Upload
others
View
18
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
NEGARA DAN KEBIJAKAN PUBLIK
(Studi Peran Negara terhadap Kebijakan Investasi
Pembangunan Infrastruktur Kereta Cepat dalam
Perspektif Ekonomi Politik)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Azizia Rochimasnaini
1112112000011
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437H/2016
v
ABSTRAK
Nama : Azizia Rochimasnaini
Program Studi : Ilmu Politik
Judul :Negara dan Kebijakan Publik (Studi Peran Negara
terhadap Kebijakan Investasi Pembangunan Infrastruktur
Kereta Cepat dalam Perspektif Ekonomi Politik)
Skripsi ini membahas peran negara terhadap kebijakan investasi
infrastruktur kereta cepat (high speed railway) Jakarta-Bandung, oleh Tiongkok.
Penelitian ini berfokus pada latar belakang dilakukannya investasi dalam bentuk
mega proyek dengan nilai yang sangat besar di awal masa pemerintahan Presiden
Joko Widodo (Jokowi). Proses dan dinamika politik yang terjadi pada proses
kebijakan investasi kereta cepat menjadi sorotan dalam penelitian skripsi.
Minimnya realisasi dan nilai investasi Tiongkok terhadap Indonesia pada masa
pemerintahan sebelumnya, menjadi salah satu faktor dipertanyakannya kebijakan
investasi mega proyek kereta cepat. Berbeda dengan pada masa pemerintahan
Presiden Jokowi, Tiongkok berubah menjadi salah satu negara investor terbesar di
Indonesia, dengan infrastruktur sebagai sektor investasi terbesar. Adanya benang
merah antara visi kebijakan pembangunan Presiden Jokowi dengan Presiden Xi
Jinping Tiongkok, serta tingkat investasi pembangunan infrastruktur besar-
besaran di awal masa pemerintahan Presiden Jokowi juga menjadi sorotan dalam
penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan kerangka
teori kebijakan publik, sistem politik, dan ekonomi politik internasional melalui
konsep interdependensi. Kesimpulan yang didapat pada penelitian ini adalah,
adanya faktor ekonomi dan poltik pada Tiongkok dan Indonesia dalam melakukan
investasi pada mega proyek kereta cepat. Peran negara yang direpresentasikan
Presiden Jokowi. Kebijakan investasi kereta cepat, merupakan bentuk dari pilihan
rasional dan interdependensi pada sebuah negara dalam menghadapi era pasar
bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016.
Kata Kunci: Penanaman Modal Asing, Investasi, Ekonomi Politik, Negara,
Kebijakan Publik, Tiongkok, Kereta Cepat.
vi
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis curahkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad
Rasulullah SAW yang yang telah membawa umat manusia kepada zaman yang
merdeka dan dirahmnati Allah SWT. Penulisan skripsi ini selain ditujukan untuk
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos),
merupakan persembahan khusus kepada kedua orang tua penulis, Ibu dan Bapak
Gatut Sujoko, serta keluarga besar Alm. Abah Moejahid dan Alm. Bpk. Moejadi.
Selain itu, penulisan skripsi ini juga merupakan bentuk apresiasi serta rasa syukur
penulis atas segala kesempatan studi dan ilmu yang selama ini penulis pelajari
dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam proses penulisan penelitian skripsi ini, penulis telah banyak
dibimbing, dibantu, dan didukung oleh banyak pihak yang mungkin tidak dapat
penulis ucapkan satu persatu dalam halaman ini. Oleh karena itu, dalam halaman
pengantar yang terbatas ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang
sangata berharga dan mendalam kepada,
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.
2. Dekan FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Zulkifli, MA .
3. Ketua Program Studi Ilmu Politik, Dr. Iding R. Hasan, M.Si.
4. Sekertaris Program Studi Ilmu Politik, Suryani, M.Si.
5. Idris Thaha, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar
membantu serta membimbing penelitian skripsi ini hingga pada tahap
akhir.
6. Dr. Ali Munhanif, yang telah memberikan wawasan mengenai kajian
politik negara berkembang, dan membantu menganalisa terkait topik yang
penulis teliti.
vii
7. Dr. Puji Wahono, yang telah memperkenalkan kajian ekonomi politik,
membantu mengembangkan ide dan konsep penelitian skripsi, serta
meminjamkan banyak buku literatur.
8. Gudadi B. Sasongko, yang telah menyempatkan waktunya sebagai
narasumber, di sela kesibukannya yang saat ini sebagai konselir di
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman.
9. Kementerian Perhubungan, yang telah bersedia membantu memberikan
informasi data penelitian skripsi.
10. PT.Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang telah bersedia
memberikan informasi yang dibutuhkan penulis dalam penelitian skripsi.
11. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang telah bersedia
terbuka dan memberikan data serta informasi untuk peneitian skripsi.
12. Kedua orang tua penulis,yang menjadi semangat utama penulis untuk
menyelesaikan penelitian skripsi ini. Terima kasih atas doa yang tak
pernah letih dipanjatkan untuk penulis, serta kasih sayang dalam
memahami penulis selama proses penelitian skripsi.
13. Kakak dan adik penulis, Aprilia dan Mochammad Adhim, yang menjadi
pemacu penulis untuk memberikan hasil yang terbaik kepada keluarga,
agar bisa membanggakan dan membahagiakan kedua orang tua.
14. Ahmad Hudzaifi, yang tidak pernah berhenti membantu dan mendampingi
penulis dalam kondisi terberat, serta memacu semangat penulis untuk
segera menyelesaikan penelitian skripsi ini.
15. Teman-teman FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Program
Studi Ilmu Politik 2012.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih jauh dari
kemepurnaan atas keterbatasan yang dimiiliki penulis.Segala krtik dan saran
sangat terbuka untuk pengembangan keilmuan yang lebih baik lagi. Semoga
skripsi ini dapat membawa manfaat bagi banyak pihak.
Jakarta, 23 Juni 2016
Azizia Rochimasnaini
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ........................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI .................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................... iv
ABSTRAK……………………………………………………………………….v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ......................................................................... 1
B. Pertanyaan Masalah ......................................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 10
C.1.Tujuan Penelitian .................................................................... 10
C.2.Manfaat Penelitian .................................................................. 10
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 11
E. Metode Penelitian .......................................................................... 14
F. Sumber dan Jenis Data .................................................................. 15
G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 16
H. Sistematika Penulisan .................................................................... 17
BAB II KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL ......................... 19
A. Teori Kebijakan Publik .................................................................. 19
A. 1.Perumusan Kebijakan Publik ................................................. 22
A. 2. Implementasi Kebijakan Publik ............................................ 23
B. Teori Sistem Politik ...................................................................... 28
ix
C. Ekonomi Politik Internasional ...................................................... 31
C. 1.Pengertian Ekonomi Politik Internasional ............................. 31
C. 2.Interdependensi...................................................................... 32
BAB III GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL
ASING (PMA) DAN LATAR BELAKANG INVESTASI
KERETA CEPAT JAKARTA-BANDUNG .................................. 35
A. Perkembangan Kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) di
Indonesia ....................................................................................... 36
B. Kondisi Ekonomi-Politik pada Rezim Presiden Joko Widodo ..... 41
B. 1.Karakteristik Kebijakan Investasi.......................................... 41
C. Hubungan Ekonomi Politik Tiongkok dan Indonesia .................. 46
C. 1. Karakteristik Tiongkok Sebagai Negara Investor ................ 50
C. 2. Investasi Tiongkok ke Indonesia pada Rezim Presiden Joko
Widodo .......................................................................................... 54
D. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas)....................... 59
D. 1. Rencana Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya ...... 60
E. Rencana Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung .............. 62
BAB IV PERAN NEGARA DALAM PENANAMAN MODAL ASING
(PMA) INVESTASI INFRASTRUKTUR PROYEK KERETA
CEPAT JAKARTA-BANDUNG .................................................... 66
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Politik terhadap Kebijakan Investasi
Kereta Cepat Jakarta-Bandung ...................................................... 67
B. Proyeksi Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur Transportasi
Kereta Cepat .................................................................................. 72
C. Konsep Pendanaan dan Skema Kerjasama Investasi Proyek Kereta
Cepat Jakarta-Bandung ................................................................. 76
C. 1. Skema Kerjasama Investasi Kereta Cepat ............................ 76
D. Peran Negara dalam Kegiatan Peananaman Modal Asing (PMA) 81
E. Strategi Presiden Joko Widodo dalam Investasi Kereta Cepat ..... 83
E. 1. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ..................... 83
x
E. 2. Percepatan Proyek Strategis Nasional ................................... 84
E. 3. Mendorong Investasi Sektor Rill .......................................... 85
E. 4. Pendekatan Personal per Negara Secara Menyeluruh (End to
End) ............................................................................................... 86
F. Dinamika Rezim dan Politik dalam Perencanaan Investasi Kereta
Cepat .............................................................................................. 87
F. 1.Dinamika Rezim Presiden Joko Widodo................................ 87
F. 2. Dinamika Politik dalam Proses Kebijakan Kereta Cepat ...... 90
F. 3. Peran Legislatif dalam Kebijakan Kereta Cepat ................... 93
G. Mekanisme Pelaksanaan dan Perizinan Kereta Cepat Jakarta-
Bandung ......................................................................................... 94
G. 1. Mekanisme Pelaksanaan Kereta Cepat ................................. 94
G. 2. Mekanisme Perizinan Pembangunan Kereta Cepat .............. 99
H. Proses Perkembangan Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-
Bandung ....................................................................................... 101
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 104
A. Kesimpulan ................................................................................. 104
B. Saran dan Rekomendasi .............................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... xv
LAMPIRAN …………………………………………………………………..xx
xi
DAFTAR TABEL
Tabel.III.A. 1. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia ....................... 40
Tabel. III.E. 1. Pola Operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung ................................ 64
Tabel IV.E. 1. Proyeksi Pergerakan Penumpang Jakarta-Bandung ...................... 74
Tabel IV.F. 1. Perbandingan Konsep Penawaran Investasi Kereta Cepat Tiongkok
dan Jepang ..................................................................................... 78
Tabel IV.G. 1. Mekanisme Penugasan Pembangunan Kereta Cepat Berdasarkan
Perpres No. 107 Tahun 2015 ......................................................... 96
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I. 1. Tren Aliran masuk PMA ke Indonesia .............................................. 3
Gambar II. 1. Dimensi-Dimensi Kebijakan yang Mempengaruhi Implementasi .. 25
Gambar II. 2. Model Proses Implementasi Kebijakan Van Meter-Van Horn ....... 28
Gambar II. 3. Diagram Sistem Politik Easton ....................................................... 29
Gambar III. 1. Tingkat Kemudahan Bisnis di Indonesia ....................................... 43
Gambar III. 2 Perkembangan Realisasi Investasi Tiongkok ke Indonesia 2001-
2007 (juta US$) ............................................................................. 48
Gambar III. 3. Tren Pendapatan Cadangan Devisa Tiongkok ............................... 53
Gambar III. 4. Sepuluh Besar Negara Tujuan Investasi Luar Negeri Tiongkok ... 55
Gambar III. 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Republik Rakyat
Tiongkok (RRT), Kuartal ke-4 2015............................................ 56
Gambar III. 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tiongkok .......................... 58
Gambar III. 7. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) 2030 .............. 59
Gambar III. 8. Rencana Jaringan Kereta Api Cepat di Pulau Jawa Rute Jakarta-
Surabaya Tahun 2030................................................................... 61
Gambar III. 9. Trase dan Lokasi Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung ............. 65
Gambar III. 10. Ilustrasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung ...................................... 65
Gambar IV. 1. Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV-2015 ...................................... 69
Gambar IV. 2. Kontribusi Sektor Infrastruktur Tansportasi pada Perekonomian 73
Gambar IV. 3. Proyeksi Demand Transportasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung
pada 2019-2050 ........................................................................... 75
Gambar IV. 4. Skema Investasi Business to Business Kereta Cepat ..................... 77
Gambar IV. 5. Persentasi Penyertaan Modal PT.PSBI ......................................... 80
Gambar IV. 6. Pelaksana Konsorsium Kereta Cepat Jakarta-Bandung ................ 98
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ACFTA ASEAN China Free Trade Area
AFTA ASEAN Free Trade Area
AIIB Asian Infrastructure Investment Bank
AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lngkungan
ANU Australian National University
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APEC Asia Pasific Economic Cooperation
BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal
BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CDB China Development Bank
DNI Daftar Negarif Investasi
EPI Ekonomi Politik Internasional
FDI Foregin Direct Investment
FS Feasibility Studies
GDP Gross Domestic Product
IGA Investment Guarantee Agreement
IIAS International Investment Agreements
KPBU Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
MEA Masyarakat Ekonomi ASEAN
MoU Memorandum of Understanding
PDB Produk Domestik Bruto
xiv
PMA Penanaman Modal Asing
PT. KCIC Perseroan Terbatas Kereta Cepat Indonesia China
PT. PSBI Perseroan Terbatas Pilar Sinergi BUMN Indonesia
PTSP Pelayanan Terpadu Satu Pintu
RIPNas Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
RRT Republik Rakyat Tiongkok
RUP Rencana Urgensi Perekonomian
TOD Transit Oriented Development
UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UU PM Undang-Undang Penanaman Modal
UU PMA Undang-Undang Penanaman Modal Asing
WEF World Economic Forum
WTO World Trade Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Kebijakan investasi pembangunan kereta cepat (high speed railway) di
Indonesia dengan rute Jakarta-Bandung, merupakan investasi Tiongkok kepada
dalam sektor infrastruktur dengan nilai yang sangat besar di awal pemerintahan
Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apa yang melatarbelakangi investasi mega
proyek tersebut? Padahal berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM), rasio invesatasi masuk Tiongkok ke Indonesia, periode 2005-
2014 masih rendah dan sangat minim terealisasi.1 Hingga akhir tahun 2014
Indonesia masih belum menjadi primadona tujuan invesatasi oleh Tiongkok,
khususnya pada sektor infrastruktur. Kemudian dari sisi politik, terpilihnya
Tiongkok dalam pemilihan proposal kereta cepat, mengalahakan Jepang, juga
diindikasikan publik sebagai investasi mega proyek yang sarat intrik politik dalam
dinamika rezim Presiden Jokowi.
Berdasarkan sisi ekonomi politik, intensifitas investasi Tiongkok dan
Indonesia sebenarnya juga dipengaruhi oleh keterbukaan kebijakan ekonomi dan
politik domestik pada negara investor dan negara tujuan. Revolusi keterbukaan
kebijakan investasi di Indonesia telah di mulai sejak pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) melalui kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA)
1Bisnis Indonesia “Tiongkok Banyak Umbar Janji Investasi, Realisasi Selama Ini
Minim”, diakses pada tanggal 5 Juni 2016, melalui
http://finansial.bisnis.com/read/20150402/9/418592/Tiongkok-banyak-umbar-janji-investasi-
realisasi-selama-ini-minim
2
yang diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2007. Kebijakan tersebut
merupakan bentuk revisi dari Undang-Undang Penanaman Modal (UU PM)
sebelumnya pada 1967 dan 1968.2 Hal tersebut mencerminkan kesiapan Indonesia
yang semakin terbuka pada PMA demi meningkatkan laju pertumbuhan nasional.
Kebijakan tersebut merupakan bentuk upaya memfasilitasi liberalisasi investasi
dan perdagangan internasional sebagai keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian
ASEAN Free Trade Area (AFTA), maupun kesepakatan Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC) dan World Trade Organization (WTO).3 Kebijakan yang
diresmikan pada masa pemerintahan Presiden SBY tersebut, juga merupakan
upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian nasional dari krisis dan
ketidakstabilan politik di awal masa pemerintahannya.
Keadaan politik dan ekonomi Indonesia yang tidak stabil dan masih
kurang dari kategori good governance menjadikan iklim investasi Indonesia
sangat kurang diminati sebagai destinasi investasi. Signifikansi peran
pemerintahan SBY melalui kebijakan PMA 2007, diperlihatkan melalui
peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) rill pada 20084, dan
peningkatan aliran PMA ke Indonesia. Tren aliran masuk PMA ke Indonesia
selama masa pemerintahan Presiden SBY jilid pertama,yaitu pada 2004 hingga
2010 digambarkan dalam Gambar I.1 pada halaman selanjutnya.
2Anugrah Adiastuti, “Implementasi Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia
(Sebelum dan Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal)”, Pandecta, Volume 6 Nomor 2,(Juli 2011), h.139. Diakses pada tanggal 24
November 2015 melalui http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta. 3Tulus T.H Tambunan, Perekonomian Indonesia Era Orde Lama Hingga Jokowi,
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2015), h.4. 4 Ibid, h. 33.
3
Gambar I. 1. Tren Aliran masuk PMA ke Indonesia5
Melihat pada komposisi sektoral dengan menggunakan data pada Gambar
I.1, data PMA yang mengalir masuk pada pemerintahan SBY masih terfokus pada
sektor manufaktur yang menjadi tujuan utama. Hal tersebut berdampak pada
sangat minimnya investasi pada sektor infrastruktur. Sementara itu, aliran
investasi masuk hingga 2010 banyak didorong dari ASEAN dan Singapura.
Sedangkan aliran masuk (inflow) investasi dari Tiongkok, mengalami penururnan
yang fluktuatif dari 15.5% hingga mencapai titik terendahnya pada 2010, senilai
5 Data diolah penulis, berdasarkan Laporan Perkembangan Triwulan Perekonomian
Indonesia, diakses pada 30 November 2015, melalui
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-
1309148084759/IEQ-Jun2011_section_B_bh.pdf dikutip pada data Bank Indonesia dan staf Bank
Dunia.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Lainnya 8.3 4.2 12.1 8.8 11.3 27.3 16
Singapura 4.4 8.9 21.9 12.1 24.7 20.8 41.2
Malaysia 6.4 1.7 5.6 3.3 10.9 6.4 2.6
ASEAN 10.8 10.6 27.5 16 36.5 28.3 44.4
Korea 12.1 2.9 6.5 3.6 2 1.6 2.6
Tiongkok 15.5 3.6 2.5 1.7 5.7 7.3 2.7
Eropa 82.5 19 41 37.8 21.1 13.8 2.1
Amerika Serikat -27.6 41.3 -11.2 15.8 11.2 3.3 4.3
Jepang -1.6 18.5 21.5 16.3 12.3 18.4 28
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
To
tal
ali
ran
ma
suk
PM
A
per
neg
ara
asa
l, p
erse
n
4
2,7%.6 Tidak hanya terjadi pada Tiongkok, namun juga pada indikator negara
lainnya, mengalami fluktuasi yang cenderung menurun. Hal tersebut disinyalir
diakibatkan faktor iklim investasi dalam negeri yang tidak kondusif.
Peran negara yang direpresentasikan oleh pemerintah sebagai aktor pada
pemerintahan SBY selama sepuluh tahun, kemudian meninggalkan banyak
tantangan kepada rezim Presiden Jokowi. Di antaranya: defisit neraca Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ketergantungan Indonesia pada impor,
kesenjangan ekonomi cenderung membesar, infrastruktur yang cenderung
memburuk dan korupsi yang semakin merajalela.7 Serangkaian kebijakan dan
rencana pembangunan yang tertunda di masa pemerintahan SBY, diberlanjutkan
pemerintahan Jokowi melalui program Nawacita-nya, dengan poros kemaritiman,
yang berisi tidak hanya berfokus pada infrastruktur namun juga kebijakan
berorientasi sosial.
Pada tahun pertama pemerintahan Jokowi, serangkaian proyek
pembangunan infrastruktur melalui dana investasi asing dicanangkan besar-
besaran di seluruh wilayah Indonesia untuk mengejar ketertinggalan di masa
pemerintahan sebelumnya. Salah satunya adalah membangkitkan kembali wacana
program pembangunan kereta cepat yang sebelumnya telah tertuang pada Rencana
Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) Tahun 2011 oleh Direktorat Jenderal
(Ditjen) Perkeretaapian Nasional, Kementerian Perhubungan.8 Rancangan kereta
cepat yang tertuang dalam RIPNas pada awalnya direncanakan untuk tujuan
6 Ibid, h. 26.
7 Tambunan, Perekonomian Indonesia Era Orde Lama Hingga Jokowi, h. 43.
8 Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretaapian Nasional, Kementerian Perhubungan,
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional,(April 2011). Diakses pada tanggal 3 Maret 2016,
melalui http://perkeretaapian.dephub.go.id/dmdocuments/RIPNAS-FINAL.pdf.
5
Jakarta-Surabaya. Namun pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, rencana
kereta cepat dibuat dalam konsep rencana Tahap I dengan tujuan Jakarta-
Bandung. Dengan menggaet Tiongkok dan Jepang sebagai target investor utama,
proyek tersebut dianggap sebagai proyek “mercusuar” Indonesia abad-21. Hal
tersebut dikarenakan, kereta cepat akan menjadi infrastruktur transportasi terbesar
dan simbol modernisasi infrastruktur dalam negeri. Tiongkok dipilih sebagai
investor pemenang dalam pelelangan proyek tersebut, mengalahkan Jepang.
Terpilihnya Tiongkok sebagai investor pemenang adalah pertimbangan konsep
pembiayaan yang sepenuhnya menggunakan dana swasta tanpa menyentuh dana
APBN, dan tanpa jaminan. Alasan lain yang menjadi nilai tambah ketertarikan
pemerintah terhadap proposal kereta cepat Tiongkok adalah konsep penggunaan
60% bahan baku lokal guna pemberdayaan produsen daerah, adanya komitmen
transfer ilmu dan teknologi, dan kredibilitas 60% jaringan kereta cepat Tiongkok
yang tersebar di seluruh dunia.9Strategi investasi tersebut dimaksudkan untuk
mengalokasikan dana APBN kepada proyek pembangunan daerah tertinggal
lainnya.
Namun dalam prosesnya, strategi investasi kereta cepat menimbulkan
banyak kontroversi baik pada kalangan awam maupun lembaga birokrat negara.
Kehadiran kereta cepat yang dianggap masih belum perlu, dan penetapan lokasi
Bandung sebagai tujuan kereta cepat dianggap terlalu pendek. Proyek bernilai
total Rp 75 triliun tersebut, segera diresmikan pada 21 Januari 2016 di Walini,
9 Kata Data “Dari Mana Dana Kereta Cepat?” Diakses pada 25 Februari 2015, melalui
http://katadata.co.id/infografik/2016/02/09/dari-mana-dana-kereta-
cepat#sthash.ix3dZbUX.b0f7OGHs.dpbs.
6
Bandung, Jawa Barat. Sarat akan kesan ketergesaan pada pemerintah dalam
memulai proyek tersebut, menimbulkan tanda tanya mengenai aktor-aktor politik
yang cukup berperan di balik konstelasi perencanaannya. Jika dikilas balik
kembali mengenai proses konstelasi pemenangan Tiongkok sebagai investor
kereta cepat, lembaga negara seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dan Kementerian Perhubungan terkesan memberi sinyal berbeda dalam
menentukan pemenang proposal investor.
Pemutusan pengambilan kebijakan yang berjalan tidak beriringan antar
lembaga pemerintah menunjukkan kesan keberpihakkan yang berbeda di antar
lembaga. Kementerian BUMN yang dipimpin oleh Rini Soemarno terkesan
condong kepada Tiongkok, sedangkan Kementerian Perhubungan yang dinaungi
Ignasius Jonan cenderung memilih Jepang sebagai pemenang proyek kereta cepat
dengan alasan safety first. Kejelasan mengenai tindak lanjut proyek kereta cepat
tersebut juga telah beberapa kali mengalami perubahan keputusan seperti
pembatalan atau perubahan perancangan proposal. Ketidakpastian gerak birokrasi
pemerintah dalam menghadapi investasi asing skala besar tersebut mencerminkan
masih adanya koordinasi yang kurang berjalan baik, bahkan dari fraksi partai
pemerintah meminta untuk membatalkan kerjasama invesatasi tersebut.
Kepentingan politik golongan masih menjadi penyebab tidak selarasnya sinyal
kebijakan antar lembaga. Atas hal tersebut menunjukkan masih belum terciptanya
layanan satu atap atas investasi secara terpadu.
