14
STASE OBSTERTI DAN GINEKOLOGI OLIGOHIDROAMNION Oleh: Nama : Shabrina Sasianti NIM : 2011730098 Pembimbing : dr. Baharuddin, Sp. OG Rumah Sakit : RSIJ Sukapura PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA TAHUN 2014

OLIGOHIDROAMNION

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc.

Citation preview

Page 1: OLIGOHIDROAMNION

STASE OBSTERTI DAN GINEKOLOGI

OLIGOHIDROAMNION

Oleh:

Nama : Shabrina Sasianti

NIM : 2011730098

Pembimbing : dr. Baharuddin, Sp. OG

Rumah Sakit : RSIJ Sukapura

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

TAHUN 2014

Page 2: OLIGOHIDROAMNION

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya sehingga penulis

dapat menyelesaikan refarat dengan judul “Oligohidroamnion”. Refarat ini penulis ajukan

sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Obstetri dan

Ginekologi di Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Penulis menyadari refarat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan

saran sangat diharapkan guna perbaikan refarat selanjutnya. Atas selesainya refarat ini, penulis

menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Baharrudin,

Sp. OG yang telah memberikan persetujuan dan pembimbingan. Semoga refarat ini dapat

menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, Juni 2015

Penulis

Shabrina Sasianti

Page 3: OLIGOHIDROAMNION

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan hal yang fisiologis, meskipun selama kehamilan banyak hal yang

berubah dalam tubuh. Kehamilan yang menyangkut nyawa ibu dan anak harus diperhatikan,

sebab kehamilan bukanlah sekedar menyimpan anak dalam jangka waktu 9 bulan kemudian siap

dilahirkan. Namun kehamilan harus memperhatikan kesehatan ibu dan anak. Selama masa

kehamilan banyak hal patologis juga yang dialami ibu hamil, salah satunya adalah

oligihidromion.

Oligohidromion adalah satu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu

kurang dari 500 cc. Untuk mengukur jumlah cairan ketuban dapat melalui beberapa metode yaitu

indeks cairan ketuban. Jika cairan ketuban kurang dari 500 cc pada usia kehamilan 32-36 minggu

maka akan dicurigaai mengalami oligohidromion.

Page 4: OLIGOHIDROAMNION

BAB II

ISI

2.1 Definisi

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu

kurang dari 500 cc. Pada kehamilan postterm jumlah cairan ketuban yang tersisa mungkin

hanya 100 sampai 200 ml atau kurang. Secara umum, oligohidramnion yang timbul pada

awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Akibat berkurangnya

cairan, risiko kompresi tali pusat, dan pada gilirannya gawat janin, meningkat pada semua

persalinan, tetapi terutama pada kehamilan postterm.

Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan. Sebabnya belum

diketahui, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenesis janin. Oligohidramnion lebih

sering ditemukan pada kehamilan yang sudah cukup bulan karena Volume air ketuban

biasanya menurun saat hamil sudah cukup bulan. Ditemukan pada sekitar 12 % kehamilan

yang mencapai 41 minggu. Berkurangnya volume cairan amion dapat menimbulkan hipoksia

janin sebagai akibat kompresi tali pusat karena gerakan janin atau kontraksi rahim. Selain itu,

lintasan mekonium janin kedalam volume cairan amion yang tereduksi menghasilkan suatu

suspensi tebal dan penuh partikel yang dapat mengakibatkan gangguan pernafasan janin.

Oligohidramion berhubungan dengan keterbelakangan pertumbuhan dalam rahim pada 60 %

kasus. Bila dihubungkan dengan hubungan ultrasonik keterbelakangan pertumbuhan

asimetrik, gangguan janin sangat mungkin terjadi. Kasus-kasus itu diakibatkan oleh ruptura

membrane janin yang spontan mungkin tidak berhubungan dengan gangguan janin

sebelumnya. Oligohidramion mungkin terjadi sebagai akibat tekanan janin in utero, sekresi

