23
Optimasi Produksi Bioetanol Kulit Bawang Putih Ditinjau dari Pengadukan dan Nisbah Ko-Kultur Ragi (Bioethanol Production Optimation from Garlic Skin as Revealed by Stirring and Yeast Co-Culture Ratio) Oleh : Valeri Stefania 652012009 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016

Optimasi Produksi Bioetanol Kulit Bawang Putih Ditinjau dari … · 2017. 3. 21. · Saat fermentasi, banyaknya substrat, nisbah ragi, dan kondisi lingkungan ragi akan mempengaruhi

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  •   

    Optimasi Produksi Bioetanol Kulit Bawang Putih Ditinjau dari Pengadukan dan Nisbah Ko-Kultur Ragi

    (Bioethanol Production Optimation from Garlic Skin as Revealed by Stirring and Yeast Co-Culture Ratio)

    Oleh : Valeri Stefania

    652012009

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

    Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

    2016

      

  •   

    Optimasi Produksi Bioetanol Kulit Bawang Putih Ditinjau dari Pengadukan dan Nisbah Ko-Kultur Ragi

    (Bioethanol Production Optimation from Garlic Skin as Revealed by Stirring and Yeast Co-Culture Ratio)

    Oleh : Valeri Stefania

    652012009

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

    Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

    2016

      

  •   

      

  •   

      

  •   

      

  • Optimasi ProduksiBioetanolKulit Bawang Putih Ditinjau dari Pengadukan dan Nisbah Ko-Kultur Ragi

    (Bioethanol Production Optimation from Garlic Skin as Revealed by Stirring and Yeast Co-Culture Ratio )

    Valeri Stefania*, A. Ign Kristijanto dan A. Ign. Kristijanto**

    *Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

    Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jln. Diponegoro no 52 – 60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia

    [email protected]  

    ABSTRACT The objective of this study is to produce optimal bioethanol from garlic skin as

    revealed by stirring and yeast co-culture ratio, and interaction between both. Data were analyzed by 4x2 Factorial Design and Randomized Completely Block Design (RCBD) with 4 replications. As the first factor is the ratio of tapai yeast and bread yeastwhich are (% v/v): (7,5 : 7,5) , (10 : 5), (15 : 5) and (20 : 5), respectively. The second factorsare processing with and without stirring, while as the block is the time analysis. Fermentation process was done in room temperature by tapai yeast addition first, then after 24 hours bread yeast was added and the fermentation continued until 72 hours. To test the differences between treatments means, the Honestly Significant of Differences (HSD) were used at 5% level of significant.

    The results of the study showed that the yeast co-culture ratio of (15 : 5) tapai yeast and bread yeast with stirring process will produce the optimal yield of bioethanol which is21,38± 0,23% with concentration 7,43± 0,07 %, higher than without stirring process which is 18,58 ± 0,49% with concentration6,36 ± 0,09 %. Bioethanol from garlic skin producct has fulfilled SNI 7390:2012 about denaturated bioethanol for gasohol.

    Keywords : Bioethanol, co-culture ratio, garlic skin, stirring.

    mailto:[email protected]

  • 2  

    PENDAHULUAN

    Kebutuhan energi dunia terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk

    dan pertumbuhan ekonomi terutama bahan bakar fosil dan menyebabkan penurunan

    cadangan minyak dunia sehingga bahan bakar fosil menjadi langka dan harganya

    semakin meningkat. Di sisi lain, bahan bakar fosil menyebabkan dampak lingkungan

    dan pemanasan global untuk itu diperlukan BBN (bahan bakar nabati) (Samejima, 2008

    dalam Daud dkk., 2012). Salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan

    adalah bioetanol. Bioetanol dibedakan menjadi 2 generasi, generasi pertama adalah

    bioetanol berbahan baku bahan pangan yang mengandung zat pati dan gula, sedangkan

    bioetanol generasi kedua berbahan baku limbah hasil perkebunan, kehutanan dan

    pertanian (Tunggal, 2012). Sekarang ini, bioetanol generasi kedua lebih dikembangkan

    sehingga dapat menghindari persaingan dengan bahan pangan.

    Bioetanol generasi kedua dapat dibuat dari bahan baku yang mengandung

    polisakarida yang salah satunya adalah selulosa (Kodri dkk., 2010). Pada tanaman

    biasanya selulosa akan berikatan dengan lignin sehingga disebut lignoselulosa. Salah

    satu bahan berlignoselulosa yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah

    kulit bawang putih. Kulit bawang putih merupakan limbah industri dan pertanian yang

    belum termanfaatkan secara maksimal terutama dalam potensinya sebagai sumber

    energi alternatif. Selama ini, kulit bawang hanya dijadikan lukisan kaligrafi dan

    campuran pupuk organik padahal jika limbah ini tidak segera diolah, maka akan

    menimbulkan polusi udara dan berpotensi sebagai sumber penyakit (Ma’arif, 2012).

