Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
OPTIMASI LAMA FERMENTASI TEMPE SEBAGAI UPAYA
PEROLEHAN ISOFLAVON GENISTEIN
OPTIMIZATION OF TEMPEH FERMENTATION LENGTH
TO OBTAIN ISOFLAVON GENISTEIN
Oleh,
Rode Sukma Lewidharti
NIM: 652011006
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
1
1
1
1
OPTIMASI LAMA FERMENTASI TEMPE SEBAGAI UPAYA
PEROLEHAN ISOFLAVON GENISTEIN
OPTIMIZATION OF TEMPEH FERMENTATION LENGTH
TO OBTAIN ISOFLAVON GENISTEIN
Rode Sukma Lewidharti*, Hartati Soetjipto
**, dan Silvia Andini
**
*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRACT
The aims of this research were to measure the amount of genistein and to determine
an appropriate time to produce the most optimal genistein. The observation of genistein
concentration started from the 0-day of tempeh production until the 9th
day of
fermentation. Genistein was gained through maceration, and was analyzed by using
Reserved Phase-High Performance Liquid Cromatography (RP-HPLC). The data from
the extraction was analyzed by non linier regression using the 20th
version of SPSS and
genistein data which was analyzed in graphic. The result showed that the genistein
concentration was unstable during the fermentation process and the highest amount of
genistein concentration was 324,27± 8,48 μg/g gained in 9 days.
Keywords: Fermentation, Genistein, RP-HPLC, Soybean, Tempeh
2
PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu jenis penyakit ganas yang ada di sekitar kita.
Berdasarkan Data Global Burden Cancer tahun 2012 dalam Depkes (2014), jumlah
kasus kanker yang ditemukan hanya pada anak-anak dan dewasa mencapai 14,1 juta
kasus dengan 8,2 juta kematian. Data ini menunjukkan adanya peningkatan jika
dibandingkan dengan data tahun 2008, dengan 12,7 juta kasus baru dengan 7,6 juta
kematian. Selama ini penyakit kanker merupakan salah satu penyakit yang sangat
ditakuti oleh semua orang karena selain mematikan juga membutuhkan biaya
pengobatan yang sangat besar sehingga banyak orang yang tidak mampu menyelesaikan
pengobatan karena faktor biaya. Telah banyak dilakukan penelitian untuk
mengembangkan pengobatan kanker, salah satu bahan alam yang berpotensi sebagai
anti kanker adalah isoflavon yang banyak ditemukan dalam kedelai.
Menurut Winarsi (2005), isoflavon kedelai berfungsi sebagai pencegah kanker
(chemoprevention) dan penghambat kanker (cancer inhibition). Di dalam 1 gram
protein kedelai, mengandung 3,5 mg isoflavon. Lebih lanjut Winarni (2005),
menjelaskan kandungan isoflavon tertinggi terdapat pada produk kedelai yang
difermentasi seperti tempe. Isoflavon dalam kedelai terdiri dari genistein (60%) dan
daidzein (30%) dan sejumlah kecil glisitein (10%) (Lee et al., 2011). Menurut
Muchtaromah (2010), mekanisme kerja dari genistein yang menginduksi apoptosis sel
dan menghambat proliferasi sel mengindikasikan genistein sebagai agen kemopreventif.
Genistein merupakan isoflavon utama yang terdapat pada kedelai yang kemudian
mengalami peningkatan jumlahnya ketika telah menjadi tempe (Istiani, 2010). Tempe
merupakan produk olahan kedelai yang difermentasi yang mengandung aglikon tinggi
(Yaakob et al., 2011). Menurut data USDA (2008), kadar genistein pada kedelai 18,77
mg/100g sedangkan kadar genistein pada tempe 36,15 mg/100g.
Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun proses non-
fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses
hidrolisis, sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon.
Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein dan daidzein (Pawiroharsono,
2001).
Gambaran umum yang menunjukkan bahwa isoflavon berfungsi sebagai
antikanker adalah suatu realita bahwa di negara-negara ASEAN dan Jepang yang
3
konsumsi kedelainya relatif tinggi memiliki pasien penyakit kanker payudara, kanker
prostat, dan uterus lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, misalnya Amerika
dan Australia (Muchtaromah, 2010). Selama ini tempe kedelai yang dikonsumsi oleh
masyarakat adalah tempe hasil fermentasi kedelai selama 36 – 48 jam (Istiani, 2010).
Lama waktu fermentasi ke 48 jam merupakan lama waktu fermentasi kedelai untuk
menghasilkan tempe yang paling optimum dari sisi cita rasa untuk dikonsumsi.
