12
29 Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpi e-mail:[email protected] JURNAL KEBIJAKANPERIKANAN INDONESIA Volume 8 Nomor 1 Mei 2016 p-ISSN: 1979-6366 e-ISSN: 2502-6550 Nomor Akreditasi: 626 / AU2 / P2MI-LIPI / 03/2015 ANALISIS PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PULAU SEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN, KALIMANTAN UTARA ANALYSIS OF SEAWEED AQUACULTURE DEVELOPMENT IN SEBATIK ISLAND, NUNUKAN REGENCY, NORTH KALIMANTAN I Nyoman Radiarta 1 , Erlania 1 , Joni Haryadi 2 , dan Annisya Rosdiana 3 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jalan Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara-Indonesia 2 Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jl. Cilalawi, Jatilihur-41152, Jawa Barat, Indonesia 3 Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut, IPB, Jl. Kampus Dramaga-Bogor, Jawa Barat- Indonesia Teregistrasi I tanggal: 25 Februari 2016; Diterima setelah perbaikan tanggal: 13 Mei 2016; Disetujui terbit tanggal: 16 Mei 2016 ABSTRAK Kebijakan pembangunan kemandirian dalam budidaya perikanan dan membangun kemandirian pulau-pulau kecil merupakan kebijakan program Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam mendukung poros maritim nasional. Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut cukup besar untuk dikembangkan diantaranya potensi pengembangan budidaya laut, terutama budidaya rumput laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi dan langkah-langkah strategis pengembangan budidaya rumput laut di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Data dan informasi dikumpulkan melalui media diskusi ( Focus Group Discussion/FGD), kunjungan ke lokasi pengembangan budidaya rumput laut, dan data sekunder. Data dianalisis secara deskriptif dengan memberikan opsi-opsi kebijakan pengembangan budidaya rumput laut. Pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan cukup berkembang dengan pusat kawasan pengembangannya di Kecamatan Nunukan Selatan. Kappaphycus alvarezii (cottonii) merupakan jenis yang umumnya dibudidayakan dengan metode longline. Dalam tulisan ini, potensi, permasalahan, dan strategi pengembangan budidaya rumput laut yang teridentifikasi di lokasi penelitian dibahas secara komprehensif. Kata Kunci: Budidaya laut; rumput laut; pulau terdepan; Pulau Sebatik; Kabupaten Nunukan ABSTRACT Policy on aquaculture development in the small and the most outer islands is a strategic program from Ministry of Marine Affair and Fisheries to support national maritime shaft. Sebatik Island in Nunukan Regency has a large potential of coastal and marine resources to be developed include the development of marine aquaculture, especially seaweed culture. This study aimed to evaluate condition and strategic steps in the development of seaweed aquaculture in Sebatik Island, Nunukan Regency North Kalimantan Province. Data and information collected through Focus Group Discussion (FGD), field visit to seaweed aquaculture areas, and secondary data. Data were analyzed descriptively by presenting policy options for seaweed aquaculture development. Marine aquaculture especillay seaweed culture was well developed in Nunukan Regency, which was mainly concentrated in South Nunukan. Kappaphycus alvarezii (cottonii) is the main species cultivated in this region by using long line method. In this paper, the potential, problems and development strategy of seaweed cultivation were identified and discussed comprehensively. Keywords: Marine aquaculture; seaweed; the outer most island; Sebatik Island; Nunukan Regency ___________________ Korespondensi penulis: e-mail: [email protected] Telp. (021) 64700928, Fax. (021) 64700929 Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

Nomor Akreditasi: 626 / AU2 / P2MI-LIPI / 03/2015 ANALISIS

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

29

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpi

e-mail:[email protected]

JURNALKEBIJAKANPERIKANANINDONESIAVolume 8 Nomor 1 Mei 2016

p-ISSN: 1979-6366

e-ISSN: 2502-6550Nomor Akreditasi: 626 / AU2 / P2MI-LIPI / 03/2015

ANALISIS PENGEMBANGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PULAUSEBATIK, KABUPATEN NUNUKAN, KALIMANTAN UTARA

ANALYSIS OF SEAWEED AQUACULTURE DEVELOPMENT INSEBATIK ISLAND, NUNUKAN REGENCY, NORTH KALIMANTAN

I Nyoman Radiarta1, Erlania1, Joni Haryadi2, dan Annisya Rosdiana3

1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jalan Pasir Putih II, Ancol Timur, JakartaUtara-Indonesia

2 Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jl. Cilalawi, Jatilihur-41152,Jawa Barat, Indonesia

3 Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut, IPB, Jl. Kampus Dramaga-Bogor, Jawa Barat-Indonesia

Teregistrasi I tanggal: 25 Februari 2016; Diterima setelah perbaikan tanggal: 13 Mei 2016;Disetujui terbit tanggal: 16 Mei 2016

ABSTRAK

Kebijakan pembangunan kemandirian dalam budidaya perikanan dan membangunkemandirian pulau-pulau kecil merupakan kebijakan program Kementerian Kelautan danPerikanan dalam mendukung poros maritim nasional. Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukanmemiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut cukup besar untuk dikembangkan diantaranyapotensi pengembangan budidaya laut, terutama budidaya rumput laut. Penelitian ini bertujuanuntuk mengevaluasi kondisi dan langkah-langkah strategis pengembangan budidaya rumputlaut di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Data dan informasidikumpulkan melalui media diskusi (Focus Group Discussion/FGD), kunjungan ke lokasipengembangan budidaya rumput laut, dan data sekunder. Data dianalisis secara deskriptifdengan memberikan opsi-opsi kebijakan pengembangan budidaya rumput laut. Pengembanganbudidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan cukup berkembang dengan pusat kawasanpengembangannya di Kecamatan Nunukan Selatan. Kappaphycus alvarezii (cottonii) merupakanjenis yang umumnya dibudidayakan dengan metode longline. Dalam tulisan ini, potensi,permasalahan, dan strategi pengembangan budidaya rumput laut yang teridentifikasi di lokasipenelitian dibahas secara komprehensif.

