Upload
widyaanggarini
View
71
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ngaben
Citation preview
Ngaben Sederhanasebagai
Pilihan Masyarakat Bali yang Kurang Mampu
o
l
e
h
Ni Putu Susiani Lestari Putri
XII IPA 4
SMA NEGERI 1 SUMBAWA BESAR
2007/2008
Ngaben Sederhana
sebagai Pilihan Masyarakat Bali yang Kurang Mampu
Oleh
NI Putu Susiani Lestari Putri
Karya tulis ini disahkan pada tanggal:…………bulan:………tahun 2008
Mengetahui :
Kepala SMAN 1 Sumbawa Guru Pembimbing
( Fahrizal, ( Lalu Karna )
Moto dan Persembahan
Akar prestasi yang sebenarnya terletak pada keinginan kita untuk menjadi yang
terbaik.
Setiap pekerjaan yang mulia pada awalnya adalah sesuatu yang mustahil.
Ketabahan dan kesabaran adalah kunci kehidupan.
Prestasi adalah prestise
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya. Karya
Ku persembahkan untuk orang-orang yang ku sayang dan
masa depanku
tulis saya ini berisi tentang alternatif pelaksanaan ngaben yang dilakukan secara sederhana
(biaya yang lebih murah), karena pada umumnya anggapan masyarakat Bali proses upacara
ngaben membutuhkan biaya yang sangat besar. Meskipun dilaksanakan dengan sederhana
tetapi tidak mengurangi makna ritual upacara tersebut
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
saya dalam menyelesaikan karya tulis ini. Pada akhirnya saya menyadari dalam karya tulis ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan pembaca.
Sumbawa Besar, Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... ii
MOTO DAN PERSEMBAHAN.......................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... v
PENDAHULUAN
Latar belakang permasalahan................................................. 1
Permasalahan............................................................................ 2
Tujuan penelitian...................................................................... 2
Metode penelitian...................................................................... 3
Kegunaan penelitian................................................................. 3
Sistematika penelitian............................................................... 3
PEMBAHASAN.................................................................................... 4
PENUTUP
Kesimpulan.............................................................................. 9
Saran......................................................................................... . 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Manusia menurut Hindu terdiri atas dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Jasmani
atau badan kasar manusia terdiri atas lima unsur yaitu apah (zat cair), teja (panas), bayu
(angin), pratiwi (tanah/zat padat) dan akasa (eter). Ketika manusia meninggal diperlukan
suatu proses yang mempercepat proses pengembalian unsur-unsur tersebut. Proses
pengembalian unsur tersebut salah satunya dapat dilaksanakan dengan cara ngaben. Proses
pengembalian kelima unsur tersebut yang dikenal juga dengan sebutan Panca Maha Bhuta
bertujuan memutuskan keterikatan roh dengan bdan kasar.
Nagaben juga merupakan suatu kewajiban ritual bagi penerus keturunan. Dalam
masyarakat Bali yang menganut pola patrilineal, kewajiban ini harus dilaksanakan oleh anak
laki-laki. Ngaben juga merupakan wujud bhakti yang nyata terhadap orang tua.
Banyak asumsi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Bali, bahwa upacara
ngaben diidentikkan dengan pemborosan, karena tanpa biaya yang besar orang tidak akan bisa
ngaben. Dari sinilah muncul beberapa pendapat yang keliru tentang upacara tersebut.
Pelaksanaan upacara ngaben dalam agama Hindu dikenal dalam tiga bentuk/tingkat
yaitu Utama, Madya dan Nista. Tingkatan-tingkatan tersebut tergantung dari kondisi ekonomi
seseorang. Jika kondisi ekonomi individu tersebut dapat dikatakan mampu, maka pelaksanaan
pengabenan dapat dilakukan pada tingkat nista (sederhana). Perbedaan-perbedaan tingkatan
tersebut terdapat pada sarana upacara ritual, namun prinsip dasar dari tujuan pada tiap
tingkatan tersebut adalah sama yaitu mempercepat proses pengembalian kelima unsur jasmani
manusia.
Adanya tingkatan-tingkatan proses pelaksanaan ngaben umumnya kurang diketahui
oleh masyarakat Bali itu sendiri, sehingga timbul anggapan tanpa mempunyai biaya yang
berlebihan orang tidak akan berani melaksanakan ngaben. Kemudian anggapan yang keliru
itu mentradisi di lingkungan masyarakat bali. Akhirnya banyak umat Hindu yang tidak dapat
melaksanakan ngaben lantaran biaya yang terbatas. Akibatnya banyak leluhurnya dikubur
bertahun-tahun. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep dasar dari upacar tersebut. Untuk
itulah dipandang perlu menyajikan karya tulis “Ngaben Sederhana sebagai Pilihan
Masyarakat Bali yang Kurang Mampu”.
B. Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah sesungguhnya ngaben itu?
2. Apakah ngaben selalu membutuhkan biaya yang besar?
3. Adakah jenis ngaben yang dapat dilakukan dengan menyediakan dana yang kecil?
C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan arti sesungguhnya ngaben.