Sedangkan tempe kadaluarsa atau lewat fermentasi atau dikenal sebagai tempe busuk
merupakan tempe yang dianggap sudah tidak layak dimakan. Tempe dikatakan busuk
ketika lama fermentasi lebih dari 2-3 hari (Istiani, 2010). Siswani (2008) menduga
bahwa tempe busuk memiliki kandungan genistein yang lebih tinggi.
Tujuan
1. Menentukan kandungan genistein dalam tempe hasil fermentasi 0-9 hari.
2. Menentukan waktu fermentasi tempe yang tepat yang menghasilkan genistein
paling tinggi.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 di
Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga.
Bahan dan Piranti
Sampel tempe diambil dari sebuah pengrajin tempe “X” di Domas, Salatiga, Jawa
Tengah. Senyawa standar yang digunakan adalah genistein (Sigma Chemical Co,
Amerika Serikat).
Bahan kimia yang digunakan antara lain metanol (teknis), kloroform (pro analysis,
Merck, Jerman), dan n-heksana (teknis). Untuk plat Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
digunakan plat silika gel 60 F254, Merck, Jerman. Piranti yang digunakan antara lain
neraca analitis 4 digit (Mettler H 80), neraca analitis 2 digit (Ohaus TAJ602), blender
(Philips HR-2108), moisture analyzer (Ohaus MB 25), rotary evaporator (Buchi
R0114), drying cabinet (Bengkel Rekayasa Wandi) dan High Performance Liquid
4
Chromatography (HPLC) (Knauer Smartline 5000, Smartline pump 1000, Smartline
UV Detector 2500).
Pembuatan Tempe (dilakukan wawancara dengan Pemilik Pabrik Tempe “X”)
Kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe merupakan kedelai import dari
Amerika Serikat. Kedelai kemudian direndam selama satu malam lalu direbus dan
ditiriskan. Setelah itu diberi ragi yang berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dan dibungkus menggunakan plastik. Penyimpanan yang dilakukan di
tempat penyimpanan tempe kedelai milik pabrik tempe kedelai “X”.
Preparasi Sampel
Sampel tempe yang digunakan dari fermentasi hari ke- 0, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9
masing- masing dipotong tipis- tipis dan dikeringkan dengan drying cabinet pada suhu
50ºC selama 2 hari, kemudian dihaluskan menggunakan grinder.
Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan memasukkan secara teliti kurang lebih 1 g
sampel ke dalam moisture analyzer.
Ekstraksi Isoflavon (Purwoko, 2004, yang dimodifikasi)
Sebanyak 50 g tempe kering dimaserasi dalam metanol-80% selama 9 jam. Setelah
disaring, filtrat dievaporasi sampai kering. Ekstrak dilarutkan dalam 50 mL campuran
metanol-50% dan heksana (1:2, v/v) untuk menghilangkan lemak secara partisi. Hasil
separasi ekstrak fraksi polar dilarutkan dalam campuran metanol dan kloroform (1:1)
kemudian dilakukan pemisahan kembali. Fraksi kloroform dievaporasi menghasilkan
ekstrak kasar isoflavon.
Identifikasi Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Hessler et al., 1997,
yang dimodifikasi)
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan menggunakan fase
diam plat silika gel 60 F254 dan fase gerak berupa campuran kloroform: metanol (5:1
v/v); (10:1 v/v); (20:1 v/v). Pengamatan dilakukan di bawah sinar ultra violet dengan
5
panjang gelombang 254 nm. Nilai Rf sampel diukur, kemudian dibandingkan dengan
nilai Rf senyawa standar genistein.
Identifikasi Isoflavon Menggunakan High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) (Cesar, 2006, yang dimodifikasi)
Identifikasi isoflavon dengan menggunakan metode HPLC dilakukan dengan
pengkondisian instrumen HPLC dan pembuatan larutan sampel. Larutan sampel dibuat
dengan mengambil 0,1 g ekstrak lalu dilarutkan dalam metanol 5 mL. Setelah larutan
disentrifuge, kemudian disaring dan diambil 20 μL dengan alat injeksi. Kemudian
sampel diinjeksikan ke dalam HPLC setelah pengkondisian HPLC selesai.
Kromatogram HPLC dianalisis dengan menggunakan pembanding kromatogram
isoflavon genistein standar.
Kondisi Operasional Instrumentasi
Fase diam : Euroshper RP C-18 (150 × 4,6 mm i.d., 5μm),
Knauer GmBH-Jerman
Fase gerak : Campuran metanol : asam asetat 0,1 N dengan
perbandingan 48 :52 (v/v)
Kecepatanalir : 1,2 mL/min
Volume injeksi (loop) : 20μL
Detektor : UV 254 nm
Analisis kuantitatif genistein dilakukan dengan menghitung luas area
kromatogram. Konsentrasi genistein dalam tempe dapat diketahui dengan menghitung
persamaan garis dari kurva standar genistein antara luas kromatogram terhadap
konsentrasi genistein.