Kata Kunci: Budidaya laut; rumput laut; pulau terdepan; Pulau Sebatik; Kabupaten Nunukan

ABSTRACT

Policy on aquaculture development in the small and the most outer islands is a strategicprogram from Ministry of Marine Affair and Fisheries to support national maritime shaft. SebatikIsland in Nunukan Regency has a large potential of coastal and marine resources to be developedinclude the development of marine aquaculture, especially seaweed culture. This study aimed toevaluate condition and strategic steps in the development of seaweed aquaculture in SebatikIsland, Nunukan Regency North Kalimantan Province. Data and information collected throughFocus Group Discussion (FGD), field visit to seaweed aquaculture areas, and secondary data.Data were analyzed descriptively by presenting policy options for seaweed aquaculturedevelopment. Marine aquaculture especillay seaweed culture was well developed in NunukanRegency, which was mainly concentrated in South Nunukan. Kappaphycus alvarezii (cottonii) isthe main species cultivated in this region by using long line method. In this paper, the potential,problems and development strategy of seaweed cultivation were identified and discussedcomprehensively.

Keywords: Marine aquaculture; seaweed; the outer most island; Sebatik Island; NunukanRegency

___________________Korespondensi penulis:e-mail: [email protected]. (021) 64700928, Fax. (021) 64700929

Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.1 Mei 2016:

30

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

PENDAHULUAN

Dalam kerangka mewujudkan Indonesia sebagaiporos maritim dunia, Kementerian Kelautan danPerikanan (KKP) telah menetapkan tiga kebijakanpokok pembangunan kelautan dan perikanan tahun2015-2019, satu diantaranya adalah menerapkanprinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya kelautan danperikanan yang bertanggung jawab, berdaya saing,dan berkelanjutan (KKP, 2015). Dalam kebijakan inimeliputi membangun kemandirian dalam budidayaperikanan dan membangun kemandirian pulau-pulaukecil. Langkah operasional yang perlu dilakukansehubungan dengan membangun kemandirian dalambudidaya perikanan adalah (a) penyediaan indukunggul, benih ikan bermutu, dan bibit rumput lautkultur jaringan, termasuk penguatan balai benih lokaldan unit perbenihan rakyat, (b) budidaya rumput laut,(c) budidaya ikan air tawar dan air payau, (d) budidayalaut/marikultur, (d) pakan mandiri dan obat ikan, (e)penguatan prasarana dan sarana budidaya, dan (f)pengembangan kawasan budidaya. Sedangkansehubungan dengan kebijakan membangunkemandirian pulau-pulau kecil, langkah operasionalyang perlu dilakukan adalah (a) pembangunankelautan dan perikanan terintegrasi di pulau-pulaukecil terluar, dan (b) promosi dan investasipemanfaatan pulau-pulau kecil. Perhatianpembangunan pada daerah terluar/terdepan untukmendorong pertumbuhan ekonomi di daerahtersebut, akan diimplementasikan melaluipengelolaan/pemberdayaan pulau-pulau terluar danpengembangan ekonomi alternatif berbasissumberdaya kelautan dan perikanan. Sehubungandengan hal tersebut, pengelolaan pulau-pulau kecilterluar adalah rangkaian kegiatan yang dilakukansecara terpadu untuk memanfaatkan danmengembangkan potensi sumberdaya pulau-pulaukecil terluar di wilayah Republik Indonesia, denganmengacu pada rencana tata ruang wilayah yangberlaku di masing-masing lokasi pengembangan.

Kawasan pengembangan budidaya laut Indonesiabaru dimanfaatkan sekitar 2,7% (328.825 ha) dariluasan potensi yang ada sekitar 12.123.383 ha (KKP,2014). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangankawasan tersebut memiliki potensi yang sangat besaruntuk dapat ditingkatkan. Melihat potensi yang besarini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telahmenetapkan lima kawasan golden ring yangdikembangkan sebagai pusat PengembanganKawasan Kelautan dan Perikanan Terintegrasi(PK2PT). Ke lima kawasan golden ring tersebut adalahSimeulue, Provinis Aceh; Anambas, ProvinsiKepulauan Riau; Tahuna, Provinsi Sulawesi Utara;Saumlaki, Provinsi Maluku; dan Merauke, Provinsi

Papua (Anonimous, 2015). Kelima kawasan tersebutsebagai pusat pengembangan dengan tetapmemperhatikan pulau-pulau terdepan lainnya,termasuk Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan. Untukmemenuhi target perluasan kawasan dan peningkatanproduksi perikanan budidaya, strategi yang diperlukandiantaranya (Rimmer et al., 2013): intensifikasi dansegmentasi produksi, perluasan areal, dan/ataudiversifikasi produksi. Perkembangan perikananbudidaya di Indonesia akan terikat pada tiga strategitersebut, dengan pengaruh terhadap masing-masingstrategi tergantung pada sektor produksi danpermintaan pasar.

Pengembangan budidaya perikanan agarberkelanjutan harus memperhatikan beberapa faktorpenting diantaranya: permintaan pasar, kondisilingkungan, ketersediaan infrastruktur, kemampuanteknik, investasi, kondisi sumberdaya manusia, dandukungan institusi/pemerintah (Frankic & Hershner,2003; Bostock et al., 2010). Sedangkan menurutPerera (2013), dalam pengembangan budidaya lautharus memperhatikan tiga tahapan penting yaituperencanaan yang meliputi kesesuaian dan potensilahan, pelaksanaan budidaya yang meliputi inputdalam sistem budidaya, serta pasca panen yangmeliputi transportasi, pengolahan, dan pemasaran kekonsumen. Dengan memperhatikan faktor dantahapan tersebut, diharapan pengembangan budidayalaut dapat berkelanjutan dan berbawasan lingkungansesuai dengan kaidah ecosystem approach toaquaculture (EAA; Soto et al., 2008; Aguilar-Manjarrez et al., 2010).

Wilayah pulau terdepan Indonesia secaraekonomis mempunyai potensi yang sangat kaya akanlahan yang relatif luas, sumberdaya laut, sumberdayatambang, dan pariwisata. Melalui program PK2PT,KKP telah melakukan identif ikasi potensipengembangan di pulau-pulau terdepan Indonesia.Kajian khusus pengembangan budidaya laut juga telahdilakukan di perairan Natuna (Radiarta et al., 2012)dan Anambas (Radiarta et al., 2013). Dari hasilidentifikasi potensi dan kajian tersebut diharapkandapat menjadi dasar dalam penyusunan programpengembangan kelautan dan perikanan khususnyadi pulau-pulau terdepan Indonesia. Sebagai contoh,hasil kajian di Natuna telah ditindaklanjuti melaluikerjasama antara Balitbang Kelautan dan Perikanan,KKP dengan pemerintah daerah Natuna dalam halrevitalisasi Balai Benih Ikan Pantai (BBIP).

