21
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Veronica Dian Sari Sutanto 12.70.0018 Kelompok A4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Nata de Coco_Veronica Dian Sari Sutanto_12.70.0018_A4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Nata de Coco adalah suatu produk yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan digunakannya substrat berupa air kelapa muda dan mikroorganisme yang digunakan adalah Acetobacter xylinum.

Citation preview

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Veronica Dian Sari Sutanto12.70.0018Kelompok A4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

1

20151. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan mengenai fermentasi Nata de Coco dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Fermentasi Nata de CocoKel.Tinggi media awal (cm)Tinggi ketebalan nata (cm)% lapisan nata

07140714

A11,400,30,3021,4321,43

A21,200,40,4033,3333,33

A31,400,50,5035,7135,71

A42,000,20,601030

A51,200,20,3016,625

10

Pada tabel hasil pengamatan fermentasi Nata de Coco dapat dilihat bahwa media awal pada masing-masing kelompok memiliki tinggi yang berbeda-beda. Kenaikan tinggi ketebalan Nata de Coco dilihat pada hari ke-0, hari ke-7, dan hari ke-14. Pada hari ke-0, tinggi Nata de Coco pada semua kelompok adalah 0 dan pada hari ke-7 kelompok A3 memiliki Nata de Coco dengan tinggi ketebalan Nata de Coco yang paling tinggi dibandingkan dengan Nata de Coco milik kelompok lain yaitu dengan kenaikan sebesar 0,5 cm. Pada hari ke-14, kelompok A4 dan A5 memiliki kenaikan angka tinggi ketebalan Nata de Coco dilihat dari hari ke-7 yaitu sebanyak 0,4 cm dan 0,1 cm. Jika dilihat dari % lapisan Nata de Coco maka pada hari ke-7, kelompok A3 memiliki % lapisan yang paling besar yaitu 35,71%. Pada hari-14 terdapat kenaikan % lapisan Nata de Coco dilihat dari hari ke-7 yaitu pada kelompok A4 dan A5, sedangkan untuk kelompok A1, A2, dan A3 angka % lapisan Nata de Coco sama dengan hari ke-7.1

2. PEMBAHASANAir kelapa adalah salah satu bahan pangan yang dapat diolah menjadi beberapa bahan pangan dengan nilai fungsional yang tinggi yaitu dapat diolah menjadi sirup, kecap, campuran minuman tuak, minuman isotonik, dan juga nata de coco hal ini dinyatakan oleh Wrasiati et al. (2013) dalam jurnal Pemanfaatan Limbah Air Kelapa Menjadi Produk Coco Cider : Kajian Penambahan Gula dan Waktu Fermentasi. Pada praktikum ini, dilakukan proses pembuatan nata menggunakan air kelapa. Nata merupakan selulosa yang dihasilkan dari proses sintesis gula yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum yang memiliki ciri-ciri berbentuk agar, memiliki warna putih, dan memiliki kandungan air sekitar 98 %. Nata de Coco adalah suatu produk yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan digunakannya substrat berupa air kelapa muda dan mikroorganisme yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Palungkun (1996) menyatakan bahwa Nata de Coco merupakan suatu krim yang bersumber dari air kelapa dan yang dibentuk oleh mikroorganisme Acetobacter xylinum dengan melalui proses fermentasi. Air kelapa cocok digunakan sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum karena kandungan nutrisinya yang dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan Acetobacter xylinum. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Almeida et al (2013) dalam jurnal Mineral Consumption by Acetobacter xylinum on Cultivation Medium on Cococut Water bahwa strain Acetobacter membutuhkan media yang kaya akan karbohidrat, protein, vitamin, dan garam anorganik.Nata de Coco yang baik dapat dilihat dari indikator tekstur, warna, dan aroma. Produk nata yang baik memiliki tekstur yang kenyal akibat penambahan starter Acetobacter xylinum sebanyak 10%. Produk nata yang baik juga dapat dilihat dari warna yaitu berkisar putih hingga putih bening. Selain itu nata juga memiliki aroma berkisar asam hingga tidak asam (Anastasia & Afrianto, 2008). Tahapan pembuatan nata adalah glukosa yang difungsikan sebagai substrat pertumbuhan bakteri dimana sebagian glukosa digunakan oleh bakteri untuk melakukan aktivitas metabolisme dan sisa glukosa tersebut akan diuraikan menjadi polisakarida yang berbentuk gel dan disebut extracelluler selulose. Polisakarida yang dihasilkan ini dapat disebut juga nata. Jurnal Study on the Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Wasteoleh Lestari et al (2014) menyatakan bahwa, Acetobacter xylinum merupakan suatu jenis bakteri yang dapat menghasilkan selulosa yang memiliki sifat fisik yang menguntungkan. Acetobacter xylinum dapat digolongkan sebagai gram bakteri negatif. Acetobacter xylinum memiliki kemampuan melakukan oksidasi pada glukosa dan diubah menjadi glukonat dan asam-asam organik dalam waktu yang bersamaan. Hayati (2003) menyatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dam proses fermentasi Nata de Coco adalah : Alat yang digunakan harus steril Proses penambahan starter dilakukan secara aseptis Suhu pemeraman harus stabil yaitu berkisar 30oC pH media disesuaikan dengan pH yang disenangi bakteri yaitu berkisar 4,3 4,5.Pada praktikum pembuatan Nata de Coco, dilakukan langkah-langkah untuk pembuatan Nata de Coco yaitu :

