Upload
vandiep
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Dasar Hukum Bank Indonesia
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung
jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
~UUD 1945 Pasal 23 D~
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1~
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-undang ini.
~UU No. 23 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 2~
Visi Bank Indonesia
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui
penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan
nilai tukar yang stabil
Misi Bank Indonesia
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan
moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien
serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk
mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi
pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas
sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan
kepentingan nasional
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka
melaksanakan tugas yang diamanatkan UU
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua
dipublikasikan secara triwulanan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua pada bulan Februari, Mei, Agustus, dan
November. Sebelum dipublikasikan, materi Kajian dari berbagai
provinsi telah terlebih dahulu dikompilasi melalui mekanisme
kerja internal Bank Indonesia untuk dijadikan bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan moneter, sistem
pembayaran, serta pengawasan perbankan dan sistem keuangan
secara makroprudensial. Publikasi ini berfungsi sebagai media
untuk menyampaikan penjelasan kepada para pemangku
kepentingan dan publik di daerah mengenai perkembangan
kondisi terkini, prospek perekonomian, serta isu yang
berkembang dan perlu dicermati.
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Papua
Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 9
Jayapura 99111
T +62 967 534 581
F +62 967 535 201
Salinan elektronis publikasi ini dapat diunduh melalui situs
www.bi.go.id.
Untuk mendapatkan salinan elektronis publikasi ini pada
kesempatan pertama, silahkan mengirimkan surel ke
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan.
i
Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, sebab atas rahmat dan berkat-Nya,
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Papua Triwulan I 2015 ini dapat terbit
tepat waktu. Di tengah upaya mendorong pertumbuhan ekonomi, kajian yang meliputi
analisis makroekonomi daerah, perbankan, sistem pembayaran, ketenagakerjaan dan
keuangan daerah menjadi penting terutama bagi pemerintah, dunia usaha, dan
kalangan akademisi, maupun masyarakat luas.
Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu melalui
Kata Pengantar ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terbitnya Kajian ini. Semoga kerja sama yang telah terjalin baik tersebut
tetap dapat terpelihara di masa mendatang. Akhirnya, besar harapan kami agar Kajian
pada triwulan ini bermanfaat bagi semua pihak dalam memahami kondisi
perekonomian Papua.
Jayapura, 20 Mei 2015
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI PAPUA
Hasiholan Siahaan
iii
Setelah mengalami kontraksi pada triwulan IV 2014 (-7,87%, yoy), pertumbuhan
ekonomi Papua telah kembali positif pada triwulan ini (5,79%, yoy). Dari sisi
penggunaan, penguatan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan komponen
Konsumsi Pemerintah (11,94%, yoy) dan kontraksi ekspor netto yang mengecil.
Berdasarkan kategori lapangan usaha, percepatan pertumbuhan didorong oleh lonjakan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
triwulan lalu mencatatkan kinerja negatif, pada triwulan I 2015 sudah mampu mencapai
kinerja positif meskipun dengan besaran terbatas (2,02% yoy).
Selanjutnya, inflasi di Provinsi Papua pada triwulan I 2015 lebih rendah dibandingkan
triwulan lalu. Tingkat inflasi turun dari 9,12% (yoy) di akhir 2014 menuju 6,85% (yoy) di
triwulan ini. Angka tersebut berada pada rentang prediksi Bank Indonesia pada publikasi
yang lalu (6,23% s.d. 7,23%, yoy). Penurunan inflasi disebabkan oleh harga-harga
komponen volatile foods yang relatif terkendali. Faktor lainnya adalah kebijakan
pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada awal
Januari.
Kinerja perbankan di Provinsi Papua pada triwulan I 2015 menunjukkan perbaikan
dibandingkan triwulan lalu. Hal itu ditunjukkan oleh peningkatan kinerja perbankan
dalam menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Aset Perbankan. Selanjutnya, risiko
kredit perbankan yang ditunjukkan oleh Non Performing Loan (NPL) secara umum masih
di bawah 5%. Namun demikian, NPL terus naik, terutama untuk kredit UMKM.
Terkait sistem pembayaran, sesuai dengan polanya historisnya, aliran uang kartal
pada triwulan I 2015 mengalami net inflow (Rp1,8 triliun). Berlalunya siklus
musiman keagamaan dan pelaksanaan proyek pemerintah yang belum optimal
menjadi faktor yang mendorong net inflow pada triwulan ini. Untuk pembayaran
nontunai, ecara nominal, aktivitas kliring pada triwulan I 2015 relatif menurun
dibandingkan triwulan lalu. Namun demikian, volumenya mengalami peningkatan.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perputaran transaksi dengan nilai di bawah
Rp100 juta meningkat. Sementara untuk perkembangan transaksi BI-RTGS, pada awal
tahun, umumnya transaksi tersebut turun dibandingkan periode akhir tahun.
iv
Untuk perkembangan fiskal, secara keseluruhan, pagu anggaran APBN di Papua pada
2015 lebih rendah dari 2014. Pagu turun dari Rp13,84 triliun menjadi Rp12,87 triliun
(-7,01%). Sementara terkait APBD, realisasi APBD Pemerintah Provinsi Papua pada
triwulan I 2015 belum optimal. Realisasi dari sisi pendapatan baru mencapai 7,17% dari
pagu anggaran 2015, lebih rendah dibandingkan dengan posisi yang sama tahun
sebelumnya. Sementara itu, rasio realisasi belanja pada triwulan I 2015 terhadap pagu
anggaran 2015 baru mencapai 4,06%, cenderung stabil dibandingkan triwulan I 2014.
Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian, mengingat pagu APBD 2015 mengalami
kenaikan dibanding 2014, sementara kemampuan pemerintah provinsi dalam
penyediaan dana untuk pembiayaan berbagai kegiatan perlu lebih dioptimalkan.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu
ternyata belum mampu mengimbangi peningkatan jumlah penduduk yang ingin
bekerja. Hal tersebut ditunjukkan oleh naiknya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari
3,48% pada Februari 2014 menjadi 3,72% di periode yang sama di 2015. Tren
peningkatan TPT meski penciptaan lapangan kerja juga bertambah tersebut telah
berlangsung sejak semester awal 2013. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua
masih mencatatkan defisit sampai akhir triwulan I 2015 (97,42). Nilai tersebut
menunjukkan kenaikan indeks pendapatan petani belum dapat mengimbangi kenaikan
indeks biaya yang harus dibayar.
Oleh karena itu, setelah mencermati perkembangan terakhir, asesmen Bank Indonesia
triwulan ini mengoreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi Papua sepanjang periode
2015. Jika triwulan lalu PDRB Papua selama 2015 diperkirakan akan tumbuh setidaknya
12,4% (yoy), berdasarkan perkembangan yang ada Bank Indonesia memproyeksikan
pertumbuhannya akan berada di kisaran 7,4 s.d. 8,4% (yoy). Dari sisi penggunaan,
variabel utama yang mengoreksi besaran proyeksi PDRB adalah komponen Investasi dan
Ekspor Luar Negeri. Selain itu, sentimen Konsumsi Rumah Tangga secara nasional juga
cenderung melemah akibat pergerakan nilai tukar rupiah serta antisipasi inflasi dari sisi
kebijakan pemerintah. Untuk triwulan II 2015, akibat adanya base effect periode lalu,
pertumbuhannya akan cukup tinggi di kisaran 8,6 s.d. 9,6% (yoy). Lalu, pada triwulan
berikutnya pertumbuhan akan cenderung melemah.
Terkait tingkat harga agregat, jika pergerakan komponen volatile foods dan
administered prices tidak mendapatkan tekanan yang signifikan, inflasi Papua selama
2015 diperkirakan akan berada pada interval 5,38% s.d. 6,38% (yoy). Realisasi akan
lebih rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat semakin dioptimalkan
peranannya dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
v
Daftar
Isi
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Ringkasan Eksekutif....................................................................................................... iii
Daftar Isi........................................................................................................................ v
Daftar Tabel ................................................................................................................. vii
Daftar Grafik ............................................................................................................... viii
Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Papua ......................................................................... xi
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi .......................................................................... xi
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran ....................................................................... xii
1 PERTUMBUHAN EKONOMI......................................................................................... 1
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan ............................................................... 1
1.1.1 Konsumsi ....................................................................................................... 2
1.1.2 Investasi ......................................................................................................... 4
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha .......................................... 7
1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan ............................................................ 7
1.2.2 Pertambangan dan Penggalian ...................................................................... 8
1.2.3 Konstruksi ...................................................................................................... 9
1.2.4 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ............. 10
1.2.5 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib ............. 10
1.2.6 Kategori Lainnya .......................................................................................... 11
2 INFLASI ...................................................................................................................... 16
2.1 Inflasi Umum ...................................................................................................... 16
2.2 Komponen Inflasi ............................................................................................... 17
2.3 Kelompok Komoditas ......................................................................................... 20
2.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah .............................................................. 21
3 PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN ............................................................... 22
3.1 Perkembangan Perbankan .................................................................................. 23
3.1.1 Perkembangan Bank Umum ............................................................................ 23
3.1.1.1 Aset Perbankan ..................................................................................... 23
3.1.1.2 Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) ............................................... 23
3.1.1.3 Penyaluran Kredit .................................................................................. 24
3.1.1.4 Suku Bunga ........................................................................................... 25
3.1.2 Stabilitas Sistem Keuangan .......................................................................... 26
vi
3.1.2.1 Ketahanan Sektor UMKM ..................................................................... 26
3.1.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga ......................................................... 27
3.2 Perkembangan Sistem Pembayaran .................................................................... 28
3.2.1 Sistem Pembayaran Tunai ............................................................................ 28
3.2.1.1 Aliran Uang Masuk dan Keluar .............................................................. 28
3.2.1.2 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar ..................................................... 28
3.2.2 Sistem Pembayaran Non-Tunai .................................................................... 29
3.2.2.1 Transaksi Kliring .................................................................................... 29
3.2.2.2 Transaksi Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) ......... 29
4 KEUANGAN PEMERINTAH ........................................................................................ 30
4.1.Realisasi Penyerapan APBN di Daerah ............................................................. 30
4.2.Realisasi APBD ................................................................................................ 32
4.2.1.Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Papua .......................................... 33
4.2.2.Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Papua ................................................. 35
5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ............................................................. 37
5.1 Ketenagakerjaan ................................................................................................ 37
5.2 Kesejahteraan ..................................................................................................... 38
6 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ........................................................................ 40
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................... 40
6.2 Prospek Inflasi .................................................................................................... 41
vii
Daftar
Tabel
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan ............................................................. 1
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan ................................................................... 1
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ................................ 7
Tabel 1.4 Perkembangan Sektor Lainnya ................................................................. 11
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen .......................... 17
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile Food Berdasarkan
Subkelompok ...................................................................................... 18
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok ............................ 20
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama .................... 37
viii
Daftar
Grafik
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen dan Penghasilan Saat ini ..... 2
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen di Provinsi Papua ................... 2
Grafik 1.3 Penjualan Listrik Segmen Rumah Tangga di Provinsi Papua ....................... 3
Grafik 1.4 Perkembangan Impor Barang Konsumsi di Provinsi Papua ........................ 3
Grafik 1.5 Perkembangan Penyaluran Kredit Konsumsi di Provinsi Papua .................. 3
Grafik 1.6 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal Pemerintah Provinsi Papua ............. 3
Grafik 1.7 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan Investasi di Provinsi Papua .................. 4
Grafik 1.8 Impor Barang Modal ................................................................................ 4
Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor .............................................................................. 5
Grafik 1.10 Pangsa Ekspor Triwulan I 2015 ............................................................... 5
Grafik 1.11 Impor Provinsi Papua .............................................................................. 6
Grafik 1.12 Pangsa Impor Papua 2015-I .................................................................... 6
Grafik 1.13 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha ........ 7
Grafik 1.14 Produksi Tanaman Pangan yang Dominan di Provinsi Papua ................... 7
Grafik 1.15 Produksi Perikanan Tangkap ................................................................... 8
Grafik 1.16 Kredit Sektor Pertanian ........................................................................... 8
Grafik 1.18 Penjualan Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika ................ 9
Grafik 1.17 Produksi Konsentrat Tembaga dan Emas Kabupaten Mimika .................. 9
Grafik 1.19 Penjualan Semen di Provinsi Papua ......................................................... 9
Grafik 1.20 Kredit Sektor Konstruksi di Papua ........................................................... 9
Grafik 1.21 Pendaftaran Kendaraan Baru ................................................................ 10
Grafik 1.22 Pembelian Durable Goods..................................................................... 10
Grafik 1.23 Perkembangan Realisasi Total Belanja Pemerintah Provinsi Papua ......... 10
Grafik B.2.1 Bentuk-bentuk Resource Nationalism .................................................. 13
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan ............................................................... 16