    Limbah kulit bawang putih ini menduduki angka yang cukup tinggi, pada tahun 2014

    menurut Badan Pusat Statistik (BPS) produksi bawang putih di Indonesia mencapai

    16,9 ton, menurut Anonim (2006) bagian yang dapat dikonsumsi sebesar 88%, dengan

      

  • 3  

    demikian terdapat 12% atau setara dengan 2,028 ton limbah, termasuk didalamnya

    adalah kulit bawang yang belum termanfaatkan secara maksimal. Kulit bawang putih

    menurut penelitian Sugave (2014) mengandung selulosa sebesar 18,62%, dan sebagai

    bahan berlignoselulosa maka kulit bawang putih dapat dijadikan bahan baku dalam

    pembuatan bioetanol.

    Proses yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bioetanol adalah hidrolisis dan

    fermentasi, yaitu proses hidrolisis dapat mengkonversi polisakarida menjadi bentuk

    monomer terutama glukosa sehingga persediaan glukosa yang dijadikan etanol tinggi.

    Saat fermentasi, banyaknya substrat, nisbah ragi, dan kondisi lingkungan ragi akan

    mempengaruhi hasil fermentasi. Salah satu cara meningkatkan efisiensi hidrolisis dan

    fermentasi adalah dengan menggunakan teknik ko-kultur, sehingga dengan nisbah ko-

    kultur diharapkan bioetanol dari kulit bawang putih lebih optimal.

    Tujuan penelitian adalah:

    1. Menghasilkan bioetanol optimal dari kulit bawang putih ditinjau dari

    pengadukan dan nisbah ko-kultur ragi, dan interaksi antara keduanya.

    2. Menentukan bioetanol kulit bawang putih agar sesuai SNI 7390:2012 mengenai

    bioetanol terdenaturasi untuk gasohol.

      

  • 4  

    TINJAUAN PUSTAKA

    BIOETANOL

    Bioetanol adalah alkohol yang dihasilkan dari sumber daya hayati seperti

    jagung, sorgum, kentang, gandum, tebu, batang jagung dan limbah sayuran yang

    dikenal baik sebaik biofuel (Demates, 2014). Kebutuhan energi di Indonesia sebagian

    besar masih ditopang oleh energi fosil. Menurut Dewan Energi Nasional (2014), 96%

    kebutuhan energi nasional masih ditopang oleh energi fosil yaitu minyak bumi, gas

    alam dan batu bara yang masing-masing menyumbang 48% ; 18% ; dan 30%, 4%

    sisanya adalah dengan tenaga air dan panas bumi. Pemerintah mendukung usaha

    ketergantungan energi pada bahan bakar fosil dan memberikan perhatian serius dalam

    pengembangan biofuel dengan menerbitkan Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006

    (Perpres, 2006).

    Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mempunyai beberapa keunggulan

    dibanding dengan BBM, yaitu : a) kandungan oksigen yang tinggi (35%) sehingga jika

    dibakar sangat bersih, b) ramah lingkungan karena emisi gas karbonmonooksida lebih

    rendah 19-25% dibanding BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi

    karbondioksida di atmosfer dan bersifat terbarukan (Costello and Chun, 1988 dalam

    Kardono dan Broto, 2010).

    Penelitian mengenai pembuatan bioetanol sudah banyak dilakukan baik

    menggunakan bahan baku dari limbah maupun bahan baku yang mengandung

    lignoselulosa. Retnoningtyas dkk (2013) menggunakan 1 gram tongkol jagung yang

    mengandung 34,41% selulosa dan 3,90% pektin, menghasilkan etanol sebesar 1,28%.

    Zely (2014) menggunakan 200 g serabut kelapa yang mengandung 44,44% selulosa,

    0,25% hemiselulosa, 3% pektin, 40,4% lignin akan menghasilkan etanol sebesar 7,87%.

    Fatma and Fadel (2010) menggunakan 10 g jerami padi yang mengandung 45%

    selulosa, 30% hemiselulosa dan 15% lignin, menghasilkan etanol sebesar 5,1%.

    Bahan untuk fermentasi bioetanol mengandung berbagai polifenol lignin dan

    komponen lain yang terekstrak di dalamnya. Komponen ini tidak dapat langsung di-

    fermentasikan oleh yeast tetapi diperlukan perlakuan awal untuk menghidrolisis

    senyawa kompleks menjadi gula sederhana. Bioetanol yang optimal dapat diperoleh

    dengan memperhatikan proses hidrolisis dan fermentasi. Pemilihan metode hidrolisis

    baik secara kimiawi maupun enzimatik harus tepat terhadap bahan yang digunakan

      

  • 5  

    su

    fe

    su

    upaya semu

    ermentasi, k

    uhu, pH, sum

    ua bentuk gu

    konsentrasi b

    mber karbon

    ula dapat te

    bioetanol y

    n, sumber n

    erhidrolisis m

    yang di hasi

    nitrogen dan

    menjadi glu

    lkan sangat

    n waktu inku

    ukosa. Begi

    t di pengaru

    ubasi (Anin

    tu pula pad

    uhi oleh jen

    ndyawati, 20

    da proses

    nis yeast,

    009)

