Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton merupakan bahan gabungan dari agregat kasar dan agregat halus yang
diikat dengan semen yang dicampur dengan air dan kadang-kadang ditambahkan
additive bila diperlukan. Dalam praktek pembuatan konstruksi beton bahan tambahan
(additive) merupakan bahan yang dianggap penting. Penggunaan bahan tambahan
tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan
sifat beton yang diinginkan (Subakti, 1995).
2.2 Bahan - bahan Penyusun Beton
2.2.1 Semen
Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah
berhubungan dengan air. Semen dapat dibedakan menjadi 2 yaitu semen non hidrolik
dan semen hidrolik. Semen non hidrolik adalah bahan pengikat yang akan mengeras
bila bereaksi dengan air, tetapi akan larut dalam air, contohnya gypsum. Semen
hidrolik adalah bahan pengikat yang akan mengeras bila bereaksi dengan air, serta
menghasilkan produk yang tahan air. Salah satu jenis semen hidrolik yang biasa
dipakai dalam pekerjaan konstruksi adalah semen portland (PC).
Pada umumnya semen portland memiliki kehalusan sedemikian rupa sehingga
kurang lebih 80% dari butirannya dapat menembus ayakan 44 mikron (Samekto Dkk,
2005). Fungsi utama dari semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga
membentuk suatu masa padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-butir
agregat.
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Bahan utama pembentuk semen
portland adalah kapur (CaO), silika (SiOs), alumina (AlOa), sedikit magnesium
(MgO), oksida besi, sedikit alkali, dan gypsum (CaSO4,2H2<D). Gipsum
ditambahkan untuk mengatur waktu ikat semen (Mulyono, 2004). Semen portland
6
didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker,
dengan batu gips sebagai bahan tambahan.
Secara ringkas, proses pembuatan semen portland dapat dijelaskan sebagai
berikut. Bahan baku yang berasal dari tambang berupa campuran (CaO), (SiCh),
(AbOs), digiling bersama-sama beberapa bahan tambah lainnya. Hasil campuran
tersebut dituangkan ke ujung din (oven berbentuk silinder) yang diletakan agak
miring. Kemudian din diputar dan dipanaskan. Temperatur dalam din dinaikan secara
perlahan hingga mencapai temperatur klinker (1400°C). Temperatur ini
dipertahankan sampai campuran membentuk butiran semen portland. Butiran yang
dihasilkan disebut sebagai klinker dan memiliki diameter antara 1.5-50 mm. Klinker
tersebut didinginkan dan selanjutnya dihancurkan menjadi butiran-butiran halus.
Bahan tambah, yakni sedikit gipsum (sekitar l%-5%) ditambahkan untuk mengontrol
waktu ikat semen, yakni waktu pengerasan semen dilapangan (Mulyono, 2004).
Semen dapat dibedakan berdasarkan susunan kimianya, secara garis besar ada 4
senyawa kimia utama yang menyusun semen portland, yaitu :
1. Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2) yang disingkat menjadi CsS.
Senyawa ini mengeras dalam beberapa jam, dengan melepas panas. Kuantitas
yang terbentuk dalam ikatan menentukan pengaruhnya terhadap kekuatan be ton
pada awal umurnya, terutama dalam 14 hari pertama.
2. Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
Hidrasi senyawa ini berlangsung berlahan dengan melepas panas yang lambat.
Senyawa ini berpengaruh terhadap proses peningkatan kekuatan yang terjadi dari
14 hari sampai 28 hari, dan seterusnya. Semen yang mempunyai proporsi
Dikalsium Silikat banyak mempunyai ketahanan terhadap agresi kimia dan
penyusutan kering rendah.
3. Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2Oa) yang disingkat menjadi C3A.
Senyawa ini mengalami hidrasi sangat cepat disertai pelepasan sejumlah besar
panas, menyebabkan pengerasan awal tetapi kurang kontribusinya pada Kekuatan
batas, kurang ketahananya terhadap agresi kimiawi, paling menonjol mengalami
7
disintegrasi oleh sulfat air tanah, dan tendensinya sangat besar untuk retak-retak
oleh perubahan volume.
4. Tetrakalsium aluminoferrit (4CaO.AlaO3.Fe2O3) yang disingkat menjadi
C4AF.
Senyawa ini mengalami hidrasi lambat dengan menimbulkan panas hidrasi
rendah, kurang begitu besar pengaruhnya terhadap kekerasan semen atau beton
sehingga kontribusinya dalam peningkatan kekuatan kecil.