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan ................................................................ 16
Grafik 2.3 Event Analysis Inflasi ............................................................................... 16
Grafik 2.4 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan .................................................... 17
Grafik 2.5 Disagregasi Inflasi Bulanan Komponen Core Inflation ............................. 17
Grafik 2.6 Ekspektasi Inflasi Konsumen ................................................................... 18
Grafik 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan........................................................ 22
Grafik 3.2 Perkembangan DPK ................................................................................ 22
Grafik 3.3 Perkembangan Aset Perbankan .............................................................. 23
ix
Grafik 3.4 Struktur Aset Perbankan ......................................................................... 23
Grafik 3.5 Perkembangan DPK Menurut Jenis ......................................................... 23
Grafik 3.6 Penyaluran Kredit Menurut Sektor .......................................................... 24
Grafik 3.7 Penyaluran Kredit Menurut Penggunaan ................................................. 24
Grafik 3.8 LDR dan NPL ........................................................................................... 25
Grafik 3.9 NPL Menurut Sektor ................................................................................ 25
Grafik 3.10 Nominal NPL Menurut Sektor ................................................................ 25
Grafik 3.11 Suku Bunga DPK ................................................................................... 25
Grafik 3.12 Suku Bunga Kredit Menurut Sektor ...................................................... 26
Grafik 3.13 Penyaluran Kredit UMKM ..................................................................... 26
Grafik 3.14 NPL Kredit UMKM ................................................................................. 26
Grafik 3.15 Kredit UMKM Menurut Penggunaan .................................................... 26
Grafik 3.16 NPL UMKM Berdasarkan Penggunaan .................................................. 27
Grafik 3.17 Kredit Rumah Tangga ........................................................................... 27
Grafik 3.18 NPL Kredit Rumah Tangga .................................................................... 27
Grafik 3.19 Transaksi Tunai .................................................................................... 28
Grafik 3.20 Total Transaksi Kliring .......................................................................... 29
Grafik 3.21 Transaksi Kliring per Hari ..................................................................... 29
Grafik 3.22 Transaksi BI-RTGS ................................................................................. 29
Grafik 4.1 Pagu APBN Berdasar Kewenangan di Provinsi Papua ............................... 30
Grafik 4.2 Pagu APBN Berdasar Jenis Belanja di Provinsi Papua ............................... 30
Grafik 4.3 Pagu APBN 2015 per Kabupaten Kota .................................................... 30
Grafik 4.4 Realisasi APBN Berdasar Kewenangan ..................................................... 31
Grafik 4.5 Realisasi APBN Berdasar Belanja .............................................................. 31
Grafik 4.6 Realisasi APBN Berdasar Kab.Kota ........................................................... 31
Grafik 4.7 Realisasi Pendapatan ............................................................................... 33
Grafik 4.8 Realisasi PAD ........................................................................................... 33
Grafik 4.9 Realisasi Dana Perimbangan .................................................................... 34
Grafik 4.10 Kapasitas Fiskal ..................................................................................... 34
Grafik 4.11 Rasio Realisasi Belanja Terhadap Pagu Anggaran .................................. 35
Grafik 4.12 Realisasi Belanja TidakLangsung/Rutin (Rp miliar) .................................. 35
Grafik 4.13 Realisasi Belanja Langsung (Nonrutin) ................................................... 35
Grafik 5.1 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama ................ 37
Grafik 5.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (yoy) ......................................................................................... 37
Grafik 5.3 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama ..................... 38
x
Grafik 5.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja ................................ 38
Grafik 5.5 Penduduk yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan ............................. 38
Grafik 5.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan ................. 38
Grafik 5.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani ............................................................ 39
Grafik 5.8 Perbandingan NTP Papua dengan NTP Nasional ...................................... 39
Grafik 5.9 Jumlah Penduduk Miskin ........................................................................ 39
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan .. 39
Grafik 5.11 Perkembangan Garis Kemiskinan .......................................................... 39
Grafik 5.12 Perkembangan Upah Minimum Provinsi dan Kebutuhan Hidup Layak .. 39
Grafik 6.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia ....................................................... 41
xi
Tabel Indikator Ekonomi
Provinsi Papua
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
2013 2014 2014 2015
Total IV Total I
Pertumbuhan Ekonomi (%, yoy) 7,91 (7,39) 3,25 5,79
Menurut Penggunaan
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,27 7,25 7,22 6,15
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 7,25 10,95 12,38 3,17
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 8,45 5,95 8,17 11,94
Pembentukan Modal Tetap Bruto 6,35 7,86 7,68 8,98
Perubahan Inventori 90,61 (147,48) (182,91) (120,90)
Ekspor Luar Negeri 32,38 (56,28) (46,83) 91,86
Impor Luar Negeri (41,20) 76,28 105,27 (37,03)
Net Ekspor Antar Daerah 373,67 (64,60) (139,68) (82,72)
Menurut Kategori Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,04 6,06 5,79 6,89
Pertambangan dan Penggalian 7,50 (23,52) (4,16) 2,02
Industri Pengolahan 2,13 8,34 8,72 5,62
Pengadaan Listrik, Gas 7,59 (1,65) 5,26 (8,90)
Pengadaan Air 6,53 6,24 6,25 3,47
Konstruksi 11,79 2,54 9,05 13,96
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,36 8,12 7,30 8,35
Transportasi dan Pergudangan 8,15 11,00 10,26 10,39
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 11,67 7,12 12,57 4,97
Informasi dan Komunikasi 12,79 1,37 6,63 0,82
Jasa Keuangan 14,37 12,16 7,38 9,26
Real Estate 11,67 6,30 8,09 4,96
Jasa Perusahaan 5,88 8,34 9,65 1,66
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,80 8,58 15,96 10,07
Jasa Pendidikan 9,75 3,33 8,15 7,18
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,29 4,81 9,36 9,45
Jasa lainnya 10,42 3,54 8,55 7,56
Inflasi Nasional (% yoy) 8,38 8,36 8,36 6,38
Inflasi Papua (% yoy) 8,27 9,12 9,12 6,85
Kota
Jayapura 8,27 7,98 7,98 5,99
Merauke - 12,31 12,31 9,25
Disagregasi Komponen
Inflasi Inti (Core Inflation ) 6,61 5,10 5,10 5,39
Harga Pangan Bergejolak (Volatile Food) 6,59 12,14 12,14 5,95
Harga Yang Diatur Pemerintah (Administered Prices ) 18,23 18,24 18,24 12,82
Kelompok Komoditas
Bahan Makanan 7,12 11,56 11,56 6,27
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 8,18 8,78 8,78 8,63
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 9,18 7,44 7,44 7,06
Sandang 4,07 4,02 4,02 4,37
Kesehatan 3,80 4,47 4,47 6,73
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 3,73 3,91 3,91 4,58
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 11,97 11,43 11,43 7,29
Indikator
xii
B. Perbankan dan Sistem Pembayaran
I II III IV I II III IV I
Total Aset (Rp miliar) 34.490 37.928 40.808 37.429 36.028 42.916 49.479 41.929 43.569
Dana Pihak Ketiga (Rp miliar) 26.365 28.862 30.294 29.653 29.275 32.670 36.141 33.717 33.078
Giro 9.198 11.089 12.835 9.078 9.742 12.469 13.964 9.487 9.972
Deposito 5.556 6.217 5.595 5.607 6.748 7.761 9.376 7.510 8.894
Tabungan 11.610 11.555 11.864 14.968 12.785 12.440 12.801 16.720 13.927
Total Penyaluran Kredit (Rp miliar) 15.454 16.656 17.511 17.368 17.667 18.606 19.211 19.718 19.685
Kredit Penggunaan (Rp miliar) 15.454 16.656 17.511 17.368 17.667 18.606 19.211 19.718 19.685
Modal Kerja 5.858 6.186 6.392 6.347 6.771 7.378 8.032 7.291 7.089
Investasi 2.195 2.601 2.605 2.779 2.649 2.787 2.726 3.148 3.137
Konsumsi 7.401 7.869 8.513 8.242 8.247 8.441 8.453 9.279 9.459
Kredit Sektoral (Rp miliar) 15.454 16.656 17.511 17.368 17.667 18.606 19.211 19.718 19.685
Pertanian 212 251 283 501 514 573 602 612 634
Pertambangan 79 75 77 62 46 54 77 49 54
Industri pengolahan 373 487 544 505 371 349 333 317 306
Listrik,Gas dan Air 22 28 30 32 33 37 51 54 40
Konstruksi 1.101 1.205 1.295 1.171 1.217 1.398 1.803 1.405 1.218
Perdagangan 4.144 4.816 4.869 4.797 4.953 5.233 5.401 5.582 5.644
Pengangkutan 300 373 399 426 462 551 583 607 614
Jasa Dunia Usaha 567 562 519 534 545 532 453 507 524
Jasa Sosial Masyarakat 903 953 958 1.077 1.217 1.222 1.303 1.256 1.140
Lain-lain 7.730 7.887 8.513 8.263 8.309 8.659 8.605 9.329 9.510
Kredit MKM (Rp miliar) 5.094 5.803 6.080 7.418 7.161 7.834 8.044 8.342 8.355
Modal Kerja 4.131 4.391 4.607 5.480 5.397 5.896 6.175 6.093 6.069
Investasi 963 1.408 1.468 1.933 1.759 1.938 1.869 2.249 2.286
Kredit Mikro (Rp miliar) 837 939 996 1.107 1.090 1.361 1.224 1.342 1.334
Modal Kerja 693 669 713 780 780 947 892 920 908
Investasi 140 270 283 322 306 414 332 422 426
Kredit Kecil (Rp miliar) 2.239 2.521 2.594 2.828 2.695 2.907 3.052 3.041 2.976
Modal Kerja 1.815 1.844 1.909 1.974 1.916 2.093 2.192 2.129 2.043
Investasi 424 677 685 854 779 814 860 912 933
Kredit Menengah (Rp miliar) 2.022 2.343 2.489 3.482 3.375 3.566 3.768 3.959 4.046
Modal Kerja 1.623 1.883 1.989 2.726 2.701 2.857 3.091 3.044 3.119
Investasi 399 460 500 756 674 710 677 915 927
NPL (Rp miliar) 237 298 332 318 371 597 640 797 899
NPL Ratio 1,53% 1,79% 1,90% 1,83% 2,10% 3,21% 3,33% 4,04% 4,57%
LDR 58,6% 57,7% 57,8% 58,6% 60,3% 57,0% 53,2% 58,48% 59,5%
2015Indikator Perbankan
2013 2014
I II III IV I II III IV I
Pengelolaan Uang (Kartal) Rupiah
Inflow (Rp miliar) 2.693 1.253 1.707 1.071 2.813 1.153 1.498 1.468 2.695
Outflow (Rp miliar) (1.004) (2.089) (3.072) (5.672) (877) (1.844) (2.516) (6.239) 906
Pemusnahan UTLE (Rp miliar) 108 327 228 275 395 201 332 260 424
Kliring
Total
Volume (lembar) 34.676 32.274 32.980 33.524 29.774 30.085 31.251 31.204 34.049
Nominal (Rp miliar) 6.430 5.934 8.117 12.264 8.252 8.490 8.506 9.652 957
Rata-Rata Perputaran Kliring (per hari)
Rata-Rata Volume (lembar) 588 512 523 559 505 519 512 538 549
Rata-Rata Nominal (Rp Miliar) 108 94 128 204 139 146 139 166 15.428
Nisbah Rata-Rata Penolakan
Volume (%) 1,65 2,13 2,13 1,63 1,38 1,66 1,85 1,30 1,24
Nominal (%) 0,51 0,56 0,34 0,24 0,34 0,57 0,30 0,31 2,14
Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement
Outflow (from)
Nominal (Rp miliar) (5.259) (4.446) (8.094) (10.634) (7.154) (5.945) (7.735) (12.714) (7.835)
Volume (lembar) 7.926 6.081 8.106 8.686 7.540 7.802 8.329 8.433 4.341
Inflow (to)
Nominal (Rp miliar) 7.317 5.555 11.940 15.147 8.257 10.331 12.863 18.317 9.160
Volume (lembar) 9.867 8.013 10.916 11.731 9.831 11.122 11.788 13.023 5.687
Intra-Papua
Nominal (Rp miliar) 716 957 2.836 4.788 1.000 1.375 2.291 5.461 900
Volume (lembar) 1.504 1.101 1.612 1.552 1.402 1.446 1.625 1.864 844
Indikator Sistem Pembayaran2013 2014 2015
1
1 PERTUMBUHAN
EKONOMI
etelah mengalami kontraksi pada triwulan IV 2014 (-7,87%, yoy), pertumbuhan
ekonomi Papua telah kembali positif pada triwulan ini (5,79%, yoy). Dari sisi
penggunaan, penguatan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan
komponen Konsumsi Pemerintah (11,94%, yoy) dan kontraksi ekspor netto yang
mengecil. Berdasarkan kategori lapangan usaha, percepatan pertumbuhan didorong
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib
sudah mampu mencapai kinerja positif meskipun dengan besaran terbatas (2,02% yoy).
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penggunaan
Berdasarkan penggunaan, penguatan
pertumbuhan ekonomi Papua terutama
didorong oleh komponen Konsumsi,
terutama Konsumsi Pemerintah (11,94%,
yoy). Sementara itu, Konsumsi Swasta yang
dalam kurun waktu terakhir menjadi mesin
pertumbuhan ekonomi Papua, pada
triwulan ini mengalami perlambatan.
Pertumbuhan Konsumsi Swasta turun dari
7,38% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
6,04% (yoy) pada triwulan I 2015.
Selain Konsumsi Swasta, komponen
Investasi juga melambat meski besarannya
tidak sebesar Konsumsi Swasta.
Pertumbuhan Investasi melambat dari
6,04% (yoy) menjadi 5,90% (yoy). Faktor
lain yang menahan percepatan
pertumbuhan ekonomi Papua adalah Ekspor
Netto yang masih berkontraksi (-8,38%,
yoy).
S
sumber: BPS (2015), diolah
Tabel 1.1 Struktur Ekonomi Sisi Penggunaan
sumber: BPS (2015), diolah
Tabel 1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
2013 2014 2014 2014 2014 2014 2015
Komponen Pengeluaran Total I II III IV Total I
Konsumsi 61,12 63,13 63,93 59,95 68,09 63,72 64,34
Konsumsi Swasta 42,18 44,06 44,43 41,41 45,03 43,87 44,17
Konsumsi Pemerintah 18,95 19,06 19,50 18,55 23,06 19,85 20,17
Investasi 26,52 27,60 28,18 25,50 28,36 27,31 27,63
Ekspor Netto 12,35 9,27 7,88 14,55 3,55 8,97 8,03
2013 2014 2014 2015
Komponen Pengeluaran Total IV Total I
Konsumsi 6,96 6,89 7,64 7,82
Konsumsi Swasta 6,30 7,38 7,40 6,04
Konsumsi Pemerintah 8,45 5,95 8,17 11,94
Investasi 6,69 6,04 6,31 5,90
Ekspor Netto 15,89 -80,38 -25,02 -8,38
P D R B 7,91 -7,87 3,25 5,79
2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
1.1.1 Konsumsi
Konsumsi Rumah Tangga pada triwulan I
2015 cenderung melambat (6,04%, yoy).
Terdapat 3 faktor yang menyebabkan
perlambatan tersebut, yaitu tingkat
keyakinan konsumen yang relatif melemah,
turunnya tingkat penghasilan, serta
akumulasi dampak inflasi.
Pelemahan tingkat keyakinan konsumen
dapat dikonfirmasi oleh hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank
Indonesia di Kota Jayapura. Di satu sisi,
survei tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas responden cenderung optimistis
akan kondisi dan perkembangan ekonomi
yang terjadi. Di sisi lain, meski masih berada
pada zona optimistis namun dua dari tiga
bulan yang disurvei menunjukkan tren
menurun (Januari dan Maret 2015).
Temuan tersebut konsisten dengan rilis
Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai
tendensi konsumen di Provinsi Papua. Tidak
hanya mencatatkan penurunan tendensi,
BPS juga menangkap kecenderungan
ekspektasi pesimistis pada periode Maret.
Selain itu Survei Konsumen dan BPS juga
menyimpulkan pesimisme masyarakat
terkait pendapatan rumah tangga. Persepsi
masyarakat tersebut tidak lepas dari faktor
tingginya inflasi di Provinsi Papua pada akhir
tahun lalu. Sementara sejak awal tahun
meski sempat terjadi deflasi, namun hal
tersebut belum mampu mengkompensasi
penurunan daya beli masyarakat.
Ketiga faktor yang dijabarkan tadi
menyebabkan konsumsi rumah tangga
meski masih tumbuh, namun lajunya
melambat. Akibatnya, pertumbuhan
Konsumsi Swasta pada triwulan ini hanya
mampu mencapai 6,04% (yoy). Kinerja
tersebut menurun dari triwulan IV 2014
yang mencapai 7,38% (yoy).
Perlambatan konsumsi rumah tangga juga
ditunjukkan oleh tingkat konsumsi listrik
segmen rumah tangga di Papua. Meski
Grafik 1.1 Perkembangan Indeks Keyakinan
Konsumen dan Penghasilan Saat ini
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Tendensi
Konsumen di Provinsi Papua
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2015
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Penghasilan Saat Ini
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen
0
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
ITK
Pendapatan RT
Pengaruh Inflasi thdp. Konsumsi
Garis 100
sumber: BPS
3
Triwulan I 2015
masih berada pada tren positif, namun
levelnya triwulan ini (184 GWh) hanya
meningkat tipis dibandingkan triwulan yang
lalu (182 GWh).
Indikator lainnya adalah nilai impor barang-
barang konsumsi rumah tangga. Data impor
produk kategori ini menunjukkan
merosotnya Impor Konsumsi selama
triwulan I 2015. Secara tahunan (yoy),
kontraksi yang terjadi mencapai 68% lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2014.
Kondisi ini mengisyaratkan bahwa dampak
pelemahan nilai tukar rupiah yang telah
berlangsung sejak pertengahan 2013 (6
triwulan) mulai terasa dampaknya bagi
perekonomian Papua.
Jika diperhatikan, data penyaluran kredit
konsumsi menunjukkan penguatan
pertumbuhan. Sementara itu, baik Survei
Konsumen BI maupun Indeks Tendensi
Konsumen BPS sama-sama menunjukkan
kecenderungan tingkat pendapatan yang
lebih rendah sebagai penyebab penurunan
optimisme konsumen. Hal ini
mengindikasikan peningkatan konsumsi
masyarakat sedikit banyak ditopang oleh
pendanaan kredit.
Untuk komponen Konsumsi Pemerintah,
pertumbuhannya mencapai 11,94% (yoy) di
triwulan ini. Penguatan Konsumsi
Pemerintah tersebut disebabkan oleh dua
hal. Pertama, peningkatan itu menunjukkan
semakin besarnya alokasi belanja selain
belanja modal pemerintah daerah di Provinsi
Papua. Kedua, pada triwulan I 2014,
komponen belanja nonmodal Pemda
Provinsi relatif menurun dibandingkan tahun
sebelumnya. Artinya, terdapat base effect
dari periode 2014 yang lalu di dalam
pertumbuhan yang tinggi pada triwulan ini.