Gambar 1. 1,4 liter air kelapa disaringTahapan awal yang dilakukan pada proses pembuatan Nata de Coco adalah proses penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan air kelapa yang akan digunakan sebagai media fermentasi dengan bahan-bahan pengotor dan juga ampas yang mungkin ada dalam air kelapa tersebut (Pambayun, 2002).

Gambar 2. Air kelapa tua ditambahkan gula pasirTahapan kedua yang dilakukan adalah air kelapa tua yang telah disaring pada tahap sebelumnya, ditambahkan dengan gula pasir sebanyak 10% dari total air kelapa tua yang digunakan atau dalam praktikum ini ditambahkan gula pasir sebanyak 140 gram. Menurut Awang (1991) penambahan konsentrasi gula yang optimum sebanyak 10% dari substrat. Penambahan gula pasir memiliki tujuan untuk digunakan sebagai suatu sumber karbon organik yang dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum untuk melakukan pertumbuhan dan menghasilkan tenunan selulosa. Namun, penambahan gula tidak diperkenankan ditambahkan secara berlebihan. Hal ini disebabkan bahwa penambahan gula dalam jumlah yang terlalu banyak akan menghambat penggunaan yang optimal oleh bakteri Acetobacter xylinum sehingga gula yang masih ada akan terbuang (Sunarso, 1982). Rahman (1992) menambahkan bahwa gula yang ditambahkan terlalu banyak maka tidak sebanding dengan jumlah bakteri Acetobacter xylinum sehingga Acetobacter xylinum tidak bekerja secara efektif untuk mengkonversi gula dalam substrat dan mengubahnya menjadi selulosa secara ekstraseluler.

Gambar 3. Larutan kelapa kemudian ditambahkan amonium sulfatTahapan yang ketiga adalah air kelapa tua yang telah ditambahkan dengan gula kemudian ditambahkan pula dengan amonium sulfat sebanyak 0,5% dari total air kelapa tua yang digunakan atau dalam praktikum ini ditambahkan amonium sulfat sebanyak 7 gram. Pada proses pertumbuhan Acetobacter xylinum, selain dibutuhkan karbon dibutuhkan pula nitrogen. Sumber nitrogen ini didapat dari penambahan amonium sulfat atau disebut juga urea (Awang, 1991).

Gambar 4. Larutan kelapa ditambahkan asam cuka glasialTahapan yang keempat adalah larutan kelapa tua diberi penambahan asam cuka glasial dan diukur pH-nya dengan menggunakan pH meter hingga pH mencapai 4-5. Penambahan asam cuka glasial bertujuan untuk mencapai pH yang optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yaitu berkisar antara pH 4 hingga 4,5 (Awang, 1991). Jurnal The Effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on the Production of Bacterial Cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum (Jagannath et al, 2008) menyatakan bahwa untuk menghasilkan produk nata yang yang baik maka digunakan konsentrasi sukrosa sebanyak 10 %, ammonium sulfat sebanyak 0,5 %, dan juga memiliki pH terbaik yaitu 4.