Kandungan senyawa yang terdapat dalam semen akan membentuk karakter
dan jenis semen. Ditinjau dari segi penggunaannya, menurut SNI 15-2049-2004
semen portland dapat dibagi menjadi lima jenis yaitu :
- Tipe I : Semen portland standar digunakan untuk semua bangunan beton yang
tidak mengalami perubahan cuaca yang besar dan tidak berada dalam
lingkungan yang sangat korosif.
Tabel 2. 1 Komposisi semen portland tipe I
Komponen Prosentase (%)Cao 64 SiO2 19
A12O3 5,5 Fe2O3 3,5 MgO 1,4 SOS 1,9
K2O + Na2 1,1 Ignitiomnoss 2,1
MnTi 0,9 Bahan - bahan sisa balace 0,6
- Tipe II : Semen portland yang mempunyai ketahanan terhadap sulfat dengan
panas hidrasi yang lebih rendah. Digunakan untuk bangunan yang
berhubungan dengan air tanah.
- Tipe III : Semen portland yang mempunyai kekuatan awal tinggi setelah
terjadinya proses pengikatan dengan panas hidrasi yang ditimbulkan
50% lebih tinggi dari semen tipe I. Digunakan pada pekerjaan beton
pada daerah yang memiliki suhu rendah.
8
- Tipe IV : Semen portland dengan panas hidrasi yang relatif rendah dengan
pengerasan yang lambat. Digunakan untuk pembuatan beton dengan
volume pengerjaan yang besar.
- Tipe V : Semen portland yang memiliki ketahanan terhadap sulfat dengan
konsentrasi tinggi. Digunakan untuk konstruksi yang berhubungan
dengan air laut, air buangan industri dan lain sebagainya (Samekto dan
Rahmadiyanto, 2005).
2.2.2 Air
Dalam campuran beton, air mempunyai dua buah fungsi, yang pertama untuk
memungkinkan reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya
pengerasan, dan kedua sebagai pelicin campuran kerikil, pasir dan semen agar
memudahkan pencetakan (Murdock, 1991).
Campuran semen yang mengandung air sangat kecil, menjadi sangat kering
dan sangat sukar dipadatkan selain itu juga proses hidrasi tidak dapat terjalan
sempurna. Sebaliknya dengan adanya jumlah air yang berlebihan akan menyebabkan
rongga yang lebih banyak terdapat pada beton, disebabkan oleh air sisa dari proses
hidrasi semen dengan air. Adanya pori pada beton ini akan menyebabkan
berkurangnya kekuatan tekan beton. Agar reaksi kimia antara semen dengan air
berlangsung dengan memuaskan, dibutuhkan air sebanyak kira-kira 20% dari berat
semen.
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 air yang digunakan dalam pembuatan beton
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Air harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam, zat
organik atau bahan-bahan lain yang dapat merusak beton dan tulangan.
- Air yang baik untuk pembuatan beton adalah air tawar yang dapat diminum
baik yang berasal dari air alami maupun air tawar olahan.
- Untuk air yang tidak dapat diminum apabila ingin digunakan sebagai bahan
membuat beton maka pada pengujian benda uji berumur 7 hari dan 28 hari
harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari benda
9
uji yang menggunakan air yang dapat diminum dengan komposisi campuran
yang sama.
Zat-zat yang terkandung dalam air yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap
mutu beton menurut British Standard (BS) 3148:1980 antara lain :
- Garam-garam klorida dapat menimbulkan korosi pada logam yang tertanam
dalam beton.
- Garam-garam sulfat dapat menyebabkan pengembangan dan menimbulkan pecah-
pecah (disintegrasi) pada beton.
- Alkali karbonat dan bikarbonat serta zat-zat organik dapat mempengaruhi waktu
pengikatan semen dan kekuatan beton (Subakti, 1994).
2.2.3 Agregat
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran mortar (aduk) dan beton. Kandungan agregat dalam campuran beton
biasanya sangat tinggi, berkisar 60%-70% dari berat campuran beton, sehingga
agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan. Pada campuran
beton pemilihan agregat merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan,
untuk menilai jenis agregat yang akan digunakan sebagai bahan campuran beton
tergantung pada mutu, tersedianya bahan, harga serta jenis konstruksi yang akan
menggunakan bahan tersebut.
Agregat harus memenuhi syarat mutu sesuai dengan Standar Industri Indonesia
(SII) 0052-80, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan jika tidak tercantum dalam
syarat ini harus memenuhi syarat ASTM (American Society for Testing Material)
C.33-82 (Mulyono, 2004).
Ditinjau dari besarnya butiran, maka agregat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
agregat kasar dan agregat halus.