Grafik 1.3 Penjualan Listrik Segmen Rumah
Tangga di Provinsi Papua
Grafik 1.4 Perkembangan Impor Barang
Konsumsi di Provinsi Papua
Grafik 1.5 Perkembangan Penyaluran Kredit
Konsumsi di Provinsi Papua
Grafik 1.6 Realisasi Belanja Selain Belanja Modal
Pemerintah Provinsi Papua
-200
-100
0
100
200
300
400
500
600
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Nilai Impor Konsumsi
Pertumbuhan [sk. kanan]
juta USD % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
-10
0
10
20
30
40
50
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Kredit Konsumsi
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar% yoy
sumber: Laporan Bank
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
140.000
160.000
180.000
200.000
I II III IV I
2014 2015
Penjualan Segmen RT
Pertumbuhan tahunan [skala kanan]
sumber: PLN
MWh %
-50
0
50
100
150
200
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Total Belanja Selain
Belanja Modal
Pertumbuhan [sk.
kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Prov. Papua
4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
1.1.2 Investasi
Nilai riil komponen investasi Papua
meningkat antarperiode. Secara khusus
pada triwulan IV 2014. Namun demikian,
laju pertumbuhannya menunjukkan
perlambatan dalam kurun waktu terakhir.
Pada 2013, pertumbuhannya mencapai
6,69% per tahun. Akan tetapi, pada
triwulan ini pertumbuhannya hanya 5,90%
(yoy). Hal ini sejalan dengan perlambatan
investas oleh perbankan
selama periode 2013-2015. Tidak hanya itu,
impor barang modal juga menunjukkan
penurunan dalam kurun waktu yang sama.
Faktor-faktor penyebab perlambatan
investasi Papua yang persisten tersebut
terutama karena ketergantungan yang
tinggi terhadap sektor Penggalian dan
Pertambangan.
Ketergantungan atas sektor Penggalian dan
Pertambangan yang tinggi menyebabkan
investasi juga ditentukan oleh prospek
jangka panjang sektor tersebut. Oleh karena
itu, meski sektor-sektor lain khususnya
Pemerintahan aktif melakukan investasi,
fluktuasi investasi agregat tetap ditentukan
oleh kinerja sektor Penggalian dan
Pertambangan.
Perlu disampaikan bahwa prospek harga
komoditas tambang di pasar internasional
cenderung negatif dalam jangka panjang.
Khusus untuk tembaga, dalam rilis
Commodity Markets Outlook pada April
2015 yang lalu, World Bank
memproyeksikan harga riil (2010=100)
tembaga akan turun dari $6.482/mt pada
2015 menjadi hanya $5.454/mt pada 2025.
Sementara itu, emas juga memiliki prospek
yang sama. Harga riilnya turun dari
$1195/toz pada 2015 menjadi hanya
$882/toz. Merosotnya nilai kedua
komoditas tersebut dalam jangka panjang
pada gilirannya akan mempengaruhi
keputusan para pelaku usaha di sektor
Grafik 1.7 Penyaluran Kredit Modal Kerja dan
Investasi di Provinsi Papua
Grafik 1.8 Impor Barang Modal
-100
-50
0
50
100
150
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Nilai Impor
Barang Modal
Pertumbuhan
[sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
0
5
10
15
20
25
30
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Kredit Modal Kerja dan Investasi
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
5
Triwulan I 2015
pertambangan untuk menahan investasi
pada saat ini.
1.1.3 Ekspor Netto
Pada triwulan I 2015, Ekspor Netto Papua
mengalami kontraksi (-8,38%, yoy). Besaran
tersebut telah turun signifikan dari kontraksi
pada triwulan lalu (-80,38%, yoy).
Kecenderungan koreksi atas kontraksi
tersebut merupakan implikasi dari
moratorium penerapan larangan ekspor
mineral mentah seperti konsentrat emas
dan tembaga oleh pemerintah sejak Juli
2014 lalu.
Sebagaimana diketahui, pada semester awal
2014, Ekspor Luar Negeri Papua yang
didominasi oleh komoditas pertambangan
menurun drastis, bahkan relatif terhenti
pada triwulan II 2014. Ekspor
pertambangan baru mulai aktif lagi di
semester kedua, setelah Pemerintah sepakat
untuk memberikan dispensasi atas
penerapan amanat UU Minerba itu.
Dalam nota kesepahaman dengan pelaku
usaha pertambangan, Pemerintah
memberikan lisensi ekspor yang akan
dievaluasi setiap 6 bulan berdasarkan
kemajuan implementasi komitmen investasi
terkait pabrik pengolahan dan pemurnian
bijih mineral (smelter). Lisensi ekspor yang
saat ini dimiliki oleh perusahaan
pertambangan di Papua berlaku sejak 25
Januari sampai 24 Juli 2015. Dengan lisensi
yang ada, perusahaan dapat mengekspor
dengan kuota 756.300 ton, namun harus
membayar Bea Keluar sebesar 7,5%.
Salanjutnya, sama seperti triwulan lalu,
ekspor Papua pada triwulan ini sebagian
besar disalurkan ke India (56%) dan
Republik Rakyat Tiongkok (25%). Namun
demikian, pangsa India naik signifikan
dibandingkan triwulan IV 2014 (33%).
Sementara itu, pangsa RRT turun tipis dari
29% pada triwulan lalu. Ekspor dominan ke
kedua negara tersebut adalah komoditas
pertambangan.
Grafik 1.9 Perkembangan Ekspor
Grafik 1.10 Pangsa Ekspor Triwulan I 2015
-150
-100
-50
0
50
100
150
200
250
0
200
400
600
800
1.000
1.200
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Nilai ekspor
nonmigas
Nilai ekspor
pertambangan
Pertumbuhan ekspor
tambang [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
56%
25%
10%
7%2%
India
RRT
Jepang
Arab Saudi
Amerika Serikat
Lainnya
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
Sama seperti Ekspor Luar Negeri, Impor Luar
Negeri pada triwulan ini juga turun drastis
(-37,03%, yoy). Perlu diketahui bahwa
komponen impor barang modal dan barang
antara memiliki porsi yang besar dalam
struktur impor Provinsi Papua. Kelompok
barang tersebut sebagian besar terkait
dengan kegiatan operasional dan investasi
di sektor pertambangan. Oleh karena itu,
fluktuasi Impor Luar Negeri juga ditentukan
oleh kinerja pelaku usaha pertambangan.
Terkait perdagangan antardaerah di luar
provinsi, sama seperti triwulan I 2014 yang
lalu, Papua mencatatkan surplus sebesar
Rp647 miliar (ADHK 2010=100). Hal yang
menarik adalah jika dinilai berdasarkan
harga berlaku, keseimbangan perdagangan
antardaerah menjadi defisit (Rp7.9 triliun
rupiah). Inferensi yang kemudian dapat
ditarik adalah, meski secara riil komposisi
barang yang diperdagangankan dengan
daerah lain relatif sama, namun harga
barang impor dari luar Papua cenderung
mengalami kenaikan, sehingga membuat
nilai impor antar daerah menjadi relatif
meningkat.
Grafik 1.11 Impor Provinsi Papua
Grafik 1.12 Pangsa Impor Papua 2015-I
(100,0)
(50,0)
-
50,0
100,0
150,0
200,0
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Impor Nonmigas
Impor Barang Modal dan B. Baku
Pertumbuhan Nonmigas [sk. kanan]
USD juta % yoy
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
42%
26%
17%
7%
Singapura
Australia
Jepang
RRT
Lainnya
sumber: Ditjen Bea dan Cukai
7
Triwulan I 2015
1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
Berdasarkan lapangan usaha, akselerasi
kinerja perekonomian Papua terutama
didorong oleh pertumbuhan Konstruksi
(13,96
Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan
mencatatkan kinerja negatif, pada triwulan I
2015 sudah mampu mencapai kinerja positif
meskipun dengan besaran terbatas (2,02%
yoy). Tambahan lagi, kategori-kategori
utama lainnya juga tumbuh setidaknya
6,8% (yoy) bahkan mencapai dua digit.
1.2.1 Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
Lapangan usaha kategori
Kehutanan, relatif membaik
kinerjanya dibandingkan triwulan IV 2014..
Pertumbuhannya naik dari 6,06% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 6,89% (yoy)
pada triwulan ini. Peningkatan tersebut
merupakan konsekuensi logis dari tren
peningkatan luas panen yang diiringi oleh
peningkatan produktivitas pada tahun-
tahun sebelumnya. Sebagai catatan,
komoditas utama yang dihasilkan oleh
subsektor tanaman pangan Papua adalah
Padi dan Ubi Jalar.
sumber: BPS, diolah
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
Grafik 1.13 Struktur dan Pertumbuhan
Ekonomi Sisi Kategori Lapangan Usaha
Grafik 1.14 Produksi Tanaman Pangan yang
Dominan di Provinsi Papua
sumber: BPS (2014), diolah
0
2
4
6
8
10
12
14
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
2012 2013 2014
Luas Panen Padi
Luas Panen Ubi Jalar
Produktivitas Padi [sk. kanan]
Produktivitas Ubi Jalar [sk. kanan]
ha ton/ha
sumber: BPS
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-
20
40
60
80
100
120
Total I II III IV Total I
2013 2014 2015
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Lainnya
Pertumbuhan Ekonomi [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: BPS
2013 2014 2014 2015
Total IV Total I
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6,04 6,06 5,79 6,89
Pertambangan dan Penggalian 7,50 (23,52) (4,16) 2,02
Konstruksi 11,79 2,54 9,05 13,96
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 9,36 8,12 7,30 8,35
Transportasi dan Pergudangan 8,15 11,00 10,26 10,39
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,80 8,58 15,96 10,07
Kategori Lapangan Usaha Lainnya 9,89 5,21 8,19 5,06
Produk Domestik Regional Bruto 7,91 (7,39) 3,25 5,79
Kategori Lapangan Usaha
8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
Berbeda dengan subsektor tanaman
pangan, subsektor perikanan tangkap
terlihat relatif mengalami perlambatan. Hasil
liaison yang lalu menyebutkan bahwa: (1)
kendala regulasi, (2) faktor cuaca dan
gelombang laut tinggi, serta (3) persaingan
dengan kapal-kapal penangkap dari luar
Papua, menghambat peningkatan kinerja
pelaku usaha di subsektor ini.
Pertumbuhan kredit ke sektor pertanian
juga terlihat melambat sejak 2014.
Perlambatan yang paling mencolok terjadi
pada triwulan IV 2014. Namun demikian,
pertumbuhannya pada triwulan I 2015,
masih mampu mencapai 23,4% (yoy).
1.2.2 Pertambangan dan
Penggalian
Seperti yang diketahui, lapangan usaha
Pertambangan dan Penggalian merupakan
kategori dominan dalam struktur
perekonomian Papua. Triwulan ini,
Pertambangan dan Penggalian mampu
tumbuh 2,02% (yoy), setelah kontraksi
cukup tinggi pada triwulan lalu (23,52%,
yoy).
Pembalikan arah kinerja Pertambangan dan
Penggalian pada triwulan ini di satu sisi
merupakan hal yang menggembirakan.
Namun di sisi lain, besaran akselerasinya
tidak sebesar yang diharapkan, apalagi jika
memperhitungkan penurunan pada triwulan
I 2014 (base effect).
Hasil asesmen Bank Indonesia
menyimpulkan terdapat setidaknya 3 faktor
yang menahan besaran pertumbuhan
Pertambangan dan Penggalian tersebut.
Ketiga faktor tersebut adalah kondisi pasar
komoditas internasional, prospek tembaga
dan emas dalam jangka panjang, serta
kendala regulasi domestik. Secara eksternal,
pasar komoditas tembaga dan emas berada
negara utama konsumen komoditas
tersebut relatif lemah. Selain itu, sektor
Grafik 1.15 Produksi Perikanan Tangkap
Grafik 1.16 Kredit Sektor Pertanian
0
50
100
150
200
250
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Kredit Sektor Pertanian
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: Laporan Bank
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
TOTAL I II III IV TOTAL I
2013 2014 2015
Produksi Perikanan Tangkap
Pertumbuhan[sk. kanan]
ton %, yoy
sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Papua
9
Triwulan I 2015
konstruksi global yang menjadi pemakai
utama tembaga, juga tertahan
perkembangannya, terutama di negara
maju. Hal tersebut tampaknya bukan hanya
fenomena jangka pendek. Dalam jangka
panjang, berbagai proyeksi menyimpulkan
harga tembaga dan emas memiliki tren
sekuler negatif. Sementara itu, di sisi lain,
regulasi domestik yang semakin bercorak
juga membuat
kinerja pertambangan, khususnya dari sisi
ekspor, menjadi relatif tertahan (lihat Boks).
Dalam konteks demikian, maka adalah hal
ya
sektor pertambangan tidak terlalu
meningkat meski telah diberikan
kelonggaran-kelonggaran regulasi. Laporan
yang dirilis oleh induk salah satu perusahaan
tambang di Papua menunjukkan bahwa
produksi emas dan tembaganya tidak terlalu
berbeda dibandingkan dengan periode
setahun sebelumnya. Padahal, pada tahun
sebelumnya telah terjadi penurunan level
produksi yang signifikan.
1.2.3 Konstruksi
Kinerja kategori Konstruksi meningkat tajam
dari 2,54% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
13,96% (yoy) pada triwulan ini. Berdasarkan
data penjualan semen di Provinsi Papua,
Peningkatan tersebut disebabkan oleh
faktor base effect turunnya kinerja
Konstruksi pada triwulan I 2014 serta
proyek-proyek konstruksi pemerintah telah
kembali normal di tahun ini. Hasil liaison
yang lalu menyatkan bahwa pada 2014
yang lalu, banyak proyek pemerintah
terkendala karena musim Pemilu.
Data penyaluran kredit oleh perbankan ke
sektor konstruksi juga menunjukkan
penurunan pada 2013. Hal tersebut
merupakan indikasi dini akan adanya
perlambatan kinerja sektor ini di 2014.
Namun demikian, peningkatan penyaluran
selama 2014 diharapkan dapat menjadi
indikator bahwa sektor ini akan kembali
Grafik 1.19 Penjualan Semen di Provinsi Papua
Grafik 1.17 Produksi Konsentrat Tembaga dan
Emas Kabupaten Mimika
Grafik 1.18 Penjualan Konsentrat Tembaga
dan Emas Kabupaten Mimika
Grafik 1.20 Kredit Sektor Konstruksi di Papua
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Penjualan Semen
Pertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Asosiasi Semen Indonesia
ribu sak %, yoy
-10
0
10
20
30
40
50
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Kredit Sektor Konstruksi
Pertumbuhan [sk. kanan]
sumber: Laporan Bank
Rp miliar % yoy
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Produksi Konsentrat Tembaga (Cu)
Produksi Konsentrat Emas (Au)
Pertumbuhan Tembaga [sk. kanan]
Pertumbuhan Emas [sk. kanan]
Cu: juta pound
Au: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Penjualan Konsentrat Tembaga (Cu)
Penjualan Konsentrat Emas (Au)
Pertumbuhan Cu [sk. kanan]
Pertumbuhan Au [sk. kanan]
Cu: juta pound
Au: ribu ounce
% yoy
sumber: FCX Quarterly Reports
10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
meningkatkan kinerjanya pada periode
2015.
