3
Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara Jum'at, 18 Desember 2015 02:40 WIB musicalprom.com BAHASAN dan diskusi tentang kebangsaan umumnya mengesankan topik yang normatif, tidak populer, dan menjemukkan dari perspektif apa pun. Di tengah ingar-bingar politik, sosial budaya, dan pemikiran yang serbapragmatis dewasa ini, tidaklah mudah menempatkan isu kebangsaan sebagai pedoman utama dalam proses pembangunan bangsa. Isu politik maupun ekonomi seperti halnya korupsi, isu yang menyoroti kinerja pemerintah atau pro-kontra berbagai persoalan aktual yang punya “nilai” jual tersendiri, umumnya lebih disukai. Sering terlupakan bahwa di balik berbagai persoalan yang tampaknya menyita waktu, tenaga, dan pikiran bangsa ini, masalah kebangsaan merupakan inti permasalahan sesungguhnya. Tidak dapat ditawar-tawar lagi bahwa semangat dan jiwa kebangsaan wajib dibangun agar bangsa ini dapat keluar dari kegalauan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, di tengah ingar-bingar isu politik dan tekanan pelemahan perekonomian global, ada baiknya dilakukan refleksi dan kontemplasi sejenak. Tujuannya, menata kembali roh dan cita-cita perjuangan kemerdekaan sejati yang diwariskan para pendahulu dan pendiri bangsa. Kebangsaan, Kemerdekaan Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei dan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus selalu diperingati setiap tahun dengan serangkaian upacara seremonial yang meriah, penuh warna merah putih. Kita seperti dilarutkan dan tenggelam dalam nostalgia semangat perjuangan, heroisme, dan nasionalisme.

Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara

  • Upload
    ibeng

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAHASAN dan diskusi tentang kebangsaan umumnya mengesankan topik yang normatif, tidak populer, dan menjemukkan dari perspektif apa pun. Di tengah ingar-bingar politik, sosial budaya, dan pemikiran yang serbapragmatis dewasa ini, tidaklah mudah menempatkan isu kebangsaan sebagai pedoman utama dalam proses pembangunan bangsa.

Citation preview

Page 1: Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara

Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara Jum'at, 18 Desember 2015     02:40 WIB

musicalprom.com

BAHASAN dan diskusi tentang kebangsaan umumnya mengesankan topik yang normatif, tidak populer, dan

menjemukkan dari perspektif apa pun. Di tengah ingar-bingar politik, sosial budaya, dan pemikiran yang

serbapragmatis dewasa ini, tidaklah mudah menempatkan isu kebangsaan sebagai pedoman utama dalam

proses pembangunan bangsa.

Isu politik maupun ekonomi seperti halnya korupsi, isu yang menyoroti kinerja pemerintah atau pro-kontra

berbagai persoalan aktual yang punya “nilai” jual tersendiri, umumnya lebih disukai. Sering terlupakan bahwa

di balik berbagai persoalan yang tampaknya menyita waktu, tenaga, dan pikiran bangsa ini, masalah

kebangsaan merupakan inti permasalahan sesungguhnya.

Tidak dapat ditawar-tawar lagi bahwa semangat dan jiwa kebangsaan wajib dibangun agar bangsa ini dapat

keluar dari kegalauan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, di tengah ingar-bingar isu politik dan tekanan

pelemahan perekonomian global, ada baiknya dilakukan refleksi dan kontemplasi sejenak. Tujuannya, menata

kembali roh dan cita-cita perjuangan kemerdekaan sejati yang diwariskan para pendahulu dan pendiri bangsa.

Kebangsaan, Kemerdekaan

Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei dan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus selalu diperingati

setiap tahun dengan serangkaian upacara seremonial yang meriah, penuh warna merah putih. Kita seperti

dilarutkan dan tenggelam dalam nostalgia semangat perjuangan, heroisme, dan nasionalisme.

Page 2: Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara

Kemeriahan seremonial seolah-olah sebuah pembenaran bahwa kita semua sudah berperilaku pada koridor

kebangsaan yang benar. Namun, apakah kita sungguh-sungguh telah memahami esensi mengapa dan untuk

apa kedua hari besar nasional tersebut diperingati? Kemeriahan upacara peringatan berbagai hari besar

nasional yang tampak masih sebatas ritual dan upacara peringatan semata, belum sepenuhnya membuat kita

semua memahami esensi di balik upacara peringatan tersebut.

Sebagai bangsa yang berideologi Pancasila dan ber-Bhinneka Tunggal Ika dapat dilihat dan dirasakan bahwa

perlahan tapi pasti, dari waktu ke waktu nilai-nilai Pancasila semakin jauh dari praktik kehidupan masyarakat.

Konflik di antara warga masyarakat hingga para elite politik semakin mencuat terbuka ke ruang publik.

Perbedaan dan keragaman suku dan agama kini kerap dipermasalahkan. Musyawarah untuk mufakat dan

semangat kegotongroyongan semakin langka ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Keadilan hanya

menjadi hak kalangan yang memiliki kekuasaan, koneksi politik, maupun kemampuan ekonomis. Kelompok

kuat menekan serta menguasai kelompok lemah dan tidak mampu, serta masih banyak persoalan kebangsaan

lainnya yang dihadapi bangsa ini.