Secara jelas dalam UU PM No. 25 Tahun 2007 mengenai prinsip
penamaman modal bagi negara-negara berkembang, bahwa untuk bisa
7
mendatangkan investor setidaknya dibutuhkan tiga syarat. Pertama, adanya
economic opportunity (investasi mampu memberi keuntungan secara ekonomis
bagi investor); kedua, political stability (investasi akan sangat dipengaruhi
stabilitas politik); dan ketiga, legal certainty (kepastian hukum) dalam bentuk
kebijakan pemerintah. Kepastian hukum berdasarkan regulasi kebijakan
penanaman modal yang terbuka dan transparan merupakan faktor yang paling
sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi para investor dalam mengambil
keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal atau investasi di suatu
negara.
Para teoritisi liberal pada umumnya percaya bahwa penyebab hambatan
pembangunan dan investasi di negara berkembang disebabkan oleh faktor
domestik negara tersebut. Penyakit dalam sistem politik negara berkembang
seperti korupsi, kolusi, struktur birokrasi yang berbelit, menyebabkan
perekonomian tidak efisien.10
Diperlukan suatu upaya restrukturisasi untuk
mencapai sebuah sistem yang efisien dan modern. Robert O. Keohane dan Joseph
S. Nye, mengemukakan bahwa:
“… politics of such transnational issues as trade , monetary relations, and
oceans policy , writing that modernist point correctly to the fundamental
changes that now taking place …”11
“… on the dimension of time, it appeasrs to be connected wih social
modernization, or what is call as a long-term development of welfare
state”12
10
Norman Gemmell, Ilmu Ekonomi Pembangunan, beberapa survey, (Jakarta: Pustaka
LP3ES, 1992), h. 65. 11
Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye, Power and Interdependence in the Information
Age, (Alumni-Research Library, Oct 1998), h. 83. Diunduh pada tanggal 6 Juni 2016, melalui
http://ir.rochelleterman.com/sites/default/files/Keohane%20Nye%202000.pdf
8
Reorganisasi dan transformasi kelembagaan pada politik domestik negara
berkembang melalui keterbukaaan dalam pasar bebas, mengindikasikan suatu
negara siap untuk memasuki pasar global. Pernyataan di atas menjelaskan bahwa
politik transnasional, dan hubungan moneter negara akan membawa pada titik
modernisasi, dan interdependensi ekonomi. Hal tersebut disebut oleh Keohane
dan Nye sebagai “pembangunan jangka panjang negara sejahtera”. Mengingat
bahwa sejak dekade 1970-an, disadari bahwa tantangan pembangunan sosial,
politik dan ekonomi yang dihadapi negara dunia ketiga merupakan suatu masalah
struktural, maka hal tersebut tidak lepas dari peran pemerintah sebagai
representasi dari negara. Sebagaimana pandangan kaum merkantilis berdasarkan
kajian ekonomi politik, bahwa perlu adanya campur tangan pemerintah pada
kegiatan ekonomi negara.13
Martin Staniland, yang dikutip oleh Deliarnov,
mengungkapkan:
“... tugas utama pemerintah adalah untuk menjamin keamanan negara yang
… Untuk itu semua konsiderans dan kepentingan harus disubordinasikan
pada prioritas mengonsolidasikan kekuasaan negara yang merupakan
kondisi utama bagi upaya mengejar kesejahteraan.”14
Kutipan di atas, menegaskan peran sentral pemerintah dalam upaya
menciptakan kesejahteraan dan kestabilan negara. Sebagai negara berkembang,
kebijakan publik dipilih sebagai upaya negara untuk menciptakan kontrol dan
kesejahteraan. Di Indonesia, kebijakan publik memiliki bentuk akhir yang umum
berupa “undang-undang”. Namun faktanya adalah, di negara berkembang
12
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional,
(Celeban Timur: Pustaka Pelajar, 2009), h. 152. 13
Deliarnov, Ekonomi Politik (Jakarta : Erlangga, 2006), h. 23. 14
Ibid, h. 23.
9
kebijakan publik tidak selalu berbentuk undang-undang.15
Adanya nilai
paternalistik pada negara berkembang yang kemudian sama kuatnya dengan nilai
demokratik, menciptakan bentuk pola pikir pemimpin sebagai “bapak” yang
memiliki sosok melindungi, memimpin, dan mewakili segala kebaikan sehingga
masyarakat melakukan apa pun yang dikatakan dan diinginkan pemimpin.16
Negara sebagai aktor utama yang bertanggung jawab memajukan
kepentingan nasional melalui aktivitas politik dan ekonomi sebagai kekuatan
negara, bertugas menentukan pilihan sikap politk. Melihat kondisi tersebut, maka
penulis akan menganalisa peran negara di balik kebijakan pembangunan proyek
kereta cepat (high speed railway). Penelitian ini akan melihat bagaimana suatu
sistem berjalan dalam kebijakan investasi, berdasarkan pada perspektif ekonomi
politik.
B. Pertanyaan Masalah
Berdasarkan penguraian latar belakang masalah pada halaman
sebelumnya, dengan menggunakan perspektif ekonomi politik, maka penelitian ini
berfokus pada masalah di bawah ini:
Bagaimana peran negara di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam
kebijakan investasi pembangunan kereta cepat (high speed railway) oleh
Tiongkok?
15
Riant Nugroho, Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015), h. 77. 16
Ibid, h, 78.
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses politik yang
terjadi di balik perumusan kebijakan pembangunan proyek infrastruktur
kereta cepat (high speed railway),
b. Menjelaskan latar belakang investasi Tiongkok dalam proyek infrastruktur
kereta cepat (high speed railway),
c. Menjelaskan strategi dan peran negara dalam menarik investor Tiongkok,
dalam pembangunan proyek infrastruktur kereta cepat (high speed train),
d. Menganalisa serta menjelaskan peran negara dalam konsesus mega proyek
kereta cepat (high speed train).
C.2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini bersifat akademis dan
teknis, adapun manfaat-manfaat tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan
penelitian ilmu politik, khususnya dalam kajian politik negara berkembang
dengan prespektif ekonomi politik.
11
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur penelitian Program Studi
Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang mengkaji mengenai kebijakan investasi asing, telah
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu dengan melihat aspek yang berbeda-
beda. Hal tersebut berdasarkan pada metode penelitian, teori yang digunakan,
perspektif analisis, serta studi kasus yang dikaji. Dalam penelitian skripsi ini,
penulis mengambil lima literatur penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan
dengan penelitian skripsi ini. Di antaranya,
Pertama, jurnal Fakultas Hukum, Universitas Negeri Sebelas Maret, yang
ditulis oleh Anugrah Adiastuti,17
dalam penelitian tersebut menjelaskan peran dan
implikasi dari FDI sebelum dan setelah diterapkannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 dengan menggunakan metode penelitian normatif berdasarkan sudut
pandang ilmu hukum. Penelitian ini melihat penanaman modal asing langsung
(FDI) sebagai variabel utama yang dilihat pergerakannya terhadap UU No. 25
Tahun 2007 sebagai variabel kedua yang memberikan pengaruh, dalam sudut
pandang hukum. Lebih lanjut, Anugrah Adiastuti berpandangan bahwa FDI
mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembangunan melalui
17
Anugrah Adiastuti, “Implementasi Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia
(Sebelum dan Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal)”, Pandecta, Volume 6 Nomor 2,(Juli 2011). Diakses pada tanggal 24
November 2015 melalui http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta.
12
transfer aset, sehingga dalam penelitiannya ia lebih banyak membahas mengenai
pergerakan aliran FDI dengan pengaruhnya terhadap iklim investasi Indonesia
melalui faktor pendorong dan penghambat pergerakan FDI berdasarkan analisis
dan variabel hukum.
Kedua, dalam penelitian yang ditulis oleh Wiwi Dwi Astuti,18
penelitian
tersebut membahas peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal
kaitannya dengan kontrak alih teknologi yang secara khusus dengan meninjau dari
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengenai
peranan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal
dikaitkan dengan kontrak alih teknologi dalam rangka pengembangan
perindustrian di Indonesia. Wiwi Dwi Astuti juga memfokuskan penelitiannya
pada potensi masalah yang timbul dari lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal kaitannya dengan kontrak alih teknologi di
Indonesia melalui berbagai tinjauan yuridis dan metode penelitian normatif
berdasarkan prespektif ilmu hukum.
Ketiga, pada penelitian yang ditulis oleh Tur Minah,19
penelitian tersebut
memiliki kemiripan dalam penggunaan variabel politik negara sebagai variabel
independen yang memiliki pengaruh terhadap pengembangan teknologi dan
industri suatu negara, dengan menyoroti peran pemerintah yang merupakan
representasi dari sebuah negara. Dalam hasil kesimpulan penelitiannya, Tur
18
Wiwi Dwi Astuti, “Analisis Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal Kaitannya dengan Kontrak Alih Teknologi dalam Rangka Pengembangan
Industri”, Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta (2009). 19
Tur Minah, “Politik Industrialisasi di Korea Selatan (Studi atas Peran Negara dalam
Pengembangan Teknologi dan Industri 1990-2002)”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2014).
13
Minah menjelaskan bahwa terdapat peran negara yang dominan melalui
serangkaian kebijakan dalam proses alih tekonologi dan industrialisasi negara.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi tersebut adalah kualitatif
deskriptif, dengan menggunakan analisis perspektif ekonomi politik.
Keempat, pada penelitian, yang ditulis oleh Dedi Latip,20
penelitian
tersebut bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi regional
propinsi yang menerima penanaman modal asing atau Foreign Direct Investment
(FDI) di 26 Propinsi melalui data sekunder periode tahun 2000-2006. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif analisis data panel,
berdasarkan prespektif ilmu ekonomi. Pada hasil penelitiannya, diperoleh bahwa
FDI berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional, melalui
transfer teknologi dan perbaikan manajemen sumber daya manusia.
Terakhir, pada penelitian yang ditulis oleh Acep Rohendi,21
dalam
penelitiannya Acep Rohendi berfokus pada pembaharuan regulasi-regulasi
penanaman modal yang dipengaruhi kesepakatan perjanjian keikutsertaan
Indonesia dalam WTO. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif
deskriptif, dengan kebijakan penanaman modal sebagai variabel dependen. Hasil
akhir yang didapat dalam penelitian tersebut yaitu, diperlukan penguatan regulasi
dalam negeri mengenai pemberdayaan usaha kecil menengah, dan kebijakan
20
Dedi Latip, “Analisa Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (FDI) terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Regional Propinsi Tahun 2000-2006”, Tesis S2 Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia (2009). 21
Acep Rohendi,“Prinsip Liberalisasi Perdagangan World Trade Organization (WTO)
dalam Pembaharuan Hukum Investasi di Indonesia (Undang-Undang Nomor.25 Tahun 2007)”,
Padjajaran Jurnal Ilmu Hukum (PJIH), Volume 1. Nomor 2, (2014), Diakses pada tanggal 20
November 2015, melalui http://pjih.fh.unpad.ac.id/pjih-vol1-no2-2014/.
14
berbasis program sosial guna menyeimbangi kebijakan penanaman modal yang
bersifat liberal.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penelitian mengenai peran negara dalam kebijakan penanaman modal asing dalam
judul penelitian: “Negara dan Kebijakan Publik (Studi Peran Negara terhadap
Kebijakan Investasi Pembangunan Infrastruktur Kereta Cepat dalam Perspektif
Ekonomi Politik)” dapat diangkat menjadi sebuah judul penelitian ilmiah, dan
belum ada yang melakukan penelitian secara khusus mengenai studi kasus
tersebut begitu pula dengan penggunaan konsep, serta periode penelitian.
E. Metode Penelitian
E. 1. Jenis Penelitian
Metode penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan kualitatif,
dengan jenis penelitian deskriptif studi kasus. Penelitian kualitatif menurut Robert
Bogdan dan Steven Taylor, diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dalam penggalian dan
pemahaman pemaknaan terhadap apa yang sedang terjadi pada lembaga, individu
atau kelompok yang berasal dari persoalan sosial atau kemanusiaan.22
Sedangkan
penelitian deskriptif adalah upaya yang dilakukan untuk melukiskan secara
sistematis fakta-fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, baik
berupa keadaan, permasalahan, sikap, pendapat, kondisi, prosedur atau sistem
22
Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012),
h. 52.
15
secara faktual dan cermat.23
Dalam hal ini penulis mengambarkan masalah yang
diteliti, serta mengkaji lebih jauh dalam penelitian yang berjudul: “Negara dan
Kebijakan Publik (Studi Peran Negara terhadap Kebijakan Investasi
Pembangunan Infrastruktur Kereta Cepat dalam Perspektif Ekonomi Politik)”.
Dalam penyusunannya, langkah-langkah yang diperlukan ialah
pengumpulan data melalui wawancara dan studi kepustakaan. Kemudian data
dikelompokkan dan dianalisa dengan menggunakan teori tertentu. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yang kemudian
menjadi sumber dalam penulisan ini.
F. Sumber dan Jenis Data
Sumber-sumber data ini berupa buku, jurnal, situs berita elektornik, jurnal
online dan situs informasi dan bahan bacaan lainnya yang didapat dari
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Daerah dan
Nasional RI serta berbagai data resmi lembaga-lembaga tertentu. Jenis data
tersebut terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Data Primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari objek
yang diteliti.24
Data primer didapatkan melalui wawancara dan situs
lembaga resmi.
b. Data Sekunder adalah data pendukung yang bersifat vaild. Data
sekunder diperoleh dari dokumen, atau publikasi yang sudah dalam
23
Ibid. 24
Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian,h. 147.
16
bentuk jadi.25
Hal tersebut berupa penelitian yang diterbitkan dalam
bentuk buku, majalah ilmiah, dokumen resmi dan penelitian terkait
yang telah ada seperti jurnal, tesis, dan skripsi.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan penulis adalah sebagai
berikut:
a. Wawancara adalah pertemuan oleh peneliti dengan narasumber,
dimana informasi narasumber, dalam hal ini dilakukan untuk
menghidupkan topik penelitian. Wawancara juga merupakan metode
untuk pengumpulan data tentang subjek kontemporer yang minim
literatur.26
Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara
dengan pihak terkait sebanyak 12 narasumber, yang berasal dari
delapan lembaga yang berbeda. Di antaranya, Kementerian Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Perhubungan, PT.
Kereta Cepat Indonesia Tiongkok (KCIC), Kementerian Luar Negeri,
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tiongkok, Kementerian
Badan Perencanaan Nasional (BAPPENAS), Paramadina Public dan
Policy Institute, PT. Industri Kereta Api (INKA).
b. Studi kepustakaan dan dokumentasi, yaitu mencari dan
mengumpulkan data-data, melalui laporan pada lembaga resmi, buku,
25
Ibid. 26
Ibid, h.104.
17
artikel, jurnal, atau informasi melalui media internet yang berkaitan
dengan objek yang diteliti.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis, dan terbagi dalam lima
bagian. Di antaranya,
Bab I, bagian ini berisi mengenai latar belakang masalah mengenai kebijakan
investasi yang dilakukan Tiongkok dalam pembangunan kereta cepat (high speed
railway) Jakarata-Bandung.
Bab II, bagian ini merupakan penjelasan kerangka teori dan konsep yang dipakai
penulis untuk menjelaskan dan menganalisa studi kasus peran negara dalam
kebijakan investasi kereta cepat (high speed railway) Jakarata-Bandung.
Bab III, bagian ini merupakan pembahasan awal berupa gambaran umum
mengenai karakteristik kebijakan penanaman modal asing di Indonesia,
dilanjutkan dengan pembahasan dinamika rezim Presiden Joko Widodo,
hubungan ekonomi politik Indonesia dengan Tiongkok, serta gambaran umum
mengenai latar belakang proyek investasi infrastruktur kereta cepat di Indonesia.
Bab IV, bagian ini merupakan hasil temuan penelitian mengenai bagaimana
negara berperan dalam perumusan kebijakan pembangunan kereta cepat (high
speed railway), strategi apa yang pemerintah lakukan untuk menarik investor
18
asing, dan proses politik di balik perumusan kebijakan pembangunan kereta cepat
(high speed railway).
Bab V, bagian ini merupakan bagian akhir dari penelitian skripsi. Pada bab ini,
penulis menyimpulka bahwa adanya faktor ekonomi dan poltik pada Tiongkok
dan Indonesia dalam melakukan investasi pada mega proyek kereta cepat. Peran
negara yang direpresentasikan Presiden Jokowi dalam kebijakan investasi kereta
cepat, merupakan bentuk dari pilihan rasional dan interdependensi pada sebuah
negara dalam menghadapi era pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2016.
19
BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN KONSEPTUAL
Dalam bab ini pembahasan akan dimulai dengan tiga kerangka berpikir
yaitu teori kebijakan publik, sistem politik serta konsep ekonomi politik
internasional dalam interdependensi. Ketiga teori tersebut akan digunakan sebagai
dasar analisis untuk memahami peran negara pada pembentukan suatu kebijakan
yang berkaitan dengan aktivitas investasi atau ekonomi. Untuk itu, pembahasan
ini merupakan bagian awal dalam upaya memahami latar belakang dan peran
negara dalam kebijakan investasi dalam proyek investasi kereta cepat (high speed
train) oleh Tiongkok.
A. Teori Kebijakan Publik
Berdasarkan masalah penelitian skripsi yang akan dibahas, maka penulis
memilih definisi menurut Thomas R. Dye, sebagaimana dikutip dalam Riant
Nugroho. Dye menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dilakukan
pemerintah, mengapa pemerintah melakukannya, dan apa perbedaan yang
dibuatnya. Perbedaan tersebut berarti bahwa kebijakan publik haruslah
memberikan suatu hasil perubahan.27
Adapun istilah kebijakan (policy) secara
umum menurut James E. Anderson, digunakan untuk menunjuk perilaku seorang
27
Riant Nugroho, Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015),h. 44.
20
aktor (misal: pejabat, kelompok, maupun lembaga pemerintah).28
Andries
Hoogerwerf, seperti yang dikutip dalam Miriam Budiardjo, berpendapat bahwa
objek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta
akibat-akibatnya.29
Yang dimaksud kebijakan publik (public policy) berdasarkan
kutipan tersebut adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian
kekuasaan.30
Definisi serupa mengenai kebijakan publik yang juga menjadi sorotan
penulis, diungkapkan oleh James E. Anderson dalam buku Budi Winarno,
sebagaimana dikutip dalam Budi Winarnano31
, bahwa “... kebijakan merupakan
arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.”32
Konsep
memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan pemerintah melalui
kebijakan. Berdasarkan definisi-definisi kebijakan publik yang dipaparkan di atas,
maka secara sederhana, kebijakan publik memiliki konsep-konsep sebagai
berikut:
a. Kebijakan publik berisi tujuan, nilai-nilai, dan
praktik/pelaksanaannya,
b. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan
organisasi swasta,
c. Kebijakan publik tersebut menyangkut pilihan.
28
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS,
2012), h. 19. 29
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1977),
h. 12. 30
Ibid. 31
Ibid. 32
Budi Winarno, Kebijakan Publik, h. 21.
21
Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi
ciri khusus dari kebijakan publik. Menurut Charles Lindblom, dalam memahami
proses perumusan kebijakan diperlukan memahami aktor-aktor yang terlibat atau
pemeran serta dalam proses pembentukan kebijakan publik. Dengan
menggunakan pendekatan kelembagaan (institusionalisme), maka hubungan
antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah dilihat sebagai
hubungan yang sangat erat. Suatu kebijakan tidak menjadi suatu kebijakan publik
sebelum kebijakan tersebut ditetapkan dan dilaksanakan oleh suatu lembaga
pemerintahan.33
Secara harfiah, kebijakan-kebijakan pemerintah secara umum
dipandang sebagai kewajiban-kewajiban yang sah dan menuntut loyalitas
warganegara dan universalitas.34
Di negara-negara berkembang, kebijakan publik diciptakan untuk
mencapai perkembangan. Kebijakan publik adalah tentang memecahkan masalah,
dan melakukan perkembangan untuk menciptakan masyarakat yang ideal.35
Kebijakan publik bukan hanya mengenai proses politik dan keyakinan nasional,
melainkan sebuah manajemen strategi korporasi dalam institusi politik negara.36
Sebagaimana yang dinyatakan Gambhir Bhatta, dalam Riant Nugroho37
, “...
pemerintahan yang unggul adalah ketika pemerintah berhasil dalam
33
Ibid, h. 55. 34
Ibid. 35
Riant Nugroho, Kebijakan Publik, h. 16. 36
Ibid, h. 26. 37
Ibid, h. 40.
22
mengembangkan, merumuskan, mengimplementasikan, dan meraih tujuannya
melalui kebijakan publik yang unggul.”38
Lebih lanjut, menyangkut kebijakan publik pada negara berkembang,
Riant Nugroho memberikan pemahaman strategis-pragmatis terhadap kebijakan
publik, bahwa kebijakan publik adalah keputusan negara atau pemerintah (sebagai
pemegang kekuasaan) untuk mengatur kehidupan publik agar mencapai misi
bangsa, membawa masyarakat memasuki transisi ke arah masyarakat ideal.39
Kebijakan publik merupakan tugas utama pemerintah, karena kebijakan publik
adalah bagian utama dari implementasi kebijakan publik.40
Untuk itu, berdasarkan
definisi pada halaman sebelumnya mengenai kebijakan publik pada negara
berkembang, penulis akan gunakan sebagai alat analisis dalam memahami
kebijakan investasi kereta cepat di Indonesia sebagai negara berkembang.
A. 1. Perumusan Kebijakan Publik
Perumusan kebijakan adalah fase utama dalam proses kebijakan publik.41
Pemerintah merupakan institusi yang secara politik, legal dan strategis
mempunyai kuasa membuat keputusan menyengkut kebijakan publik. Ada dua
tugas utama pemerintah, yaitu mengembangkan kebijakan publik yang bagus dan
menyelesaikan layanan publik.42
Di negara-negara berkembang, sebagian besar
kebijakan direncanakan dalam jangka pendek (5 tahun) dan jangka panjang (20-25
tahun). Rencana pembangunan kebijakan jangka panjang membuat kebijakan pada
38
Ibid. 39
Ibid, h. 47. 40
Ibid, h. 48. 41
Ibid. h. 141. 42
Ibid.
23
rezim pemerintahan selanjutnya bersifat inkremental. Kebijakan yang bersifat
inkremental, cenderung dilihat sebagai variasi dari kebijakan ataupun aktivitas
dari pemerintahan yang sebelumnya yang tertunda dan bersifat berkelanjutan.43
Pada umumnya, pemerintah di negara berkembang yang dihadapkan dengan
kondisi tersebut tidak memiliki pilihan banyak, selain dengan melanjutkan
kebijakan yang telah ada sebelumnya, dengan sedikit modifikasi.
Kebijakan pembangunan jangka panjang masih menjadi pilihan utama di
negara berkembang. Tindakan tersebut dianggap lebih aman untuk menghindari
konflik politik di antara kepentingan poliitk. Namun sayangnya, pada umumnya
inkrementalisme dianggap membuat pemerintah tidak porfesional untuk mencapai
visi bangsa, dan rentan pengaruh kelompok kepentingan.
A. 2. Implementasi Kebijakan Publik
Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan
undang-undang di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-
tujuan kebijakan atau program-program.44
Donald S.Van Meter dan Carl E. Van
Horn (selanjutnya: van Meter-van Horn), mengasumsikan bahwa implementasi
kebijakan bekerja sejalan dengan proses kebijakan.45
Dengan bersandar pada
definisi van Meter-van Horn, maka beberapa variabel yang diperhatikan dalam
melihat proses implementasi kebijakan di antaranya, sumber daya dan tujuan
standar yang mendorong pada komunikasi antar lembaga, penegakan aktivitas,
43
Ibid. h. 155. 44
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, h. 147. 45
Riant Nugroho, Kebijakan Publik, h. 219.
24
karakteristik lembaga yang mengimplementasikan, serta kondisi sosial, ekonomi
dan politik.46
Sementara itu, Randall B. Ripley dan Grace Franklin juga
memberikan pandangannya, bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah
undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,
keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output).47
Dengan demikian, implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh
berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat
program berjalan. Dalam kasus kebijakan investasi kereta cepat, penulis melihat
bahwa variabel karakteristik lembaga di masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo (Jokowi) yang berbeda dengan pemerintahan sebelumnya menjadi
dinamika politik yang sangat kontras dalam realisasi kebijakan investasi kereta
cepat.