2.2 3.1 Agregat Halus
Agregat halus dapat berupa pasir alam sebagai disintregasi alami dari ram-
batuan atau berupa pasir buatan yang didapat dari alat pemecah batu. Menurut
(Mulyono, 2004) syarat agregat halus berdasarkan SII.0052 adalah :
1) Modulus halus butir 1,5 sampai 3,8
10
2) Butir menembus ayakan 4,8 mm
3) Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm atau No.
200) maksimum 5%.
4) Kadar zat organik yang terkandung yang ditentukan dengan mencampur agregat
halus dengan natrium sulfat (NaSO4) 3%, jika dibandingkan dengan warna
standar/pembanding tidak lebih tua dari pada warna standar.
5) Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%,
dan jika dipakai magnesium sulfat bagian yang hancur maksimum 15%.
Batas-batas susunan besar butir (Grading) agregat halus yang digunakan dalam
campuran beton menurut SNI 03-2847-2002 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Batas gradasi agregat halus
Lubang Ayakan
(mm)
Persen berat butir yang lewat ayakan
Zone 1 Zone 2 Zone 3 Zone 4
10 100 100 100 100
4,80 90-100 90-100 90 - 100 95 - 100
2,40 60-95 75 - 100 85 - 100 95 - 100
1,20 30-70 55-90 75 - 100 95 - 100
0,60 15-34 35-59 60-79 80-100
0,30 5-20 8-30 12-40 15-50
0,15 0-10 0-10 0-10 0-15
(Sumber : Samekto dan Rahmadiyanto,2005)
2.2.3.2 Agregat Kasar
Pada umumnya yang dimaksud agregat kasar adalah agregat dengan besar
butiran lebih dari 5 mm atau agregat yang semua butirnya tertahan ayakan ukuran
4.75 mm. Menurut (Mulyono, 2004) syarat agregat halus berdasarkan SII.0052
adalah:
1) Modulus halus butir 6,0 sampai 7,1. 21 Butir tertingal di atas ayakan 4,8 mm
2) Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm)
maksimum 1%.
11
3) Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 12%,
dan jika dipakai magnesium sulfat bagian yang hancur maksimum 18%.
4) Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika kadar alkali dalam semen sebagai
NaaO lebih besar dari 0,6%.
5) Tidak mengandung butiran yang panjang dan pipih lebih dari 20%.
6) Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan mesin Pengaus Los
Angeles, dengan tidak boleh kehilangan berat lebih dari 50% (Mulyono,
2004).
Menurut ASTM gradasi agregat kasar (krikil/batu pecah) yang baik sebaiknya masuk
dalam batas-batas yang tercantum dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Gradasi agregat kasar menurut ASTM
Lubang Ayakan
(mm)
Persentase Tembus Komulatif
Ukuran Butir Nominal ( mm )
37,5-4,75 25-4,75 19-4,75 12-4,75
50,0 100 - - -
37,5 95 - 100 100 - -
25,0 - 95 - 100 100 -
19,0 35-70 - 90-100 100
12,5 - 25-60 - 90-100
9,5 10-30 - 20-55 40-70
4,75 0-5 0-10 0-10 0-15
2,35 - 0-5 0-5 0-5
(Sumber : Samekto dan Rahmadiyanto,2005)
2.2.4 Batu Kapur
Batu kapur dapat digolongkan sebagai batuan endapan atau batuan sedimentasi
yaitu batuan yang terjadi akibat timbunan, endapan serta akibat angin. Disamping itu
dapat pula terdiri dari sisa-sisa atau produk yang dihasilkan oleh binatang atau
tumbuhan.
12
Semakin keras dan padat jenis batu kapur, makin cocok sekali untuk
membuatan beton (Murdock, 1991). Batu kapur sangat bervariasi dalam mutu serta
kekuatan tekannya, akan tetapi dengan mengandalkan seleksi yang cermat dapat
digunakan untuk bahan campuran beton yang cukup baik. Jenis batu kapur yang keras
dan padat seperti kalsit atau kristalin yang mengandung kalsium karbonat serta
dolomit yang mengandung magnesium karbonat sangat baik untuk dijadikan agregat
sebagai campuran beton. Beton yang menggunakan bahan ini tahan terhadap api serta
mempunyai koefisien ekspansi yang rendah terhadap panas (Subakti, 1995).
Batu kapur yang terdapat di kabupaten Badung dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis yaitu:
1. Batu kapur keras (Britl), berwarna abu-abu dengan daya penyerapan air
(absorbsi) yang tinggi. Batu kapur ini oleh penduduk setempat diolah menjadi
bahan bangunan sejenis batako.
