osfis wawan 1

Embed Size (px)

Citation preview

SOAL 1. Jelaskan alat dan prinsip kerja yang digunakan untuk pengambilan sampel air laut! Sertakan gambar! 2. Jelaskan alat dan prinsip kerja yang digunakan untuk melakukan pengukuran suhu, salinitas dan densitas! Sertakan gambar! 3. Jelaskan alat dan prinsip kerja yang digunakan untuk melakukan pengukuran data/parameter gelombang laut! Sertakan gambar! 4. Jelaskan alat dan prinsip kerja yang digunakan untuk melakukan pengukuran data pasut! Sertakan gambar! 5. Jelaskan alat dan prinsip kerja yang digunakan untuk melakukan pengukuran arus laut! Sertakan gambar!

JAWAB 1.

Botol Nansen adalah alat untuk mendapatkan sampel air laut pada kedalaman tertentu. Ini dirancang pada 1910 oleh penjelajah awal abad ke-20 dan ahli kelautan Fridtjof Nansen dan dikembangkan oleh Shale Niskin . Cara kerja: Botol, lebih tepatnya disebut silinder logam atau plastik, diturunkan dengan tali ke dalam laut dan ketika telah mencapai kedalaman yang diperlukan, berat kuningan atau disebut pemberat (messenger) terjatuh ke tali pemberat (messenger) mencapai botol, maka botol akan tertutup oleh sebuah pegas katup di bawah dan diatas botol lalu menjebak sampel air di dalamnya. Botol dan sampel kemudian diambil oleh surveyor menggunakan kabel atau tali. sampel air yang ada didalam botol ini lah yang akan digunakan nantinya untuk diteliti lebih lanjut. Messenger dapat diatur ketika akan dijatuhkan, dan diturunkan ke bawah kabel / tali sampai mencapai botol Nansen. Dengan memperbaiki kedalaman dan messenger yang akan dijatuhkan ke botol menggunakan kabel/tali, serangkaian sampel air pada kedalaman tertentu dapat diambil. Untuk mengukur suhu air laut di kedalaman air sampling dicatat melalui suatu termometer reversing tetap ke botol Nansen. Ini adalah air raksa termometer dengan penyempitan dalam tabung kapiler yang ketika termometer tersebut terbalik, menyebabkan benang terperangkap air raksa dan dapat menunjukkan berapa derajat

suhunya. Termometer non-dilindungi dipasangkan dengan yang dilindungi, dan perbandingan kedua pembaca suhu secara baik dapat memungkinkan dan tekanan pada titik sampling dapat ditentukan.

2. CTD (Conductivity Temperature Depth).

Secara umum, sistem CTD terdiri dari unit masukan data, sistem pengolahan, dan unit luaran. CTD digunakan untuk mengukur karakteristik air seperti suhu, salinitas, tekanan, kedalaman, dan densitas. Unit pengolah terdiri dari sebuah unit pengontrol CTDS (CTD Sensor) dan komputer yang dilengkapi perangkat lunak. Unit pengontrol berfungsi sebagai pengolah sinyal CTD, penampil hasil pengukuran serta pengubah sinyal analog ke digital. CTD mengontrol setiap kegiatan akusisi dan pengambilan sampel serta kalibrasi. Setiap penekanan tombol fungsi sesuai pada menu, maka printer akan mencetak posisi, kedalaman, salinitas, konduktifitas dan temperatur sehingga kronologis kegiatan pengoprasian CTD dapat terekam. CTD memiliki tiga sensor utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk mengetahui daya hantar listrik air laut (konduktivitas). a. Sensor Tekanan. Sensor tekanan merupakan sensor yang memanfaatkan hubungan langsung antara tekanan dan kedalaman. Sensor ini terdirai dari tahanan yang berbentuk seperti jembatan wheatsrone kemudian dinamakan strain gauge. Strain gauge merupakan alat resistansi yang berubah ketika mendapat tekanan, Tahanan ini akanmemegang peranan ketika mendapat gaya dalam bentuk fisika seperti tekanan, beban (berat), arus dll. (Herunadi, 1998). b. Sensor Temperatur.