Gambar 5. Larutan kelapa dipanaskanPada tahapan kelima, setelah larutan kelapa tua ditambahkan dengan asam cuka glasial maka larutan kelapa tua tersebut dipanaskan. Proses pemanasan ini bertujuan untuk mematikan atau membunuh mikroorganisme yang mungkin ada dalam air kelapa dan dapat mencemari produk akhir yang dihasilkan. Selain itu, mikroorganisme tersebut dapat mengganggu proses pembentukan selulosa yang mengakibatkan nata tidak terbentuk secara sempurna (Astawan & Astawan, 1991). Setelah larutan kelapa dipanaskan, kemudian kembali disaring dengan menggunakan kain saring. Proses penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan bahan pengotor yang mungkin masih dapat lolos dalam tahap penyaringan awal. Kemudian larutan kelapa siap untuk digunakan dalam proses fermentasi.Proses fermentasi adalah suatu proses yang melibatkan aktifitas dari suatu jenis mikroorganisme untuk menghasilkan energi melalui proses pemecahan substrat yang digunakan dalam keperluan metabolisme dan pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Proses fermentasi ini juga dapat menyebabkan perubahan sifat fisik ataupun sifat kimia dari bahan pakan yang digunakan sebagai akibat dari proses pemecahan berbagai zat yang terkandung di dalam bahan pakan yang digunakan sebagai media fermentasi (Rachman, 1989). Perubahan sifat kimia dalam media yang digunakan dapat diakibatkan dari aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang digunakan tersebut. Perubahan kimia yang terjadi meliputi perubahan senyawa-senyawa yang bersifat kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi suatu senyawa yang mudah untuk dicerna. Produk hasil proses fermentasi dapat memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pangan yang digunakan sebagai media fermentasi yaitu,seperti meningkatkan daya cerna, menghilangkan senyawa yang mungkin bersifat racun, meningkatkan rasa dan aroma, serta meningkatkan nilai gizi (Prescott & Dunn, 1959).

Gambar 6. Larutan kelapa dituangkan ke dalam wadah plastik transparanPada tahap awal proses fermentasi, sebanyak 200 ml larutan kelapa dituangkan ke dalam wadah plastik transparan bersih (kotak makan plastik). Wadah plastik tersebut harus dipastikan dalam keadaan bersih dan steril sebelum digunakan, karena untuk mencegah adanya mikroorganisme pada substrat yang akan dimasukkan dalam wadah tersebut. Selain itu juga untuk memastikan tidak ada lagi mikroorganisme setelah dilakukan proses pemanasan pada proses sebelumnya.

Gambar 7. Ditambahkan biang nata (starter) ke dalam larutan kelapa secara aseptisPada tahap kedua proses fermentasi, larutan kelapa yang telah dipindahkan pada wadah plastik transparan kemudian ditambahkan dengan biang nata (starter) sebanyak 10% (20 ml) dari media secara aseptis. Penambahan starter sebanyak 10% sudah sesuai dengan pernyataan dari Pato & Dwiloka (1994) bahwa jumlah starter yang digunakan dalam proses pembuatan Nata de Coco adalah berkisar 4-10%. Tujuan penambahan starter sebanyak 10% adalah untuk menghasilkan nata dengan tekstur yang kenyal secara optimum (Sunarso, 1982). Pada tahap ketiga, larutan kelapa yang telah ditambahkan dengan biang nata (starter) digojok atau diaduk sehingga starter yang ditambahkan bercampur secara homogen dalam larutan kelapa. Selain itu, tujuan penggojokan adalah menjadikan starter berupa bakteri Acetobacter xylinum tersebar secara merata pada substrat yang digunakan sehingga dihasilkan produk nata yang optimal.

Gambar 8. Wadah plastik ditutup dengan kertas coklatPada tahapan keempat, dilakukan penutupan wadah plastik transparan yang berisi larutan kelapa yang telah ditambah dengan starter dengan menggunakan kertas coklat. Proses penutupan wadah ini memiliki maksud untuk menghindari permukaan nata bersentuhan secara langsung dengan udara walaupun bakteri Acetobacter xylinum memiliki sifat aerobik karena akan mengganggu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum secara maksimal (Pambayun, 2002). Selain dapat mengganggu proses pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, mungkin dapat terjadi kontaminasi mikroorganisme yang berasal dari udara. Maka wadah yang berisi substrat ditutup dengan menggunakan kertas coklat.

