Upload
decky-aditya-z
View
218
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Kesehatan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Osteoporosis, yang ditandai dengan berkurangnya kekuatan tulang, menyerang
terutama wanita pasca menopause, tetapi dapat pula menyerang laki-laki dan wanita,
terutama usia tua, lainnya yang mempunyai faktor risiko maupun penyakit yang
dapat menyebabkan osteoporosis.
Osteoporosis mempunyai arti klinis ketika timbul rasa sakit ataupun fraktur
yang diakibatkan oleh penyakit ini. Di beberapa negara, osteoporosis telah menjadi
penyakit metabolisme tulang yang utama. Di negara lainnya, seiring dengan
meningkatnya harapan hidup dan perubahan pola gaya hidup, mayoritas masyarakat akan
dihadapkan dengan masalah osteoporosis ini.
Pada wanita angka kejadian osteoporosis lebih tinggi. Pada osteoporosis tipe I,
rasio wanita dibanding laki-laki 6:1, sedangkan tipe II rasionya 2:1. Menarik juga untuk
diketahui angka kejadian osteoporosis bervariasi, yang salah satunya tergantung dari
faktor genetik dan ras. Dari penelitian di Amerika Serikat 17% wanita ras Kaukasia pasca
menopause menderita osteoporosis, sedangkan ras Hispanik 12% dan ras Afrika-Amerika
8%. Dan juga dari penelitian menunjukkan angka kejadian fraktur osteoporosis yang
tertinggi terjadi di Amerika Utara dan Eropa, terutama negara-negara di Skandinavia,
sedangkan di Afrika dan Asia didapatkan angka kejadian yang rendah, yang diperkirakan
oleh WHO juga akan meningkat.
Masalah utama pada penyakit ini adalah diagnosis penyakit ini biasanya baru
ditegakkan setelah terjadi fraktur ataupun lama setelah gejala awal penyakit ini, oleh
karena hilangnya substansi tulang pada osteoporosis berjalan sangat lambat dan selama
itu gejala yang ada asimptomatis. Dan juga meningkatnya harapan hidup masyarakat
serta perubahan pola hidup yang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis.
Oleh sebab itu, pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko dan penyebab
osteoporosis ini penting untuk diketahui, sehingga memberi kemungkinan melakukan
tindakan-tindakan preventif maupun mengubah pola hidup yang dapat mempercepat
terjadinya osteoporosis.
1.2. Rumusan Masalah
Karena Osteoporosis merupakan penyakit degeneratif (meningkat sesuai dengan
umur seseorang) d dengan peningkatan angka kejadian dari tahun ke tahun, perlu
diketahui tingkat pengetahuan siswa mengenai Osteoporosis, terutama pada siswa SMK
Kesehatan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa SMK Kesehatan Griya Husada di
Sumbawa Besar mengenai penyakit Osteoporosis sehingga dapat mengoptimalkan
langkah penyuluhan dan konseling mengenai Osteoporosis kepada siswa-siswa tersebut
untuk kedepannya.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang tingkat pengetahuan mengenai penyakit
Osteoporosis pada siswa SMK Kesehatan Griya Husada di Sumbawa Besar, yang
kemudian dapat membantu tenaga kesehatan Puskesmas Unit 1 Sumbawa Besar
dalam upaya meningkatkan pengetahuan siswa serta penanggulangan penyakit
Osteoporosis.
2. Memberikan referensi untuk penelitian lebih lanjut dalam hal menindaklanjuti
program-program peningkatan pengetahuan siswa SMK Kesehatan mengenai
penyakit Osteoporosis sehingga diharapkan dapat membantu pencegahan
Osteoporosis dan menurunkan angka kejadian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1. Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang diperoleh setelah seseorang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
2.1.2. Proses Penyerapan Pengetahuan
Terdapat beberapa tahap dalam proses penyerapan pengetahuan yang
meliputi kesadaran (awareness) yaitu mengetahui terlebih dahulu mengenai objek,
merasa tertarik (interest) terhadap stimulus atau objek tersebut, dan mengevaluasi
(evaluation) dimana orang tersebut menimbang-nimbang baik buruknya stimulus.
2.1.3. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang.
Pengetahuan yang baik meliputi enam tingkatan, berupa:
Tahu (know), yaitu kemampuan untuk mengingat kembali (recall) materi yang
telah dipelajari sebelumnya.