Sensor temperatur adalah sensor yang berpengaruh terhadap suatu hambatan, dalam bentuk termistor. Termistor (tahanan termal) merupakan alat semikonduktor yang berperan sebagai tahanan dengan besar koefisien tehanan temperatur yang tinggi dan biasanya bernilai negative. Alatini terbuat dari campuran Oksida-Oksida logam yang diendapkan seperti mangan, nikel, kobalt dll. c. Sensor Konduktifitas. Sensor konduktifitas merupakan sensor yang mendeteksi adanya nilai daya hantar listrik di suatu perairan. Sensor ini merupakan sensor yang terdiri dari tabung berongga danempet buah terminal elektroda platina-rhodium di belakang sisinya. Sebagai sensor yang melewati nilai konduktifitas maka rata-rata hasil proses dalam pengukuran akan melewati nilai rendah (low pass fliter). Sensor ini akan mulai mengukur ketika alat telah bergerak masuk kedalam air sampai pada posisi yang diinginkan. Sebenarnya sensor ini mengukur nilai konduktifitas untuk mengetahui nilai salinitas atau kadar garam di sebuah perairan sacara tidak langsung. Cara kerja: CTD diturunkan ke kolom perairan dengan menggunakan winch disertai seperangkat kabel elektrik secara perlahan hingga ke lapisan dekat dasar kemudian ditarik kembali ke permukaan. CTD memiliki tiga sensor utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor untuk mengetahui daya hantar listrik air laut (konduktivitas). Pengukuran tekanan pada CTD menggunakan strain gauge pressure monitor atauquartz crystal. Tekanan akan dicatat dalam desibar kemudian tekanan dikonversi menjadi kedalaman dalam meter. Sensor temperatur yang terdapat pada CTD menggunakan thermistor, termometer platinum atau kombinasi keduanya. Sel induktif yang terdapat dalam CTD digunakan sebagai sensor salinitas. Pengukuran data tercatat dalam bentuk data digital. Data tersebut tersimpan dalam CTD dan ditransfer ke komputer setelah CTD diangkat dari perairan atau transfer data dapat dilakukan secara kontinu selama perangkat perantara (interface) dari CTD ke komputer tersambung.

3. Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) Prinsip kerja ADCP berdasarkan perkiraan kecepatan baik secara horizontal maupun vertikal menggunakan efek Doppler untuk menghitung kecepatan radial relatif, antara instrumen (alat) dan hamburan di laut. Tiga beam akustik yang berbeda arah adalah syarat minimal untuk menghitung tiga komponen kecepatan. Beam ke empat menambah pemborosan energi dan perhitungan yang error. ADCP mentransmisikan ping, dari tiap elemen transducer secara kasar sekali tiap detik. Echo yang tiba kembali ke instrumen tersebut

melebihi dari periode tambahan, dengan echo dari perairan dangkal tiba lebih dulu daripada echo yang berasal dari kisaran yang lebih lebar. Profil dasar laut dihasilkan dari kisaran yang didapat. Pada akhirnya, kecepatan relatif, dan parameter lainnya dikumpulkan diatas kapal menggunakan Data Acquisition System (DAS) yang juga secara optional merekam informasi navigasi, yang diproduksi oleh GPS.

gambar 1. ADCP Prinsip Kerja: Perhitungan navigasi, menggunakan kalibrasi yang dilakukan sekali secara

lengkap.Arus absolut yang melampaui kedalaman atau kedalaman referensi didapatkan dari rata-rata kecepatan relatif kapal. Arus absolut pada setiap kedalaman dapat dibedakan dari data terakhir dari kapal navigasi dan perhitungan relatif ADCP Prinsip Perhitungan Gelombang Oleh ADCP.

Gambar 2. Prinsip kerja ADCP

Prinsip dasar perhitungan dari perhitungan arus/gelombang yaitu kecepatan orbit gelombang yang berada dibawah permukaan dapt diukur dari keakuratan ADCP. ADCP mempunyai dasar yang menjulang,dan mempunyai sensor tekanan untuk mengukur pasang surut dan rata-rata kedalaman laut. Time series dari kecepatan, terakumulasi dan dari time series ini, kecepatan spektral dapat dihitung. Untuk kinematika linear gelombang. mendapatkan ketinggian diatas permukaan, kecepatan spektrum dierjemahkan oleh pergeseran permukaan menggunakan

