Upload
nguyenminh
View
246
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
OSMOREGULASI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu hal yang harus dihadapi oleh ikan sebagai organisme yang hidup
dalam media air adalah adanya tekanan osmotik tubuhnya. Peranan proses
osmoregulasi sangat vital dalam menjaga tekanan osmotik tubuh ikan. Dalam
upaya beradaptasi dengan lingkungan tempat ia hidup, ia harus mengatur
keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar tidak kelebihan atau
kekurangan air (Syakirin, 2007).
Osmoregulasi merupakan bagian penting dalam fisiologi ikan. Ikan bertulang
belakang menjaga osmolalitas cairan tubuh mereka dengan melakukan
osmoregulasi. Ikan air laut kehilangan sepertiga cairan tubuh mereka untuk menjaga
keseimbangan cairan tubuh mereka dengan cara banyak minum dan mengeluarkan
sedikit urine. Ikan air tawar mempertahankan keseimbangan cairan tubuh mereka
dengan cara sedikit minum dan mengeluarkan banyak urine. Insang, ginjal dan usus
merupakan organ utama osmoregulasi dan memiliki peran yang berbeda-beda
untuk menjaga cairan tubuh ikan (Wong et al., 2014).
Menurut Amrillah, et al. (2015), proses osmoregulasi terjadi juga pada
hewan perairan. Osmoregulasi merupakan upaya untuk mengontrol
keseimbangan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungannya
melalui sel permeabel. Osmoregulasi terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
antara cairan dalam tubuh dengan media (cairan luar tubuh). Proses
osmoregulasi ini sangat mempengaruhi metabolisme tubuh hewan perairan dalam
menghasilkan energi.
Hubungan erat terjadi antara kadar garam yang terlarut atau salinitas dan
faktor lain dalam perairan tempat hidup ikan dengan respirasi atau pernapasan
ikan. Jumlah pernafasan ikan dapat berubah apabila kondisi lingkungannya juga
berubah, dalam hal ini dengan terjadinya perubahan salinitas air. Organisme yang
tidak mampu menoleransi perubahan ini tidak dapat bertahan hidup, sehingga
peran osmoregulasi penting dalam proses fisiologis ikan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengerti dan memahami
peranan salinitas terhadap kehidupan ikan dan proses-proses fisiologis yang
berkaitan dengannya.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (Mahasiswa) dapat
melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh salinitas air (lingkungan) yang
berbeda terhadap kelangsungan hidup ikan.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur dilaksanakan materi osmoregulasi
dilaksanakan pada tanggal 17 November 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan
Divisi Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Brawijaya Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah upaya yang dilakukan hewan akuatik untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh melalui
mekanisme pengaturan tekanan osmotik sehingga proses-proses fisiologis
dalam tubuh berjalan normal (Ardi, et al., 2016), dalam osmoregulasi terdapat
proses:
1. Transpor Aktif: Transpor aktif adalah pergerakan zat-zat yang disebabkan
perbedaan konsentrasi di antaranya. Proses ini membutuhkan protein
pembawa (karier) dan energi. Pada transpor aktif primer, energi diperoleh dari
hidrolisis ATP, sedangkan pada transpor aktif sekunder, sumber energi
adalah gradien elektrokimia Na+ atau H +. Contoh: Pompa Ca2+ pada sel otot
dan Pompa Na+ dan K+ pada setiap sel. Pompa Na+ dan K+ bekerja untuk
mempertahankan Na diluar sel tetap lebih tinggi daripada didalam sel, dan
kadar Kalium didalam sel tetap lebih tinggi daripada diluar sel (Isnaeni,
2006).
2. Difusi: Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah. Konsentrasi larutan detergen lebih tinggi dari sitoplasma sehingga
partikel detergen berdifusi dari larutan ke sel-sel pada insang ikan dan
insang pun akhirnya membengkak, kemudian mengalami plasmolisis
(pecahnya sel) sehingga ikan akan mengeluarkan lendir. Setelah itu ikan
akan kehilangan organ untuk bernafas pada akhirnya ikan lemas dan mati
(Inayah, 2016).
a. Osmosis: Menurut Ariyanti dan Widiasa (2011), perpindahan zat
pelarut (konsentrasi rendah) ke zat terlarut (konsentrasi tinggi) melalui
lapisan semipermeabel (zat pelarut berpindah).
b. Dialisis: Dialisis merupakan pergerakan molekul (zat terlarut) dengan
cara difusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah melalui
membran semipermeabel (Amaliyah, et al., 2014).
2.2 Membran Osmoregulasi (menurut Pudjaatmaka dan Qodratillah, 2002).
Membran Permeabel adalah membrane yang dapat ditembus zat
perlarut dan zat terlarut. Membran semipermeabel adalah membran yang dapat
ditembus (permeabel) oleh beberapa zat, tetapi tidak dapat ditembus
(impermeabel) oleh zat yang lain. Membran Impermeabel adalah membran tak
terlewati.
2.3 Pola Regulasi Ion dan Air (Fujaya, 2008).
Regulasi Hipertonik atau hiperosmotik ialah pengaturan secara aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media/
lingkungan, contoh pada ikan air tawar. Regulasi Hipotonik atau Hipoosmotik
ialah pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari
konsentrasi media/lingkungan, contoh pada ikan Air Laut. Regulasi Isotonik
atau Isotonis ialah konsentrasi cairan tubuh = konsentrasi media, misalnya
ikan-ikan yang hidup pada daerah estuari.