    KKULIT BAWWANG PUTIH

    ba

    siu

    be

    ho

    ta

    m

    ta

    Bawa

    atang berub

    ung (Anoni

    erserat dan

    ortikultura

    ahunnya. Se

    merupakan k

    ahunnya ang

    ang putih m

    bah bentuk

    im, 2006). S

    n tipis (Me

    Indonesia

    elain dari an

    kebutuhan

    gka konsum

    merupakan t

    menjadi um

    Siung ini dib

    eyers, 2006

    yang dipr

    ngka produk

    pokok set

    msi bawang p

    tanaman se

    mbi kecil a

    bungkus sel

    6). Bawang

    roduksi cuk

    ksi, angka k

    tiap hariny

    putih menin

    emusim, be

    atau umbi l

    laput yang b

    g putih me

    kup tinggi

    konsumsi ba

    a dalam m

    ngkat sekita

    erbentuk rum

    lapis dan te

    bertekstur s

    erupakan sa

    dan terus

    awang putih

    memasak, d

    ar 5% (Ma’a

    mput denga

    erdiri dari b

    seperti kerta

    alah satu k

    meningka

    h juga tingg

    diperkirakan

    arif, 2012).

    an tunas

    beberapa

    as karena

    komoditi

    at setiap

    gi karena

    n setiap

    ba

    to

    ba

    m

    m

    m

    (2

    da

    Penel

    aku bioetan

    otal, 18,62%

    awang puti

    menjadi etan

    menjadi gluk

    maka dapat m

    2013) meng

    ari 15,96%

    litian menge

    nol dilakuk

    % selulosa

    ih dapat di

    nol. Karboh

    kosa seperti

    menambah k

    ghasilkan 45

    glukosa, 12

    enai kandun

    kan oleh Su

    dan 0,4%

    ihidrolisis m

    hidrat meng

    i pati. Jika

    keoptimalan

    5,11% etano

    2,58% pati d

    ngan kulit b

    ugave (2014

    protein. K

    menjadi glu

    gandung po

    polisakarid

    n dari bioeta

    ol dari limb

    dan 11,73%

    bawang put

    4), dimana

    Kandungan

    ukosa yang

    olisakarida

    da ini dapat

    anol kulit b

    bah makana

    % selulosa.

    tih yang dap

    terdapat 2

    karbohidrat

    g jika di f

    lain yang

    t dihidrolisi

    bawang puti

    an yang kar

    pat dijadika

    26,58% kar

    t dan selul

    fermentasik

    dapat di h

    is menjadi

    ih. Rakhmad

    rbohidratny

    an bahan

    rbohidrat

    osa dari

    kan akan

    hidrolisis

    glukosa,

    dani dkk

    ya terdiri

    se

    de

    in

    gl

    Selulo

    enyawa poli

    engan ikatan

    ni memiliki

    lukosa. Stru

    osa merupa

    imer glukos

    n β-1,4-Dgl

    massa mo

    uktur selulos

    akan komp

    sa yang ter

    likosida (Ha

    lekul relati

    sa pada tana

    ponen utam

    rsusun dari

    an et al., 19

    f yang besa

    aman ditunj

    ma penyusu

    nit-unit β-1

    995 dalam A

    ar karena t

    jukkan pada

    un dinding

    1,4-glukosa

    Anwar dkk.,

    erdiri dari

    a Gambar 1

    sel tanama

    yang dihub

    , 2010).Poli

    2.000-3.000

    dibawah in

    an yaitu

    bungkan

    isakarida

    0 satuan

    ni.

    Gaambar 1. Sttruktur Kim

     

    mia Selulosaa (Sixta, 20006 dalam Annwar dkk., 22010)

     

  • 6  

    Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni dialam, melainkan selalu

    berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Ikatan dengan lignin dapat

    mengganggu proses hidrolisis dan fermentasi, oleh karena itu perlu dilakukan tahap

    delignifikasi (Anwar dkk., 2010). Selulosadapat dihidrolisis secara kimiawi yaitu

    dengan menggunakan asam. Penggunaan asam pada proses hidrolisis dibagi 2 yaitu

    dengan asam encer pada suhu tinggi dan asam pekat pada suhu rendah. Penggunaan

    asam pekat dengan sumber asam sulfat lebih banyak digunakan karena dapat

    mengkonversi gula cukup tinggi yaitu 90% (Badger, 2002 dalam Kardono dan Broto,

    2010). Glukosa hasil hidrolisis selulosa dapat di fermentasikan menjadi etanol dengan

    bantuan yeast seperti Saccharomyces cerevisiae(Fatmaand Fadel, 2010).

    Ko-Kultur

    Saat ini sudah terdapat beberapa teknologi proses produksi bioetanol yang

    dikembangkan seperti proses hidrolisis dan fermentasi secara bertahap, proses

    sakarifikasi fermentasi secara simultan dan hidrolisis ko-fermentasi. Proses produksi

    bioetanol dapat dilakukan melalui konversi bahan baku dengan memanfaatkan mikroba

    yang sesuai. Selama ini mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi umumnya

    adalah kultur tunggal S.cerevisiae. Arnata et al. (2009) menggunakan teknik ko-kultur

    Trichoderma viride, Aspergillus niger dan S.cerevisiae pada proses fermentasi tepung

    ubi kayu dan mampu menghasilkan konsentrasi bioetanol 7,41% atau meningkat

    19,56% jika dibandingkan dengan menggunakan monokultur S.cerevisiae. Kondisi yang

    diharapkan dengan teknik ko-kultur adalah adanya sinergisme antara konsorsium antara

    mikroba dalam menghidrolisis dan memfermentasikan. Selain jenis kultur yang

    digunakan, faktor lain yang harus diperhatikan adalah waktu pencampuran yang tepat

    antara ragi dengan ragi atau khamir lainnya sehingga makromolekul glukosa dapat

    terhidrolisis terlebih dahulu yang kemudian digunakan pada proses selanjutnya (Arnata

    dan Anggreni, 2013).