Page 5: OLIGOHIDROAMNION

hormon penekanan janin (katekolamin, vasopresin) dapat menghambat resorbsi cairan paru-

paru lewat penelanan oleh janin. Akhirnya terdapat kasus yang berhubungan dengan berbagai

jenis cacat janin, misalnya sindroma potter (aganesis ginjal) , yang memebutuhkan

pemeriksaan ultrasonik dan genetik secara rinci. Oligohidramnion merupakan

temuan signifikan yang menunjukan kehamilan pascamatur. Apabila kondisi ini diperburuk

oleh kenyataan bahwa janin menderita retardasi pertumbuhan intrauteri, maka ada

peningkatan risiko bahwa toleransi janin terhadap persalinan buruk dan bahwa

kemungkinnan pelahiran operatif harus dilakukan. Ada beberapa definisi istilah

oligohidramnion yang biasanya dipakai diantaranya: Berkurangnya volume air ketuban

(VAK); Volumenya kurang dari 500 cc saat usia 32-36 minggu; Ukuran satu kantong

(kuadran) < 2 cm; Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < presentil kelima; Kurangnya

jumlah amniotic fluid volume (AFV); AFV < 500 ml pada usia gestasi 32-36 minggu; Single

deepest pocket (SDP) < 2 cm

2.2 Klasifikasi

a. Oligohidramnion awitan dini

Sejumlah keadaan dilaporkan berkaitan dengan berkurangnya cairan amnion.

Oligohidramnion hampir selalu nyata apabila terjadi obstruksi saluran kemih janin atau

agnesis ginjal. Oleh karenanya, anuria hampir pasti merupakan etiologi pada kasus-ksus

seperti itu. Kebocoran kronik suatu defek di selaput ketuban dapat mengurangi volume

cairan dalam jumlah bermakna, tetapi seringkali kemudian segera terjadi persalinan.

Pajanan ke inhibitor enzim pengubah – angiostetin (ACEI) dilaporkan berkaitan dengan

oligohidramnion. Sebanyak 15 sampai 25 persen kasus berkaitan kasus berkaitan dengan

Page 6: OLIGOHIDROAMNION

anomali janin mampu memvisualisasikan struktur-struktur janin pada hanya separuh dari

wanita yang dirujuk untuk evaluasi ultrasonografi terhadap oligohidramnion

midtrimester. Mereka melakukan amnionfusi dan kemudian mampu melihat 77 persen

dari struktur-struktur yang dicitrakan secara rutin. Indentifikasi anomali terkait meningkat

dari 12 menjadi 13 persen.

b. Oligohidramnion pada tahap lanjut

Volume cairan ketuban secara normal berkurang setelah usia gestasi 35 minggu.

Dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5 cm, Casey dkk, mendapatkan

insidensi oligohidramnion pada 2,3 persen dari 6400 kehamilan lebih yang menjalani

sonografi setelah minggu ke-34 di Parkland hospital. Mereka memastikan pengamatan-

pengamatan sebelumnya bahwa hal ini berkaitan dengan peningkatan resiko hasil

perinatal yang merugikan. Pada kehamilan yang terpilih karena risiko tinggi, Magann,

dkk, tidak mendapatkan bahwa oligohidramnion (indeks cairan kurang dari 5 cm)

meningkatkan resiko penyulit intrapartum seperti mekonium kental, deselerasi variabel

frekuensi denyut jantung, seksio sesarea atas indikasi gawat janin, atau asidemia

neonatus.

Chaunhan melakukan meta analisis terhadap 18 penelitian yang meliputi lebih

dari 10.500 kehamilan yang indeks cairan amnion intrapartumnya kurang dari 5 cm.

Dibandingkan dengan kontrol yang indeksnya lebih dari 5 cm, wanita dengan

oligohidramnion memperhatikan peningkatan resiko bermakna untuk seksio.

Page 7: OLIGOHIDROAMNION

2.3 Etiologi

Etiologi belum jelas, tetapi disangka ada kaitannya dengan renal agenosis janin.