Analisis Data
Data rendemen dianalisis menggunakan regresi non linier SPSS versi 20 dan
konsentrasi genistein dianalis secara grafik.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Isoflavon
Ekstraksi isoflavon dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol-
air. Metanol merupakan salah satu pelarut yang sesuai untuk mengisolasi senyawa-
senyawa organik polar. Ekstrak yang diperoleh pada berbagai waktu fermentasi
memiliki warna yang berbeda. Tempe hari ke- 0 diperoleh ekstrak berwarna coklat,
kemudian waktu awal fermentasi diperoleh ekstrak pekat berwarna kuning muda.
Semakin lama waktu fermentasi, intensitas warna kuning semakin meningkat sampai
ekstrak berwarna merah kecoklatan. Filtrat hasil maserasi diekstrak dengan heksana,
untuk membebaskan senyawa- senyawa non polar yang ada dalam filtrat, seperti asam
lemak, lemak dan minyak (Kusumaningsih, 2006).
Hasil Identifikasi Genistein dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Hasil KLT standar genistein pada masing-masing fase gerak disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Harga Rf Genistein Standar
Genistein
Standar
Pelarut CHCl3 : CH3OH (v/v)
5:1 10:1 20:1
Rf 0,12 0,43 0,58
Tabel 1 menampilkan nilai Rf standar genistein dengan berbagai fase gerak dan
dibandingkan dengan nilai Rf sampel ekstrak tempe untuk membuktikan bahwa noda
yang muncul adalah genistein seperti pada Gambar 1.
7
(5:1)
(5:1) (10:1) (20:1)
Gambar 1. Hasil Analisis Kromatografi Lapis Tipis Perbandingan Standar Genistein dengan
Ekstrak Isoflavon Tempe
keterangan :
fase gerak : CHCl3 : CH3OH (v/v)
fase diam : plat silika gel
1 : genistein standar
2 : ekstrak isoflavon tempe
Gambar 1 menunjukkan bahwa campuran kloroform:metanol = 10:1 (v/v)
memberikan hasil pemisahan yang relatif lebih baik. Pada campuran kloroform: metanol
= 5:1 ekstrak isoflavon tempe tidak mengalami pemisahan sedangkan pada campuran
kloroform:metanol = 20:1 pemisahannya kurang baik. Genistein yang bersifat kurang
polar larut pada kloroform sehingga dengan perbandingan kloroform:metanol 10:1
dapat mewakili eluen terbaik untuk memisahkan genistein. Fase gerak yang baik yaitu
bisa memisahkan senyawa yang ditandai dengan munculnya noda. Noda yang muncul
tidak berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas (Harborne, 1987).
Namun untuk analisis lebih lanjut pada KLT preparatif sebaiknya lebih
mengoptimalkan pemisahan senyawa isoflavanoid karena masih terdapat tailing. Tailing
dapat disebabkan karena sampel yang terlalu pekat. Pada penelitian ini hanya dilihat
genistein yang ada pada sampel terpisah saat proses KLT. Hal ini menimbulkan asumsi
bahwa dalam tempe mengandung genistein dan dapat dianalis lebih lanjut menggunakan
HPLC sehingga dapat diketahui nilai kuantitatifnya.
8
Tabel 2. KLT ekstrak isoflavon tempe antar berbagai waktu fermentasi dengan fase
gerak kloroform: metanol = 10 : 1 (v/v)
Sampel Hari
Ke-
Rf Genistein
0 0,43
2 0,41
3 0,40
4 0,41
5 0,41
6 0,43
7 0,44
8 0,45
9 0,44
Adanya noda yang mempunyai harga Rf relatif sama dengan harga Rf standar
genistein merupakan indikasi adanya genistein pada tempe hasil fermentasi hari ke- 0
sampai ke- 9.
Hasil Analisis Genistein dengan (High Performance Liquid Chromatography)
HPLC
Analisis dengan HPLC bertujuan untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa isoflavon
dalam sampel tempe pada berbagai waktu fermentasi. Seperti metode kromatografi yang
lain, analisis HPLC dilakukan dengan membandingkan waktu retensi dari masing-
masing sampel dengan waktu retensi dari senyawa isoflavon standar. Adanya puncak-
puncak yang memiliki waktu retensi relatif sama dengan standar senyawa isoflavon
genistein menunjukkan bahwa dalam sampel tersebut terdapat kandungan isoflavon
genistein.