1.2.4 Perdagangan Besar dan
Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Pertumbuhan nilai tambah yang dihasilkan
pada triwulan ini relatif stabil pada angka
8,35% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan
tren konsumen yang telah kembali
optimistis terkait pembelian durable goods
pada triwulan ini. Namun demikian, data
pendaftaran kendaraan baru, baik roda
empat maupun roda dua menunjukkan
penurunan yang cukup signifikan
dibandingkan periode yang sama pada
2014. Kondisi tersebut relatif berbeda
dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yg diselenggarakan BI. SKDU
menunjukkan nilai Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) realisasi subsektor Perdagangan turun
dari 2,13% di triwulan IV 2014 menjadi -
1,98% pada triwulan ini.
1.2.5 Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan
Sosial Wajib
Seiring dengan peningkatan alokasi belanja
yang dimiliki oleh pemerintah daerah di
menunjukkan peningkatan kinerja dari
8,58% (yoy) pada triwulan lalu menjadi
10,07% (yoy) pada triwulan I 2015.
Berdasarkan data realisasi belanja
Pemdaprov, dapat dilihat bahwa secara
tahunan, tingkat pertumbuhan realisasi
triwulan ini juga lebih tinggi dari triwulan I
2014. Kendati demikan, secara persentase
realisasi terhadap total anggaran sepanjang
2015, kinerja belanja pemerintah justru
menurun. Hal ini mengindikasikan, kapasitas
fiskal, Pemda Provinsi Papua masih belum
Grafik 1.21 Pendaftaran Kendaraan Baru
Grafik 1.22 Pembelian Durable Goods
Grafik 1.23 Perkembangan Realisasi Total
Belanja Pemerintah Provinsi Papua
sumber: DJPK dan BPKAD Prov. Papua
0
20
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2015
Pembelian Durable Goods
Garis 100
Optimistis
Pesimistis
sumber: Survei Konsumen
-50
0
50
100
150
200
250
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Jumlah Kendaraan Baru
Pertumbuhan [sk. kanan]
%, yoyunit
sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Papua
-50
0
50
100
150
200
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Total Belanja Pemdaprov
Pertumbuhan [sk. kanan]
Rp miliar % yoy
sumber: DJPK dan BPKAD Provinsi Papua
11
Triwulan I 2015
mampu mengimbangi tambahan alokasi
belanja (rigiditas fiskal).
1.2.6 Kategori Lainnya
Kategori-kategori yang pertumbuhannya
lebih baik pada triwulan ini adalah jasa-jasa
yang berkaitan dengan kegiatan
administrasi pemerintahan dan sosial
kemasyarakatan. Lapangan usaha yang
termasuk kategori tersebut antara lain: Jasa
Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial; serta Jasa Lainnya. Sementara itu,
sektor lainnya mengalami perlambatan
antara 0,55% sampai 7,25% dari
pertumbuhan tahunan triwulan IV 2014.
Tabel 1.4 Perkembangan Sektor Lainnya
sumber: BPS (2015)
Kategori Lapangan Usaha 2013 2014 2014 2015
Total IV Total I
Industri Pengolahan 2,13 8,34 8,72 5,62
Pengadaan Listrik, Gas 7,59 (1,65) 5,26 (8,90)
Pengadaan Air 6,53 6,24 6,25 3,47
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 11,67 7,12 12,57 4,97
Informasi dan Komunikasi 12,79 1,37 6,63 0,82
Jasa Keuangan 14,37 12,16 7,38 9,26
Real Estate 11,67 6,30 8,09 4,96
Jasa Perusahaan 5,88 8,34 9,65 1,66
Jasa Pendidikan 9,75 3,33 8,15 7,18
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,29 4,81 9,36 9,45
Jasa lainnya 10,42 3,54 8,55 7,56
Total Lapangan Usaha Lainnya 9,89 5,33 8,19 5,06
12
10.408 ton Perak
Boks 1Peranan Sektor Pertambangandalam Ekonomi Papua
3,2
11,2
8,3
-7,5
PDRB5,79
8,8
12,4
8,6
6,2
PDRB Non Tambang8,47
I II III IV I
2014 2015
% (yoy)
Pangsa Sektor Ekonomi
PAPUA40% Tambang
12% Pertanian11% Konstruksi
21% Lainnya
8% Adm. Pemerintah
8% Perdagangan
Dengan pangsa terhadap perekonomian yangmencapai 40%, sektor Pertambangan menjadisalah satu penopang perekonomian di Papua.Terkait dengan komoditas tambang tersebut,setidaknya terdapat 25,2 juta ton tembagayang telah teridentifikasi di Papua.Selain itu, dari total nilai ekspor yang dilakukandari Provinsi Papua, 90% berupa barangtambang, khususnya tembaga. Namundemikian, kinerja ekspor tambang di Papuadalam 5 tahun terakhir cenderung mengalamipenurunan, seiring dengan penerapan UUminerba .
Emas
Tembaga
Perak
2.092 ton Emas
25,2 ton Tembaga
PT Freeport Indonesia (PTFI) menjadi perusahaan tambangyang dominan di Papua dengan luas area tambang sebesar212.950 ha (2012) dan jumlah tenaga kerja sebanyak 12.036orang, dimana 35%nya adalah masyarakat asli Papua.Melihat besarnya peranan PTFI dalam perekonomian,terutama pada Kab. Mimika dan Papua, membuat dinamikakinerja PTFI (produksi dan ekspor) menjadi salah satu faktoryang sangat krusial.
37,5% PDRB Papua
0,8% PDB
91% PDRB Mimika
Sumber : PTFI
Ket : * posisi Maret 2015Sumber : BI
Sumber : BPS
Sumber : BPS
Penerapan UU Minerba
Nilai Ekspor Tambang Papua (USD Juta)
13
Boks 2 Resource Nationalism
su pemanfaatan dan penguasaan sumber daya alam (SDA) merupakan isu
kebijakan yang pelik yang harus ditangani oleh setiap rezim pemerintahan di
Indonesia. Perlu diketahui bahwa dalam berbagai publikasi internasional,
Indonesia seringkali dijadikan sebagai contoh negara dengan fenomena kebangkitan
resource nationalism1
Label tersebut bukanlah karakteristik yang menarik bagi
investor internasional.
Apa itu Resource Nationalism?
Tidak ada definisi baku untuk istilah tersebut. Oleh karenanya, fenomena itu dapat
memiliki beberapa bentuk atau spektrum yang berbeda. Secara sederhana, resource
nationalism dapat didefinisikan sebagai hasrat publik yang dimanifestasikan dalam
kebijakan atau tindakan pemerintah untuk mempertegas kontrol atas SDA yang
dimiliki dengan tujuan memaksimalkan pemanfaatannya bagi kesejahteraan umum.
Ideologi yang mendasarinya adalah bahwa karena SDA merupakan kekayaan negara,
maka harus digunakan demi kemaslahatan bangsa, bukan keuntungan swasta.2
Menarik untuk dicermati bahwa terdapat hubungan yang kuat antara resource
nationalism dengan resource curse3
di negara-negara sedang berkembang.4
1
East Asia
Forum. 6 Agustus 2014. http://www.eastasiaforum.org/2014/08/06/will-leadership-change-turn-the-tide-
on-indonesian-resource-nationalism/. 2
David R. Mares.
Working Paper. James A. Baker III Institute for Public Policy Rice University. 2010.
http://pages.ucsd.edu/~dmares/MaresResourceNationalismWorkPaper.pdf 3
Resource curse dapat diartikan sebagai kondisi yang dialami oleh suatu negara yang tetap miskin
meskipun memiliki SDA yang melimpah akibat pengelolaannya yang bermasalah dan tidak
memperhatikan kesejahteraan masyarakat di negara tersebut. 4
Southern African Institute of Mining and Metallurgy The Rise of Resource Nationalism: Resurgence of
State Control in an Era of Free Markets Or the Legitimate Search for a New Equilibrium?
http://www.saimm.co.za/Conferences/ResourceNationalism/ResourceNationalism-20120601.pdf
I
Pembatasan Ekspor, Repatriasi, Mobilisasi Aset dan Kewajiban in-
country benefication
Nasionalisasi, Pembatalan Kontrak Sepihak
Diskriminasi atau Pengenaan Pajak yang Lebih Tinggi untuk Asing
Pembatasan Kepemilikan Asing atau Kewajiban Partisipasi Investor Lokal
Resource Nationalism
Grafik B.2.1 Bentuk-bentuk Resource Nationalism
14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
Bagaimana Investor Menyikapi Fenomena Resource Nationalism?
terutama
nondomestik, para investor cenderung menghindari atau mengurangi penanaman
modal di negara-negara dengan sentimen resource nationalism yang meningkat.
Ketika terjadi perubahan rezim regulasi menjadi lebih bercorak resource nationalism,
investor petahana (incumbent) akan mengevaluasi kembali bisnis mereka. Hasil
evaluasi tersebut dapat berupa divestasi, memindahkan seluruh modal, atau tetap
melanjutkan operasi dengan penyesuaian, tergantung kalkulasi ekspektasi profit dan
toleransi risiko masing-masing.5
Jika investor tetap melakukan penanaman modal,
mitigasi risiko yang kemudian dipertimbangkan antara lain:
1. Renegosiasi investasi dengan pemerintah untuk memperoleh jaminan politik.
2. Memperluas peran pemerintah dalam kepemilikan dan penanaman modal.
3. Kemitraan dengan investor besar internasional seperti IFC untuk
memperbesar risiko politik bagi pemerintah menerbitkan kebijakan yang
merugikan.
4. Meninjau ulang dan memastikan bahwa kontrak investasinya telah
menyertakan proteksi yang diberikan oleh multilateral investment treaties
(MITs) atau bilateral investment treaties (BITs) sehingga dapat menuntut
negara di arbitrase internasional, seperti International Centre for Settlement
of Investment Disputes (ICSID)6
atau setidaknya di arbitrase negara lain yang
netral seperti Swiss.
5. Mengambil asuransi risiko politik untuk mengantisipasi force majeure yang
bersumber dari perubahan kebijakan pemerintah.
6. Memperkuat keterlibatan (engagement) di komunitas setempat untuk
menaikkan posisi tawar dalam perundingan atau sengketa dengan
pemerintah.
7. Intensifikasi komunikasi dengan pemerintah dalam rangka confidence
building measure (CBM).
Bagaimana Dampak Resource Nationalism bagi Indonesia?
Meskipun investor tidak begitu menyukai fenomena resource nationalism, tetapi
diakui bahwa pemerintah dan publik memiliki keprihatinan (concern) yang legitim
atas pengelolaan dan pemanfaatan SDA. Sementara itu, investor juga mempunyai
hak dan kepentingan yang inheren dalam kegiatan usahanya. Oleh karena itu,
dampak akhir dari fenomena ini ditentukan oleh bagaimana investor dan pemerintah
memperjuangkan kepentingannya dan merespon tindakan yang lainnya.
Ketika pemerintah dianggap kurang mengakomodasi keprihatinannya, sementara
sentimen publik cenderung antiasing, dapat diperkirakan bahwa investor akan
menahan kegiatan penanaman modalnya. Hal ini terlihat dari beberapa keputusan
bisnis beberapa investor asing di Indonesia. Sebagai contoh, PTFI yang memiliki
5
Canadian
Mining Journal. 1 September 2012. http://www.canadianminingjournal.com/news/a-look-at-resource-
nationalism-skills-shortage-and-infrastructure-risks/1001703095/?&er=NA 6
Berbeda dengan arbitrase lain yang putusannya dapat dibatalkan oleh lembaga peradilan, putusan
ICSID hanya dapat dibatalkan oleh Sekjen ICSID yang berkedudukan di Washington DC.
15
Triwulan IV 2014
komitmen pembangunan pabrik pemurnian bijih mineral (smelter), sampai saat ini
belum merealisasikan investasi dimaksud. Selain itu, dalam rilis triwulanan pada 3
edisi berturut-turut, Indonesian Mining Development
Activities laporan rutin induk PTFI di Amerika Serikat (FCX), selalu menyertakan
Additionally, PTFI may reduce or defer these activities pending
resolution of negotiations for an amended COW.7
Artinya, FCX meyakinkan para
pemegang sahamnya (stockholders) bahwa setelah mengidentifikasi dampak
perubahan rezim regulasi di Indonesia, investasi dalam jangka panjang akan
dilakukan secara lebih berhati-hati.
Jika penundaan investasi seperti itu terus berlangsung, maka dapat dipastikan bahwa
pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang akan berada pada kondisi
suboptimal. Khusus untuk sektor ekstraktif, saat ini pasar komoditas globalnya
tengah lesu. Prospek jangka panjangnya juga cenderung negatif. Oleh karena
itu,sekarang diperlukan insentif yang tepat agar para pelaku usaha di sektor ini mau
melakukan investasi jangka panjang. Kendati demikian, oleh karena masyarakat
Indonesia memiliki kepentingan yang legitim dalam pengelolaan SDA, maka investor
harus lebih memperhatikan kesejahteraan umum ketika mengoptimalkan kinerja di
sektor ekstraksi SDA.
7
Lihat Rilis Laporan Kuartalan Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. untuk Triwulan III dan IV 2014,
serta Triwulan I 2015.
16
2
INFLASI
nflasi di Provinsi Papua1
pada triwulan I 2015 menurun dibandingkan triwulan lalu.
Tingkat inflasi turun dari 9,12% (yoy) di akhir 2014 menuju 6,85% (yoy) di triwulan
ini. Angka tersebut berada pada rentang prediksi Bank Indonesia pada publikasi
yang lalu (6,23% s.d. 7,23%, yoy). Penurunan inflasi disebabkan oleh harga-harga
komponen volatile foods yang relatif terkendali setelah melonjak tajam di triwulan lalu.
Faktor lainnya adalah kebijakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi pada awal Januari. Sementara itu, dampak kenaikan harga BBM
bersubsidi pada akhir triwulan I ini diperkirakan baru terlihat pada triwulan II nanti.
2.1 Inflasi Umum
Kenaikan tingkat harga agregat (inflasi) di
Provinsi Papua pada triwulan I 2015 relatif
terkendali. Seperti yang telah diprediksi
pada edisi sebelumnya, tekanan inflasi pada
2015 akan menurun setelah melonjak tajam
akibat kenaikan harga BBM bersubsidi yang
mendorong di sisi penawaran (cost-push)
dan faktor musiman yang menarik dari sisi
permintaan (demand-pull). Namun
demikian, inflasi di Papua masih lebih tinggi
dibandingkan inflasi nasional.
Secara bulanan, pergerakan tingkat harga
berada pada rentang yang relatif konsisten
dengan data 3 tahun terakhir. Secara
umum, tren historis menunjukkan harga-
harga relatif stabil atau turun pada semester
pertama. Kemudian, lonjakan yang
mencolok cenderung terjadi di triwulan
akhir. Fluktuasi di luar triwulan akhir,
umumnya disebabkan oleh shock dari
kebijakan pemerintah.
Untuk triwulan ini, kompilasi rilis Inflasi BPS
di dua kota IHK di Papua menunjukkan 2
bulan inflasi dan 1 bulan deflasi. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa
pergerakan inflasi daerah yang disampel
untuk survei Indeks Harga Konsumen (IHK)
cenderung berbeda secara arah. Kondisi
tersebut mengindikasikan adanya disparitas
struktur ekonomi dan tata niaga dalam satu
wilayah provinsi Papua. Asesmen Bank
I
1
Inflasi Papua dihitung dengan menggunakan metode rerata tertimbang berdasarkan bobot kota dari inflasi
Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Jayapura (0,45) dan Kabupaten Merauke (0,16).
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan
Grafik 2.3 Event Analysis Inflasi
Inflasi di Papua
masih lebih
tinggi dari
inflasi nasional.
Infrastruktur
konektivitas fisik
yang minim
menyebabkan
disparitas inflasi
antardaerah.
