Upload
luckyoluz-ramanda-msi
View
764
Download
18
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KONSEP NEGARA INTEGRALISTIK
1. PIDATO SOEPOMO
Berikut adalah isi pidato Soepomo yang dibacakan pada tanggal 31 Mei
1945 berdasarkan yang tertulis pada notulen rapat sidang BPUPKI27
Soal yang kita bicarakan ialah bagaimanakah akan dasar-dasarnya Negara
Indonesia Merdeka. Tadi oleh beberapa pembicara telah dikemukakan beberapa
faktor dari beberapa Negara, syarat-syarat mutlak (faktor-konstitutif) dari suatu
.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Sidang Pertama
Rapat Besar tanggal 31 Mei 1945
Waktu :
Tempat : Gedung Tyuuoo Sangi-In (sekarang Departemen Luar Negeri)
Acara : - Pembicaraan tentang Dasar Negara Indonesia (lanjutan)
- Pembicaraan tentang Daerah Negara dan Kebangsaan Indonesia.
Ketua : Dr K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Anggota, Soepomo:
Paduka Tuan Ketua, hadirin yang terhormat!
27 ___________, Lahirnya PANCASILA Kumpulan Pidato BPUPKI, Yogyakarta:Media
Pressindo, 2006, hal. 56-80.
Universitas Sumatera Utara
Negara. Syarat-syarat mutlak untuk mengadakan Negara dipandang dari sudut
hukum dan dari sudut formeel, (jurisprudence), yaitu harus ada daerah (territory),
rakyat, dan harus ada perintah yang daulat (souverein) menurut hukum
internasional. Akan tetapi, syarat-syarat mutlak ini tidak mengenai dasar
kemerdekaan dari Negara dalam arti sosiologi dan arti politik. Juga suatu syarat
mutlak yang telah dibicarakan dalam sidang ini ialah tentang pembelaan tanah air.
Maka pembelaan tanah air sangat penting adanya dan tentang ini saya setuju
dengan nasihat-nasihat dan anjuran-anjuran dari pihak Pemerintah Bala tentara,
yaitu dari Paduka Tuan Soomubutyoo yang telah dimuat dalam surat kabar Asia
Raya dan setuju juga dengan pandangan yang baru tadi diuraikan oleh anggota
yang terhormat Tuan Abdulkadir.
Tentang syarat mutlak lain-lainnya. Pertama tentang daerah, saya mufakat
dengan pendapat yang mengatakan, “Pada dasarnya Indonesia, yang harus
meliputi batas Hindia-Belanda”. Akan tetapi jikalau, misalnya daerah Indonesia
lain, umpamanya negeri Malaka, Borneo Utara hendak ingin juga masuk
lingkungan Indonesia, hal itu kami tidak keberatan. Sudah tentu itu bukan kita
saja yang akan menentukan, akan tetapi juga pihak saudara-saudara yang ada di
Malaka dan Borneo Utara.
Tentang syarat mutlak kedua, hal rakyat sebagai warga Negara. Pada
dasarnya ialah sebagai warga Negara yang mempunyai kebangsaan Indonesia,
dengan sendirinya bangsa Indonesia asli. Bangsa peranakan, Tionghoa, India,
Arab yang telah berturun-temurun tinggal di Indonesia dan baru saja diuraikan
oleh anggota yang terhormat Dahler, mempunyai kehendak yang sungguh-
sungguh untuk turut bersatu dengan bangsa Indonesia yang asli; harus diterima
Universitas Sumatera Utara
sebagai warga-negara dengan diberi kebangsaan Indonesia (nasionaliteit
Indonesia).
Yang penting juga kita harus menjaga supaya tidak ada ”dubbele
onderdaanscap” dan menjaga jangan ada “staatloosheid”. Hal yang sebagian
tergantung juga dari sistem undang-undang dari Negara lain-lain. Sebagai pokok
dasar kewarganegaraan Indonesia ialah ius sanguinis (prinsip keturunan) dan ius
soli (prinsip teritorial).
Syarat mutlak yang ketiga, ialah pemerintah daulat menurut hukum
internasional.
Jikalau kita hendak membicarakan tentang dasar system pemerintahan
yang hendak kita pakai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistem pemerintahan
yang hendak kita pakai untuk Negara Indonesia, maka dasar sistem pemerintahan
itu bergantung kepada staatsidee, kepada “begrip” (pengertian – red.) “staat”
(Negara) yang hendak kita pakai untuk pembangunan negara Indonesia akan
didirikan? Oleh anggota terhormat Moh. Hatta dan lain-lain pembicara
dikemukakan tiga soal ialah:
Pertama, apakah Indonesia akan berdiri sebagai persatuan Negara
(eenheidsstaat) atau Negara serikat (bondstaat) atau sebagai persekutuan Negara
(statenbond).
Kedua, dipersoalkan hubungan antara Negara dan agama,
Ketiga, apakah republik atau monarki. Menurut pendapat saya, hadirin
yang terhormat, sebelum kita membicarakan soal persatuan negara, atau negara
serikat, Republik atau Monarkhi terlebih dahulu kita harus membeicarakan soal
Universitas Sumatera Utara
yang disebut negara itu, negara menurut dasar pengertian pengertian apa, oleh
karena segala pembentukan susunan negara itu tergantung daripada dasar
pengertian negara (staatsidee) tadi.
Tentang persatuan negara atau negara serikat atau tentang republik atau
monarki, itu sebetulnya menurut pendapat saya, soal bentuk susunan negara.
Maka saya sekarang hendak membicarakan dasarnya negara Indonesia Merdeka.
“Negara” menurut dasar pengertian (staatsidee) apa?
Sebagaimana Tuan-tuan telah mengetahui, dalam ilmu negara kita,
mendapati beberapa teori, beberapa aliran pikiran tentang negara. Marilah dengan
singkat kita meninjau teori-teori negara itu.
1. Ada suatu aliran pikiran yang menyatakan bahwa negara itu terdiri atas
dasar teori perseorangan, teori individualistis. Sebagaimana diajarkan
oleh Thomas Hobbes dan John Locke (abad ke-17), Jean Jacques
Rousseau (abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), H.J. Laski
(abad ke 20). Menurut aliran pikiran ini, negara ialah masyarakat
hukum (legal society) yang disusun atas kontrak antara seluruh
seseorang dalam masyarakat itu (contract social). Susunan hukum
negara yang berdasar individualism terdapat di negeri Eropa Barat dan
di Amerika.
2. Aliran pikiran lain tentang negara ialah teori “golongan” dari negara
(class theory) sebagai diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara
dianggap sebagai suatu alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk
menindas klasse lain. Negara ialah alatnya golongan yang mempunyai
kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan-
Universitas Sumatera Utara
golongan lain yang mempunyai kedudukan yang lembek. Negara
kapitalis ialah perkakas bourgeoisi untuk menindas kaum buruh, oleh
karena itu para Marxis menganjurkan revolusi politik dari kaum buruh
untuk merebut kekuasaan negara agar kaum buruh dapat ganti
menindas kaum bourgeoisi.
3. Aliran pikiran lain dari pengertian negara ialah teori yang dapat
dinamakan teori integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam
Muller, Hegel, dan lain-lain (abad ke-18 dan abad ke-19). Menurut
pikiran ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang
atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat
seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan,
segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan
merupakan persatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam
negara yang berdasar aliran pikiran integral ialah penghidupan bangsa
seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling
kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang
sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa
seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Sekarang Tuan-tuan akan membangunkan negara Indonesia atas aliran
pikiran mana?