2.4 Toleransi Ikan atau Hewan Air terhadap Salinitas
Menurut Ghufran dan Kordi (2010), toleransi ikan atau hewan air
terhadap salinitas, yaitu: Euryhaline merupakan ikan yang dapat beradaptasi
pada kisaran salinitas yang cukup luas, contoh ikan bandeng (Chanos chanos),
ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan kakap putih (Lates calcarifer) dan Ikan
Mujair (Oreochromis mossambica). Stenohalyne merupakan ikan yang
mempunyai toleransi salinitas yang kecil atau sempit, contoh Ikan layang
(Decapterus ruselli), ikan queen angelfish (Holocanthus ciliaris), ikan lele
(Clarias sp), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan zebra (Dascyllus melanurus).
2.5 Organ pada ikan yang berperan dalam proses osmoregulasi
Menurut Martin, et al., (2000), sel chloride dalam Insang berfungsi
untruk transport dan memompa ion-ion (Na+, K+, Ca+, Mg2+, Cl-). Menurut
Burhanuddin (2014), kulit berguna untuk osmoregulasi karena sebagai lapisan
semi-permeabel. Menurut Robert (2010), pada ikan teleostei, ginjal berfungsi
untuk osmoregulasi. Bagian ginjal ikan Teleostei adalah neuphron yang terdiri
dari glomerulus untuk menyaring, dan tubulus yang berfungsi untuk menyerap
cairan dan diubah menjadi urin. Menurut Greenwell, et al. (2003), dinding usus
bersifat permeabel yang dapat menyerap air dan ion-ion terutama untuk
menyerap ion-ion Mg.
2.6 Faktor yang mempengaruhi proses osmoregulasi
• Internal:
1. Aktivitas
2. Ukuran
3. Umur
4. Genetik
5. Spesies
6. Migrasi (Katadromus dan Anadromus)
• Eksternal (Boyd and Tucker,1998).
1. pH
2. Salinitas
3. Suhu
2.7 Proses Omoregulasi pada Ikan Air Tawar
Menurut Pamungkas (2012), cairan tubuh ikan air tawar mempunyai
tekanan yang lebih besar dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung
keluar dari tubuh (hiperosmotik). Sehingga air dari lingkungan cenderung masuk
ke dalam tubuh ikan secara difusi melalui permukaan tubuh yang bersifat
permeabel. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak
minum air, kulitnya diliputi mucus, melakukan osmosis lewat insang, produksi
urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.
2.8 Proses Osmoregulasi pada Ikan Air Laut
Menurut Lantu (2010), untuk ikan air laut, air laut mengandung
konsentrasi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam
yang ada di tubuh ikan (hipoosmotik). Sebagai hasilnya, air banyak keluar dari
tubuh dan garam cenderung masuk ke tubuh ikan sehingga ikan harus
menggunakan ginjalnya untuk mengelurkan kelebihan garam dalam bentuk urin
yang pekat. Sedangkan untuk menghindari kekurangan air, ikan air laut akan
banyak minum.
2.8.1 Teleostei Diadorm dan Euryhaline (ikan bertulang sejati yang
bermigrasi antara air laut dan air tawar)
Hipoosmotik terhadap air laut, hiperosmotik terhadap air tawar. Menurut
Rahardjo et al., (2011), ikan salmon dan sidat ketika menghuni perairan tawar
tidak minum air, tetapi ketika di laut minum air 4-15 persen dari bobot tubuhnya.
Fungsi ginjal pun juga berubah dengan laju filtrasi di glomerulus sangat menurun
dan penyerapan kembali di tubuli ginjal meningkat sehingga air seni yang
dikeluarkan turun menjadi sekitar 10 persen dari volume air seni di perairan
tawar.
2.8.2 Hagfish
Menurut Bone and Moore (2008), volume darah ikan hagfish sangat
isotonis terhadap air laut sehingga tidak berosmoregulasi, melainkan hanya
regulasi ion karena komposisi Na+ dan Cl- dalam darah hagfish sama dengan
yang di air laut.
2.8.3 Elasmobranchii (Ikan Bertulang Rawan)
Menurut Affandi dan Usman (2002), ikan elasmobranchii menyimpan
urea dan trimethilamin oxides (TMAO) di dalam darah agar cairan di dalam
tubuhnya isotonic atau sedikit hipertonik dari lingkungan. Sedangkan untuk
mempertahankan homoestatis ion, ia akan mengekresikan garam (NaCl)
bukan dari insang melainkan dari rectal gland.
2.9 Sebab-Sebab Hewan Air Berosmoregulasi (Fujaya, 2008).
Harus seimbang antara substansi tubuh dan lingkungan. Adanya
membran sel permeabel sebagai tempat lewatnya beberapa substansi yang
bergerak cepat. Perbedaan tekanan osmosis cairan tubuh dan lingkungan.
2.9.1 Salinitas Perairan (Kadar Garam Terlarut)
Menurut Ghufran dan Kordi (2010):
• Air Tawar : 0 – 0,5 ppt
• Air Payau : 0,5-17 ppt
• Air Payau : >17 ppt
• Umumnya ikan laut memijah pada perairan dengan salinitas
tinggi antara 30 – 35 ppt.
2.10 Derajat Keasaman (pH)
pH air pemeliharaan larva ikan yang baik : 7,75 – 8,21 (Yusuf, et al., 2014).
pH air yang cocok untuk semua jenis ikan : 6,7 – 8,6 (Susanto, 2009). pH air untuk
ikan yang hidup di rawa-rawa : 4 – 9.Misal ikan Sepat Siam (Susanto, 2009).
pH pertumbuhan optimal ikan : 7 – 8 (Ghufran dan Kordi, 2010). pH air akan
mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena memengaruhi kehidupan jasad
renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada
pH rendah (keasaman tinggi), DO berkurang, akibatnya konsumsi oksigen
menurun, aktivitas pernapasan naik, dan selera makan berkurang. Hal yang
sebaliknya terjadi pada suasana basa (Ghufran dan Kordi, 2010).