Kabupaten Nunukan terletak di wilayah utaraProvinsi Kalimantan Utara dan berbatasan langsungdengan Negara Malaysia. Luas wilayah KabupatenNunukan adalah 14.263,68 km2 dan wilayah lautan

29-40

31

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

sejauh 4 mil dari garis pantai terluar ke arah laut seluas1.408,758 km2 (Dinas Kelautan dan PerikananKabupaten Nunukan, 2012). Sebagai wilayahkepulauan, Kabupaten Nunukan memiliki 25 pulauyang tersebar di wilayah laut Nunukan dan salahsatunya merupakan pulau terluar dari wilayah NKRIyaitu Pulau Sebatik. Program pembangunan kelautandan perikanan melalui minapolitan telah menempatkanKabupaten Nunukan sebagai salah satu lokasiminapolitan di Indonesia (Keputusan Menteri Kelautandan Perikanan No.KEP.32/MEN/2010). Minapolitanadalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan danperikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas danpercepatan. Dengan adanya program unggulantersebut, pembangunan kelautan dan perikanan dikabupaten ini semakin dipacu. Dalam pelaksanaannyasering kali ditemui kendala dalam pembangunanperikanan budidaya baik yang berasal dari dalam(teknik budidaya) maupun yang berasal dari luar(dampak lingkungan, regulasi/aturan, kondisi sosialekonomi, dan aspek pasar). Kendala yang adatersebut harus diidentifikasi secara baik dan seksamasehingga nantinya dapat dirumuskan pemecahanmasalahnya secara komprehensif untuk mendukungpembangunankelautandanperikanansecaraterintegrasi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengevaluasi kondisi dan langkah-langkah strategispengembangan budidaya rumput laut di daerahterdepan, khususnya di Pulau Sebatik KabupatenNunukan Provinsi Kalimantan Utara. Pengumpulandata dilaksanakan pada bulan November 2015. Datadan informasi dikumpulkan melalui media diskusi(Focus Group Discussion/FGD); kunjungan langsungke sentra-sentra pengembangan budidaya rumputlaut; dan pengumpulan data sekunder berupa datastatistik, laporan rencana zonasi wilayah, dan datadukung lainnya. Data tersebut digunakan untukmemperoleh gambaran potensi dan permasalahankonkret di lapangan serta interkoneksitasnya antarlokasi dan instansi terkait dalam pengembanganbudidaya rumput laut. Data yang dikumpulkankemudian dianalisis secara deskriptif melaluiperumusan opsi-opsi kebijakan pengembanganbudidaya rumput laut.

KAWASAN PENGEMBANGAN BUDIDAYARUMPUT LAUT

Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utaratermasuk penghasil rumput laut andalan Indonesia.Aktivitas rumput laut dengan metode longline dapatberlangsung sepanjang tahun. Salah satu kawasanpercontohan budidaya rumput laut di kabupaten ini

terletak di Kelurahan Tanjung Harapan, dihuni olehsekitar 3.000 pembudidaya yang memiliki 1.000-5.000bentang tali dengan kapasitas produksi sekitar 18 kg/tali. Budidaya rumput laut juga ditemukan di PulauSebatik yang berbatasan langsung dengan NegaraMalaysia. Sebanyak lebih dari 1.000 pembudidayarumput laut tersebar di beberapa pesisir, dimanamasing-masing pembudidaya mampu menebar sekitar100-500 bentang tali.

Kabupaten Nunukan memiliki delapan kecamatanpantai dari 15 kecamatan yang ada, namun darikedelapan kecamatan pantai tersebut hanya empatkecamatan yang berpotensi untuk pengembanganbudidaya rumput laut yaitu Kecamatan Nunukan,Nunukan Selatan, Sebatik Barat, dan Sebatik. Luasanlahan yang telah dimanfaatkan untuk pengembanganbudidaya rumput laut di Kabupaten Nunukanditampilkan pada Gambar 1. Luasan lahan yangdimanfaatkan dari tahun 2012-2014 di Pulau Sebatikhanya sekitar 19% dari seluruh luasan lahan yangada di Kabupaten Nunukan (Dinas Kelautan danPerikanan Kabupaten Nunukan, 2015). Pemanfaatanlahan budidaya rumput laut di Kecamatan NunukanSelatan menunjukkan tren peningkatan yang sangatsignifikan mulai dari 443 ha tahun 2012 menjadi 1.713ha tahun 2014. Sebaliknya pemanfaatan lahan diKecamatan Sebatik tergolong paling kecil yaitu hanya40 ha pada tahun 2014 (Gambar 1).

Kajian kesesuaian lahan budidaya rumput lautdengan memperhatikan kondisi kualitas perairan danfasilitas penunjang di Kabupaten Nunukan disajikanpada Gambar 2 (Dinas Kelautan dan PerikananKabupaten Nunukan, 2014). Dari hasil kajian tersebutmenunjukkan bahwa tidak ditemukan kawasan dengankategori sangat sesuai. Faktor pembatas utama untukkegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Nunukanadalah kekeruhan, keterlindungan, dan alur pelayaran.Ketiga parameter tersebut merupakan parameterpenting dalam penentuan lokasi budidaya rumput laut(Mubarak et al., 1990; Parenrengi et al., 2011; Radiartaet al., 2011). Daerah dengan kategori sesuaiditemukan di sekitar perairan Nunukan Selatansebesar 3.417 ha. Daerah yang cukup sesuaiditemukan hampir disetiap garis pantai lokasipengembangan dengan luasan mencapai 26.394 ha(Gambar 2; Dinas Kelautan dan Perikanan KabupatenNunukan, 2014). Hasil analisis daya dukung lahanmenunjukkan bahwa daya dukung untuk kegiatanbudidaya rumput laut mencapai 23.849 ha.Berdasarkan luasan daya dukung lahan tersebutmenunjukkan bahwa kawasan budidaya rumput lautdi Kabupaten Nunukan masih sangat besarpotensinya untuk dikembangkan.

Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.1 Mei 2016:

32

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

Nunukan NunukanSelatan

Sebatik Sebatik Barat Total

Seaw

eed

aqu

acu

ltu

rear

ea(h

a)

Sub-District

2012 2013 2014*

Gambar 1. Luasan area budidaya rumput laut pada empat kecamatan di Kabupaten Nunukan, KalimantanUtara (*angka perkiraan).

Figure 1. Total area for seaweed aquaculture at four sub-districts in Nunukan Regency, North Kalimantan(*prediction number).

Gambar 2. Peta kesesuaian lahan pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Nunukan, KalimantanUtara (sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, 2014).

Figure 2. Map of suitability site for seaweed aquaculture in Nunukan Regency,North Kalimantan (source:Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, 2014).