Universitas Sumatera Utara
Kami hendak mengingatkan lagi nasihat P.T. Soomubutyoo bahwa
pembangunan negara bersifat barang yang bernyawa. Oleh karena itu, corak dan
bentuknya harus disesuaikan dengan keadaan umum pada masa sekarang dan
harus mempunyai keistimewaan yang sesuai dengan keadaan umum tadi. Kecuali
itu P.T. Soomubutyoo juga member nasihat janganlah kita meniru belaka susunan
negara lain. Contoh-contoh negara lain hendaknya menjadi peringatan saja,
supaya bangsa Indonesia jangan sampai mengulang kegagalan yang telah dialami
oleh bangsa lain, atau paling banyak hanya mengambil contoh-contoh yang
sungguh patut dipandang sebagai teladan.
Sungguh benar, dasar dan bentuk susunan dari suatu negara itu
berhubungan erat dengan riwayat hukum (rechtsgeschichte) dan lembaga social
(sociale structuur) dari negara itu. Berhubung dengan itu apa yang baik dan adil
untuk negara lain, oleh karena keadaan tidak sama.
Tiap-tiap negara mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri berhubung
dengan riwayat dan corak masyarakatnya. Oleh karena itu, politik pembangunan
negara Indonesia harus disesuaikan dengan “sociale structuur” masyarakat
Indonesia, yang nyata pada masa sekarang, serta harus disesuaikan dengan
panggilan zaman, misalnya cita-cita negara Indonesia dalam lingkungan Asia
Timur Raya.
Dengan mengingat ini, marilah kita melihat contoh-contoh dari negara
lain. Dasar susunan hukum negara Eropa Barat ialah perseorangan dan
liberalisme. Sifat perseorangan ini, yang mengenai segala lapangan hidup (sistem
undang-undang ekonomi, kesenian, dan lain-lain), memisah-misahkan manusia
sebagai seseorang dari masyarakatnya, mengasingkan diri dari segala pergaulan
Universitas Sumatera Utara
yang lain. Seorang manusia dan negara yang dianggap sebagai seseorang pula,
selalu segala-galanya itu menimbulkan imperialisme dan sistem memeras
(uitbuitings systeem) membikin kacau-balaunya dunia lahir dan batin.
Tuan-tuan telah mengerti sendiri bahwa sifat demikian harus kita jauhkan
dari pembangunan negara Indonesia, bahkan Eropa sendiri pada waktu sekarang
mengalami krisis rohani yang maha hebat berhubung dengan jiwa rakyat Eropa
telah jemu kepada keangkaramurkaan, sebagai akibat semangat perseorangan
tersebut.
Dasar susunan negara Soviet Rusia pada masa sekarang ialah dictator dari
proletariat. Boleh jadi dasar itu sesuai dengan keistimewaan keadaan social dari
negeri Rusia, akan tetapi dasar pengertian negara itu bertentangan dengan sifat
masyarakat Indonesia yang asli.
Lain negara ialah negara Jerman nasional sosialis sebelum menyerah
dalam peperangan sekarang. Negara itu berdasar atas aliran pikiran negara
totaliter, das Ganze der politischen Einheit des Volkes (integrate theory). Prinsip
“pimpinan” (fuhrung) sebagai kernbegriff (ein totaler fuhrerstaat) dan sebagai
prinsip yang dipakainya juga ialah persamaan darah dan persamaan daerah (blut
and boden theorie) antara pimpinan dan rakyat.
Tuan-tuan yang terhormat, dari aliran pikiran nasional sosialis ialah
prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan prinsip persatuan dalam
negara seluruhnya cocok dengan aliran pikiran ketimuran.
Kita sekarang meninjau negara Asia ialah dasar negara Dai Nippon.
Negara Dai Nippon berdasar atas persatuan lahir dan batin yang kekal antara
Universitas Sumatera Utara
Yang Maha Mulia Tennoo Heika, negara, dan rakyat Nippon seluruhnya. Tennoo
adalah pusat rohani dan seluruh rakyat. Negara bersandar atas kekeluargaan.
Keluarga Tennoo yang dinamakan “Konshitu” ialah keluarga yang terutama.
Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat sesuai pula dengan corak
masyarakat Indonesia.
Setelah kita meninjau dengan ringkas contoh-contoh dari sifat negeri-
negeri lain, maka tadi dengan sepatah dau patah kata kami mengatakan apa yang
tidak sesuai dan apa yang sesuai dengan lembaga social (struktur sosial) dari
masyarakat Indonesia yang asli. Sebagai Tuan-tuan telah mengetahui juga,
struktur sosial Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia,
ialah buat aliran pikiran atau semangat kebatinan bangsa Indonesia.
Maka semangat kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa Indonesia
bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, yaitu
persatuan antara dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan
makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia
sebagai seseorang, golongan manusia manusia dalam suatu masyarakat, dan
golongan-golongan lain dari masyarakat itu, dan tiap-tiap masyarakat dalam
pergaulan hidup di dunia seluruhnya dianggap mempunyai tempat dan kewajiban
hidup (darma) sendiri-sendiri menurut kodrat alam dan segala-galanya ditujukan
kepada keimbangan lahir dan batin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah
dari seseorang lain atau dari dunia luar, golongan-golongan manusia. Malah
segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut-paut,
segala sesuatu berpengaruh-pengaruhi, dan kehidupan mereka bersangkut paut.
Universitas Sumatera Utara
Inilah ide totaliter, ide integralistik dari bangsa Indonesia yang berwujud juga
dalam susunan tata negaranya yang asli.
Menurut sifat tata negara Indonesia yang asli, yang sampai zaman
sekarang pun masih dapat terlihat dalam suasana desa baik di Jawa, maupun di
Sumatera dan kepulauan-kepulauan Indonesia lain, maka para pejabat negara ialah
pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara senantiasa
wajib memegang teguh persatuan keseimbangan dalam masyarakatnya.
Kepala desa, atau kepala rakyat wajib menyelenggarakan keinsafan
keadilan rakyat, harus senantiasa memberi bentuk (gestaltung) kepada rasa
keadilan dan cita-cita rakyat. Oleh karena itu kepala rakyat “memegang adat”
(kata pepatah Minangkabau) senantiasa memperhatikan segala gerak-gerik dalam
masyarakatnya. Dan untuk maksud itu, senantiasa bermusyawarah dengan
rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya supaya pertalian
batin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Dalam suasan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan-
golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong
royong, semangat kekeluargaan.
Maka teranglah Tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak
mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat corak
masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran
(staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh
rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan
apapun.
Universitas Sumatera Utara
Menurut aliran pikiran ini, kepala negara dan badan-badan pemerintah lain
harus bersifat pemimpin yang sejati, penunjuk jalan kea rah cita-cita luhur, yang
diidam-idamkan oleh rakyat. Negara harus bersifat "badan penyelenggara", badan
pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Dalam
pengertian ini, menurut teori ini yang sesuai dengan semangat Indonesia yang asli,
negara tidak lain ialah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat Indonesia sebagai
persatuan yang teratur dan tersusun.