Berdasakan konsep oleh van Meter-van Horn, maka penulis memfokuskan
pada aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menjalankan
keputusan kebijakan yang telah ditetapkan, sebagai pembatasan mengenai
penggunaan konsep implementasi kebijakan publik. Dalam hal ini, berarti bahwa
konsep implementasi kebijakan yang penulis ambil adalah tidak dimaksudkan
untuk mengukur dan menjelaskan hasil akhir dari kebijakan, tetapi untuk
menjelaskan apa yang dinamakan pencapaian.48
Sebab suatu kebijakan mungkin
diimplementasikan secara efektif, namun gagal memperoleh dampak substansial.
Di negara-negara dunia ketiga, implementasi merupakan masalah antara
kepentingan-kepentingan pribadi dengan birokrasi pemerintah akibat dari
46
Ibid. 47
Budi Winarno, Kebijakan Publik, h. 149. 48
Ibid, h. 150 -151.
25
Konsensus Tujuan
Tinggi
kompleksitas organisasi. Di negara-negara maju, ketika institusionalisasi
masyarakat sudah mapan, keberhasilan implementasi kebijakan sebagian besar
berasal dari perumusan kebijakan dan perencanaan yang sangat bagus.49
Riant
Nugroho memberikan premis: keberhasilan kebijakan publik di negara-negara
berkembang, adalah 20% berasal dari perumusan atau perencanaan yang sangat
bagus, 60% berkontribsi dari implementasi yang jenius, dan 20% dari seberapa
berhasil dalam kontrol implementasi.50
Analoginya adalah, program dengan perubahan besar biasanya
menimbulkan konflik tujuan yang tinggi pada pihak aktor-aktor yang
bersangkutan sehingga konsensus rendah. Sementara pada program yang
melibatkan perubahan kecil, konsensus tujuan biasanya paling tinggi. Tipologi
kebijakan publik seperti yang digambarkan pada di Gambar II.1 menjelaskan
bahwa terdapat sejumlah besar kebijakan-kebijakan didapati dalam kategori
“perubahan besar/konsensus rendah”, dengan “perubahan kecil/ konsensus
tinggi”.
Gambar II. 1. Dimensi-Dimensi Kebijakan yang Mempengaruhi Implementasi51
Besar
Jumlah Perubahan
Kecil
Rendah
49
Riant Nugroho, Kebijakan Publik, h. 213. 50
Ibid, h. 213-214. 51
Ibid, h. 157.
26
Kebijakan seperti itu direfleksikan dalam sifat kebijakan inkrementalisme, yang
merupakan kebijakan “tambal-sulam”. Kebijakan ini lebih memfokuskan diri pada
perbaikan kebijakan sebelumnya dan tidak menyentuh pada perubahan yang
mendasar.52
Dalam hal ini pada kebijakan investasi kereta cepat, merupakan
kebijakan yang bersifat inkremental. Konflik yang terjadi pada realisasi kebijakan
tersebut merupakan konflik tujuan, perdebatan antara tujuan perubahan besar
dengan kepentingan pada pihak aktor-aktor yang bersangkutan. Menurut van
Meter-van Horn, suatu implementasi akan sangat berhasil jika margin perubahan
yang diperlukan dan konsensus tujuan adalah tinggi. Sebaliknya, bila perubahan
besar ditetapkan dengan konsensus tujuan rendah, maka prospek implementasi
yang efektif akan sangat diragukan.53
Secara garis besar berdasarkan pendekatan prosedural dan manajerial
(procedural and managerial approaches), implementasi kebijakan meliputi
kegiatan perencanaan, penjadwalan, dan pengawasan. Dalam hal tersebut terdapat
kemungkinan terjadi ketidakefektifan kebijakan yang telah ditempuh oleh
pemerintah. Hal yang demikian juga diungkapkan Andrew Dunsire:
“... karena adanya implementasi gap (kesenjangan implementasi), yaitu
suatu istilah yang dimaksudkan untuk menjelaskan suatu keadaan dimana
dalam proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya
perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh pembuat
kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai sebagai hasil atau prestasi
pelaksanaan kebijakan. Besar kecilnya perbedaan tersebut tergantung pada
kemampuan organisasi atau aktor untuk mengimplementasikan kebijakan
52
Ibid. 53
Ibid, h. 158.
27
yang dipercayakan sedemikian rupa, sehingga tujuan yang telah ditetapkan
dalam dokumen kebijakan tercapai (implementation capacity).”54
Dengan mengaitkan antara kebijakan dan kinerja, serta menjelaskan hubungan-
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat, seperti yang tertera pada
Gambar II.2. Maka penulis menganalisa studi peran negara dalam proses investasi
asing dalam proyek kereta cepat (high speed railway) oleh Tiongkok, dengan
menggunakan model implementasi kebijakan yang ditawarkan oleh van Meter-
van Horn. Dalam model implementasi kebijakan van Meter-van Horn, dijelaskan
bahwa komunikasi antar lembaga dan karakteristik badan pelaksana menjadi
faktor dari kecenderungan pelaksanaan kebijakan. Dalam hal ini, komunikasi
antar lembaga pada kebijakan kereta cepat yang menghasilkan respon berbeda
pada Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, dan badan legislatif.
54
Sholichin Abdul Wahab. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara. (Jakarta: Bumi Aksara,2008), h. 61.
28
KIN
ER
JA
Gambar II. 2. Model Proses Implementasi Kebijakan Van Meter-Van Horn55
Ukuran Dasar
Dan Tujuan
Komunikasi antar
organisasi dan
kegiatan-kegiatan
pelaksanaan
Kebijakan
Karakteristik Badan
Pelaksana
Kecenderung
an Pelaksana
Sumber -
Sumber
Kondisi Ekonomi,
Sosial dan Politik
B. Teori Sistem Politik
David Easton menyatakan bahwa berbicara mengenai kehidupan politik,
maka tidak terlepas dari sistem aktivitas yang terdapat di dalamnya.56
Menurut
Easton, bahwa aktivitas politik merupakan gabungan dari antar sistem-sistem
yang berbeda dalam masyarakat. Sistem politik sendiri terdiri dari beberapa
elemen susbsistem terkait seperti sistem ekonomi, sistem sosial, dan sistem
psikologi-budaya.57
Dalam teorinya, Easton memfokuskan melihat pada pengaruh
lingkungan sebagai subsistem yang mempengaruhi aktivitas politik. Untuk itu,
dalam kaitannya dengan kebijakan investasi kereta cepat, penggunaan teori ini
ditujukan untuk menjelaskan mengenai keterkaitan faktor susbsistem yang
55
Budi Winarno, Kebijakan Publik, h.160. 56
David Easton, “An Approach to the Analysis of Political System”, World Politics, Vol. 9,
No. 3 (Apr, 1957), JSTOR, h. 383. Diakses pada tanggal 11 Juni 2016, melalui
http://online.sfsu.edu/sguo/Renmin/June2_system/Political%20System_Easton.pdf. 57
Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
h. 191.
29
mempengaruhi kebijakan investasi kereta cepat sebagai suatu output dari
kebijakan publik. Dalam konsep negara dan kekuasaan, Easton memandang
bahwa kekuasaan bagaimanapun juga bersandar pada kemampuan dalam
mempengaruhi dan melaksanakan keputusan politik. Easton menyatakan bahwa
konsep pengambilan keputusan dalam kebijakan adalah hal esensial dalam politik.
Maka, kebijakan politik terdiri atas jaringan keputusan dan tindakan yang
mengalokasikan nilai-nilai.58
Konsep kekuasaan negara dalam sistem politik Easton, secara sederhana
terdiri dari subsistem yang terintegrasi, adanya input dan output dalam lingkungan
terhadap kebijakan. Kehidupan politik, menurut Easton membentuk suatu sistem
yang terbuka terhadap pengaruh-pengaruh lingkungannya. Keseluruhan konsep
tersebut digambarkan Easton melalui Gambar II.3.
Gambar II. 3. Diagram Sistem Politik Easton59
Pada Gambar II.3 pemisahan kehidupan politik dengan elemen subsistem yang
ada di masyarakat, disebut sebagai lingkungan (environment). Kemudian,
masukan (input) adalah berupa permintaan (demand) dan dukungan (support),
58
Ibid, h. 199. 59
Easton, “An Approach to the Analysis”, h. 384.
30
yang menjadi masukan dalam sistem politik. Masukan berupa permintaan dan
dukungan, pada prosesnya akan berkembang dalam sistem politik, dan
menghasilkan suatu keluaran (output) berupa kebijakan (policies) dan keputusan
(decisions). Pada akhirnya, kebijakan tersebut akan memberikan umpan balik
(feedback) kepada sistem politik berupa pemuasan permintaan kebijakan.
Dalam kasus kebijakan kereta cepat, variabel yang masuk ke dalam input
pada sistem politik adalah permintaan berdasarkan proyeksi perhitungan
kebutuhan antar daerah, yang kemudian di dukung oleh pemerintah sebagai
support dalam proses kebijakan. Dalam hal tersebut, lingkungan yang
mempengaruhi proses politik dibagi menjadi intrasosial, yang berasal dari luar
sistem politik, dan ekstrasosial yang berasal dari dalam sistem politik.60
Lingkungan intrasosial di antaranya adalah faktor psikologi, sistem sosial, dan
ekologi dari sistem politik Presiden Jokowi. Sedangkan lingkungan ekstrasosial di
antaranya sistem politik internasional, ekonomi internasional, dan sosial
internasional.61
Pengaruh dari persaingan pasar bebas yang semakin kuat saat ini
disinyalir menjadi faktor pendorong dari kebijakan investasi kereta cepat.
Indonesia telah banyak tertinggal daam mengambil kesempatan-kesempatan emas
yang ada di masa pemerintahan sebelumnya. Dengan demikian, Easton
menegaskan bahwa output dari suatu sistem politik tidak terlepas dari apa yang
dipengaruhi lingkungannya.
60
Ronald H. Chilcote, Teori Perbandingan Politik, h. 201. 61
Ibid.
31
C. Ekonomi Politik Internasional
C. 1. Pengertian Ekonomi Politik Internasional
Menurut Jeffry Frieden dan Lisa L. Martin, Ekonomi Politik Internasional
(EPI) merupakan sebuah subdisiplin yang relatif baru dalam kajian Ilmu Politik.62
EPI hadir pada awal tahun 1970-an sebagai sebuah bidang interdisipliner, dengan
melibatkan banyak disiplin akademis, mulai dari ilmu politik dan ekonomi,
sosiologi, sejarah, bahkan kajian budaya (antropologi).63
Batas-batas EPI sebagai
disiplin akademis sangat fleksibel dan penuh ambiguitas.64
Studi EPI diawali dengan pemahaman merkantilis, yang mengintegrasikan
politik dengan ekonomi. EPI sempat mengalami mati suri pada abad ke-19, ketika
paham liberalisme berjaya setelah Perang Dunia II berakhir, dan muncul negara-
negara baru yang memainkan peran aktif dalam percaturan ekonomi internasional.
Transformasi dalam sistem ekonomi internasional pasca Perang Dunia II
menghidupkan kembali studi EPI melalui integrasi ekonomi internasional dan
politik internasional dalam kebijakan-kebijakan ekonomi yang bersifat
“nasionalistis”.
EPI cenderung dilihat sebagai penerapan teori dan metodologi Ilmu
Ekonomi dalam berbagai perilaku masyarakat global. Secara tak sadar, para ahli
ekonomi murni menempatkan ekonomi sebagai determinant factor atas segala
perilaku manusia atau perilaku negara. Dengan asumsi, bahwa segala perilaku
62
Umar Suryadi Bakry, Ekonomi Politik Internasional Suatu Pengantar (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015), h. 1
63
Ibid. 64
Ibid, h.1-2
32
negara bersumber pada motif ekonomi.65
Oleh karena bersifat ekonomistik, maka
kajian EPI lebih banyak dikaitkan dengan tema-tema seperti pertumbuhan
ekonomi di negara-negara sedang berkembang (developing countries), peranan
perdagangan internasioanl dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi di dunia,
serta sistem keuangan internasional terhadap perekonomian dunia.66
Jeffry A. Frieden dan Wendy K. Lake, sebagaimana yang dikutip oleh
Umar Suryadi Bakry67
, mendefinisikan EPI sebagai studi yang saling
mempengaruhi (interplay) antara ekonomi dan politik dalam dunia global. Dalam
EPI, hakikat ekonomi mengandung makna kekayaan dan pasar; sementara politik
merupakan seperangkat institusi serta aturan yang mengatur interaksi ekonomi
dan sosial, yang direpresentasikan oleh negara. Untuk itu seraca singkat, ruang
lingkup studi EPI membahas interaksi, kait mengait, dan saling mempengaruhi
(interplay, interrelated, interrelationship) antara faktor-faktor politik dan
ekonomi dengan dua unsur variabel-variabel politik dan ekonomi dalam
menganalisa fenomena di negara dunia ketiga.
C. 2. Interdependensi
Konsep interdependensi dalam EPI, menyatakan bahwa negara bukanlah
aktor independen secara keseluruhan. Konsep interdependensi menjelaskan bahwa
tidak ada satu negara pun yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, masing-
masing akan memiliki saling ketergantungan pada sumber daya dan produk dari
65 Ibid, h. 3
66
Ibid. 67
Ibid, h. 4
33
negara lainnya.68
Pada dasanya, interdependensi adalah konsep turunan dari
liberalisme dalam ekonomi. Liberalisme interdependensi memiliki asumsi bahwa
modernisasi akan meningkatkan tingkat interdependensi antar negara. Para
teoritisi liberal percaya bahwa keterbelakangan ekonomi di negara-negara
berkembang terutama disebabkan oleh faktor domestik (internal) di negara
tersebut.69
Faktor-faktor tersebut bersumber dari sistem politik dan sistem sosial,
seperti korupsi, kolusi, struktur birokrasi yang berbelit yang menyebabkan
perekonomian menjadi tidak efisien. Sebab itu, kaum liberal berpendirian bahwa
untuk mengatasi keterbelakangan tersebut yakni mengintegrasikan diri dalam
sistem ekonomi pasar dunia.70
Interdependensi dapat terjadi dalam berbagai isu, seperti ekonomi, politik
dan sosial. Interdependensi perekonomian antara negara berkembang dengan
negara lainnya akan menaikkan pembangunan ekonomi. Untuk melakukan suatu
interdependensi dalam pasar global, konsekuensinya, diperlukan adanya
pergeseran-pergeseran dalam sistem politik dan sosial dalam suatu negara.
Transformasi pada negara berkembang harus menciptakan suatu organisasi yang
memiliki nilai sosial dan politik yang rasional dan efisien.71
Pentingnya suatu
negara dalam melakukan transformasi dalam menanggapi perubahan pasar global,
seperti yang dinyatakan Richard Rosecrance dan Arthur Stein,
“During the past half-century, political changes within society have made
it impossible for political leaders to ignore the domestic impact of external
68
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, (Bandung: Remaja Rodsakarya, 2005), h. 77. 69
Norman Gemmell, Ilmu Ekonomi Pembangunan, beberapa survey, (Jakarta: Pustaka
LP3ES, 1992), h. 65. 70
Ibid,h. 66. 71
Ibid.
34
economic forces … Economic effects are now fully comprehended within
political realm. Thus, politically significant interdependence is much
higher today than is was …”72
Pergeseran sistem politik dunia, menjadikan faktor ekonmi menjadi hal yang tidak
dapat dipungkiri lagi menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan
ekonomi dan kestabilan politik dalam suatu negara. Untuk itu, dewasa ini
hubungan interdependensi politik antar negara akan jauh meningkat, dan tidak
dapat dihindarkan.
72 Richard Rosecrance dan Arthur Stein, “Interdependence: Myth or Reality”, World
Politics 26, No. 1(Oktober, 1973), h. 12, diakses pada tanggal 29 Mei 2016, melalui
http://www.grandstrategy.net/Articles-pdf/Interdependence_Myth_or_Reality.pdf.
35
BAB III
GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL ASING
(PMA) DAN LATAR BELAKANG INVESTASI KERETA CEPAT
JAKARTA-BANDUNG
Dalam bab ini, penulis membagi pembahasan menjadi lima bagian.
Pembahasan pertama, akan dimulai pada pola perkembangan kebijakan
Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. Pembahasan tersebut berguna
untuk mengetahui perkembangan keterbukaan kebijakan PMA di Indonesia, serta
perbedaannya pada masa Presiden Jokowi (Jokowi). Kemudian pembahasan
selanjutnya yaitu kondisi ekonomi-politik dengan melihat karakter kebijakan
PMA di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, hingga dinamika rezim
Presiden Jokowi.
Selanjutnya, penulis juga akan membahas mengenai hubungan ekonomi
politik Indonesia dengan Tiongkok. Pembahasan tersebut penting untuk melihat
karakteristik Tiongkok sebagai negara investor, terkait dengan tren investasi
Tiongkok yang tidak signifikan di masa pemerintahan sebelum Presiden Joko
Widodo (Jokowi). Terakhir, adalah potret master plan rencana pembangunan
kereta cepat yang telah ada pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan gambaran umum profil rencana pembangunan kereta cepat
Jakarta-Bandung pada masa pemerintahan Jokowi.
36
A. Perkembangan Kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia
Kebijakan PMA di Indonesia diawali pada rezim Orde Lama dengan
Rencana Urgensi Perekonomian (RUP) pada 1949, yang kemudian menghasilkan
produk Undang-Undang No. 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing
sebagai kebijakan investasi asing pertama di Indonesia. Kondisi politik ekonomi
Indonesia pasca kemerdekaan hingga 1949, masih belum cukup stabil dan banyak
menyisakan aset investasi asing kolonial Belanda. Kesadaran akan pentingnya
aliran investasi asing sebagai pendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
nasional, mulai digagas melalui RUP yang dimaksudkan sebagai salah satu
perwujudan dari kebijakan umum dibidang ekonomi, serta memberikan arahan
kegiatan pemerintah dalam pengaturan penanaman modal yang bercorak
nasionalistik.73
Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA), No. 78 Tahun
1958 membatasi modal asing dalam sektor-sektor produksi tertentu yang dianggap
vital. Di antaranya sektor transportasi, telekomunikasi, energi, persenjataan, dan
pertambangan. Hingga kemudian, pada 1965, UU PMA No. 78 Tahun 1958
mengalami pencabutan oleh rezim Orde Lama melalui Undang-Undang No.16
Tahun 1965 tentang pencabutan Undang-Undang No. 78 Tahun 1958. Kebijakan
pencabutan UU PMA tersebut menampakkan watak pemerintah Orde Lama yang
73
Budhivaja, Bahan Perkuliahan “Hukum Investasi dan Pasar Modal”, Chapter IV,
(Universitas Narotama, 2012), h. 32-33. Diunduh pada tanggal 17 Januari 2016, melalui
http://budhivaja.dosen.narotama.ac.id/files/2012/02/HKINVEST-2012-Capter-IV.pdf.
37
cenderung anti investasi asing. Berdasarkan UU PMA No. 78 Tahun 1958, poin
(c), disebutkan:
“… bahwa untuk melaksanakan prinsip berdiri di atas kaki sendiri di
bidang ekonomi dan prinsip Dekon untuk membangun ekonomi nasional
yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan feodalisme, harus dikikis habis
penanaman/operasi modal asing di Indonesia, sehingga dapat
memperbesar produksi nasional guna mempertinggi tingkat penghidupan
Rakyat Indonesia.”74
Dengan pencabutan UU PMA tersebut, dianggap bahwa segala kegiatan
penanaman modal asing di Indonesia tidak lagi diberadakan, dan mengakhiri (me-
likwidasi) kegiatan investasi asing yang masih atau sedang berjalan. Pada rezim
Soekarno, kegiatan penanaman modal asing disaratkan sebagai kegiatan yang
bersifat neokolonialisme, dan “penghisapan” atas rakyat Indonesia.75
Sesaat setelah lengsernya rezim Orde Lama, kebijakan PMA mengalami
perubahan menuju pada keterbukaan investasi asing pada rezim Orde Baru. Hal
tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967
tentang PMA yang sarat nuansa liberal dan pro-asing. Undang-Undang
Penanaman Modal (UU PM) memperbolehkan modal asing untuk masuk meski
dalam porsi terbatas sampai 5%.76
Kemudian setahun berselang, rezim Orde Baru
menerbitkan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 yang dalam Pasal 3 Ayat 1
74
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan
Undang-Undang No. 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran-Negara Tahun
1958, No. 138) Yang Telah Diubah Dan Ditambah Dengan Undang-Undang No. 15 PRP Tahun
1960 (Lembaran-Negara Tahun 1960 No. 42), h. 1. Diunduh pada tanggal 24 April 2016, melalui
http://dapp.bappenas.go.id/upload/pdf/UU_1965_016.pdf. 75
Ibid. 76
Artikel pada situs Membunuh Indonesia, “Dominasi Investasi Asing di Indonesia dan
Pertanggungjawaban Pemerintah Jokowi-JK”. Diakses pada 24 April 2016, melalui
http://membunuhindonesia.net/2015/01/dominasi-investasi-asing-di-indonesia-dan-
pertanggungjawaban-pemerintah-jokowi-jk/.
38
menyatakan penambahan kepemilikan modal asing hingga 49% pada perusahaan
nasional.77
Peran aktif negara dalam investasi asing pada masa Orde Baru juga
ditunjukkan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
yang berperan besar dalam mempercepat dan mempermudah proses investasi
asing. Di antaranya dengan mempersingkat waktu persetujuan dan izin investasi,
termasuk penghapusan persyaratan investasi dan kewajiban konsultasi.78
Pemerintah pada masa itu menyediakan perlindungan hukum bagi investor asing
lewat Investment Guarantee Agreement (IGA)79
yang ditandatangani oleh negara-
negara ASEAN. Kesepakatan IGA, yang tercantum dalam International
Investment Agreements (IIAs)80
, secara umum meliputi:
1. Prinsip-prinsip perlakuan non-diskriminasi;
2. Prinsip-prinsip terhadap perlakuan standar minimum di bawah
hukum internasional;
77
Ibid. 78
Ibid. 79
Investment Guarantee Agreement (IGA), adalah kesepakatan kerjasama antar negara
ASEAN dalam menghadapi percepatan industrialisasi di negara-negara ASEAN. IGA
ditandatangani pada tahun 1987, dengan tujuan menciptakan arus investasi yang sehat dan kondisi
yang menguntungkan dalam investasi ke negara-negara ASEAN. Kesepakatan IGA berusaha
untuk mempromosikan arus investasi yang lebih besar dengan menyediakan kerangka hukum yang
jelas melalui penetapan norma-norma investasi dan perlindungan dalam penawaran berinvestasi di
negara lain. Lihat Nanda Nurridzki, “Learning from the ASEAN+1 Model and the ACIA”,(March
2015), h.1. Diunduh pada tanggal 2 Mei 2016, melalui http://www.eria.org/ERIA-DP-2015-19.pdf.
80
IIAs secara luas merupakan perjanjian yang menetapkan aturan mengikat perlindungan
investasi. Bentuk-bentuk utama dari IIAs di antaranya Bilateral Investment Treaties (BITs) yaitu
bila digunakan dalam konteks bilateral, atau Investment Guarantee Agreement (IGA) untuk
mempromosikan arus investasi yang lebih besar antara kedua negara penandatangan dan
menetapkan standar perlindungan bagi investasi yang dilakukan di satu negara dengan investor
dari negara lain, dan Free Trade Agreements (FTAs) yang meliputi berbagai perdagangan dan isu
terkait perdagangan yang melibatkan barang, jasa, pertanian, dan investasi. Lihat Martin A.
Weiss,dkk. “International Investment Agreements (IIAs): Frequently Asked Questions”,(May 15,
2015), h. 8. Diunduh pada tanggal 2 Mei 2016, melalui
https://www.fas.org/sgp/crs/misc/R44015.pdf.
39
3. Perlindungan terhadap pengambil-alihan ilegal;
4. Kompensasi atas kerugian yang timbul dari perang, konflik
bersenjata dan perselisihan sipil;
5. Kebebasan untuk transfer modal;
6. Akses kepada arbitrase internasional untuk sengketa
investasi.81
Menjelang berakhirnya rezim Orde Baru, pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) No.20/1994 , yang menyatakan dengan jelas bahwa investor
asing berhak memiliki saham hingga 95%.82
Liberalisasi investasi asing
diberlannjutkan hingga masa reformasi melalui pembebasan pemilikan saham
asing hingga 99% di sektor perbankan.83
Hingga pada akhirnya liberalisasi investasi dilakukan secara lebih
terstruktur dan reformatif melalui deregulasi UU PMA di masa kepemimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan menerbitkan Undang-
Undang No.25 Tahun 2007 tentang Undang-Undang Penanaman Modal.