Di Kabupaten Nunukan, saat ini usaha budidayarumput laut berkembang pesat. Jenis rumput lautyang dibudidayakan adalah Kappaphycus alvarezii(cottonii) dan sudah dilakukan oleh pembudidaya diperairan selat Sebatik dan perairan Pulau Nunukan(Gambar 3). Besarnya potensi dan peluang ekonomiyang tercipta sejak berkembangnya usaha budidayarumput laut di Kabupaten Nunukan, menyebabkanhampir seluruh masyarakat pesisir yang awalnyabekerja sebagai nelayan penangkap ikan, beralihkepada usaha budidaya rumput laut. Budidaya rumput

laut dilakukan dengan sistem longline, menggunakantali bentangan yang panjangnya sekitar 25 m denganjarak pemasangan antar tali bentangan 50 cm danjarak antar titik ikatan bibit rumput laut sekitar 15 cm.Satu orang pembudidaya rata-rata memiliki sekitar400 – 5.000 tali bentangan, dimana 1 ha luasan areaperairan dapat dipasang sekitar 800 tali bentangan.Satu bentangan dapat menghasilkan bobot panensekitar 13-15 kg rumput laut kering pada saat musimpuncak rumput laut, dan sekitar 5 kg kering pada saatkondisi musim tanam kurang bagus. Masa

29-40

33

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

pemeliharaan rumput laut yaitu sekitar 45 hari persiklus tanam, namun pada saat produksi tinggi bisamencapai 50 hari, karena kurangnya prasaranapenjemuran rumput laut hasil panen. Saat inibudidaya rumput laut yang paling banyak ditemukandi perairan Kecamatan Nunukan Selatan, dan yangpaling sedikit adalah di Kecamatan Sebatik (Gambar1 dan 3). Secara kuantitas, luas kawasan budidayasemakin meningkat diikuti dengan produksi yang

meningkat. Produksi budidaya rumput laut KabupatenNunukan sangat besar mencapai 3.000 ton kering/bulan, dan 30%-nya merupakan produksi dari PulauSebatik; namun harga jual saat penelitian dilakukansangat rendah yaitu sekitar Rp 5.500,-/kg kering. Halini mengakibatkan aktivitas budidaya rumput lautmenurun, bahkan banyak pembudidaya yangmenghentikan aktivitas budidaya rumput laut danberalih menjadi nelayan.

Gambar 3. Kawasan aktivitas budidaya rumput laut yang telah berkembang di Kabupaten Nunukan, KalimantanUtara (sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, 2014).

Figure 3. Existing area for seaweed aquaculture in Nunukan Regency, North Kalimantan (source: DinasKelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan, 2014).

STATUS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil KabupatenNunukan merupakan wilayahyang sangat potensialbagi pengembangan usaha budidaya rumput laut.Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang diKabupaten Nunukan sejak tahun 2008. Untukmendukung pengembangan budidaya rumput laut diKabupaten Nunukan, termasuk Pulau Sebatik,Pemerintah Kabupaten Nunukan melalui DinasKelautan dan Perikanan telah menyusun draf rencanazonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil(RZWP3K) Kabupaten Nunukan tahun 2014-2034(Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan,2014). Rencana zonasi tersebut telah mengidentifikasipotensi dan eksisting aktivitas budidaya perikananyang meliputi budidaya rumput laut, ikan laut, dantambak. Dalam implementasinya, rencana zonasi inijuga telah dituangkan dalam rancangan peraturandaerah (ranperda) tentang RZWP3K KabupatenNunukan. RZWP3K tersebut diharapkan dapatdiimplementasikan sesuai dengan kondisi dankapasitas lahan. RZWP3K ini merupakan bagian darikegiatan perencanaan spasial (Douvere, 2008;Aguilar-Manjarrez et al., 2010; ), yang termasuk didalamnya

adalah alokasi untuk budidaya perikanan (Sanchez-Jerez et al., 2016). Hal ini juga menuntut dukunganpemerintah secara maksimal dalam penerapannya,seperti contohnya yang diterapkan di negara maju(Douvere et al., 2007; Douvere & Ehler, 2009; Rebourset al., 2014).

Aktivitas Budidaya Rumput Laut

Aktivitas budidaya laut yang berkembang diKabupaten Nunukan masih terbatas pada budidayarumput laut. Aktivitas budidaya rumput laut iniumumnya dilakukan oleh masyarakat pembudidayadi perairan Selat Sebatik dan perairan Pulau Nunukan.Jenis rumput laut yang dibudidayakan adalahKappaphycus alvarezii. Kondisi perairan di KabupatenNunukan termasuk Pulau Sebatik sangat potensialuntuk pertumbuhan rumput laut. Hal ini diindikasikandengan aktivitas budidaya rumput laut yang dapatberlangsung sepanjang tahun. Volume produksibudidaya rumput laut untuk Kabupaten Nunukantergolong sangat besar, yakni mencapai 3.000 ton/bulan (bobot kering) pada musim-musim puncak.Secara umum, produksi tertinggi dihasilkan olehkecamatan Nunukan Selatan (Gambar 4).

Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.1 Mei 2016:

34

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Budidaya ikan laut menggunakan keramba jaringapung (KJA) belum berkembang di kawasan pesisirKabupaten Nunukan, walaupun terdapat paketbantuan KJA dari Kementerian Pembagunan DesaTertinggal (KPDT) dan Dinas Kelautan dan Perikanan(DKP) Provinsi Kalimantan Utara (Gambar 3).Penyebab utama belum optimalnya pemanfaatankawasan untuk budidaya ikan adalah (1) masyarakatbelum memiliki pengetahuan tentang teknologibudidaya komoditas selain rumput laut, sehinggabantuan KJA yang diberikan (dari Ditjen PerikananBudidaya/DJPB, Kementerian PDT, dan DKP ProvinsiKalimantan Utara) tidak dapat dimanfaatkan, karenaselain bantuannya tidak disertai bantuan benih danpakan, juga tidak ada bimbingan teknis kepadamasyarakat untuk melakukan budidaya KJA, (2)terbatasnya permodalan usaha yang dimilikimasyarakat pembudidaya, dan (3) ketersediaan/suplaibenih dan pakan ikan laut tidak ada. Belum adafasilitas hatcheryatau Balai Benih Ikan (BBI) laut untukmenyediakan benih. Balai Benih Udang (BBU) masihbaru dibangun dan belum beroperasi. Biayapengiriman benih dan pakan dari luar lokasi cukupmahal. Jika dilihat secara sosial budaya, masyarakatdisekitar kawasan pesisir Kabupaten Nunukanumunya bersuku Bugis yang mempunyai kebisaan

hidup sebagai nelayan tangkap. Sehinggaperubahanan sosial budaya masyarakat pantai darinelayan tangkap menjadi pembudidaya ikan relatifagak sulit. Dari hasil wawancara dengan respondendiperoleh informasi bahwa kegiatan budidaya ikandengan KJA merupakan kegiatan sampingan danbukan mata pencarian utama. Selain itu, sikappragmatis masyarakat nelayan juga menjadi alasanlain untuk pengembangan budidaya laut selain rumputlaut tidak berkembang dengan baik.