2. Batu kapur padat, berongga besar dan kecil serta kristalin berwarna putih abu-abu
dan kuning kecoklatan. Batu kapur ini pada umumnya terdapat pada lapisan batu
kapur dengan ketebalan antara 1,5 m sampai 6 m.
3. Batu gamping lunak dengan bongkahan besar atau kecil yang tersemen oleh
kapur halus atau tepung kapur. Batu kapur jenis ini kurang baik jika digunakan
sebagai bahan campuran beton karena batu kapur ini mudah hancur dan porous
(Andiana, 2001).
Sebagai salah satu bahan yang akan digunakan sebagai alternatif pengganti
agregat kasar, batu kapur sudah memenuhi persyaratan teknis yaitu tersedia dalam
jumlah yang cukup banyak, mudah didapatkan dan harganya yang relatif murah.
Sedangkan untuk kekuatan hancur dan ketahanan batu kapur terhadap benturan telah
dilakukan penelitian awal, di laboratorium bahan dan beton fakultas Teknik
Universitas Udayana dengan menggunakan mesin Los Angeles mendapatkan hasil
sebesar 25,35%. Berdasarkan hasil dari tes analitik Universitas Udayana, batu kapur
kristalin mempunyai kandungan senyawa kimia seperti dalam tabel 2.4.
13
Tabel 2. 4 Kandungan senyawa kimia batu kapur
Zat Kimia Prosentase Kandungan Unsur Kimia
CaO 2,158 ZnO 0,008
A1203 0,332
Fe2O3 0,243
SiO2 75,840
H2O 0,097
P205 0,007
Sumber : Andiana 2001)
2.2.5 Bahan Tambahan
Admixture adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton
pada saat atau selama pencampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk
mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu,
atau untuk menghemat biaya (Mulyono, 2004).
Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu diketahui
dahulu kategori atau penggolonganya antara lain :
1) Air Entraining Agent
Adalah bahan tambahan untuk rneningkatkan kadar udara agar beton tahan
terhadap pembekuan dan pencucian terutama untuk daerah salju.
2) A dmixture kimia (Bahan Tambahan Kimia)
Adalah bahan tambahan cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan
waktu pengerasan (mempercepat atau memperlambat), mereduksi kebutuhan air,
menambah kemudahan pekerjaan beton (rneningkatkan slump).
3) Mineral Admixture (Bahan Tambahan Mineral)
Adalah bahan tambahan padat yang dihaluskan yang ditambahkan untuk
memperbaiki sifat beton agar beton mudah dikerjakan dan kekuatan serta
keawetanya meningkat. Bahan-bahan tambahan mineral ini misalnya bahan
tambahan pozzolan, slag, abu terbang (batu bara), abu sekam (gabah), dan silika
fume (bahan produksi sampingan silika murni, ferro silikon).
14
4) Bahan tambahan lainnya (miscellanous admixture)
Adalah semua bahan tambahan yang tidak termasuk dari ketiga kategori diatas,
misalnya bahan tambahan jenis polymer, fiber mash, bahan pencegah karatan,
bahan tambahan yang dapat mengembang, dan bahan tambahan untuk perekat
(Subakti, 1995).
2.2.5.1 Bahan Tambahan Mineral
Pozzolan
Adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika alumunat dan
alumina, bentuknya yang halus dan dengan adanya air, maka senyawa-senyawa
tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu normal mambentuk
senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium hidrat yang bersifat hidrolis serta
mempunyai angka kelarutan yang rendah (Subakti, 1994).
Jenis - jenis pozzolan menurut proses terbentuknya (asalnya), bahan pozzolan
dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
a. Pozzolan alam
b. Pozzolan buatan
Pozzolan alam
Adalah bahan alam yang merupakan sedimentasi dari abu atau lava gunung
barapi yang mengandung silika aktif, yang bila dicampur dengan kapur oadam akan
mengadakan proses sedimentasi. Sifat pozzolan alam terhadap beton adalah
memperlambat waktu seting sehingga kekuatan awal beton rendah, rozzolan bereaksi
dengan Ca(OH)2 membentuk senyawa kalsium silikat hidrat CSH) sehingga
mengurangi kandungan Ca(OH)2 dalam beton, membuat beton tahan terhadap air
laut atau sulfat.
Pozzolan Buatan
Pozzolan buatan sebenarnya banyak macamnya, baik merupakan sisa
membakaran dari tungku, maupun hasil pemanfaatan limbah yang diolah menjadi iru
yang mengandung silika reaktif dengan melalui proses pembakaran, seperti abu
terbang (fly ash), abu sekam (rice husk ash), slag dan silika fume. Semen yang
mempunyai bahan tambahan pozzolan akan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
15
a. Workabilitas dari beton yang memakai semen pozzolan akan lebih baik.
b. Merubah waktu setting
c. Merubah Kekuatan beton
2.2.5.2 Abu terbang (Fly Ash)
Abu terbang adalah hasil pemisahan sisa pembakaran yang halus dari
pembakaran batu bara yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel yang
berupa semburan asap, yang dikenal di Inggris sebagai serbuk pembakaran. Abu
terbang mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 352 (45 jam) 5-
27%. (Subakti, 1994).