4. Tide gauge adalah perangkat untuk mengukur perubahan muka laut. Perubahan muka laut disebabkan oleh pasang naik dan surut muka laut harian (gaya tarik bulan dan matahari), angin dan tsunami. Informasi yang diperlukankan untuk peringatan ini adalah pasang surut seketika sebelum terjadinya tsunami untuk peringatan ini di lokasi tersebut, kemudian pasang naik akibat tsunami adalah maklumat peringatan dini untuk lokasi yang lebih jauh. Accelerograph dan tide gauge dipasang pada tempat yang sama dalam sebuah shelter di pantai yang dilengkapi dengan sistem komunikasi dan sistem alarm. Peringatan pertama untuk kewaspadaan datang dari accelerograph apabila mencatat getaran kuat. Peringatan kedua datang dari tide gauge setelah mencatat perubahan mendadak muka laut.

Gambar 1. Skema Sistem Alat Pengamatan Tide Gauge

Gambar 2. Determinasi dari Pasang Surut

Gambar 3. Kurva Pasang surut Floating Gauge adalah alat pengukuran pasang surut berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang diketahui melalui pelampung kemudian dihubungkan dengan alat recording unit yang di pasang di darat. Pressure tide gauge adalah alat pengukuran pasang surut yang pada prinsipnya sama dengan Floating tide gauge, namun pada bahagian recording mengalami perbezaan dimana tekanan air laut dihubungkan dengan alat pencatat. Tide gauge adalah alat yang digunakan untuk mengukur tinggi pasang surut ,dimana catatannya dapat dilakukan dengan : Non-registering, yaitu pengamatan langsung untuk mengukur dan mencatat tinggi pasangsurut dengan papan ukur yang disebut tide staff. Self registering, yaitu pencatatan pasang surut outomatic gauge. Tide gauge juga dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: Tide staff merupakan alat pengukur pasangsurut yang paling sederhana, berupa [papan dengan tebal 1 2 inci dan lebar 4 5 inci. Sedangkan panjangnya harus lebih dari tunggang pasangsurut. Dimana pemasangan tide gauge ini haruslah pada kedudukan muka air terendah (lowest water) skala 0 masih terendam air, dan saat pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air tertinggi (highest water). Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air laut dapat kita ketahui. Dan dari data yang dicatat dari skala tide gauge tersebut, kita dapat mengetahui pola secara automatik dengan alat

pasang surut pada suatu daerah pada waktu tertentu. Dalam pemasangannya rambu tersebut disekrup atau ditempalkan pada kedudukan vertical pada tiang atau penyangga yang sesuai. Lokasi rambu harus berada pada lokasi yang aman dan mudah terlihat dengan jelas, tidak bergerak-gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat kedudukan air yang paling surut. Oleh karena itu panjang rambu pasangsurut yang dipakai sangat bergantung sekali pada kedudukan pasangsurut air laut di tempat tersebut. Bila seluruh rambu pasangsurut dapat terendam air, maka air laut tidak dapat dipastikan kedudukannya.Pada prinsipnya bentuk rambu pasangsurut hampir sama dengan rambu dipakai pada pengukuran sifat datar (leveling). Perbezaannya hanya dalam mutu rambu yang dipakai. Mengingat bagian bawah rambu pasangsurut harus dipasang terendam air laut, maka rambu dituntut pula harus terbuat dari bahan yang tahan air laut.Rambu pasangsurut hampir selalu digunakan pada pelabuhan-pelabuhan laut. Akan tetapi dalam hal ini biasanya titik 0 skala rambu diletakkan sama dengan muka surut suatu tempat, sehingga setiap saat tinggi permukaan air laut terhadap muka surutan tersebut atau kedalaman laut dapat diketahui berdasarkan pembacaan pada rambu. Dengan demikian hal ini sangat membantu bagi keamanan kapal yang akan berlabuh atau meninggalkan pelabuhan.

Gambar 4. Tide staff Floating tide gauge

prinsip kerja alat pengukuran pasut ini berdasarkan pada gerak naik turunnya permukaan laut yang dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat. Alat ini harus dipasang pada tempat yang tidak begitu besar dipengaruhi oleh gerakan air laut sehingga pelampung dapat bergerak secara vertical dengan bebes. Pengamatan pasut dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan rambu pasut.