Dari hasil FGD mengindikasikan bahwamasyarakat sangat memerlukan pelatihan dan satupaket bantuan lengkap berupa contoh kegiatanbudidaya laut KJA di Kabupaten Nunukan yangberhasil, sehingga dapat menjadi contoh olehmasyarakat pesisir lainnya untuk dapat diikuti.Berdasarkan survei terhadap prospek pasar jenis ikanyang dapat dibudidayakan dengan KJA di kawasanpesisir Kabupaten Nunukan diperoleh informasi bahwajenis ikan bandeng, bawal dan kakap merupakan jeniskomoditas yang mempunyai permintaan dan nilaiekonomi tinggi yaitu Rp. 60.000 -150.000 per kg.Harga ini relatif mahal karena ikan-ikan tersebut didatangkan dari luar Kabupaten Nunukan.

Gambar 4. Total produksi rumput laut pada empat kecamatan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara(* angka perkiraan). Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan (2015).

Figure 4. Production (ton) of seaweed from four sub-districts in Nunukan Regency, North Kalimantan(* prediction number). Source: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan (2015).

29-40

35

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Karakateristik Pelaku Budidaya Rumput Laut

Kegiatan usaha budidaya rumput laut mampumemberdayakan masyarakat dari berbagai kalangan,gender, usia dan suku bangsa. Budidaya rumput lautsendiri merupakan suatu proses yang panjang danmelibatkan banyak unit seperti pembuatan talibentangan, pemasangan benih, pemanenan,penjemuran, penyimpanan hingga distribusi kepadakonsumen. Para pembudidaya rumput laut didominasioleh suku Bugis dan suku Tidung (warga asli) yangmenetap di sekitar pesisir Nunukan atau PulauSebatik. Mereka umumnya pria berusia 30-45 tahundan sudah berkeluarga dengan jumlah tanggunganmulai dari 3 hingga 8 orang. Modal untuk usahabiasanya berasal dari biaya sendiri atau pinjaman bankdan koperasi. Di Kelurahan Tanjung Harapan, danapinjaman dari bank relatif mudah dengan bunga sekitar11 %. Di tempat-tempat lain juga terdapat koperasiyang dikelola oleh suatu kelompok pembudidayadengan bunga sekitar 10–15 %. Pembudidaya rumputlaut biasanya soliter dalam mengawasi tali-talinya.Beberapa pembudidaya bahkan memiliki perahupribadi berukuran minimal 5 GT dengan daya angkuthingga 5 ton rumput laut. Keberadaan kelompokbiasanya lebih ditujukan untuk kepentingan menjemurdan menyimpan hasil panen.

Pendukung kegiatan budidaya diantaranya adalahpara pembuat tali bentangan, pemasang bibit,pemanen, dan pemilik penyewaan fasil itaspenjemuran. Mereka biasanya dipekerjakan olehpembudidaya atau pengumpul dengan upah yangbergantung dari jenis dan lama pekerjaannya. Parapembuat tali bentangan dan pemanen biasanya laki-laki berusia 20-40 tahun. Terkadang kegiatan inidilakukan sendiri oleh pembudidaya. Sedangkanpemasang bibit biasanya kelompok ibu-ibu rumahtangga yang berasal dari beberapa desa sekitar lokasipenjemuran. Tempat penjemuran rumput laut relatifberagam karena di beberapa lokasi tersedia secaracuma-cuma (seperti di Kelurahan Tanjung Harapan),namun sebaliknya ada pula yang disewakan (sepertidi Kecamatan Sebatik Barat).

Para pengumpul atau tengkulak biasanyamerupakan utusan perusahaan ekspor atau ketuakelompok yang memiliki gudang penyimpanan. Keduapengumpul ini dibedakan oleh kapasitaspembeliannya. Sebagai contoh, di Sebatik Baratterdapat pengumpul yang diutus oleh sebuahperusahaan ekspor. Setiap hari pengumpul ini mampumembeli sekitar 100 ton dari para pembudidaya.Sedangkan, pengumpul yang sekaligus ketuakelompok pembudidaya rumput laut hanya memiliki

kapasitas pembelian rumput laut yang relatif lebihkecil, yaitu sekitar 1 ton perhari. Aktivitas yang terjadidi gudang pengumpul ini, selain transaksi jual belirumput laut dengan pembudidaya, juga dilakukanpembersihan dan penyortiran atau pemilihan rumputlaut. Pengumpul ini menjadikan gudang di rumahnyasebagai tempat mengumpulkan hasil panen daripembudidaya yang lain. Pengumpul kecil ini biasanyajuga memasok ke pengumpul besar (dariperusahaan).

Sementara itu keberadaan aktivitas budidayarumput laut juga dapat menjadi tambahan pendapatanbagi nelayan penangkap, yang melakukan aktivitaspenangkapan thalus rumput laut yang terlepas dariunit budidaya, baik talus yang terlepas saat prosestanam, panen, rontok selama masa budidaya,maupun yang lepas karena unit longline terkenagelombang. Penangkapan talus rumput laut inidilakukan menggunakan jaring pukat, dan hasiltangkapan rumput laut tersebut tergolong besar karenabesarnya aktivitas budidaya rumput laut di wilayahini. Aktivitas penangkapan thalus lepas ini jugabermanfaat secara ekologis karena dapat mencegahterjadinya penumpukan thalus yang terlepas keperairan, mengingat besarnya volume hasil tangkapantersebut.

KONDISI INFRASTRUKTUR DAN PEMASARAN

Kondisi Infrastruktur

Masyarakat Nunukan dan Sebatik sudah memilikisistem budidaya rumput laut yang terintegrasi.Kegiatan budidaya yang terdiri dari pembuatan talibentangan, pemasangan benih dan penjemuranumumnya berpusat di satu lokasi dekat pantai. Lokasitersebut tersebar di Kecamatan Nunukan, NunukanSelatan, Sebatik, dan Sebatik Barat. Lahan untuksetiap unit kegiatan biasanya dimiliki olehperseorangan. Beberapa sarana umum juga tersediadan disewakan, seperti unit bongkar muat danperbaikan jaring.