Gambar 9. Dilakukan inkubasi selama 2 minggu dalam suhu ruang Pada tahapan kelima dalam proses fermentasi, larutan kelapa yang telah ditempatkan dalam wadah plastik tertutup kemudian diinkubasi. Proses inkubasi ini dilakukan selama 2 minggu dalam suhu ruang. Waktu inkubasi yang digunakan sesuai dengan pernyataan Rahayu et al. (1993) bahwa waktu inkubasi yang optimal untuk melakukan pembentukan nata adalah berkisar 10 hingga 14 hari. Proses inkubasi ini bertujuan untuk memberi kesempatan bagi bakteri Acetobacter xylinum untuk melakukan pertumbuhan dan mengubah glukosa menjadi selulosa serta membentuk lapisan nata secara optimal. Proses inkubasi dilakukan pada suhu ruang karena bakteri Acetobacter xylinum yang digunakan sebagai starter pembuatan nata hanya dapat tumbuh pada suhu ruang yaitu sekitar suhu 2832C. Jika proses inkubasi dilakukan dengan menggunakan suhu di atas ataupun di bawah suhu ruang, maka pertumbuhannya akan terhambat. Bahkan jika proses inkubasi dilakukan dengan menggunakan suhu hingga mencapai 40C, maka bakteri Acetobacter xylinum ini akan mati (Pambayun, 2002). Suhu inkubasi sangat berpengaruh penting dalam proses pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dibuktikan oleh jurnal Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications, bahwa perlu dilakukan penanganan khusus terhadap proses adaptasi bakteri Actobacter xylinum agar tidak menghasilkan produk samping yang berbahaya pada saat proses metabolisme (Sherif, 2014).Selama proses fermentasi berlangsung, larutan kelapa tersebut tidak boleh digoyangkan sehingga lapisan yang terbentuk tidak terpisah pisah. Astawan & Astawan (1991) menyatakan bahwa faktor kegagalan dalam pembentukan nata disebabkan oleh adanya penggoyangan yang dapat menyebabkan hilangnya lapisan nata yang sudah mulai terbentuk pada bagian permukaan dan juga karena proses pembentukan nata merupakan fermentasi jenis fermentasi diam atau tidak boleh digerakkan. Tahapan selanjutnya, dilakukan pengamatan terhadap Nata de Coco yang telah diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang. Pengamatan yang dilakukan terhadap Nata de Coco meliputi lapisan yang terbentuk di permukaan cairan, ketebalan lapisan Nata de Coco pada hari ke 7 dan ke 14, serta dihitung persentase kenaikan ketebalan. Rumus yang digunakan untuk menghitung % lapisan nata yaitu :

Tujuan dari dilakukannya pengamatan tersebut adalah mengetahui pembentukan lapisan nata yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter xylinum, mengetahui tinggi ketebalan nata pada hari ke-7 dan ke-14, serta mengetahui persentase lapisan nata pada hari ke-7 dan juga hari ke-14.Hasil yang didapat dari pengamatan tersebut yaitu pada kelompok A1 memiliki tinggi awal media 1,4 cm dengan tinggi ketebalan nata 0 cm (hari ke-0) dan 0,3 cm (hari ke-7 dan ke-14). Lapisan nata yang dimiliki kelompok A1 adalah 0% (hari ke-0) dan 21,43% (hari ke-7 dan ke-14). Nata milik kelompok A2 memiliki tinggi awal media 1,2 cm, tinggi ketebalan nata hari ke-0 yaitu 0 cm, tinggi ketebalan nata hari ke-7 dan ke-14 yaitu 0,4 cm, serta persentase lapisan nata sebesar 0% pada hari ke-0 dan 33,33% pada hari ke-7 dan ke-14. Pada kelompok A3 memiliki tinggi media awal 1,4 cm, tinggi ketebalan nata 0 cm pada hari ke-0, tinggi ketebalan nata 0,5 cm pada hari ke-7 dan ke-14, persentase lapisan nata sebesar 0% pada hari ke-0, dan persentase lapisan nata sebesar 35,71% pada hari ke-7 dan hari ke-14. Nata yang dimiliki oleh kelompok A4, memiliki tinggi awal media 2,0 cm, tinggi ketebalan nata hari ke-0 yaitu 0 cm, tinggi ketebalan nata hari ke-7 yaitu 0,2 cm, tinggi ketebalan nata hari ke-14 yaitu 0,6 cm. Selain itu, nata kelompok A4 memiliki persentase lapisan nata sebesar 0% pada hari ke-0, persentase lapisan nata sebesar 10% pada hari ke-7, dan persentase lapisan nata sebesar 30% pada hari ke-14. Terakhir adalah nata milik kelompok A5 dengan tinggi awal media 1,2 cm, tinggi ketebalan nata 0,2 cm pada hari ke-7, tinggi ketebalan nata 0,3 cm pada hari ke-14, persentase lapisan nata 0% pada hari ke-0, persentase lapisan nata sebesar 16,6% pada hari ke-7, dan persentase lapisan nata 25% pada hari ke-14. Pada hasil tersebut diketahui bahwa nata milik kelompok A1, A2, dan A3 masing-masing memiliki tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata yang sama pada hari ke-7 dan hari ke-14.Didapatkan hasil tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata karena Acetobacter xylinum yang digunakan sebagai starter serta ditambahkan dalam air kelapa akan melakukan pembentukan gel pada bagian permukaan larutan kelapa muda yang memiliki kandungan gula dan pembentukan gel tersebut hanya dapat dilakukan pada kondisi asam. Acetobacter xylinum memiliki suatu sifat spesifik yaitu memiliki kemampuan untuk menghasilkan selaput yang tebal pada bagian permukaan cairan yang difermentasi yang merupakan komponen selulosa. Rahayu et al. (1993) menyatakan bahwa bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan Nata de Coco tersebut tergantung dari jumlah maupun umur inokulum. Jumlah inokulum yang pada umumnya digunakan dalam proses fermentasi pembuatan Nata de Coco adalah berkisar 1-10 %. Inokulum tersebut dapat memanfaatkan gula sebagai substrat pertumbuhan, sehingga gula yang terkandung pada media pertumbuhan harus dalam jumlah yang cukup dan disesuaikan pula dengan jumlah inokulum yang digunakan.Hasil dari pengamatan tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata pada kelompok A4 dan A5 mengalami peningkatan dari hari ke-0 dengan hari ke-7 maupun dari jari ke-7 dengan hari ke-14. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Pambayun (2002) bahwa penggunaan bakteri Acetobacter xylinum akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat mengubah zat gula menjadi serat (selulosa). Namun hasil yang didapatkan oleh kelompok A1, A2, dan A3 yang memiliki angka yang sama pada masing-masing tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata hari ke-7 dan hari ke-14 mungkin dikarenakan tidak terkontrolnya pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam proses fermentasi nata maka kemungkinan akan menghasilkan tekstur nata yang tidak terlalu baik atau akan terhenti pada proses pembentukan lapisan nata (Seumahu et al., 2005). Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa kegagalan dalam pembentukan lapisan nata dapat disebabkan karena adanya gangguan selama proses fermentasi yang berupa penggoyangan.2