Kebijakan tersebut menggantikan UU PMA yang telah ada sebelumnya, dan
berlaku hingga saat ini. Tabel III.A.1 pada halaman selanjutnya akan
menunjukkan karakter yang berbeda pada kebijakan investasi asing pada tiap
rezim.
81
Lihat situs Ministry of Trade and Industry Singapore, “MTI Instights: International
Investment Agreement”, diakses pada tanggal 30 April 2016, melalui
https://www.mti.gov.sg/MTIInsights/Pages/IGAs.aspx. 82
Peraturan Pemerintah (PP) No.20/1994, diakses pada tanggal 5 Mei 2016, melalui
https://www.minerba.esdm.go.id/library/sijh/pp-20-1994.pdf. 83
Artikel pada situs Membunuh Indonesia, “Dominasi Investasi Asing di Indonesia dan
Pertanggungjawaban Pemerintah Jokowi-JK”, diakses pada 24 April 2016, melalui
http://membunuhindonesia.net/2015/01/dominasi-investasi-asing-di-indonesia-dan-
pertanggungjawaban-pemerintah-jokowi-jk/.
40
Tabel.III.A. 1. Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia84
Kebijakan yang bersifat reformatif diperlukan untuk memberikan dorongan dan
fasilitas terhadap pihak swasta untuk melakukan investasi, dan menciptakan iklim
investasi yang sehat sebagai partisipan dalam pasar internasional. Sebagai negara
berkembang, Indonesia dituntut untuk turut berpartisipasi dalam pasar bebas dan
memperbaiki kondisi dalam negeri melalui deregulasi. Untuk itu, entah semakin
cenderung bersifat liberal atau nasionalistik, deregulasi ditujukan untuk
menciptakan iklim investasi yang lebih sehat, disertai dengan kepastian hukum
untuk mencapai pembangunan nasional.
84
Ragimun, “Analisis Investasi Tiongkok ke Indonesia Sebelum dan Sesudah ACFTA”,
Peneliti pada Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Badan Kebijakan Fiskal, h. 8. Diakses pada 13
Mei 2016, melalui
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Analisis%20investasi%20Tiongkok%20ke%20Indo
nesia%20sebelum%20dan%20sesudah%20ACFTA.pdf.
Periode Karakter Kebijakan
1948-1966 Ekonomi nasionalis, nasionalisasi
perusahaan Belanda.
1967-1973 Sedikit liberalisasi perdagangan.
1974-1981 Substitusi impor, booming komoditas
primer dan minyak.
1982-sekarang Liberalisasi perdagangan dan orientasi
ekspor.
41
B. Kondisi Ekonomi-Politik pada Rezim Presiden Joko Widodo
B. 1. Karakteristik Kebijakan Investasi
Dua tahun berjalan pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden
(Wapres) Jusuf Kalla (JK), telah menghadirkan banyak kebijakan yang bersifat
reformatif. Hal tersebut khususnya terlihat pada sektor pembangunan dan
investasi sektor rill85
. Berdasarkan agenda prioritas kerja yang disebut “Nawa
Cita”86
, Jokowi bergerak secara progresif melalui serangkaian kebijakan yang
difokuskan pada pembangunan ekonomi “poros martim dunia” melalui perbaikan
tatanan politik. Kebijakan pemangkasan 42 ribu peraturan baik Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), dan regulasi lainnya menjadi
separuhnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah ruang gerak
pemerintah sehingga lebih fleksibel dalam menarik arus investasi dari luar negeri
dan menjalankan program pembangunan baik di bidang ekonomi, politik, sosial
dan budaya.87
85
Investasi di sektor riil (real asset), merupakan investasi di produk yang lebih terlihat
secara fisik, misalkan sektor produksi, properti, dan sebagainya. Peningkatan pada
kapasitas/produksi sektor rill sama dengan menyerap tenaga kerja baru dan meningkatkan
pendapatan pekerja yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi. Diakses pada 13 Mei
2016, melalui http://mre.co.id/investasi-sektor-riil/. 86
Sembilan agenda prioritas pemerintahan Jokowi-JK yang disebut sebagai Nawa Cita, di
antaranya: (1) pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif; (2) mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang bersih dan demokratis; (3) membangun desa dan daerah pinggiran; (4)
reformasi sistem penegakan hukum; (5) peningkatan kualitas hidup manusia; (6) meningkatkan
produktivitas dan daya saing di pasar internasional; (7) mewujudkan kemandirian ekonmi
domestik; (8) revolusi karakter bangsa; (9) memperteguh ke-Bhineka-an dan restorasi sosial
Indonesia. Diunduh pada 11 Mei 2016, melalui
http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf. 87
Situs BeritaSatu.com, “Jokowi Pangkas 42 Ribu Aturan Jadi 11 Ribu“, diakses pada 15
Mei 2016, melalui http://www.beritasatu.com/nasional/331173-jokowi-pangkas-42-ribu-aturan-
jadi-11-ribu.html.
42
Sederet paket kebijakan yang dikeluarkan dikeluarkan Presiden Jokowi
berfokus pada perubahan di tiap sektor yang bersifat spesifik. Paket-paket
kebijakan diantaranya bersifat menekankan pada deregulasi, insentif pajak,
penghapusan redundansi, prediktabilitas dan penyelarasan (bea cukai di
pelabuhan, penggunaan lahan, dan mata uang untuk pembayaran).88
Shannon
Hayden dalam artikel pada forum Foregin Policy Community of Indonesia (FPCI)
menyebutkan bahwa,
“ The reforms reflect Jokowi’s mindset: they are practical and focused on
concrete steps. But while the spirit of the reforms is in line with accepted
practices for improving ease of doing business, implementation of such an
ambitious program in a country focused on decentralization and
empowerment of local officials is a fair test for Jokowi’s prowess as a
politician and president. The 13th package, in fact, is expected to address
procedures at the regional level.” 89
Hayden memandang semangat reformasi Presiden Jokowi melalui
kebijakannya, adalah mencerminkan karakternya yang pragmatis dan fokus pada
progres nyata. Menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2016, secara perlahan Jokowi mengejar ketertinggalan dengan membuka lebar
kemudahan investasi asing, yang juga diimbangi dengan meningkatkan peran
pemerintah lokal. Hingga Juni, 2015, Bank Dunia menempatkan Indonesia pada
peringkat 109 untuk kemudahan melakukan bisnis, di belakang negara-negara
88
Shannon Hayden, “With a Dozen Economic Reform Packages under His Belt,
Indonesia’s Jokowi Settles in”, Foreign Policy Community of Indonesia, (02 Juni 2016). Didapat
melalui daily update pesan elektronik (e-mail), pada tanggal 02 Juni 2016. 89
Ibid.
43
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina.90
Untuk
memperbaiki keadaan tersebut, dilakukan revisi pada kebijakan mengenai Daftar
Negatif Investasi (DNI), yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.
44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha
yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, pada 12 Mei
2016. Dibandingkan dengan DNI pada pemerintahan sebelumnya, DNI yang baru
memberikan banyak fleksibilitas untuk bidang usaha. Setidaknya terdapat sekitar
tujuh bidang usaha yang diperbolehkan kepemilikan modal asing maksimal 95%
dengan syarat kemitraan bersama pemerintah dan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM).
Gambar III. 1. Tingkat Kemudahan Bisnis di Indonesia 91
90
Trading Economics “Ease of Doing Business in Indonesia 2008-2016” , diakses pada
tanggal 11 Juni 2016, melalui http://www.tradingeconomics.com/indonesia/ease-of-doing-
business.
91Data diolah oleh penulis, melalui http://www.tradingeconomics.com/indonesia/ease-of-
doing-business, diakses pada tanggal 11 Juni 2016.
129 126
116
120 122
129
120
109
95
100
105
110
115
120
125
130
135
2006-2008 2008-2010 2012-2014 2014-2015
44
Data pada Gambar III.1 menunjukkan, pencapaian peringkat tertinggi
Indonesia sejak 2006 dalam kemudahan berusaha diantara 189 negara. BKPM
menilai pemeringkatan yang dilakukan Bank Dunia belum mencerminkan
keseluruhan perbaikan reformasi birokrasi investasi yang telah diupayakan
pemerintah pada tahun ini. Naiknya tingkat investasi secara otomatis akan
menaikkan tingkat konsumsi masyarakat. Berdasarkan prinsip persamaan
ekonomi mengenai pendapatan negara atau Gross Domestic Product (GDP),
yaitu,
Prinsip persamaan di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara (Y)
bersumber pada konsumsi masyarakat (C), keseimbangan belanja pemerintah (G),
ditambah dengan investasi (I) dan ekspor neto (X-M)92
. Untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi negara yang tinggi, diperlukan dorongan pada investasi
untuk menaikkan tingkat konsumsi masyarakat. Dengan kata lain, secara politik,
tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi menunjukkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Salah satu kendala rendahnya tingkat investasi di Indonesia pada
delapan tahun terakhir, adalah rendahnya pembangunan infrastruktur dalam
negeri.
Sebuah studi yang dilakukan para ekonom dan ahli politik di Australian
National University (ANU) mengenai pemerintahan SBY, menyebutkan bahwa
rendahnya tingkat investasi di awal masa Jokowi tidak terlepas dari kebijakan
92
Ekspor neto (net exports) adalah nilai ekspor sebuah negara dikurangi dengan nilai
impornya, disebut juga sebagai neraca perdagangan.
Y = C+G+I+ (X-M)
45
pada pemerintah sebelumnya. Mereka menyatakan bahwa secara politik,
pemerintahan SBY bersifat stabil namun mengalami stagnansi dalam
perekonomian. Dalam upaya keterbukaan investasi dan bisnis, para peneliti ANU
menyebutkan bahwa “No significant improvement in the investment climate
during the SBY decade” 93
. Tidak adanya upaya signifikan dalam perubahan iklim
investasi di masa SBY jilid II94
, menyebabkan stagnansi perekonomian dan
kurangnya pembangunan infrastruktur. Pemerintahan SBY banyak mengeluarkan
gagasan dan masterplan mengenai pembangunan infrastruktur, namun tidak
diimbangi dengan implementasi dan kinerja yang berani. Keadaan tersebut
dipaparkan para peneliti ANU bahwa,
“ Several summits and master plans, but a major area of under-
performance (…) Tight fiscal policy, reluctance to borrow. Meddling
DPR, deters private investors.Very little reform of SOEs,(…) Inter-
jurisdictional cooperation issues, role of local goverments, and their
expenditure priorities …” 95
Pernyataan di atas menyebutkan bahwa, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
terlalu banyak campur tangan dalam urusan investasi sehingga menghalangi
investor swasta. Minimnya reformasi yang dilakukan pada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), dan peran pemerintah lokal, serta prioritas ekspenditur menjadi
faktor rendahnya pembangunan infrastruktur. Berdasarkan laporan World
Economic Forum (WEF) 2016 mengenai Global Competitiveness Index, peringkat
93
Haryo Aswicahyono, Riza Halili, Stephen Howes, “The Indonesian Economy during
the SBY Decade: A Balance Sheet Hal Hill Australian National University (ANU) Indonesia
Update, (September,2014), h. 29. Diakses pada tanggal 22 Mei 2016, melalui
http://asiapacific.anu.edu.au/sites/default/files/indonesia/Indo-Update-14-Day-2-10a-Hill.pdf.. 94
Merupakan periode kedua Susilo Bambang Yudhoyoho (SBY) menjabat sebagai
presiden berdasarkan hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. 95
Ibid.h. 33
46
kualitas infrastruktur Indonesia menempati peringkat 37 dari 144.96
Untuk
mengejar ketertinggalan tersebut, maka di awal masa pemerintahannya, Jokowi
menggencar pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia dengan
melibatkan peran pemerintah lokal dan sinergi badan usaha. Kebijakan moneter
harus ditopang langkah pemerintah untuk menggenjot proyek-proyek infrastruktur
guna menumbuhkan investasi dan mendorong konsumsi.
C. Hubungan Ekonomi Politik Tiongkok dan Indonesia
Hubungan ekonomi dan politik Indonesia-Tiongkok sudah dimulai
berabad-abad silam.97
Walaupun sempat mengalami pasang surut akibat dinamika
sosial dan politik kedua negara, Tiongkok dan Indonesia memiliki fondasi
kedekatan historis yang kuat. Dalam wawancara pribadi, Mantan konselir
perwakilan Indonesia untuk Tiongkok, Gudadi B.Sasongko, yang telah sepuluh
tahun berpengalaman menangani hubungan politik kedua negara, menyatakan,
“ Hubungan kedua bangsa ini sudah terbangun jauh sebelum era negara
modern. Negara moderen Tiongkok berdiri pada tahun 1911. Kita sendiri
baru merdeka pada tahun 1945. Dinamika internal politik di Tiongkok
kemudian melahirkan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tahun 1949 dan
pada tahun 1950 baru dijalin hubungan kerjasama negara ”98
96
Klaus Schwab, “The Global Competitiveness Report 2015-2016”, World Economic
Forum, diakses pada tanggal 18 Juni 2016, melalui http://reports.weforum.org/global-
competitiveness-report_2015-2016.pdf. 97
Ragimun, “Analisis Investasi”, h. 1. 98
Wawancara pribadi dengan Gudadi B.Sasongko, mantan konselir perwakilan Indonesia
di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing, Tiongkok, melalui pesan elektronik (e-
mail) pada tanggal 10-17 Mei 2016.
47
Lebih lanjut, Sasongko menjelaskan bahwa periode 1950-1965 merupakan
periode yang membawa hubungan kedua negara pada level kondusif dalam bidang
politik, setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis
Indonesia (G/30/S PKI) yang kemudian membawa hubungan kedua negara pada
tingkat terendah.99
Hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok sempat mengalami
vakum dan dibekukan pada 1967, hingga baru dicairkan 23 tahun kemudian, yaitu
pada 1990.100
Seiring dengan perubahan besar Tiongkok melalui gerakan
reformasi ekonomi Deng Xiaoping dan juga reformasi yang terjadi di Indonesia,
membawa “pendulum” hubungan ekonomi politik ke area yang lebih positif.101
Kedekatan “pendulum” hubungan ekonomi politik Indonesia-Tiongkok
dimulai sejak Tiongkok membuka sistem perekonomian pada pasar bebas secara
resmi melalui keikutsertaan dalam World Trade Organization (WTO) pada
2000.102
Kemudian pada 2004, Tiongkok menandatangani perjanjian ASEAN
China Free Trade Area (ACFTA) yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2004.103
Hal
tersebut secara signifikan tentu menguntungkan ekonomi, perdagangan dan
investasi intra-regional serta akan menjadi tonggak bagi hubungan ekonomi
ASEAN-Tiongkok di masa datang tidak terkecuali bagi Indonesia. Perkembangan
realisasi investasi Tiongkok ke Indonesia sebelum dan sesudah ditanda tanganinya
ACFTA ditunjukkan pada Gambar III.2.
99
Ibid. 100
Ibid. 101
Ibid. 102
Ibid. 103
Ragimun, “Analisis Investasi”, h. 2.
48
Gambar III. 2 Perkembangan Realisasi Investasi Tiongkok ke Indonesia
2001-2007 (juta US$) 104
Secara umum investasi negara-negara ASEAN, Jepang, Amerika Serikat lebih
tinggi dibandingkan dengan investasi Tiongkok ke Indonesia. Dengan
menggunakan data 2002 sampai dengan 2004 atau sebelum perjanjian AC FTA
investasi negara-negara ASEAN ke Indonesia 18 kali lipat dengan rata-rata
559,83 juta US$ pertahun. Dengan data data 2005 sampai dengan 2008 atau
sesudah perjanjian ACFTA menunjukkan 38 kali lipat dengan nilai rata-rata
2.265,20 juta US$ pertahun. Sedangkan rata-rata investasi Tiongkok ke Indonesia
hanya sebesar 32,43 juta US$ sebelum perjanjian ACFTA dan naik menjadi
sebesar 59,33 juta US$. Hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa persentase
investasi Tiongkok ke Indonesia dibandingkan dengan total investasi dunia ke
Indonesia tidak ada peningkatan, sesudah perjanjian ACFTA hanya rata-rata
sebesar 0,006% sedangkan sebelumnya juga rata-rata sebesar 0,006%.105
Penulis
berasumsi bahwa tidak terjadinya peningkatan signifikan terhadap investasi
Tiongkok ke Indonesia bahkan setelah dibukanya perjanjian ACFTA, dikarenakan
faktor kurangnya pembangunan infrastruktur dan lemahnya iklim investasi
104
Ibid. h. 14. 105
Ibid.
49
Indonesia yang diakibatkan ketidakstabilan ekonomi makro, ketidakpastian
kebijakan, korupsi (oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat), perizinan usaha, dan regulasi pasar.
Pada masa Pemerintahan Presiden SBY, Indonesia dan Tiongkok sepakat
membangun Kemitraan Strategis pada 2005, dengan implementasi penyusunan
Plan of Action (PoA) 2010-2015. Kemudian pada 2013, platform kerjasama
bilateral tersebut menjadi Komprehensif Kemitraan Strategis. Meski hubungan
ekonomi politik Indonesia-Tiongkok telah berangsur kondusif dengan adanya
perjanjian ACFTA dan kemitraan strategis, namun masih tidak begitu saja
meningkatkan total investasi Tiongkok ke Indonesia. Hingga pada 2014, tercatat
terdapat 501 proyek investasi dengan total nilai US$ 800 juta dari Tiongkok ke
Indonesia. Hal tersebut otomatis menjadikan Tiongkok sebagai investor asing
terbesar ke-8 pada 2015.106
Intensitas investasi Tiongkok ke Indonesia semakin terlihat sejak rezim
Presiden Jokowi. Hal tersebut merupakan permulaan dari perkembangan secara
drasatis hubungan ekonomi-politik Indonesia dengan Tiongkok dari posisi stagnan
yang sudah berlangsung lama. Kedekatan tersebut umumnya didasarkan pada tiga
faktor. Pertama dan terpenting, yaitu upaya Presiden Jokowi yang intens untuk
menarik investasi Tiongkok ke Indonesia yang dianggap sebagai arah
kecondongan Indonesia kepada Tiongkok. Kedua, dukungan dan partisipasi
Indonesia dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang dipimpin
Tiongkok. Ketiga, keputusan untuk mendukung Tiongkok atas Jepang untuk
106
Dokumen Snapshot Hubungan Bilateral Indonesia-RRT, (Kementerian Luar Negeri,
updated 2016), h. 2
50
proyek kereta cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung dipandang oleh
beberapa pihak sebagai konfirmasi akhir dari kecenderungan-kecenderungan yang
telah ada.107
Hingga saat ini, ekonomi telah menjadi platform hubungan kedekatan
kedua Negara tersebut. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kesepakatan-
kesepatakan kemitraan baru antara Indonesia dengan Tiongkok pada 2015. Di
antaranya “Joint Statement on Strengthening Comprehensive Strategic Partnership
between the People’s Republic of China and the Republic of Indonesia pada 26
Maret 2015, dan Joint Communique between the Republic of Indonesia and
People’s Republic of China” pada 22 April 2015.108
Kemitraan Strategis antara
Tiongkok dan Indonesia merupakan bentuk kerjasama Tiongkok dengan negara-
negara “kunci” dan bersifat terbatas dalam hubungan ekonomi politik antar
negara.109
C. 1. Karakteristik Tiongkok Sebagai Negara Investor
Untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai latar belakang investasi
Tiongkok dalam kereta cepat terhadap Indonesia, maka ada baiknya untuk terlebih
dahulu memahami karakteristik Tiongkok sebagai negara investor. Berdasarkan
perspektif ekonomi politik, maka akan diuraikan pemaparan mengenai
kepentingan yang dimiliki Tiongkok dalam melakukan investasi ke berbagai
negara berkembang, yang salah satunya adalah Indonesia.
107
The Jakarta Post, “Insight: Is Indonesia tilting toward China?”, diakses pada tanggal
13 Juni 2016, melalui http://www.thejakartapost.com/news/2015/12/11/insight-is-indonesia-
tilting-toward-china.html. 108
Dokumen Snapshot Hubungan Bilateral Indonesia-RRT, h. 2. 109
Wawancara pribadi dengan Gudadi B.Sasongko.
51
Sebelum memulai reformasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan pada
37 tahun lalu, Tiongkok dikenal sebagai negara dengan ekonomi sangat miskin,
stagnan, sangat tidak eifisen, dan relatif terisolasi dari ekonomi global. Sejak
dibukanya perdagangan luar negeri dan investasi pasar bebas pada 1979,
Tiongkok telah berubah menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di
dunia, dengan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 10% hingga
2011. Saat ini Tiongkok dikenal sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di
dunia, dan penguasa pasar ekspor serta kreditur terbesar.110
Tiongkok berhasil
mengeser sektor industri konvensional menjadi negara industri modern, dan
berubah menjadi negara industri maju seperti halnya Jepang dan Korea Selatan.111
Meskipun pendapatan per kapita Tiongkok masih sangat rendah (sekitar US$
2.500), Tiongkok merupakan negara yang memiliki sistem pendanaan sangat baik.
Pada Oktober 2006, pemerintah Tingkok menginisiasi program
pembangunan dengan jargon “harmonious socialist society”112
. Jargon tersebut
memberikan makna bahwa di balik sistem politiknya yang komunis, Tiongkok
juga concern terhadap kesejahteraan negaranya. Pada 2007, pemerintah Tiongkok
mengalami surplus anggaran berdasarkan hasil dari net exporter of capital
sehingga memiliki banyak cadangan devisa yang berlebih.113
Selama empat bulan
pertama 2008, cadangan devisa Tiongkok meningkat rata-rata sebesar $ 80 miliar
110
Wayne M. Morrison, “China’s Economic Conditions”, Congressional Research
Service (CRS) Report, (26 Juni 2012), diakses pada tanggal 13 Mei 2016, melalui
http://fpc.state.gov/documents/organization/194783.pdf 111
Ragimun, “Analisis Investasi”, h. 2. 112
Wayne M. Morrison, “China’s Economic Conditions”. 113
Pieter Bottelier, “China Excess Liquidity Trap”, (Asia Times, Agustus, 2008), diakses
pada tanggal 23 Mei 2016, melalui
http://www.atimes.com/atimes/China_Business/JH29Cb01.html.
52
per bulan, dan akan terus bertambah, jika tren tersebut berlanjut.114
Hingga 2014,
cadangan devisa yang dimiliki Tiongkok merupakan yang tertinggi di dunia, yaitu
mencapai US$ 3,84 triliun.115
Kondisi tersebut mungkin terdengar positif, namun terdapat
ketidakseimbangan terkait ekonomi Tiongkok yang besar, yang membahsemakin
mengkhawatirkan pemerintah. Hal tersebut tentunya akan memiliki implikasi
yang signifikan baik terhadap nasional maupun internasional.116
Pieter Bottelier,
dalam sebuah artikel menyatakan,“China has to be concerned that excess domestic
liquidity will cause economic overheating”117
. Pemerintah Tiongkok khawatir jika
excess domestic liquidity akan menyebabkan overheating ekonomi. Aliran uang
yang berlebih dalam suatu negara akan menimbulkan banyak goncangan yang
dapat membahayakan seluruh sector dalam negeri dan memperlambat
pertumbuhan ekonomi.
Untuk menjaga stabilitas ekonomi, maka sejak 2007 pemerintah Tiongkok
melakukan pilihan untuk mengurangi kepemilikan cadangan devisa melalui
investasi langsung ke luar negeri (foreign direct investment/ FDI). Tiongkok
mulai mempopulerkan investasi besar-besaran yang dikhususkan kepada negara
berkembang. Melalui kebijakan tersebut, Tiongkok dapat menjaga keseimbangan
surplus neraca pembayaran dan meningkatkan akses pasar.118
114
Ibid. 115
Dokumen Snapshot Hubungan Bilateral Indonesia-RRT, h. 1. 116
Pieter Bottelier, “China Excess Liquidity”. 117
Ibid. 118
Ibid.