Keberadaan gudang penyimpanan menjadi sangatpenting karena saat ini kapasitas produksi semakinmeningkat, namun transaksi jual beli menurun akibatmenurunnya harga jual rumput laut. Gudang-gudangpenyimpanan rumput laut memiliki kapasitas yangberagam. Gudang rumput laut skala kecilberkapasitas 10 – 50 ton biasanya dimiliki oleh suatukelompok pembudidaya, sedangkan gudang skalabesar yang dapat menampung lebih dari 500 tonrumput laut biasanya dimiliki oleh para pengumpuldari perusahaan ekspor. Sebagai kawasan

Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.1 Mei 2016:

36

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

percontohan, Kelurahan Tanjung Harapan telah diberifasilitas gudang penyimpanan rumput laut olehpemerintah setempat. Gudang tersebut mampumenyimpan lebih dari 500 ton rumput laut. Namun,saat ini kondisi gudang tersebut kurang terawat ataudikelola dengan baik.

Pelabuhan adalah pintu gerbang keluar masuknyakapal, baik yang mengangkut penumpang maupunbarang ke suatu wilayah. Di Kabupaten Nunukanterdapat banyak jenis pelabuhan yang menjadi sentraperhubungan laut, di antaranya pelabuhan umum,penyeberangan ferry, speed boat, pelabuhanpendaratan ikan (PPI), terminal khusus, danpelabuhan angkatan laut. Terdapat satu pelabuhan diNunukan dan dua pelabuhan utama di Pulau Sebatikyang sering digunakan sebagai jalur keluarnya kapalpengangkut hasil budidaya rumput laut. Beberapapengumpul dari Nunukan mengirim barang ke luar kota(Surabaya atau Makassar) melalui Pelabuhan SeiJepun. Pengumpul dari Sebatik memiliki dua opsi,yaitu mengirim ke luar kota melalui Sei Jepun ataudari Sebatik langsung ke kota yang dituju. Saat ini

beberapa pengumpul Sebatik banyak yang memilihopsi kedua karena harga pengiriman dari Sebatik keSei Jepun mencapai 80% biaya dari Sebatik ke kotatujuan.

Pemasaran Produk

Komoditas rumput laut yang dipanen oleh parapembudidaya umumnya dijual dalam bentuk keringdengan kadar air maksimum 30%. Para pembudidayamenjual rumput lautnya kepada para pengumpul yangtersebar di beberapa lokasi seperti Sebatik Barat danNunukan. Rumput laut dari Nunukan atau Sebatikdikirim ke beberapa perusahaan eksportir yang adadi Surabaya dan Makassar. Negara tujuan eksporterdiri dari Hongkong, Filipina, Malaysia dan beberapanegara di Eropa (Gambar 5). Saat ini geliat rumputlaut di pasar Eropa sedang menurun, sehingga lebihbanyak diekspor ke Hongkong. Sebagai wilayahperbatasan, dahulu sering terjadi transaksi illegalantara pengumpul di Sebatik dengan warga Malaysia.Namun berkat sistem pengawasan yang makin ketataktivitas tersebut dapat dihentikan.

Pembudidaya Pengumpul lokal

Surabaya

Makassar

Hongkong

Malaysia

Filipina

Eropa

Gambar 5. Skema rantai pasok rumput laut dari Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.Figure 5. Value chain scheme for seaweed market from Nunukan Regency, North Kalimantan.

PERMASALAHAN PENGEMBANGAN BUDIDAYALAUT

Besarnya produksi rumput laut di KabupatenNunukan juga menghasilkan tantangan yang besar.Beberapa permasalahan lingkungan juga ditimbulkanoleh besarnya aktivitas budidaya rumput laut, antaralain terjadinya penumpukan limbah plastik berupa talidan botol bekas yang digunakan untuk budidayarumput laut. Botol plastik yang digunakan untukpelampung tali bentangan pada budidaya sistemlongline ini hanya dapat digunakan maksimum selamadua siklus, setelah itu dibuang dan menjadi tumpukan

limbah plastik di pinggiran pantai sepanjang areabudidaya. Hal ini menimbulkan konflik denganmasyarakat non-pembudidaya.

Adanya aktivitas penangkapan rumput laut yangterlepas dari unit budidaya rumput laut menjadikansalah satu permasalahan dalam hal kualitas rumputlaut. Hasil tangkapan rumput laut ini kemungkinanbesar memiliki kualitas dibawah rumput laut hasilbudidaya, karena disebabkan umur rumput laut yangtidak seragam. Selain itu kemungkinan besar akantimbul konflik antara pembudidaya dan penangkaprumput laut.

29-40

37

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Produksi rumput laut yang tinggi di KabupatenNunukan belum didukung oleh tata niaga yangmaksimal berupa fasilitas dan jalur transportasipengiriman termasuk kapasitas kontainer. Kapasitaskontainer yang tersedia masih terbatas sehinggaberdampak pada biaya operasional pengiriman yangtinggi bagi pengumpul di Surabaya ataupun Makassar,dan dapat menyebabkan terjadinya penumpukan hasilpanen di gudang.

Permasalahan lain sehubungan dengan makinberkembangnya budidaya rumput laut adalah konflikperuntukan lahan pesisir. Belum adanya peraturandaerah yang mengatur tentang zonasi kawasan secaradetail menjadi kendala pengembangan budidayarumput laut terutama dalam hal pemanfaatan kawasanpesisir yang ada. Draf rencana zonasi sudahdisiapkan namun belum ditetapkan secara formal olehpemerintah setempat. Semakin rapatnya pemanfaatanlahan pesisir oleh aktivitas budidaya rumput laut dapatmempersempit ruang gerak aktivitas penangkapanikan, jalur transportasi, maupun aktivitas pariwisata.Perlu adanya penataan kawasan sesuai dengankapasitas lingkungan perairan sehingga aktivitasbudidaya rumput laut dapat bersinergi denganpemanfaatan lahan lainnya (Soto et al., 2008;Sanchez-Jerez et al., 2016). Penentuan kawasanbudidaya rumput laut harus ditata secara baik dandituangkan dalam rencana tata ruang wilayah pesisirdengan memperhatikan pengguna kawasan pesisirlainnya. Untuk kawasan dengan aktivitas budidayarumput laut yang padat, perlu disediakan jalur-jalurkhusus bagi kapal penangkapan ikan ataupuntransportasi laut lainnya.