Dalam pengertian ini, negara tidak bersikap atau bertindak sebagai
seseorang yang mahakuasa, yang terlepas dari seseorang-seseorang manusia
dalam daerahnya dan yang mempunyai kepentingan sendiri, terlepas dari
kepentingan warga-warga negaranya sebagai seseorang (paham individualis).
Tuan-tuan yang terhormat, menurut pengertian "negara" yang integralistik,
sebagai bangsa yang teratur, sebagai persatuan srakyat yang tersusun, maka spada
dasarnya tidak akan ada dualisme "staat dan individu", tidak akan ada
pertentangan antara susunan staat dan ssusunan hukum individu, tidak akan ada
dualisme "staat and staatsfreie gesellschaft", tidak akan membutuhkan jaminan
grund und freiheitsrechte dari individu contra staat. Oleh karena individu tidak
lain adalah suatu bagian organic dari staat. Dan sebaliknya oleh karena staat
bukan suatu sbadan kekuasaan atau raksasa politik yang berdiri di luar lingkungan
suasana kemerdekaan seseorang.
Paduka Tuan Ketua, seseorang filosof Inggris, bernama Jeremy Bentham
(akhir abad ke-18) mengajarkan bahwa staat menuju kepada "the greatest
happiness of the greatest number”, akan tetapi pikiran ini berdasar atas pikiran
individualisme. Menurut aliran pikiran tentang negara yang saya anggap sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan semangat Indonesia asli tadi, negara tidak mempersatukan dirinya dengan
golongan yang terbesar dalam masyarakat, pun tidak mempersatukan dirinya
dengan golongan yang paling kuat (golongan politik atau ekonomi yang paling
kuat), akan stetapi mengatasi segala golongan dan segala sseseorang
mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat seluruhnya.
Tuan-tuan yang terhormat, hendaknya jangan salah paham. Teori negara
integralistik atau negara totaliter ini tidak berarti bahwa negara tidak akan
memperhatikan adanya golongan-golongan sebagai golongan, atau tidak akan
memperdulikan manusia sebagai seseorang. Bukan itu maksudnya! Aliran pikiran
ini mempunyai sifat concrete dan reel, tidak meng-abstraheer segala keadaan
(seperti sifat teori individualism).
Negara akan mengakui dan menghormati adanya golongan-golongan
dalam masyarakat yang nyata, akan tetapi setiap orang dan segala golongan akan
insaf kepada kedudukannya sebagai bagian organik dan negara seluruhnya, wajib
meneguhkan persatuan dan harmoni antara segala bagian-bagian itu.
Negara persatuan tidak berarti bahwa negara atau pemerintah akan
menarik segala kepentingan masyarakat ke dirinya untuk dipelihara sendiri, akan
tetapi menurut alas an-alasan yang “doelmatig” akan membagi-bagi kewajiban
negara kepada badan-badan pemerintahan di pusat dan di daerah masing-masing
atau akan memasrahkan sesuatu hal untuk dipelihara oleh suatu golongan atau
seseorang, menurut masa, tempat, dan soalnya.
Paduka Tuan Ketua, setelah saya menguraikan dasar-dasar yang menurut
hemat saya hendak dipakai untuk membangun negara Indonesia, maka saya
Universitas Sumatera Utara
sekarang hendak menguraikan kensekuensi dari teori negara tersebut terhadap
pada soal-soal:
1. Perhubungan negara dan agama,
2. Cara pembentukan pemerintahan.
3. Hubungan negara dan kehidupan ekonomi.
Sebelum saya membicarakan soal-soal ini, saya mengingatkan kepada
Tuan-tuan, bahwa bukan saja negara yang berdasar persatuan itu akan sesuai
dengan corak masyarakat Indonesia, akan tetapi negara yang bersifat persatuan itu
telah menjadi cita-cita pergerakan politik Indonesia pada zaman dahulu sampai
sekarang.
Saya hendak memperingatkan kepada Tuan-tuan pasal 2 dari Panca
Dharma yang telah diterima oleh Chuuoo Sangi-In bahwa kita hendak mendirikan
negara Indonesia yang merdeka, bersatu. Jadi, cita-cita ini tepat dan sesuai dengan
corak masyarakat Indonesia yang asli.
Bagaimanakah dalam negara yang saya gambarkan tadi hubungan antara
negara dan agama?
Oleh anggota yang terhormat Tuan Moh. Hatta telah diuraikan dengan
panjang-lebar bahwa dalam negara persatuan di Indonesia hendaknya urusan
negara dipisahkan dari urusan agama. Memang disini terlihat ada dua paham ialah
paham dari anggota-anggota ahli agama yang menganjurkan supaya Indonesia
didirikan sebagai negara Islam. Dan anjuran lain sebagaimana telah diajurkan oleh
Tuan Moh. Hatta ialah negara persatuan nasional yang memisahkan urusan negara
dan Islam; dengan lain kata: bukan negara Islam. Apa sebabnya disini saya
Universitas Sumatera Utara
mengatakan “bukan negara Islam?” Perkataan ”negara Islam”, lain artinya
daripada perkataan “negara berdasar atas cita-cita luhur dari agama Islam”.
Apakah perbedaannya akan saya terangkan. Dalam negara yang tersusun sebagai
“negara Islam”, negara tidak bias dipisahkan dari agama. Negara dan agama ialah
satu, bersatu padu.
Islam, sebagaimana Tuan-tuan telah mengetahui ialah suatu sistem agama,
sosial, dan politik, yang bersandar atas Quran sebagai pusat dan sumber dari
segala susunan hidup manusia Islam.
Telah diuraikan, bahwa negara Turki – sekarang kita melihat lagi contoh-
contoh dari negara-negara lain – sebelum tahun 1924 M ialah negara Islam
semata-mata. Semenjak tahun 1924 Turki mangganti sifat negaranya dan bukan
menjadi negara Islam lagi. Betul agama rakyat Turki ialah Islam, akan tetapi
sebagai negara, menurut sistem pemerintahannya, Turki bukan negara Islam lagi.
akan tetapi negara Mesir, Irak, Iran, Saudi Arabia ialah negara-negara Islam.
Apakah kita hendak mendirikan negara Islam di Indonesia? Tadi saya
mengingatkan anjuran dari pemerintah bahwa kita jangan meniru belaka contoh-
contoh dari negara lain, akan tetapi hendaklah Tuan-tuan mengingat kepada
keistimewaan masyarakat Indonesia yang nyata. Dengan ini saya hendak
mengingatkan kepada Tuan-tuan bahwa menurut letaknya Indonesia di dunia,
Indonesia mempunyai sifat yang berlainan dengan geografi negara-negara Irak,
Iran, Mesir, atau Syria; negara-negara yang bersifat ke-Islaman (corpus
Islamicum).
Universitas Sumatera Utara
Indonesia berada di Asia Timur dan akan menjadi anggota dari lingkungan
kemakmuran bersama di Asia Timur Raya. Dari lingkungan itu anggota yang lain-
lain, misalnya negara Nippon, Tiongkok, Manchukuo, Filipina, Thai, Birma ialah
bukan negara Islam. Betul peristiwa itu bukan suatu alasan yang dengan
sendirinya harus menolak pembentukan negara Indonesia sebagai negara Islam,
itu bukan. Tetapi itu suatu faktor penting yang harus diperingati juga.