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Papua
Nasional
sumber: BPS, diolah
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rerata 2010-2014 2012
2013 2014
2015
% mtm
sumber: BPS, diolah
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014 2015
yoy
mtm [skala kanan]
Natal,
Tahun Baru
Kenaikan BBM,
Natal
kenaikan BBMBBM turun
Akhir
Panen
Akhir
Panen
sumber: BPS, diolah
17
Triwulan IV 2014
Indonesia menyimpulkan bahwa minimnya
infrastruktur konektivitas fisik antardaerah
di Papua menjadi faktor utama penyebab
masalah disparitas tersebut.
2.2 Komponen Inflasi
Meski masih relatif stabil dibandingkan komponen-komponen lain, komponen inti (core
inflation) meningkat tipis pada triwulan I-2015. Komponen inti meningkat dari 5,10%
(yoy) di triwulan IV 2014 menjadi 5,39 % (yoy) pada triwulan ini. Sementara itu
komponen volatile food dan administered prices menurun tajam baik secara bulanan
(mtm) maupun tahunan (yoy).
Jika diuraikan berdasarkan kategori
komoditas pangan dan nonpangan,
kenaikan inflasi inti disebabkan oleh
fluktuasi di komponen inflasi inti pangan.
Sementara itu, tren inflasi inti nonpangan
juga naik secara konsisten sejak triwulan III
2014. Kombinasi kedua faktor tersebut
menyebabkan inflasi inti naik dari 4,67%
(yoy) di triwulan III 2014 menjadi
5,34%(yoy) di triwulan I 2015.
Grafik 2.4 Disagregasi Komponen Inflasi Bulanan
Grafik 2.5 Disagregasi Inflasi Bulanan
Komponen Core Inflation
sumber: BPS
Tabel 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Komponen
2015
I II III IV I II III IV I
Core Inflation 5,29 5,84 6,55 6,61 6,01 5,66 4,67 5,10 5,39
Volatile Food 10,55 6,36 8,68 6,59 14,56 9,36 2,82 12,14 5,95
Administered Prices 1,95 6,70 17,30 18,23 15,83 11,25 7,16 18,24 12,82
Headline Inflation 5,89 6,07 8,58 8,27 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85
Disagregasi Komponen2013 2014
-10
-5
0
5
10
15
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2013 2014 2015
Core Inflation
Volatile Food
Administered Prices
sumber: BPS, diolah
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Core
Core Pangan
Core Nonpangansumber: BPS, diolah
18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
Kendati tren inflasi inti meningkat dalam
tiga triwulan terakhir, namun secara laju
cenderung turun. Tambahan lagi, ekspektasi
inflasi masyarakat sebagaimana yang
ditunjukkan oleh Survei Konsumen Bank
Indonesia di Kota Jayapura relatif menurun
dalam tiga bulan terakhir. Selain itu, gap
ekspektasi jangka menengah dan jangka
panjang juga semakin mengecil. Artinya,
tingkat harga agregat yang saat ini
terbentuk sudah semakin konvergen
dengan level yang diantisipasi oleh
masyarakat. Oleh karena itu, tekanan atas
inflasi inti diperkirakan akan mereda ke
depannya, kecuali terjadi shock yang belum
diantisipasi oleh perekonomian.
Untuk komponen volatile food, fluktuasinya
relatif terkendali pada triwulan ini. Hal
tersebut kontras dengan kondisi pada
triwulan IV 2014, yang mencatatkan inflasi
lonjakan dua digit untuk komponen ini.
Komoditas yang berfluktuasi paling tinggi8
adalah yang termasuk dalam subkelompok
- -
- -bumbua
Sebagai ilustrasi, hasil Survei Pemantauan
Harga yang dilakukan oleh Bank Indonesia
di beberapa pasar tradisional dan modern di
8
Fluktuasi tertinggi dilihat dari nilai koefisien
variasi antara nilai deviasi standar dan
reratanya.
Grafik 2.6 Ekspektasi Inflasi Konsumen
Tekanan atas
inflasi inti (core
inflation) akan
mereda ke
depannya.
Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Komponen Volatile Food Berdasarkan Subkelompok
Komponen-Subkelompok
Inflasi
Maret
2014
Inflasi
Desember
2014
Inflasi
Maret
2015
Rerata
periode
Mar-14
Mar-15
Deviasi
Standar
Mar-14
Mar-15
Koefisien
Variasi
(%)
Volatile Food 1,86 11,19 0,15 0,66 3,83 580
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 0,00 7,10 0,44 1,36 2,39 176
Daging dan Hasil-hasilnya 0,10 0,36 0,28 0,12 1,20 1.020
Ikan Segar 5,92 14,31 3,42 1,55 7,30 470
Ikan Diawetkan (0,80) (1,19) (0,15) 0,77 2,39 308
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya (1,97) 1,18 (0,31) 0,57 1,53 268
Sayur-sayuran (2,76) 11,99 (8,20) (0,27) 6,82 2.480
Kacang-kacangan 0,42 0,00 0,37 0,51 0,74 147
Buah-buahan (3,49) 8,81 (2,20) 0,44 4,03 913
Bumbu-bumbuan 9,14 54,56 7,54 1,10 19,49 1.772
Lemak dan Minyak 0,04 2,15 0,01 0,86 0,98 115
Bahan Makanan Lainnya - 0,58 4,82 0,34 2,42 704
sumber: BPS, diolah
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2015
Ekspektasi Inflasi 3 Bulan YAD
Ekspektasi Inflasi 6 Bulan YAD
Ekspektasi Inflasi 12 Bulan YAD
sumber: Survei Konsumen
19
Triwulan IV 2014
Jayapura, rata-rata harga jeruk pada Maret
2015 adalah Rp17.785. Sementara itu, pada
bulan tertentu, harga rata-rata jeruk dapat
mencapai Rp24.350. Contoh lainnya adalah
komoditas cabai rawit. Pada Juli 2014, rata-
rata harganya adalah Rp25.625. Namun, di
bulan berikutnya harga rata-ratanya sudah
di kisaran Rp36.625. Bahkan di akhir
Desember rata-rata harga cabai rawit
sempat mencapai Rp114.125. Untuk
periode Maret 2015 sendiri, harga cabai
rawit masih relatif tinggi yaitu di kisaran
Rp45.594. Pergerakan harga yang demikian
menyebabkan tingkat harga secara umum
menjadi fluktuatif. Agar dapat
mengendalikan fluktuasi harga di kelompok
ini, kerja sama berbagai pihak khususnya
melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah
(TPID) perlu semakin diperkuat.
Informasi mengenai volatile food tersebut
dapat dijadikan pertimbangan untuk
kebijakan pengendalian inflasi dalam rangka
menjaga keterjangkauan barang dan jasa di
daerah, sebagaimana yang diamanatkan
oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor
027/1696/SJ Tahun 2013. Dengan informasi
tersebut, opsi kebijakan pengendalian harga
dapat difokuskan pada komoditas dari
l-
- -
-
Terkait, komponen administered prices,
risiko kenaikan harga komoditas minyak
dunia yang diprediksi pada publikasi
sebelumnya tampak mulai terealisasi pada
triwulan I 2015. Hal tersebut dapat dilihat
dari kebijakan pemerintah yang menaikkan
harga BBM bersubsidi pada triwulan ini.
Oleh karena itu, untuk merespon risiko
tersebut, asesmen terkini yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Papua akan merevisi proyeksi inflasi
Papua sepanjang 2015. Namun demikian,
mengingat setiap kebijakan menaikkan
harga BBM bersubsidi dilakukan secara
bertahap, pengaruhnya terhadap
perekonomian secara keseluruhan
Kebijakan
pengendalian
harga dapat
difokuskan pada
subkelompok
komoditas
Hasil-
-
-
-
20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
diperkirakan tidak akan sebesar dampak
fixed price subsidy).
2.3 Kelompok Komoditas
Dekomposisi atas kelompok komoditas
penyusunnya menunjukkan bahwa
pergerakan inflasi Papua terutama didorong
oleh pergerakan harga pada Kelompok
Bahan Makanan. Kelompok tersebut
memiliki bobot yang sangat tinggi dalam
penyusunan inflasi, yaitu sekitar 28%.
Per triwulan I 2015, kenaikan harga
komposit komoditas Bahan Makanan
mencapai 6,27% (yoy). Angka tersebut
turun signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 11,56% (yoy).
Penurunan tingkat harga terutama
disebabkan oleh turunnya harga Daging
Sapi, Daging Ayam, Ikan Kembung, Ikan
Mujair, Kacang Panjang, Kangkung, Cabai
Rawit, Sawi-sawian, Terong Panjang, Tomat
Sayur, dan Tomat Buah,.
Kelompok berikutnya yang turun signifikan
adal
tahunan turun dari 11,43% (yoy) menjadi
7,29% (yoy). Secara historis kelompok ini
merupakan indikator atas kebijakan
Pemerintah menaikkan harga BBM
bersubsidi sekaligus respons pertama atas
kebijakan tersebut. Respons terbesar
biasanya terjadi pada subkelompok
transpor, yang mana Pemda dan Organda
sepakat untuk menurunkan tarif angkutan
Tabel 2.3 Perkembangan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok
sumber: BPS
2015
I II III IV I II III IV I
Bahan Makanan 10,66 5,49 8,21 7,12 14,12 9,02 3,52 11,56 6,27
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 4,14 6,90 5,37 8,18 9,25 8,86 10,15 8,78 8,63
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 7,17 7,92 8,22 9,18 8,25 7,26 5,82 7,44 7,06
Sandang 0,93 1,46 3,70 4,07 4,63 4,95 3,88 4,02 4,37
Kesehatan 0,30 1,40 2,89 3,80 5,56 4,88 2,86 4,47 6,73
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 4,99 4,90 3,75 3,73 3,25 3,22 2,23 3,91 4,58
Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 1,99 6,61 15,40 11,97 8,93 6,32 1,78 11,43 7,29
UMUM 5,89 6,07 8,58 8,27 9,58 7,40 4,51 9,12 6,85
Kelompok Komoditas2013 2014
21
Triwulan IV 2014
umum pada kisaran 2,5% sampai 10% dari
tarif awal pada triwulan I 2015.
Kelompok yang justru mengalami kenaikan
tingkat harga secara signifikan adalah
harga yang naik signifikan adalah untuk
Selanjutny
terjadi pada subkelompok Pendidikan di
Kabupaten Merauke. Sementara itu, harga-
harga untuk kelompok komoditas lainnya
relatif stabil.
2.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah
Secara formal kelembagaan, Provinsi Papua
telah memiliki 3 Tim Pengendalian Inflasi
Daerah (TPID), yaitu TPID Provinsi Papua,
TPID Kota Jayapura dan TPID Kabupaten
Merauke.
Selama triwulan I 2015, salah satu kegiatan
yang dilakukan adalah High Level Meeting
yang membahas Strategi Pengendalian
Inflasi Provinsi Papua pada akhir Maret lalu.
Dalam pertemuan tersebut disepakati
bahwa untuk mendukung efektivitas
kebijakan, diperlukan adanya suatu
Roadmap Pengendalian Inflasi yang menjadi
panduan sekaligus tolok ukur keberhasilan
kebijakan yang diambil. Roadmap yang
disusun akan sejalan dengan dokumen
perencanaan pembangunan yang sudah
ada, khususnya Rencana Pembangunan
Jangka Panjang dan Menengah Daerah
(RPJPD/RPJMD). Hal tersebut bertujuan
untuk menghindari tumpang tindih
perencanaan yang membuat strategi
pembangunan maupun strategi
pengendalian harga menjadi tidak jelas
sehingga tidak optimal.
22
3 PERBANKAN DAN
SISTEM PEMBAYARAN
inerja perbankan di Provinsi Papua pada triwulan I 2015 menunjukkan perbaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal tersebut ditunjukkan oleh peningkatan
kinerja perbankan dalam menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Aset
Perbankan. Sementara itu, penyaluran kredit pada awal tahun mencatatkan
pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014. Fungsi intermediasi
perbankan meningkat yang ditunjukkan dengan naiknya Loan to Deposit Ratio (LDR)
pada triwulan berjalan.
Risiko kredit perbankan yang ditunjukkan dari angka Non Performing Loan (NPL) secara
umum masih di bawah level indikatif 5%. Namun demikian, NPL meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama dari sisi penyaluran kredit UMKM.
Selanjutnya, penyaluran kredit rumah tangga tumbuh cukup tinggi pada triwulan I 2015
dengan nilai NPL terjaga dibawah 3%.
Terkait sistem pembayaran, sesuai dengan polanya historisnya, aliran uang kartal
pada triwulan I 2015 mengalami net inflow (Rp1,8 triliun). Berlalunya siklus
musiman keagamaan dan pelaksanaan proyek pemerintah yang belum optimal
menjadi faktor yang mendorong net inflow pada triwulan ini. Untuk pembayaran
nontunai, ecara nominal, aktivitas kliring pada triwulan I 2015 relatif menurun
dibandingkan triwulan lalu. Namun demikian, volumenya mengalami peningkatan.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa perputaran transaksi dengan nilai di bawah
Rp100 juta meningkat. Sementara untuk perkembangan transaksi BI-RTGS, pada awal
tahun, umumnya transaksi tersebut turun dibandingkan periode akhir tahun.
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Total Asset (Rp miliar) DPK (Rp miliar) Kredit Penggunaan (Rp miliar)
MILIAR Rp
48%
52%
56%
60%
64%
0%
10%
20%
30%
40%
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Pertumbuhan Aset (% yoy) Pertumbuhan DPK (% yoy) Pertumbuhan Kredit (% yoy) LDR
K
Grafik 3.1 Perkembangan Indikator Perbankan
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.2 Perkembangan DPK
sumber: Laporan Bank
23
3.1 Perkembangan Perbankan
3.1.1 Perkembangan Bank Umum
3.1.1.1 Aset Perbankan
Pertumbuhan aset perbankan pada triwulan
I 2105 tumbuh sebesar 21% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan aset
pada triwulan sebelumnya yang hanya
mencapai 12% (yoy). Secara nominal, total
aset perbankan pada triwulan I 2015
tercatat Rp43,5 triliun, naik dari triwulan IV-
2014 yang hanya mencapai Rp41,9 triliun.
Meningkatnya pertumbuhan dan nominal
aset perbankan salah satunya didorong oleh
perbaikan perekonomian Provinsi Papua
pada triwulan I 2015.
Pangsa aset perbankan di Provinsi Papua
pada triwulan I 2015 masih didominasi oleh
Bank Umum Milik Pemerintah (BUMP)
dengan share sebesar 81,32% dan nominal
aset sebesar Rp36 triliun. Bank Umum Milik
Swasta (BUMS) mencatatkan nominal aset
terbesar setelah BUMP yaitu Rp7,4 triliun
dengan pangsa aset sebesar 16,85%.
Sementara itu, total aset Bank Perkreditan
Rakyat tercatat sejumlah Rp811 miliar
dengan pangsa 1,83%.
3.1.1.2 Penghimpunan Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Penghimpunan DPK di Papua pada triwulan
I 2015 mencapai Rp33,5 triliun atau
tumbuh 14,92% (yoy) sedikit meningkat
dibanding triwulan sebelumnya (14,55%,
yoy). Kondisi tersebut relatif sejalan dengan
realisasi proyek pemerintah yang belum
banyak dilaksanakan hingga awal tahun
2015. Sementara di sisi lain, perkembangan
jumlah DPK cenderung stagnan yang
terutama disebabkan oleh masih tingginya
inflasi.