2.11 Komposisi cairan dalam empedu (Sheriha, et al., 2014)
1. Biliverdin (biru).
2. Bilirubin (kuning/ urobilin) 0,3%
3. Air
4. Kolestrol 4%
5. Lemak 22%
2.12 Rumus Bujur Sangkar
Larutan I = 2 ppt, larutan II = 45 ppt. Pembuatan larutan dengan
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10 liter dibutuhkan berapa liter dari masing-
masing larutan?
Larutan I 2 30
15 (konsentrasi larutan yang dibutuhkan)
Larutan II 45 13 +
43
Larutan I = liter = 6,98 liter
Larutan II = liter = 3,20 liter
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat dan fungsinya a. Pengamatan Empedu
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah :
• Freezer :
• Toples kapasitas 3 L :
• Kamera digital :
• Nampan :
• Stopwatch :
• Gunting :
• Bak besar :
• Penggaris :
• Timbangan OZ :
• Timbangan digital :
b. Toleransi Salinitas
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah :
• Toples kapasitas 3 L :
• Kamera digital :
• Timbangan digital :
• Stopwatch :
• Seser :
• Aerator set :
• Kabel roll :
• Beaker glass :
• Penggaris :
• Akuarium :
• Nampan :
3.1.2 Bahan dan fungsinya a. Pengamatan empedu Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah :
• Empedu sapi :
• Air bersalinitas :
• Benang Kasur :
• Air laut :
• Kertas Label :
• Garam grasak (NaCl) :
• Tisu :
b. Toleransi Salinitas
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi toleransi salinitas adalah :
• Ikan Nila (Oreochromis niloticus) :
• Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
• Ikan Damsel biru (Chrysiptera cyanea) :
• Trash Bag :
• Air Tawar :
• Air laut :
• Garam grasak (NaCl) :
• Kertas label :
• Tisu :
3.2 Skema Kerja 3.2.1 Pengamatan Empedu
Toples
-Diisi air 2,25 liter
NaCl
-Ditimbang sesuai dengan toleransi yang diinginkan -Dilarutkan ke dalam air
Empedu
-Ditimbang berat awal (W0) -Dimasukkan ke dalam toples dengan perlakuan:
Meja 1 : 0 ppt Meja 2 : 10 ppt Meja 3 : 20 ppt Meja 4 : 30 ppt Meja 5 : 40 ppt
-Diamati perubahannya setiap 20 menit selama 2 jam -Ditimbang berat akhir (Wt)
Hasil 3.2.2. Toleransi Salinitas
Toples
- Diisi air 2,25 liter
NaCl
- Ditimbang sesuai toleransi yang diinginkan - Dilarutkan ke dalam air
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Ikan Damsel (Chrysiptera cyanea) Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
- Ditimbang ikan sebagai berat awal (W0)
- Dimasukkan ikan ke dalam toples dan diberi perlakuan: Meja 1 = 0 ppt Meja 2 = 10 ppt Meja 3 = 20 ppt Meja 4 = 30 ppt Meja 5 = 40 ppt
-Diamati tingkah laku setiap 20 menit selama 2 jam -Ditimbang berat akhir (Wt)
Hasil
BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
HEMATOLOGI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari cara penilaian darah. Nilai
hematologi berguna untuk menilai kondisi kesehatan dan sebagai acuan nilai awal
atau kontrol dalam suatu penelitian. Adanya gangguan metabolisme, penyakit,
kerusakan struktur atau fungsi organ, pengaruh agen atau obat, dan stres dapat
diketahui dari perubahan profil darah. Keadaan komposisi darah putih dan darah
merah dari organisme dapat dijadikan acuan untuk menilai kondisi kesehatan
organisme tersebut (Fitria dan Sarto, 2014).
Peran utama darah secara umum adalah mengintegrasikan fungsi tubuh
dan memenuhi kebutuhan jaringan khusus. Peran ini dilakukan melalui
transportasi, regulasi dan mekanisme perlindungan. Darah mengirimkan oksigen,
nutrient, produk sisa, dari satu tempat ke tempat lain. Regulasi dilakukan melalui
buffer dalam darah, protein plasma dan transpor panas. Fungsi perlindungan
darah mencakup antibodi dan fagosit untuk melindungi terhadap penyakit serta
faktor-faktor dalam homeostasis (Tambayong, 2000).
Sistem pertahanan alami seperti makrofag dapat dikatakan sebagai kunci
terpenting dalam merespon patogen yang masuk tanpa menunggu waktu
adaptasi. Sel fagosit melakuan kerjanya tanpa memerlukan spesifikasi antigen dan
tidak memerlukan waktu yang banyak. Sel fagosit pada udang diperankan oleh
hemosit terutama sel hyalin. Sel hyalin berperan dalam proses fagositosis mikroba
yang masuk ke dalam tubuh saat terjadinya infeksi (Rozik, 2014).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik pewarnaan
struktur darah secara umum pada ikan serta mengetahui mekanisme dan alat-alat
yang berkenaan dengan peredaran darah.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat
melakukan pengamatan sel darah, menghitung sel darah dan mengetahui struktur
sel darah.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi hematologi dilaksanakan
pada tanggal 17 November 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Reproduksi
Ikan dan Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah, organ pembentuk
darah dan penyakitnya (Arifin, et al., 2012). Menurut Fitria, et al. (2016), hematologi
adalah ilmu yang mempelajari pemeriksaan kondisi sel-sel darah perifer dalam
kondisi normal maupun patologis. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan kondisi
kesehatan hewan.