Etiologi primer lainnya mungkin oleh karena amnion kurang baik pertumbuhannya dan

etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini. Oligohidramnion menyebabkan

bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Anggota gerak tubuh menjadi abnormal

atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal disebabkan karena ruang di

dalam rahim sempit. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-

paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana

mestinya. Suatu keadaan khas yang terjadi pada bayi yang baru lahir, di mana cairan

ketubannya sangat sedikit atau tidak ada digambarkan sebagai fenotip Potter.

Adapun kemungkinan lain penyebab oligohidramnion seperti: Fetal (Kromosom,

Kongenital, Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim, Kehamilan postterm, Premature

ROM (Rupture of amniotic membranes), Pecahnya ketuban), Maternal

(Dehidrasi, Insufisiensi uteroplasental, Preeklamsia, Diabetes, Hypoxia kronis, Hipertensi),

Plasenta (Solutio, Transfusi antar kembar), Induksi Obat (Indomethacin and ACE inhibitors,

Inhibitor prostaglandin sintase, Inhibitor enzim pengubah-angiotensin).

2.4 Fisiologi

Volume Air ketuban meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume

sekitar 30 mL pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1 L pada

kehamilan 34-36 minggu. Volume Air ketuban menurun pada akhir trimester pertama dengan

volume sekitar 800 mL pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada kehamilan

Page 8: OLIGOHIDROAMNION

42 minggu; dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150

mL/minggu pada kehamilan 38-43 minggu.

Mekanisme perubahan tingkat produksi Air ketuban belum diketahui dengan pasti,

meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion pada proses

aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 mL/jam. 3

faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban: 1) Pengaturan fisiologis aliran oleh

fetus; 2) Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran; 3) Pengaruh

maternal pada pergerakan cairan transplasenta

2.5 Patofisiologi

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang

berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan

ketuban yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana

cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak

memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan

gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam rahim sempit,

maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada

posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru

(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana

mestinya.

Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena

kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada

Page 9: OLIGOHIDROAMNION

ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk

cairan ketuban (sebagai air kemih) dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran

yang khas dari sindroma Potter. Gejala Sindroma Potter berupa “wajah Potter” (kedua mata

terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan

dagu yang tertarik ke belakang); Tidak terbentuk air kemih; Gawat pernafasan,

Oligohidramnion dapat menjadi tanda ada kelainan pada saluran pengeluaran atau

saluran kemih janin. Jika saluran kemih janin di dalam kandungan tidak berfungsi dengan

baik, kemungkinan besar air ketuban yang ada jumlahnya akan menjadi sedikit. Keringnya

ketuban berarti janin tidak mengeluarkan air ketuban yang ditelannya sebagai urin. Berbeda

dengan kasus kelebihan air ketuban yang berarti janin mengalami gangguan pada saluran

cernanya Kondisi yang beresiko tinggi menyebabkan oligohidramnion: Anomali kongenital

(misalnya: agenosis ginjal, sindrom patter), Retardasi pertumbuhan intra uterin, Ketuban

pecah dini (24-26 minggu), Sindrom paska maturitas, Penyakit virus, Insufiensi

uteroplacenta, Meresponi indosin sebagai suatu tokolitik, Hipoksia janin, Aspirasi mekonium

dan cairan yang bercampur meconium, Sindrom premature.

2.6 Gejala Klinis

Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen; Ibu merasa

nyeri di perut pada setiap pergerakan anak; Sering berakhir dengan partus prematurus; Bunyi

jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas; Persalinan lebih

lama dari biasanya; Molding : uterus mengelilingi janin; Janin dapat diraba dengan mudah;

Tidak ada efek pantul pada janin; Sewaktu his akan sakit sekali; Bila ketuban pecah, air

ketuban sedikit sekali bahkan hamper tidak ada yang keluar; Gejala dan tanda tersebut di

Page 10: OLIGOHIDROAMNION

dasarkan pada fakta bahwa cairan amnion yang ditemukan berada di bawah jumlah yang

normal untuk usia kehamilan tertentu. Pada kehamilan normal, cairan amnion wanita

bervariasi dan dapat mengalami fluktuasi. Umumnya cairan amnion meningkat hingga

mencapai 1000 ml pada trimester 3 kehamilan. Menginjak usia kehamilan 34 minggu jumlah

tersebut mulai berkurang secara bertahap dan menyisakan sekitar 800ml pada usia cukup

bulan. Pengukuran volume cairan amnion dilakukan dengan cara ultrasonografi dan ini

merupakan komponen standar pada pemeriksaan ultrasonografi lengkap dengan profil

biofisik.

