2
Nama : Anggita Khusnur Rizqi NIM : 0807015 Mata Kuliah : Perubahan Sosial Budaya Dalam suatu masyarakat, seringkali terjadi perubahan. Wajar saja bila hal tersebut terjadi karena seiring berjalannya waktu, muncul banyak hal yang baru sehingga berpengaruh terhadap terjadinya perubahan sosial dan/atau budaya. Bicara tentang perubahan sosial budaya, saya sendiri pun memiliki pengalaman kecil mengenai perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Sejak kecil, saya tinggal di Kota Bandung, tepatnya di Jalan Mochammad Toha Komplek PLN Tegallega. Lingkungan tempat saya tinggal memang agak terpencil, dan hanya terdiri dari 11 kepala keluarga. Ternyata, dalam lingkungan kecil pun perubahan tetap tidak dapat dihindari Dari banyaknya perubahan yang terjadi, yang selalu saya rasakan sangat berubah adalah ketika saat-saat bulan Ramadhan. Ketika saya kecil, Ramadhan selalu memiliki pesona tersendiri untuk saya. Selama bulan Ramadhan saya menunggu adzan maghrib dengan memainkan berbagai permainan tradisional bersama teman- teman. Dimulai dari bermain bekel, congklak, ludo, monopoli, ular tangga, sampai berbagai macam permainan kartu. Kami juga senang bermain ‘anyang-anyangan’ dan game elektronik yang sudah agak modern yang dulu kami sebut ‘gemot’. Setelah buka puasa, setiap anak akan mengajak temannya pergi ke masjid untuk shalat tarawih. Selesai shalat tarawih, biasanya anak-anak bermain ‘kucing-kucingan’ hingga agak larut, atau jajan baso dan kerupuk mie bersama-sama, atau juga bermain kembang api dan petasan. Tetapi melihat anak-anak sekarang yang mungkin sudah

narasi contoh Perubahan Sosial Budaya

  • Upload
    anggita

  • View
    1.030

  • Download
    13

Embed Size (px)

DESCRIPTION

menurut saya,,cara saya mengarang kata2 sangat konyol..

Citation preview

Page 1: narasi contoh Perubahan Sosial Budaya

Nama : Anggita Khusnur Rizqi

NIM : 0807015

Mata Kuliah : Perubahan Sosial Budaya

Dalam suatu masyarakat, seringkali terjadi perubahan. Wajar saja bila hal tersebut

terjadi karena seiring berjalannya waktu, muncul banyak hal yang baru sehingga

berpengaruh terhadap terjadinya perubahan sosial dan/atau budaya.

Bicara tentang perubahan sosial budaya, saya sendiri pun memiliki pengalaman kecil

mengenai perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Sejak kecil, saya tinggal di Kota

Bandung, tepatnya di Jalan Mochammad Toha Komplek PLN Tegallega. Lingkungan tempat

saya tinggal memang agak terpencil, dan hanya terdiri dari 11 kepala keluarga. Ternyata,

dalam lingkungan kecil pun perubahan tetap tidak dapat dihindari

Dari banyaknya perubahan yang terjadi, yang selalu saya rasakan sangat berubah

adalah ketika saat-saat bulan Ramadhan. Ketika saya kecil, Ramadhan selalu memiliki

pesona tersendiri untuk saya. Selama bulan Ramadhan saya menunggu adzan maghrib

dengan memainkan berbagai permainan tradisional bersama teman-teman. Dimulai dari

bermain bekel, congklak, ludo, monopoli, ular tangga, sampai berbagai macam permainan

kartu. Kami juga senang bermain ‘anyang-anyangan’ dan game elektronik yang sudah agak

modern yang dulu kami sebut ‘gemot’. Setelah buka puasa, setiap anak akan mengajak

temannya pergi ke masjid untuk shalat tarawih. Selesai shalat tarawih, biasanya anak-anak

bermain ‘kucing-kucingan’ hingga agak larut, atau jajan baso dan kerupuk mie bersama-

sama, atau juga bermain kembang api dan petasan. Tetapi melihat anak-anak sekarang yang

mungkin sudah mulai tersentuh teknologi, permainan-permainan tradisional sudah tidak

pernah dimainkan lagi di lingkungan rumah saya. Bahkan ‘gemot’ yang sewaktu dulu sudah

cukup modern pun sudah tak pernah dimainkan. Dengan dibangunnya warnet (warung

internet) di dalam komplek, kini mereka bermain game online di sana dan jarang bermain

bersama dengan teman sesamanya. Setelah berbuka, sebagian mereka ke masjid, sebagian

lagi tidak. Dan tidak terlalu terlihat kepedulian terhadap sesama mereka, tidak ada ajakan

untuk pergi ke masjid bersama-sama. Lalu setelah shalat tarawih selesai, tidak ada lagi anak-

anak yang bermain hingga larut. Tukang baso pun tidak pernah datang lagi karena komplek

sepi, tidak ada anak yang bermain dan itu berarti tidak ada pembeli. Kini, Komplek PLN

Mochammad Toha telah kehilangan pesona Ramadhan-nya. Setidaknya, begitulah menurut

saya.