2.2 Pengertian Darah
Darah adalah cairan yang terkandung dalam sistem kardiovaskular. Unsur
cairan darah adalah plasma dan unsur-unsur pembentuk darah meliputi eritrosit,
leukosit dan trombosit. Fungsi utama darah antara lain oksigenasi jaringan, gizi
jaringan, pemeliharaan keseimbangan asam-basa dan pembuangan produk
limbah metabolisme dari jaringan (Noercholis, et al., 2013).
2.3 Komponen Darah
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), komponen penyusun darah
adalah sebagai berikut:
a. Plasma darah (cairan)
b. Sel-sel darah (komponen seluler)
Sel-sel darah meliputi Eritrosit (sel darah merah), trombosit (keping darah),
Leukosit (sel darah putih). Leukosit dibagi menjadi dua:
1. Granulosit (terdapat butir atau granula dalam sitoplasma)
• Neutrofil
• Eosinofil
• Basofil
2. Agranulosit (tidak terdapat butir-butir)
• Monosit
• Limfosit
Menurut Sumardjo (2008), darah tersusun atas dua komponen yaitu
sebagai berikut:
1. Substansi padat, volumenya terdiri atas 45 persen yang terdiri atas sel-sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan sel pembeku (trombosit).
2. Substansi cair, volumenya sekitar 55 persen yang disebut plasma darah.
Sebagian besar plasma darah (90 sampai 92 persen) tersusun atas air dan
bahan- bahan kimia terlarut lainnya.
2.4 Fungsi Darah
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), fungsi darah dalam tubuh
sebagai berikut:
a. Transportasi : mengambil O2, mengangkut CO2 dan mengedarkan sari-sari
makanan serta hormon.
b. Termoregulasi : pengatur suhu tubuh, yaitu menyebarkan panas ke seluruh
tubuh.
c. Imunitas : mengandung antibodi yaitu sebagai pertahanan tubuh terhadap
serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan perantaraan leukosit dan
antibodi atau zat-zat anti racun.
d. Homeostasis : mengatur keseimbangan zat, pH dan regulator
Fungsi darah dalam tubuh menurut Sumardjo (2008), antara lain:
a) Alat transportasi berbagai jenis bahan kimia, seperti transportasi bahan
makanan yang akan diserap pada usus ke jaringan-jaringan yang membutuhkan,
zat sampah atau sisa metabolisme ke organ ekskretori.
b) Sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi kuman dan benda asing oleh sel
darah putih
c) Pengatur stabilitas suhu dalam tubuh, keseimbangan cairan darah dan cairan
jaringan dan pemeliharaan kesetimbangan asam basa dalam tubuh.
2.5 Sistem Peredaran Darah pada Hewan Akuakultur
Sistem peredaran pada hewan akuakultur terdapat dua macam yaitu:
a. Sistem Peredaran Darah Terbuka
Sistem peredaran darah terbuka yaitu sistem peredaran darah tidak melalui
pembuluh darah. Hewan yang memiliki sistem peredaran darah tertutup yaitu
crustasea, contohnya udang windu (Penaeus monodon). Udang windu (Penaeus
monodon) memiliki sistem sirkulasi darah terbuka dimana cairan darah dan sel
darahnya masing-masing dikenal dengan istilah hemolim dan hemosit. Hemosit
merupakan sel darah udang yang memiliki fungsi sama seperti sel darah putih
pada vertebrata dan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu sel hyalin,
semigranular dan granular. Sel hyalin berperan dalam proses fagositosis sehingga
jumlah total sel hyalin berubah-ubah agar diperoleh keadaan homeostasis (Rozik,
2014).
b. Sistem Peredaran Darah Tertutup
Sistem peredaran darah tertutup yaitu sistem peredaran yang melewati
pembuluh darah. Hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran darah (satu kali
melewati jantung). Ikan memiliki sistem peredaran darah tunggal. Sistem
peredaran darah tunggal yaitu hanya terdapat satu jalur sirkulasi peredaran darah,
yakni darah dari jantung dipompa ke insang untuk melakukan pertukaran gas
kemudian dialirkan ke berbagai organ tubuh. Setelah itu darah akan kembali ke
jantung (Mahyuddin, 2008).
Berikut pola sistem peredaran darah tunggal
Gambar. Peredaran Darah pada Ikan
2.6 Proses Pembekuan Darah
Proses pembekuan darah menurut Tangkery, et al. (2013) yaitu:
Luka – trombosit pecah – mengaktifkan enzim trombokinase – bantuan ion Ca2+
+ K – protombin – trombin – fibrinogen – fibrin – Luka Tertutup.
2.7 Antikoagulan
Antikoagulan adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah. Antikoagulan
dibagi menjadi dua yaitu:
1. Buatan : Contoh antikoagulan buatan menurut Lessy, et al. (2013), yaitu
• EDTA (Etilen Diamine Tetra Acid)
• Na-sitrat
• Na-fis
• Heparin
2. Alami : Contoh koagulan alami yaitu
• Lintah (hirudin) (Widaswara, et al., 2012).
• Lamprey (Li, et al., 2018).
• Kelelawar (draculin) (Low, et al., 2013).
2.8 Pola Termoregulasi
Menurut Merta, et al. (2016), pola termoregulasi dibagi menjadi dua:
1. Poikiloterm (berdarah dingin) : Bisa menyesuaikan dengan suhu lingkungan.
Contoh : Ikan.
2. Homoiterm (berdarah panas) : Tidak bisa menyesuaikan diri dengan suhu
lingkungan. Contoh : Mamalia.
2.9 Sistem Imun pada Ikan
Ikan memiliki sistem imun yang spesifik dan non spesifik. Sistem imun
spesifik dan non spesifik pada ikan memiliki sel B dan sel T. Menurut Utami, et al.