9
Gambar 2.Profil Kromatogram genistein(9) (tR 29,25 min) ekstrak tempe hari ke-9
Keterangan :
Parameter KCKT :
Fase diam : Eurosphere RP C-18 (150 × 4,6 mm,
5μm),Knauer GmBH-Jerman
Fase gerak : Campuran metanol : asamasetat0,1 N
denganperbandingan 44 : 52 (v : v)
Kecepatan alir : 1,2 mL/min
Volume injeksi (loop) : 20μL
Detektor : UV 254 nm
Kromatogram HPLC ekstrak isoflavon tempe fermentasi 9 hari disajikan pada
Gambar 2. Genistein muncul di waktu retensi 29,25 menit berdasarkan kromatogram
standar genistein. Sedangkan beberapa peak yang muncul di menit- menit pertama
diduga merupakan isoflavonoid glikosida.
Ekstrak isoflavon tempe dari hasil fermentasi pada hari ke 0-9 dan konsentrasi genistein
disajikan pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Rendemen Isoflavon Tempe Selama Waktu Fermentasi Tempe 0-9 hari
dan Konsentrasi Genistein
Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi rendemen yang
dihasilkan berbeda dan bersifat fluktuatif dengan mengikuti persamaan
dan = 0.54. Isoflavon dapat dipisahkan dari protein,
dengan cara diekstraksi menggunakan alkohol, maka proteinnya akan terdenaturasi,
sehingga sejumlah isoflavon dapat terbebas dari protein (Winarsi, 2005). Hasil yang
berfluktuatif diduga karena masih ada isoflavon yang terikat dengan protein.
Dari rendemen dan konsentrasi genistein terlihat bahwa ketika persentase
rendemen yang didapatkan menurun maka menghasilkan genistein yang tinggi. Namun
sempat pada hari ke- 4 persentase rendemen mengalami kenaikan dari hari sebelumnya
dan menghasilkan genistein tinggi. Pada hari ke- 7 dan ke- 9 persentase rendemen turun
sedangkan genisteinnya tinggi. Untuk lebih jelas konsentrasi genistein yang
berfluktuatif ditampilkan pada Gambar 3.
Hari ke- % Rendemen
(b/b)
Konsentrasi Genistein
(μg/g tempe)
0 14,41 93,70
2 19,57 41,12
3 25,82 61,27
4 30,31 216,23
5 17,28 5,40
6 51,23 80,26
7 24,79 259.34
8 32,56 114,14
9 16,67 324,27
11
Gambar 3. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Terhadap Konsentrasi Genistein
Gambar 3 menampilkan hasil identifikasi genistein dengan HPLC yang
menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, jumlah genistein yang dihasilkan
bersifat fluktuatif. Diawali dengan tempe hari ke-0 yang masih berupa kedelai dan
memiliki konsentrasi genistein sebesar 93,70 μg/g dan pada hari ke- 2 mengalami
penurunan menjadi 41,12 μg/g. Lalu pada hari ke- 3 dan ke- 4 mengalami kenaikan
menjadi 61,27 μg/g dan 216,23 μg/g secara berurutan. Namun pada hari ke- 5 terjadi
penurunan yang cukup drastis menjadi 5,40 μg/g. Namun demikian pada hari ke- 6 dan
ke- 7 kembali mengalami kenaikan menjadi 80,26 μg/g dan 259,34 μg/g. Pada hari ke- 8
genistein menurun sampai 114,14 μg/g sedangkan pada hari ke- 9 kembali mengalami
kenaikan menjadi 324,27μg/g. Pengamatan dihentikan pada hari ke- 9 karena pada hari
ke-10 tempe sudah 100% rusak dan busuk.
Kusumaningsih (2006), melaporkan bahwa kandungan genistein pada tempe
dengan lama waktu fermentasi 1- 4 hari, bersifat fluktuatif. Pada tempe hari ke- 1 dan
ke- 2 mengalami penurunan, di hari ke- 3 mengalami kenaikan namun pada hari ke- 4
turun kembali. Konsentrasi genistein tertinggi diperoleh pada hari ke- 3 yaitu 3,480
μg/g.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Kusumaningsih (2006), penelitian ini
menghasilkan genistein jauh lebih tinggi yaitu 61,27 μg/g pada hari ke 3 dan 324,27
μg/g pada hari ke 9. Perbedaan ini diduga disebabkan karena perbedaan varietas kedelai
yang digunakan. Nakajima et al., (2005) melaporkan bahwa kandungan isoflavon pada
kacang- kacangan dipengaruhi oleh varietas, waktu panen dan lokasi.