Saya hendak mengingatkan juga kepada Tuan-tuan bahwa di negara-
negara Islam sendiri pun, misalnya di negara Mesir, Iran, dan Irak sampai
sekarang masih ada beberapa aliran pikiran yang mempersoalkan cara bagaimana
akan menyesuaikan hukum syariah dengan kebutuhan internasional, dengan
kebutuhan modern, dengan aliran zaman sekarang.
Tadi saya mengatakan bahwa dalam negara Islam negara tidak bisa
dipisah-pisahkan dari agama, dan hukum syariah itu dianggap sebagai perintah
Tuhan untuk menjadi dasar, untuk dipakai oleh negara. Dalam negara-negara
Islam, misalnya di negara Mesir dan lain-lain yang menjadi soal ialah apakah
hukum syariah dapat dan boleh diubah, diganti, disesuaikan menurut kepentingan
internasional, menurut aliran zaman? Ada suatu golongan yang terbesar yang
mengatakan bahwa itu tidak diperbolehkan tetapi ada lagi golongan yang
mengatakan: bias disesuaikan dengan zaman baru. Umpamanya saja seorang ahli
agama terkenal, yaitu kepala dari sekolah tinggi Al-Azhar di Kairo, Muhamad
Abduh, yang termashur namanya – dan ia mempunyai murid di sini juga –
mengatakan, ”Memang hukum syariah bias diubah dengan cara “ijmak”, yaitu
permusyawaratan, asal saja tidak bertentangan dengan Quran dan dengan Hadis.”
Ada lagi yang mempunyai pendirian yang lebih radikal, seperti Ali Abdul Razik,
Universitas Sumatera Utara
yang mengatakan bahwa agama terpisah daripada hukum yang mengenai
kepentingan negara. Dengan pendek kata, dalam negara-negara Islam masih ada
pertentangan pendirian tentang bagaimana seharusnya bentuk hukum negara
supaya sesuai dengan aliran zaman modern, yang meminta perhatian dari negara-
negara yang turut berhubungan dengan dunia internasional itu. Jadi, seandainya
kita di sini mendirikan negara Islam, pertentangan pendirian itu akan timbul juga
di masyarakat kita dan barangkali Badan Penyelidik ini pun akan susah
memperbincangkan soal itu. Akan tetapi, Tuan-tuan yang terhormat, akan
mendirikan negara Islam di Indonesia berarti tidak akan mendirikan negara
persatuan. Mendirikan negara Islam di Indonesia berarti mendirikan negara yang
akan mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar, yaitu golongan Islam.
Jikalau di Indonesia didirikan negara Islam, maka akan timbul soal-soal
"minderheden" soal golongan agama yang kecil-kecil, golongan agama Kristen,
dan lain-lain. Meskipun negara Islam akan menjamin dengan sebaik-baiknya
kepentingan golongan-golongan lain itu, akasn tetapi golongan-golongan agama
kecil itu tentu tidak bisa mempersatukan dirinya dengan negara. Oleh karena itu,
cita-cita negara Islam itu tidak sesuai dengan cita-cita negara persatuan yang telah
diidam-idamkan oleh kita semuanya dan juga yang telah dianjurkan oleh
Pemerintah Balatentara.
Oleh karena itu, saya menganjurkan dan saya mufakat dengan pendirian
yang hendak mendirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter seperti
yang saya uraikan tadi, yaitu negara yang tidak akan mempersatukan diri dengan
golongan yang terbesar, akan tetapi yang akan mengatasi segala golongan dan
akan mengindahkan dan menghormati keistimewaan dari segala golongan, baik
Universitas Sumatera Utara
golongan yang besar maupun golongan yang kecil. Dengan sendirinya dalam
negeri nasional yang bersatu itu, urusan agama akan terpisah dari urusan negara
dan dengan sendirinya dalam negara nasional yang bersatu itu urusan agama akan
diserahkan kepada golongan-golongan agama yang bersangkutan. Dan dengan
sendirinya dalam negara demikian seseorang akan merdeka memeluk agama yang
disukainya. Baik golongan agama yang terbesar maupun golongan yang terkecil,
tentu akan merasa bersatu dengan negara (dalam bahasa asing "zal zich thuis
voelen" dalam negara)
Hadirin yang terhormat!
Negara nasional yang bersatu itu tidak berarti bahwa negara itu akan
bersifat "a- religious". Bukan negara nasional yang bersatu itu akan memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur, akan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur. Maka negara demikian itu, dan hendaknya negara Indonesia
juga memakai dasar moral yang luhur, yang dianjurkan juga oleh agama Islam.
Sebagai contoh, dalam negara Indonesia itu hendaknya dianjurkan supaya
para warga negara cinta kepada tanah air, ikhlas akan diri sendiri dan suka
berbakti kepada tanah air; supaya mencintai dan berbakti kepada pemimpin dan
kepada negara; supaya takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu sisngat
kepada Tuhan. Itu semuanya harus dianjur-anjurkan, harus dipakai sebagai dasar
moral dari negara nasional yang bersatu itu. Dan saya yakin bahwa dasar-dasar itu
dianjurkan oleh agama Islam.
Universitas Sumatera Utara
Sekarang saya akan bicara soal yang berhubungan dengan bentuk susunan
negara. Apakah negara persatuan (eensheidsstaat) atau negara serikat (bondstaat)
atau negara persekutuan (federatie)?
Dengan sendirinya negara secara federasi kita tolak. Karena dengan
mengadakan federasi itu, bukanlah mendirikan satu negara, tetapi beberapa
negara. Sedang kita hendak mendirikan satu negara. Jadi tinggal membicarakan
"eenheidsstaat" atau "bondstaat". Jika benar bahwa bondstaat itu juga satu negara
belaka, maka lebih baik kita tidak memakai setiket "eenheidsstaat" atau
"bondstaat", oleh karena perkataan-perkataan itu menimbulkan salah paham.
Sebagaimana telah diuraikan oleh anggota yang terhormat Tuan Moh. Hatta, maka
dalam negara itu soal sentralisasi atau desentralisasi pemerintahan tergantung
daripada massa, tempat, dan soal yang bersangkutan. Maka dalam negara
Indonesia yang berdasar pengertian negara integralistik itu, segala golongan
rakyat, segala daerah yang mempunyai keistimewaan sendiri akan mempunyai
tempat dan kedudukan sendiri-sendiri sebagai bagian organik dari negara
seluruhnya. Soal pemerintahan apakah yang akan diurus oleh pemerintah pusat
dan soal apakah yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah, baik daerah
besar maupun daerah kecil; itu semuanya akan tergantung daripada
"doelmatigheid", berhubungan dengan waktunya, tempatnya dan juga soalnya.
Misalnya soal ini, pada masa ini, dan pada tempat ini lebih baik diurus
oleh pemerintah daerah. Sedangkan soal itu, pada masa itu, dan tempat itu lebih
baik diurus soleh pemerintah pusat. Jadi dalam negara totaliteratau integralistik,
negara akan ingest kepada segala keadaan, hukum negara akan memperhatikan
segala keistimewaan dari golongan-golongan yang bermacam-macam adanya
Universitas Sumatera Utara
ditanah air kita itu. Dengan sendirinya dalam negara yang terdiri atas pulau-pulau
yang begitu besar, banyak soal-soal pemerintahan yang harus diserahkan kepada
pemerintah daerah. Sekian tentang bentuk susunan negara.