(2013), mekanisme kerja limfosit untuk sistem kekebalan tubuh dengan cara
mengenali antigen melalui reseptor spesifik pada membran sel. Pada limfosit T,
ketika tubuh atau jaringan terpapar oleh antigen, maka limfosit T tidak mampu
mengenal antigen tanpa melalui reseptor spesifik. Sel reseptor spesifik akan
membuat sel T lebih cepat mengenali antigen yang ada sehingga langsung
memberikan reaksi kekebalan dan menstimulasi sel B untuk mengeluarkan
antibodi alami. Antibodi alami dalam tubuh tersebut berguna untuk melawan
antigen atau penyakit tersebut.
2.10 Sistem Imun pada Udang
Sistem imun pada udang tidak sama dengan sistem imun ikan. Menurut
Ramadhani, et al. (2017), sistem imun pada udang bertumpu pada sistem imun
nonspesifik, karena udang diyakini tidak memiliki reseptor pengingat terhadap
patogen. Namun sistem imun non-spesifik pada udang cukup efektif sebagai
pertahanan utama. Pertahanan tersebut terdapat pada hemosit yang berperan
dalam sistem imun seluler dan hormonal. Sistem pertahanan ini akan aktif ketika
menerima rangsangan berupa protein dan karbohidrat seperti lipopolisakarida,
peptidoglikan, dan β-glukan yang dimiliki oleh bakteri, jamur, dan protozoa.
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat dan Fungsinya a. Pengambilan Sampel Darah
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:
• Lap basah :
• Nampan :
• Ember :
• Botol vial :
• Beaker glass :
• Sprayer :
• Kamera digital :
• Akuarium :
b. Pembuatan Film Darah Tipis
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:
• Object glass :
• Pipet tetes :
• Nampan :
• Kamera digital :
• Washing bottle :
• Mikroskop binokuler :
c. Perhitungan Eritrosit
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:
• Haemocytometer :
• Pipet toma 0,5 ml :
• Cover glass :
• Mikroskop binokuler :
• Nampan :
• Handtally counter :
• Kamera digital :
d. Perhitungan Leukosit
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:
• Haemocytometer :
• Pipet toma 0,5 ml :
• Cover glass :
• Mikroskop binokuler :
• Nampan :
• Handtally counter :
• Kamera digital :
e. Perhitungan Hemoglobin
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah :
• Washing bottle :
• Tabung sahli :
• Sahlimeter :
• Pipet sahli :
• Kotak standar warna sahli :
• Pipet tetes :
• Kamera digital :
• Haemocytometer :
• Ember :
3.1.2 Bahan dan Fungsinya a. Pengambilan Sampel Darah
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pengambilan sampel darah adalah:
• Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) :
• Alkohol 70 % :
• Na Sitrat :
• Tisu :
• Kertas label :
• Kapas :
• Spuit 3 ml :
• Tube 1,5 ml :
• Trash bag :
• Na Fis :
b. Pembuatan Film Darah Tipis
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang pembuatan film darah tipis adalah:
• Giemsa :
• Methanol :
• Akuades :
• Sampel darah ikan lele dumbo : (Clarias gariepinus)
• Tisu :
• Kertas label :
• Spuit 3 ml :
• Tube 1,5 ml :
c. Perhitungan Eritrosit
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan eritrosit adalah:
• Larutan Hayem :
• Akuades :
• Sampel darah ikan lele dumbo : (Clarias gariepinus)
• Tisu :
• Kertas label :
• Tube 1,5 ml :
• Na Sitrat :
d. Perhitungan Leukosit
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan leukosit adalah:
• Larutan Turk :
• Akuades :
• Sampel darah ikan lele dumbo : (Clarias gariepinus)
• Tisu :
• Kertas label :
• Tube 1,5 ml :
• Na Sitrat :
e. Perhitungan Hemoglobin
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
hematologi tentang perhitungan hemoglobin adalah:
• HCl 0,1 N :
• Akuades :
• Sampel darah ikan lele dumbo : (Clarias gariepinus)
• Tisu :
• Kertas label :
• Tube 1,5 ml :
• Air :
3.2 Skema Kerja 3.2.1 Pengambilan Sampel Darah
-Diaseptiskan dengan alkohol 70 %
-Dibilas dengan antikoagulan (Na Sitrat) 0,1 ml
-Diaseptiskan bagian yang akan disuntik dengan alkohol 70 %
-Diambil darahnya dari linea lateralis
-Darah dimasukkan ke dalam tube
3.2.2 Pembuatan Film Darah Tipis
-Diteteskan pada objek glass (1 tetes)
-Diratakan dengan metode smear
-Difiksasi dengan methanol (5-6 tetes) selama 5 menit
-Diwarnai dengan pewarna giemsa (1-2 tetes) selama 1-2 menit
-Dibilas dengan aquades
-Dikeringkan selama 2 menit
-Diamati dibawah mikroskop
-Didokumentasikan
Spuit 3 ml Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Hasil
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Hasil
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
3.2.3 Perhitungan Eritrosit
-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5
-Dicampur dengan larutan hayem sampai skala 101
-Dihomogenkan
-Dibuang 3 tetes pertama
-Diteteskan ke haemochytometer
-Ditutup dengan cover glass
-Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x
-Dihitung eritrosit dengan rumus
Keterangan:
N = jumlah eritrosit di kotak yang diambil
104 = Faktor koefisien
Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Hasil
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Eritrosit = n x 104 (sel/mm3)
3.2.4 Perhitungan Leukosit
Darah Ikan Lele (Clarias gariepinus)
-Diambil dengan pipet toma sampai skala 0,5
-Dicampur dengan larutan turk sampai skala 11
-Dihomogenkan
-Dibuang 3 tetes pertama
-Diteteskan ke haemochytometer
-Ditutup dengan cover glass
-Diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x
-Dihitung leukosit dengan rumus
Keterangan:
n = jumlah leukosit di kotak yang diambil
50 = faktor koefisien
Gambar. Luas Bidang Pandang pada Mikroskop
Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Leukosit = n x 50 (sel/mm3)
Hasil
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Keterangan :
Luas bidang pandang leukosit
Luas bidang pandang eritrosit
3.2.5 Perhitungan Hemoglobin
-Ditambahkan HCl 0,1 N sampai skala 2
-Diambil menggunakan pipet sahli sampai skala 0,02 ml
-Dimasukkan ke dalam tabung sahli
-Dihomogenkan sampai berwarna coklat kehitaman
-Ditambahkan akuades hingga warnaya sama dengan indikator warna pada
sahlihaemometer
Tabung
Sahli
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Darah Ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus)
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Hasil
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Satuan hasil
G%
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
Spuit 3 ml
BUKU KERJA PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
ENDOKRINOLOGI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Endokrinologi merupakan studi tentang kelenjar tertentu yang dikenal
sebagai kelenjar endokrin dan bagaimana kelenjar ini dapat mengatur fisiologi dan
perilaku individu hewan dan juga populasi. Sistem endokrin dasar untuk
kemampuan organisme dalam beradaptasi dengan lingkungannya baik ekologi
dan hal yang berkaitan dengan evolusi. Hormon adalah perantara kimia antara
lingkungan dan organisme. Saat bersamaan terlihat fisiologi sistem saraf dan
endokrin sebagai unit peraturan diskrit masing-masing dengan hubungan kimia.