Berdasarkan jenisnya, pertumbuhan giro
pada triwulan I 2015 relatif meningkat
dibandingkan triwulan IV 2014. Total giro
perbankan mencapai Rp9,9 triliun dengan
Grafik 3.3 Perkembangan Aset Perbankan
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.4 Struktur Aset Perbankan
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.5 Perkembangan DPK Menurut Jenis
sumber: Laporan Bank
0%
5%
10%
15%
20%
25%
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Nominal Aset Pertumbuhan Aset (yoy) - RHS
Miliar Rp
81,32%
16,85%
1,83%
Pemerintah Swasta BPR
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Giro Deposito Tabungan
Pertumbuhan Giro (yoy) - [Sk. Kanan] Pertumbuhan Deposito (yoy) -[Sk. Kanan] Pertumbuhan Tabungan (yoy) -[Sk. Kanan]
Pertumbuhan DPK (yoy) - [Sk. Kanan]
Miliar Rp
24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
pertumbuhan sebesar 2,55% (yoy), lebih
rendah dibanding triwulan IV 2014 (4,51%,
yoy). Sementara itu, total deposito
perbankan mencapai Rp9,3 triliun atau
tumbuh sebesar 39,65% (yoy). Meskipun
komponen DPK deposito memiliki tingkat
pertumbuhan tertinggi, namun pangsanya
relatif kecil (28%). Oleh karena itu,
kenaikan pertumbuhan deposito kurang
signifikan pengaruhnya atas pertumbuhan
DPK secara keseluruhan. Sebaliknya,
pertumbuhan tabungan triwulan I 2015
menurun dibandingkan triwulan IV 2014,
dari 12,16% (yoy) menjadi 11,49% (yoy)
atau secara nominal mencapai Rp14,2
triliun.
3.1.1.3 Penyaluran Kredit
Pada triwulan I 2015, penyaluran kredit
tumbuh 11,42% (yoy), lebih rendah dari
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
mencapai 13,53% (yoy). Secara nominal,
total kredit yang disalurkan naik dari Rp19,7
triliun di triwulan IV 2014 menjadi Rp19,6
triliun.
Secara sektoral, pertumbuhan kredit
terutama didorong oleh peningkatan
penyerapan kredit di sektor Pertambangan
dari kontraksi sebesar 21% (yoy) pada
triwulan IV 2014 menjadi 17% (yoy) pada
triwulan I 2015. Sementara itu, perbaikan
kinerja ekspor hasil tambang pada awal
tahun ini mendorong peningkatan
signifikan untuk pembiayaan pada sektor
pertambangan. Sebaliknya, sektor industri
pengolahan mengalami penurunan paling
rendah.
Dari sisi penggunaan, kredit investasi
tumbuh cukup tinggi, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit
investasi pada triwulan I 2015 mencapai
Rp3,1 triliun dengan pertumbuhan sebesar
18,42% (yoy). Kredit Konsumsi turut
meningkat dibanding triwulan sebelumnya
dengan pertumbuhan sebesar 13,28%
(yoy). Sebaliknya, Kredit Modal Kerja
tumbuh melambat cukup signifikan dari
Grafik 3.6 Penyaluran Kredit Menurut Sektor
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.7 Penyaluran Kredit Menurut Penggunaan
sumber: Laporan Bank
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
-
300
600
900
1.200
1.500
1.800
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Pertanian Pertambangan
Konstruksi Pertumbuhan Kredit Pertanian % yoy (sk kanan)
Pertumbuhan Kredit Pertambangan % yoy (sk kanan) Pertumbuhan Kredit Konstruksi % yoy (sk kanan)
Pertumbuhan Kredit % yoy (sk kanan)
Miliar Rp
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
2.500
5.000
7.500
10.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Modal Kerja Investasi
Konsumsi Pertumbuhan KMK - [Sk. Kanan]
Pertumbuhan KI - [Sk. Kanan] Pertumbuhan KK - [Sk. Kanan]
Miliar Rp
25
Triwulan I 2015
14,87% (yoy) pada triwulan IV 2014
menjadi 4,69% (yoy) pada triwulan berjalan
rendahnya penyerapan proyek pemerintah
di awal tahun menjadi salah satu penyebab
perlambatan pada pembiayaan modal kerja.
Peran perbankan di Papua sebagai lembaga
intermediasi pada triwulan I 2015 membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal
tersebut tercermin dari angka Loan to
Deposit Ratio (LDR) triwulan I 2014 sebesar
59,5% lebih tinggi dari triwulan IV 2014
(58,4%). Peningkatan LDR di Papua pada
triwulan ini sejalan dengan peningkatan
penyaluran kredit yang cukup signifikan.
Selanjutnya, tingginya alokasi dana
perimbangan Pemerintah Daerah dan
rendahnya akses masyarakat terhadap akses
perbankan masih menjadi kendala stagnansi
angka LDR di Provinsi Papua.
Risiko kredit perbankan Provinsi Papua pada
akhir triwulan I 2015 terjaga dengan baik,
meskipun rasio NPL meningkat dari 4,04%
pada triwulan IV 2014 menjadi 4,57% pada
triwulan I 2015. Secara sektoral, sektor
Konstruksi, Industri Pengolahan dan
Pengangkutan memiliki potensi risiko kredit
yang tinggi dengan nilai NPL masing-masing
25,54%; 23,5% dan 14,8%. Sementara itu,
sektor Pertanian memiliki nominal dan rasio
NPL paling rendah dibandingkan sektor
lainnya pada triwulan I 2015.
3.1.1.4 Suku Bunga
Perkembangan suku bunga bank umum
konvensional di Provinsi Papua, baik suku
bunga simpanan maupun suku bunga
pinjaman pada triwulan I 2015 relatif stabil.
Tercatat hanya komponen suku bunga
tabungan yang turun, yakni dari 1,69%
(yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 1,64%
(yoy) pada triwulan I 2015. Sementara itu,
jenis suku bunga pinjaman yang meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya adalah
suku bunga konsumsi, dari 11,68% pada
triwulan IV 2014 menjadi 11,71% pada
triwulan I 2015.
Grafik 3.8 LDR dan NPL
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.9 NPL Menurut Sektor
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.11 Suku Bunga DPK
sumber: Laporan Bank
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Listrik,Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
0 50 100 150 200 250 300 350
Pertanian
Pertambangan
Industri pengolahan
Listrik,Gas dan Air
Konstruksi
Perdagangan
Pengangkutan
Jasa Dunia Usaha
Jasa Sosial Masyarakat
Lain-lain
Grafik 3.10 Nominal NPL Menurut Sektor
sumber: Laporan Bank
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Giro Tabungan Deposito
%
0,0%
1,5%
3,0%
4,5%
6,0%
40%
50%
60%
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
LDR NPL Ratio
26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
Suku bunga pinjaman sektor ekonomi
utama di Papua pada triwulan ini tidak
banyak mengalami perubahan dibanding
triwulan sebelumnya. Perubahan pada suku
bunga sektor Pertambangan tercatat 12,8%
atau lebih rendah dibandingkan triwulan IV
2014 (12,98%). Penurunan ini sebagai
dampak risiko yang berkurang atas
meningkatnya pendapatan di sektor
pertambangan. Suku bunga pinjaman
sektor Konstruksi juga menurun
dibandingkan triwulan lalu, dari 12,8%
menjadi 12,57%. Sementara itu, suku
bunga pinjaman sektor Pertanian sedikit
meningkat pada triwulan I 2015 menjadi
12% dari sebelumnya 11,94%.
3.1.2 Stabilitas Sistem Keuangan
3.1.2.1 Ketahanan Sektor UMKM
Kinerja pembiayaan UMKM di Papua pada
triwulan I 2015 meningkat cukup signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan ini, pertumbuhan penyaluran kredit
UMKM mencapai 16,68% (yoy), setelah
pada periode sebelumnya mampu tumbuh
12,46% (yoy). Meningkatnya penyaluran
kredit UMKM sejalan dengan peningkatan
perekonomian Provinsi Papua yang
sebagian didorong oleh kegiatan usaha
mikro, kecil dan menengah.
Berdasarkan penggunaan, kredit UMKM
mayoritas berupa modal kerja. Kredit Modal
Kerja (KMK) meningkat dari 11,19% (yoy)
menjadi 12,45% (yoy). Sementara itu,
Kredit Investasi (KI) pada UMKM juga
meningkat dibandingkan triwulan IV 2014
menjadi sebesar 29,96% (yoy) dari
sebelumnya hanya 16,35% (yoy).
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
risiko kredit kepada UMKM meningkat
melampaui level indikatif 5%. NPL kredit
UMKM di Papua tercatat sebesar 7,73%
meningkat dari triwulan IV (6,94%).
Tingginya NPL kredit UMKM Papua triwulan
I 2015 terutama terjadi di sektor konstruksi.
Grafik 3.12 Suku Bunga Kredit Menurut Sektor
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.13 Penyaluran Kredit UMKM
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.14 NPL Kredit UMKM
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.15 Kredit UMKM Menurut Penggunaan
sumber: Laporan Bank
0
4
8
12
16
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
PERTANIAN PERTAMBANGAN KONSTRUKSI
%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Kredit MKM Pertumbuhan Kredit MKM (yoy) - [Sk. Kanan]
Miliar Rp
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
0
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
NPL MKM Rasio NPL Kredit MKM - [Sk. Kanan]
Miliar Rp
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
-
900
1.800
2.700
3.600
4.500
5.400
6.300
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
KMK Sektor UMKM KI Sektor UMKM
Pertumbuhan KMK (yoy) - [Sk. Kanan] Pertumbuhan KI Sektor UMKM (yoy) - [Sk. Kanan]
Miliar Rp
27
Triwulan I 2015
Berdasarkan penggunaannya, NPL kredit
investasi yaitu sebesar 9,1% lebih tinggi
dibandingkan penggunaan kredit untuk
modal kerja sebesar 7,2%. Sering terjadinya
kesalahpahaman pemberian kredit diartikan
sebagai hibah oleh masyarakat Papua juga
menjadi salah satu faktor pendorong
tingkat NPL UMKM yang tinggi.
3.1.2.2 Ketahanan Sektor Rumah
Tangga
Tingkat penyaluran kredit kepada sektor
Rumah Tangga di Papua masih menujukan
pertumbuhan yang tinggi (14,68%, yoy).
Pertumbuhan tersebut didorong oleh
pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
dan Kredit Multiguna, yang pada triwulan III
2014 masing-masing tumbuh sebesar
12,9% (yoy) dan 116,6% (yoy).
Dari total kredit rumah tangga yang
disalurkan (Rp9,4 triliun), pangsa Kredit
Multiguna tercatat sebesar 69,22%,
sedangkan kredit KPR dan KKB memiliki
pangsa masing-masing sebesar 16,54% dan
0,53%. Sementara itu, sisanya merupakan
kredit rumah tangga maupun untuk
peruntukkan konsumsi lainnya.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah
tangga di Papua dinilai masih memiliki
ketahanan yang cukup baik. Hal tersebut
tercermin dari pencapaian nilai NPL yang
masih jauh di bawah angka 5%. Meskipun
demikian, peningkatan NPL pada triwulan I
2015 terjadi pada KPR, KKB dan Kredit
Multiguna, dari 2,4%; 2% dan 0,93%
menjadi 2,64%; 2,26% dan 1,12%.
Selanjutnya, NPL Kredit Penggunaan lainnya
menurun jika dibandingkan dengan
triwulan IV 2014, dari 1,82% menjadi
1,64%.
Grafik 3.16 NPL UMKM Berdasarkan Penggunaan
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.17 Kredit Rumah Tangga
sumber: Laporan Bank
Grafik 3.18 NPL Kredit Rumah Tangga
sumber: Laporan Bank
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
10%
-
60
120
180
240
300
360
420
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
NPL KMK Pada UMKM NPL KI Pada UMKM
% NPL KMK - [Sk. Kanan] % NPL KI - [Sk. Kanan]
Miliar Rp
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
KPR KKB Multi Guna Lainnya - [Sk. Kanan]
0,00%
0,20%
0,40%
0,60%
0,80%
1,00%
1,20%
1,40%
1,60%
1,80%
2,00%
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
2,0%
2,5%
3,0%
3,5%
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
KPR KKB Multi Guna Lainnya - [Sk. Kanan]
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
3.2 Perkembangan Sistem
Pembayaran
3.2.1 Sistem Pembayaran Tunai
3.2.1.1 Aliran Uang Masuk dan
Keluar
Sesuai dengan polanya dalam dua tahun
terakhir, aliran uang kartal di Provinsi Papua
pada triwulan I 2015 mengalami net inflow
yang tercatat mencapai Rp1,8 triliun.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa
kebutuhan uang kartal oleh masyarakat
relatif berkurang sehingga aliran uang
keluar dari Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Papua (KPw Papua) relatif
lebih kecil dibandingkan cash inflow.
Berlalunya siklus musiman keagamaan dan
pelaksanaan proyek pemerintah yang belum
optimal menjadi faktor yang memperkuat
terjadinya net inflow pada triwulan laporan.
3.2.1.2 Pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar
clean money
policy Papua secara rutin
melakukan pendistribusian uang Hasil Cetak
Sempurna (HCS) yang layak edar untuk
menggantikan uang lusuh dan sudah tidak
layak edar melalui sarana: (1) penarikan
uang oleh perbankan; (2) penukaran uang
di loket KPwBI Provinsi Papua; dan (3)
kegiatan kas keliling. Selain itu, untuk
memenuhi kebutuhan uang tunai terutama
di daerah terpencil, KPwBI Provinsi Papua
juga melakukan kerja sama dengan
perbankan di Papua untuk melakukan
kegiatan kas titipan. Kerja sama ini
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
uang dalam jumlah nominal yang cukup,
jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan
dalam kondisi layak edar serta menjangkau
masyarakat secara lebih luas.
Dalam berbagai kegiatan perkasan tersebut,
secara rutin KPwBI Provinsi Papua
selanjutnya melakukan pemusnahan
terhadap Uang Tidak Layak Edar (UTLE).
Pelaksanaan pemusnahan uang dilakukan
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
(7.000)
(6.000)
(5.000)
(4.000)
(3.000)
(2.000)
(1.000)
-
1.000
2.000
3.000
4.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
UTLE (Rp Miliar)Rp Miliar
Outflow Inflow Net Inflow Pemusnahan UTLE (sumbu kanan)
sumber: Laporan Perkasan KPwBI Prov. Papua
Grafik 3.19 Transaksi Tunai
29
Triwulan I 2015
dengan memperhatikan aspek keamanan,
pengawasan melekat dan good governance
sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Selama triwulan I 2015, jumlah uang kartal
tidak layak edar yang dimusnahkan KPwBI
Provinsi Papua mencapai Rp424 miliar, atau
secara tahunan meningkat 7,23%.
Peningkatan jumlah uang yang diedarkan
tersebut sejalan dengan komitmen KPwBI
Provinsi Papua dalam penyediaan uang
layak edar yang semakin besar, dimana
dengan segala keterbatasan dan kendala
geografis maupun SDM, KPwBI Provinsi
Papua akan melaksanakan kegiatan kas
keliling di seluruh kab/kota di Papua pada
2015.
3.2.2 Sistem Pembayaran Non-Tunai
3.2.2.1 Transaksi Kliring
Secara nominal, aktivitas kliring pada
triwulan I 2015 relatif menurun jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Namun demikian, volumenya mengalami
peningkatan. Kondisi tersebut menunjukkan
transaksi dengan nilai di bawah Rp100 juta
relatif meningkat. Di sisi lain, belum
optimalnya realisasi belanja pemerintah
menjadi salah satu penyebab nominal
kliring berada di level yang relatif rendah.
3.2.2.2 Transaksi Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)
Sesuai dengan polanya, transaksi BI-RTGS di
awal tahun relatif mengalami penurunan
dibanding periode akhir tahun. Kondisi
tersebut mengindikasikan bahwa
juta) di wilayah Papua relatif rendah yang
salah satunya disebabkan belum optimalnya
realisasi proyek pada awal tahun. Tercatat
pada triwulan I 2015, Provinsi Papua
mengalami net inflow sebesar Rp1,3 triliun.
Sementara itu, transaksi intra Papua
mencapai Rp900 miliar, jauh lebih rendah
dari triwulan IV 2014 yang mencapai Rp5,5
triliun.