12
Genistin yang terdapat pada kedelai dapat dihidrolis isoleh ß-glukosidase menjadi
genistein (5,7,4’- trihidroksi isoflavon) dan glukosa (Garlock, 2000). Fermentasi tempe
meningkatkan kandungan genistein melalui hidrolisis β-glukosidase (Iswandari,2006).
Enzim -glukosidase menjadi aktif dan membantu perubahan isoflavon terikat
(glukosida) menjadi isoflavon tidak terikat (aglikon) (Tagliaferri, 2007) seperti yang
disajikan pada Gambar 4.
Gambar4. Reaksi Hidrolisis Glukosida Isoflavon menjadi Aglikon Isoflavon (Istiani, 2010)
Genistin merupakan suatu glikosida sedangkan genistein adalah bentuk aglikonnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Nakajima et al., (2005) melaporkan genistein yang ada
di tempe selama 24 jam fermentasi sebesar 32 g/ 100 g sedangkan genistin sebesar 21
g/100 g. Isoflavon yang dominan pada kedelai terdapat dalam bentuk glikosida,
sedangkan yang dominan pada produk kedelai yang mengalami fermentasi adalah
aglikon(Coward et al., 1993 dalam Istiani, 2010).
Produksi genistein yang tinggi terjadi pada fermentasi tempe hari ke 4, 7, dan 9.
Tampaknya terjadi fluktuasi yang nyata dimana genistein yang sudah terbentuk
kemudian mengalami penurunan. Naik turunnya konsentrasi genistein diduga karena
sifat genistein yang dapat mengalami transformasi membentuk senyawa baru yang
disebut faktor 2 (Pawiroharsono, 2001). Senyawa faktor-2 atau 6,7,4`trihidroksi
isoflavon hanya dijumpai pada kedelai yang difermentasi (Istiani, 2010). Faktor 2
adalah hasil biokonversi aglikon isoflavon selama proses fermentasi. Enzim yang
berperan dalam dalam proses biokonversi ini adalah enzim β-glukosidase. Mekanisme
terjadinya biokonversi daidzein dan genistein menjadi faktor 2 diduga diawali dari
konversi genistein menjadi daidzein, yang selanjutnya diikuti dengan konversi daidzein
menjadi faktor 2 (Gambar 5).
13
Pada umumnya jalur konversi isoflavonoid adalah dari bentuk glikosida menjadi
aglikon yang kemudian menjadi aglikon lainnya (Istiani, 2010). Oleh karena itu,
naiknya konsentrasi genistein di hari ke- 0hinggake-4 diduga karena konversi dari
glikon ke aglikon, sedangkan turunnya konsentrasi genistein pada hari ke- 5 diduga
karena terbentuknya isoflavon jenis lain. Namun genistein kemudian mengalami
kenaikan, hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Diduga dikarenakan mikroba
menghasilkan enzim yang bisa mengkonversi isoflavon lain menjadi genistein.
KESIMPULAN
1. Kandungan genistein dalam tempe hasil fermentasi 0- 9 hari berkisar dari 93,70
μg/g sampai 259,34 μg/g.
2. Pada fermentasi tempe hari ke- 4,7, dan 9 menghasilkan konsentrasi genistein
yang tinggi. Sedangkan konsentrasi genistein tertinggi pada hari ke9.
SARAN
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap isoflavon tempe hari ke- 4,7 dan 9
karena menghasilkan genistein paling tinggi.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk isoflavon lainnya seperti daidzein,
glisitein, dan faktor 2.
3. Perlu diteliti aktifitas antioksidan dan genistein dibandingkan faktor 2.
Gambar 5. Reaksi Biokonversi Daidzein dan Genistein menjadi Faktor-2
(Kusumaningsih, 2006).
Dehidroksilasi
enzimatis
Hidroksilasi enzimatis
14
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2014. Menkes Luncurkan Program Pengobatan Gratis Kanker Pada Anak Oleh
Tahir Foundation. (http://www.depkes.go.id/) [06 Oktober 2014].
Istiani, Y. 2010. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji Aktivitas
Antioksidan dari Ekstrak Etanol Tempe Berbahan Baku Koro Pedang
(Canavaliaensiformis). Tesis. Program Studi Biosains. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Garlock, T. 2000. The Effect of Various Acidic Solutions on the Concentration of
Genistein in Tempeh.Tesis.The Graduate College University of Wisconsin-Stout
Menomonie.