Neurotransmitter dari neuron mudah dibedakan dari suatu hormon yang
diekskresikan ke dalam darah (Yadav, 2008).
Endokrinologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi kelenjar endokrin.
Endokrin berarti kelenjar yang tidak mempunyai saluran khusus untuk
mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin dinamakan hormon yang
penting untuk mengatur berbagai aktivitas dalam tubuh hewan. Hormon inilah yang
bekerja saling berkaitan untuk mengaktivasi organ, enzim ataupun proses
metabolisme lainnya. Salah satu contoh kelenjar endokrin adalah kelenjar pituitari
yang juga disebut master of gland karena mensekresikan banyak hormon untuk
fungsi tubuh (Isnaeni, 2006).
Menurut Rachdaoui dan Sarkar (2013), sistem endokrin merupakan sistem
kelenjar yang memproduksi dan mengeluarkan hormon secara langsung menuju
sirkulasi darah. Hormon yang disekresikan dapat mempengaruhi gonad untuk
melakukan aktivitas. Kelenjar sekresi hormon yang terlibat dalam reproduksi
meliputi hipotalamus, pituitari dan gonad. Hipotalamus dapat mensekresi hormon
setelah memperoleh stimulasi dari lingkungan baik eksternal maupun internal.
Menurut Mohammadzadeh, et al. (2014), pusat hormon yang
mempengaruhi pertumbuhan pada vertebrata terdapat pada beberapa tempat.
Hormon berfungsi sebagai sistem pengontrol pertumbuhan dan metabolisme ikan
teleostei. Hormon tersebut disebut sebagai hormon pertumbuhan dan berperan
penting dalam pertumbuhan dan penyerapan nutisi pada ikan. Interaksi antara
kontrol endokrin dengan pertumbuhan dan metabolisme pada ikan teleostei telah
dapat dibuktikan. Penyerapan nutrisi dapat mempengaruhi transportasi hormon
dalam darah, aktivitas jaringan periferal, mengikat reseptor dan regulasi hormon
endokrin pada saraf.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengatur dan mempelajari
bagaimana teknik mengambil hipofisa di dalam tubuh ikan dan bagaimana teknik
hipofisasi dilakukan.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh hipofisa pada
penyuntikan terhadap ikan yang sudah matang gonad pada teknik hipofisasi.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur Materi Endokrinologi dilaksanakan
pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 29 dan 30 September 2018 di Laboratorium
Budidaya Ikan Divisi Reproduksi Ikan dan Laboratorium Hidrobiologi Divisi
Lingkungan dan Bioteknologi Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Endokrin
Menurut Bjelobaba, et al. (2015), sistem endokrin merupakan tempat
produksi hormon yang berfungsi mengendalikan kebidupan pada ikan. Sistem
endokrin mengendalikan reproduksi, pertumbuhan dan perkembangan,
homeostasis dan metabolisme. Hormon yang merupakan hasil dari sistem
endokrin, dilepaskan dari sel langsung ke sirkulasi, oleh karena itu mempengaruhi
jaringan dan sel yang jauh dari tempat sekresi. Hormon berhubungan secara
langsung dengan neuron lain melalui sinaps, beberapa neuron mensekresikan
bahan kimia yang bertindak sebagai hormon.
Menurut Johnstone, et al. (2014), sistem endokrin terdiri dari kelenjar
endokrin dan jaringan penghasil hormon, dan reseptor hormon. Kelenjar endokrin
termasuk kelenjar pineal, kelenjar pituitari, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,
kelenjar timus dan kelenjar adrenal. Kelenjar dan jaringan dari sistem endokrin
sebagian besar terpisah satu sama lain, keduanya bekerja sebagai sebuah sistem
yang terintegrasi. Kelenjar endokrin menghasilkan hormon atau pesan kimia, yang
disekresi ke dalam cairan interstisial, terdifusi ke dalam kapiler darah dan
disebarkan melalui sistem peredaran darah ke organ target. Endokrin dan sistem
saraf bekerja sama untuk mengelola dan mengkoordinasikan sistem tubuh lainnya
dengan baik.