Memahami (comprehension), yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan dengan benar objek atau materi yang diketahui.
Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari dalam situasi atau kondisi nyata.
Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih
ada kaitannya antara satu dengan yang lainnya.
Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari
informasi yang tersedia.
Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
materi atau objek berdasarkan kiteria-kriteria yang telah ditentukan sendiri atau
yang telah ada.
2.1.4. Jenis-jenis Pengetahuan
Pengetahuan implicit
Yang dimaksud dengan pengetahuan implicit adalah pengetahuan yang tertanam
dalam bentuk pengalaman seseorang dan terdiri dari faktor-faktor yang tidak nyata seperti
keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip. Pengetahuan implicit sering meliputi kebiasaan
dan budaya.
Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah disimpan dalam bentuk nyata
dan dapat berhubungan dengan perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata ditunjukkan oleh
tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang.
2.1.5. Kategori Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diukur melalui wawancara atau angket yang
berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai sesuatu materi yang ingin diukur dari orang
tersebut. Menurut Arikunto (2002), tingkat pengetahuan seseorang dapat dibagi dalam
tiga kategori, yaitu:
Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh
pertanyaan.
Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh
pertanyaan
Kurang: bila subjek mampu menjawab dengan benar <55% dari seluruh pertanyaan.
2.1.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang dapat dibagi
menjadi:
Faktor internal
Pendidikan: tingkat pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang,
semakin tinggi pendidikan seseorang maka diharapkan stok modal semakin
meningkat. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam kualitas.
Pendidikan merupakan sarana dalam memperoleh pengetahuan.
Minat: dorongan dari dalam diri sendiri untuk memperoleh pengetahuan.
Umur: Umur sangat erat hubungannya dengan pengetahuan seseorang, karena
semakin bertambah usia maka semakin banyak pula pengetahuannya.
Faktor eksternal
Media masa: berupa sumber informasi yang telah diproses ke dalam suatu
bentuk, meliputi media cetak dan elektronik.
Pengalaman: pengalaman dapat dari apa yang pernah dialami sendiri maupun
pengalaman orang lain yang diketahui.
Sosial budaya: perilaku normal, kebiasaan, dan nilai-nilai di dalam suatu
masyarakat menghasilkan pola hidup yang disebut kebudayaan. Kebudayaan
ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu
masyarakat bersama.
Lingkungan: sumber informasi diperoleh dari keluarga, teman, tenaga
kesehatan, atau orang lain.
2.2 Osteoporosis
2.2.1 Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi
oleh eningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan
gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang
mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi
kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus
mengalami perubahankarena berbagai stres mekanik dan terus mengalami
pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel.
Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami
proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan
dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan
peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.
Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau
pubertas, ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan
makin padat yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun.
Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin
bertambah setelah diatas 40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan
bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada osteoporosis.
2.2.2 Penyebab Osteoporosis
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara
51- 75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon
estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus
berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa
tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis
berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder
yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,
antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar
dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
2.2.3 Stadium Osteoporosis
1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan
lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30- 35
tahun.
2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun
(osteopenia).
3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan
sentuhan atau benturan ringan.
4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul akibat
patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres dan
depresi.
2.2.4 Manifestasi Klinis
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai
puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga
tulang menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang.
Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala
sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang
2.2.5 Faktor Risiko
Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang
berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak
dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko
osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:
1. Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar
dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang
mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena
secara alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia.
Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang
juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.
3. Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan
Asia berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras
Afrika memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika.
Mereka juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang
pun besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras
Afrika.
4. Pigmentasi dan tempat tinggal
Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa,
mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan
ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.
5. Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai
massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi
terkena osteoporosis.
6. Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena
osteoporosis. Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih
berisiko terkena osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
7. Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena
tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk
pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya
hormon estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang
kepadatan tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah
patah. Menopause dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa
dilakukan disebabkan adanya penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan
lainnya. Menopause dini juga berakibat meningkatnya risiko terkena
osteoporosis.
Berikut ini faktor – faktor risiko osteoporosis yang dapat
dikendalikan. Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola
hidup.
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak
terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya
kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga
teratur minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk
membentuk dan memperkuat tulang).
2. Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang
maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari
bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus
disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi,
tanpa vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus.
3. Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan
perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen
lebih rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding
wanita bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh
buruk pada tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya,
pengeroposan tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding
lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan
kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada
gilirannya menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein).
Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang,
sedangkan kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk
menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus
dibarengi dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium ekstra.
6. Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan
terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor,
dan limbah industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai
dan tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya
tahan tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang.
2.2.6 Pencegahan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,
yaitu:
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu
dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya
konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif
adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari.
Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya
kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
2. Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin
D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah
dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur
dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar
matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga
dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.
Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,
kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita
osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:
Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko
patah tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak
mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan,
senam aerobik dan joging.
Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn
dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat
mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh
melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki
kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan
risiko patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan
oleh penderita osteoporosis :
Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam
selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk
mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam)
akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.
Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat
”dumbble” kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan
dan bahu.
Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan
dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat
menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,
mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.
Latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan fisik yang bersifat
pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi terjadi
osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah makan. Beri
waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah senam.
Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit
dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan
secara bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga
senam, hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh
istirahat.
Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman,
serta sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah
satu kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30
menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari biasa,
disertai ayunan lengan.
Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan untuk:
Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap
sehingg mencegah terjadinya cedera.
Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi
sedikit.
Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak
dan
Menimbulkan rasa santai.
Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu,
siku dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama
kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5 menit.
Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan gerakan
sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan sampai
menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot lengan, dada,
punggung, tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki
Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat
ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat.
Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami
osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang
pergelangan tangan.
Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal
pasir, dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram
untuk 1 tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi
1000 gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai
dengan beban dari tubuh itu sendiri.
Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan
peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas atau ambil
napas dan buang napas secara teratur.
Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit.
Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan
dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang teratur.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol
Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam
mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol
juga bisa merusak tulang.
5. Deteksi dini osteoporosis
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak
diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah
dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk
mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga
dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan
mineral tulang adalah sebagai berikut:
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang
dan pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan
jaringan lunak yang
dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai
kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang
melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk
mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai
2% mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat
cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi
lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.
b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan
hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang
anggota badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur
kepadatan tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang
atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha
sudah diukur maka pengukuran dengan P- DEXA tidak diperlukan.
Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan
dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional
dibandingkan DEXA.
c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk
menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang
belakang dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan
dosis yang sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika
hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka
dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan
gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya
pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara
melalui udara dan sebagian lagi melalui air.
Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak
menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds
tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral tulang yang berisiko patah
tulang karena osteoporosis. Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas
dibandingkan DEXA.
e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-
scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model
dari QTC disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur
kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada
umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat
mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi, dan kurang akurat
dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis penelitian
deskriptif kuantitatif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan
masalah penelitian yang terjadi seperti pada penelitian ini, dimana tingkat pengetahuan
siswa SMK Kesehatan mengenai penyakit malaria digambarkan dan dikuantifikasikan
dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan pada siswa-siswi tersebut. Kuesioner
berisi beberapa hal yang sesuai dengan topik penelitian penyakit malaria.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yaitu di SMK Kesehatan Griya Husada di Sumbawa Besar. Waktu
penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015.
3.3. Populasi Penelitian
Semua siswa-siswi kelas XI SMK Kesehatan Griya Husada di Sumbawa Besar.
3.4. Sampel
3.4.1. Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik total
sampling, yaitu semua populasi siswa-siswi kelas XI SMK Kesehatan Griya Husada di
Sumbawa Besar dijadikan sampel.
3.4.2. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi sampel adalah:
Siswa kelas XI yang terdaftar di SMK Kesehatan Griya Husada di Sumbawa
Besar pada tahun ajaran 2015/2016.
3.4.3. Kriteria Eksklusi
Yang termasuk dalam kriteria eksklusi sampel:
Siswa kelas XI yang terdaftar di SMK Kesehatan Griya Husada di Sumbawa
Besar yang tidak dapat mengisi kuesioner pada hari dilakukan pembagian
kuesioner.
3.5. Variabel Penelitian
3.5.1. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat pengetahuan mengenai
penyakit malaria pada siswa kelas XII yang terdaftar di SMK Kesehatan Al-Ma;rif di
Sumbawa Besar.
3.5.2. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu siswa XII yang terdaftar di SMK Kesehatan
Al-Ma;rif di Sumbawa Besar.