53
Data pada Gambar III.3, menunjukkan penurunan tajam pada cadangan
devisa setelah Bank Rakyat Tiongkok (People Bank of China/PBoC) telah
menjual kelebihan dolar dan banyak melakukan FDI ke berbagai negara
berkembang hingga 2015. Tren pendapatan devisa Tiongkok mencapai tingkat
terendahnya pada 2016, sebesar $3,2 triliun. Meski demikian, penurunan
cadangan devisa hanya memiliki dampak kecil pada stabilitas arus keuangan di
Tiongkok. Penurunan cadangan devisa tersebut mengungkapkan bahwa upaya
pemerintah Tiongkok untuk menekan arus modal masuk dalam negara belum
signifikan berhasil. Upaya investasi yang dilakukan Tiongkok secara massive ke
negara berkembang, masih menjadi suatu pilihan yang tidak bisa dihindari dan
merupakan suatu kebutuhan. Hal tersebut tentunya menjadi salah satu alasan
Tiongkok untuk melakukan invstasi secara massive kepada Indonesia saat ini.
Gambar III. 3. Tren Pendapatan Cadangan Devisa Tiongkok 119
119
Lynn Noah, “Can China Make a Comeback?”, Market Realist,( 10Juni, 2016), diakses
pada tanggal 12 Juni 2016, melalui http://marketrealist.com/2016/06/why-did-chinas-foreign-
reserves-hit-lowest-level-since-2011/.
54
C. 2. Investasi Tiongkok ke Indonesia pada Rezim Presiden Joko Widodo
Berdasarkan data terbaru yang diterbitkan oleh BKPM, menunjukkan
bahwa investasi Tiongkok di Indonesia telah terus meningkat sejak tahun 2010.
Bahkan saata ini Tiongkok menjadi investor terbesar ke-10 di Indonesia. Dalam
hal investasi, karakter yang dimiliki Tiongkok adalah kurangnya komitmen dalam
realisasi proyek investasi yang telah didaftarkan. Menurut kepala BKPM Franky
Sibarani, tingkat implementasi investasi Tiongkok di Indoneisa hanya berkisar 7
sampai 10%, jauh di bawah tarif Jepang dan Korea Selatan, yang melebihi
70%.120
Namun sejak akhir 2014 hingga Februai 2016, komitmen investasi
Tiongkok merangkak naik, dan menempatkan Tiongkok sebagai investor terbesar
ketiga di Indonesia. Hal tersebut penulis duga dikarenakan adanya reformasi
ekonomi-politik pada internal kedua negara. Selain itu, potensi pasar strategis
yang dimiliki Indonesia dari Tiongkok, dan Indonesia sebagai mitra strategis
Tiongkok sejak 2005 menjadikan Indonesia sebagai pilihan strategis investasi
Tiongkok. Berdasarkan paparan Deputi BKPM, bahwa tujuan utama investasi
Tiongkok adalah negara Asia, dengan Indonesia sebagai utamanya.121
Hal tersebut
dibuktikan sesuai dengan laporan investasi luar negeri Tiongkok (china outward
foreign direct investment) melalui data pada Gambar III.4.
120
The Jakarta Post, “Insight: Is Indonesia tilting toward China?”, diakses pada tanggal
13 Juni 2016, melalui http://www.thejakartapost.com/news/2015/12/11/insight-is-indonesia-
tilting-toward-china.html. 121
BKPM, “Hingga Februari, Komitmen Investasi Rp 561 Triliun”, diakses pada tanggal
13 Juni 2016, melalui http://www.bkpm.go.id/id/publikasi/detail/berita-investasi/hingga-februari-
komitmen-investasi-rp-561-triliun.
55
Gambar III. 4. Sepuluh Besar Negara Tujuan Investasi Luar Negeri
Tiongkok 122
Investasi luar negeri Tiongkok, berdasarkan data pada Gambar III.4, menunjukkan
bahwa meski prioritas investasi luar negeri Tiongkok lebih difokuskan pada
Negara-negara Eropa dan Amerika, Indonesia masih menjadi pilihan dalam
berinvestasi, bahkan rasio investasi Tiongkok ke Indonesia mengalami kenaikan
jauh signifikan dibandingkan pada 2009. Realisasi investasi Tiongkok di
Indonesia ditunjukkan pula pada data di bawah ini,
122
Ernst&Young China, “Riding the Silk Road: China sees outbound investment boom
Outlook for China’s outward foreign direct investment”,(Maret, 2015), h. 12. Diakses pada tanggal
13 Juni 2016, melalui http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/ey-china-outbound-
investment-report-en/$FILE/ey-china-outbound-investment-report-en.pdf.
56
Gambar III. 5. Perkembangan Realisasi Investasi PMA Republik Rakyat
Tiongkok (RRT), Kuartal ke-4 2015 123
Data pada Gambar III.5 menunjukkan tingkat perbedaan antara jumlah
proyek investasi yang didaftarkan Tiongkok ke Indonesia, dengan jumlah
investasi yang ter-realisasi. Namun pada triwulan I 2016, realisasi Tiongkok
mencapai US$ 464,6 juta, naik 518,6% dibandingkan triwulan pertama 2015 US$
75,1 juta. Hal tersebut menempatkan Tiongkok sebagai investor terbesar ke-4
setelah Singapura, Jepang, dan Hong Kong.124
Kenaikan tingkat investasi Tiongkok tentunya disebabkan intensnya
Jokowi dalam menggandeng Tiongkok yang kemudian ditunjukkan melalui desk
khusus yang dibentuk BKPM untuk menangani dan memfasilitasi investor
123
BKPM, “Perkembangan Realisasi Investasi PMA Berdasarkan Laporan Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) Menurut Negara, Q4-2015”, http://www.bkpm.go.id/id/investasi-di-
indonesia/statistik. 124
BKPM, “ Desk Khusus Tiongkok Hadir Untuk Fasilitasi Investor” diakses pada 13
Juni 2016, melalui
http://www2.bkpm.go.id/images/uploads/file_siaran_pers/Siaran_Pers_BKPM_02052016_-
_Desk_Khusus_Tiongkok_Hadir_Fasilitasi_Investor_Tiongkok.pdf
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Nilai Investasi (US $) 173.6 128.2 141 296.9 800 628.3
Jumlah Proyek 113 160 190 411 501 1052
0
200
400
600
800
1000
1200
57
Tiongkok di Indonesia. Hal tersebut Adanya keselarasan cita-cita politik (political
will) Jokowi dalam poros maritim dunia, untuk mendorong pengembangan
infrastruktur dan konektivitas maritim, membawa kedekatan politik terhadap
Presiden Tiongkok, Xi Jinping, antar melalui visi yang dikenal “One Belt, One
Road”. Tiongkok, di sisi lain, memerlukan Indonesia sebagai sarana investasi
terkait upaya stabilisasi ekonomi-poltik Tiongkok. Realisasi investasi Tiongkok di
Indonesia terjadi saat kondisi perekonomian negara tersebut sedang melambat.125
Hal tersebut berbanding terbalik dengan Indonesia yang sejak akhir 2015 sudah
menunjukan tanda-tanda perbaikan. Pada kuartal IV-2015 pertumbuhan ekonomi
Indonesia membaik menjadi 5,04 %, meningkat dari kuartal sebelumnya.
Berdasarkan hasil wawancara langsung, Deny Tri Basuki, selaku Kepala
Direktorat Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekubang) Kementerian Luar
Negeri, menyatakan bahwa,
“… di kuartal pertama tahun ini investasi Tiongkok ke Indonesia sangat
meningkat sangat hingga 400%. Ketertarikan investasi Tiongkok ke
Indonesia apalagi dalam bidang infrastruktur sangat signifikan. Salah satu
nya yang sekarang jadi favorit yaitu proyek jalan tol, pelabuhan dan juga
kereta api cepat.”126
Minat investasi Tiongkok yang besar pada Indonesia, ditengarai adanya faktor
kepentingan yang besar, terkait transformasi Tiongkok yang saat ini menjelma
125
Adam Rizky Nugroho, “Investasi China di Indonesia Naik 400%, Apa
Penyebabnya?”,Bareksa, diakses pada tanggal 13 Juni 2016, melalui
http://www.bareksa.com/id/text/2016/04/26/investasi-china-di-indonesia-naik-400-apa-
penyebabnya/13195/news
126 Wawancara pribadi dengan Deny Tri Basuki, Kepala Direktorat Ekonomi, Keuangan,
dan Pembangunan (Ekubang) Kementerian Luar Negeri pada tanggal 17 Mei 2016.
58
menjadi negara investor terbesar di dunia. Merangkak naiknya investasi Tiongkok
di Indonesia justru memicu kenaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Gambar III. 6. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Tiongkok 127
Berdasarkan data pada Gambar III.6, pertumbuhan ekonomi Tiongkok
yang menurun, mengakibatkan adanya capital outflow boom ke negara mitra
strategis Tiongkok. Keadaan menurunnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok
menyebabkan Tiongkok sibuk berinvestasi ke luar negeri sehingga berdampak
pada naiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui arus modal masuk dari
Tiongkok. Ekonomi, menjadi faktor mendasar atas adanya interdependensi, pada
127
Bareksa, diakses pada tanggal 20 Juni 2016, melalui
http://www.bareksa.com/id/text/2016/04/26/investasi-china-di-indonesia-naik-400-apa-
penyebabnya/13195/news
59
kedua negara. Infrastruktur menjadi fokus utama kedua negara dalam
pembangunan poros maritim.
D. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas)
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas), merupakan bentuk dari
upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas infrastruktur transportasi,
khususnya pada sektor perkeretaapian. RIPNas merupakan rencana pembangunan
jangka panjang, dengan target pembangunan hingga 2030, yang berorientasi pada
perkembangan global dan modernisasi teknologi transportasi, guna menghadapi
persaingan global. Adapun secara garis besar, program utama dari RIPNas adalah
untuk mewujudkan jaringan perkeretaapian nasional secara lebih luas, sepanjang
12.100km, pada pulau Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.128
Gambar III. 7. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) 2030 129
128
Dokumen presentasi Rencana “Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung”,
Kementerian Perhubungan, (Jakarta, 14 Mei 2016), h. 10. 129
Ibid.
60
RIPNas merupakan rencana besar negara dengan tujuan untuk mengintegrasikan
dan menciptakan jaringan transportasi kereta lintas daerah, bahkan hingga lintas
wilayah batas antar negara. Berdasarkan hasil dari wawancara kepada
Kementerian Perhubungan, dengan Rosita selaku Kepala Pengembangan Bidang
Usaha Lalu Lintas Perkeretaapian terkait rencana pembangunan dan pendanaan
RIPNas, dinyatakan bahwa tidak akan sepenuhnya bertumpu pada APBN. Akan
dilakukan inovasi dalam skema pendanaan infrastruktur melalui kerjasama
pemerintah dengan badan usaha.130
Adapun proyek yang akan dibiayai melalui
investasi asing di antaranya proyek kereta Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, dan kereta cepat (high speed railway).131
Proyek kereta cepat dalam
RIPNas, yang merupakan master plan pada pembangunan kereta cepat, pada
awalnya direncanakan dengan rute Jakarta-Surabaya. Adapun penjelasan
mengenai rencana pembangunannya sebagai berikut.
D. 1. Rencana Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
Rencana pembangunan infrastruktur kerera cepat (high speed railway)
merupakan mega proyek di awal masa pemerintahan Jokowi dengan melibatkan
Tiongkok sebagai negara investornya. Rencana pembangunan ini pada awalnya
telah ada di masa pemerintahan SBY, dan di terbitkan master plan-nya berupa
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) 2011. Program pembangunan
ini berusaha mengoptimalkan jaringan yang telah ada melalu program
130
Wawancara pribadi dengan Rosita, Kepala Pengembangan Bidang Usaha Lalu Lintas
Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, pada 7 Juni 2016. 131
Ibid.
61
peningkatan, rehabilitasi, reaktivasi lintas nonoperasi serta peningkatan kapasitas
lintas.132
Gambar III. 8. Rencana Jaringan Kereta Api Cepat di Pulau Jawa Rute
Jakarta-Surabaya Tahun 2030 133
Pada RIPNas 2011, jaringan kereta cepat dirancang untuk tujuan Jakarta-
Surabaya, dengan panjang 3.800km. Pembangunan kereta cepat pada RIPNas
2011 ditargetkan dimulai pada 2021, dan rampung pada 2030. Rencana
pembangunan kereta cepat yang sempat diwacanakan oleh pemerintahan SBY
setelah dirampungkannya master plan tersebut, terhenti begitu saja dikarenakan
kendala biaya dan teknologi. Namun oleh Presiden Jokowi, rencana pembangunan
kereta cepat sebagai sarana integrasi transportasi modern kembali dihidupkan dan
direalisasi dengan melibatkan Kementerian BUMN sebagai penggerak badan
132
Dokumen Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNas) 2030, Kementerian
Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, (Jakarta,2011). 133
Ibid.
62
usaha pelaksana kereta cepat. Realisasi kereta cepat pada masa pemerintahan
Presiden Jokowi, dibangun bertahap berdasarkan uji kelayakan dan kondisi
investasi. Sebagai tindak lanjutnya, rencana pembangunan kereta cepat Jakarta-
Surabaya akan menjadi rencana pembangunan Tahap II, dengan pembangunan
Tahap I-nya adalah tujuan Jakarta-Bandung.
E. Rencana Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Momentum pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2016 yang saat ini
telah dimulai, merupakan saat yang tepat bagi Presiden Jokowi untuk
merealisasikan rencana pembangunan kereta cepat yang pada masa pemerintahan
sebelumnya sempat tertunda. Berdasarkan visi-misi Presiden Jokowi dalam
Nawacita, kereta cepat dianggap dapat mendukung tercapainya visi-misi tersebut
melalui potensi infrastruktur transportasi yang modern dan terintegrasi.134
Kereta
cepat Indonesia di masa Jokowi merupakan proyek investasi infrastruktur yang
paling fenomenal, karena pada nantinya akan menjadi kereta cepat pertama di
Asia Tenggara dan belahan bumi bagian selatan. Rute kereta cepat Jakarta-
Surabaya yang sebelumnya telah tertulis dalam RIPNas 2011, dibuat secara
bertahap dengan rute Jakarta-Bandung, dari Halim samapai ke Tegal luar dengan
panjang 142,3 km, sebagai pembangunan kereta cepat Tahap I. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi biaya pembangunan yang sangat besar dan
menghemat waktu jika dibangun tanpa bertahap. Dalam pelaksanaannya,
134
Dokumen Profil Kereta Cepat, PT. Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), Februari
2016.
63
pemerintah melibatkan Kementerian BUMN dalam perencanaan skema
pembangunan dan pendanaan. Dalam pendanaan pembangunan, pemerintah
menjamin bahwa tidak akan melibatkan dana Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) sehingga proyek ini murni bersifat kerja sama antara swasta
(business to business). Beberapa manfaat jangka panjang mengenai pembangunan
wilayah tertinggal, mobilitas manusia yang lebih efisien, menjadi satu dari banyak
pertimbangan jangka panjang dalam rencana kereta cepat Jakarta-Bandung.
Keterlibatan presiden, Kementerian BUMN yang disinyalir memberikan pengaruh
paling besar dalam kebijakan pembangunan kereta cepat ini akan sepenuhnya
dibahas pada bab selanjutnya, berikut pula skema pendanaan dan pembangunan.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh dari Kementerian Perhubungan,
pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung akan membawa banyak manfaat bagi
masyarakat. Di antaranya,
1. Mengurangi kemacetan lalulintas dan mempercepat waktu tempuh
(kereta biasa 3jam - kereta cepat 44 menit);
2. Pengembangan kota baru Walini untuk menciptakan sentra ekonomi
baru dan mendorong pengembangan kawasan hunian baru yang akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional koridor Jakarta-
Bandung;
3. Mengurangi emisi CO2 sebesar 390.000 ton (2019) dan 630.000 ton
(2030);
4. Pembanguan kereta cepat tidak memerlukan jaminan pemerintah
maupun pembiayaan APBN;
64
5. Kandungan lokal yang digunakan mencapai 59% dari total investasi;
6. Alih Teknologi melalui pelatihan maupun kerjasama investasi lainnya;
7. Penciptaan Lapangan Kerja (tenaga kerja langsung):
a. Periode konstruksi kereta cepat 39.000 orang selama 3 tahun
b. Periode konstruksi Transit Oriented Development (TOD) mencapai
20.000 orang selama 15 tahun;
c. Periode operasional TOD sekitar 28.000 orang selama 25
tahun.Meningkatkan pendapatan pemerintah dari pajak :Kontribusi
PPN saat masa konstruksi proyek kereta cepat Jakarta Bandung : USD
451 Juta selama 3 tahun (konsorsium berharap Pemerintah dapat
memberikan keringanan);Kontribusi PPN saat konstruksi
pengembangan TOD : Rp. 7 Triliun selama 15 tahun.135
Tabel. III.E. 1. Pola Operasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung136
135
Dokumen presentasi Rencana “Pembangunan Kereta Cepat”, h. 31. 136
Ibid, h. 34.
DESAIN KETERANGAN
Panjang Jalur 142.3 Km
Kecepatan
operasi
350 km/jam (maksimum)
Waktu tempuh Dengan berhenti Halim-Tegal Luar =44
menit
Tanpa berhenti Halim-Tegal Luar = 36
menit
Jumlah
perjalanan
100 perjalanan/ hari (2019)
136 perjalanan/ hari (2030)
262 perjalanan/ hari (2040)
Catatan :
@ 8 kereta = 595 pnp/kereta atau 130.000
pnp/tahun
Jadwal operasi Headway 6 menit (2019), 5 menit (2030),
4 menit (2040)
65
Gambar III. 9. Trase dan Lokasi Stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung137
Gambar III. 10. Ilustrasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung138
137
Ibid, h. 35 138
Ibid, h. 38.
Target operasi Groundbreaking 2015
Operasi Tahun 2019
66
BAB IV
PERAN NEGARA DALAM PENANAMAN MODAL ASING (PMA)
INVESTASI INFRASTRUKTUR PROYEK KERETA CEPAT JAKARTA-
BANDUNG
Pada bab ini akan dikemukakan hasil penelitian berdasarkan wawancara
langsung serta kajian analisis dokumen primer dan sekunder yang didapatkan
berdasarkan penelitian lapangan. Pembahasan mengenai peran negara dalam
investasi kereta cepat (high speed railway) akan dibahas lebih lanjut pada bab ini,
yang terbagi menjadi beberapa bagian. Pada bagian pertama, akan diawali dengan
penjelasan mengenai peran negara dalam kegiatan investasi atau Penanaman
Modal Asing (PMA) berdasarkan teori yang digunakan. Selanjutnya, pemaparan
mengenai proyeksi kebutuhan kereta cepat, konsep pendanaan dan investasi.
Kemudian bagian selanjutnya penjelasan mengenai strategi investasi pada rezim
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menarik investor guna meningkatkan
pertumbuhan ekonomi,hingga pada dinamika politik yang terjadi dalam proses
perencanaan kebijakan investasi pembangunan kereta cepat (high speed railway)
jalur Jakarta-Bandung.
Selanjutnya, penulis akan menjelaskan dinamika politik pada proses
perencanaan kebijakan investasi kereta cepat, untuk mengetahui proses politik
yang terjadi serta aktor-aktor yang terlibat dalam pemutusan kebijakan. Terakhir,
akan dipaparkan pula potret penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan dan
perizinan pembangunan, skema pendanaan dan pelaksanaan pembangunan kereta
cepat Jakarta-Bandung, hingga perkembangan pembangunannya.
67
A. Pertumbuhan Ekonomi dan Politik terhadap Kebijakan Investasi
Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Pembangunan infrasruktur transportasi kereta cepat, dirasakan oleh banyak
pihak serta masyarakat awam sebagai mega proyek ambisius Presiden Jokowi.
Namun jika ilihat berasarkan aspek ekonomi politik, pembangunan kereta cepat
merupakan bentuk investasi masa depan negara alam menghadapi era pasar bebas
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2016. Tidak hanya itu, proyek kereta cepat
juga merupakan batu loncatan dari meningkatnya nilai realisasi investasi asing
yang masuk ke Indonesia. Keterbukaan Indonesia dengan investasi asing tidak
lantas menjadikan Indonesia sebagai negara liberal. Berdasarkan konsep
interdepenensi pada ekonomi politik, bahwa negara memerlukan integrasi baik
politik, ekonomi dan sosial dengan negara lain terkait upaya pemenuhan
kebutuhan negara. Bambang Prihartono, Direktur Transportasi, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan,
“Kalau pemerintahan sekarang kita fokusnya ke pembangunan ekonomi.
Jadi ada perbedaan dua mahzab pada pemerintahan Pak Jokowi sekarang,
dengan pemerintahan yang sebelumnya. Pemerintahan yang dulu
konsepnya pemerataan, pake bagi-bagi beras, dan bagi uang Bantuan
Langsung Tunai (BLT). Nah kalau sekarang kan engga. Digenjot dulu
infrastrukturnya kata Pak Jokowi. Karena kita ngejar pertumbuhan
ekonomi tinggi. Isitilahnya bagi kue. Nah nanti kalau kuenya sudah besar,
baru kita bagi-bagi. Jadi beda pendekatan, ada perbedaan political will-nya
Pak SBY dan Pak Jokowi.”139
Perbedaan political will pada istilah yang diungkapkan Bambang
Prihartono, menunjukkan perbedaan prioritas dan strategi pembangunan yang
139
Wawanara pribadi dengan Bambang Prihartono, Direktur Transportasi, Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), pada tanggal 18 Mei 2016.
68
dilakukan antara dua rezim pemerintahan yang berbeda. Lebih lanjut, bahwa
untuk menciptakan suatu pertumbuhan ekonomi dan politik yang stabil, maka
diperlukan adanya inovasi pada pembuatan kebijakan di pemerintahan
selanjutnya. Hal tersebut sesuai dengan teori kebijakan publik bahwa, apapun
kebijakan yang diambil pada pemerintahan yang sekarang, tentu tidak terlepas
dari rencana pembangunan ataupun kebijakan pada pemerintahan sebelumnya.
Muhammad Ikhsan, pengamat kebijakan publik dan moneter dari Paramadina
Public Policy Institute, menyatakan,
“Jadi ada warisan kebijakan di rezimnya Pak Jokowi. Dalam teori
kebijakan publik,ada yang namanya “path dependent”. Path dependent itu
adalah konsep yang menyatakan bahwa kebijakan yang dibuat
pemerintahan yang sekarang (Jokowi) ini ga terlepas dari kebijakan
pemerintahan sebelumnya (SBY) selama 10 tahun itu.”140
Pemerintahan awal Presiden Jokowi memang dihadapkan dengan kondisi
lemahnya APBN dan pembangunan yang kurang serta tidak merata. Hal tersebut
berdampak pada ketimpangan ekonomi daerah dan rendahnya minat investasi di
Indonesia. Namun, kebijakan Presiden Jokowi yang bersifat progresif berhasil
menjawab tantangan tersebut dan memacu pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke-
empat 2015. Seperti yang diungkapkan Yi Feng, bahwa instrumen kebijakan yang
kuat pada lingkungan sistem politik, akan menciptakan perkembangan pada
kebebasan ekonomi dan mengarahkan kepada pertumbuhan ekonomi.141
Wujud
pertumbuhan ekonomi pada awal masa pemerintahan Presiden Jokowi,
ditunjukkan pada Gambar IV.1.
140
Wawancara pribadi dengan Muhammad Iksan, Pengamat Kebijakan Publik dan
Moneter, Paramadina Public Policy Institute, pada 20 Mei 2016. 141
Yi Feng, Democracy, Governance, and Economic.(London: MIT Press, 1956), h. 274.
69
Gambar IV. 1. Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV-2015 142
Kebijakan path dependence menurut Yi Feng, adalah “apa yang
membatasi pilihan kebijakan saat ini, adalah cerminan sistem pada masa lalu”.143
Jadi, ketika membahas mengenai kebijakan pada pemerintahan Presiden Jokowi
saat ini, tidak akan terlepas dari kebijakan pada pemerintahan sebelumnya.