Sekarang tentang soal republik atau monarki?
Tuan-tuan yang terhormat! Menurut hemat saya soal republik atau
monarki itu tidak mengenai dasar susunan pemerintahan. Yang penting hendaknya
kepala negara bahkan semua badan pemerintahan mempunyai sifat pemimpin
negara dan rakyat seluruhnya.
Kepala negara harus sanggup memimpin rakyat seluruhnya. Kepala
Negara harus mengatasi segala golongan dan bersifat mempersatukan negara dan
bangsa. Apakah kepala negara itu akan diberi kedudukan sebagai raja atau
presiden, atau sebagai adipati seperti di Birma, atau sebagai "fuhrer", itu
semuanya stidak mengenai dasar susunan pemerintahan. Baik raja, atau presiden,
atau fuhrer, atau atau kepala negara yang bergelar ini atau itu, misalnya bergelar
"Sri Paduka yang Dipertemuan Besar" atau bergelar lain, ia harus menjadi
pemimpin negara yang sejati. Ia harus bersatu jiwa dengan rakyat seluruhnya.
Apakah kita akan mengangkat seseorang sebagai kepala negara dengan
hak turun-temurun, atau hanya suntuk waktu tertentu, itulah hanya mengenai
bentuk susunan pimpinan negara yang nanti akan kita selidiki dalam badan ini.
Caranya mengangkat pemimpin negara itu hendaknya janganlah diturut cara
pilihan secara sistem demokrasi Barat itu berdasar atas paham perseorangan.
Tuan-tuan sekalian hendaknya insaf kepada konsekuenssi dari pendirian
menolak dasar perseorangan itu. Menolak dasar individualisme berarti menolak
Universitas Sumatera Utara
juga sistem parlementarisme, menolak sistem yang menyamakan manusia satu
sama lain seperti angka-angka belaka yang semuanya sama harganya.
Untuk menjamin supaya pimpinan negara terutama kepala negara terus-
menerus bersatu jiwa dengan rakyat, dalam susunan pemerintah negara Indonesia,
harus dibentuk sistem badan permusyawaratan. Kepala negara akan terus bergaul
dengan badan permusyawaratan supaya senantiasa mengetahui dan merasakan
rasa keadilan rakyat dan cita-cita rakyat.bagaimana akan bentuknya badan
ermusyawaratan itu ialah satu hal yang harus kita selidiki, akan tetapi hendaknya
jangan memakai sistem individualisme. Bukan saja kepala negara, akan tetapi
pemerintah daerah pun sampai kepala daerah yang kecil-kecil, misalnya kepala
desa, harus mempunyai sifat pemimpin rakyat yang sejati. Memang dalam
masyarakat desa yang asli, kepala desa mempunyai sifat pemimpin rakyat yang
sejati. Kepala adat atau kepala desa menyelenggarakan kehendak rakyat,
senantiasa memberi gestaltung kepada keinsafan keadilan rakyat. Jika kepala
negara Indonesia akan bersifat demikian, maka kepala negara itu akan mempunyai
sifat Ratu Adil, seperti yang diidam-idamkan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sekarang tentang hubungan antara negara dan perekonomian. Dalam
negara yang berdasar integraslistik, yang berdasar persatuan maka dalam lapangan
ekonomi akan dipakai sistem "sosialisme negara (staatssocialisme). Perusahaan-
perusahaan yang penting akan diurus oleh negara sendiri, akan tetapi pada
hakikatnya negara yang akan menentukan di mana dan di masa apa dan
perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau oleh
pemerintah daerah atau yang akan diserahkan kepada suatu badan hukum prive
atau kepada seseorang; itu semua tergantung daripada kepentingan negara,
Universitas Sumatera Utara
kepentingan rakyat seluruhnya. Dalam negara Indonesia baru, dengan sendirinya
menurut keadaan sekarang, perusahaan-perusahaan sebagai lalu-lintas,
electriciteit, perusahaan alas rimba harus diurus oleh negara sendiri. Begitupun
tentang hal tanah. Pada hakikatnya negara yang menguasai tanah seluruhnya.
Tambang-tambang yang penting untuk negara akan diurus oleh negara sendiri.
Melihat sifat masyarakat Indonesia sebagai masyarakat pertanian, maka dengan
sendirinya tanah pertaniasn menjadi lapangan hidup dari kaum tani dan negara
harus menjaga supaya tanah pertanian itu tetap dipegang oleh kaum tani.
Dalam lapangan ekonomi, negara akan bersifat kekeluargaan. Juga oleh
karena kekeluargaan itu sifat masyarakat Timur yang harus kita pelihara sebaik-
baiknya. Sistem tolong-menolong, sistem kooperasi hendaknya dipakai sebagai
salah satu dasar ekonomi negara Indonesia.
Dasar totaliter dari negara kebangsaan yang bersatu itu mempunyai akibat-
akibat pula dalam lapangan-lapangan lain, akan tetapi akan kepanjangan, jikalau
saya membicarakan soal-soal dari lapangan-lapangan lain itu.
Sekian saja Paduka Tuan Ketua, tentang dasar-dasar yang hendaknya
dipakai untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka. Atas dasar pengertian
negara sebagai persatuan bangsa Indonesia yang tersusun atas sistem hukum yang
bersifat integralistik tadi, di mana negara akan berwujud dan bertindak sebagai
penyelenggara keinsafan keadilan rakyat seluruhnya, maka kita akan dapat
melaksanakan negara Indonesia yang bersatu dan adil, seperti sudash termuat
dalam Panca Dharma, pasal 2, yang berbunyi,"Kita mendirikan negara Indonesia,
yang (makmur, bersatu, berdaulat) adil." Maka negara hanya bisa adil, jikalau
negara itu menyelenggarakan rasa keadilan rakyat dan menuntun rakyat kepada
Universitas Sumatera Utara
cita-cita yang luhur, menurut aliran zaman. Negara Indonesia yang berdasar atas
semangat kebudayaan yang asli, dengan sendirinya akan bersifat negara Asia
Timur Raya. Dan negara Indonesia yang terbentuk atas aliran pikiran persatuan
yang saya uraikan tadi, pun akan dapat menjalankan dharmanya (kewajibannya)
dengan semestinya sebagai anggota daripada kekeluargaan Asia Timur Raya.
Terima kasih!
2. NEGARA INTEGRALISTIK MENURUT SOEPOMO
Negara Indonesia merupakan negara yang berbentuk negara kesatuan. Para
founding fathers telah menetukan arah masa depan yang akan dijalankan oleh
bangsa Indonesia. Pada saat dibentuknya Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) cikal bakal negara nantinya berbentuk apa
telah menjadi salah satu pokok pembicaraan para aktor BPUPKI tersebut.
Diantaranya adalah Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno yang
menyampaikan gagasan mereka.
Konsep negara integralistik pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli
hukum adat yaitu, Prof. Dr. Mr. R. Soepomo SH. di Sidang Pertama Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau disebut juga
dengan sidang Dokuritsu Junbi Cosakai pada tanggal 31 Mei 1945.28
Adanya konsep integralistik yang ditawarkan oleh Soepomo merupakan
suatu bentuk pilihan bentuk negara yang nantinya akan diaplikasikan sebagai
bentuk negara yang akan dipakai setelah Indonesia merdeka. Bukan hanya
28 Marsilam Simanjuntak, loc.cit., hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
Soepomo, tetapi juga Muhammad Yamin dan Soekarno. Para founding fathers
berdebat panjang lebar dalam menentukan bentuk negara, mengingat bahwa
konstitusi memang sangat penting dan bentuk negara menjadi hal utama dalam
peraturan, yaitu pasal pertama. Hal ini juga mengingat pilihan bentuk negara
tersebut akan terimplementasi ke dalam pasal-pasal lain.