3.5. Definisi Operasional Variabel Penelitian
3.5.1. Definisi Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang diperoleh setelah seseorang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan sangat penting untuk membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan
yang baik meliputi enam tingkatan, berupa:
Tahu (know), yaitu kemampuan untuk mengingat kembali (recall) materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
Memahami (comprehension), yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan dengan benar objek atau materi yang diketahui.
Aplikasi (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari dalam situasi atau kondisi nyata.
Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen-
komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya
antara satu dengan yang lainnya.
Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari informasi
yang tersedia.
Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap materi
atau objek berdasarkan kiteria-kriteria yang telah ditentukan sendiri atau yang telah
ada.
Pengetahuan seseorang dapat diukur melalui wawancara atau angket yang berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai sesuatu materi yang ingin diukur dari orang tersebut.
Tingkat pengetahuan seseorang dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
Baik: bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh
pertanyaan.
Cukup: bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh
pertanyaan
Kurang: bila subjek mampu menjawab dengan benar <55% dari seluruh pertanyaan.
3.7. Alat Penelitian
Alat atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner. Kuesioner
ini berupa daftar pernyataan yang telah disusun dan dimana responden tinggal memberikan
jawaban dengan memberi tanda pada kolom benar atau salah. Penilaian untuk jawaban
benar mendapat nilai 1 dan jawaban yang salah mendapat nilai 0. Kuesioner yang
digunakan dalam bentuk pernyataan tertutup yang mempunyai keuntungan mudah
mengarahkan jawaban responden dan juga mudah diolah.
3.8. Pengumpulan Data Penelitian
Sumber-sumber data penelitian adalah data primer dimana data-data yang
dikumpulkan diperoleh secara langsung dari siswa kelas XI yang terdaftar di SMK
Kesehatan Griya Husada di Sumbawa Besar dalam bentuk kuesioner tentang malaria yang
telah diisi oleh responden.
3.9. Metode Pangolahan dan Analisis Data
Data penelitian ini di olah dengan menggunakan softare statistik SPSS 22.0 dengan
metode analisis deskriptif, yang di sajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel siswa di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Al-Ma’rif. Penelitian menggunakan kuesioner yang terdiri dari beberapa
kelompok pertanyaan dan sampel penelitian dipilih secara total sampling dalam penelitian ini
dengan jumlah sampel sebanyak 47 orang. Berdasarkan hasil penelitian dengan
menggunakan kuesioner terhadap 47 orang sampel tersebut dapat dibuat tabel karakteristik
sampel berdasarkan kelas, jenis kelamin, umur, tingkat pengetahuan.
Distribusi sampel berdasarkan kelas
Tabel 4.1 Distribusi sampel berdasarkan kelas
Kelas Frekuensi Persentase (%)
XII A 28 59,6
XIIB 19 40,4
Total 47 100,0
Gambar 4.1 Distribusi sampel berdasarkan kelas
Dari tabel 4.1.dan gambar 4.1. terlihat bahwa distibusi kelas XII A (59,6%) lebih
banyak dibandingan dengan kelas XII B (40,4%).
Distribusi sampel berdasarkan umur
Tabel 4.2 Distribusi sampel berdasarkan kelas
Umur Frekuensi Persentase (%)
16 Tahun 6 12,8
17 tahun 33 70,2
18 tahun 7 14,1
19 tahun 1 2,1
Total 47 100,0
Gambar 4.2 Distribusi sampel berdasarkan kelas
Dari tabel 4.2.dan gambar 4.2. terlihat bahwa distibusi siswa paling banyak
beruumur 17 tahun (70,2 %), diikuti dengan umur 18 tahun (14,1 %), kemudian 16 tahun
(12,8 %) dan terakhir umur 18 tahun (2,1%).
Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.3 Distribusi sampel berdasarkan Jenis Kelamin
Kelas Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 38 80,9
Laki-laki 9 19,1
Total 47 100,0
Gambar 4.3 Distribusi sampel berdasarkan Jenis Kelamin
Dari tabel 4.3.dan gambar 4.3. terlihat bahwa distibusi siswa perempuan (80,9 %)
lebih banyak dibandingan dengan laki-laki (19,1%).