Kebijakan yang bersifat path dependence,atau inkremental, pada umumnya
dianggap sebagai kebijakan yang kurang professional dan kurang efektif untuk
mencapai visi bangsa. Namun anggapan negatif tersebut, dijawab oleh Presiden
Jokowi dengan pembuktian pada kenaikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke-
empat 2015. Berdasarkan studi di Australian National University (ANU)
mengenai kinerja pemerintahan Presiden SBY yang telah penulis bahas pada bab
142
Katadata, “Indonesia Pimpin Pertumbuhan Ekonomi Asia”, diakses pada 17 Juni 2016,
melalui http://katadata.co.id/telaah/2016/03/31/indonesia-pimpin-pertumbuhan-ekonomi-asia. 143
Yi Feng, Democracy, Governance, and Economic. h. 262.
5.01
4.72
4.67
4.74
5.04
Q4 2014 Q1 2015 Q2 2015 Q3 2015 Q4 2015
70
sebelumnya, menyatakan bahwa terdapat ketidakseimbangan antara stabilitas
politik dan stagnansi pertumbuhan ekonomi. Muhammad Ikhsan mengungkapkan
bahwa hal tersebut terjadi dikarenakan banyaknya kesempatan-kesempatan
“emas” yang terlewatkan di pemerintahan sebelumnya.144
“Indonesia ini dalam posisi gini loh, tahun 80-an hingga 90-an waktu
Tiongkok menutup diri, kita masih belum ambil kesempatan terbuka
keluar. Kita senang sibuk di dalam. Kemudian ketika Tiongkok itu baru
mulai membuka diri dan kemudian dia full masuk di World Trade
Organization (WTO) tahun 2000, kita baru ada kesadaran untuk
deregulasi”145
Hal tersebut juga terjadi pada rezim SBY, dimana produktifitas dan deregulasi
dilaksanakan pada lima tahun periode pemerintahannya. Namun pada periode
kedua, pemerintahan SBY seakan “terlena” dan sibuk pada pembagian kekuasaan
politik. Dengan political will yang berbeda, penulis melihat bahwa Presiden
Jokowi “sadar” dengan banyaknya kesempatan yang hilang oleh Indonesia,
dengan mencoba untuk mengambil langkah progresif di awal masa
pemerintahannya.
Langkah progresif Presiden Jokowi dilihat dengan mengejar
ketertinggalan pembangunan di bidang infrastruktur. Berdasarkan sudut pandang
ekonomi politik, upaya tersebut bukanlah sekedar upaya ambisius politik, namun
merupakan upaya untuk meningkatkan investasi ke Indonesia. Berdasarkan
prinsip ekonomi mengenai pendapatan negara yang telah penulis bahas pada bab
144
Wawancara pribadi dengan Muhammad Iksan, Pengamat Kebijakan Publik dan
Moneter, Paramadina Public Policy Institute, pada 20 Mei 2016. 145
Ibid.
71
sebelumnya, bahwa investasi merupakan salah satu penyumbang terbesar dari
pendapatan negara. Lebih lanjut, Muhammad Ikhsan menyatakan bahwa,
“… untuk menembus pendapatannya, kita butuh pertumbuhan ekonomi,
targetnya kan 8-9% sampai tahun 2019 ini, nah Pak Jokowi berusaha
untuk menaikkan konsumsi masyarakat. Nah konsumsi ini bisa naik kalau
infrastrukturnya tersedia. Konsumsi ini maksudnya adalah konsumsi
rumah tangga … dalam hal ini, otomatis yang ga bisa digenjot ini kan
variabel ( X-M ) nya, itu kan dengan kata lain yaitu dalam globalisasi,
pasar bebas atau free trade. Nah kita, dengan booming komoditas bisa
tertolong kalau ekspornya banyak, tapi sekarang karena komoditasnya
berkurang, maka kita ga bisa ngandelin ini, jadi ini udah minus nih.
Otomatis pilihannya cuma di investasi langsung (foreign direct
investment/FDI)”.146
Dalam upaya menarik investasi, Presiden Jokowi dipandang pragmatis dan
progresif. Terlihat pada hasil dari setiap kunjungan kenegaraan yang selalu
membawa hasil signifikan dalam kerjasama investasi. Di masa sepuluh tahun
pemerintahan SBY, Indonesia dikenal lebih condong pada Jepang dalam hal
investasi. Kemudian semasa Presiden Megawati, Indonesia condong ke Tiongkok.
Namun, kedekatan Presiden Jokowi dengan Tiongkok dirasa lebih bersifat
pragmatis dan oportunis, dengan memanfaatkan kompetisi pasar bebas. Upaya
penawaran proyek investasi kereta cepat pada pasar bebas, mungkin hanya bagian
dari skenario politik Presiden Jokowi yang bersifat oportunis. Dalam kasus
investasi kereta cepat, Presiden Jokowi memanfaatkan persaingan kedua negara
untuk memperoleh proposal investasi yang lebih menguntungkan.
146
Ibid.
72
B. Proyeksi Kebutuhan Pembangunan Infrastruktur Transportasi
Kereta Cepat
Berdasarkan visi pertumbuhan ekonomi hingga 2025, Presiden Jokowi
berfokus menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui berbagai sektor, dengan
target 8-9% per tahun. Pada data yang diperoleh dari Kementerian Perhubungan,
seiring dengan naiknya pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Transportasi,
ternyata terdapat ditemukan terdapat peningkatan yang tidak signifikan dalam
kontribusi sektor transportasi pada PDB nasional. Data teersebut ditunjukkan pada
pada Gambar IV.2 yang memperlihatkan kontribusi sektor transportasi terhadap
PDB yang tidak menunjukkan perkembangan signifikan.
Tren minat masyarakat saaat ini terhadap trasnportasi umum pada Jakarta-
Bandung berasarkan data Kementerian Perhubungan, rupanya dipengaruhi oleh
fasilitas yang tersedia. Pada nantinya, harga tiket kereta cepat akan diproyeksikan
sebesar $ 16 atau kurang lebih setara dengan Rp.200.000147
, dengan fasilitas
eksekutif, tanpa batasan kelas. Dengan harga tiket tersebut, PT. Kereta Cepat
Indonesia China (KCIC) optimis dalam menarik penumpang. Alasan tersebut di
dasari pada proyeksi transportasi umum tujuan Jakarta dan Bandung, berdasarkan
FS yang dilakukan PT. KCIC. Dengan harga yang terjangkau dan rasional,
cenderung menjadi pilihan, daripada transportasi dengan fasilitas seadanya.
Perbedaan tersebut dilihat pada data Tabel IV.E.1 mengenai rasio penumpang
pada kelas eksekutif.
147
Dokumen Profil Kereta Cepat Jakarta-Bandung, PT.KCIC, 2016. h. 36. Diakses pada
tanggal 10 Mei 2016, melalui https://www.kereta-api.co.id/media/content/profil_kereta_cepat.pdf.
73
Gambar IV. 2. Kontribusi Sektor Infrastruktur Tansportasi pada
Perekonomian 148
148
Dokumen presentasi Rencana “Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung”,
Kementerian Perhubungan, (Jakarta, 14 Mei 2016), h. 5.
74
Tabel IV.B. 1. Proyeksi Pergerakan Penumpang Jakarta-Bandung149
No. Moda Rute Tingkat
Okupansi
Jumlah
Penumpang
(org/hari)
1. KA
Umum
Jak-Bdg Bisnis 0,61 148
Eksekutif 0,82 1.016
Bdg-Jak Bisnis 0,49 191
Eksekutif 0,80 1.049
2. Travel
(bus
kecil)
Jakarta-Bandung 0,6 7.132
Bandung-Jakarta 0,6 6.149
3. Mobil Jakarta-Bandung 0,43 – 1,7 64.622
Bandung-Jakarta 0,43 – 1,7 62.711
4. Primajas
a
Jakarta-Bandung 0,3 376
Bandung-Jakarta 0,3 324
TOTAL 143.517
Dengan perkiraan harga jual tiket kereta cepat sebesar Rp.200.000, maka proyeksi
perkiraan penumpang yang akan masuk pada kereta cepat di tahun 2019 paling
sedikit sebesar 51ribu penumpang. Rasio kebutuhan trasnportasi kereta cepat
Jakarta-Bandung, berdasarkan hasil studi FS yang dilakukan PT.KCIC,
ditunjukkan pada Gambar IV.3.
149
Ibid, h. 29.
75
Gambar IV. 3. Proyeksi Demand Transportasi Kereta Cepat Jakarta-
Bandung pada 2019-2050 150
Berdasarkan data pada Gambar IV.3, terlihat bahwa proyeksi perkiraan
permintaan kebutuhan masyarakat akan kereta cepat terus merangkak pada
periode sepuluh tahun. Bahkan PT.KCIC memperkirakan meski dengan estimasi
pesimis sebanyak 51ribu penumpang pada 2019, tetap akan membawa profit
signifikan bagi PT.KCIC. Corporate Communication (Corcomm) PT. KCIC,
Febrianto Arifwibowo menerangkan bahwa, skema pendapatan kereta cepat bukan
hanya berasal dari penjualan tiket, namun juga pada pembangunan wilayah yang
akan dilewati pada setiap titik stasiun transit kereta cepat (Transit Oriented
Development/ TOD).151
Skema investasi dan bisnis mengenai kereta cepat akan
dijelaskan pada sub bab berikutnya
150
Hasil studi kelayakan (feasibility study/ FS) PT. Kereta Cepat IndonesiaChina (KCIC),
dalam Dokumen Rencana Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Kementerian
Perhubungan, 2016. 151
Wawancara pribadi dengan Febrianto Arifwibowo, Corporate Communication
PT.KCIC, pada tanggal 26 Mei 2016.
2019 2030 2040 2050
Pesimis 51000 65000 84000 111000
Moderat 61000 79000 102000 135000
Optimis 78000 101000 131000 173000
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
Ske
nar
io
76
C. Konsep Pendanaan dan Skema Kerjasama Investasi Proyek Kereta Cepat
Jakarta-Bandung
C. 1. Skema Kerjasama Investasi Kereta Cepat
Kerjasama investasi kereta cepat meupakan bentuk kerjasama bisnis
(business to business/ B to B) antara BUMN Indonesia dengan BUMN Tiongkok.
Bentuk kerjasama badan usaha dalam penyediaan infrasstruktur, telah diatur
berdasarkan Perpres No. 38 Tahun 2015, tentang Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Dalam kebijakan tersebut diatur
mengenai legalitas konsep kerjasama pemerintah dengan BUMN dalam
penyediaan infrastruktur. Dalam kerjasama investasi kereta cepat, konsorsium
badan usaha Indonesia bekerjasama dengan konsorsium badan usaha Tiongkok.
Konsorsium badan usaha Indonesia yang kemudian di sebut sebagai PT.
Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), merupakan perusahan patungan, atau anak
perusahaan dari empat perusahaan BUMN. PT.PSBI kemudian bekerjasama
dengan konsorsium badan usaha Tiongkok yang dikenal dengan PT.China
Railway. Kemudian, PT.PSBI dan PT.China Railway bersinergi dalam bentuk
perusahaan baru yang bernama PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Dalam pembagian modal kepemilikan, Indonesia yang diwakili PT. PSBI
memiliki porsi pemegang saham sbesar 60%, dan PT. China Railway sebesar
40%. Dengan porsi kepemilikan sham tersebut, maka besar kepemilikan Indonesia
atas proyek investasi kereta cepat lebih besar dibandingkan Tiongkok. Dalam
proyek investasi ini, diliibatkan pula dana pinjaman dari China Development Bank
(CDB).
77
Gambar IV. 4. Skema Investasi Business to Business Kereta Cepat152
Dana pinjaman dengan porsi 75% dari CDB , akan menjadi milik PT.
KCIC dan dikelola untuk kepentingan investasi kereta cepat. Skema pada Gambar
IV.4 menunjukkan bahwa proses investasi kereta cepat, berdasarkan sistem
operasi diawasi langsung oleh Kementerian Perhubungan. PT. KCIC
berkewajiban menyediakan Enginering Design yang sesuai dengan standar
Kementerian Perhubungan. Dalam skema di atas juga disebutkan bahwa PT.KCIC
bertanggung jawab dalam menejemen proyek kereta cepat. Adapun total nilai
investasi kereta cepat Tiongkok ini adalah sebesar US$ 5,5. Mengenai detail
perbedaan konsep investasi Tiongkok dan Jepang, dapat dilihat pada Tabel IV.F.2.
152
Dokumen presentasi Rencana “Pembangunan Kereta Cepat”, h. 33.
78
Tabel IV.C. 1. Perbandingan Konsep Penawaran Investasi Kereta Cepat
Tiongkok dan Jepang153
153
Dokumen Profil Kereta Cepat Jakarta-Bandung, h. 20.
79
F. 2. Konsep Pendanaan Kereta Cepat
Nilai total proyek kereta cepat Tiongkok jalur Jakarta-Bandung sebesar
US$ 5,5., atau setara dengan Rp 74,8 triliun. Dimana 75% dari total nilai proyek
tersebut adalah dana pinjaman dari CDB.
Total patungan modal pada skema di atas adalah US$ 1,375 miliar. Total tersebut
merupakan 25% dari total nilai investasi, untuk itu kekurangan 75% nilai investasi
didapatkan dari dana pinjaman oleh CDB sebesar US$ 4,125. Jadi, nilai total dana
yang terhutang kepada CBD adalah senilai US$ 4,125 atau setara dengan Rp. 56,1
miliar.
Pada PT. PSBI sendiri, skema sharing modal dibagi dalam beberapa
presentasi dengan PT. Wijaya Karya (WIKA) dengan porsi penyumbang terbesar
sebanyak 38% atau senilai Rp 4,27 triliun. Berdasarkan uraian Corcomm
PT.KCIC, bahwa porsi terbesar penyaluran modal PT. WIKA pada proyek kereta
cepat, dikarenakan dalam proyek investasi ini, tahap konstruksi merupakan tahap
utama dalam pembangunan dan memakan lebih banyak biaya.154
154
Wawancara pribadi dengan Febrianto Arifwibowo, Corporate Communication
PT.KCIC, pada tanggal 26 Mei 2016
60% PT.PSBI
40% PT. China Railway
PT.KCIC
25 %
80
Gambar IV. 5. Persentasi Penyertaan Modal PT.PSBI155
Berdasarkan skema pada Gambar IV.5 rincian penyaluran modal pada tiap badan
usaha adalah sebagai berikut.
- PT. WIKA Rp 4,263 triliun
- PT. Jasa Marga Rp 1,346 triliun
- PT. Kereta Api Indonesia (KAI) Rp 2,805 triliun
- PT. Perkebunan Nusantara (PN) VIII Rp 2,805 triliun
155
Data diolah penulis.
PT. PSBI
38%
PT. WIKA
25%
PT. KAI
25%
PT. PN VIII
12%
PT. Jasa Marga
81
D. Peran Negara dalam Kegiatan Peananaman Modal Asing (PMA)
Peran negara telah meningkat luar biasa selama abad ke-20 terutama
setelah ditemukannya liberalisme ekonomi pada tahun 1980-an. Sebagian dari
peran negara direpresentasikan pada upaya perencanaan ekonomi sejak pasca
Perang Dunia (PD) II. Namun, perencanaan bersifat terbatas, parsial dan kurang
berhasil. Pada tahun 1980-an, upaya-upaya perencanaan ekonomi nasional dan
manajemen makroekonomi mulai diabaikan sehingga menimbulkan berbagai
krisis. Tingkat pengangguran dan inflasi yang tinggi, banyaknya ketimpangan,
perpecahan sosial yang masive, masalah-masalah lingkungan, pengaruh
perubahan teknis yang tidak terencana, dan ketidakstabilan ekonomi internasional,
menunjukkan suatu sistem sosial yang tidak terkendali.156
Pat Devine mengemukakan bahwa kapitalisme modern bukanlah
kapitalisme laissez-faire.157
Menurutnya, negara harus turun tangan dalam kegiatan
perekonomian untuk mengkoordinasi perencanaan ekonomi. Dalam tatanan dunia
156
Pat Devine, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi,(Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 1995), h. 4.
157 Laissez-faire adalah sebuah istilah berasal dari bahasa Perancis yang berarti “biarkan
terjadi” (secara harafiah “biarkan berbuat”). Secara umum, istilah ini dimengerti sebagai sebuah
doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya campur tangan pemerintah dalam
perekonomian. Istilah ini digunakan pertama kali oleh para psiokrat pada abad ke-18 sebagai
bentuk perlawanan terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire disinonimkan
sebagai ekonomi pasar bebas yang ketat abad ke-19. Doktrin ini berpendapat bahwa
suatu perekonomian perusahaan swasta (private-enterprise economy) akan mencapai tingkat
efesiensi yang lebih tinggi dan pertumpuhan ekonomi yang lebih besar bila dibandingkan
dengan perekonomian yang terencana secara terpusat (centrally planned economy). Dalam
pandangan laissez-faire, kewajiban negara bukan hanya melakukan intervensi untuk menstabilkan
distribusi kekayaan atau untuk menjadikan sebuah negara makmur untuk melindungi rakyatnya
dari kemiskinan, melainkan bersandar pada sistem pasar. Laissez-faire juga menyatakan
bahwa pemerintah tidak boleh memberi hak khusus dalam bisnis. Konsep laissez-faire mendukung
ide perdagangan bebas dalam artian negara tidak boleh melakukan proteksi,
seperti tarif dan subsidi, di wilayah ekonominya. Diakses pada tanggal 24 April 2016, melalui
https://id.wikipedia.org/wiki/Laissez-faire
82
dewasa ini, negara tidak dapat melawan gelombang liberalisme dan kapitalisme
dalam sistem ekonomi pasar. Bahkan Tiongkok dan Vietnam yang meski secara
politik mempertahankan rezim komunisnya, namun pengaruh ekonomi pasar
bebas tidak dapat dipungkiri. Dalam kasus investasi pembangunan kereta cepat di
Indonesia, berdasarkan konsep interdependensi, negara bukanlah aktor
independen dalam kegiatan ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhannya, negara
memerlukan hubungan saling berkesinambungan dengan negara lain, yang disebut
interdependensi. Interdependensi dalam bentuk kerja sama ekonomi akan
mengakibatkan integrasi politik. Hal inilah yang saat ini terjadi pada Indonesia
dan Tiongkok dalam investasi kereta cepat. Ekonomi menjadi platform
interdependensi kedua negara, demi menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
lebih baik.
Sebagai konsekuensi dari perubahan iklim investasi dunia, Jokowi melalui
rezim pemerintahannya mendorong negara untuk melakukan transformasi pada
tubuh politik domestik yang dianggap tidak efisien terhadap iklim investasi.
Terkait pada pembahasan di Bab III, mengenai upaya Jokowi untuk menaikkan
rasio investasi asing adalah merupakan upaya untuk menaikkan tingkat konsumsi
masyarakat. Berdasarkan prinsip ekonomi, bahwa tingkat konsumsi masyarakat
yang semakin tinggi menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu negara. Hal
tersebut terkait dengan konsistensi Jokowi yang gencar mendorong pembangunan
infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia untuk meningkatkan produksifitas
antar wilayah, baik melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) maupun investasi asing dan kerja sama swasta. Kebijakan investasi
83
infrastruktur kereta cepat, tentunya tidak terlepas dari peran negara yang
direpresentasikan pemerintahan rezim Jokowi. Karena sejatinya, sistem politik,
dan lingkungan dalam suatu rezim politik akan memberikan pengaruh pada output
suatu kebijakan
Dengan direalisasikannya proyek investasi kereta cepat pada awal 2015,
menjadikan proyek tersebut sebagai investasi terbesar dari Tiongkok ke Indonesia
dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Dalam waktu singkat pula, Tiongkok
menjadi salah satu dari lima investor besar di Indonesia. Mengenai upaya
pemerintah dalam menarik investasi Tiongkok, akan dijelaskan secara lebih
lanjut, sebagai berikut.
E. Strategi Presiden Joko Widodo dalam Investasi Kereta Cepat
E. 1. Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), merupakan upaya
debiroktarisasi yang mulai dilakukan sejak masa satu tahun pemerintahan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla. Sistem tersebut
merupakan upaya dalam meningkatkan pelayanan pelayanan publik, khususnya di
sektor investasi.158
Perbaikan pelayanan ini difokuskan menyederhanakan dan
memudahkan proses perizinan investasi. Pemangkasan waktu pengurusan
perizinan, akan membuat aktivitas investasi menjadi lebih efisien dan efektif.
158
Situs Kementerian Keuangan Republik Indonesia, diakses pada tanggal 17 Juni 2016,
melalui http://www.kemenkeu.go.id/Berita/ptsp-dan-paket-kebijakan-ekonomi-untuk-menjaring-
investasi.
84
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa tingkat realisasi
investasi Tiongkok di Indonesia yang rendah sebelumnya, dipengaruhi oleh faktor
iklim investasi yang tidak kondusif di Indonesia. Kebijakan investasi yang kurang
mendukung dan proses perizinan investasi yang memakan waktu cukup lama
membuat iklim investasi kurang efisien.
Melalui PTSP, pemerintah memberi kemudahan izin investasi hanya
dalam waktu tiga jam untuk investasi yang mempekerjakan minimal seribu tenaga
kerja Indonesia dan/atau nilai investasi minimal Rp100 miliar. Dari data yang
dilansir melalui keterangan resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, di
sektor perindustrian misalnya, sebelumnya terdapat 19 perizinan yang
membutuhkan 672 hari pengurusan. Kini, dipangkas menjadi 11 perizinan
dengan waktu hanya 152 hari pengurusan.159
Kebijakan PTSP sekaligus menjadi
strategi pendorong pelaksana percepatan perizinan investasi pembangunan kereta
cepat Jakarta-Bandung. Keberhasilan sistem PTSP pada perizinan investasi kereta
cepat ditunjukkan pada penyelesaian perizinan Analisis Dampak terhadap
Lingkungan (AMDAL) yang selesai dalam waktu 30 hari, dari masa normal 52
hari.
E. 2. Percepatan Proyek Strategis Nasional
Pada umumnya, terhambatnya pembangunan proyek strategis nasional
seringkali disebabkan oleh perizinan dari lembaga terkait, tata ruang dan
penyediaan tanah, jaminan kebijakan pemerintah, dan ketakutan dengan pejabat
pemerintah. Untuk mendukung terlaksananya semua proyek strategis nasional,
159
Ibid.
85
pemerintah mengeluarkan kebijakan Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun
2015 tentang Perpecapatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Dalam kasus
investasi infrastruktur kereta cepat, Presiden Jokowi memfasilitasi secara khusus
investasi tersebut melalui kebijakan Perpres No. 107 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan
Bandung.160
Adapun kebijakan Perpes tersebut adalah dimaksudkan untuk
mempermudah proses perizinan investasi, dan mengurangi hambatan usaha.
Kebijakan tersebut juga berisi instruksi pelaksanaan tugas, sekaligus menjamin
terlaksananya proses pembangunan sesuai dengan kesepakatan kerjasama
investasi antar badan usaha pemerintah dengan luar negeri. Hal lebih lanjut akan
dijelaskan kemudian pada sub bab selanjutnya.161
E. 3. Mendorong Investasi Sektor Rill
Kebijakan pemerintah untuk mendorong percepatan investasi pada sektor
rill, salah satunya adalah dengan dikeluarkannya kebijakan Perpres No. 38 Tahun
2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur.162
Dalam kebijakan tersebut, pemerintah melakukan inovasi dengan
melakukan sinergi dengan badan usaha, dalam penyediaan infrastruktur, untuk
menciptakan iklim investasi yang sehat.163
Dalam kebijakan tersebut, pemerintah
membentuk sistem Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), untuk
160
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, diakses pada
tanggal 10 Mei 2016, melalui https://www.ekon.go.id/hukum/download/1876/1316/perpres-
nomor-107-tahun-2015.pdf 161
Ibid. 162
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia , diakses pada
tanggal 8 Mei 2016, melalui https://www.ekon.go.id/hukum/download/1870/1310/perpres-nomor-
38-tahun-2015.pdf 163
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur, poin (b), h.1.