    Waktu pencampuran merupakan salah satu faktor kritis yang mempengaruhi

    sinergisme konsorsium mikroba dalam teknik ko-kultur. Faktor ini berpengaruh

    langsung terhadap laju hidrolisis dan pertumbuhan mikroorganisme. Konsentrasi

    substrat yang terlalu tinggi dapat menjadi faktor penghambat kinerja enzim hidrolitik,

    penghambat pertumbuhan ragi dan bahkan menyebabkan inaktifnya sel ragi.

      

  • 7  

    Sebaliknya, konsentrasi yang rendah menjadi faktor pembatas yang menyebabkan sel

    ragi kekurangan substrat untuk metabolisme pertumbuhan sel (Park et al., 2012).

    Arnata dan Anggreni (2013) melakukan penelitian pada ubi kayu dengan

    menggunakan teknik ko-kultur, kadar etanol tertinggi pada proses fermentasi didapat

    dengan pemberian 5% ragi tape untuk 1 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian

    kultur 5% S.cerevisiae untuk 2 hari berikutnya. Tingkat efisiensi fermentasi cukup

    tinggi yaitu 52,94% dan menghasilkan etanol 11%, hasil ini lebih besar dibanding

    menggunakan S.cerevisiae saja (4,2%) maupun dengan ragi tape saja (3,07%). Swain et

    al. (2013) memproduksi bioetanol dari ubi dengan menggunakan ko-kultur dari

    Trichoderma sp. dan S.cerevisiaemendapatkan etanol 17,2% ubi dengan perbandingan

    Trichoderma sp. dan S.cerevisiae1:4 dengan inokulum sebesar 10% dari substrat.

    Menurut penelitiannya, produksi etanol dengan teknik ko-kultur ini lebih tinggi 65%

    dibanding kultur tunggal S.cerevisiae.

    Ragi tape

    Ragi adalah suatu inokulum atau starter untuk melakukan fermentasi dalam

    pembuatan produk tertentu. Ragi umumnya dibuat dari tepung beras yang dijadikan

    adonan dan ditambah dengan ramuan rempah-rempah tertentu. Jenis mikroflora pada

    ragi tape bergantung pada komposisi pembuatannya. Menurut Setyowati (2004, dalam

    Anonim, 2013) ragi tape merupakan salah satu mikrobia yang mempunyai kecepatan

    dan daya tahan yang baik serta mampu menghasilkan alkohol dengan kadar yang tinggi.

    Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape meliputi kapang (Amylomyces

    sp., Mucor sp., dan Rhizopus sp.), khamir (Saccharomyces sp. dan Pichia burtonii) dan

    bakteri (Pediococcus sp. dan Bacillus sp.) (Nur (2010) dalam Anonim, 2013). Penelitian

    dari Merican dan Queeland (2004 dalam Arnata dan Anggreni, 2013) menunjukkan

    bahwa ragi tape mengandung sekitar 8x107 sel/g-3x108 sel/g kapang, 3x106-3x107 sel/g

    yeast dan 103 sel bakteri. Kapang yang terdapat pada ragi tape mempunyai kemampuan

    untuk menghasilkan enzim amilolitik sehingga ragi tape dapat menghidrolisis pati yang

    terdapat pada bahan baku. Dalam teknik ko-kultur, mikroba amilolitik dari ragi tape

    akan terlebih dulu menghidrolisis pati menjadi glukosa dan selanjutnya glukosa akan

    difermentasikan oleh S.cerevisiae untuk dijadikan alkohol (Arnata dan Anggreni, 2013)

      

  • 8  

    S.cerevisiae

    S.cerevisiaeadalah khamir yang digunakan untuk fermentasi alkohol dari pati

    dan gula. Saccharomyces berasal dari bahasa Mesir yaitu saccharos yang berarti gula

    dan mycos yang berarti jamur. Ragi ini merupakan jasad renik yang fakultatif anaerobik

    (dapat hidup dengan dan tanpa oksigen). Pemilihan mikroorganisme bergantung pada

    medium yang digunakan dengan tujuan supaya mikroorganisme pada medium yang

    tepat akan mampu tumbuh dengan cepat dan memiliki toleransi terhadap konsentrasi

    gula yang tinggi sehingga mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan

    tahan terhadap alkohol tersebut (Sa’id (1987) dalam Simanjuntak, 2009).