Pada saat sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau sidang BPUKI yang
dihadiri diantaranya Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Ir. Soekarno
dan anggota sidang lainnya, para founding fathers menyampaikan ide-ide mereka
tentang pilihan bentuk negara melalui pidato-pidato yang mereka bacakan di
depan sidang. Diantaranya mereka yang berpidato yaitu Mr. Muhammad Yamin
sendiri pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada dua hari berikutnya tanggal 31
Mei 1945 dilanjutkan oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo dan terakhir pidato oleh Ir.
Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 yang juga dikenal dengan lahirnya Pancasila.
3. KONSEP NEGARA
3.1. Sejarah Negara
Sejak kapankah ada istilah "negara" mulai ada? Hal ini menjadi
pertanyaan kapan tepatnya konsep negara muncul yang belum terjawab dengan
detail dan pada akhirnya dipakai di hampir semua negara yang ada di dunia ini,
terutama negara Indonesia sendiri.
Pemikiran tentang negara pertama kali muncul pada bangsa Yunani Kuno
tepatnya di Athena29
29 Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty, 1980, hal. 12.
pada sekitar abad ke-5 sebelum Masehi. Kemudian muncul
lagi pertanyaan, apa yang menyebabkan timbulnya pemikiran untuk membuat
Universitas Sumatera Utara
"negara"? ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, diantaranya
adalah sebagai berikut:30
1. Adanya sifat agama yang tidak mengenal ajaran Tuhan yang
ditetapkan sebagai kaidah (kanon).
2. Keadaan geografi negara tersebut yang menjuruskan kepada
perdagangan dan perantauan sehingga bangsa Yunani sempat bertemu
dan bertukar pikiran dengan bangsa-bangsa lain.
3. Bentuk negaranya, yaitu Republik-Demokrasi, sehingga rakyat
memerintah sedikit dengan tanggung-jawab sendiri.
4. Kesadaran bangsa Yunani sebagai kesatuan.
5. Empat faktor diatas sebelumnya menjadikan orang-orang bangsa
Yunani sebagai orang-orang ahli pikir dan bernegara.31
Pemikiran Socrates yang banyak diungkap oleh muridnya, Plato bahwa
bentuknya negara Yunani kuno masih merupakan suatu Polis. Pada awal
terbentuknya hanyalah sebuah benteng yang berada di sebuah bukit. Kemudian
orang lain yang ingin hidup aman menggabungkan diri dengan tinggal disekeliling
benteng tersebut dan minta perlindungan yang pada akhirnya perluasan wilayah
benteng tersebut pun terjadi. Kemudian kelompok inilah yang berikutnya disebut
Polis. Jadi negara pada waktu itu tidak lebih dari sebuah kota kecil saja. Polis
tersebut bukan saja mengatur kehidupan polis itu tetapi juga kehidupan
masyarakatnya. Oleh karena itu Polis dianggap identik dengan masyarakat, dan
30 Ibid., hal. 12-13. 31 Lihat juga Jhr Dr. J.J. Von Schmid; Ahli-ahli Pemikir Besar tentang Negara dan
Hukum, terjemahan Mr. R. Wiratno dan Mr. Djamaluddin Dt. Singomangkuto, P.T. Pembangunan, Djakarta, 1954, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dianggap identik dengan negara (organisasi) yang masih berbentuk
Polis itu.32
Ada berbagai tafsiran para ahli mengenai pengertian negara. Pada
dasarnya awal terbentuknya negara merupakan atas kesepakatan sekumpulan
masyarakat pada satu wilayah teritorial mereka. Negara menjadi organisasi yang
berfungsi sebagai sarana dalam menciptakan kesejahteraan ditengah-tengah
masyarakat tersebut. Namun Protagoras, seorang tokoh Sofis, mengatakan bahwa
negara dicipta oleh manusia itu sendiri.
33 Kehidupan manusia yang sendiri
cenderung mendapat gangguan dan kesulitan yang belum tentu dapat diselesaikan
sendiri sehingga sekumpulan manusia tersebut menyadari hidup sendiri sangat
sulit dan disaat membentuk kelompok, gangguan dan kesulitan dapat
diminimalisir. Berbeda lagi dengan Plato bahwa kesulitan bukan hanya dari luar
kelompok tetapi dari dalam kelompok itu juga.34
Sejak ilmu politik mengalami perkembangan yang sangat pesat, negara
menjadi salah satu objek kajian yang penting. Namun, memasuki akhir tahun
1950-an sampai dengan 1970-an, konsep negara sempat hilang dimana konsep
kelompok kepentingan, partai politik, perilaku politik, kepemimpinan, analisis
kebijakan dan pembangunan politik lebih menarik perhatian para akademisi.
35
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik yang merupakan
organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara juga menjadi alat dari masyarakat
yang memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia serta
32 Soehino, Loc.cit., hal. 15. 33 J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Jakarta: Rajawali Pers, 1991, hal. 61. 34 Ibid, hal. 62. 35 Ramlan Surbakti, Perspektif Kelembagaan Baru Mengenai Hubungan Negara dan
Masyarakat, Jurnal Ilmu Politik. No. 14, 1993, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.36 Negara
menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai dimana kekuasaan dapat digunakan
dalam kehidupan bersama, baik oleh individu, golongan maupun oleh negara itu
sendiri. Dengan demikian negara dapat mengintegrasikan dan membimbing
kegiatan-kegiatan sosial dari masyarakat ke arah tujuan bersama. Oleh karena itu,
tugas negara adalah:37
1. Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial
atau bertentangan satu sama lain supaya tidak terjadi antagonisme yang
membahayakan.
2. Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-
golongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat
seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan asosial-asosial
kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan kepada
tujuan nasional.
Pada akhirnya apa yang disebut negara selalu mengalami perkembangan
dan pertumbuhan hingga pada titik klimaks kesempurnaan apa yang disebut
negara. Berikut adalah pandangan konsep negara dari sudut pandang beberapa
ahli:38
1. Plato (427 - 348 s.M.) mengatakan, bahwa Negara adalah suatu tubuh
yang senantiasa maju, ber-evolusi, terdiri dari orang-orang (individu-
individu).
36 Ramlan Surbakti, Loc.cit., hal. 14. 37 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1992, hal. 39. 38 Samidjo, Ilmu Negara, Bandung: CV. Armico, 1986, hal.28-29.
Universitas Sumatera Utara
2. Grotius disebut juga Hugo De Groot (1583 - 1645) mengatakan,
bahwa Negara adalah ibarat suatu perkakas yang dibuat manusia untuk
melahirkan keberuntungan dan kesejahteraan umum.
3. Thomas Hobbes (1588 - 1679) mengatakan bahwa Negara adalah suatu
tubuh yang dibuat oleh orang banyak beramai-ramai, yang masing-
masing berjanji akan memakainya menjadi alat untuk keamanan dan
perlindungan bagi mereka.
