Upload
agung-a-c-e
View
60
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asd
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Tulang merupakan jaringan penyokong yang berfungsi sebagai penyokong tubuh,
penguat, alat gerak pasif, dan melindungi organ-organ tubuh kita. Sebagai organ
penyokong dan penguat, tulang harus bersifat keras sehingga dapat menerima beban yang
besar, di lain pihak, tulang juga harus lentur sehingga dapat menyerap energi saat
pembebanan, dan tidak mudah patah. Bila tulang terlalu lunak, maka tulang tersebut tidak
akan dapat mengangkat atau menahan beban yang berat. Sebaliknya bila tulang terlalu
keras, maka akan menjadi rapuh dan mudah patah bila menerima beban yang berat.1
Penyakit tulang merupakan salah satu dari syndrom geriatri, dalam arti insidens
dan akibatnya pada usia lanjut cukup signifikan. Salah satu penyakit tulang pada geriatri
adalah osteoporosis. Perhimpunan Osteoporosis Indonesia ( PROSI ) pada bulan oktober
2007 di Dubai memaparkan 22 – 55% wanita lansia di Indonesia mempunyai resiko
terkena osteoporosis. Hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan
Makanan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan PT Fonterra Brands Indonesia
(2005) ditemukan bahwa prevalensi osteoponia mencapai 41,8 persen dan 10,3 persen
menderita osteoporosis. Artinya, dua dari lima penduduk Indonesia memiliki risiko
terkena osteoporosis. Penelitian tersebut dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia,
yaitu Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan
Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Penelitian itu melibatkan
sampel hingga 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan).2,3
Masalah kesehatan pada usia lanjut meningkat seiring dengan meningkatnya umur
harapan hidup. Saat ini umur harapan hidup adalah 68 tahun. Pada tahun 2005, jumlah
penduduk berusia lanjut (>65 tahun) akan mencapai 18,5 juta orang. Indonesia
menduduki posisi keempat, setelah China, India, dan Amerika Serikat, sebagai negara
dengan jumlah penduduk usia lanjut tertinggi Analisis data yang dilakukan oleh Pusat
1
Penelitian Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan di 14 provinsi menunjukkan bahwa
prevalensi osteoporosis sudah mencapai 19,7 persen. Angka ini sudah mengkhawatirkan.
Pada tahun 2005 diperkirakan lebih dari 4 juta usia lanjut menderita osteoporosis. Secara
kodrati, wanita lebih rentan terkena osteoporosis daripada pria. Angka kejadian (insiden
rate) osteoporosis pada wanita 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian
pada pria. Hal ini berkaitan dengan menurunnya produksi hormon estrogen pada wanita
usia lanjut (masa menopause).4
Kebanyakan pasien patah tulang ini bergantung hidup pada orang lain karena
mereka tidak mampu berjalan. Di dalam kasus lebih parah, penderitaan biasanya berakhir
dengan kematian. Terlalu sedikit pasien patah tulang dapat disembuhkan. Patah tulang
lumbal berhubungan dengan rasa sakit dan berkurangnya tinggi, sedangkan patah tulang
femur (tungkai) berhubungan dengan ketidakmampuan atau berhubungan dengan
immobilisasi yang sangat panjang samapi kematian. Christiansen menyatakan: Satu dari
dua wanita pada usia 70 tahun mengalami patah tulang. Dua dari tiga wanita usia 80
tahun mengalami patah tulang Penyakit osteoporosis ini sering disebut sebagai silent
disease sebab tidak menunjukkan gejala klinis. Seolah-olah seseorang yang terkena
osteoporosis sifatnya mendadak dan bisa berujung pada kematian.3,5,6
Penderita osteoporosis memiliki tulang yang rapuh sehingga rentan terjadinya
fraktur atau patah tulang. Tulang yang berisiko patah adalah tulang pada dengkul, jari
tangan, dan pinggul. Patah tulang pinggul pada wanita ternyata memiliki risiko kematian
yang serupa dengan penyakit lain seperti kanker payudara yaitu 2,8%. Osteoporosis alami
terjadi pada wanita menopause dimana produksi hormon estrogen menurun sehingga
tidak ada kontrol terhadap osteoklas yang berfungsi meresorpsi tulang. Tidak hanya
wanita, osteoporosis pun menyerang pria.
Pada pria, testosteron akan diubah menjadi estrogen oleh enzim di dalam darah. Bedanya
dengan wanita, pria tidak mengalami menopause sehingga osteoporosis datang lebih
lambat.6
Untuk melakukan pencegahan, kita harus tahu faktor-faktor apa saja yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis. Ada beberapa faktor yang berperan
2
terhadap terjadinya osteoporosis. Pertama faktor keturunan atau ras, yang berarti kita
tidak bisa terlalu banyak melakukan intervensi dengan mengganti gen penyebabnya,
misalnya. Biasanya resiko meningkat pada ras kulit putih seperti Eropa atau Asia.
Yang kedua adalah faktor usia. Semakin tua seseorang akan semakin besar kemungkinan
terkena osteoporosis. Kemudian yang ketiga adalah faktor lingkungan seperti misalnya:
Mendapatkan pengobatan jangka panjang (misalnya kortikosteroid, antikejang), Efek dari
penyakit lain seperti hipotiroidisme atau sindroma malabsobsi, Mendapat menopause dini
Dari beberapa faktor yang telah disebutkan, terlihat agak sulit untuk menghindarinya.
Berita baiknya, ada beberapa faktor resiko yang mudah sekali dihindari untuk
mengurangi resiko terjadinya osteoporosis, yaitu: Hilangkan kebiasaan merokok,
Berolahraga yang dapat menguatkan otot karena sekaligus menguatkan tulang, misalnya
jalan, jogging, dll, Makanlah makanan yang banyak mengandung kalsium dan vitamin D
(bagi Anda yang telah berusia di atas 50 tahun atau memiliki faktor resiko besar,
sebaiknya mengkonsumsi suplemen kalsium dan vitamin D), Jangan terlalu banyak
mengkonsumsi kafein ataupun alcohol, jangan terlalu kurus.6
1.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku wanita berusia di atas 45 tahun
yang berolah raga di Senayan November 2007, tentang osteoporosis.