2.2 Perbedaan Kelenjar Endokrin dan Kelenjar Eksokrin
Kelenjar terdiri dari dua tipe yaitu endokrin dan eksokrin. Kelenjar endokrin
melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah. Kelenjar endokrin contohnya
adalah kelenjar gonad, kelenjar adrenal, hipofisa, tiroid dan paratiroid. Kelenjar
eksokrin bekerja melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh
seperti kulit dan organ internal (Puspitaningsih dan Kusuma, 2017).
2.3 Perbedaan Sistem Endokrin dan Sistem Saraf
Terdapat perbedaan antara sistem endokrin dan sistem sarat. Perbedaan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan Sistem Endokrin dan Sistem Saraf
INDIKATOR PEMBEDA
SISTEM ENDOKRIN
SISTEM SYARAF
Hantaran informasi
Berupa zat kimia
Berupa aliran listrik
Metode transportasi
Dibawa oleh
aliran darah
Dialirkan oleh serabut syaraf
Respon kerja
Lambat Cepat
Selain memilki perbedaan, sistem endokrin dan sistem saraf juga
memilki persamaan yaitu pusat sistem tertingginya berada pada hipotalamus
serta sistem kerjanya secara tidak sadar (involuntary). Sistem endokrin
berinteraksi dengan sistem saraf untuk mengatur dan mengoordinasi aktvitas
tubuh. Respon hormonal tubuh biasanya lebih lambat, durasi lebih lama, dan
distribusinya lebih luas daripada respon langsung otot dan kelenjar terhadap
stimulus sistem saraf (Slonane, 2004).
2.4 Macam-Macam Kelenjar Endokrin
Beberapa macam kelenjar endokrin menurut Puspitaningsih dan Kusuma
(2017), antara lain:
1. Kelenjar hipotalamus berfungsi sebagai sistem endokrin mengontrol
sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofisa.
2. Kelenjar pituitari terletak di sella tursika dan dikenal sebagai master of
gland karena kemampuan untuk mempengaruhi atau mengontrol aktivitas
kelenjar endokrin lainnya.
3. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin yang berfungsi sebagai
pengatur metabolisme tubuh, merangsang pembentukan sel darah merah
dan mengatur respirasi serta kebutuhan oksigen.
4. Kelenjar paratiroid mensintesa hormon paratiroid yang berfungsi sebagai
pengendalian homeostatis kalsium pada ginjal (reabsorbsi), tulang
(merangsang) dan usus (meningkatkan absorbsi).
5. Kelenjar pankreas berfungsi dalam sintesa protein, lemak dan karbohidrat.
6. Kelenjar adrenal berfungsi untuk keseimbangan elektrolit, metabolisme
glukosa dan mengatur imunitas terhadap respon stres.
7. Kelenjar gonad mulai aktif saat ikan matang gonad dan meningkatkan
sekresi hormon gonadotropin.
8. Kelenjar pineal berfungsi memproduksi hormon yang membentuk kerja
gonad dan peka terhadap cahaya serta bayangan.
9. Kelenjar timus sebagai perangsang sel-sel kekebalan tubuh.
2.5 Pengertian dan Fungsi Hormon
Menurut Kime (1998), hormon merupakan senyawa yang dilepaskan dari
kelenjar endokrin ke dalam darah yang dibawa menuju jaringan target sesuai
dengan fungsinya. Beberapa hormon berperan dalam kelenjar dimana hormon
tersebut diproduksi. Beberapa hormon lainnya berperan pada sel berbeda atau di
dalam sel yang sama tanpa melalui sistem peredaran darah. Fungsi ini terutama
berlaku untuk beberapa hormon yang berperan pada kematangan gonad.
Beberapa macam proses perkembangan berada dibawah kendali hormonal,
seperti perkembangan menuju matang gonad.
Menurut Almeida, et al. (2014), hormon pada ikan berfungsi sebagai kontrol
utama dalam adaptasi fisiologis terhadap lingkungannya. Hormon dapat
berinteraksi dengan sistem satu sama lain. Hormon mampu mengendalikan
rangkaian sifat morfologi serta perilaku ikan. Kemampuan ini menyebabkan ikan
dapat menanggapi kondisi lingkungan dan menyesuaikan diri sesuai dengan
perubahan lingkungan.
2.6 Alur Hormonal
Alur hormonal ikan dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini:
Gambar 1. Alur Hormonal pada Ikan
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi reproduksi ikan sangat
kompleks seperti hujan, perubahan suhu, substrat dan petrichor. Faktor-faktor
lingkungan tersebut akan direspons oleh ikan melalui pengaturan hormonal yang
terhubung antara otak ‒ hipotalamus ‒ pituitari dan gonad. Sinyal lingkungan akan
diterima oleh sistem saraf pusat (otak) dan diteruskan ke hipotalamus.
Hipotalamus merespons dengan melepaskan hormon Gonadotropin Releasing
Hormone (GnRH) dan dopamine. Dopamin yang bekerja pada kelenjar hipofisis
akan menghambat GnRH. Kemudian, hormon gonadotropin Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) yang bekerja pada organ target
gonad. FSH merangsang proses vitelogenesis sedangkan LH akan merangsang
proses pematangan gonad hingga ovulasi (Lestari, et al., 2016).
2.7 Hipofisa dan Hipofisasi
Menurut Arie dan Dejee (2013), hipofisa merupakan suatu kelenjar dalam
tubuh ikan yang dapat digunakan sebagai hormon perangsang untuk pemijahan
buatan. Kelenjar hipofisa merupakan kelenjar yang terletak dibawah otak. Kelenjar
hipofisa mengandung dua hormon, yaitu LH dan FSH. LH berfungsi sebagai
pengatur ovulasi, sedangkan FSH berfungsi untuk meningkatkan perkembangan
dan kematangan telur.