Harborne, 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Hessler, P., Larsen, P., Constantinou, 1997. Isolation of Isoflavones from Soy- Based
Fermentations of the Erythromycin- Producing Bacterium Saccharopolysspora
erythraea. Appl Microbiol Biotechnol, Vol. 47, pp. 398- 404.
Kusumaningsih, T., Retnos, S., Agustina, W. 2006. Profil Kandungan Daidzein dan
Genistein Pada Tempe Gembus Selama Proses Fermentasi. J.Alchemy, Vol.5, No
1, ISSN 1412-4092, pp.45-43.
Lee, J., H. Seung Kim., Y. Sang Song, 2011. Genistein As a Potential Anticancer
Agent Against Ovarian Cancer. Journal of Traditional and Complementary
Medicine, 2 (2), pp. 96-104.
Muchtaromah, B. 2010.BerbagaiManfaatIsoflavonBagiKesehatan. (http://blog.uin-
malang.ac.id/bayyinatul/2010/06/06/berbagai-manfaat-isoflavon-bagi-kesehatan-
bagian-1/) [16 September 2014].
Nakajima, N., Nobuyuki, N., Ishihara, K. 2005. Analysis of Isoflavone Content in
Tempeh, a Fermented Soybean, and Preparation of a New Isoflavone-Enriched
Tempeh. Journal Bioscience and Bioengineering, Vol. 100, No. 6, pp. 685–687.
Pawiroharsono, S. 2001. Prospek dan Manfaat Isoflavon Untuk Kesehatan. Direktorat
Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Purwoko, T. 2004. Kandungan Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil Fermentasi
Rhizopusmicrosporus var. oligosporus: Pengaruh Perendaman. BioSMART, 6(2),
15
pp. 85-87.
Rusin, A., Z. Krawcz., 2010. Synthetic derivatives of genistein, their properties and
possible applications.The Journal of the Polish Biochemical Societyand of the
Committee of Biochemistry and Biophysics, 57(1), pp. 23–34.
Siswani.E., S. Atun., S. Handayani, 2008.Pelatihan Teknologi Pembuatan Kecap dari
Tempe Busuk Sebagai Alternatif Bahan Antikanker. Program Pengabdian
Masyarakat. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
Tagliaferri. M., I. Cohen., D. Tripathy, 2007. KankerPayudara. Jakarta: PT. Indeks
USDA, 2008.USDA Database for the Isoflavone Content of Selected Foods.Nutrient
Data Laboratory. United States of America.
Winarsi, H. 2005. Isoflavon. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yaakob, H., R. Abd Malek., M. Misson., M.F. Abdul Jalil, 2011. Optimization of
Isoflavone Production from Fermented Soybean Using Response Surface
Methodology. Food Sci. Biotechnol, 20(6), pp. 1525-1531.
16
LAMPIRAN
I
MAKALAH SEMINAR I
SN-KPK VII 2015
UNS, SURAKARTA
18 APRIL 2015
17
Genistein merupakan fitoestrogen yang
berpotensi mengurangi resiko kanker [10].
Mengingat pentingnya senyawa
genistein bagi kesehatan manusia maka
18
ingin diketahui pada fermentasi hari ke
berapa diperoleh kandungan genistein
paling tinggi. Jadi penelitian ini bertujuan
untuk menentukan pola dinamika
konsentrasi genistein dalam proses
pembusukan tempe kedelai.
Mengingat pentingnya senyawa
genistein bagi kesehatan manusia maka
ingin diketahui pada fermentasi hari ke
berapa diperoleh kandungan genistein
paling tinggi. Jadi penelitian ini bertujuan
untuk menentukan pola dinamika
konsentrasi genistein dalam proses
pembusukan tempe kedelai.
METODE PENELITIAN
Bahan dan alat
Tempe yang digunakan berasal dari
pengrajin tempe di daerah Salatiga. Waktu
fermentasi yang diukur 0, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9 hari. Bahan kimiawi yang digunakan
adalah metanol, kloroform, n-heksan, dan
standar genistein (Sigma Chemical Co.)
Piranti yang digunakan antara lain
neraca analitis 4 digit (Mettler H 80, Mettler
Instrument Corp, USA), neraca analitis 2
digit (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA),
blender (Philips, Belanda), rotary
evaporator (Buchi R0114, Swiss), drying
cabinet dan HPLC (Knauer Smartline 5000,
Smartline pump 1000, Smartline UV
Detector 2500, Jerman).
Preparasi sampel
Tempe dipotong tipis- tipis dan
dikeringkan dengan drying cabinet pada
suhu 50ºC selama 2 hari, kemudian
dihaluskan menggunakan grinder.