Gambar 5. Floating tide gauge

Gambar 6. Skema Floating tide gauge

Gambar 7. Rekabentuk Alat Floating tide gauge Pressure tide gauge prinsip kerjanya sama dengan floating tide gauge, hanya gerak naik turunya

permukaan air laut, dapat diketahui dengan perubahan tekanan, yang terjadi di dasar laut. Alat ini diletakkan di dasar laut dan dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit), yang kemudian data diolah dengan mengkonversikan tekanan yang tercatat ke dalam nilai kedalaman, sehingga akan kita dapatkan model pasang surut pada daerah tersebut. Alat ini dipasang sedemikian rupa,sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut (LLW). Namun demikian alat ini jarang sekali digunakan untuk pengamatan pasut.

5. Gerakan massa air di laut dapat diketahui dengan tiga cara, yakni melakukan pengukuran langsung di laut, melalui pengamatan topografi muka laut dengan satelit, dan model hidrodinamik. Pengukuran arus secara insitu Pengukuran arus secara insitu dapat dilakukan dengan dua metode, yakni metode Lagrangian dan Euler. Metode Lagrangian adalah suatu cara mengukur aliran massa air dengan melepas benda apung atau drifter ke laut, kemudian mengikuti gerakan aliran massa air laut. Gambar 1. menunjukkan salah satu alat ukur atau drifter yang ditaruh di laut, pada bagian atas dilengkapi seperangkat elektronik yang mampu mentranfer data posisi ke stasiun kontrol di darat melalui satelit. Sehingga secara terus menerus posisinya dapat diplotkan dan akhirnya lintasan arus dapat diketahui.

Gambar 1. Salah satu contoh alat ukur arus dengan menggunakan metode Euler, panel sebelah kiri merupakan salah satu contoh lintasan arus yang bergerak dari Samudera Pasifik bergerak memasuki perairan Indonesia. Cara lain mengukur arus insitu adalah dengan metode Euler. Pengukuran arus yang dilakukan pada satu titik tetap pada kurun waktu tertentu. Cara ini biasanya menggunakan alat yang disebut dengan Current Meter. Salah satu alat ukur arus dengan metode Euler ditampilkan pada Gambar 2. Pada alat tersebut dilengkapi dengan sensor suhu, conductivitas untuk mengukur salinitas, rotor untuk kecepatan dan kompas magnetik untuk menentukan arah.

Gambar 2. Current Meter Aandera Type RCM-7

Gambar 3. Contoh hasil rekaman mooring dengan alat ukur Current Meter type Aandera Pengukuran arus dengan satelit altimetri Adanya perkembangan teknologi satelit dewasa ini sangat memungkinkan untuk mengetahui tinggi muka laut atau topografi muka laut. Salah satu satu satelit yang mampu untuk membedakan perbedaan tinggi muka laut adalah Topex/Poseidon (Gambar. 4a). Satelit altimetri pada prinsipnya mentransmisikan gelombang dengan panjang tertentu, kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak dari satelit ke permukaan laut dan kembali ke reciever di satelit, sehingga jarak dari lintasa satelit ke muka laut diketahui. Jarak yang lebih dekat saat muka laut lebih tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan saat muka laut lebih rendah. Gambar. 4b menggambarkan tinggi rendah muka laut dan hasil analisis gerakan massa air permukaan.

(a)

(b) Gambar 4. (a) Satelit Topex-Poseidon, (b) hasil rekaman satelit Topex-Posaidon berupa peta topografi uka laut Pengukuran arus dengan membangun model hidrodinamika Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, para pakar oseanografi fisika mengembangkan model-model hidrodinamika untuk memprediksi gerak massa air di laut. Dengan memahami prinsip-prinsip fisika dan dengan alat bantu matematika dan komputer beberapa permasalahan yang secara analitik sulit dipecahkan dapat dipecahkan dengan metode numerik. Sampai saat ini banyak sekali model dikembangkan, misalnya POM (Princeton Ocean Modeling). Bahkan beberapa institusi kelautan dunia membuat paket-paket model yang bisa di-running dalam personal komputer berbasis windows, misalnya SMS 8.0 (Surface water Modelling System). Gambar 5 merupakan salah satu contoh model arus yang dihasilkan dari program SMS 8.0 dengan memasukkan data kedalaman, komponen pasang-surut M2, S2, N2. O1 dan K1.

Gambar 5. Pola arus di pantai Aceh Timur, hasil simulasi dengan SMS 8.0