Menurut Gadissa dan Devi (2013), hipofisasi merupakan cara atau teknik
yang digunakan untuk merangsang ikan agar cepat melakukan pemijahan dengan
pemberian hormon. Metode hipofisasi dapat menghasilkan benih yang berkualitas
baik pada pengembangan budidaya. Beberapa hormon yang terlibat dalam
perangsang pemijahan ikan dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon yang digunakan
untuk merangsang pemijahan ikan salah satunya adalah Gonadotropin Releasing
Hormone (GnRH). Hormon diberikan dengan dosis 3 mg/kg dari berat tubuh untuk
ikan betina. Pemberian hormon dengan metode hipofisasi dapat merangsang
aktivitas dan perilaku agresif pada ikan betina yang disuntikkan hormon.
Menurut Rumondang, et al. (2015), pemijahan buatan diperlukan aplikasi
hormonal dengan menggunakan teknik hipofisasi yang dapat mempercepat
ovulasi telur dan pemijahan serta meningkatkan jumlah benih. Hormon yang
digunakan berasal dari kelenjar pituitari pada ikan. Kelenjar pituitari dipilih karena
dipercaya paling efektif dalam mempercepat pemijahan pada ikan mas (Cyprinus
carpio). Penggunaan kelenjar ini untuk ikan mas dengan dosis 0,5 ml/kg.
Penelitian tersebut alasan menggunakan kelenjar pituitari pada ikan adalah karena
lebih murah dan memberi dampak yang baik terhadap budidaya di masa depan.
2.8 Teknik Penyuntikan
Menurut Surnar, et al. (2015), teknik penyuntikan pada ikan ada tiga
metode yang dapat dilakukan, yaitu penyuntikan dengan metode intrakranial,
intramuskular dan intraperitonial. Metode intrakranial yaitu penyuntikan yang
dilakukan pada rongga otak. Metode intramuskular yaitu penyuntikan yang
dilakukan pada otot ikan biasanya pada daerah bahu atau punggung. Metode
intraperitonial yaitu penyuntikan yang dilakukan di bagian perut. Metode
penyuntikan dilakukan dengan kemiringan 450.
Menurut Usman, et al. (2015), pemberian ovaprim pada ikan dapat
dilakukan dengan teknik penyuntikan intramuskular. Penyuntikan intramuskular
berada pada daerah sirip dorsal sehingga aman untuk disuntikkan. Sebelum
dilakukan penyuntikan, jarum suntik diaseptiskan dengan alkohol. Ikan jantan
disuntikkan ovaprim dengan dosis sebanyak 0,2 ml/kg, sedangkan betina 0,5
ml/kg. Dosis ovaprim jantan lebih sedikit karena sperma pada jantan lebih cepat
untuk matang daripada gonad betina.
2.9 Syarat Ikan Donor dan Ikan Resipien
Jenis ikan resipien maupun donor yang berhasil dalam fertilisasi tergantung
pada kualitas sperma dan gonad serta jenis kelamin dari resipien. Ikan yang akan
didonorkan juga harus bisa membuahi ikan resipien atau dengan spesies yang
sama, jika ikan yang digunakan sebagai resipien bertubuh kecil, maka untuk ikan
donor usahakan memiliki tubuh yang lebih besar dari ikan resipien. Keberhasilan
benih ikan yang terbuahi dan menetas dalam jumlah yang besar apabila ikan
resipien yang digunakan memenuhi syarat. Ikan resipien yang digunakan berumur
1-2 tahun dan telah mencapai matang gonad. Sperma yang digunakan berasal
dari induk jantan berusia 1-2 tahun. Ikan resipien digunakan induk betina yang
berusia 2 tahun yang telah matang gonad (Sato, et al., 2014).
Pemilihan induk ikan untuk hipofisasi didasarkan pada struktur morfologi.
Ikan betina yang sudah matang gonad dapat diidentifikasi dengan bagian perut
lunak dan membesar, jenis kelamin berwarna kemerahan dan munculnya sedikit
telur pada saat bagian perut ditekan. Ikan jantan tidak dilakukan penyuntikan
dengan ekstrak pituitari selama sperma yang diperoleh layak. Ikan penerima harus
matang gonad dan ditentukan berat tubuhnya sebelum disuntik dan dilakukan
striping untuk menentukan hasil telur (Gadissa dan Devi, 2013).
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur
materi Endokrinologi adalah sebagai berikut:
• Sentrifuge :
• Tabung reaksi :
• Sectio set :
• Akuarium :
• Aerator set :
• Heater akuarium :
• Thermometer :
• Lap basah :
• Talenan :
• Rak tabung reaksi :
• Kabel rol :
• Timbangan OZ :
• Bak :
• Pisau :
• Meteran Jahit :
• Senter :
• Nampan :
• Grinder tissue :
• Kamera digital :
• Seser :
3.1.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur
materi Endokrinologi adalah sebagai berikut:
• Ikan nila (Oreochromis niloticus):
• Na fisiologis :
• Alkohol 70 % :
• Aluminium foil :
• Kertas saring :
• Kapas :
• Hipofisa :
• Tisu :
• Air tawar :
• Kertas label :
• Trash bag :
3.2 Skema Kerja
- Disiapkan
- Diamati seks sekundernya - Dipotong kepala - Diambil Hipofisa - Diletakkan pada Kertas Saring
- Dihancurkan + ditambahkan 1 ml Na-Fis - Dimasukkan ke dalam tabung reaksi - Ditutup dengan kapas - Dibungkus Aluminium foil - Disentrifugasi 3200 rpm selama 21 menit
- Diambil dengan spuit 3 ml sebanyak 1 ml
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hipofisa
Supernatan
Hasil