86
mempermudah akses penyediaan dan pendanaan infrastruktur, sehingga tidak
beban pendanaan tidak berpusat hanya pada APBN. Adapun tujuan KPBU
mengenai infrastruktur dan pendanaan sesuai dengan Perpres No. 38 Tahun 2015
adalah sebagai berikut,
“Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta,
Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien,
tepat sasaran, dan tepat waktu,
Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat.” 164
E. 4. Pendekatan Personal per Negara Secara Menyeluruh (End to End)
Pemerintah melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),
membentuk tim khusus pemasaran untuk masing-masing negara prioritas
pemasaran investasi, khususnya Tiongkok. Data BKPM menunjukkan rasio
investasi Tiongkok ke Indonesia periode 2005-2014 hanya sebesar 7 %, lebih
rendah dibandingkan Jepang sebesar 65 % ataupun Singapura sebesar 40 %.
Pendekatan personal Indonesia kepada Tiongkok ditunjukkan pada kunjungan
kenegaraan Presiden Jokowi ke Tiongkok pada 26-28 Maret 2015,165
merupakan
fokus Jokowi untuk mempromosikan investasi di Indonesia. Hasilnya Tiongkok
menyatakan komitmen mendukung pembangunan kawasan Industri infrastruktur,
dan berfokus meningkatkan realisasi berbagai komitmen investasi.
164
Ibid, poin (a-c),h. 6. 165
Dokumen Snapshot Hubungan Bilateral Indonesia-RRT, (Kementerian Luar Negeri,
updated 2016), h. 2.
87
Sebagai tindak lanjut dari kunjungan tersebut, BKPM kemudian
menggelar promosi terpadu "Market Sounding, Policy Dialogue, and Business
Forum" yang digelar pada 13-14 Mei 2015 di Beijing, Tiongkok.166
Kegiatan
tersebut dimaksudkan untuk memperkenalkan proyek-proyek infrastruktur skema
kerja sama pemerintah dan swasta (KPS) yang telah siap untuk ditawarkan kepada
investor.167
Dalam kunjungan tersebut, juga disebutkan bahwa BKPM akan
membuka kantor perwakilan di Beijing, untuk semakin mempermudah aktivitas
investasi kedua negara. Upaya tersebut ditujukan untuk akselerasi target
pertumbuhan sebesar 6-9% sepanjang 2015-2019. Hingga akhir 2015,Tiongkok
telah menjadi investor terbesar ke-9 di Indonesia melalui 1.052 proyek investasi
senilai US$ 628,3.168
F. Dinamika Rezim dan Politik dalam Perencanaan Investasi Kereta
Cepat
F. 1. Dinamika Rezim Presiden Joko Widodo
Pembahasan mengenai kebijakan kereta cepat tentunya tidak akan terlepas
dari dinamika rezim Presiden Jokowi dan aktor politik yang terlibat di
belakangnya. Salah satu tokoh yang memiliki peran sentral dalam proyek kereta
cepat adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno.
Konsorsium badan usaha pelaksana kereta cepat yang dibawahi Kementerian
166
Bappenas, “BKPM Tawarkan Investasi Infrastruktur Kepada Investor Tiongkok”,
(15,Mei 2015), diakses melalui http://pkps.bappenas.go.id/index.php/en/berita/143-berita-
internal/1289-bkpm-tawarkan-investasi-infrastruktur-kepada-investor-tiongkok 167
Ibid. 168
Dokumen Snapshot Hubungan Bilateral Indonesia-RRT, h. 2.
88
BUMN, Rini Soemarno, membawa kontravrsi di masyarakat umum. Publik
menilai, kedekatan Rini Soemarno dengan Presiden Jokowi mengakibatkan
adanya control pengaruh kepada presiden. Untuk membahas dinamika rezim
Presiden Jokowi, sebelumnya penulis akan menarik garis lurus kedekatan Rini
dengan Presiden Jokowi, melalui awal kedekatannya dengan Partai Demokasi
Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan).
Dalam perjalanan kemenangan Jokowi-JK, peran Tim Transisi yang
dipimpin Rini Soemarno memiliki andil besar selain pada fungsi pokok
mempersiapkan perencanaan pemerintahan, dan teknis implementasi visi-misi
Nawacita. Rini Soemarno yang merupakan mantan Menteri Perdagangan era
Megawati Soekarnoputri, pada mulanya memiliki kedekatan dengan Jokowi
melalui “restu” Megawati. Selama sepuluh tahun, hampir di semua kegiatan
politik maupun pribadi, Rini Soemarno dikenal dekat dengan Megawati dan selalu
terlihat bersama.
Rini Soemarno juga disinyalir memiliki peran besar dalam penggalangan
dana Pemilihan Presiden (pilpres) 2014, bersama dengan Megawati di bawah
bendera PDI-Perjuangan. Meski bukan berasal dari kader PDI-Perjuangan,
Megawati menaruh kepercayaan besar kepada Rini, hingga “merestui” posisi
sentral Rini sebagai ketua Tim Transisi. Namun kedekatan Megawati dengan Rini
“retak” setelah Presiden Jokowi mengumumkan susunan kabinetnya. Keretakan
tersebut terlihat dari sikap kader PDI-Perjuangan baik di kabinet maupun legislatif
yang selalu terkesan sinisme dengan keberadaan Rini di kabinet. Disinyalir bahwa
Rini dianggap terlalu banyak mempengaruhi Presiden Jokowi dalam penyusunan
89
kabinet. Hal tersebut nampaknya membuat Megawati geram. Sederet kecaman
dari badan pemerintahan seakan menghakimi Rini Soemarno.
Hal serupa juga datang langsung dari Megawati melalui pidatonya pada 10
Januari 2016 di pembukaan Rapat Kerja Nasional PDI-Perjuangan, di Senayan.
Dalam pidatonya, secara khusus Megawati menyinggung soal proyek
pembangunan kereta cepat dan mengkritisi pengelolaan BUMN yang kini
diperlakukan bagaikan korporasi yang mencari untung.169
PDI-Perjuangan yang
merupakan partai pengusung Jokowi, kini seakan seperti oposisi yang selalu
mengkritisi setiap kebijakan pemerintah. Terkait proyek kereta cepat, Megawati
menganggap bahwa kebijakan tersebut telah melenceng dari visi Nawacita, dan
ideologi kerakyatan, PDI-Perjuangan. Dimana, inti dari ideologi tersebut adalah
berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam
berkebudayaan. Lebih dari itu, Megawati juga menyinggung sikap pragmatis
Presiden Jokowi dalam pemerintahan, dan dianggap melupakan ideologi dasar
kepartaian PDI-Perjuangan. Dalam pidatonya, Megawati menyatakan bahwa
kader partai yang berkecimpung baik di eksekutif dan legislatif adalah “petugas
partai” dan wajib untuk patuh dan melaksanakan seluruh instruksi partai.
Kegeraman Megawati akan kebijakan Presiden Jokowi yang selalu bersebrangan,
disinyalir sebagai penyebab dari kerenggangan hubungan Presiden Jokowi dengan
Megawati, sekaligus terhadap kader PDI-Perjuangan lainnya.
169
Rappler, “Pidato Megawati di Rakernas PDIP Sindir Rini Soemarno BUMN”, diakses
pada tanggal 17 Juni 2016, melalui http://www.rappler.com/indonesia/118556-pidato-megawati-
di-rakernas-pdip-sindir-rini-soemarno-bumn
90
Kritik pedas Megawati kepada Presiden Jokowi mengenai penundaan
proyek kereta cepat tidak menuai hasil. Legislatif terutama KIH menunjukkan
respon antipati kepada Rini Soemarno. Mereka menganggap bahwa Rini
merupakan “dalang” dari Presiden Jokowi dalam realisasi mega proyek tersebut.
Kedekatan Jokowi dengan Rini, dan sikap pragmatis Presiden Jokowi diduga
pihak PDI-Perjuangan sebagai bentuk penyelewengan kepada partai
pengusungnya. Berdasarkan dinamika tersebut, penulis berasumsi bahwa,
keretakan hubungan Megawati dengan Rini Soemarno, rupanya berdampak luas
pada sikap skeptisme kabinet terhadap kebijakan pemerintah terkait kereta cepat,
dan kestabilan rezim Presiden Jokowi.170
Tuntutan politis PDI-Perjuangan
terhadap Presiden Jokowi yang tidak selalu terpenuhi, semakin merenggangkan
hubungan presiden dengan partainya.
F. 2. Dinamika Politik dalam Proses Kebijakan Kereta Cepat
Kebijakan kereta cepat, berdasarkan pada pembahasan pada bab
sebelumnya, merupakan rencana pembangunan jangka panjang yang belum
sempat direalisasikan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), yang tertuang dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
(RIPNas) 2011. Realisasi rencana pembangunan kereta cepat pada masa
pemerintahan Presiden Jokowi, merupakan suatu upaya percepatan pembangunan
infrastruktur di era persaingan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2016. Dinamika politik pada proses kebijakan kereta cepat bermula pada hasil
170
Wawancara pribadi dengan Muhammad Iksan, Pengamat Kebijakan Publik dan
Moneter, Paramadina Public Policy Institute, pada 20 Mei 2016.
91
lawatan kenegaraan Presiden Jokowi ke Jepang, pada 23-25 Maret, dan Tiongkok
pada 26-28 Maret 2015.
Dalam kunjungannya, Presiden Jokowi ditemani oleh Menteri BUMN,
Rini Soemarno dan Kepala BKPM, Fransky Sibarani. Pada hasil kunjungannya ke
Tiongkok, presiden mengantungi kesepakatan kerjasama sebanyak 30
Memorandum of Understanding (MoU) yang bernilai total lebih dari US$ 40
miliar, jauh lebih besar daripada hasil lawatannya ke Jepang yang hanya
memperoleh total US$ 3miliar nilai investasi. Adapun MoU yang disepakati di
Tiongkok diantaranya berisi tentang kerjasama ekonomi, pembangunan industri
dan infrastruktur, serta kerjasama Menteri BUMN dengan China Development
Bank (CDB). Presiden Jokowi juga diketahui mencoba sarana transportasi publik
kereta cepat bawah tanah saat berada di Tiongkok. hal tersebut disinyalir menjadi
sinyal awal rencana pembangunan kereta cepat di masa pemerintahan Jokowi,
dengan Tiongkok.
Dinamika politik kian menyeruat ketika Presiden Jokowi menawarkan
proyek pembangunan kereta cepat sebagai investasi pada pihak asing. Tiongkok
dan Jepang adalah kandidat terkuat, dari sekian banyak negara lainnya. Kedua
negara kemudian memberikan proposal penawaran investasi dan hasil uji
kelayakan pembangunan (feasibility study/ FS) kepada pemerintah Indonesia.
Dalam prosesnya, proposal penawaran investasi tersebut kemudian dikaji melalui
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, untuk dilihat perhitungan bisnis,
dan resiko investasi. Selama masa pengkajian tersebut, rupanya terjadi
ketidakselarasan dalam badan pemerintah dalam menentukan pemenang proyek
92
investasi tersebut. Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh Rini Soemarno,
condong berharap Tiongkok sebagai pemenang investasi, sedangkan Kementerian
Perhubungan yang dipimpin Ignasius Jonan, cenderung memilih Jepang. Hal
tersebut sangat terlihat dari pernyataan masing-masing menteri terkait di media.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan sejak awal menolak proyek ini, dan
mengkhawatirkan dana alokasi APBN yang tidak imbang antar daerah. Masalah
kepastian pembangunan kereta cepat sendiri juga datang dari pernyataan presiden
di media yang sempat menyatakan “tidak jadi memerlukan membangun kereta
cepat”, namun pemberitaan tersebut kian meredup seiring dengan tetap
dilaksanakannya pengkajian proposal investasai dan FS kedua negara. Keputusan
memenangkan Tiongkok dalam proyek kereta cepat pun seakan membungkam
pihak lembaga pemerintah yang pro Jepang.
Hingga pada momentum peletakan batu pertama (ground breaking) di
Walini, Jawa Barat, ketidakhadiran Menteri Perhubungan menimbulkan
pertanyaan publik. Kementerian Perhubungan sudah menerbitkan izin trase untuk
proyek ini, tetapi belum menerbitkan izin pembangunan. Izin pembangunan yang
awalnya tersendat dikarenakan berkas persyaratan yang belum lengkap, saat ini
telah dikeluarkan dan berlaku untuk jarak 5km. Adapun dasar kebijakan mengenai
pengeluaran izin pembangunan terdapat dalam Peraturan Menteri Perhubungan
No. 66 Tahun 2013 tentang Perizinan Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian
Umum. Dinamika politik mengenai ketidakselarasan suara mengenai proyek
kereta cepat, saat ini telah meredup dengan dikeluarkannya kebijakan Peraturan
Presiden (Perpres) No. 107 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan
93
Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Dalam kebijakan tersebut, jelas
tercantum instruksi presiden mengenai percepatan infrastruktur kereta cepat,
sehingga menyegerakan seluruh elemen lembaga pemerintah bekerja berdasarkan
satu tujuan.
F. 3. Peran Legislatif dalam Kebijakan Kereta Cepat
Meski telah dikeluarkan kebijakan resmi terkait percepatan pembangunan
infrastruktur transportasi kereta cepat, permintaan penundaan investasi kereta
cepat masih kuat terdengar pada lembaga legislatif negara, Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Suara lebih keras justru datang dari pihak
Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang notabene adalah koalisi pengusung Presiden
Jokowi. KIH yang “dimotori” PDI-Perjuangan, menentang keras atas nama rakyat
Indonesia untuk melanjutkan proyek kereta cepat tersebut. Pihak legislatif
menganggap bahwa kereta cepat bukan merupakan suatu urgensi untuk
masyarakat Indonesia saaat ini. Berdasarkan peran dan fungsi lembaga DPR,
maka kewenangan yang dimiliki DPR terkait kebijakan kereta cepat yang adalah
sebagai berikut.
1. Hak Interpelasi
Meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan
pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara171
2. Hak Menyatakan Pendapat
171
Wikipedia, “Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia”, diakses pada tanggal 17 Juni 2016,
melalui https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Perwakilan_Rakyat_Republik_Indonesia.
94
Merupakan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi terhadap
kebijakan pemerintah.172
3. Hak Bertanya
Menanyakan pertanyaan tertulis kepada pemerintah.
Terkait dengan pendanaan kereta cepat dengan skema investasi bisnis, dan tidak
menggunakan APBN, maka fungsi budgeting yang terdapat pada DPR tidak dapat
diberlakukan dalam kasus kebijakan kereta cepat. DPR tidak memiliki
kewenangan menghentikan ataupun memberikan masukan terkait pendanaan
pembangunan kereta cepat.173
G. Mekanisme Pelaksanaan dan Perizinan Kereta Cepat Jakarta-
Bandung
G. 1 Mekanisme Pelaksanaan Kereta Cepat
Pembagian tugas dalam pelaksnaan pembangunan kereta cepat, telah
diatur secara khusus berdasarkan Perpres No. 107 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.
Dalam pasal 1, ayat 1 dijelaskan bahwa, “Dalam rangka percepatan
penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat, Pemerintah menugaskan
kepada konsorsium badan usaha milik negara yang dipimpin oleh PT Wijaya
172
Ibid. 173
Wawancara pribadi dengan Syaiful Anam, Kasubbid Konstruksi Sarana dan Prasarana
Perhubungan Kementerian BUMN, pada tanggal 01 Juni 2016.
95
Karya (Persero) Tbk.”174
Lebih lanjut, pada Pasal 2 ayat 1, penjelasan mengenai
konsorsium badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk;
b. PT Kereta Api Indonesia (Persero);
c. PT Jasa Marga (Persero) Tbk; dan
d. PT Perkebunan Nusantara (PN) VIII
Berdasarkan Pasal 3, ke-empat badan usaha tersebut dapat membentuk
konsorsium, yang diwujudkan dalam bentuk usaha patungan dan bernama PT.
PSBI. PT.PSBI kemudian akan bersinergi dengan konsorsium badan usaha
Tiongkok, yang bernama PT.China Railway. Dari sinergi tersebut, maka
diwujudkan perusahaan pelaksana pembangunan kereta cepat Tiongkok di
Indonesia denga jalur Jakarta-Bandung, yang dilaksanakan PT. KCIC. Penjelasan
skema mengenai sinergi kerjasama PT. KCIC digambarkan pada Gambar IV.5.
Dalam mekanisme pelaksanaan kereta cepat, aturan mengenai pendanaan tidak
menggunakan APBN juga tercantum secara tegas dalam Pasal 4 ayat 2. Adapun
penjelasan mengenai mekanisme pelaksanaan dan pembagian tugas pembangunan
kereta cepat berdasarkan instruksi Presiden adalah pada Tabel IV.G.1.
174
Perpres No. 107 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Kereta
Cepat antara Jakarta dan Bandung, Pasal 1, ayat 1, h. 1.
96
Tabel IV.G. 1. Mekanisme Penugasan Pembangunan Kereta Cepat
Berdasarkan Perpres No. 107 Tahun 2015175
No. Ketentuan
Hukum
Pihak yang
Ditugaskan
Penugasan
1 Pasal 4 ayat 2 Konsorsium badan
usaha (PT. KCIC)
Tidak menggunakan dana
dari APBN serta tidak
mendapatkan jaminan
pemerintah.
2 Pasal 6 ayat 4 Konsorsium badan
usaha Tiongkok
(PT. China
Railway)
Melakukan alih
pengetahuan dan teknologi
kepada konsorsium BUMN
3 Pasal 7 Pemerintah Pusat
dan Pemerintah
Daerah
Memberikan kemudahan
perizinan, biaya perizinan,
serta fasilitas perpajakan
dan kepabeanan sesuai
dengan kewenangannya
masing-masing.
4 Pasal 8 Menteri BUMN Melakukan pembinaan dan
pengawasan korporasi, serta
mengoordinasikan BUMN
lainnya.
5 Pasal 9 Menteri
Perhubungan
Menetapkan konsorsium
BUMN sebagai
penyelenggara prasarana
dan sarana kereta cepat;
Menetapkan trase; Memberi
perizinan terkait;
Melakukan pengawasan dan
pembinaan.
6 Pasal 10 Menteri Pekerjaan
Umum dan
Perumahan Rakyat
Memberi persetujuan atas
pemanfaatan ruang jalan tol
di ruang milik jalan
tol/arteri; Memberi izin
pelaksanaan pembangunan
di ruang milik jalan
tol/arteri.
7 Pasal 11 Menteri Agraria
dan Tata
Ruang/Kepala
Memfasilitasi penyesuaian
rencana tata ruang wilayah
dengan trase jalur;
175
Ibid.
97
Badan Pertanahan
Nasional
Mendukung penyiapan dan
pengadaan tanah.
8 Pasal 12 Gubernur Daerah
Khusus Ibukota
Jakarta dan
Gubernur Jawa
Barat
Melakukan penyesuaian
rencana tata ruang wilayah
dengan trase jalur;
Memberikan persetujuan
atas pemanfaatan tanah
milik Pemerintah Daerah
9 Pasal 13 Menteri Pertahanan
dan/atau Panglima
Tentara Nasional
Indonesia
Menyerahkan tanah dan
bangunan milik
Kementerian Pertahanan
dan/atau Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia
yang dipergunakan untuk
trase jalur.
10 Pasal 14 Bupati Purwakarta,
Bupati Bandung
Barat, dan Walikota
Bandung
Melakukan penyesuaian
rencana tata ruang wilayah
dengan trase jalur.
11 Pasal 15 Menteri
Koordinator Bidang
Perekonomian
Mengoordinasikan
percepatan pelaksanaan
penyelenggaraan kereta
cepat Jakarta-Bandung.
12 Pasal 16 Konsorsium badan
usaha (PT.KCIC)
Menyampaikan laporan
kepada Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian,
Menteri Perhubungan,
Menteri Keuangan, dan
Menteri BUMN secara
berkala setiap 6 (enam)
bulan selama pembangunan.
98
Gambar IV. 6. Pelaksana Konsorsium Kereta Cepat Jakarta-Bandung176
176
Dokumen Profil Kereta Cepat Jakarta-Bandung, h. 21.
99
G. 2 Mekanisme Perizinan Pembangunan Kereta Cepat
Berdasarkan hasil wawancara lapangan dengan Kementerian Perhubungan
(Kemenhub), dinyatakan bahwa terdapat tiga poin penting dalam proses perizinan
pembangunan kereta cepat. Di antaranya,
1. Izin Trase
2. Izin Penetapan Badan Usaha
3. Perjanjian Konsesi177
Menurut keterangan Ferdian Danu, selaku staf bagian Perencanaan
Perkeretaapian, bahwa masalah perizinan yang hingga saat ini masih santer
dibicarakan adalah perizinan AMDAL yang merupakan syarat dalam
dikeluarkanya izin trase.178
Hingga saat ini, izin AMDAL dan pembangunan yang
telah selesai dikerjakan oleh PT.KCIC baru berlaku untuk 5km.179
Izin proses
AMDAL yang pada umumnya memakan waktu sekitar dua bulan, namun untuk
penanganan kereta cepat berdasarkan kebijakan percepatan infrastruktur,
dipangkas menjadi hanya satu bulan.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Keputusan Menteri (KM) No. 31 Tahun
2006 tentang Proses Perencanaan di Lingkungan Departemen Perhubungan, untuk
melakukan kegiatan perencanaan dan pembangunan terkait perhubungan,
setidaknya terdapat tiga syarat utama.180
Pertama, harus ada rencana induk atau
master plan Kedua, harus ada studi kelayakan, baik secara dampak ekonomi
177
Wawancara pribadi dengan Ferdian Danu, Staf Bagian Perencanaan Perkeretaapian,
Kementerian Perhubungan, pada tanggal 23 Mei 2016. 178
Ibid. 179
Ibid. 180
Ibid.
100
kepada masyarakat, maupun kemampuan pendanaan. Ketiga, harus adanya studi
trase atau uji jalur yang lebih spesifik.181
Lebih lanjut, Ferdian Danu menerangkan bahwa sejauh ini PT. KCIC telah
memenuhi semua persyaratan yang ada, kecuali izin pembangunan.182
Pada sistem
pembangunan kereta cepat, menurut Ferdian Danu, menggunakan sistem
perizinan bertahap. Hal tersebut untuk mempermudah dan mempercepat proses
konstruksi. Izin pembangunan yang baru rampung sepanjang 5km, menjadi bukan
masalah.183
Berdasarkan hasil dari wawancara pada bagian lain di Kementerian
Perhubungan, Theresia, selaku Staf Direktorat Prasarana Perkeretaapian
menyatakan bahwa saat ini masih terdapat kendala dalam penyelesaian sisa izin
pembangunan sepanjang 137,3km. Kendala yang dikeluhkan adalah mengenai
perbedaan standar yang biasa digunakan Kementerian Perhubungan, dengan
standar pada Detail Enginering Design (DED) kereta cepat Tiongkok.184
Hal
serupa diuraikan lebih lanjut oleh Anton. A, pada bagian yang sama, bahwa
kesulitan tersebut juga terkait dengan sistem standar Kementerian Perhubungan
yang selama ini mengacu kepada Jepang.185
“Jadi desain ini semuanya mereka (Tiongkok) yang desain. Nah,
Kemenhub cuma pastikan ini sesuai dengan ketentuan standar kita.
Kemarin sempat ada berita bahwa kita (Kemenhub) belum menyetujui..,
ya bukan ga menyetuju. Dari kriteria desain nya kan kmren AMDAL nya
181
Ibid. 182
Ibid. 183
Ibid. 184
Wawancara pribadi dengan Theresia, Staf Direktorat Prasarana Perkeretaapian,
Kementerian Perhubungan, pada 7 Juni 2016. 185
Wawancara pribadi, dengan Anton.A, Staf Direktorat Prasarana Perkeretaapian,
Kementerian Perhubungan, pada 7 Juni 2016.
101
belum lengkap, kan itu juga syarat pembangunan. Selama ini kita sama
Jepang. Semua dokumen kita itu ini isinya standar Jepang. Biasanya
Jepang selalu saling melibatkan kita dalam pembangunan, kalau sekarang
tiba-tiba kita disuruh tanda tangan proyek baru dari Tiongkok, tapi belum
jelas dan belum selesai dipelajari nya ya gimana, sakit juga kepala ini..,
karena mereka itu teliti sendiri, dan desain sendiri juga”186
Theresia menyatakan bahwa dalam proses pengkajian adan perizinan
pembangunan untuk jarak 5km, Kemenhub meerlukan waktu sekitar lima bulan
hingga selesai.187
Untuk itu, jika diperkirakan, maka izin pembangunan unutuk
jarak 137,3 km akan selesai dalam waktu 9 atau 10 bulan.