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa dibuat dengan pemeriksaan USG yaitu dengan mengukur indeks cairan

ketuban (Amniotic Fluid Index= AFI). Tetapi secara klinis (dengan pemeriksaan fisik) bisa

diduga dengan: pengukuran tinggi rahim dari luar serta bagian bayi yang mudah diraba dari

luar (didinding perut ibu). Namun hal ini hanya berupa asumsi/dugaan saja, tetap haris

dikonfirmasi dengan USG.

USG juga bisa melihat anatomi janin untuk melihat kelainan seperti ginjal yang tidak

tumbuh (dengan tidak terlihatnya pipis di kandung kemih janin). Serta untuk mengetahui

adanya gangguan pertumbuhan janin. Pemeriksaan dengan spekulum dapat dilakukan guna

mendeteksi adanya kebocoran air ketuban akibat pecahnya air ketuban.

Amniotic Fluid Index (AFI). Cairan amnion berperanan penting dalam

perkembangan paru, perlindungan terhadap trauma dan infeksi. Selaput ketuban yang utuh

tidak menjamin tidak terjadinya infeksi intra uterin, karena pada 10% pasien kehamilan

aterm dengan selaput ketuban utuh ditemukan adanya kolonisasi bakteri. AFI ditentukan

Page 11: OLIGOHIDROAMNION

dalam PBF dan menggambarkan volume cairan amnion. Perhitungan AFI dengan membagi

abdomen dalam 4 kuadran dengan umbilikus dan linea nigra sebagai titik acuan, masing

masing kuadran diukur panjang vertikal kantung maksimal dengan USG dalam sentimeter

dan kemudian dijumlahkan pada 4 kuadran.

Volume cairan amnion normal:

a. Minggu ke 28 : < 800 ml

b. > 28 minggu : jumlah cairan amnion ↓

c. Minggu ke 40 : jumlah cairan amnion ± 500 ml

Indeks Cairan Ketuban Normal:

a. Normal : 10-24 cm

b. Rendah normal : 5,1-9,9 cm

Indeks Cairan Ketuban Abnormal:

a. Oligohidramnion : AFI < 5 cm

b. Polihidramnion : AFI > 20 cm ( 2 liter )

2.8 Penatalaksanaan

Tindakan Konservatif :

a. Tirah baring.

b. Hidrasi.

c. Perbaikan nutrisi.

Page 12: OLIGOHIDROAMNION

d. Pemantauan kesejahteraan janin ( hitung pergerakan janin, NST, Bpp ).

e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion.

f. Amnion infusion.

g. Induksi dan kelahiran

2.9 Prognosis

Hasil janin pada oligohidramnion awitan dini buruk. Dari sekitar 80 persen kehamilan

semacam itu dan hanya separuh dari janin-janin ini yang selamat. Dan sekitar 34 kehamilan

midtrimester yang mengalami penyulit oligohidramnion dan didiagnosis secara

ultrasonografis berdasarkan tidak adanya kantung cairan amnion yang besarnya tidak adanya

kantung cairan amnion yang besarnya lebih dari 1 cm di semua bidang vertikal. Sembilan (26

persen) dari janin-janin ini mengalami anomali, dan 10 dari 25 yang secara fenotipe normal

mengalami abortus spontan atau lahir mati karena hipertensi ibu yang parah, hambatan

pertumbuhan janin, atau solutio plasenta. Dari 14 bayi lahir hidup, dengan delapan lahir

preterm dan tujuh meningkat meninggal. Enam bayi yang lahir aterm tumbuh normal.

Oligohidramnion sebelum minggu ke-37 pada janin yang tumbuh sesuai masa kehamilannya

memperhatikan peningkatan angka kelahiran preterm sebesar tiga kali lipat, tetapi tidak

untuk hambatan pertumbuhan atau kematian janin.