2. Menjelaskan apakah ngaben selalu mebutuhkan baiaya yang bsar.
3. Menjelaskan jenis ngaben yang dapat dilakukan dengan menyediakan dana yang kecil.
D. Metode Penelitian
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pustaka.
E. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak sekolah dan masyarakat pada
umumnya
F. Sistematika Penelitian
Karya tulis ini tersusun dalam tiga bab. Bab I memuat pendahuluan yang berisi latar
belakang, permasalahan, tujuan, metode, kegunaan, dan sistematika penelitian. Bab II
menguraikan hasil penelitian. Bab III berisi penutup (kesimpulan dan saran).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ngaben
Sebelum sampai pada uraian pokok permasalahann perlu diketahui pengertian
dasar tentang ngaben. Ngaben secara umum didefinisikan sebagai upacara pembakaran mayat
walaupun dari asal usul etimologi kata kurang tepat karena ada tradisi ngaben yang tidak
melalui pembakaran mayat.
Ngaben sesungguhnya berasal dari kata “beya” yang berarti bekal atau biaya. Dari
kata beya ini dalam kalimat aktif menjadi “meyanin” atau membiayai atau boleh juga
dikatakan “ngabeyanin” lalu diucap pendek menjadi “ngaben”. Jadi ngaben atau meyanin
adalah upacara penyelenggaraan jenasah dan penyelenggaraan penyucian roh bagi orang yang
sudah meninggal agar dapat kembali keasalnya.
Ngaben atau meyanin dalam istilah baku lainnya yang disebut-sebut dalam lontar
Weda adalah “atiwa-tiwa”. Kata “atiwa-tiwa” ini belum dapat dicari asal usulnya.
Kemungkinan berasal dari bahasa asli Nusantara (Astronesia), mengingat upacara sejenis ini
juga kita jumpai pada suku Dayak di Kalimantan yang mereka sebut “tiwah” dan di tanah
Batak disebut “tibal”. Dalam bahasa laian di Bali yang berkonotasi halus, ngaben itu disebut
“palebon” yang berasal dari kata “lebu” yang artinya tanah. Palebon artinya menjadikan
tanah atau abu. Untuk menjadikan tanah ada dua cara yaitu dengan cara membakar dan
menanam ke dalam tanah, namun cara membakar adalah yanag paling cepat.
Upacara ngaben mempunyai beberapa maksud yaitu:
Mengembalikan unsur yang menjadikan badan kasar manusia kepada asalnya di alam ini.
Menghantarkan roh kembali ke alamnya dengan memutuskan kecintaan dengan dunia.
Adapun tujuan ngaben adalah sebagai berikut:
Melepaskan roh dari ikatan duniawi.
Untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.
Untuk meningkatkan status kesucian roh yang telah meninggal.
Oleh karena itu, ngaben sesungguhnya tidak dapat ditunda-tunda. Mestinya begitu
seseorang meninggal harus segera diabenkan. Jika upacara ngaben itu tidak dilaksanakan
dalam kurun waktu yang cukup lama, maka badan kasarnya akan menjadi bibit penyakit dan
rohnya akan mendapatkan neraka. Untuk itu ngaben diwajibkan bagi umat Hindu.
2. Ngaben Tidak selalu Membutuhkan Biaya Besar
Ngaben adalah suatu tradisi umat Hindu di Bali untuk memberi penghormatan
kepada keluarga yang meninggal dengan cara mengadakan upacara pembakaran mayat..
Tradisi ini sudah dilakukan sejak masa-masa kerajaan Bali hingga detik ini upacara ngaben
masih sangat dilestarikan. Masyarakat Hindu di Bali tetap menjalankan upacara ngaben
sebagai tradisi adat dan keharusan. Namun seiring berjalannya waktu upacara tersebut menjadi
suatu kerumitan yang sangat mahal harganya bagi sebagian besar masyarakat Bali. Mahal
bukan dalam artian makna namun mahal dalam arti sesungguhnya. Namun sebenarnya
anggapan masyarakat tentang ngaben yang selalu membutuhkan biaya yang besar tersebut
tidak selamanya benar karena masih terdapat sistem ngaben sederhana yang selama ini kurang
diketahui oleh masyarakat Bali itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maruta I Ketut Drs. 2004. Agama Hindu SMP. Denpasar : Pustaka Tarukan
Agung.
2. Wikarman Singgin I Nyoman. 1998. Ngaben Sederhana. Surabaya : Paramita.
3. Tim Ganeca Exact Bandung. 1995 Agama Hindu 2. Bandung : Ganeca Exact
Ngaben sederhana ini tidak terlalu banyak membutuhkan biaya dan waktu. Sarana
upacara yang digunakan dalam ngaben sederhana ini juga tidak terlalu banyak seperti ngaben
biasanya. Sarananya dapat berupa sesaji maupun sarana yang merupakn simbol-simbol badan
manusia dan sarana yang berfungsi sebagai pembersih. Walaupun sederhana namun tidak
mengurangi makna dari upacara ngaben itu sendiri.