IMPLIKASI STRATEGI PENGEMBANGANBUDIDAYARUMPUT LAUT

Untuk memastikan keberlanjutan pengembanganpada budidaya rumput laut, maka diperlukanimplementasi strategi berupa opsi kebijakan/rekomendasi yang dapat dilakukan guna mendukungpengembangan budidaya rumput laut di Pulau SebatikKabupaten Nunukan diantaranya:

Pengaturan tata niaga rumput laut meliputi hargapasar dan kapasitas transportasi pengiriman.Memperpendek jalur rantai pasok rumput lautdengan meningkatkan akses dari Nunukan keMancanegara.

Pengesahan peraturan daerah tentang rencanazonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil(RZWP3K) Kabupaten Nunukan.

Melakukan kajian detail mengenai pengembangankawasan budidaya rumput laut di Pulau Sebatikuntuk mendukung pemekaran Pulau Sebatiksebagai kota admisitrasi. Potensi laut yang dimilikiPulau Sebatik sangat besar namun dari potensiyang ada tersebut perlu didukung oleh data daninformasi yang akurat mengenai kesesuaian lahanpengembangan budidaya laut untuk beberapakomoditas unggulan diantaranya ikan laut danrumput laut. Ketersediaan data tersebut dapatmendukung pengembangan budidaya laut dikawasan pesisir dan mengurangi adanya konflikpemanfaatan lahan.

Meningkatkan kualitas produk rumput laut denganpenggunaan bibit unggul dari hasil kultur jaringanatau seleksi varietas, dan penerapan teknologiyang baik dan benar (tepat guna).

Pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakarminyak seperti yang telah dilakukan oleh DinasKelautan dan Perikanan yang bekerjasamadengan Dinas Lingkungan Hidup perludisosialisasikan kembali. Penempatan unitpengolahan limbah ini dapat disesuaikandengan lokasi pengembangan rumput laut, dand ike lo la langsung o leh ke lom pokpembudidaya.

Peningkatan kualitas pembudidaya melaluiaktivitas pemberdayaan masyarakat, meliputipelatihan dan penerapan teknologi budidayaikan serta pelatihan dan penerapan teknologimengenai diversifikasi produk olahan rumputlaut.

Untuk memfasilitiasi keberlanjutan aktivitasbudidaya rumput laut diperlukan perbaikan yangsignifikan dalam hal penyebaran informasi ilmiah,beserta rekomendasi yang secara efektif dapatmembantu dan dimanfaatkan oleh pengambilkebijakan, perencaaan spasial, dan manajemensumberdaya dengan fokus perhatian pada sumberdayapesisir. Denisson (2008) menjelaskan bahwakeberlanjutan suatu kegiatan di wilayah pesisir dapatdicapai melalui sarana komunikasi yang lebih baikantara ilmuwan, pemangku kepentingan, danmasyarakat. Selain itu, ada kebutuhan mendesakuntuk mengembangkan mekanisme partisipatif yanglebih efektif untuk perencanaan dan pengelolaanwilayah pesisir dan laut termasuk perikanan,berdasarkan karakteristik wilayah, masyarakat danindustri terkait, sehingga dapat diperoleh komunikasidan pemahaman pada banyak isu-isu kompleks yangberkaitan dengan budidaya (Stead et al., 2002).

Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.1 Mei 2016:

38

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASIKesimpulan

Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan mempunyaipotensi lahan marikultur yang cukup luas, namun saatini pemanfaatan lahan tersebut baru digunakan untukaktivitas budidaya rumput laut. Produksi rumput lautdari kawasan ini bisa mencapai 3.000 ton perbulan.Namun karena harga rumput laut belakangan inimenurun menyebabkan aktivitas budidaya rumput lautjuga menurun. Peran pemerintah daerah dan pusatdalam pengaturan tata niaga rumput laut dapatmembantu percepatan pengembangan budidayarumput laut di lokasi penelitian. Selain itu langkahstrategis lainnya berupa pelatihan tentang pengolahanproduk, dan melakukan kajian detail tentang potensikawasan pengembangan budidaya laut akanmemberikan peluang dalam diversifikasi produk olahanrumput laut serta adanya kepastian dalam melakukanaktivitas budidaya rumput laut.

Rekomendasi

Potensi pengembangan budidaya rumput laut yangsangat besar di Pulau Sebatik dapat dilakukan secarabaik dengan dukungan data, informasi dan langkahkonkret dalam mengimplementasikan rencana kerjasesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki.Melihat permasalahan dan strategi pemecahanmasalah yang ada, maka rekomendasi yang dapatdiambil guna mendukung percepatan pengembanganbudidaya rumput laut di Pulau Sebatik KabupatenNunukan adalah:

Perlu dilakukan kajian detail tentang kelayakanlahan untuk pengembangan budidaya rumput lautdalam rangka menyediakan data dan informasipenting bagi rencana pembentukan Kota Sebatikdan perencanaan wilayah yang baik.

Diperlukan pelatihan tentang teknologi budidayarumput laut dan contoh kegiatannya secara utuh.Kegiatan desiminasi dan penerapan teknologiadaptif lokasi (PTAL) dapat digunakan sebagailangkah strategis KKP dalam memberikanpelatihan dan peningkatan kualitas mutu produksibudidaya rumput laut.

Perlu adanya sentra produksi bibit rumput lautpada suatu kawasan tertentu, sehingga nantinyadapat menyediakan bibit bermutu tinggi untukmenunjang pelaksanaan budidaya rumput laut.

Perlu adanya kerjasama dan kemitraan antarainstansi pemerintah daerah (SKPD: DKP, DinasLingkungan Hidup), dan pembudidaya dalam hal

pengawasan lingkungan perairan (pencemaran)serta jaminan pasar dan stabilitas harga rumputlaut dengan mengoptimalisasi sistim resi gudangrumput laut.

Perlu dibentuk kelembagaan koperasi rumput lautKabupaten Nunukan untuk membantu paraanggota pembudidaya rumput laut dalammendapatkan informasi teknologi rumput lautterkini, pasar dan harga serta akses permodalan.

PERSANTUNAN

Penulis mengucapkan terima kasih kepada DinasKelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan atasbantuannya selama kegiatan lapangan. Kami jugamengucapkan terima kasih kepada Kepala PPISebatik dan staf yang telah membantu kelancaranpengumpulan data lapangan. Penelitian ini dibiayaidari DIPA Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan Budidaya T.A 2015.