Temuan lain melaporkan otopsi pada 89 bayi dengan sekuensi oligohidramnion.

Hanya 3 persen yang memiliki saluran ginjal normal; 34 persen menderita agnesis ginjal

bilateral; 34 persen displasia kistik bilateral; 9 persen agnesis unilateral dengan displasia; 10

persen kelainan saluran kemih minor.

Page 13: OLIGOHIDROAMNION

Bayi yang tadinya normal dapat mengalami awitan dini yang parah. Perlekatan antara

amnion dan bagian-bagian janin dapat menyebabkan kecacatan serius termasuk amputasi.

Selain itu, akibat tekanan dari semua sisi, penampakan janin menjadi aneh, dan kelainan otot-

rangka, misalnya kaki gada (clubfoot) sering terjadi.

2.10 Komplikasi

a. Congenital malformation

b. Pulmonary hypoplasia

c. Fetal compression syndrome

d. Amniotic band syndrome

e. Abnormal fetal growth or IUGR

f. Decreased fetal blood volume, renal blood flow, and, subsequently, fetal urine output

g. Fetal morbidity

2.11 Risiko

a. Bila terjadi pada permulaan kehamilan maka janin akan menderita cacat bawaan dan

pertumbuhan janin dapat terganggu bahkan bisa terjadi partus prematurus yaitu picak

seperti kertas kusut karena janin mengalami tekanan dinding rahim.

b. Bila terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut akan terjadi cacat bawaan seperti club-

foot, cacat bawaan karena tekanan atau kulit jadi tenal dan kering ( lethery appereance).

c. Hiploplasia paru; Insidensi hipoplasia paru saat lahir tidak banyakbanyak berubah dan

berkisar dari 1,1 sampai 1,4 per 1000 bayi. Apabila cairan amnion sedikit sering terjadi

hipoplasia paru. Suatu studi kohort prospektif pada 163 kasus oligohidramnion yang

Page 14: OLIGOHIDROAMNION

terjadi pada selaput ketuban pecah dini pada gestasi 15 sampai 28 minggu. Hampir 13

persen janin mengalami hipoplasia paru. Penyulit ini lebih sering terjadi seiring dengan

berkurangnya usia gestasi. Kilbride mempelajari 115 wanita dengan ketuban pecah dini

sebelum minggu ke-29. Terjadi tujuh kelahiran mati dan 40 kematian neonatus

sehingga mortalitas perinatal menjadi 409 per 1000. Resiko hipoplasia paru letal adalah

20 persen. Hasil yang merugikan lebih besar kemungkinannya apabila pecah ketuban

terjadi lebih dini serta durasinya melebihi 14 hari. Menurut Fox dan Badalian serta

Launaria dkk, terdapat tiga kemungkinan yang menjadi penyebab hipoplasia paru.

Pertama, tertekannya toraks mungkin menghambat pergerakan dinding dada dan

ekspansi paru. Kedua, kurangnya gerakan napas janin mengurangi aliran masuk ke

paru. Ketiga dan model paling luas diterima adalah kegagalan mempertahankan cairan

amnion atau meningkatnya aliran keluar pada paru yang tumbuh kembangnya

terlambat. Cukup banyaknya cairan amnion yang dihirup oleh janin normal, seperti

dibuktikan oleh deunhoelter dan Pritchard, mengisyaratkan bahwa cairan yang terhirup

tersebut berperan dalam ekspansi, dan pada gilirannya, pertumbuhan paru. Namun, Fisk

dkk. Menyimpulkan bahwa gangguan pernafasan janin tidak menyebabkan hipoplasia

paru pada oligohidramnion. Dalam suatu eksperimen, McNamara dkk melaporkan

temuan-temuan dari dua set kembar monoamnionik dengan anomali ginjal yang

berlawanan. Mereka menyajikan bukti bahwa volume cairan amnion yang normal

memungkinkan perkembangan paru normal walaupun terdapat obstruksi ginjal janin.