Kendala mengenai perbedaan standar sistem dan dokumen yang dialami
Kemenhub saat ini merupakan suatu kewajaran dalam menangani kerjasama
dengan pihak baru. Penulis menilai, hal tersebut justru merupakan suatu
perkembangan pada Kemenhub dalam tingkat profesionalitas kerjasama dengan
pihak asing, dan mencegah bentuk profesionalitas yang homogen. Karena pada
era pasar bebas saat ini, bukanlah tidak mungkin jika minat investasi yang masuk
ke Indonesia semakin heterogen.
H. Proses Perkembangan Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Berdasarkan hasil penelitian, perkembangan pada proyek investasi
pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung masih berfokus pada penyelesaian
proses perizinan pembangunan untuk jarak 137,3 km. Hal terserbut dikarenakan
izin pembangunan dan AMDAL yang baru resmi dikeluarkan untuk jarak 5 km.
186
Ibid. 187
Wawancara pribadi dengan Theresia.
102
Berdasarkan progres tersebut, hingga saat ini PT.KCIC hanya diperbolehkan
untuk melakukan konstruksi pembangunan hanya pada jarak 5 km. Proses
pembangunan tersebut menurut penjelasan Theresia, yaitu,
“ … untuk sejauh ini kereta cepat masih belum bisa melakukan
pembangunan. Stasiun belum bisa dibangun. Konstruksi yang bisa
dilakukan sejauh ini baru penyelesaian track kereta sepanjang 5 km,
sistem operasi persinyalan kereta, dan jembatan. Tapi sejauh ini mereka
belum sampai sana”188
Hal yang sedikit berbeda diungkapkan pada pihak Corcomm PT. KCIC. Menurut
pengakuannya, saat ini kereta cepat sudah masuk tahap konstruksi, sesuai dengan
rencana waktu pembangunan.189
Kabar terakhir yang mencuat di media mengenai pembangunan kereta
cepat adalah mengenai pekerja asing asal Tiongkok yang melakukan pengeboran
tanah di lahan milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU),
Halim Perdanakusuma. Menurut penjelasan Theresia, bahwa peristiwa tersebut
merupakan upaya untuk mengambil sample tanah untuk mengetahui tingkat
kekerasan dan karakteristik tanah sebelum dimulainya proses pembangunan.190
Pihak PT.KCIC melalui Febrian Arifwibowo, selaku Corcomm,
menegaskan bahwa tidak ada instruksi dari PT. KCIC untuk melakukan
pengeboran di laham wilayah Halim.191
Hal tersebut dikarenakan PT. KCIC
belum mendapatkan izin dari pihak TNI AU untuk melakukan pengerjaan kereta
cepat di wilayahnya.Febrian Arifwibowo juga menegaskan bahwa,
188
Ibid. 189
Wawancara pribadi dengan Febrianto Arifwibowo. 190
Wawancara pribadi dengan Theresia, 191
Wawancara pribadi dengan Febrianto Arifwibowo.
103
“PT. KCIC dan/atau PT WIKA tidak menandatangani kontrak dengan PT
Geo Central Mining (GCM) di wilayah Halim yang mempekerjakan
karyawan berkewarganegaraan Tiongkok yang melakukan survei dan
pengeboran untuk mengambil sampel tanah.Kami juga tidak
memerintahkan PT. HEBEI yang memang bekerjasama dengan kami,
untuk melakukan pengeboran di Halim. Mereka (PT. GCM) masuk ke
Halim dengan celah dari PT. HEBEI, tapi kami tidak pernah
menginstruksikan pengeboran”192
Proses pembangunan kereta cepat berdasarkan pengamatan penulis melalui
wawancara lapangan, menunjukkan masih pada tingkat konstruksi kecil. Meski
perizinan telah dipercepat melalui kebijakan percepatan infrastruktur dan kereta
cepat, namun kendala seperti miss-communication atau miss-koordinasi pada
operasi pengerjaan di lapangan merupakan kendala yang tidak dapat dihindari.
192
Ibid.
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian skripsi dengan judul “Negara terhadap Kebijakan
Investasi Pembangunan Infrastruktur Kereta Cepat dalam Perspektif Ekonomi
Politik)” melalui pengumpulan data wawancara langsung dan kajian literatur
primer dan sekunder, maka penulis memperoleh kesimpulan dalam menjawab
beberapa pertanyaan dan tujuan penelitian sebagai berikut.
Peran negara yang direpresentasikan di masa pemerintahan Presiden Joko
Widodo dalam kebijakan investasi pembangunan kereta cepat (high speed
railway) oleh Tiongkok telah menunjukkan peran aktif dalam kegiatan politik dan
investasi di era pasar bebas. Lebih spesifik lagi, Presiden Jokowi sebagai presiden
dan representasi utama negara, berdasarkan analisa dan pengamatan penulis,
dalam hal kebijakan yang diambil oleh Presiden merupakan suatu kebijakan
politik yang bersifat rasional dalam analogi ekonomi politik. Hal tersebut
dikaitkan dengan ketertinggalan Indonesia dalam pembangunan pada masa
pemerintahan sebelumnya. Berdasarkan teori kebijakan publik, bahwa kebijakan
pemerintah saat ini tidak terlepas dari kebijakan pada pemerintahan sebelumnya.
Pada masa pemerintahan sebelumnya, Indonesia telah banyak kehilangan untuk
mengambil kesempatan emas dalam sektor pembangunan, dan pesaingan di pasar
bebas. Kebijakan investasi kereta cepat merupakan satu diantara banyaknya
proyek strategis nasional yang dicanangkan Presiden Jokowi. Penulis
105
menganggap bahwa pembangunan kereta cepat pada saat ini, merupakan
momentum yang tepat dalam upaya percepatan infrastruktur. Asumsi tersebut
didasarkan pada momentum pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2016 yang merupakan kesempatan besar dalam kompetisi investasi asing, dan
peningkatan industri pembangunan dalam negeri. Jika rencana pembangunan
kereta cepat baru dilaksanakan sesuai dengan master plan awal yaitu pada 2021,
maka progresifitas Indonesa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
sektor industri akan semakin melambat. Peran neara dalam kegiatan ekonomi
khususnya investasi kereta cepat, saat ini adalah sebagai regulator dan pengawas
aktivitas ekonomi. Adapaun peran Kementerian Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah, merupakan pelaksana
dan koordinator investasi badan usaha untuk menciptakan kegiatan investasi yang
efisien.
Kemudian latar belakang investasi Tiongkok dalam proyek infrastruktur
kereta cepat (high speed railway) tidak terlepas dari adanya interdependensi pada
kedua negara. Reformasi ekonomi yang dilakukan Presiden Xi Jinping melalui
visi nya yang dikenal “One Belt, One Road”, memiliki sinergi dengan visi
pembangunan Presiden Jokowi yaitu “Poros Maritim”. Kemiripan visi tersebut,
dipandang kesempatan bagi Presiden Jokowi untuk mengejar ketertinggalan
pembangunan infrastruktur di masa pemerintahan sebelumnya. Di sisi lain,
melihat kondisi ekonomi dan politik dalam negeri Tiongkok, investasi besar-
besaran khususnya pada negara-negara berkembang yang menjadi mitra strategis
Tiongkok, juga merupakan suatu kebutuhan untuk menstabilkan perekonomian
106
dalam negeri Tiongkok akibat terlalu banyak cadangan devisa dolar pada
Tiongkok. Jika cadangan devisa dolar yang berlebih tersebut tidak disalurkan
melalui investasi luar negeri, maka hal tersebut akan berdampak pada inflasi,
penurunan pertumbuhan ekonomi, dan banyak “guncangan” politik dan ekonomi
lainnya.
Dalam prosesnya, dinamika politik yang terjadi dalam tubuh pemerintahan
Presiden Jokowi merupakan bentuk dari penyesuaian negara dalam investasi besar
dan baru dalam bentuk mega proyek. Kedekatan Indonesia dengan Tiongkok yang
saat ini merekat pada rezim Presiden Jokowi, merupakan langkah politik untuk
mengambil kesempatan-kesempatan “emas” yang ada saat ini. dalam konsepnya,
tidak ada kebijakan ekonomi yang tidak politis. Meski berdasarkan pada asumsi
ekonomis dan perhitungan rasional, pengaruh dari lingkungan pada sistem poltik
yang ada, tetap menjadi faktor terealisasinya investasi kereta cepat dengan
Tiongkok. Namun, melihat pada rekam jejak Presiden Jokowi dalam pengambilan
keputusan yang selalu bersifat pragmatis, serta bahkan kelonggaran hubungan
presiden dengan prtai pengusungnya, memecah stigma pada konsep kebijakan
inkremental pada teori kebijakan publik yang menganggap bahwa kebijakan pada
pemerintahan sebelumnya yang bersifat menlanjutkan atau merealisasi kebijakan
pada pemerintahan terdahulu yang tertunda,menjadikan pemerintah kurang
professional dan inovatif. Namun prinsip efisien, rasional serta konsistensi
Presiden Jokowi dalam setiap kebijakannya, semakin memperkuat kesimpulan
bahwa investasi pembangunan kereta upaya politis Presiden Jokowi dalam
mengambil kesempatan emas yang saat ini ada.
107
B. Saran dan Rekomendasi
Berdasarkan pengamatan dan analisa penulis menenai peran negara dalam
kebijakan investasi kereta cepat Jakarta-Bandung, terdapat beberapa rekomendasi
serta saran yang dapat penulis berikan. Di antaranya,
1. Pemberlakuan sistem komunikasi yang lebih jelas dan transparan
kepada masyarakat akan memudahkan masyarakat awam untuk
mengerti dan memandang kebijakan strategis pemerintah dalam hal
investasi kereta cepat sebagai suatu hal yang rasional dan baik.
2. Berdasarkan pengalaman penulis dalam penelitian dan pencarian data
lapangan mengenai kebijakan investasi kereta cepat oleh Tiongkok,
msaih terdapat banyak pihak dalam lembaga negara yang sangat hati-
hati dalam mengeluarkan pendapat mengenai proyek kereta cepat. Hal
tersebut tentunya akan lebih baik jika diperbaiki dengan kebijakan
sistem ruang informasi investasi yang lebih bersifat transparan kepada
publik.
3. Konsep kerjasama badan usaha negara dengan badan usaha asing dalam
konsep bisnis sebagai upaya pengadaa infrastruktur merupakan upaya
yang cukup efisien yang dilakukan BUMN sebagai perpanjangan
tangan pemerintah. Dalam hal ini, penulis berpendapat bahwa peluang
kerjasama tersebut akan berdampak positif pada pembangunan skill
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam negeri dan menumbuhkan
pengalaman bisnis tingkat internasional. Kerjasama PT. KAI sebagai
badan usaha negara dengan Tiongkok, merupakan suatu pengalaman
108
baru. Hal tersebut justru harus dihadapi dengan positif dan optimis.
Sebab, kerjasama dengan Tiongkok merupakan suatu tantangan awal di
masa pasar persaingan bebas MEA untuk keluar dari “zona nyaman”
dan melatih skill SDM dalam negeri untuk kemudian dapat bermitra
dengan investor asing lainnya selain Tiongkok.
4. Adanya kesamaan poros maritim antara rezim Presiden Jokowi dengan
rezim Presiden Xi Jinping saat ini tidak semata menjadikan hal tersebut
menjadi kesempatan ekonomi Indonesia, perlu juga diwaspadai efek
kedekatan dari Indonesia dengan Tiongkok. Keterbukaan Indonesia
terhadap Tiongkok saat ini selain juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi, tentunya juga akan terjadi pertukaran pola pikir politik yang
nantinya akan dapat mempengaruhi sistem politik, sebagai faktor
lingkungan ekstranasional berdasarkan konsep sistem politik David
Eastion. Untuk itu, akan lebih baik jika pemerintah Indonesia
menerapkan kebijakan yang bersifat melindungi ideologi politik negara
dengan memberikan syarat kepada investor asing atau pekerja asing
yang masuk ke Indonesia untuk dapat minimal memahami bahasa
Indonesia dan menyesuaikan diri dengan sistem politik yang ada dalam
negeri.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bakry, Umar Suryadi. Ekonomi Politik Internasional Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Deliarnov. Ekonomi Politik, Jakarta: Erlangga, 2006.
Djojohadikusumo, Sumitro. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES,
1994.
Fahmi, Irham. Pengantar Politik Ekonomi. Bandung: Alfabeta, 2010.
Nugroho, Riant. Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015.
Samanhuri, Didin S. Ekonomi Politik dan Pembangunan: Teori,Kritik, dan
Solusi Bagi Negara Sedang Berkembang. Bogor: IPB Press, 2010.
Santana, Septianwan. Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2010.
Soewadji, Jusuf. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media,
2012.
Subandi. Ekonomi Pembangunan. Bandung: Alfabeta, 2014
Syahbudin, Muammad. Pengantar Ilmu Ekonomi dalam Kebijakan Publik.
Yogyakarta: 2014.
Tambunan, Tulus T.H. Perekonomian Indonesia Era Orde Lama Hingga Jokowi.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2015.
Wee, Thee Kian. Industrialisasi di Indonesia: Beberapa Kajian. Jakarta:
LP3ES, 1994.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus. Yogyakarta:
CAPS, 2012.
Feng, Yi. Democracy,Governance, and Economic.London,England: MIT Press,
1956.
xvi
Chilcote, Ronald H., Teori Perbandingan Politik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003).
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Mochamad, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, (Bandung: Remaja Rodsakarya, 2005).
Gemmell, Norman, Ilmu Ekonomi Pembangunan, beberapa survey, (Jakarta:
Pustaka LP3ES, 1992).
Karya Ilmiah
Astuti, Dwi Wiwi. ”Analisis Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal Kaitannya dengan Kontrak Alih Teknologi dalam
Rangka Pengembangan Industri”. Skripsi S1 Fakultas Hukum,
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009
Fernandez, Vinaldo. ”Dampak Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing di Sumatra Barat”. Skripsi
S1 Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, 2008
Nugraha, Raditya Adi. ”Tarik-Menatrik Antara Aktor Negara dan Non Negara
dalam Penerapan Rezim Internasional Tentang Lisensi Software (Studi
Kasus MoU Microsoft-RI)”. Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, 2010
Minah, Tur. ”Politik Industrialisasi di Korea Selatan (Studi atas Peran Negara
dalam Pengembangan Teknologi dan Industri 1990-2002)”. Skripsi S1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014
Latip, Dedi. “Analisa Pengaruh Penanaman Modal Asing Langsung (FDI)
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional Propinsi Tahun 2000-2006”.
Tesis Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2009
Produk Legislatif
Perpres No. 107 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana
Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Diunduh pada tanggal 10 Mei
2016, melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik
Indonesia, https://www.ekon.go.id/hukum/download/1876/1316/perpres-
nomor-107-tahun-2015.pdf
xvii
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1965 tentang Pencabutan
Undang-Undang No. 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing
(Lembaran-Negara Tahun 1958, No. 138) Yang Telah Diubah Dan
Ditambah Dengan Undang-Undang No. 15 PRP Tahun 1960 (Lembaran-
Negara Tahun 1960 No. 42), Diunduh pada tanggal 24 April 2016,
melalui http://dapp.bappenas.go.id/upload/pdf/UU_1965_016.pdf.
Dokumen dan Jurnal Elektronik
Adiastuti, Anugrah. ”Implementasi Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia
(Sebelum dan Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal)”.Pandecta. Vol.6 Nomor
2. (Juli 2011). Diakses melalui
(http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta)
Rohendi, Acep. “Prinsip Liberalisasi Perdagangan World Trade Organization
(WTO) dalam Pembaharuan Hukum Investasi di Indonesia
(Undang-Undang Nomor.25 Tahun 2007)”, Padjajaran Jurnal
Ilmu Hukum (PJIH), Vol.1 Nomor. 2, (2014). Diakses pada tanggal
20 November 2015, melalui (http://pjih.fh.unpad.ac.id/pjih-vol1-
no2-2014)
UNDP, Human Development Report 1999. Diunduh pada 29 November
2015 melalui
(http://hdr.undp.org/sites/default/files/reports/260/hdr_1999_en_no
stats.pdf)
The World Bank, Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia. Juni
2011. Diunduh pada 29 November 2015 melalui
(http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/P
ublication/280016-1309148084759/IEQ-
Jun2011_section_B_bh.pdf)
Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretaapian Nasional, Kementerian Perhubungan.
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional, April 2011. Diunduh
pada tanggal 3 Maret 2016, melalui
xviii
(http://perkeretaapian.dephub.go.id/dmdocuments/RIPNAS-
FINAL.pdf)
Easton, David, “An Approach to the Analysis of Political System”, World
Politics, Vol. 9, No. 3 (Apr, 1957), JSTOR. Diunduh melalui
http://online.sfsu.edu/sguo/Renmin/June2_system/Political%20Sys
tem_Easton.pdf. Pada tanggal 11 Juni 2016.
Rosecrance, Richard dan Stein, Arthur, “Interdependence: Myth or Reality”,
World Politics 26, No. 1(Oktober, 1973), diunduh, melalui
http://www.grandstrategy.net/Articles-
pdf/Interdependence_Myth_or_Reality.pdf. Pada tanggal 29 Mei
2016.
Nurridzki, Nanda, “Learning from the ASEAN+1 Model and the ACIA”,(March
2015). Diunduh pada tanggal 2 Mei 2016, melalui
http://www.eria.org/ERIA-DP-2015-19.pdf.
Weiss, Martin A.,dkk. “International Investment Agreements (IIAs): Frequently
Asked Questions”,(May 15, 2015). Diunduh pada tanggal 2 Mei 2016,
melalui https://www.fas.org/sgp/crs/misc/R44015.pdf.
Situs Lembaga Resmi dan Berita Internet
Kata Data.“Dari Mana Dana Kereta Cepat?”. Diakses pada 25 Februari 2015,
melalui (http://katadata.co.id/infografik/2016/02/09/dari-mana-dana-
kereta-cepat#sthash.ix3dZbUX.b0f7OGHs.dpbs)
Ministry of Trade and Industry Singapore, “MTI Instights: International
Investment Agreement”, diakses pada tanggal 30 April 2016, melalui
https://www.mti.gov.sg/MTIInsights/Pages/IGAs.aspx
Trading Economics “Ease of Doing Business in Indonesia 2008-2016” , diakses
pada tanggal 11 Juni 2016, melalui
http://www.tradingeconomics.com/indonesia/ease-of-doing-business.
Wawancara
Arifwibowo, Febrianto. 2016.”Konsep Investasi Kereta Cepat Indonesia-
Tiongkok”. Azizia Rochimasnaini. Pada tanggal 26 Mei 2016.
xix
Hadi, Y.B. Priatmo. 2016. “ Latar Belakang Kebijakan Investasi Kereta Cepat “.
Azizia Rochimasnaini. Pada tanggal 01 Juni 2016.
Anam, Syaiful. 2016. “Latar Belakang Kebijakan Investasi Kereta Cepat“. Azizia
Rochimasnaini. Pada tanggal 01 Juni 2016
Rosita. 2016. “Mekanisme Perizinan dan Pembangunan Kereta Cepat”. Azizia
Rochimasnaini. Pada tanggal 07 Juni 2016.
Theresia. 2016. “Mekanisme Perizinan dan Pembangunan Kereta Cepat”. Azizia
Rochimasnaini. Pada tanggal 07 Juni 2016
A, Anton. 2016. “Mekanisme Perizinan dan Pembangunan Kereta Cepat”. Azizia
Rochimasnaini. Pada tanggal 07 Juni 2016
Danu, Ferdian. 2016. “Mekanisme dan Peran Kementerian Perhubungan dalam
Perencanaan Kereta Cepat”. Azizia Rochimasnaini. Pada tanggal 23
Mei 2016.
Basuki, Deny Tri. 2016. “Latar belakang hubungan ekonomi politik Indonesia-
Tiongkok”. Azizia Rochimasnaini. Pada tanggal 17 Mei 2016.
Sasongko, Gudadi Bambang. 2016.. “Hubungan Ekonomi Politik antara Indonesia
dengan Tiongkok”. Pada tanggal 10-17 Mei 2016 via pesan elektronik
(e- mail).
Ikhsan, Muhammad. 2016. “Latar Belakang Investasi Tiongkok ke Indonesia
dalam pembangunan kereta cepat, serta Kebijakan Ekonomi dan
Pembangunan Indonesia”. Azizia Rochimasnaini. Pada tanggal 20
Mei 2016.
Prihartono, Bambang. 2016. “Peran Bappenas dalam Perencanaan kereta cepat”.
Azizia Rochimasnaini. Pada tanggal 28 Mei 2016
Handiko,Gunesti Wahyu. 2016. “Kesiapan industri dalam negeri dan Peran PT.
INKA dalam pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung”. Azizia
Rochimasnaini. Pada tanggal 28 Mei 2016.
xx
LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara kepada:
Kepala Fungsi Politik Indonesia di KBRI Tiongkok 2012, Gudadi B.
Sasongko
2. Pedoman Wawancara kepada:
Kepala Sub Direktorat Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Asia Timur
Pasifik, Kementerian Luar Negeri 2016, Deny Tri Basuki
No. Pertanyaan
1 Bagimana hubungan ekonomi politik antara Indonesia dengan
Tiongkok pada masa pemerintahan saat ini, dan sebelumnya?
2 Sejauh mana kedekatan hubungan pemerintah Indonesia, politik
Indonesia dengan Tiongkok ?
3 Bagaimana tanggapan bapak dalam investasi Tiongkok yang sanga
besar di awal masa pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini?
No. Pertanyaan
1 Bagaimana tanggapan Direktorat Ekonomi dan Pembangunan Asia
Timur Pasifik terhadap Tiongkok dalam investasi yang sangat
besar di awal masa pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini?
2 Sejauh mana kedekatan hubungan pemerintah Indonesia, politik
Indonesia dengan Tiongkok ?
xxi
3. Pedoman Wawancara kepada:
Direktur Transportasi BAPPENAS 2016, Bambang Prihartono
4. Pedoman Wawancara kepada:
Peneliti dan Pengamat Kebijakan Publik Ekonomi, Muhammad Ikhsan
No. Pertanyaan
1 Bagaimana awal mula perencanaan kebijakan investasi kereta
cepat?
2 Bagaimana peran Bappenas dalam perencanaan kereta cepat?
3 Bagaimana koordinas yang dijalin pemerintah dalam kebijakan
kereta cepat?
4 Faktor apa yang menyebabkan pentingnya investasi pembangunan
kereta cepat saat ini?
No. Pertanyaan
1 Apakah pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo saat
ini adalah pembangunan yang terburu-buru?
2 Bagaimana bapak memandang Tiongkok dalam investasi kereta
cepat saat ini?
3 Bagaimana tanggapan bapak mengenai investasi kereta cepat?
4 Bagaimana bapak memandang negara saat ini dalam aktivitas
investasi khususnya kereta cepat?
xxii
5. Pedoman Wawancara kepada:
Direktur PT. INKA 2012, Gunesti Handiko
6. Pedoman Wawancara kepada:
Kementerian Perhubungan
7. Pedoman Wawancara kepada:
PT. Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Febrianto Arifwibowo
No. Pertanyaan
1 Bagaimana bapak memandang industri kereta api di Indonesia saat
ini?
2 Mengapa PT. INKA tidak dilibatkan dalam konsorsium kereta
cepat?
No. Pertanyaan
1 Bagaimana peran Kementerian Perhubungan dalam investasi
pembangunan kereta-cepat oleh Tiongkok?
2 Bagaimana proses investasi, kerjasama dan perkembangan
pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung?
3 Mengapa konsorsiumkereta cepat tidak ditangani oleh
Kementerian Perhubungan?
No. Pertanyaan
1 Bagaimana skema investasi dan bisnis investasi kereta cepat
Jakarta-Bandung oleh Tiongkok?
2 Bagaimana konsep pembangunan kereta cepat?
xxiii
8. Pedoman Wawancara kepada:
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
No. Pertanyaan
1 Bagaimana konsep kerjasama investasi dalam konsorsium
BUMN?
2 Mengapa kebijakan investasi kereta cepat terkesan tergesa-gesa?
3 Apa yang menyebabkan pembangunan infrastruktr kereta cepat
dipercepat di masa pemerintahan Presiden Jokowi?