2. Apakah ada hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, status gizi,
sumber informasi dengan pengetahuan, sikap dan perilaku wanita berusia di
atas 45 tahun yang berolah raga di GOR Senayan November 2007, terhadap
osteoporosis.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
3
Mengetahui tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku wanita berusia di atas 45
tahun yang berolah raga di GOR Senayan November 2007, terhadap
osteoporosis.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Diketahui tingkat pengetahuan wanita yang berusia di atas 45 tahun yang
berolahraga di GOR Senayan terhadap osteoporosis.
2. Diketahui tingkat sikap wanita yang berusia di atas 45 tahun yang berolahraga
di GOR Senayan terhadap osteoporosis.
3. Diketahui tingkat perilaku wanita yang berusia di atas 45 tahun yang
berolahraga di GOR Senayan terhadap osteoporosis.
4. Diketahui hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, status gizi,
sumber informasi dengan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang
berusia > 45 tahun yang berolahraga di GOR Senayan terhadap osteoporosis.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
1. Memeperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melaksanakan
penelitian
2. Mengetahui cara membuat penelitian yang baik dengan ilmu metodologi
penelitian yang telah di peroleh selama pendidikan
3. Melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat
4. Mendapatkan masukan mengenai tingkat pengetahuan sikap dan perilaku
masyarakat mengenai osteoporosis dan penanganannya
5. Mendapatkan masukan mengenai prevalensi penyakit osteoporosis
1.4.2. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi
4
1. Realisasi tri darma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,
penelitian dan pengabdian bagi masyarakat
2. Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antara mahasiswa dan staf
pengajar
3. Data bagi penelitian – penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
osteoporosis di masyarakat
1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan kesadaran akan bahaya osteoporosis
2. Mengetahui tentang osteoporosis dan tindak pencegahannya
3. Bahan masukan dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan untuk
meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai
osteoporosis
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teori
2.1.1. Definisi
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian
sehingga dengan trauma minimal tulang akan patah.2
WHO mendefinisikan osteoporosis adalah penurunan massa tulang lebih
dari 2,5 kali standart deviasi massa tulang rata-rata dari populasi usia muda.
Penurunan antara 1 – 2,5 standart deviasi dari rata-rata usia muda disebut
osteopenia.2
2.1.2. Klasifikasi
Osteoporosis dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok yaitu:2
1. Osteoporosis Primer
Yaitu osteoporosis yang terjadi bukan sebagai akibat penyakit yang lain.
Osteoporosis Primer dibedakan atas :
- Osteoporosis tipe 1 : pada wanita post menopouse (post menopause
osteoporosis), yang kehilangan tulang terutama dibagian trabekula.
- Osteoporosis tipe 2 : pada laki-laki usia lanjut (senile Osteoporosis),
terutama kehilangan massa tulang didaerah korteks.
- Osteoporosis idiopatik yang terjadi pada usia muda dengan penyebab
tidak diketahui.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis Sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
Cushing's disease
Hyperthyroidism
Hyperparathyroidism
Hypogonadism
Kelainan hepar
Kegagalan ginjal kronis
Kurang gerak
Kebiasaan minum alkohol
6
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
Kelebihan kafein
Merokok
2.1.3. Patogenesis Osteoporosis
2.1.3.1. Patogenesis Osteoporosis Tipe I
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat. Penurunan
densitas tulang terutama pada tulang trabekular, karena memiliki permukaan
yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Estrogen
berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stroma cellsl
dan sel-sel mononuclear. Dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin sehingga aktivitas
osteoklas meningkat selain peningkatan aktivitas osteoklas, menopause juga
menurunkan absorbsi kalsium di usus, meningkatkan ekskresi di ginjal, dan
menurunkan sintesis berbagai protein. Tetapi pemberian estrogen transdermal
tidak akan meningkatkan sintesis protein tersebut, karena estrogen transdermal
tidak diangkut melewati hati tetapi estrogen transdermal tetap dapat
meningkatkan absorbsi kalsium di usus secara langsung tanpa dipengaruhi
vitamin D. Untuk mengatasi keseimbangan negative kalsium akibat menopause
maka kadar PTH akan meningkat pada pasien menopause sehingga osteoporosis
akan semakin berat.7
Pada menopause, kadang kala didapatkan peningkatan kadar kalsium
serum, hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya
kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang
terikat pada albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk kompleks. Walaupun
terjadi peningkatan kadar kalsium yang terikat albumin dan kalsium dalam
garam kompleks, kadar kalsium tetap sama dengan keadaan premenopause.7
7
2.1.3.2. Patogenesis osteoporosis tipe II
Pada orang tua sering terjadi defisiensi kalsium dan vitamin D yang
disebabkan karena asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia,
anabsorbsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium
akan timbul hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin
meningkatkan resorbsi tulang dan kehilangan masa tulang. Aspek nutrisi yang
lain adalah defisiensi protein yang akan menyebabkan penurunan sintesis IGF-1.
defisisensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasiprotein tulang, misalnya osteokalsin. Defisiensi
estrogen juga merupakan penyebab osteoporosis pada orang tua baik laki-laki
maupun perempuan. Karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
8
(penurunan estrogen mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar tidak
pernah terjadi. Estrogen pada laki-laki berfungsi mengatur resorpsi tulang,
sedangkan estrogen dan progesterone mengatur formasi tulang. Kehilangan masa
tulang trabekular pada laki-laki berlangsung linier, sehingga terjadi penipisan
trabekular tanpa disertai putusnya trabekula seperti pada wanita. Dengan
bertambahnya usia kadar testosterone pada laki-laki akan menurun sedangkan
kadar sex hormone binding globulin (SHDG) akan meningkat. Peningkatan
SHGB akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosterone membentuk
kompleks yang inaktif. Penurunan hormone pertumbuhan dan IGF 1 juga
berperan terhadap peningkatan resorpsi tulang.7
9
2.1.4. Penyebab Osteoporosis
Berikut ini beberapa penyebab osteoporosis7
1. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke
dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di
antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita
penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti
bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi
pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
3. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang
disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit
osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal
(terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan
osteoporosis.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang
normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
10
2.1.5. Faktor resiko Osteoporosis6
1. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh
hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45
tahun.
2. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia
75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam
mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan
kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
3. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki
risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia
rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan
menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik
memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
4. Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga
pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
5. Gaya Hidup Kurang Baik
Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya
mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid,
penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
11
Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan
tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany
dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research
Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein
dengan keroposnya tulang.
Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak
mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan
tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat
proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses
osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan
massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka
otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok
sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga
membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses
pelapukan.Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa
mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke
seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan
tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik
secara langsung tidak langsung.
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan
terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat
melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena
proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
12
Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang
akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di
tulang.
6. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit
asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering
dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab,
kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan
antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter
sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan
tulang.
7. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal
kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh
bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan
terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah
pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung
kurang terbentuk sempurna.
2.1.6. Gejala Osteoporosis6
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses
kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari
dan tanpa disertai adanya gejala.
13
Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
patah tulang
punggung yang semakin membungkuk
hilangnya tinggi badan
nyeri punggung
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur, maka
akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa
mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan ketegangan
otot dan sakit. Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan
yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah
patah tulang panggul.
14
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain
itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara
perlahan.
2.1.7. Diagnosa Osteoporosis
Pada seseorang yang mengalami patah tulang, diagnosis osteoporosis
ditegakkan berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan rontgen tulang.
Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk menyingkirkan keadaan
lainnya penyebab osteoporosis yang bisa diatasi.5,6
Untuk mendiagnosa osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang
dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Di Indonesia dikenal 3
cara penegakan diagnosa penyakit osteoporosis, yaitu: 5,6
1. Densitometer (Lunar) menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray
absorptiometry). Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa
osteoporosis. Pemeriksaan kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan
nyeri serta bisa dilakukan dalam waktu 5-15 menit. 5,6
DXA sangat berguna untuk: 5,6
o wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
o penderita yang diagnosisnya belum pasti
o penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara
akurat
15
2. Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening
awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T
dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -
2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti
osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga
pemeriksaannya yang lebih murah.5,6
3. Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin, CTx.
Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda
biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen
tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam
menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat
berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral. 5,6
Proses pembentukan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan
penanda bioklimia N-MID-Osteocalcin. Osteocalcin merupakan protein spesifik
tulang sehingga pemeriksan ini dapat digunakan saebagai penanda biokimia
pembentukan tualng dan juga untuk menentukan kecepatan turnover tulang pada
beberapa penyakit tulang lainnya. Pemeriksaan osteocalcin juga dapat digunakan
untuk memantau pengobatan osteoporosis. 5,6
Di luar negeri, dokter dapat pula menggunakan metode lain untuk
mendiagnosa penyakit osteoporosis, antara lain: 5,6
1. Sinar x untuk menunjukkan degenerasi tipikal dalam tulang punggung bagian
bawah.
2. Pengukuran massa tulang dengan memeriksa lengan, paha dan tulang
belakang.
3. Tes darah yang dapat memperlihatkan naiknya kadar hormon paratiroid.
4. Biopsi tulang untuk melihat tulang mengecil, keropos tetapi tampak normal.
2.1.8. Terapi dan Pengobatan Osteoporosis
16
Terapi dan pengobatan osteoporosis bertujuan untuk meningkatkan
kepadatan tulang untuk mengurangi retak tambahan dan mengontrol rasa sakit.
Untuk terapi dan pengobatan osteoporosis sebenarnya memerlukan suatu tim yang
terdiri dari multidisipliner minimal antara lain departemen bedah, departemen
penyakit dalam, departemen psikologi, departemen biologi, departemen obstetri
dan ginekologi, departemen farmakologi. 6
Penyakit osteoporosis selain mempengaruhi tubuh, juga mempengaruhi
kondisi psikis penderitanya terutama akibat patah tulang sehingga terapi dan
pengobatan osteoporosis pun melibatkan spesialis kejiwaan. Tidak hanya itu,
departemen kedokteran olahraga juga diperlukan dalam terapi dan pengobatan
osteoporosis.6
Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan
kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon
dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan,
kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria).,6
Oleh sebab itu Departemen gizi klinik juga memiliki peranan dalam terapi
dan pengobatan osteoporosis. Spesialis gizi klinik dapat membantu menjaga agar
asupan gizi penderita osteoporosis terutama kalsium dan vitamin D tercapai agar
penyerapan kalsium dari makanan dan pemasukan ke dalam tulang berlangsung
optimal. 6
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai
kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan
berkurang secara perlahan. Oleh sebab itu, kepadatan tulang harus dijaga sejak
masih muda agar saat tuanya tidak menderita osteoporosis.6
Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus
mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Wanita
pasca menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen
17
(biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat (golongan bifosfonat)
yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya.6
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan
tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi.Jika kadar
testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.6
Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat,
diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi
fisik. Penjepit punggung mungkin penting untuk mendukung vertebra yang lemah
dan operasi dapat memperbaiki bweberapa keretakan. Pengobatan hormonal dan
flouride dapat membantu. Penyakit osteoporosis yang disebabkan oleh gangguan
lain dapat dicegah melalui pengobatan yang efektif pada gangguan dasarnya,
seperti terapi kortikosteroid. 6
Menangani Patah Tulang Osteoporosis
Patah tulang osteoporosisyang paling sering terjadi adalah pada patah
tulang vertebra (tulang punggung), tulang leher femur dan tulang gelang tangan
(patah tulang Colles). Adapun frekuensi patah tulang leher femur adalah 20% dari
total jumlah patah tulang osteoporosis.6
Dari semua patah tulang osteoporosis, yang paling memberikan masalah
dibidang morbiditas, mortalitas, beban sosisoekonomik dan kualitas hidup adalah
patah tulang leher femur sehingga bila tidak diambil tindakan untuk mengatasi
penyakit osteoporosis diperkirakan pada tahun 2050 jumlah patah tulang leher
femur di seluruh dunia akan mencapai 6,26 juta dan lebih dari separuhnya di
Asia.6
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul
biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya
digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Operasi ini dilakukan oleh spesialis
18
bedah tulang (orthopaedi). Setelah operasi, penderita harus menjalani fisioterapi
untuk memulihkan kemampuan tulang yang pernah patah. 6
Penatalaksanaan patah tulang osteoporosis memerlukan biaya yang sangat
besar sehingga sebaiknya mencoba untuk mencegah agar jangan sampai terjadi
patah tulang pada penderita osteoporosis. 6
Ada dua macam pencegahan patah tulang osteoporosis yaitu dengan cara
non-farmakologis dan cara faramakologis. Cara non farmakologis atau tanpa obat-
obatan dengan memperbaiki dan meningkatkan mutu nutrisi dimana diperhatikan
asupan kalsium, vitamin D seumur hidup. Olahraga Tai-Chi ternyata berguna
untuk memperbaiki keseimbangan tubuh penderita osteoporosis. 6
Untuk lansia, penting untuk mencegah terjadinya jatuh di
rumah/lingkungan rumah karena hampir semua penderita patah tulang di rumah.