Ekstraksi Isoflavon dengan Metode
Maserasi ([11], dimodifikasi)
Sebanyak 50 g tempe kering
dimaserasi dalam metanol-80% selama 9
jam. Setelah disaring, filtrat dievaporasi
sampai kering. Ekstrak dilarutkan dalam 50
ml campuran metanol-50% dan heksana
(1:2, v/v) untuk menghilangkan lemak
secara partisi. Hasil separasi ekstrak fraksi
polar dilarutkan dalam campuran metanol
dan kloroform (1:1) kemudian dilakukan
pemisahan kembali. Fraksi kloroform
dievaporasi menghasilkan ekstrak kasar
isoflavon.
Identifikasi Isoflavon ([12], dimodifikasi)
Identifikasi isoflavon dengan
menggunakan metode HPLC dilakukan
dengan pengkondisian instrumen HPLC
dan pembuatan larutan sampel. Larutan
sampel dibuat dengan mengambil 0.1 g
ekstrak lalu dilarutkan dalam metanol 5 mL.
Setelah larutan disentrifuge, diambil 20 μL
dengan alat injeksi. Selanjutnya sampel
diinjeksikan ke dalam HPLC setelah
pengkondisian HPLC selesai.
Kromatogram HPLC dianalisis dengan
menggunakan pembanding kromatogram
isoflavon genistein standar.
Instrumentasi
Panjang kolom : 25 cm
Jenis kolom : Vertex, Euroshper 100-5
c18, 150x4,6 mm (AH201)
Fase gerak : metanol : asam asetat 0,1
(48% : 52%), isokratik
Kecepatan alir : 1,2 ml/menit
Tekanan : 13,3 MPa
Volume injeksi: 20 μL
Detektor : 254 nm
19
Analisis kuantitatif genistein dilakukan
dengan menghitung luas area
kromatogram. Konsentrasi genistein dapat
diketahui dengan menghitung persamaan
garis dari kurva standar genistein
(Lampiran 1).
Analisa Data
Data konsentrasi genistein dianalisis
secara grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil identifikasi genistein dengan
HPLC menunjukkan bahwa semakin lama
waktu fermentasi, jumlah genistein yang
dihasilkan semakin meningkat (Gambar 1).
Gambar 1. Pengaruh Lama Waktu
Fermentasi
Diawali dengan tempe hari ke nol
yang masih berupa kedelai memiliki
konsentrasi genistein sebesar 93,70 μg/g
dan pada hari kedua mengalami penurunan
menjadi 41,12 μg/g. Namun pada hari
ketiga dan keempat mengalami kenaikan
menjadi 61,27 μg/g dan 216,23 μg/g secara
berurutan. Sedangkan pada hari kelima
terjadi penurunan yang cukup drastis
menjadi 5,40 μg/g. Namun demikian pada
hari keenam dan ketujuh kembali
mengalami kenaikan menjadi 80,26 μg/g
dan 259,34 μg/g. Pada hari kedelapan
genistein menurun sampai 114,14 μg/g
sedangkan pada hari kesembilan kembali
mengalami kenaikan menjadi 324,27μg/g.
Pengamatan dihentikan pada hari ke
sembilan karena pada hari ke sepuluh
tempe sudah 100% rusak dan busuk.
Gambar 1 menunjukkan bahwa
produki genistein yang tinggi terjadi pada
fermentasi tempe hari ke 4,7 dan 9.
Tampaknya terjadi fluktuasi yang nyata
dimana genistein yang sudah terbentuk
kemudian mengalami penurunan. Diduga
hal ini disebabkan karena sifat genistein
yang dapat mengalami transformasi
membentuk senyawa baru yang disebut
faktor 2 [13]. Senyawa faktor-2 atau 6,7,40-
trihidroksiisoflavon hanya dijumpai pada
kedelai yang difermentasi [9].
Pada umumnya jalur konversi
isoflavanoid adalah yaitu dari bentuk
glikosida menjadi aglikon yang kemudian
menjadi aglikon lainnya [9]. Oleh karena
itu, naiknya konsentrasi genistein di hari 0-
4 karena konversi dari glikon ke aglikon,
sedangkan turunnya konsentrasi genistein
pada hari ke 5 diduga karena terbentuknya
isoflavon jenis lain. Namun genistein
kemudian mengalami kenaikan, hal ini
menarik untuk diteliti lebih lanjut. Diduga
dapat dikarenakan mikroba menghasilkan
enzim yang bisa mengkonversi isoflavon
lain menjadi genistein.
Kromatogram HPLC ekstrak isoflavon
tempe fermentasi 9 hari disajikan pada
Gambar 2. Genistein muncul di waktu
retensi 29,25 menit. Sedangkan beberapa
peak yang muncul di awal diduga
merupakan isoflavonoid glikosida.