Adapun sarana upacara yang digunakan dalam ngaben sederhana ini antara lain:
a. Awak-awakan
Awak-awakan adalah pengganti badan orang yang sudah meninggal. Awak-
awakan ini dibuat khusus untuk jenazah yang penah dikubur. Untuk jenazah yang baru
meninggal, awak-awakan ini dibuat dari Cendana yang panjangnya kurang lebih 30 cm,
berisi Sastra Dasasara (10 huruf suci yang melambangkan manifestasi Tuhan yaitu Sa,
Ba, Ta, A, I, Na, Ma, Si, Wa, Ya), Omkara (Om), dan Rwabhineda (ANG, AH) disertai
orang-orangan sebagai perwujudan orang yang sudah meninggal.
b. Tirtha (Air Suci)
Tirtha adalah air yang telah disucikan oleh pendeta. Fungsi dari tirtha ini adalah
sebagai alat pembersih dan penyucian bagi jenazah yang akan diabenkan.
c. Papaga
Papaga adalah tempat dimana jenazah dibersihkan atau dimandikan.
d. Jempana
Jempana berbentuk seperti kursi. Fungsinya sebagai bagian dari badan yang
dibakar, untuk kemudian dihanyutkan ke laut atau ke sungai.
e. Tatukon pangiriman
Tatukon ini merupakan kelengkapan badan manusia yang di buat untuk
menggantikan badan yang sebenarnya yang tidak berfungsi lagi. Simbol-simbol inilah
yang nantinya akan diupacarai.
f. Kajang
Kajang adalah kain putih yang ditulisi aksara suci. Kajang ini berfungsi sebagai
selimut sekaligus melambangkan kulit tubuh orang yang sudah meninggal.
g. Karep Sinom
Karep artinya kerudung bunga. Kareb sinom ini dibuat dari ulatan daun rontal yang
berfungsi sebagai kerudung.
h. Angkep Rai
Angkep rai adalah kain putih yang beraksara yang dipakai untuk menutupi muka
jenazah.
3. Jenis-jenis Ngaben Sederhana
Adapun jenis-jenis ngaben yang tergolong kedalam ngaben sederhana yaitu:
1. Ngaben Mitra Yajna
2. Ngaben Sawa Pranawa
3. Ngaben Pranawa Bhuanakosa
4. Ngaben Swasta
Pemilihan terhadap jenis ngaben sederhana ini bergantung kepada keadaan/kondisi
orang yang meninggal. Sebagai contoh, jika sebuah keluarga mempunyai sanak keluarga yang
meninggal kemudian pihak keluarga tersebut langsung hendak mengaben, maka ngaben yang
dipilih adalah ngaben Mitra Yajna. Berbeda dengan anggota kelurga yang pernah dikubur,
maka jenis ngaben yang dipilih adalah nagaben Sawa Pranawa. Disini terlihat betapa
fleksibelnya agama Hindu menghadapi kondisi-kondisi yang tidak sama pada setiap keluarga.
Agama Hindu di India sudah menerapkan ngaben sederhana ini sejak dahulu kala.
Para pembesar India seperti Nyonya Indira Gandhi dalam waktu yang singkat sudah
diabenkan. Tidak ada upacara yang berbelit-belit, hanya memerlukan tempat pembakaran,
kayu-kayu harum sebagai kayu api dan mantram-mantram atau nyanyian-nyanyian suci yang
mengalun terus menerus saat prosesi pengabenan.
Pada prinsipnya, agama Hindu di Bali mengikuti cara-cara seperti di India, hanya
saja masih memberikan alternatif untuk menunggu sementara. Hal ini mungkin dimaksudkan
untuk menunggu sanak keluarga, menunggu hari baik dan lain-lain. Namun sebenarnya agama
Hindu di Bali hanya diberikan waktu tidak lewat dari setahun untuk diabenkan. Sementara
menunggu waktu pengabenan, jenazah harus dikuburkan. Dalam penguburan ini jenazah juga
dibuatkan upacara. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak
diinginkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Upacara Ngaben adalah upacara penyelenggaraan jenazah dan penyelenggaraan
penyucian roh bagi orang yang sudah meninggal untuk dapat kembali ke asalnya. Secara
garis besarnya, ngaben dimaksudkan untuk mempercepat proses pengembalian unsur
yang menjadikan badan kasar manusia ke asalnya di ala mini dan menghantarkan roh ke
alamnya dengan memutuskan kecintaan dengan dunia.
2.Ngaben tidak selamanya membutuhkan biaya yang mahal dan pelaksanaannya
bergantung pada kondisi perekonomian seseorang.
B. Saran
Agar sosialisasi pelaksanaan ngaben dengan cara yang sederhana lebih diintensifkan,
sehingga tidak terjadi lagi penundaan pelaksanaan ngaben karena keterbatasan biaya.
Ngaben Sederhana
sebagai
Pilihan Masyarakat Bali yang Kurang Mampu
o
l
e
h
Ni Putu Susiani Lestari Putri
XII IPA 4
SMA NEGERI 1 SUMBAWA BESAR
2007/2008