Kandungan senyawa kimia fly ash yang meliputi Oksida silika (SiC^) + Oksida
Alumina (AfeOs) + Oksida besi (FeOs), minimum sebesar 70 % (Mulyono, 2004).
2.2.5.3 Abu Sekam
Abu sekam adalah limbah hasil pembakaran dari kulit gabah padi yang nasanya
digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pembakaran batu bata men tab dalam
proses pembuatan bata. Sekam padi atau kulit gabah merupakan iimbah dari pabrik
penggilingan padi dimana sekam merupakan bagian terbesar kedua setelah beras dari
gabah. Pembakaran sekam pada proses pembuatan batu bata mencapai suhu 600°-
700°C, pada suhu ini akan dihasilkan silika yang reaktif, yang dapat dimanfaatkan
sebagai pozzolan buatan. Sebagai kita ketahui silika relaktif dapat bereaksi dengan
kapur padam membentuk kalsium silikat hidrat (Subakti, 1994).
Abu sekam padi yang digunakan dalam penelitian ini lolos analisa saringan no
200 / 75 um. Berdasarkan hasil penelitian Laboratorium Analitik Universitas
Udayana, didalam sekam padi terdapat unsur silika yang tinggi. Sehingga dalam
bentuknya yang berupa serbuk halus akan mempunyai sifat Pozzolan alami yaitu
memperlambat waktu setting sehingga kekuatan beton awal rendah yang akan
mengakibatkan ketahanan kimia beton meningkat.
16
2.2.5.4 Siag
Slag adalah produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus, hasil
pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkan kedalam air
(Mulyono, 2004). Slag memiliki kadar silika sebesar 10%-16% (Tenaya W).
2.2.5.5 Silika Fume
Silika fume adalah hasil produksi sampingan dari reduksi quarsa murni (SiO2)
dengan batu bara di tanur listrik dalam pembuatan silikon atau ferro silikon . Silika
Fume mengandung kadar SiO2 yang tinggi (92%-94%). Ukuran partikelnya berkisar
antara 0,1µ-1,0µ. atau jika dibandingkan dengan butiran semen ukuran ini 100 kali
lebih kecil (Mulyono, 2004).
2.2.6 Pengaruh Abu Sekam Padi Terhadap Kuat Tekan
Kalsium Hidroksida atau Ca(OH)2 adalah hasil hidrasi antara semen dan air,
Ca(OH)2 ini dapat menyerang butir-butir agregat yang mengandung alkali reaktif dan
menghasilkan gel-gel alkali dari jenis yang dapat mengembang tak terbatas. Gel-gel
ini akan menyerap air, kemudian mengembang sehingga dapat menyebabkan
tegangan-tegangan intern yang menjalar dan kemudian menimbulkan pengembanga
yn yang menyeluruh. Pengembangan yang meluas ini akan menimbulkan retak-retak
sarta pecah-pecah dalam beton, dan akhirnya merusak seluruhnya.
Abu sekam padi dapat mereduksi Ca(OH)2, SiO2 yang terkandung dalam abu
sekam padi dapat bereaksi dengan Ca(OH)2 membentuk Kalsium Silikat Hidrat (C-S-
H) berupa gel yang dapat mempengaruhi kekuatan beton,rumus kimianya sebagai
berikut:
Ca(OH)2 + SiO2 CaO + SiO2 + H2O
C-S-H yang dihasilkan memiliki sifat sebagai bahan perekat, sehingga dapat
meningkatkan daya lekat antara mortar dengan agregat agregat kasar, sehingga dapat
meningkatkan kekuatan tekan beton. Selain itu karena diameternya iangat kecil dapat
berperan sebagai pengisi antara partikel-partikel semen. 3engan adanya abu sekam
padi ini distribusi porositas beton menjadi lebih kecil ian selanjutnya kekedapan
beton bertambah (Subakti 1995).
17
2.3 Penelitian Tentang Abu Sekam
2.3.1 Penggunaan Abu Sekam Padi Pada Self Compacting Concrete
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan dan pengaruh
penambahan abu sekam Padi dalam campuran beton dan kadar penambahannya pada
self compacting concrete. Bahan yang digunakan adalah abu sekam padi, pasir dan
kerikil dari Karangasem, semen portland type I. Benda uji dibuat dalam bentuk kubus
dengan ukuran 15cm x 15cm x 15cm, menggunakan perbandingan campuran beton 1
pc; 2 ps; 3 krl dan faktor air semen sebesar 0,5.