Usahakan agar faktor-faktor yang dapat mengakibatkan jatuh dihilangkan seperti
lantai licin, karpet longgar, keadaan tangga, pengobatan sedatif (membuat
ngantuk). 6
Cara farmakologik menggunakan obat-obatan dimana yang paling sering
dipakai adalah obat golongan bifosfonat yang dikombinasikan dengan asupan
kalsium dan vitamin D. Obat-obatan lain seperti terapi sulih hormon, hormon
paratiroid dan kalsitonin dan SERM.6
Latihan Fisik Mencegah & Mengobati Osteoporosis
Pada osteoporosis, latihan jasmani dilakukan untuk mencegah dan
mengobati penyakit osteoporosis. Latihan jasmani menggunakan beban berguna
untuk melenturkan dan menguatkan tulang. Latihan jasmani sebaiknya dilakukan
sejak muda dan terus dilanjutkan sampai tua. 6
Latihan fisik yang baik, benar, terukur dan teratur (BBTT). Latihan yang baik
artinya latihan terbagi menjadi 3 sesi yaitu pemanasan & peregangan selama 10-
19
15 menit, latihan inti selama 20-60 menit,dan peregangan & pendinginan selama
5-10 menit. 6
Latihan yang benar artinya memberikan latihan yang sesuai dengan
tingkat kesehatan, tingkat aktivitas fisik dan tingkat kebugaran masing-masing
individu yang dapat diketahui pada saat pemeriksaan pra latihan. Hal ini bertujuan
agar masing-masing individu terjawab kebutuhannya yang berbeda dengan yang
lain.6
Latihan yang terukur artinya mengukur jumlah detak jantung per menit
untuk mengetahui intensitas latihan. Detak jantung per menit maksimum adalah
220 dikurangi usia. Satu hal yang tidak kalah penting adalah latihan yang teratur
dan berkesimabungan dari anak-anak sampai tua. 6
Latihan fisik (BBTT) bermanfaat tidak hanya dalam meningkatkan
kekuatan dan kelenturan tulang, tapi juga dapat meningkatkan keseimbangan,
kebugaran jantung-paru, dan dapat memelihara dan meningkatkan massa tulang. 6
2.1.9. Pilihan Pengobatan Osteoporosis
Pengobatan osteoporosis dan penyakit tulang lainnya terdiri dari berbagai
macam obat (bifosfonat / bisphosphonates, terapi hormon estrogen, selective
estrogen receptor modulators atau SERMs) dan asupan kalsium dan vitamin D
yang cukup.1
Obat untuk osteoporosis harus menunjukkan kemampuan melindungi dan
meningkatkan massa tulang juga menjaga kualitas tulang supaya mengurangi
resiko tulang patah. Beberapa obat meningkatkan ketebalan tulang atau
memperlambat kecepatan penghilangan tulang.1
1. Golongan Bifosfonat
Bisfosfonat oral untuk osteoporosis pada wanita postmenopause khususnya, harus
diminum satu kali seminggu atau satu kali sebulan pertama kali di pagi hari
20
dengan kondisi perut kosong untuk mencegah interaksi dengan
makanan.Bisfosfonat dapat mencegah kerusakan tulang, menjaga massa tulang,
dan meningkatkan kepadatan tulang di punggung dan panggul, mengurangi risiko
patah tulang. 1
Golongan bifosfonat adalah Risedronate, Alendronate, Pamidronate, Clodronate,
Zoledronate (Zoledronic acid), Asam Ibandronate. Alendronat berfungsi: 1
o mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca
menopause
o meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul
o mengurangi angka kejadian patah tulang.
Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas
penuh air pada pagi hari dan dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh
makan atau minum yang lain. Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran
pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh berbaring,
minimal selama 30 menit sesudahnya. 1
Asam Ibandronate adalah bifosfonat yang sangat poten dan bekerja secara
selektif pada jaringan tulang dan secara spesifik menghambat akjtivitas
osteoklastanpa mempengaruhi formasi tulang secara langsung. Dengan kata lain
menghambat resorpsi tulang. Dosis 150 mg sekali sebulan. 1
Selain untuk osteoporosis golongan bifosfonat juga digunakan untuk terapi
lainnya misalnya untuk hiperkalsemia, sebagai contoh Zoledronic acid.
