sistem anaerobik selain dari resistensi ATP didalam otot, adalah glikolisis anaerobik, yang melibatkan
pemecahan tidak sempurna dari salah satu bahan makanan yaitu karbohidrat (gula), menjadi asam laktat
(karena itu dinamakan asam laktat). Di dalam tubuh, semua karbohidrat dikonversi menjadi gula sederhana
yaitu glukosa, yang segera dapat dipergunakan dalam bentuk glukosa, disimpan di dalam hati dan otot sebagai
glikogen untuk dipergunakan kemudian Asam laktat adalah hasil dari glikolisis anaerobik.
Anaerobik yang berlangsung secara glikolisis anaerobik akan meningkatkan kosentrasi asam laktat dalam
sel otot. Peningkatan konsentrasi asam laktat tersebut akan menurunkan pH dari sel (tingkat keasaman dalam
sel lebih tinggi dibandingkan di luar sel) enzim-enzim di dalam sel sangat peka terhadap pH. Penurunan pH
menyebabkan penurunan kecepatan reaksi dari enzim-enzim di dalam sel, sehingga menurunkan kemampuan
metabolisme dan produksi ATP.
Penggusuran laktat yang lambat menyebabkan sindroma latihan yang berlebihan, sehingga menyebabkan
peningkatan insiden cidera yang dapat menyebabkan kecacatan baik sementara atapun menetap. Bentuk
aktivitas yang dapat mempercepat pemulihan laktat adalah meningkatkan proses oksidasi dan glukoneogenesis,
banyak melibatkan serabut otot merah dan mempercepat distribusi laktat dari otot merah dan mempercepat
distribusi laktat dari otot yang kurang aktif.
Keberadaan asam di dalam otot akan menganggu berbagai mekanisme sel otot, yaitu:
1. Menghambat enzim aerobik dan anerobik, sehingga menurunkan kapasitas ketahanan aerobik.
2. Menghambat terbentukanya creatin phospat (CP) dan akan menggangu koordinasi gerak.
3. Menghambat pelepasan ion ca2+ pada troponin C mengalami penurunan.
Penutup
Keluhan pegal pada kaki, dikarenakan terjadinya kelelahan otot. Kelelahan otot yang dialami oleh anak
perempuan ini dikarenakan jumlah asam laktat yang meningkat. Peningkatan asam laktat dapat terjadi karena
tidak ada cukup waktu istirahat dan kerja otot yang terlampau berat. Dengan demikian maka hipotesis yang
menyatakan bahwa keluhan lemas dan lelah yang dialami oleh perempuan dalam kasus, diakibatkan karena
kelelahan otot – dapat dibenarkan.
Penguasaan mengenai kontraksi dan relaksasi otot terbukti sangat diperlukan dalam memecahkan masalah
klinis dan untuk mengetahui gangguan yang ada didalam tubuh seseorang agar segera mendapatkan
pelayanan khusus bila abnormal, dan untuk mengetahui apakah penyebab terjadinya pegal dalam kasus ini.
Daftar Pustaka
1. Watson R. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Ed 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
3. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.h.15-7.
4. Bloom, Fawcett. Buku ajar histologi. Ed 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.236-7.
5. Putz R, Pabst R. Atlas anatomi manusia: sobotta (jilid 2). Ed 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.308-9.
6. Cambrigde Communication Limited. Anatomi fisiologi: sistem lokomotor dan penginderaan. Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.h.13.
7. Cowin JE. Buku saku patofisiologi. Ed 3 (rev). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.320-1.
8. Azhar T. Dasar-dasar Biologi Molekular. Bandung: Widya Padjajaran; 2008. h 321-40.