3. KESIMPULAN

Nata de Coco merupakan suatu produk fermentasi air kelapa dan gula oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum membutuhkan media yang mengandung sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan garam anorganik untuk mendukung pertumbuhan. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan bahan pengotor dengan air kelapa yang akan digunakan sebagai substrat. Konsentrasi optimum gula yang ditambahkan sebanyak 10% dari air kelapa yang digunakan dan digunakan untuk menghasilkan selulosa. Amonium sulfat dapat menyediakan nitrogen anorganik untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum. Air kelapa dipanaskan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang dapat mengganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum ditambahkan secara aseptis untuk mencegah kontaminasi. O2 tidak diperkenankan bersentuhan langsung dengan substrat untuk mencegah terganggunya proses pembentukan lapisan nata. Suhu pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yang cocok adalah suhu ruang. Faktor yang mempengaruhi pembentukan Nata de Coco adalah pH, temperatur, karbohidrat, nitrogen, dan keberadaan mikroba yang tidak diharapkan. Serat pada Nata de Coco merupakan selulosa hasil dari proses fermentasi. Nata yang terkontaminasi mikroorganisme yang tidak diinginkan dan mengganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum dapat menyebabkan tidak terbentuknya lapisan nata selama proses fermentasi.

Semarang, 7 Juli 2015Praktikan, Asisten praktikum, Wulan Apriliana Nies MayangsariVeronica Dian Sari Sutanto

12.70.001811

4. DAFTAR PUSTAKAAlmeida et al. (2013). Minerals consumption by Acetobacter xylinum on cultivation medium on coconut water. Brazilian Journal of Microbiology. Vol 44(1) : 197-206.Anastasia, N. dan Afrianto, E. (2008). Mutu Nata de Seaweed dalam Berbagai Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung.Astawan, M. & M.W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Bogor.Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta. Hayati, M. ( 2003 ). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.Jagannath,A., Kalaiselvan,A., Manjunatha,S.S., Raju,P.S., Bawa.A.S .(2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.Lestari,P., Elfrida,N., Suryani,A., Suryadi, Y. (2014). Study on the Production of Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum using Agro-Waste . Jordan Journal of Biological Sciences. Volume 7, Number 1, Pages 75 80.Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.Prescott. S. C. & C. G. Dunn. (1959). Industrial Microbiology. McGraw Hill Book Company Inc. New York.Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.Sherif M.K. (2014). Bacterial Cellulose Production and its Industrial Applications. Keshk, J Bioproces Biotechniq 2014, 4:2.Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.Wrasiati et al. (2013). Pemanfaatan Limbah Air Kelapa Menjadi Produk Coco Cider : Kajian Penambahan Gula dan Waktu Fermentasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 1, Februari 2013, hlm. 106-114.5. LAMPIRAN5.1. Laporan Sementara5.2. Jurnal5.3. Viper