DATAR PUSTAKA

Aguilar-Manjarrez, J., Kapetsky, J.M., Soto, D.(2010). The potential of spatial planning tools tosupport the ecosystem approach to aquaculture.FAO/Rome. Expert Workshop. 19–21 November2008, Rome, Italy. FAO Fisheries andAquacultureProceedings (p. 176). No.17. Rome, FAO.

Anonimous. (2015). Pengembangan KawasanKelautan dan Perikanan Terintegrasi di KabupatenSimeuleu. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisirdan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan danPerikanan. 152 hlm.

Bostock, J., McAndrew, B., Richards, R., Jauncey,K., Telfer, T., Lorenzen, K., Little, D., Ross, L.,Handisyde, N., Gatward, I., Corner, R. (2010).Aquaculture: global status and trends. Phil. Trans.R. Soc. B 365, 2897-2912.

Dennison, W.C. (2008). Environmental problem solvingin coastal ecosystems: a paradigm shift tosustainability. Estuarine, Coastal and ShelfScience 77, 185-196.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan.(2012). Rencana strategis wilayah pesisir danpulau-pulau kecil Kabupaten Nunukan tahun2013-2033. Dinas Kelautan dan PerikananKabupaten Nunukan. Pemerintah KabupatenNunukan. 127 hlm.

29-40

39

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan.(2014).Album peta rencana zonasi wilayah pesisirdan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K) KabupatenNunuan tahun 2014-2034. Dinas Kelautan danPerikanan Kabupaten Nunukan. PemerintahKabupaten Nunukan. 55 hlm.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nunukan.(2015). Statistik kelautan dan perikananKabupaten Nunukan tahun 2014. Dinas Kelautandan Perikanan Kabupaten Nunukan. PemerintahKabupaten Nunukan. 128 hlm.

Douvere, F., Ehler, C.N. (2009). New perspectives onsea use management: Initial findings fromEuropean experience with marine spatial planning.Journal of Environmental Management. 90, 77–88.

Douvere, F. (2008). The importance of marine spatialplanning in advancing ecosystem-based sea usemanagement. Marine Policy. 32, 762– 771.

Douvere, F., Maes, F., Vanhulle, A., Schrijvers, J.(2007). The role of marine spatial planning in seause management: The Belgian case. MarinePolicy. 31, 182–191.

Frankic, A., Hershner, C. (2003). Sustainableaquaculture: developing the promise ofaquaculture. Aquaculture International. 11, 517–530.

KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. (2014).Kelautan dan perikanan dalam angka tahun 2014.Pusat Data Statistik dan Informasi. KementerianKalautan da Perikanan. 302 hlm.

KKP [Kementerian Kelautan dan Perikanan]. (2015).Permen KP NOMOR 25/PERMEN-KP/2015tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautandan Perikanan tahun 2015-2019. 85 hlm.

Mubarak, H., Ilyas, S., Ismail, W., Wahyuni, I.S.,Hartati, S.H., Pratiwi, E., Jangkaru, Z., Arifuddin,R. (1990). Petunjuk Teknis Budidaya RumputLaut. Badan Litbang Pertanian, PuslitbangPerikanan. IDRC, Infish. 93 hlm.

Parenrengi, A., Rachmansyah, Suryati, E. (2011).Budidaya Rumput Laut Penghasil Karaginan(Karaginofit). Edisi Revisi. Balai Riset PerikananBudidaya Air Payau, Badan Penelitian danPengembangan Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.54 hlm.

Perera, R.P. (2013). Public Sector RegulatorySystems for Ecosystems Based Management ofAquaculture: a Gap Analysis Tool. NACA,Bangkok, Thailand. 28pp.

Radiarta, I N., Rasidi, Kristanto, A.H. (2013). Strategipengembangan budidaya ikan laut di daerahterdepan/konservasi: Kepulauan AnambasProvinsi Kepulauan Riau. Analisa KebijakanPembangunan Perikanan Budidaya 2013. p. 29-40.

Radiarta, I N., Sukadi, M.F., Imanto, P.T. (2012).Pengembangan budidaya laut di daerahperbatasan: Kepulauan Natuna ProvinsiKepulauan Riau. Analisa KebijakanPembangunan Perikanan Budidaya 2012. p. 117-131.

Radiarta, I N., Saitoh, S-I & Yasui, H. (2011).Aquaculture site selection for Japanese kelp(Laminaria japonica) in southern Hokkaido, Japan,using satellite remote sensing and GIS-basedmodels. ICES Journal of Marine Science. 68:773–780.

Rebours, C., Marinho-Soriano, E., Zertuche-González,J.A., Hayashi, L., Vásquez, J.A., Kradolfer, P.,Soriano, G., Ugarte, R.,Abreu, M.H., Bay-Larsen,I., Hovelsrud, G., Rødven, R., Robledo, D. (2014).Seaweeds: an opportunity for wealth andsustainable livelihood for coastal communities.Journal of Applied Phycology. 26, 1939–1951.

Rimmer, M.A., Sugama, K., Rakhmawati, D., Rofiq,R., Habgood, R.H. (2013). A review and SWOTanalysis of aquaculture development in Indonesia.Review in Aquaculture. 5, 1-25.

Sanchez-Jerez, P., Karakassis, I., Massa, F.,Fezzardi, D., Anguilar Manjarrez, J., Soto, D.,Chapela,R., Avila, P., Macias, J.C., Tomassetti,P., Marino, G., Borg, J.A., Franicevic,V., Yucel-Gier, G., Fleming, I.A., Biao, X., Nhhala,H.,Hamza, H., Forcada, A., Dempster,T. (2016).Aquaculture’s struggle for space: the need forcoastal spatial planning and the potentialbenefits of allocated zones for aquacultyre(AZAs) to avoid conf lic t and promotesustainabil ity. Aquaculture EnvironmentInteraction. 8, 41-54.

Analisis Pengembangan Budidaya .... Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Radiarta, I.N., et al.)

J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.8 No.1 Mei 2016:

40

Copyright © 2016, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Soto, D.,Aguilar-Manjarrez, J., Hishamunda, N. (eds).(2008). Building an ecosystem approach toaquaculture. FAO/Universitat de les Illes BalearsExpert Workshop. 7–11 May 2007, Palma deMallorca, Spain. FAO Fisheries and AquacultureProceedings (p. 221). No. 14. Rome, FAO.

Stead, S.M., Burnell, G., Goulletquer, P. (2002).Aquaculture and its role in integrated coastal zonemanagement. Aquaculture International .10, 447-468.

29-40