Zoledronic acid digunakan untuk mengobati kadar kalsium yang tinggi pada darah
yang mungkin disebabkan oleh jenis kanker tertentu. Zoledronic acid juga
digunakan bersama kemoterapi kanker untuk mengobati tulang yang rusak yang
disebabkan multiple myeloma atau kanker lainnya yang menyebar ke tulang. 1
Zoledronic acid bukan obat kanker dan tidak akan memperlambat atu
menghentikan penyebaran kanker. Tetapi dapat digunakan untuk mengobati
21
penyakit tulang yang disebabkan kanker. Zoledronic acid bekerja dengan cara
memperlambat kerusakan tulang dan menurunkan pelepasan kalsium dari tulang
ke dalam darah. 1
2. Selective Estrogen Receptor Modulator (SERM)
Sementara terapi sulih hormon menggunakan estrogen pada wanita pasca
menopause, efektif mengurangi turnover tulang dan memperlambat hilangnya
massa tulang. Tapi pemberian estrogen jangka panjang berkaitan dengan
peningkatan resiko keganasan pada rahim dan payudara. Sehingga sekarang
sebagai alternatif pengganti estrogen adalah golongan obat yang disebut SERM
(Selective Estrogen Receptor Modulator). Obat ini berkhasiat meningkatkan
massa tulang tetapi tidak memiliki efek negatif dari estrogen, obat golongan
SERMs adalah Raloxifene. 1
3. Metabolit vitamin D
Sekarang ini sudah diproduksi metabolit dari vitamin D yaitu kalsitriol dan
alpha kalsidol. Metabolit ini mampu mengurangi resiko patah tulang akibat
osteoporosis. 1
4. Kalsitonin
Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah
tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan
atau semprot hidung. Salmon Kalsitonin diberikan lisensinya untuk pengobatan
osteoporosis. Sekarang ini juga ada yang sintetiknya. Sediaan yang ada dalam
bentuk injeksi. Dosis rekomendasinya adalah 100 IU sehari, dicampur dengan
600mg kalsium dan 400 IU vitamin D. Kalsitonin menekan aksi osteoklas dan
menghambat pengeluarannya. 1
22
5. Strontium ranelate
Stronsium ranelate meningkatkan pembentukan tulang seperti prekursor
osteoblas dan pembuatan kolagen, menurunkan resorpsi tulang dengan
menurunkan aktivitas osteoklas. Hasilnya adalah keseimbangan turnover tulang
dalam proses pembentukan tulang. Berdasarkan hasil uji klinik, stronsium
ranelate terbukti menurunkan patah tulang vertebral sebanyak 41% selama 3
tahun. 1
2.1.10.Pencegahan Osteoporosis
Semua manusia di dunia pasti akan menjadi tua baik pria maupun
wanita.Proses penuaan telah terjadi sejak manusia dilahirkan ke dunia dan terus
menerus terjadi sepanjang kehidupannya. Khususnya pada wanita, proses ini
mempunyai dampak tersendiri berkaitan dengan proses siklik haid setiap
bulannya yang mulai terganggu dan akhirnya menghilang sama sekali.1,6
Terganggunya atau sampai hilangnya proses haid (menopause dan pasca
menopause) disebabkan penurunana dan hilangnya hormon estrogen. Ini adalah
hal yang normal dan alamiah. Namun, penerimaannnya berbeda-beda diantara
wanita. 1,6
Dengan turunnya kadar hormon estrogen maka proses osteoblas
(pembentukan tulang) terhambat dan dua hormon yang berperan dalam proses ini
yaitu D, PTH pun turun sehingga dimulai hilangnya kadar mineral tulang. 1,6
Apabila hal ini terus berlanjut dan akibat kelanjutan harapan hidup masih
akan mencapai keadaan osteoporosis yaitu kondisi dimana massa tulang demikian
rendah sehingga tulang mudah patah. Diketahui 85% wanita menderita
osteoporosis yang terjadi sekitar 10 tahun setelah menopause, atau 8 tahun setelah
pengangkatan kedua ovarium. 1,6
23
Jadi, para wanita perlu lebih waspada akan ancaman penyakit osteoporosis
dibandingkan pria. Karena penyakit ini baru muncul setelah usia lanjut, wanita
muda harus sadar dan segera melakukan tindakan pencegahan sebagai berikut,
antara lain: 1,6
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang
dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang
cukup. Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap
hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup
kalsium.
Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis harian yang
dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium
per hari, sedangkan untuk usia lansia dianjurkan 1200 mg per hari.8
Tabel keperluan kalsium mengikut umur:
Kanak-kanak lelaki
Kalsium(mg)
8-11 tahun 800
12-15 tahun 1,200
16-18 tahun 1 ,000
Kanak-kanak Perempuan Kalsium(mg)
8-11 tahun 900
12-15 tahun 1,000
16-18 tahun 800
Lelaki Dewasa Kalsium(mg)
19- 64 tahun 800
24
64 keatas 800
Wanita Dewasa
Kalsium(mg)
19- 54 tahun
800
54 keatas 1000
Wanita mengandun
g1100
Wanita menyusui
anak1200
Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama
sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun).
Pilihlah makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli,
tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan, daun pepaya, bayam, sawi, susu.8
2. Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore)
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.Oleh karena itu
hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang yang kurang terpajan
sinar matahari atau dengan fotosensitifitas,misalnya SLE. Untungnya,
Indonesia beriklim tropis sehingga sinar matahari berlimpah. Berjemurlah di
bawah sinar matahari selama 30 menit pada pagi hari sebelum jam 09.00 dan
sore hari sesudah jam 16.00. 8
3. Melakukan olah raga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat
berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olah
raga beban misalnya berjalan 30-60 menit/hari dan menaiki tangga tetapi
berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. 8
4. Gaya hidup sehat
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan gaya hidup sehat. Menghindari
25
rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan risiko
osteoporosis. Konsumsi kopi, minuman bersoda, dan daging merah pun
dilakukan secara bijak. 8
5. Hindari obat-obatan tertentu
Hindari obat-obatan golongan kortikosteroid. Umumnya steroid ini diberikan
untuk penyakit asma, lupus, keganasan. Waspadalah penggunaan obat
antikejang. Jika tidak ada obat lain, maka obat-obatan tersebut dapat
dikonsumsi dengan dipantau oleh dokter. 8
6. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu) 8
o Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita
dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih
estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause;
tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih
bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah
tulang.
o Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang
mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan
tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
o Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat),
bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.
7. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi
asupan Natrium sampai 3gram/hari untuk meningkatkan reabsorbsi
kalsium ditubulus ginjal. Bila eksresi kalsium urin > 300mg/hari, berikan
diuretik tiazid dosis rendah ( HCT 25 mg/hari). 8
26
2.2. Kerangka Konsep
PEJAMU
LINGKUNGAN
27
Status gizi
Jenis Kelamin
Pendidikan
Umur
Faktor keturunan
Pengetahuan – Sikap – Perilaku
Catatan : tulisan yang bergaris miring tidak diteliti
BAB III
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
3. 1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah metode survey yang bersifat studi
deskriptif cross sectional.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian di laksanakan di GOR Senayan, Jakarta, hari Sabtu dan Minggu tanggal
17 – 18 November 2007, pukul 06.00-09.00 WIB.
III.3. Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer yang di ambil dari responden dengan tekhnik wawancara,
pengukuran berat badan dan tinggi badan, untuk pengetahuan, sikap dan
perilaku dilakukan secara self administered.
Untuk wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner.
Untuk pengukuran berat badan menggunakan timbangan berat badan klasik.
Untuk pengukuran tinggi badan menggunakan meteran bangunan.
III.4 Populasi
Populasi adalah wanita di atas 45 tahun yang berolahraga di GOR Senayan, pada
hari Sabtu dan Minggu tanggal 17 – 18 November 2007, pukul 06.00-09.00 WIB.
28
Pola hidup: -Konsumsi tablet kalsium -Olah raga
Sumber informasi
III.5. Sampel
Sampel yang kami ambil adalah masyarakat yang berolahraga di GOR Senayan
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
III.5.1.Besar Sampel
Melalui rumus di bawah ini di dapat besar sampel penelitian sebagai berikut :
n= Z xZ x P ( 100-P ) L x L
N1 = n + 10%x n
Keterangan :
N= jumlah sampel minimal
N1= n + 10 % dari kemungkinan DO
= batas kemaknaan 5%
Z = normal variasi pada two tailed : 1,96
P = proporsi masalah di lapangan
L = presisi penelitian, 10 % pada pemula
Berdasarkan rumus di atas di dapatkan angka
N= 1,96 x 1,96 x 50( 100 – 50 )0.1 x 0.1
n= 96
untuk menjaga kemungkinan adanya responden yang di drop out, maka di hitung
29
n1= n+10%x n
n1= 96+ (10%x96)
n1= 105,6 ( dibulatkan menjadi 106 responden )
III.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi :
1. Semua wanita berusia di atas 45 tahun yang berolahraga di GOR
Senayan pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 17 – 18 November 2007,
pukul 06.00-09.00 WIB saat dilakukan penelitian
2. Sukarela sebagai responden
3. Berusia di atas 45 tahun
Kriteria Eksklusi :
1. Wanita di atas 45 tahun yang tidak bisa menjadi responden karena,
misalnya: buta huruf.
III.7. Tekhnik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara quota
sampling dari sejumlah masyarakat yang berolahraga di GOR Senayan. Responden
adalah masyarakat tersebut. Untuk memenuhi besar sampel dan menyesuaikan
dengan cara pengambilan sampel, maka jumlah responden yang di ambil yaitu 106
orang dari masyarakat tersebut.
III.8. Cara Kerja
III.8.1.Identifikasi Variabel
30
Dalam Penelitian ini digunakan variabel terikat dan variabel bebas.
Variabel terikat berupa penegetahuan, sikap dan perilaku mengenai penyakit
osteoporosis.
Variabel bebas berupa umur, jenis kelamin, pendidikan, status gizi dan
sumber informasi.
III.8.2.Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan yaitu kebiasaan berolahraga, pengetahuan, sikap
serta perilaku responden diperoleh dengan mendatangi orang - orang yang
berolahraga di GOR Senayan.
III.8.3.Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan akan dilakukan pengolahan berupa proses
editing, koding, data entry dan verifikasi. Selanjutnya dimasukkan dan di olah
dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS ( Statistical Package for The
Social Sience ) versi 13.
III.8.4.Penyajian Data
Data yang di dapat disajikan dengan textular dan tabular
III.8.5.Analisa Data
Terhadap data yang telah di olah akan dilakukan analisis dengan cara uji
statistik chi square.
III.8.6.Interpretasi Data
Data di interpretasikan secara deskriptif korelatif antar variabel – variabel
yang telah ditentukan.
III.8.7.Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan di
presentasikan di hadapan pembiimbing kepaniteraan IKM junior Fakultas
Kedokteran Uniiversitas Pembangunan Nasional ”Veteran”.
III.9. Batasan Operasional
III.9.1.Data Umum
31
- Responden
Responden adalah wanita di atas 45 tahun yang berolahraga di GOR
Senayan, hari Sabtu dan Minggu,Tanggal 17-18 November 2007, Pukul 06.00-
09.00 WIB.
- Usia
Usia responden adalah usia yang tercantum dalam kartu tanda penduduk.
Usia dikategorikan sebagau berikut: 45-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun, 61-65
tahun, lebih dari 65 tahun.
- Status Pendidikan
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal dari suatu institusi tertentu
yang mencakup tingkat SD atau yang sederajat, SMP atau yang sederajat, SMU
atau yang sederajat, dan akademi atau perguruan tinggi yang sederajat. Dalam
hal ini status pendidikan ditujukan pada responden.