Prosentase penambahan abu sekam padi dilakukan dengan 5 variasi terhadap
berat semen yang ditunjukkan pada Tabel 2.5. Setiap perlakuan dibuat 5 benda uji
sehingga total benda uji yang dibuat sebanyak 25 buah. Benda uji tersebut dites gaya
tekan hancurnya pada umur 28 hari. Hasil pengujian kuat tekan karekteristik (a'bk)
ditunjukan pada tabel 2.5 dan setelah dianalisa menggunakan analisa regresi
polynominal didapatkan persamaan:
Y = -0,265 X2 + 4,811 X + 92,021 (2.2)
Berdasarkan persamaan 2.2 didapatkan a'bk seperti pada tabel 2.5, dan
didapatkan juga penambahan abu sekam padi yang optimum sebesar 9,077 % dari
Derat semen dan a'bk sebesar 113,857 (kg/cm2).
Tabel 2. 5 Pengaruh penambahan abu sekam padi terhadap a'bk
Perlakuan α' bk (hasil
pengujian) (kg/cm2)
α'bk (hasil analisa)
(kg/cm2)
Pengaruh penambahan
abu sekam terhadap α'bk
I (0 %) 94,321 92,021 Kontrol
II (5 %) 100,741 109,451 Naik 18.941 %
III (10%) 125,926 113,631 Naik 23.484 %
IV (15%) 96,790 104,561 Naik 13.627 %
V (20 %) 83,951 82,241 Turun 10.628 %
(Sumber: Al Amin, 2002)
18
2.3.2 Pengaruh Penambahan Abu Sekam Padi Pada Campuran Beton Terhadap
Kekuatan Tekan Beton Dengan Agregat Kasar Limbah Batu Tabas
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui perbandingan kuat tekan
yang dihasilkan antara campuran adukan beton dengan penambahan abu sekam padi
dengan adukan beton tanpa penambahan abu sekam padi. Benda uji berupa kubus
beton dengan ukuran 15x15x15 cm, menggunakan campuran dengan perbandingan
berat setara volume 1 pc : 2 ps : 3 bt dengan faktor air semen tetap yaitu 0,6.
Persentase penambahan abu sekam padi dilakukan dalam 7 variasi penambahan
terhadap berat semen yang ditunjukan pada tabel 2.6. Setiap perlakuan dilakukan 3
ulangan dan setiap ulangan dibuat 2 benda uji sehingga satu perlakuan dibuat 6 benda
uji. Data yang diperoleh dari hasil tes kuat tekan beton tersebut kemudian dianalisa
dengan rancangan acak lengkap (RAL), dilanjutkan dengan pengujian beda nyata
terkecil (BNT), dan analisa regresi. Setelah dianalisa dengan persamaan regresi
polinomial diperoleh persamaan : Y = -2404,721 X2 + 604,237 X + 254,959
(2.3).
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa penambahan abu sekam padi pada
campuran beton dengan proporsi tertentu dapat meningkatkan kuat tekan beton.
Penambahan abu sekam padi yang optimum untuk meningkatkan kuat tekan beton
rata - rata sebesar 12,564 % dari berat semen dan kuat tekan maksimum adalah
292,916 kg/cm2.
Tabel 2.6 Pengaruh penambahan abu sekam padi terhadap kuat tekan beton rata rata
(a'bm)
Penambahan abu sekam padi
∑’bm (kg/cm2)
Prosentase peningkatan terhadap control
0 % (kontrol) 254,074 -
10% 277,037 9,038 % 11% 289,630 13,994 % 12% 303,704 19,534 % 13% 300,704 18,360% 14% 297,407 17,055 % 15% 284,444 11,953%
Somber: Suranata, 2006)
19
2.4 Penelitian Tentang Batu Kapur
Penelitian tentang penggunaan batu kapur sebagai agregat kasar sudah
pernah di teliti oleh beberapa orang antara lain :
Menurut Darmadi (1996), yang menggunakan kombinasi gabungan antara
agregat kasar batu pecan dengan agregat kasar batu kapur kristalin berasal dari desa
Jimbaran. Hasil pemeriksaan bahan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
penyerapan air pada batu kapur kristalin sebesar 1,8%, berat jenis bulk 2,481 gr/cm3,
berat jenis SSD 2,489 gr/cm3, berat jenis semu 2,500 gr/cm3 dan modulus kehalusan
agregat kasar (Fm) sebesar 8,3. Sedangkan daya tahan batu kapur kristalin terhadap
pembubukan diperoleh nilai 38,34%. Benda uji yang digunakan berbentuk kubus
dengan dimensi 150 x 150 x 150 mm. Faktor air semen yang digunakan sebesar 0,6
dengan komposisi perbandingan campuran 1 semen : 1,5 agregat halus : 2,5 agregat
kasar, digunakan kombinasi agregat kasar 75% batu kapur dan 25 % batu pecah,
menghasilkan nilai slump 7 cm dan kuat tekan f ck 27,903 Mpa.
Menurut Andiana (2001), yang menggunakan jenis batu kapur kristalin
berasal dari desa Jimbaran. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui berapa nilai
faktor air semen yang dapat menghasilkan kuat tekan beton maksimum dengan
menggunakan semen Portland type I sebagai bahan pengikat dan agregat kasar batu
kapur kristalin. Hasil pemeriksaan bahan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu:
penyerapan air yang terjadi pada batu kapur kristalin yang digunakan sebesar 1,4%,
berat jenis bulk 2,212 gr/cm3, berat jenis SSD 2,243 gr/cm3, berat jenis semu 2,283
gr/cm3 dan modulus kehalusan agregat kasar (Fm) sebesar 6,898. Sedangkan daya
tahan batu kapur kristalin terhadap pembubukan diperoleh nilai 38,84%. Dalam
penelitian ini benda uji yang digunakan berbentuk kubus dimensi 150 x 150 x 150
mm. Komposisi perbandingan campuran yang digunakan yaitu 1 semen : 1,5 agregat
halus : 2,5 agregat kasar dengan variasi faktor air semen 0,40, 0,45, 0,50, 0,55 dan
0,60. Dari hasil pengujian kuat tekan beton, diperoleh suatu grafik dengan persamaan
Y = -7452,2 + 45662 X - 86393 X2 + 52979 X3 dan koefisien korelasinya 99,97%.
Dari persamaan tersebut menunjukkan kuat tekan beton mengalami penurunan pada
20
faktor air semen lebih kecil maupun lebih besar dari nilai 0,453 dengan menghasilkan
nilai slump 6,5 cm dan kuat tekan optimum fck 42,898 Mpa.
Oleh Jufri (2007), yang menggunakan agregat kasar batu kapur kristalin murni
berasal dari desa Ungasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi
campuran agregat pada beton normal dengan agregat kasar batu kapur kristalin dan
semen Portland type I sebagai bahan pengikat. Hasil pemeriksaan bahan yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu: penyerapan air pada batu kapur kristalin sebesar
1,96%, berat jenis bulk 2,212 gr/cm3, berat jenis SSD 2,243 gr/cm3, berat jenis semu
2,163 gr/cm3 dan modulus kehalusan agregat kasar (Fm) sebesar 6,67. Sedangkan
daya tahan batu kapur kristalin terhadap pembubukan diperoleh nilai 25,35%. Benda
uji yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 150 mm x 300 mm. Faktor air
semen yang digunakan sebesar 0,453 dengan komposisi perbandingan campuran
berat 1 semen : 1,4 agregat halus : 2,4 agregat kasar batu kapur kristalin,
menghasilkan nilai slump 1,5 cm dan kuat tekan (f c) sebesar 31,787 Mpa pada umur
28 hari.
2.5 Perencanaan Campuran Adukan Dengan Metode SNI03-2834-1993
Metode SNI 03-2834-1993 merupakan salah satu cara yang digunakan sebagai
acuan bagi para perencana dan pelaksana dalam merencanakan komposisi campuran.
Cara ini mengadopsi metode rancangan campuran beton dari inggris yang lazim
digunakan di Indonesia yaitu metode DOE (Department Of Envirotment). Dengan
memakai metode ini diharapkan kesukaran yang dihadapi dilapangan untuk
mendapatkan mutu beton yang direncanakan dapat diatasi, selain itu untuk
menghemat bahan baku sehingga beton menjadi ekonomis dan juga diharapkan beton
mempunyai kekuatan yang optimum. Untuk menentukan jumlah bahan yang dipakai
dalam campuran beton dengan mutu tertentu dapat dilakukan setelah mengetahui
sifat-sifat keseluruhan bahan yang diketahui melalui pemeriksaan bahan
dilaboratorium.