    S.cerevisiaedapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa,

    maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa. Fermentasi oleh S.cerevisiaedapat

    menghasilkan etanol 8-12% dan biasa disebut cairan beer. Keadaan lingkungan optimal

    untuk fermentasi oleh S.cerevisiaeadalah pada suhu 25- 300C, pH 4,5-5,5 dengan lama

    waktu fermentasi 36-72 jam (Retno, 2006 dalam Zely, 2014). Reaksi fermentasi glukosa

    menjadi etanol adalah:

    C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 (Blanch (1996) dalam Kardono 2010)

    Fermentasi ini dapat terjadi karena S.cerevisiae menghasilkan enzim zimase dan

    invertase. Enzim invertase berfungsi untuk memecah sukrosa maupun polisakarida yang

    belum terhidrolisis sedangkan enzim zimase berfungsi untuk mengubah monosakarida

    menjadi etanol (Judoamidjojo (1990) dalam Zely, 2014).

    Novia dkk (2014) memfermentasikan 2,5 g jerami yang telah dihilangkan

    ligninnya dengan 40 % S.cerevisiae yang ditambah dengan 25 mL larutan nutrisi selama

    7 hari pada pH 5 dan di shake 100 rpm menghasilkan etanol sebesar 5,65336%. Limbah

    industri agar juga berpotensi dijadikan bioetanol. Limbah agar mengandung 20,17%

    selulosa yang difermentasikan dengan 10% S.cerevisiae menghasilkan 0,47% etanol

    (Sari dkk., 2010). Ampas sagu yang mengandung selulosa sebesar 19,55% dan gula

    pentosa 11,70%, difermentasikan oleh Idral dkk (2012) dengan konsentrasi S.cerevisiae

    10 % pada pH 5,5 selama 4 hari pada suhu 250C dan diaduk dengan kecepatan 180 rpm

    akan menghasilkan etanol sebesar 7,69%. Bahan lignoselulosa lainnya yang dapat

    digunakan adalah serbuk kayu gmelina yang mengandung 85,96% selulosa, 8,96%

    hemiselulosa dan 2,07% lignin. Dari 200 g serbuk kayu yang difermentasikan dengan

    10% S.cerevisiae, dihasilkan 4,60% etanol (Daud dkk., 2012).

      

  • 9  

    BAHAN DAN METODA

    Bahan dan Piranti

    Bahan :

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit bawang putih diperoleh

    dari pabrik kacang di Pati, ragi tape dan ragi roti dari pasar Salatiga, dan molase.

    Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH (PA, E-Merck, Germany) , HCl (PA,

    E-Merck, Germany), NB, dan reagensia DNSA.

    Piranti :

    Piranti yang digunakan antara lain peralatan refluks, 1 set peralatan gelasPyrex,

    drying cabinet, autoclaveTOMY SS-240, inkubatorAutonics TC45, magneticstirrer,

    spektrofotometer Optizen 2120 UV-Vis, 1 set peralatan distilasi, dan alkoholmeter.

    Metoda

    Delignifikasi dan Hidrolisis (Sukumaran et al., 2009 yang dimodifikasi )

    Serbuk kulit bawang putih didelignifikasi dengan NaOH 15% (1:10) (b/v) dalam

    autoclave 1210C selama 15 menit kemudian dibilas sampai pH netral lalu dikeringkan

    dalam drying cabinet 500C selama 24 jam. Serbuk kulit bawang hasil proses

    delignifikasi lalu dihidrolisis dengan HCl 4N (1:10) (b/v) dalam refluks 1000C selama

    120 menit.

    Fermentasi (Arnata dan Anggreni, 2013 yang dimodifikasi)

    Hasil hidrolisis dinetralkan sampai pH 4,7 lalu ditambah molase dan akuades

    dengan perbandingan substrat:molase:akuades (6:2:2). Selanjutnya larutan difermentasi

    dengan berbagai variasi nisbah ragi tape : ragi roti (% v/v) 7,5:7,5 ; 10:5 ; 15:5 ; dan

    20;5. Penambahan ragi tape dilakukan terlebih dahulu pada 24 jam pertama dilanjutkan

      

  • 10  

    dengan ragi roti sampai 72 jam. Semua nisbah diberi perlakuan pengadukan dan tanpa

    pengadukan

    Destilasi

    Larutan hasil fermentasi didestilasi untuk memperoleh larutan etanol yang lebih

    murni dan kadar etanol diukur dengan alkoholmeter.

    Analisa Data

    Data fermentasi bioetanol kulit bawang putih dianalisis dengan menggunakan

    Rancangan Perlakuan Faktorial (4x2) dan Rancangan Dasar Rancangan Acak

    Kelompok (RAK) dengan 4 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah nisbah ragi

    tape dan ragi roti yaitu (% v/v) (7,5:7,5), (10:5), (15:5), dan (20:5). Sedangkan sebagai

    faktor kedua adalah tanpa pengadukan dan dengan pengadukan. Sebagai kelompok

    adalah waktu analisis. Pengujian rataan antar perlakuan dilakukan dengan uji Beda

    Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan Torrie, 1989)

      

  • 11  

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kadar Bioetanol Ditinjau dari Interaksi Antara Nisbah dan Pengadukan

    Purata kadar bioetanol dalam ( % ± SE ) hasil interaksi antar berbagai nisbah ko-kultur

    ragi dan pengadukan berkisar antara 4,19± 0,16 % sampai 7,43± 0,07 % (Tabel 1 dan

    Lampiran 1).

    Tabel 1. Rataan Kadar Bioetanol ( %±SE ) Ditinjau dari Interaksi Antara Nisbah Ragi dan Pengadukan

    Pengadukan Ragi Tape : Ragi Roti (%) 7,5 : 7,5 10 : 5 15 : 5 20 : 5

    Tanpa diaduk W= 0,20

    4,49± 0,12 (a) (b)

    5,30± 0,17 (a) (c)

    6,36± 0,09 (a) (d)

    4,19± 0,16 (a) (a)

    Diaduk W= 0,20

    5,05± 0,07 (b) (a)

    W= 0,15

    6,14± 0,17 (b) (b)

    W= 0,15

    7,43± 0,07 (b) (c)

    W= 0,15

    5,19± 0,05 (b) (a)

    W= 0,15 Keterangan : *W = BNJ 5% *Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur

    yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna sebaliknya angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2 dan Tabel 3.

    Dari Tabel 1terlihat bahwa kadar bioetanol kulit bawang putih sebesar7,43± 0,07

    %pada nisbah ragi tape 15% : ragi roti 5% dengan pengadukan sedangkan tanpa

    pengadukan sebesar6,36± 0,09 %.Peningkatan konsentrasi ragi tape meningkatkankadar

    etanol dan penambahan ragi roti tidak berpengaruh terhadap kadar etanol. Nilai ini lebih

    rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang menggunakan bahan dasar ubi kayu,

    dengan nisbah ragi tape 5% dan ragi roti 5% menghasilkan etanol dengan kadar 11%

    (Arnata dan Anggreni, 2013). Selanjutnya juga terlihat bahwa pengadukan

    meningkatkan kadar etanol sebesar 7,43± 0,07 % yang lebih tinggi daripada tanpa

    pengadukan. Nilai ini lebih rendah jika daripada penelitian Idral dkk. (2012) dengan

    bahan dasar ampas sagu dengan pengadukan 180 rpm yang menghasilkan etanol

    berkadar 7,69%.

      

  • 12  

    Adanya pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dan substrat, menjaga

    agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah dan meratakan temperatur sehingga

    ragi dapat bekerja lebih optimal(Kurniawan dkk., 2011). Kadar bioetanol pada nisbah

    ragi tape 15% : ragi roti 5% yang tinggi didukung oleh kadar sisa gula reduksi yang

    lebih rendah daripada nisbah lainnya (Tabel 2 dan Lampiran 2).

    Tabel 2. Rataan Sisa Gula Reduksi ( g/L ±SE ) Ditinjau dari Interaksi Antara Nisbah Ragi dan Pengadukan

    Pengadukan Ragi Tape : Ragi Roti (%) 7,5 : 7,5 10 : 5 15 : 5 20 : 5 Tanpa diaduk

    W= 1,60 20,83±1,66(a)

    (c) 14,97±1,17(a)

    (b) 12,12±1,10(a)

    (a) 10,97±0,58(a)

    (a) Diaduk

    W= 1,60 16,15±0,79(b)

    (c) W= 1,20

    13,81±0,83(a) (b)

    W= 1,20

    10,37±0,66(a) (a)

    W= 1,20

    9,60±0,69(b) (a)

    W= 1,20

    DariTabel 2 terlihat bahwa sisa gula reduksi terendah terjadi pada nisbah ragi tape

    15% : ragi roti 5% dengan pengadukan sebesar 11,37±0,66 g/L dan tanpa pengadukan

    sebesar 12,12±1,10 g/L. Semakin rendah konsentrasi sisa gula reduksi maka semakin

    tinggi pula gula yang digunakan dalam proses fermentasi sehingga kadar bioetanol

    semakin tinggi.

    YieldBioetanolDitinjau dari Interaksi Antara Nisbah dan Pengadukan

    Purata hasil (yield) bioetanol (% ± SE) hasil interaksi antar berbagai nisbah ko-

    kultur ragi dan pengadukan berkisar antara 11,97±0,47 % sampai 21,38 ± 0,23%(Tabel

    3 dan Lampiran 3).

      

  • 13  

    Tabel 3.RataanYield Bioetanol ( % ±SE ) Ditinjau dari Interaksi AntaraNisbah Ragidan Pengadukan

    Pengadukan Nisbah Ragi Tape : Ragi Roti (%) 7,5 : 7,5 10 : 5 15 : 5 20 : 5 Tanpa diaduk

    W = 0,68 12,96± 0,35(a)

    (b) 15,47± 0,73(a)

    (c) 18,58± 0,49(a)

    (d) 11,97± 0,47(a)

    (a) Diaduk

    W = 0,68 14,42± 0,20(b)

    (a) W= 0,51

    17,67± 0,43(b) (b)

    W= 0,51

    21,38± 0,23(b) (c)

    W= 0,51

    15,05± 0,34(b) (a)

    W= 0,51

    Dari Tabel 3terlihat bahwa hasil (yield) bioetanol antar nisbah akan meningkat

    sejalan dengan penambahan ragi tape sampai 15% baik tanpa diaduk maupun diaduk,

    kemudian menurun pada penambahan ragi tape 20%. Selanjutnya jika ditelaah dari

    setiap nisbah maka hasil (yield)bioetanol lebih tinggi dengan pengadukan daripada

    tanpa diaduk. Hasil (yield) bioetanol tertinggi 21,38± 0,23% diperoleh pada nisbah ragi

    tape 15% : ragi roti 5% dengan pengadukan. Hasil (yield) bioetanol terkait dengan

    banyaknya sisa gula reduksi setelah proses fermentasi. Hal yang sama terjadi seperti

    halnya kadarbioetanol dimana penurunan hasil (yield)bioetanol dengan ragi tape lebih

    dari 15% terkait dengan ketersediaan glukosa yang difermentasi sudah tidak lagi

    mencukupi untuk dikonversi menjadi etanol.

    Hasil bioetanol yang diperoleh selanjutnya diuji apakah memenuhi SNI 7390:2012

    tentang bioetanol terdenaturasi untuk gasohol (Tabel 4).

    Tabel 4.Kesesuaian Hasil Bioetanol dengan Parameter SNI 7390:2012 mengenai Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol

    Parameter Uji Satuan Min/Maks PersyaratanBioetanol

    Uji Status

    Kadar tembaga (Cu) ppm, maks 0,1 0 M Keasaman sebagai asam asetat mg/kg, maks 30 28,50± 2,04 M Kadar ion klorida ppm, maks 20 8,00± 0,96 M Kandungan belerang (S) ppm, maks 50 9,50± 0,68 M Keterangan : M = Memenuhi

    Dari Tabel 4 terlihat bahwa bioetanol kulit bawang putih telah memenuhi

    parameter SNI 7390 : 2012 tentang bioetanol terdenaturasi untuk gasohol.

      

  • 14  

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

    1) Hasil (yield) bioetanol kulit bawang putih = 21,38± 0,23% dengan kadar bioetanol

    7,43± 0,07%diperoleh pada nisbah ragi tape 15% : ragi roti 5% dengan

    pengadukan, dan hasil bioetanol ini lebih tinggi dari pada tanpa pengadukan yaitu

    18,58 ± 0,49%, dengan kadar 6,36 ± 0,09 %.

    2) Hasil bioetanol kulit bawang putih telah memenuhi SNI.

    SARAN

    Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya proses fermentasi dilakukan dengan kultur

    biakan murni.

      

  • 15  

    DAFTAR PUSTAKA Anindyawati, Trisanti. 2009. Prospek Enzim Dan Limbah Lignoselulosa Untuk

    Produksi Bioetanol. BS, Vol. 44, No.1: 49-56 Anonim. 2006. Khasiat dan Pengelolaan Bawang (Teori dan Praktek).

    UNIMAS:ebookpangan. Anonim. 2013. Pemanfaatan Limbah Bonggol Pisang Sebagai Bahan Baku Pembuatan

    Bioetanol Sebagai Alternatif Energi Terbarukan. UNY: Yogyakarta Anwar, N., A. Widjaja dan S. Winardi. 2010. Peningkatan Unjuk Kerja Hidrolisis

    Enzimatik Jerami Padi Menggunakan Campuran Selulase Kasar dan Trichoderma reesei dan Aspergillus niger. Mara Sains 14(2) : ITS

    Arnata, I Wayan., Dwi S., and Richana N., 2009. Bioprocess Technology to Produce Bioethanol from Cassava by Co-Culture Trichoderma viride, Aspergillus niger and Saccharomyces . Prossiding. International Conference on Biotechnology for Sustainable Future.

    Arnata, I Wayan., dan A.A.M. Dewi Anggreni., 2013. Rekayasa Bioproses Produksi Bioetanol Dari Ubi Kayu Dengan Teknik Ko-Kultur Ragi Tape Dan Saccharomyces . AGROINTEK Volume 7, No.1

    Badan Standarisasi Nasional. 2012. SNI 7390:2012 tentang Bioetanol Terdenaturasi untuk Gasohol.

    BPS.2014. Tabel Output Dinamis. http://www.bps.go.id/ Diakses pada 30 Juni 2015 pukul

    20.00 WIB Daud, Muhhamad., Wasrin Safii., dan Khaswar Syamsu., 2012. Biokonversi Bahan

    Berlignoselulosa Menjadi Bioetanol Menggunakan Aspergillus Niger dan Saccharomyces cereviciae. Bogor: Jurnal Perennial

    Demates, L., 2014. Apa Perbedaan Biofuel, Bioetanol, Biodiesel dan Biogas? (berita dari bioenerginusantara.com/apa-perbedaan-biofuel-bioetanol-biodiesel-dan-biogas/ diakses 5 agustus 2015 pukul 19.57)

    Dewan Energi Nasional, 2014. Outlook Energi Indonesia. Jakarta: Dewan Energi Nasional

    Fatma, H.Abd El-Zaher., dan Fadel M., 2010. Production of Bioethanol Via Enzymatic Saccharification of Rice Straw by Cellulase Produced by Trichoderma reseei Under Solid State Fermentation. New York: New York Science Journal

    Idral, Daniel De., Marniati Salim., dan Elida Mardiah., 2012. Pembuatan Bioetanol Dari Ampas Sagu Dengan Proses Hidrolisis Asam Dan Menggunakan Saccharomyces . Jurnal Kimia Unand, Volume 1 Nomor 1

    Kardono., dan L.Broto.S., 2010. Teknologi Pembuatan Etanol Berbasis Lignoselulosa Tumbuhan Tropis untuk Produksi Biogasoline. LIPI

    Kodri., Bambang Dwi Argo., dan Rini Yulianingsih., 2010. Pemanfaatan Enzim Selulase dari Tricoderma Reseei dan Aspergillus Niger sebagai Katalisor Hidrolisis Enzimatik Jerami Padi dengan Pretreatment Microwave. LIPI

    Kurniawan, S., Juhanda, S., Syamsudin, R., & Lukman, M.A. 2011. Pengaruh Jenis dan Kecepatan Pengaduk pada Fermentasi Etanol Secara Sinambung dalam Bioreaktor Tangki Berpengaduk Sel Tertambat. Prosiding Sumber Daya Alam Indonesia: Peranan Pendidikan dan Teknologi Kimia dalam Pemanfaatannya Secara Berkelanjutan. Bandung, 10 November 2011. 102-108

    Ma’arif, R., 2012. Pengelolahan Bawang Putih dan Bawang Merah Sebagai Industri Kerajinan Kreatif. Amikom

      

    http://www.bps.go.id/

  • 16  

      

    Meyers, Michele., 2006. Garlic Guide. America: The Herb Society of America Novia., Astriana Windarti., dan Rosmawati., 2014. Pembuatan Bioetanol Dari Jerami

    Padi Dengan Metode Ozonolisis – Simultaneous Saccharification And Fermentation (SSF). Palembang: Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol. 20, Page 38-48

    Park, Enoch Y., Kazuya Naruse., Tatsuya Kato., 2012. One-pot Bioethanol Production From Cellulose by Co-Culture of Acremonium Cellulolyticus and Saccharomyces . Biotechnology for Biofuels 5:64: Japan

    Perpres, 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Jakarta: Deputi Sekretaris Kabinet Indonesia

    Rakhmadani, Hijri Agista., Endro Sutrisno., Badrus Zaman., 2013. Studi Pemanfaatan Limbah Makanan Sebagai Bahan Penghasil Etanol untuk Biofuel Melalui Proses Hidrolisis pada Kecepatan Pengadukan dan Waktu Fermentasi yang Berbeda. UNDIP:Semarang

    Retnoningtyas, Ery Susiany., Antaresti., dan Aylianawati., 2013. Aplikasi Crude Enzim Selulase Dari Tongkol Jagung (Zea mays L) Pada Produksi Etanol Dengan Metode Simultaneous Saccharification And Fermentation (SSF). Reaktor, Vol. 14 No.4, Hal 272-276

    Sari, Rodiah Nurbaya., Sugiyono., Luthfi Assadad., 2013. Optimasi Waktu Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Dalam Produksi Bioetanol Dari Limbah Pengolahan Agar (Gracilaria sp.) Industri. JPB Perikanan Vol.8 No.2: 133-142

    Simanjuntak, R., 2009. Studi Pembuatan Etanol dari Limbah Gula (Molase). Sumatera: USU Repository Sugave, Dattaram. 2014. Characterization of Garlic Skin And Its Evaluation As Biomaterial. National Institute of Technology Rourkela

    Sukumaran, R.K., R.R. Singhania, G.M. Mathew, and A. Pandey. 2009. Cellulase Production Using Biomass Feed Stock and its Application in Lignocellulose Saccharification for Bioethanol Production. Renewable Energy 34 (2) : 421-424.

    Steel, R.G.D dan J.H. Torrie, 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia, Jakarta

    Swain, Manas Ranjan., Jyoti Mishra., Hrudayanath Thatoi., 2013. Bioethanol Production from Sweet Potato (Ipomea batatas L.) Flour using Co-Culture of Trichoderma sp. And Saccharomyces in Solid-State Fermentation. An International Journal of Brazilian Archives of Biology and Technology Vol.56, n.2:pp.171-179.

    Tunggal, 2012. Bioetanol Generasi Kedua. http://nasional.kompas.com/read/2012/04/27/03381941/Bioetanol.Generasi.Kedua. Diakses 11 Agustus 2015 pukul 13.03 WIB

    Yonas, M. Ikbal, I. Isa, dan H. Iyabu. 2013. Pembuatan Bioetanol Berbasis Sampah Organik Batang Jagung. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

    Zely, F.D., 2014. Pengaruh Waktu dan Kadar Saccharomyces Terhadap Produksi Etanol dari Serabut Kelapa Pada Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan Dengan Enzim Selulase. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

    http://nasional.kompas.com/read/2012/04/27/03381941/Bioetanol.Generasi.Keduahttp://nasional.kompas.com/read/2012/04/27/03381941/Bioetanol.Generasi.Kedua