Tingkat pendidikan rendah :
- Buta huruf
- Tidak tamat/tamat SD/sederajat
- Tidak tamat/tamat SMP/Sederajat
-Tidak tamat SMA/Sederajat
Tingkat pendidikan sedang :
- tamat SMU atau sederajat
- tidak tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat
Tingkat Pendidikan Tinggi
- tamat akademi atau perguruan tinggi atau yang sederajat
- Tingkat pendapatan
- Tingkat pendapatan keluarga perbulan dihitung beradasarkan jumlah
pendapatan seluruh anggota keluarga perbulan, dibagi jumlah anggota
32
keluarga yang menjadi tanggungan. Tingkat pendapatan perkapita
penduduk Indonesia menurut bank dunia tahun 2003 dikelompokkan
mnjadi :
1. Pendapatan rendah : < Rp.606.708,75
2. Pendapatan menegah rendah : Rp. 606.708,75 – 2.407.801,00
3. Pendapatan menegah tinggi : Rp. 2.407.801,00 – 7.443.087,00
4. Pendapatan tinggi : > Rp.7.443.087, 00
- Jumlah tanggungan
Adalah orang lain yang juga berada dalam rumah tangga responden, diluar
keluarga inti ( ayah, ibu serta anak ). Jumlah tanggungan ini dikategorikan
sebagai berikut: 1-3 orang, 4-5 orang, lebih dari 5 orang.
- Penimbangan
- Penimbangan berat badan responden dilakukan dengan menggunakan
timbangan berat badan.
- Pengukuran Tinggi Badan
- Pengukuran tinggi badan responden dilakukan dengan menggunakan
meteran.
- Perhitungan Status Gizi
- Perhitungan status gizi dilakukan berdasarkan indeks massa tubuh
dengan rumus :
IMT = Berat badan ( Kg)Tinggi Badan (m)2
Tabel Indeks Massa Tubuh
33
Status Gizi Wanita Laki-laki
Kurang <17 <18
Normal 17-23 18-25
Kegemukan 23-27 25-27
obesitas >27 >27
-Status Pekerjaan
Status Pekerjaan adalah profesi atau kegiatan rutin yang dilakukan sehari –
hari yang mendapatkan imbalan uang atau materi. Dalam hal ini status
pekerjaan dibagi dalam lima kategori: PNS, Pegawai swasta, TNI, Wiraswasta /
profesional, ibu rumah tangga.
-Sumber Informasi
Sumber Informasi adalah media atau sumber pengetahuan responden
mengenai osteoporosis. Dibagi menjadi medis dan non medis. Medis meliputi
dokter atau tenaga kesehatan lain. Non medis meliputi media elektronik (televisi,
radio, internet), media cetak (buku, koran, tabloid, brosur), orang lain (keluarga,
teman).
III.9.2. Data Khusus
III.9.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui yang berkaitan
dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dapat dipengaruhi oleh
faktor dari dalam seperti: motivasi dan faktor dari luar seperti informasi. Dalam
hal ini adalah pengetahuan responden tentang osteoporosis yang meliputi definisi,
gejala, dan pengobatan serta dampak yang ditimbulkan. Penilaian dilakukan
berdasarkan kuesioner.
III.9.2.2. Sikap
Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden berdasarkan pendirian,
pendapatan, dan keyakinan individu tersebut. Dalam penelitian ini diteliti
34
bagaimana sikap responden terhadap osteoporosis dan dampak yang ditimbulkan.
Penelitian dilakukan berdasarkan kuestioner.
III.9.2.3 Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan
atau memenuhi kebutuhan berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan
norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan konsekuensi logis (ideal
atau normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud.
Perilaku dalam penelitian ini adalah perilaku responden sehubungan dengan
pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dan dampak yang ditimbulkan.
III.9.2.4. Sistem Penilaian Kuesioner
Kuesioner terdiri atas identitas responden, sosial ekonomi, pengetahuan,
sikap, perilaku dan sumber informasi. Yang mendapat sistem skoring adalah
pengetahuan, sikap, perilaku, dan sumber informasi.
III.9.2.4.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui yang berkaitan
dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dapat dipengaruhi oleh
faktor dari dalam seperti: motivasi dan faktor dari luar seperti informasi. Dalam
hal ini adalah pengetahuan responden tentang osteoporosis yang meliputi definisi,
gejala, dan pengobatan serta dampak yang ditimbulkan. Penilaian dilakukan
berdasarkan kuesioner.