4. J.J. Rousseau (1712 - 1778) mengatakan bahwa negara adalah
perserikatan dari rakyat bersama-sama yang melindungi dan
mempertahankan hak masing-masing diri dan harta benda anggota-
anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.
5. Karl Marx (1818 - 1883) berpendirian lagi, mengatakan bahwa Negara
adalah suatu alat kekuasaan bagi manusia (penguasa) untuk menindas
kelas manusia yang lainnya.
6. Logemann, mengatakan bahwa Negara adalah suatu organisasi
kemasyarakatan (= pertambatan kerja/werk verband) yang mempunyai
tujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan
sesuatu masyarakat. Organisasi itu suatu pertambatan jabatan-jabatan
(ambt, funksi) atau lapangan-lapangan kerja (werkkring) tetap.
Berbeda lagi halnya dengan beberapa perumusan mengenai negara
berdasarkan beberapa ahli sebagai berikut:39
39 Miriam Budiardjo, Loc.cit., hal. 39-40.
Universitas Sumatera Utara
1. Roger H. Soltau: menurutnya bahwa negara merupakan satu sarana
untuk mengatasi masalah bersama berdasarkan wewenang yang
dimiliki.40
2. Harold J. Laski: mengemukakan bahwa negara merupakan satu
kumpulan masyarakat yang bersatu atau terintegrasi disamping
memiliki kekuasaan yang bersifat memaksa dan sah diatas kepentingan
individu ataupun kelompok dalam masyarakat tersebut.
41
3. Max Weber berpendapat negara adalah suatu masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah
dalam suatu wilayah.
42
4. Robert M. MacIver mengatakan bahwa negara merupakan satu bentuk
organisasi untuk menertibkan masyarakat melalui peraturan yang
dibuat oleh pemerintah yang dipilih oleh masyarakat dan dipercayakan
masyarakat dalam suatu wilayah.
43
Dari beberapa pengertian ataupun pandangan para ahli mengenai konsep
negara dapat diterjemahkan bahwa negara merupakan satu integrasi masyarakat
yang memiliki kekuasaan memaksa menurut aturan hukum yang disesuaikan
dengan masyarakat dan dijalankan melalui pemerintah yang dipilih dan dipercaya
masyarakat. Adanya kecenderungan memaksa dalam sistem negara tersebut tidak
40 Lihat juga Roger F. Soltau, Au Introduction to Politics (London: Longmans, 1961), hal.
1. 41 Lihat juga Harold J. Laski, The State in Theory and Practice (New York: The Viking
Press, 1947), hal. 8-9. 42 Lihat juga Max Weber, From Max Weber: Essays in Sosiology, trans., ed. And with an
introd. by H.H. Gerth and C. Wright Mills. ("A Galaxy Book, GB 13"; New York: Oxford University Press, 1958), hal. 78.
43 Robert M. MacIver, The Modern State (London: Oxford University Press, 1955), hal. 22.
Universitas Sumatera Utara
lebih dalam menciptakan suatu bentuk masyarakat yang ideal dan membentuk
negara yang sempurna. Seiring dengan perkembangan negara juga mengalami
penyempurnaan di setiap negara.
3.2. Sifat Negara
Pada dasarnya negara memiliki sifat dasar yang menunjukkan kedaulatan
dari organisasi masyarakat tersebut. Seperti pendapat para ahli, pada umumnya
sifat memaksa, sifat monopoli dan sifat mencakup semua.44
1. Sifat Memaksa, maksudnya di sini bahwa dengan adanya pemaksaan
secara tidak langsung dari perundang-undangan yang harus ditaati
sehingga masyarakat dapat ditertibkan. Hal ini bisa langsung dilihat
ketika aparat pemerintah seperti polisi, tentara dan lain sebagainya
menjalankan tugasnya. Aplikasi lainnya pada peraturan misalnya bisa
dilihat pada ketentuan tentang pajak. Setiap warganegara harus
membayar pajak dan orang yang menghindari kewajiban ini dapat
dikenakan denda, atau sdisita miliknya atau di beberapa negara
malahan dapat dikenakan hukuman kurungan.
2. Sifat Monopoli, dalam hal ini negara memiliki hak untuk menetukan
apa yang baik untuk masyarakat dan menolak apapun yang
menimbulkan hal buruk bagi masyarakat dalam hal menetapkan tujuan
bersama dari masyarakat. Misalnya seperti akhir-akhir ini yang sedang
marak di negara Indonesia, ketika bermunculan kepercayaan-
kepercayaan baru. Secara langsung negara menetapkan untuk melarang
44 Miriam Budiardjo, Loc.cit., hal. 40-41.
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan yang menyimpang dari kehidupan masyarakat terutama
kepercayaan yang mengganggu kemyamanan masyarakat atau bahkan
negara.
3. Sifat Mencakup Semua (all-encompassing, all-embracing). Semua
peraturan perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak)
berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Keadaan demikian memang
perlu, sebab kalau seseorang dibiarkan berada di luar ruang-lingkup
aktivitas negara, maka usaha negara ke arah tercapainya masyarakat
yang dicita-citakan akan gagal. Lagipula, menjadi warganegara tidak
berdasarkan kemauan sendiri (involuntary membership) dan hal ini
berbeda dengan asosiasi lain di mana keanggotaan bersifat sukarela.
Disebut suatu bentuk negara adalah ketika organisasi masyarakat tersebut
telah memenuhi persyaratan berdirinya apa yang disebut negara. Unsur dominan
yang seharusnya dimiliki ketika menjadi negara diantaranya adalah masyarakat
atau warga negara atau penduduk; wilayah atau daerah teritorial; kekuasaan;
pemerintah; dan adanya pengakuan dari negara lain.
3.3. Unsur Negara
Menurut konvensi Montevideo, salah satu kota di negara Uruguay, pada
tahun 1933 dimana diadakan konvensi hukum internasional yang menyatakan
bahwa jika ingin mendirikan sebuah negara harus mempunyai empat unsur
konstitutif, yaitu sebagai berikut:45
45 Samidjo, Loc. Cit., hal. 31-51.
Universitas Sumatera Utara
1. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga negara), nationalen,
staatsburgers, atau bangsa-bangsa (staatsvolk).
Disebut penduduk warga negara, ketika semua orang yang pada
suatu waktu menempati satu wilayah negara. Bila di lihat dari segi
hukum penduduk yang juga lazim disebut rakyat merupakan
warganegara (staatsburgers) dalam suatu negara yang mempunyai
ikatan hukum dengan negara tertentu atau dengan pemerintah.
2. Harus ada wilayah (tertentu) atau lingkungan kekuasaan.
Wilayah merupakan unsur mutlak (unsur konstitutif) dari negara.
Jika "penduduk" atau warganegara merupakan dasar personil suatu
negara, maka "wilayah" merupakan landasan materiil atau landasan
fisiknya negara. Luas wilayah negara ditentukan oleh perbatasan-
perbatasannya dan di dalam batas-batas itu negara menjalankan
yurisdiksi territorial atas orang dan benda yang berada di dalam
wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan benda yang
dibebaskan dari yurisdiksi itu, misalnya perwakilan diplomatic
negara asing dengan hartas benda mereka.
3. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat),
pemerintah yang berdaulat.