Prosedur perencanaan campuran beton (Mix Design) dengan metode SNI 03-
2834-1993 dijelaskan sebagai berikut:
1. Menentukan kuat tekan beton yang disyaratkan (kuat tekan karakteristik).
21
2. Menentukan nilai standar deviasi.
3. Menentukan nilai tambah (margin).
4. Menentukan kekuatan rata-rata yang ditargetkan (fcr).
5. Menentukan jenis semen yang digunakan.
6. Menentukan jenis agregat halus dan agregat kasar.
7. Menentukan perbandingan faktor air semen (FAS).
8. Menentukan faktor air semen maksimum.
9. Menentukan nilai Slump.
10. Menentukan ukuran maksimum agregat.
11. Menentukan kadar air bebas.
12. Menentukan kebutuhan semen.
13. Menentukan jumlah semen maksimum.
14. Menentukan jumlah semen minimum.
15. Menentukan faktor air semen yang disesuaikan.
16. Menentukan susunan besar butir agregat halus.
17. Menentukan susunan agregat kasar atau gabungan.
18. Menentukan persentase agregat halus.
19. Menentukan berat jenis relatif agregat (kering permukaan).
20. Menentukan berat isi beton.
21. Menentukan kadar agregat gabungan.
22. Menentukan kadar agregat halus.
23. Menentukan kadar agregat kasar.
24. Menetapkan proporsi campuran.
25. Menentukan koreksi proporsi campuran.
2.6 Gradasi Agregat
Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini bervariasi
dan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus
(continous grade), dan gradasi seragam (uniform grade).
Jenis gradasi yang paling baik digunakan dalam campuran beton adalah
gradasi menerus, karena ukuran butirannya terdistribusi dengan baik sehingga
22
memiliki kerapatan yang tinggi dan pori yang rendah. Semakin kecil pori yang terjadi
dalam beton dapat menghasilkan kuat tekan yang semakin tinggi.
2.6.1 Gradasi Sela
Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan
tidak ada, maka gradasi ini akan menunjukkan satu garis horizontal dalam grafiknya.
Gambar 2.1 Gradasi Sela
2.6.2 Gradasi Seragam
Gradasi seragam didefmisikan sebagai agregat yang memiliki ukuran butir
yang sama. Agregat ini terdiri dari batas sempit dari ukuran fraksi, dalam diagram
akan terlihat garis yang hampir tegak lurus/vertikal. Agregat dengan gradasi ini
biasanya dipakai dalam beton ringan, beton tanpa pasir, atau untuk mengisi agregat
dengan gradasi sela.
Gambar 2.2 Gradasi Seragam
2.6.3 Gradasi Menerus
Didefmisikan jika dalam suatu agregat semua ukuran butirannya ada dan
terdistribusi dengan baik. Agregat ini lebih sering digunakan dalam campuran beton.
Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemampatan yang tinggi sehingga
terjadi interlocking yang baik, campuran beton membutuhkan variasi ukuran butir
agregat.
Gambar 2.3 Gradasi menerus
2.7 Kuat Tekan Beton
Kuat tekan beton adalah besarnya beban tekan (P) yang diterima persatuan luas
(A) yang menyebabkan benda uji menjadi hancur. Kuat tekan beton merapakan sifat
yang paling diperhitungkan dalam penggunaan beton. Semakin tinggi kuat tekan
23
beton, semakin baik mutunya. Kuat tekan beton dapat diketahui dengan pengujian
kuat tekan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 2.4 Pengujian kuat tekan silinder beton
Kuat tekan beton dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
fc = P/A (2.1)
Dimana:
f c = kuat tekan beton yang diperoleh dan benda uji (MPa)
P = beban maksimum yang diberikan (N)
A = luas tekan bidang benda uji (mm2)
Setelah didapat masing-masing kuat tekan benda uji, maka kuat tekan rata-rata
bisa dicari dengan rumus 2.2 berikut
fcr = kuat tekan beton rata-rata (MPa)
N = jumlah benda uji
2.8 Porositas Beton
Beton terbuat dari beragam material yang dicampur menjadi satu, sehingga
sifat beton tersebut sangat tergantung dari sifat material asalnya. Karena sifetnya
yang heterogen tersebut, maka timbul pori pori-kecil diantara material kasar yang
menjadikan beton tersebut tidak kedap.
Porositas merupakan kemampuan dari beton tersebut untuk melewatkan air.
Dengan kata lain, porositas merupakan besarnya persentase volume pori yang terjadi
24
pada beton tersebut. Untuk mengetahui besarnya volume pori tersebut, dapat
dilakukan dengan metode menurut ASTM C642-90.
Berdasarkan ASTM C642-90, untuk mencari porositas beton dapat di gunakan
rumus sebagai berikut:
Dimana:
= Porositas benda uji dalam %
A = Berat kering oven
C = Berat jenuh air setelah pendidihan
D = berat dalam air