Distribusi sampel berdasarkan tingkat pengetahuan
Tabel 4.4 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pengetahuan
Kelas Frekuensi Persentase (%)
Baik 33 70,2
Cukup 13 27,7
Kurang 1 2,1
Total 47 100,0
Gambar 4.4 Distribusi sampel berdasarkan tingkat pengetahuan
Dari tabel 4.4.dan gambar 4.4. terlihat bahwa distibusi siswa yang memiliki
tingkat pengetahuan baik (70,2%), tingkat penetahuan cukup (27,7%) dan sisanya memiliki
pengetahuan kurang (2,1%).
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan siswa SMK kesehatan Al Ma’arif,
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan siswa mengenai distibusi siswa yang memiliki tingkat
pengetahuan baik (70,2%), tingkat penetahuan cukup (27,7%) dan sisanya memiliki pengetahuan
kurang (2,1%). Baiknya pengetahuan siswa SMK kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yang berengaruh dalam tingkat pengtahuan ini ada 3 hal. 1) Pendidikan:
tingkat pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka diharapkan stok modal semakin meningkat. Pendidikan memiliki peranan yang
penting dalam kualitas. Pendidikan merupakan sarana dalam memperoleh pengetahuan. Siswa
yang memilih masuk jurusan kesehatan justru akan berbeda pengtahuannya dengan anak
SMK/SMA yang tidak mengambil jurusan kesehatan. 2) Minat: dorongan dari dalam diri sendiri
untuk memperoleh pengetahuan. Dorongan yang keras ini membuat sesorang mencari dan
mencari pengetahuan yang diingingkan. 3) Umur: Umur sangat erat hubungannya dengan
pengetahuan seseorang, karena semakin bertambah usia maka semakin banyak pula
pengetahuannya. Terlebih lagi umur yang masih muda ini pada anak SMK memiliki kemampuan
memori yang baik, sehingga banyak menerima dan menyimpan informasi untuk meningkatkan
pengetahuan.
Faktor eksternal yang berpengaruh dalam tingkat pengetahuan ini adalah 1). Media masa:
berupa sumber informasi yang telah diproses ke dalam suatu bentuk, meliputi media cetak dan
elektronik. Pada zaman modern ini tidak ada kata terbatas dalam mengakses informasi, terutama
peran internet yang dapat di akses dimanapun dan kapanpun. 2) Pengalaman: pengalaman dapat
dari apa yang pernah dialami sendiri maupun pengalaman orang lain yang diketahui. 3)
Lingkungan: sumber informasi diperoleh dari keluarga, teman, tenaga kesehatan, atau orang lain.
Dari kedua faktor tersebut merupakan faktor yang saling berhubungan satu sama lain,
tanpa adanya 2 faktor tersebut sangat susah untuk meningkatkan pengetahuan pada siswa SMK
kesehatan. Pengetahuan yang baik ini dapat dijadikan sebagai langkah untuk mendeteksi dini
tentang osteoporosis, sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin. Karena
semua siswa SMK ini meruapakan orang kesehatan, keberadaan tindakan pencegahan harus lebih
aktif di lakukan, minimal untuk mereka sendiri, baru keluarga, dan masyarakat yang lebih luas.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1.
5.2 Saran
1. Menambah media informasi sebagai edukasi, untuk menunjang metode pembelajaran
di sekolah itu sendiri, dengan cara memberikan tugas ke siswa untuk membuat suatu
rangkuman materi dalam bentuk mapping, gambar dan lainnya agar menunjang daya
ingat siswa, akan materi tersebut.
2. Memberikan pendidikan non formal tentang materi yang telah di sampaikan.
3. Penelitian ini dapat dilakukan di sekolah yang sama atau setingkat, tujuannya adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan mengenai osteoporis.
5.3 Kendala penelitian
1. Kurangnya waktu pengisian kuisioner,
2. Tidak hadirnya semua siswa-siswi kelas XII SMK kesehatan Al- Ma’arif pada waktu di
lakukannya penelitian.
5.4 Keterbatasan penelitian
1. Penelitian ini hanya sebatas untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa mengenai
penyakit demam berdarah, tanpa adanya tidak lanjut dari terhadap hasil penelitian yang
diperoleh.
2. Kuisioner yang diberikan tidak mencangkup seluruh aspek mengenai penyakit demam
berdarah, sehingga tidak menggambarkan tingkat pengetahuan siswa mengenai demam
berdarah secara menyeluruh.