Apakah ini ialah tujuan dan cita-cita kemerdekaan? Jika kita melihat kembali ke belakang, Bung Karno pada

1933 dalam salah satu risalah politiknya berjudul Mencapai Indonesia Merdeka, menyatakan membangun

Indonesia merdeka tidak hanya melepaskan diri dari belenggu penjajah asing, tetapi juga lepas dari segenap

sistem penindasan yang mungkin dijalankan bangsa Indonesia sendiri setelah negara ini merdeka.

Itulah konsep kemerdekaan yang diimpikan Bung Karno selama 12 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia

diproklamasikan, sebuah konsep kemerdekaan yang meniadakan penindasan manusia atas manusia. Inilah

yang seharusnya terus diperjuangkan agar kita memiliki martabat di negeri sendiri dan memiliki wibawa di

negeri orang.

Tantangan dan Harapan

Bangsa ini punya rasa, karsa, tekad, hasrat, dan punya segalanya untuk pembangunan. Kita hanya

membutuhkan semangat kebangsaan yang mengedepankan semangat kebersamaan dan kegotongroyongan.

Karena pelemahan kebangsaan dapat dinetralisasi dengan semangat kebersamaan yang berlandaskan cinta

Tanah Air dan proses gotong royong di antara simpul-simpul kekuatan bangsa, seperti akademisi, kaum

profesional, generasi muda, TNI, Polri, tokoh agama, partai politik, serta masyarakat lainnya.

Namun, proses gotong royong yang kukuh hanya bisa dibangun berdasarkan proses komunikasi yang lancar

dan penuh kekeluargaan. Hal inilah yang perlu menjadi prioritas saat kita menginginkan arsitektur

kebangsaan yang kuat dan kukuh. Kuat atau tidaknya kadar kebangsaan tentu tidak dapat hanya dibebankan

kepada institusi negara atau pemerintah.

Program-program penguatan kebangsaan yang telah dilakukan negara dan berbagai kalangan lainnya, tentu

tidak berpengaruh besar apabila tidak disertai kebangkitan kesadaran politik masyarakat dan kesadaran

tanggung jawab elite pemimpin di berbagai tataran akan tugas dan tanggung jawabnya. Pada titik ini,

kebangsaan menghadapi tantangan terbesarnya mengingat ego sektoral dan ego kelompok semakin

menguat. Sementara pemahaman kebangsaan generasi penerus cenderung pragmatis dan begitu cair.

Mengapa?

Karena, kini kita berhadapan dengan generasi Y dan generasi Z yang dibesarkan oleh kefanatikan dunia maya

dan media sosial. Tantangannya, di tengah menguatnya ego sektoral dan kelompok, bagaimana

mentransformasikan semangat kebangsaan kepada generasi yang interaksi sosialnya didominasi oleh gawai

Page 3: Nilai Kebangsaan Dasar Bela Negara

(gadget), dan tidak pernah merasakan semangat gotong royong secara fisik? Dengan demikian, menjadi

keharusan bahwa teladan dan pendidikan yang punya faktor konstan nilai-nilai kebangsaan, harus

memikirkan variasi, bentuk, dan model dinamis yang disesuaikan dengan perubahan karakteristik setiap

generasi ke depan.

Yang jelas, esensi kebangsaan tidak pernah terpengaruh perubahan zaman maupun generasi. Kita hanya

membutuhkan konsistensi pemahaman atas konsep kebangsaan yang kita yakini. Di atas itu semua, yang

terpenting adalah keteladanan yang tulus dari para elite pemimpin sebagai pembawa pesan-pesan

kebangsaan dan bukan keteladanan yang bernuansa pencitraan belaka. Kita tidak perlu menunggu adanya

teladan untuk melakukan hal benar jika masing-masing mampu bangkit dan menyediakan diri untuk menjadi

teladan, minimal untuk diri kita.

Bila kita mampu melakukan revolusi mental terhadap diri sendiri dan menjadi teladan bagi lingkungan

terkecil di sekitar kita, di saat itulah ukuran kebangsaan rakyat kita bukan lagi hanya pada hitungan-hitungan

ekonomis dan prestise semu, melainkan pada situasi dan kondisi yang saling percaya, melindungi, menjaga,

dan saling membangun.

Pada 19 Desember 2015, diperingati sebagai Hari Bela Negara. Nilai-nilai kebangsaan sepatutnya menjadi

roh dan perlu ditanamkan serta dibangkitkan dalam program bela negara. Bela negara ialah soft power yang

harus terus dibangun untuk menyongsong Indonesia jaya pada 2045. Ketika Republik Indonesia mencapai

usia 100 tahun, hendaknya menjadi momentum pencapaian bangsa sebagai buah dari semangat kebangsaan,

yang secara nyata diejawantahkan dalam hidup dan kehidupan kita sebagai manusia merdeka dalam

perjuangan roh demi kemerdekaan sejati. Selamat Hari Bela Negara.

Dilema Nikah Siri (http://lampost.co/berita/dilema-nikah-siri)

Penulis : Budi Susilo Soepandji, Guru Besar Universitas Indonesia, Bekerja di Lemhannas RI

Editor : Ricky Marly

dibaca : 1472 Kali

Tweet

2

3Suka Bagikan

Bagikan

0 komentar

Urut Berdasarkan 

Facebook Comments Plugin

Paling Lama

Tambahkan Komentar...

OPINI