Pemerintahan mutlak dimiliki oleh sebuah negara untuk mengatur
dan mengendalikan negara tersebut. Pemerintah lain, negara lain,
tidak berkuasa di wilayah dan terhadap rakyat negara itu. Kekuasaan
seperti itu merupakan kedaulatan (sovereinity). Sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
suatu negara kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang berlaku
bagi segenap rakyat dan wilayah negara tersebut.
4. Kesanggupan berhubungan dengan negara-negara lainnya.
Adapun maksud dari kesanggupan berhubungan dengan negara-
negara lainnya yaitu satu kemampuan untuk mengadakan kerjasama
ataupun sejenis lainnya baik dalam bidang ekonomi, pertahanan,
politik, budaya dan lain sebagainya.
5. Pengakuan (deklaratif).
Pengakuan negara yang satu terhadap negara yang lain adalah untuk
memungkinkan hubungan antara negara-negara itu (misalnya
hubungan diplomatik, hubungan perdagangan, hubungan kebudayaan
dan lain-lain).
Pengakuan maksudnya adalah merupakan hanya menerangkan
dimana negara yang telah ada diakui oleh negara yang mengakui itu.
Setidaknya ketika negara itu telah diakui ada maka tidak akan ada
pengklaiman atas negara tersebut terhadap kelompok lain.
3.4. Tujuan Negara
Kesenangan dan kebahagiaan hidup adalah tujuan hidup manusia dan hal
ini berkaitan dengan tujuan yang harus dicapai oleh sebuah negara. Plato
menyatakan jika manusia selalu mencari kesenangan dan kebahagiaan maka
fungsi negara atau tujuan negara secara tidak langsung harus mengupayakan
Universitas Sumatera Utara
kesenangan dan kebahagian itu dan dengan dengan demikian fungsi negara yang
paling menonjol ialah fungsi kesejahteraan.46
Berbeda halnya dengan apa yang dinyatakan oleh Roger H. Soltau, bahwa
negara bertujuan untuk memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat
untuk berkembang melalui kreativitas mereka yang pada akhirnya hal tersebut
menunjang perkembangan hidup masyarakat dan dalam hal ini negara menjamin
hal itu berlangsung dengan baik.
47
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 bahwa tercantum cita-cita atau tujuan negara Indonesia, yaitu: "Kemudian
daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial,...dengan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh shikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan Suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
48
1. Melaksanakan penertiban; untuk mencapai tujuan bersama dan
mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus
melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara bertindak
sebagai "stabilisator"
Namun, di samping itu pada umumnya tujuan negara adalah:
46 J.H. Rapar, Loc. Cit., hal. 63. 47 Miriam Budiardjo, Loc.cit., hal. 45, dalam Harold J. Laski, The State in Theory and
Practice (New York: The Viking Press, 1947), hal. 12. 48 UUD RI Tahun 1945 (Pembukaan).
Universitas Sumatera Utara
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3. Pertahanan; hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan
dari luar, untuk itu negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilam; hal ini dilaksanakan melalui badan-badan
pengadilan.
Apapun ideologi dari sebuah negara tersebut, terpulang kembali pada
dasarnya bahwa negara didirikan dengan tujuan untuk menciptakan kebahagiaan
dan kesenangan atau mensejahterakan sesuai pengaplikasain setiap pemerintah
dan aturan negara yang berlaku, sama halnya seperti yang dinyatakan oleh Plato.
3.5. Bentuk Negara
Bentuk negara ada dua jenis yang paling umum dikenal, yaitu sebagai
berikut:49
1. Negara Kesatuan
50
Apa yang disebut dengan negara kesatuan lebih cenderung dikenal
dengan uni (Inggris) atau eenheidstaats (Jerman). Negara kesatuan
merupakan negara yang terdiri dari satu negara saja dan hanya dipimpin
satu pemimpin negara saja walau sebesar apapun wilayah negara tersebut.
Pada negara kesatuan pembagian wewenang organisasi dari
bagian-bagian pada negara kesatuan pada dasarnya semua telah ditentukan
oleh pembuat undang-undang di pusat. Kemudian wewenang secara
49 Miriam Budiardjo, Loc.cit, hal. 140-141. 50 Sulardi dan Cekli S. Pratiwi, Mengukuhkan Negara Kesatuan, Malang: UMM Press,
2002, hal. 38.
Universitas Sumatera Utara
terperinci terdapat pada propinsi-propinsi, dan residu powernya ada pada
pemerintah pusat negara kesatuan.
Untuk lebih mengenal bentuk negara kesatuan pada umumnya
dapat dikenali melalui ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, mewujudkan
kesatuan unity.
2. Negara kesatuan hanya mempunyai satu negara dengan hanya
mempunyai satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan
legislatur bagi seluruh daerah negara.
3. Negara kesatuan merupakan negara tunggal yang monosentris
(berpusat satu).
4. Hanya ada satu pusat kekuasaan yang memutar seluruh mesin
pemerintahan dari pusat sampai ke pelosok-pelosok, hingga segala
sesuatunya dapat diatur secara sentral, seragam dan senyawa dalam
keseluruhannya.
5. Pengaturan oleh pusat kepada seluruh daerah tersebut lebih bersifat
koordinasi saja namun tidak dalam pengertian bahwa segala-galanya
diatur dan diperintahkan oleh pusat.51
2. Negara Federal
Kata federal pertama kali berasal dari bahasa Latin feodus yang
berarti serikat atau aliansi.52
51 Lihat juga Diponolo, G.S., Ilmu Negara, jilid II, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, hal.
16. 52 Sulardi dan Cekli S. Pratiwi, Loc.cit,. hal. 21.
Secara umum negara federasi merupakan
negara yang tersusun daripada beberapa negara yang semula berdiri
Universitas Sumatera Utara
sendiri-sendiri, yang kemudian negara-negara itu mengadakan ikatan
kerja sama yang efektif, tetapi di samping itu, negara-negara tersebut
masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus
sendiri.53
Menurut Krunenburg bahwa pembagian wewenang antara
pemerintah pusat federal dengan pemerintah negara bagian terjadi dengan
dua cara, yaitu sebagai berikut:
54
Adapun ciri-ciri dari negara nederal adalah sebagai berikut:
a. Pouvoir Constituant
Bahwa negara-negara bagian berwenang untuk membuat Undang-
Undang-nya sendiri, menentukan bentuk organisasinya masing-
masing dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan konstitusi
dari negara federal seluruhnya.
b. Residu Power atau Reserved Power
Bahwa wewenang pembuat Undang-Undang pemerintah Pusat
Federal ditentukan secara terperinci, sedangkan wewenang lainnya
ada pada negara-negara bagiannya.
55
1. Adanya pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan negara-
negara bagian menurut sistem enumerasi kekuasaan.
53 Soehino, Loc.cit., hal. 225. 54 Koesnardi dan Hermaily, Pengantar Hukum Tata Negara, Pusat studi Hukum Tata
Negara, Fakultas Hukum UI, 1983, hal. 169. 55 Sulardi dan Cekli S. Pratiwi, Loc.cit,. hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
2. Berlakunya dua konstitusi yaitu konstitusi negara federal dan
konstitusi negara bagian.
3. Adanya penerapan sistem pemisahan kekuasaan dalam tiga bidang
kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif yang mempunyai
kedudukan sama tinggi.
4. Adanya peradilan yang dapat menyelesaikan adanya perselisihan
antara federal dan negara bagiannya.
Universitas Sumatera Utara