27,000
30,000
33,000
36,000
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Total Nominal Kliring (Rp Miliar) Total Volume (lembar) - [Sk. Kanan]
(15.000)
(10.000)
(5.000)
-
5.000
10.000
15.000
20.000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Rp Miliar
Inflow (to) Outflow (from) Net Inflow Intra-Papua
-
120
240
360
480
600
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015
Rata-Rata Nominal Perputaran Kliring Perhari (Rp Miliar)
Rata-Rata Volume (lembar) - [Sk. Kanan]
sumber: www.bi.go.id
Grafik 3.21 Transaksi Kliring per Hari
sumber: www.bi.go.id
Grafik 3.22 Transaksi BI-RTGS
sumber: www.bi.go.id
Grafik 3.20 Total Transaksi Kliring
30
4 KEUANGAN
PEMERINTAH
Realisasi kinerja keuangan Pemerintah
Provinsi Papua hingga triwulan IV 2014
menunjukkan perkembangan yang
positif. Berdasarkan komponennya, realisasi
anggaran pendapatan pemerintah relatif
lebih optimal dibandingkan realisasi belanja.
Meskipun demikian, secara nominal,
realisasi pendapatan dan belanja hingga
periode laporan mengalami kenaikan yang
signifikan dibandingkan posisi yang sama
pada 2013. Kondisi tersebut relatif sejalan
dengan kenaikan target dan pagu Tahun
Anggaran (TA) 2014.
4.1. Realisasi Penyerapan APBN
di Daerah
Secara keseluruhan, pagu anggaran APBN di
Papua pada 2015 mengalami penurunan
dibanding pagu 2014, dari Rp13,84 triliun
menjadi Rp12,87 triliun atau turun sebesar
7,01%.
Berdasarkan kewenangannya, penurunan
pagu anggaran tersebut terjadi pada
mayoritas kewenangan, hanya pagu
anggaran Kegiatan Daerah yang mengalami
kenaikan sebesar 4,57% (yoy). Senada
dengan kondisi tersebut, pagu APBN
berdasarkan jenis belanja di daerah pada
2015 juga mengalami penurunan yang
terutama terjadi pada belanja barang dan
belanja Bansos, masing-masing mencapai
16,94% dan 80,64% (yoy). Penurunan
pagu APBN tersebut salah satunya
disebabkan penurunan penerimaan hasil
migas seiring harga minyak dunia yang
cenderung rendah. Untuk mengimbangi
penurunan penerimaan migas tersebut,
pemerintah pusat melakukan efisiensi
pengeluaran, terutama dari sisi belanja
2014 2015
Keg. PusatRp6,375 Triliun
Keg. DaerahRp5,805 Triliun
DekonsentrasiRp277,6 Miliar
Tugas PembantuanRp412,95 Miliar
Keg. PusatRp6,734 Triliun
Keg. DaerahRp5,551 Triliun
DekonsentrasiRp411,56 Miliar
Tugas PembantuanRp513,03 Miliar
Urusan BersamaRp631,62 Miliar
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.1 Pagu APBN Berdasar Kewenangan di
Provinsi Papua
2014 2015
Belanja PegawaiRp3,112 Triliun
Belanja BarangRp2,892 Triliun
Belanja ModalRp6,711 Triliun
Belanja BansosRp154,595 Miliar
Belanja PegawaiRp2,885 Triliun
Belanja BarangRp3,482 Triliun
Belanja ModalRp6,594 Triliun
Belanja BansosRp798,73 Miliar
Belanja LainRp82,017 Miliar
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.3 Pagu APBN 2015 per Kabupaten Kota
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.2 Pagu APBN Berdasar Jenis Belanja di
Provinsi Papua
Kota Jayapura25,14%
Papua21,12%
Kab. Merauke
9,57%Kab. Jayawijaya8,26%
Kab. Jayapura6,10%
Kab. Mimika5,81%
Kab. Biak-Numfor4,92%
Kab. Boven Digoel3,63%
Kab. Puncak Jaya2,95%
Kab. Peg. Bintang2,31% Kab. Lainnya
10,19%
31
Triwulan I 2015
pemerintah. Berdasarkan informasi
Kementerian Keuangan, tercatat penurunan
belanja pemerintah pusat pada 2015
sebesar Rp27,1 triliun dan penurunan
transfer ke daerah sebesar Rp2,5 triliun.
Dari sisi realisasi, penyerapan belanja APBN
pada triwulan I 2015 di Papua mencapai
Rp845,674 miliar atau 6,57% dari pagu
2015. Tingkat penyerapan tersebut relatif
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2014
yang mencapai 9,07% dari pagu 2014.
Kondisi tersebut salah satunya disebabkan
oleh persiapan pelaksanaan Pemilu Legislatif
di awal triwulan II 2014.
Sejalan dengan kondisi penyerapan APBN
secara umum, realisasi berdasarkan
kewenangan pada triwulan I 2015 juga
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2014.
Kegiatan Daerah mendominasi penyerapan,
mencapai 8,76% dari pagu 2015.
Sementara itu, realisasi Tugas Pembantuan
baru mencapai Rp420,52 juta atau 0,1%
dari pagu 2015, jauh lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2014 yang
mencapai 5,07% dari pagu 2014. Kondisi
tersebut perlu mendapat perhatian,
mengingat anggaran dalam Tugas
Pembantuan dialokasikan pada kegiatan
yang bersifat fisik yang dapat secara
langsung digunakan oleh masyarakat dan
menjadi pendorong (multiplier effect)
perekonomian.
Belum optimalnya penyerapan belanja
bersifat fisik yang bersumber dari APBN
juga diperkuat oleh data penyerapan
berdasar jenis belanja, dimana pada
triwulan I 2015, komponen yang bersifat
fisik seperti belanja barang dan belanja
modal relatif belum optimal dan lebih
rendah dibanding triwulan I 2014. Tercatat,
penyerapan belanja barang dan modal pada
periode laporan masing-masing mencapai
Rp189,37 miliar dan Rp27,65 miliar.
9,13
10,62
6,29
5,07
0,01
5,26
8,76
0,46 0,10 0,00
Keg Pusat Keg Daerah Dekonsentrasi TugasPembantuan
UrusanBersama
%
I 2014
I 2015
19,23
8,31
6,06
1,55
20,20
6,55
0,41 0,00
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bansos
%I 2014
I 2015
Kota Jayapura0,83%
Papua5,46%Kab. Merauke
13,19%
Kab. Jayawijaya13,52%Kab. Jayapura
6,76%
Kab. Mimika1,98%
Kab. Biak-Numfor6,44%
Kab. Boven Digoel11,37%
Kab. Puncak Jaya1,75%
Kab. Peg. Bintang8,44%
Kab. Lainnya30,25%
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.4 Realisasi APBN Berdasar Kewenangan
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.5 Realisasi APBN Berdasar Belanja
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.6 Realisasi APBN Berdasar Kab.Kota
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
Berdasarkan daerahnya, realisasi
penyerapan anggaran APBN untuk
Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah
Kota Jayapura masih relatif rendah, padahal
keduanya memiliki porsi pagu APBN 2015
yang terbesar. Pada triwulan I 2015, tercatat
rasio penyerapan APBN terhadap pagu
untuk Pemerintah Provinsi Papua baru
mencapai 5,46%, sementara rasio
penyerapan Pemerintah Kota Jayapura
hanya mencapai 0,83%.
4.2. Realisasi APBD
Sesuai dengan siklusnya, realisasi APBD
Pemerintan Provinsi Papua pada triwulan I
2015 relatif belum optimal. Realisasi dari sisi
pendapatan baru mencapai 7,17% dari
pagu anggaran 2015, relatif lebih rendah
dibandingkan dengan posisi yang sama
tahun sebelumnya. Sementara itu, rasio
realisasi belanja pada triwulan I 2015
terhadap pagu anggaran 2015 baru
mencapai 4,06%, cenderung stabil
dibandingkan triwulan I 2014.
Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian,
mengingat pagu APBD 2015 mengalami
kenaikan dibanding 2014, sementara
kemampuan pemerintah provinsi dalam
penyediaan dana untuk pembiayaan
berbagai kegiatan perlu lebih dioptimalkan
lagi.
Melihat perkembangan tersebut, maka ke
depan, pemerintah daerah diharapkan
dapat lebih mengoptimalkan penyerapan
anggaran belanja khususnya yang
dialokasikan untuk pembiayaan proyek
infrastruktur dasar sehingga dapat
memberikan multiplier effect yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi di Papua.
33
Triwulan I 2015
Tabel 4.1 Realisasi APBD Provinsi Papua TA
2014 (Rp Miliar)
sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset
Provinsi Papua, diolah
4.2.1. Realisasi Pendapatan
Pemerintah Provinsi
Papua
Berdasarkan komponennya, kenaikan
realisasi pendapatan pada triwulan I 2015
terutama didorong oleh peningkatan
realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah.
Tercatat realisasi Lain-lain Pendapatan yang
Sah pada triwulan I 2015 mencapai
Rp228,57 miliar atau meningkat 32,49%
(yoy). Sementara itu, realisasi komponen
pendapatan yang lain seperti PAD dan Dana
Perimbangan pada triwulan I 2015
mengalami penurunan dibanding triwulan I
2014, masing-masing mencapai 11,45%
dan 35,08% (yoy).
Berdasarkan komponennya, realisasi PAD
pada triwulan I 2015 terutama didominasi
oleh realisasi Pajak Daerah dengan pangsa
terhadap PAD mencapai 70,26%. Tingginya
realisasi Pajak Daerah salah satunya
ditopang oleh optimalisasi penerimaan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Kondisi
tersebut tidak terlepas dari kenaikan harga
BBM non subsidi yang diterapkan
pemerintah di akhir 2014, dimana
berdasarkan UU No.34 Tahun 2000, PP
No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
dan PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah, dapat diketahui bahwa penetapan
kenaikan harga bahan bakar minyak oleh
pemerintah pusat beberapa waktu lalu
memberikan dampak pada peningkatan
pendapatan daerah dari sektor pajak bahan
2014 2015 I 2014 I 2015 I 2014 I 2015
Pendapatan 10.489,11 11.357,41 1.010,69 813,96 9,64 7,17
Belanja 11.205,08 11.935,51 458,74 484,33 4,09 4,06
KeteranganTarget & Pagu Anggaran Realisasi % Realisasi
PADRp174,43 miliar
PADRp154,46 miliar
Dana Perimbangan
Rp663,73 miliar
Dana Perimbangan
Rp430,93 miliar
Lain-lain Pendapatan
yang SahRp172,52 miliar Lain-lain
Pendapatan yang Sah
Rp228,57 miliar
I 2014 I 2015
117,08
9,42 -
47,93
108,53
1,48 -
44,45
Pajak Daerah Retribusi Daerah Hsl PengelolaanKekayaan ygDipisahkan
Lain-lain PAD yg Sah
Rp Miliar
I 2014 I 2015
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.7 Realisasi Pendapatan
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.8 Realisasi PAD
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
bakar kendaraan bermotor dengan besaran
pajak yang dikenakan terhadap BBM
pengendara bermotor maksimal 10%.
Realisasi Dana Perimbangan pada
triwulan I 2015 masih ditopang oleh
realisasi Dana Alokasi Umum (DAU).
Hingga triwulan laporan, realisasi DAU di
Provinsi Papua tercatat mencapai Rp379,66
miliar. Sementara itu, realisasi Dana Alokasi
Khusus (DAK) pada triwulan I 2015 telah
mencapai Rp49,59 miliar, jauh lebih tinggi
dibanding triwulan I 2014. Mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia, Nomor 37 tahun 2014 tentang
Pedoman Penyusunan APBD Tahun
Anggaran 2015, peningkatan realisasi DAK
tersebut mengindikasikan adanya kenaikan
pembiayaan di sektor pendidikan dan
kesehatan.
Realisasi Dana Perimbangan yang lebih
tinggi dibandingkan PAD mengindikasikan
bahwa tingkat kemandirian daerah Provinsi
Papua hingga triwulan I 2015 masih belum
optimal. Selain itu, kapasitas fiskal daerah
perlu ditingkatkan, mengingat rasio
terhadap total realisasi pendapatan
mencapai 19,18%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan riil
daerah dalam menyediakan pendanaan
masih dibawah 50%, sehingga relatif
kurang optimal dalam membiayai berbagai
kebutuhan daerah dan ketergantungan
terhadap dana transfer dari pemerintah
pusat menjadi relatif tinggi.
10
12
14
16
18
20
22
24
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015
Rasio (%)Rp Miliar
Total Pendapatan Kapasitas Fiskal Rasio Kap Fiskal
Dana Bagi Hasil Pajak &
Non Pajak-
Dana Bagi Hasil Pajak &
Non PajakRp1,68 miliar
DAURp663,73
miliar
DAURp379,66
miliar
DAK-
DAKRp49,59
miliar
I 2014 I 2015
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.9 Realisasi Dana Perimbangan
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.10 Kapasitas Fiskal
35
Triwulan I 2015
4.2.2. Realisasi Belanja
Pemerintah Provinsi
Papua
Realisasi penyerapan belanja pemerintah
Provinsi Papua hingga triwulan IV 2014
terutama ditopang oleh Belanja tidak
Langsung. Berdasarkan komponennya,
Belanja Tidak Langsung (Belanja Rutin)
masih mendominasi realisasi belanja secara
keseluruhan. Tercatat pangsa Belanja Tidak
Langsung hingga triwulan IV 2014
mencapai 62,31% dari total belanja,
dengan rasio realisasi terhadap pagu
anggaran 2014 mencapai 94,63%.
Sementara pangsa realisasi Belanja
Langsung (Belanja Non-Rutin), yang
digunakan untuk membiayai berbagai
proyek pemerintah, mencapai 37,69% dari
total realisasi belanja pada triwulan IV 2014
dengan rasio terhadap pagu anggaran 2014
mencapai 87,84%.
Realisasi Belanja Tidak Langsung (rutin)
salah satunya didorong oleh penyerapan
Belanja Bantuan Keuangan, dimana hingga
triwulan IV 2014 mencapai Rp4,562 triliun
atau 100,45% dari pagu anggaran belanja
2014. Secara lebih mendalam dapat
diketahui bahwa tingginya penyerapan
Belanja Bantuan Keuangan tersebut
terutama dialokasikan untuk bantuan
keuangan otonomi khusus kepada
kabupaten/kota. Sementara itu, realisasi
belanja pegawai (gaji) mencapai Rp744,19
miliar atau 84,52% dari pagu anggaran
2014.
Sementara itu, realisasi komponen Belanja
Langsung yang digunakan untuk
pelaksanaan proyek masih belum optimal,
mencapai Rp3,88 triliun atau 87,84% dari
pagu TA 2014. Realisasi Belanja Langsung
tersebut terutama didorong oleh
penyerapan Belanja Barang dan Jasa yang
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.11 Rasio Realisasi Belanja Terhadap
Pagu Anggaran
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.12 Realisasi Belanja TidakLangsung/Rutin
(Rp miliar)
sumber : BPKAD Prov. Papua, diolah
Grafik 4.13 Realisasi Belanja Langsung
(Nonrutin)
4,54
3,40
5,09
2,69
0
1
2
3
4
5
6
Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
%I 2014 I 2015
-
1,33
-
184,70
93,82
28,45
-
14,62
-
215,40
110,39
6,53
Belanja Tidak Terduga
Belanja Bansos
Belanja Bagi Hasil
Belanja Hibah
Belanja Pegawai
Belanja Bantuan Keuangan
I 2015 I 2014
Belanja Pegawai
4,98
Belanja Pegawai
6,83
Belanja Barang & Jasa
141,78
Belanja Barang & Jasa
128,55
Belanja Modal
3,67
Belanja Modal
2,00
I 2014 I 2015
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
secara nilai mencapai Rp1,998 triliun, atau
100,99% dari pagu TA 2014. Secara umum,
penyerapan Belanja Barang dan Jasa
tersebut lebih banyak digunakan untuk
mendukung pelaksanaan koordinasi oleh
pemerintah provinsi dalam upaya
mendukung realisasi proyek pemerintah.