0
100
200
300
400
0 5 10
Ge
nis
tein
(μ
g/g)
Lama Fermentasi (Hari)
20
Gambar 2. Kromatogram HPLC tempe hari
ke-9
Genistin yang terdapat pada biji dapat
dihidrolisis oleh ß-glukosidase yaitu
genistein (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) dan
glukosa [6] (Gambar 3). Fermentasi tempe
meningkatkan kandungan genistein melalui
hidrolisis β-glukosidase [14]. Enzim -
glukosidase menjadi aktif dan membantu
perubahan isoflavon terikat (glukosida)
menjadi isoflavon tidak terikat (aglikon)
[10].
Gambar 3. Reaksi Hidrolisis Glukosida
Isoflavon menjadi Aglikon Isoflavon [8].
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
Konsentrasi genistein dalam proses
pembusukan tempe kedelai (tempe bosok)
bersifat fluktuatif. Konsentrasi genistein
tertinggi pada fermentasi tempe hari ke 4,7,
dan 9. Sedangkan konsentrasi genistein
tertinggi pada hari ke 9. Konsentrasi
genistein terendah pada fermentasi hari ke
5.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Nakajima, N., Nobuyuki, N.,
Ishihara, K. 2005. Analysis of
Isoflavone Content in Tempeh, a
Fermented Soybean, and
Preparation of a New Isoflavone-
Enriched Tempeh. Journal
Bioscience and Bioengineering, Vol.
100, No. 6, pp. 685–687.
[2] Winarsi, H. 2005. Isoflavon.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
[3] Lee, J., H. Seung Kim., Y. Sang
Song, 2011. Genistein As a Potential
Anticancer Agent Against Ovarian
Cancer. Journal of Traditional and
Complementary Medicine, 2 (2), pp.
96-104.
[4] Kusumaningsih, T., Retnos, S.,
Agustina, W. 2006. Profil Kandungan
Daidzein dan Genistein Pada Tempe
Gembus Selama Proses Fermentasi.
J.Alchemy, Vol.5, No 1, ISSN 1412-
4092, pp.45-43.
[5] Yaakob, H., R. Abd Malek., M.
Misson., M.F. Abdul Jalil, 2011.
Optimization of Isoflavone
Production from Fermented Soybean
Using Response Surface
Methodology. Food Sci. Biotechnol,
20(6), pp. 1525-1531.
[6] Garlock, T. 2000. The Effect of
Various Acidic Solutions on the
21
Concentration of Genistein in
Tempeh. Tesis. The Graduate
College University of Wisconsin-
Stout Menomonie.
[7] USDA, 2008. USDA Database for
the Isoflavone Content of Selected
Foods. Nutrient Data Laboratory.
United States of America.
[8] Pawiroharsono, S. 2001. Prospek dan
Manfaat Isoflavon untuk Kesehatan.
Direktorat Teknologi Bioindustri,
Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi.
[9] Istiani, Y. 2010. Karakterisasi
Senyawa Bioaktif Isoflavon dan Uji
Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak
Etanol Tempe Berbahan Baku Koro
Pedang (Canavalia ensiformis).
Tesis. Program Studi Biosains.
Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
[10] Tagliaferri. M., I. Cohen., D. Tripathy,
2007. Kanker Payudara. Jakarta: PT.
Indeks
[11] Purwoko, T. 2004. Kandungan
Isoflavon Aglikon pada Tempe Hasil
Fermentasi Rhizopus microsporus
var. oligosporus: Pengaruh
Perendaman. BioSMART, 6(2), pp.
85-87
[12] Cesar. I., Braga, F., Soares, C. 2006.
Development and Validation of a RP-
HPLC method for Quantification of
Isoflavone Aglycones in Hydrolyzed
Soy Dry Extracts. Journal of
Chromatography, 836, pp.74-78.
[13] Pawiroharsono, S. 2001. Prospek
dan Manfaat Isoflavon untuk
Kesehatan. Direktorat Teknologi
Bioindustri, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi.
[14] Iswandari, R. 2006. Studi
Kandungan Isoflavon Pada Kacang
Hijau (Vigna radiata L), Tempe
Kacang Hijau, dan Bubur Kacang
Hijau. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
34
Lampiran 1 Kurva Standar Genistein
y = 38887x - 175167 R² = 0,9896
0
500000
1000000
1500000
2000000
2500000
3000000
3500000
4000000
4500000
0 20 40 60 80 100 120
Luas
are
a
Konsentrasi standar genistein (ppm)
35