1. Apakah anda tahu mengenai osteoporosis ? (boleh menjawab lebih dari satu)
Nilai 5 : Bila menjawab ya
Nilai 3 : Bila menjawab tidak
2. Gejala-Gejala osteoporosis : ( boleh menjawab lebih dari satu)
Nilai 5 : Bila menjawab 3 jawaban benar, atau lebih
Nilai 3 : Bila menjawab 1-2 jawaban benar
Nilai 1 : Bila tidak ada jawaban benar
35
3. Adakah hubungan antara umur dengan osteoporosis?
Nilai 5 : Bila menjawab ya
Nilai 3 : Bila menjawab tidak
Nilai 1 : Bila menjawab tidak tahu
4. Adakah hubungan antara jenis kelamin dengan osteoporosis?
Nilai 5 : Bila menjawab ya
Nilai 3 : Bila menjawab tidak
Nilai 1 : Bila menjawab tidak tahu
5. Bagaimana penyebab osteoporosis ( boleh jawab lebih dari 1)
Nilai 5 : Bila menjawab 3 jawaban benar, atau lebih
Nilai 3 : Bila menjawab 1-2 jawaban benar
Nilai 1 : Bila tidak ada jawaban benar
6. Bagaimana cara mencegah osteoporosis? ( boleh menjawb lebih dari 1 )
Nilai 5 : Bila menjawab 3 jawaban benar, atau lebih
Nilai 3 : Bila menjawab 1-2 jawaban benar
Nilai 1 : Bila tidak ada jawaban benar
7. Apakah osteoporosis dapat disembuhkan
Nilai 5 : Bila menjawab tidak
Nilai 3 : Bila menjawab ya
Nilai 1 : Bila menjawab tidak tahu
8. Dari mana anda mengetahui mengenai osteoporosis?(boleh menjawab lebih dari
satu)
Nilai 5 : Bila menjawab lebih dari 5
Nilai 3 : Bila menjawab 3-5
Nilai 1 : Bila menjawab kurang dari 3
III.9.2.5.2. Sikap
Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden berdasarkan pendirian,
pendapatan, dan keyakinan individu tersebut. Dalam penelitian ini diteliti bagaimana
sikap responden terhadap osteoporosis dan dampak yang ditimbulkan. Sikap ini
dinilai berdasarkan pertanyaan dengan penilaian sebagai berikut :
36
1. Sering mengkonsumsi minuman berkalsium tinggi (susu) dapat mencegah
osteoporosis
Nilai 5 : bila menjawab setuju
Nilai 1 : bila menjawab tidak setuju
2. Sering mengkonsumsi minuman berkafein (kopi) dan beralkohol dapat
menimbulkan osteoporosis
Nilai 5 : bila menjawab setuju
Nilai 1 : bila menjawab tidak setuju
3. Wanita lebih banyak menderita osteoporosis
Nilai 5 : bila menjawab setuju
Nilai 1 : bila menjawab tidak setuju
4. Olahraga dapat mencegah osteoporosis
Nilai 5 : bila menjawab setuju
Nilai 1 : bila menjawab tidak setuju
5. Obesitas dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis
Nilai 5 : bila menjawab setuju
Nilai 1 : bila menjawab tidak setuju
6. Osteoporosis dipengaruhi usia
Nilai 5 : bila menjawab setuju
Nilai 1 : bila menjawab tidak setuju
III.9.2.5.3 Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan
atau memenuhi kebutuhan berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan
norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan konsekuensi logis (ideal
atau normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud.
Perilaku dalam penelitian ini adalah perilaku responden sehubungan dengan
pengetahuan dan sikap terhadap osteoporosis dan dampak yang ditimbulkan.
Perilaku dapat dinilai berdasarkan pertanyaan dengan penilaian sebagai berikut :
37
1. Berapa kali anda minum susu dalam satu minggu ?
Nilai 5: Bila menjawab 2-3 kali perminggu atau lebih
Nilai 3: Bila menjawab 1 kali perminggu
Nilai 1 : Bila menjawab tidak pernah minum susu
2. Berapa kali anda berolah raga dalam 1 minggu
Nilai 5: Bila menjawab 2-3 kali perminggu atau lebih
Nilai 3: Bila menjawab 1 kali perminggu
Nilai 1 : Bila menjawab tidak pernah
3. Olah raga apa yang anda lakukan?
Nilai 5: Bila menjawab olahraga ringan
Nilai 3: Bila menjawab olahraga sedang
Nilai 2: Bila menjawab olahraga berat
Nilai 1 : Bila menjawab tidak pernah
Keterangan :
Olahraga ringan : lari pagi, jalan kaki 2-4 km perjam, memancing, golf,
panahan, bersepeda, tenis meja, dansa perlahan dan sejenisnya
Olahraga sedang : berenang gaya dada, senam jantung sehat, mendayung,
fitness, jalan kaki 6-8 km perjam, senam aerobik dan sejenisnya.
Olahraga berat : Squash, jogging (6-9 km perjam), bulutangkis, berenang gaya
bebas, mendaki gunung, anggar, tenis lapangan, sepak bola, dan dejenisnya
4. Berapa lama anda berolah raga?
Nilai 5: Bila menjawab 30-60 menit
Nilai 3: Bila menjawab <30 menit
Nilai 1 : Bila menjawab tidak pernah berolahraga
5. Berapa kali anda makan sayuran hijau dalam 1 minggu?
Nilai 5: Bila menjawab 2-3 kali perminggu atau lebih
Nilai 3: Bila menjawab 1 kali perminggu
Nilai 1 : Bila menjawab tidak pernah makan sayuran hijau
6. Berapa kali anda mengkonsumsi tablet kalsium?
Nilai 5: Bila menjawab 2-3 kali perminggu atau lebih
Nilai 3: Bila menjawab 1 kali perminggu
38
Nilai 1 : Bila menjawab tidak pernah mengkonsumsi tablet kalsium
III.10. Etika Penelitian
Sampel dan atau responden diberi penjelasan secara lisan mengenai tujuan
dan cara penelitian dan diberi jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang
diberikan. Penelitian ini dijalankan setelah mendapat persetujuan secara sukarela
dari responden.
III.11. Sarana kegiatan
III.11.1. Tenaga
Penelitian dilakukan oleh sembilan orang mahasiswa Fakultas Kedokteran
UPN ”veteran” Jakarta tingkat V yang sedang menjalani kepaniteraan di
departemen Ilmu Kedokteran Komunitas dan dibantu oleh seorang dosen
pembimbing dari bagian Degeneratif sosial dari Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas sebagai berikut:
Pembimbing materi dan metodologi ibu Ambar
III.11.2. Fasilitas
Fasilitas yang digunakan dalam penelitian ini berupa ruang diskusi, laptop,
printer, internet, buku sumber, alat tulis, audiovisual, alat komunikasi, alat
transportasi, dan lain-lain.
III.11.3. Tim Peneliti
Tim Peneliti terdiri dari sembilan orang mahasiswa tingkat V FK.UPN
yang terdiri dari:
1. Kristina 099.311.122
2. Ranica Rachman 200.311.140
3. Eko Sumartadilaga 200.311.181
4. Prima Sesari.S. 201.311.017
5. Maimanati Aina 201.311.030
6. Ari Hardianto 201.311.067
7. Nadya Aviliyani 201.311.083
8. Syarifah 201.311.096
39
9. Heni Estikasari 201.311.135
III.11.4. Jadwal Penelitian
8-11 November 2007 : penyusunan proposal
November 2007 : uji coba kuesioner
November 2007 : pengumpulan dan pengolahan data
III.11.5. Anggaran Penelitian
Pengeluaran
Biaya foto copy, ketik, prin, dan komunikasi
Suvenir responden
Biaya tak terduga
Total Pengeluaran
40