Sementara itu, nilai realisasi Belanja Modal
hingga triwulan IV 2014 mencapai Rp1,69
triliun, atau 74,24% dari pagu 2014. Secara
umum, penyerapan belanja Langsung
tersebut terutama dialokasikan untuk
membiayai berbagai proyek pemerintah
yang khususnya terkait dengan infrastruktur
jalan, jembatan dan bangunan. Meskipun
demikian, rasio realisasi penyerapan belanja
Langsung tersebut relatif kurang optimal.
Berdasarkan kajian Direktorat Jendral
Penganggaran dan Keuangan (DJPK)
Kementerian Keuangan, terdapat beberapa
hal yang menyebabkan penurunan realisasi
belanja modal di daerah, antara lain
keterbatasan anggaran pemerintah daerah
dalam pendanaan kegiatan/proyek, efisiensi
biaya pelaksanaan kegiatan/proyek dan
batas waktu pelaksanaan kegiatan yang
melebihi target tahun anggaran berjalan. Ke
depan, diharapkan penyerapan belanja
Langsung khususnya terkait dengan
pembangunan proyek infrastruktur dasar
dapat lebih dioptimalkan sehingga dapat
mendukung percepatan pertumbuhan
perekonomian di Papua.
37
5 KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
ertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu ternyata
belum mampu mengimbangi peningkatan jumlah penduduk yang ingin bekerja.
Hal tersebut ditunjukkan oleh naiknya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari
3,48% pada Februari 2014 menjadi 3,72% di periode yang sama di 2015. Tren
peningkatan TPT meski penciptaan lapangan kerja juga bertambah tersebut telah
berlangsung sejak semester awal 2013. Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Papua
masih mencatatkan angka defisit sampai akhir triwulan I 2015 (97,42). Nilai tersebut
mengindikasikan kenaikan indeks pendapatan petani belum dapat mengimbangi
kenaikan indeks biaya yang harus dibayar.
5.1 Ketenagakerjaan
Secara komposisi penyerapan tenaga kerja,
tidak terdapat perubahan signifikan pada
triwulan ini. Mayoritas penduduk Papua
(70,6%). Kemudian, sebagian besar lainnya
di bidang pemerintahan. Pertumbuhan
jumlah penduduk yang bekerja di sektor
tersebut juga masih tinggi pada triwulan ini
(41,7%, yoy).
Perkembangan positif dari pasar tenaga
kerja adalah bahwa penyerapan sektor
Industri melonjak tajam pada semester ini
(141%, yoy). Pada periode yang lalu,
pertumbuhan jumlah pekerja yang diserap
oleh sektor ini cenderung menurun, bahkan
negatif pada dua semester sebelumnya.
Selanjutnya, dari sisi pengangguran, secara
nasional tingkat pengangguran di Papua
P
Grafik 5.1 Penduduk yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama
Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Utama
sumber: BPS (2015)
Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb
Penduduk Usia 15+ (ribu orang) 2.017 1.989 2.057 2.073 2.097 2.129 2.157
Angkatan Kerja (ribu orang) 1.595 1.557 1.645 1.610 1.689 1.675 1.710
Bekerja (ribu orang) 1.548 1.500 1.598 1.560 1.630 1.617 1.646
Penganggur (ribu orang) 47 57 47 51 59 58 64
Bukan Angkatan Kerja (ribu Orang) 422 432 412 462 408 454 447
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) 79,07 78,27 79,98 77,70 80,54 78,67 79,26
Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 2,95 3,65 2,86 3,15 3,48 3,44 3,72
20152013 2014Uraian
2012
Grafik 5.2 Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (yoy)
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2012 2013 2014 2015
Lainnya
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi
Industri
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
ribu orang
sumber: BPS (2015), diolah
Penyerapan
tenaga kerja
oleh sektor
industri naik
tajam pada
semester ini
(141%, yoy)
-100
-50
0
50
100
150
200
-20
-10
0
10
20
30
40
50
Feb Agu Feb Agu Feb
2013 2014 2015
Pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, perikanan
Perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
Lainnya
Industri [skala kanan]
sumber: BPS (2015), diolah
% %
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
masih relatif rendah (Papua 3,72%,
sementara Nasional 5,81%). Namun
demikian, lebih dari 75% penduduk bekerja
di sektor informal. Kebanyakan adalah
(34,1%). Selain itu, lebih dari 45%
bukanlah pekerja penuh waktu (full time
workers).
Sementara itu, walau persentase pekerja
dengan kualifikasi pendidikan sekolah
menengah tingkat atas relatif kecil, angka
penganggurannya (TPT) justru relatif tinggi.
Bahkan, tingkat pengangguran di antara
mereka yang berpendidikan tinggi (diploma
atau sarjana) jauh lebih tinggi dibandingkan
mereka yang berpendidikan SMTP atau SD.
Hal mencolok lainnya adalah TPT kelompok
pendidikan SMK justru merupakan yang
tertinggi.
Perkembangan lain yang perlu dicermati
adalah bahwa tingkat pengangguran
angkatan kerja yang berpendidikan diploma
turun signifikan pada periode ini. Di sisi lain,
tingkat pengangguran yang berpendidikan
SMA juga meningkat signifikan. Hal
tersebut mengindikasikan para lulusan
diploma mulai berpindah ke pekerjaan yang
secara tradisional cukup diisi oleh lulusan
SMA (overqualified), sehingga mempersulit
lulusan SMA untuk bersaing di pasar tenaga
kerja.
5.2 Kesejahteraan
Sebagian besar penduduk Papua bekerja di
sektor
Oleh
karena itu, perkembangan kinerja lapangan
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
erat dengan kesejahteraan masyarakat
Papua.
Salah satu indikator bagi tingkat
kesejahteraan petani dan nelayan yang rutin
dirilis oleh BPS adalah Nilai Tukar Petani
(NTP). NTP disusun dengan membandingkan
sisi pendapatan dan sisi pengeluaran petani.
Grafik 5.5 Penduduk yang Bekerja Menurut
Tingkat Pendidikan
Grafik 5.4 Penduduk yang Bekerja Menurut
Jumlah Jam Kerja
Grafik 5.6 Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Tingkat Pendidikan
Grafik 5.3 Penduduk yang Bekerja Menurut
Status Pekerjaan Utama
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2012 2013 2014 2015
Informal
Formal
ribu orang
sumber: BPS (2015), diolah
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2012 2013 2014 2015
Penuh Waktu
Tidak Penuh Waktu
ribu orang
sumber: BPS (2015), diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Feb Agu Feb Agu Feb Agu
2012 2013 2014
Perguruan Tinggi
SMP s.d. SMTA
SD ke Bawah
sumber: BPS (2015), diolah
0
2
4
6
8
10
12
14
Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb
2012 2013 2014 2015
SD ke Bawah Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Kejuruan
Diploma I/II/III Universitas
TPT Papua
%
sumber: BPS (2015), diolah
Tingkat
pengangguran
mereka yang
berpendidikan
tinggi jauh lebih
tinggi dari yang
mereka yang
SMTP dan SD.
TPT yang
berpendidikan
diploma turun
drastis, namun TPT
yang berpendidikan
SMA juga naik
tajam.
39
Triwulan I 2015
Jika pendapatan tumbuh lebih tinggi dari
pengeluarannya, nilai NTP akan meningkat.
Ringkasnya, semakin tinggi NTP berarti
semakin sejahtera pula petani.
Publikasi terakhir menunjukkan bahwa
setelah turun signifikan pada triwulan lalu,
NTP Papua mulai meningkat tipis di triwulan
I 2015. Kenaikan tersebut sejalan dengan
penguatan kinerja lapangan usaha kategori
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
naik dari 95,80 pada akhir 2014 menjadi
97,42 di triwulan ini. Namun demikian, data
tersebut menunjukkan bahwa petani masih
mengalami defisit. Artinya, dibandingkan
periode acuan (2012), tingkat kesejahteraan
petani di Papua cenderung lebih buruk.
Selain itu, NTP Papua juga secara persisten
lebih rendah dari NTP Nasional walaupun
pergerakannya relatif searah.
Terkait tingkat kemiskinan, data terakhir
menunjukkan kecenderungan menurun baik
secara nominal maupun persentase.
Kesenjangan antara pengeluaran rata-rata
penduduk miskin dengan Garis Kemiskinan
(GK) yang ditunjukkan oleh Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) juga terus
turun. Selain itu, ketimpangan
kesejahtaraan di antara kelompok
penduduk miskin (P2) juga terus menurun.
Sementara itu, guna mengimbangi kenaikan
biaya hidup, pemerintah daerah Provinsi
(Pemdaprov) Papua, melalui SK Gubernur
Nomor 188.4/383 telah kembali menaikkan
Upah Minimum Provinsi (UMP) menjadi
Rp2,015 juta untuk tahun 2015. Angka
tersebut masih di bawah estimasi
Kebutuhan Hidup Layak.
Grafik 5.9 Jumlah Penduduk Miskin
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Kedalaman
dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 5.11 Perkembangan Garis Kemiskinan Grafik 5.12 Perkembangan Upah Minimum
Provinsi dan Kebutuhan Hidup Layak
Grafik 5.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.8 Perbandingan NTP Papua dengan
NTP Nasional
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
NTP Papua
NTP Tanaman Pangan
NTN Perikanan
sumber: BPS (2015), diolah
92
94
96
98
100
102
104
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
NTP Nasional
NTP Papua
sumber: BPS (2015), diolah
25
26
27
28
29
30
31
32
800
820
840
860
880
900
920
940
960
980
Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2012 2013 2014
Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin [skala kanan]
sumber: BPS (2015), diolah
ribu jiwa %
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2012 2013 2014
GK Nonmakanan
GK Makanan
sumber: BPS (2015), diolah
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
UMP (Rp ribu)
KHL (Rp ribu)
sumber: Kemnaker (2015), diolah
Peningkatan
kesejahteraan
petani di Papua
cenderung lebih
buruk dari rata-
rata petani di
seluruh
Indonesia.
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mar Sep Mar Sep Mar Sep
2012 2013 2014
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) [skala kanan]
sumber: BPS (2015), diolah
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Papua
6
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
erdasarkan perkembangan terakhir, asesmen Bank Indonesia triwulan ini
mengoreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi Papua sepanjang periode 2015.
Jika triwulan lalu PDRB Papua selama 2015 diperkirakan akan tumbuh
setidaknya 12,4% (yoy), dengan perkembangan yang ada Bank Indonesia
memproyeksikan pertumbuhannya akan berada di kisaran 7,4 s.d. 8,4% (yoy). Dari sisi
penggunaan, variabel utama yang mengoreksi besaran proyeksi PDRB adalah komponen
Investasi dan Ekspor Luar Negeri. Selain itu, sentimen Konsumsi Rumah Tangga secara
nasional juga cenderung melemah akibat pergerakan nilai tukar rupiah serta antisipasi
inflasi dari sisi kebijakan pemerintah. Untuk triwulan II 2015, akibat adanya base effect
periode lalu, pertumbuhannya akan cukup tinggi di kisaran 8,6 s.d. 9,6% (yoy). Setelah
itu pada triwulan berikutnya pertumbuhan akan cenderung melemah.
Terkait tingkat harga agregat, jika pergerakan komponen volatile foods dan
administered prices tidak mendapatkan tekanan yang signifikan, inflasi Papua selama
2015 diperkirakan akan berada pada interval 5,38% s.d. 6,38% (yoy). Realisasi akan
lebih rendah jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dapat semakin dioptimalkan
peranannya dalam memitigasi risiko inflasi yang ada.
6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Dari sisi penggunaan, selama 2015 komponen Konsumsi diperkirakan akan relatif stabil.
Konsumsi Swasta diperkirakan akan melemah, namun hal tersebut akan diimbangi oleh
komponen Konsumsi Pemerintah. Konsumsi diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,4
s.d. 7,4% (yoy). Sementara itu Investasi diperkirakan hanya akan tumbuh pada rentang
5,5 s.d. 6,5% (yoy). Sementara itu, akselerasi yang signifikan diperkirakan akan dialami
oleh komponen ekspor luar negeri. Prakiraan ini didasarkan pada rencana perusahaan
tambang di Papua yang akan meningkatkan target penjualannya pada 2015.
Laporan triwulanan yang dirilis oleh Freeport-McMoRan Inc. (FCX) di Amerika Serikat
menyatakan bahwa selama 2014 situs operasional mereka di Indonesia menjual 1.16
juta ounce emas dan 664 juta pound tembaga. Untuk 2015, situs operasional itu
ditargetkan akan menjual 1,3 juta ounce emas dan 1 milyar pound tembaga. Setelah
mengevaluasi realisasinya selama triwulan I 2015, pertumbuhan ekspor luar negeri
Papua tidak akan lebih dari 100% (yoy) selama 2015.
Untuk triwulan II 2015, ekspor Papua diperkirakan akan tumbuh lebih dari 200% (yoy)
setelah memperhitungkan base effect akibat implementasi larangan ekspor pada
semester pertama 2014. Berkaitan dengan itu, PDRB Papua akan mampu tumbuh pada
kisaran 8,6 s.d. 9,6% (yoy) pada triwulan II 2015.
Dari sisi lapangan usaha, lapangan usaha pertambangan diprediksi hanya akan tumbuh
sekitar 3,3 s.d. 4,3% (yoy) selama 2015. Untuk triwulan II pertumbuhannya diperkirakan
akan berada pada kisaran 5,8% s.d. 6,8% (yoy). Sementara itu, lapangan usaha lain
yang terkait dengan proyek-proyek pemerintah akan mengalami akselerasi sehingga
B
41
Triwulan I 2015
mendorong pertumbuhan PDRB Papua secara total pada triwulan I 2015 mencapai
kisaran 8,6 s.d. 9,6% (yoy).
6.2 Prospek Inflasi
Setelah mengalami lonjakan di akhir tahun lalu, inflasi Papua selama 2015 diperkirakan
akan turun pada kisaran 5,38% s.d. 6,38% (yoy). Untuk triwulan II 2015, inflasi
diperkirakan akan turun secara naik sementara ke level 8,43% s.d. 9,43% (yoy) dari
6,88% (yoy) pada triwulan ini. Tekanan inflasi khususnya dari komponen komoditas
yang harganya diatur oleh pemerintah seperti bahan bakar minyak bersubsidi,
transportasi publik, tarif tenaga listrik, serta bahan bakar rumah tangga.
Rilis Indeks Harga Konsumen (IHK) BPS untuk April 2015 menunjukkan inflasi Papua
secara bulanan sudah terdorong naik ke level 8,29% (yoy). Sementara itu, berdasarkan
Survei Pemantauan Harga (SPH) di Jayapura, harga komposit beberapa komoditas utama
menunjukkan tren inflasi yang persisten.
Risiko inflasi yang perlu diantisipasi adalah terutama terkait administered prices seperti:
harga BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik, harga jual eceran elpiji, serta tarif angkutan
umum. Sebagaimana diketahui, saat ini Pemerintah sudah tidak lagi menerapkan
kebijakan subsidi tetap (fixed subsidy) untuk komoditas BBM. Oleh karena itu, pengaruh
kenaikan harga minyak di pasar internasional terhadap komoditas BBM domestik tidak
lagi difilter oleh subsidi tetap pemerintah. Sementara itu, harga minyak global saat ini
sudah mulai naik kembali (rebound). Dalam konteks demikian, harga minyak
internasional dan pada gilirannya harga minyak domestik memiliki risiko yang semakin
besar untuk naik.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Jan 03,
2006
Jan 03,
2007
Jan 03,
2008
Jan 03,
2009
Jan 03,
2010
Jan 03,
2011
Jan 03,
2012
Jan 03,
2013
Jan 03,
2014
Jan 03,
2015
Cushing, OK WTI Spot Price FOB
Europe Brent Spot Price FOB
sumber: www.eia.gov
USD per barrel
Grafik 6.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia