18
- -- MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG RANTAU KARYA Y.B. MANGUNWIJA YA Ali Imron A.M. PBSID FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract This research study aims to describe the construct and meaning of multiculturalism in Burung-burung Rantau, a novel by Y. B. Mangunwijaya. The data sou'rce was Burung-burung Rantau, a novel by Y. B. Mangunwijaya (1992). The data were collected by reading and making notes. They were analyzed by using the descriptive qualitative technique through semiotic models by Roland Barthes and Riffaterre, employing heuristic and hermeneutic reading methods. The research findings show that the novel contains multicultural ideas represented by the characters, especially Wiranto's and Yuniati's children: Anggi, Neti, Bowo, and Chandra. They symbolize a post-Indonesia generation. The multiculturalism ideas in the novel comprise (1) the birth of a post-Indonesia generation in the global culture, (2) a present generation that has a high mobility to go anywhere, even to foreign countries, (3) a generation that wants to be free from traditional ties and local cultures and even from the national culture in order to attain freedom in creativity, (4) a phenomenon of mixing the local and national cultures and the eastern and western cultures, and (5) multiculturalism that can break the boundaries of ethnicity, nationality and social class, with an emphasis on strengthening women's existence. Key words: multiculturalism in literature, cultural plurality, ethnicity, nationality, and social class A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi pengarang yang kehadirannya tidak jarang memberikan pencerahan bagi masyarakat dalam merengkuh kehidupan. Sebagai refleksi pengarang atas fenomena di sekitarnya, tidak sedikit pula karya sastra memberikan kekayaan batin bagi pembaca. Melalui novel misalnya, secara tidak langsung pembaca dapat merasakan, meng- hayati, dan menemukan permasalahan kehidupan yang ditawarkan penga- rang. ltulah sebabnya, banyak karya sastra yang mampu melontarkan wa- cana yang tanpa disadari telah mempengaruhi pandangan masyarakat pembaca. Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini mencuat dalam ke- hidupan masyarakat dan tak terkecuali dalam khazanah sastra adalah multi- kulturalisme. Oalam khazanah sastra Indonesia dimensi multikultural mulai tampak pada beberapa karya sastra yang terbit pada dekade 1980-an. Seiring dengan semakin populernya istilah multikulturalisme, maka multi- kulturalisme akhir-akhir ini sering di- bicarakan dalam berbagai forum ilmiah, terlebih dengan adanya upaya-upaya rekonsiliasi nasional dalam rangka mencegah disintegrasi bangsa. 92

MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

  • Upload
    phambao

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

- --

MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG RANTAU

KARYA Y.B. MANGUNWIJA YA

Ali Imron A.M.

PBSID FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

This research study aims to describe the construct and meaning ofmulticulturalism in Burung-burung Rantau, a novel by Y. B. Mangunwijaya.

The data sou'rce was Burung-burung Rantau, a novel by Y. B. Mangunwijaya(1992). The data were collected by reading and making notes. They were analyzedby using the descriptive qualitative technique through semiotic models by RolandBarthes and Riffaterre, employing heuristic and hermeneutic reading methods.

The research findings show that the novel contains multicultural ideasrepresented by the characters, especially Wiranto's and Yuniati's children: Anggi,Neti, Bowo, and Chandra. They symbolize a post-Indonesia generation. Themulticulturalism ideas in the novel comprise (1) the birth of a post-Indonesiageneration in the global culture, (2) a present generation that has a high mobility togo anywhere, even to foreign countries, (3) a generation that wants to be free fromtraditional ties and local cultures and even from the national culture in order to

attain freedom in creativity, (4) a phenomenon of mixing the local and nationalcultures and the eastern and western cultures, and (5) multiculturalism that canbreak the boundaries of ethnicity, nationality and social class, with an emphasis onstrengthening women's existence.

Key words: multiculturalism in literature, cultural plurality, ethnicity, nationality,and social class

A. Pendahuluan

1. Latar BelakangKarya sastra merupakan hasil

kreasi pengarang yang kehadirannyatidak jarang memberikan pencerahanbagi masyarakat dalam merengkuhkehidupan. Sebagai refleksi pengarangatas fenomena di sekitarnya, tidaksedikit pula karya sastra memberikankekayaan batin bagi pembaca. Melaluinovel misalnya, secara tidak langsungpembaca dapat merasakan, meng-hayati, dan menemukan permasalahankehidupan yang ditawarkan penga-rang. ltulah sebabnya, banyak karyasastra yang mampu melontarkan wa-cana yang tanpa disadari telah

mempengaruhi pandangan masyarakatpembaca.

Salah satu fenomena yangakhir-akhir ini mencuat dalam ke-

hidupan masyarakat dan tak terkecualidalam khazanah sastra adalah multi-kulturalisme. Oalam khazanah sastraIndonesia dimensi multikultural mulaitampak pada beberapa karya sastrayang terbit pada dekade 1980-an.Seiring dengan semakin populernyaistilah multikulturalisme, maka multi-kulturalisme akhir-akhir ini sering di-bicarakan dalam berbagai forum ilmiah,terlebih dengan adanya upaya-upayarekonsiliasi nasional dalam rangkamencegah disintegrasi bangsa.

92

Page 2: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

Karya sastra merupakan inter-pretasi pengarang atas lingkungansosial yang dihadapinya dan ditangkap,oleh pembaca dengan interpretasi pula.Oalarn menginterpretasi karya sastra,pembaca menggunakan perspektifnyaberdasarkan horison harapannya. Olehkarena itu, tanpa mengikutsertakanaspek kemasyarakatannya yakni tanpa

memandangnya sebagai tindak komu-nikasi atau sebagai tanda, sastra tidakdapat dipaharni secara ilrniah (Teeuw,1984:43).

Sebagai tindak komunikasi ataugejala semiotik, yakni sebagai sistemkomunikasi tanda, sastra merupakansuatu dialektika antara teks denganpembacanya dan antara teks dengankonteks penciptaannya (Riffaterre,1978: 1). Oalarn karya sastra terdapatrelasi ganda, demikian Tynjanov(dalarn Luxemburg, 1984: 35), yangpertarna synfungsi, yakni relasi sastradengan unsur yang berada di luarsastra, dan autofungsi, yakni relasi didalam sastra itu sendiri. Oleh karena

itu, karya sastra harus ditempatkandalarn fungsinya sebagai gejala sosio-budaya.

Berbagai perrnasalahan manu-sia dan kemanusiaan, hidup dan ke-hidupan yang kompleks pada zaman-nya diungkapkan dalarn karya sastra.Sebagai refleksi atas realitas di sekitar-nya, karya sastra lazirn mendrama-tisasikan hubungan antarmanusia de-ngan segala dinamika, dialektika, danromantikanya. Karena itu, karya sastraperiode Balai Pus taka berbeda denganAngkatan 1945, demikian pula Ang-katan 1966 tidak sarna dengan Ang-katan 2000, baik dari segi konsepsiestetik, ekspresi maupun tema-temayang dikandungnya.

Lahimya karya sastra pada tiapangkatan tersebut tidak terlepas dari

93

ideologi pengarang. Ideologi dalamkarya sastra lebih diartikan sebagai ga-gasan dan pandangan hidup pengarangyang berkaitan dengan latar belakangsosial budaya dan situasi yang me-lahirkannya. Oemikian pula munculnyabeberapa karya sastra mutakhir yangmengungkapkap dirnensi multikulturaldi jagat sastra Indonesia pada sekitardua dekade terakhir tidak terlepas puladari ideologi pengarang yang merupa-kan refleksi atas fenomena yang ber-kembang di sekitamya. Multikul-turalisme merupakan fenomena yangmenarik dalam kehidupan umat ma-nusia pada akhir abad XX.

Oalam mengkaji ideologi tekssastra, ada dua cara yang dapat di-tempuh (Umar Junus, 1989: 192-193).Pertama, ideologi dihubungkan denganpengarang dan latar belakang masatertentu. Kedua, ideologi dilihat sebagaifenomena teks itu sendiri yang dapatdikaji secara herrneneutik atau inter-tekstual. Ideologi pad a suatu teks sastraterikat pada hubungannya dengankesemestaan dan teks lain.

Istilah multikultural itu sendiridi Indonesia mulai ramai dibicarakan

orang pada sekitar dekade 1990-an. Halini tidak terlepas dari berlangsungnyaglobalisasi yang melanda bangsa-bangsa di dunia yang melahirkanpluralisme budaya dalam masyarakatmodem baik dalam hal etnis, tradisi,agama, maupun bahasa. Perbedaanlatar belakang warga masyarakat tam-paknya merupakan sebuah kenyataanyang terelakkan. Lahirlah multi-kulturalisme dalam kehidupan masya-rakat yang kemudian terefleksi dalamkarya sastra.

Beberapa karya sastra yangmengungkapkan dirnensi multikulturalantara lain: karya-karya Y.B. Mangun-wijaya sejak dekade 1980-an misalnya:

Multikulturalisme Dalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

Page 3: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

94

Burung-burung Manyar (1981)yang me-lambungkan namanya sebagai sastra-wan Indonesia yang layak diper-hitungkan, disusul dengan RaraMendut(1983),BaladaBecak(1985),dan Burung-burung Rantau (1992). Setelah itu,banyak lahir karya sastra multikulturaldari para sastrawan muda bahkansastrawan wangi (sebutan bagi sastra-wan perempuan muda dan cantik).Mereka mengekspresikan nilai-nilaimultikultural yang semakin meluas dikalangan masyarakat kita akhir-akhirini. Sebutlah kumpulan cerpen SenoGumira Ajidarma Saksi Mata (1994),puisi karya Afrizal Malna "WinterFestival" (1995) dan "Lelaki yang Men-jadi Seekor Burung" (1996), Ayu Utamidalam novel Saman(1998) dan Larung(2001), Oka Rusmini melalui novelTarian Bumi (2000), Abidah EI Khalieqydalam puisi "Aku Hadir" dan novelGeni Jora (2004), Oadaisme(2004) karyaDewi Sartika, dan masih banyak lagi.

Oi an tara karya sastra yangcukup dominan mengungkapkan di-mensi multikulralisme adalah Burung-burung Rantau karya Y.B. Mangun-wijaya. Dibandingkan dengan Burung-burung Manyar (1981)dan RaraMendut(1983), Burung-burung Rantau (BbR,1992) terlihat lebih dominan mencuat-kan multikulturalisme dengan spiritpencerahan bagi kehidupan masyarakatpad a era global. BbR memiliki posisitersendiri dalam khazanah sastraIndonesia mutakhir karena ketika BbRdilahirkan belurn banyak karya sastrayang melontarkan masalah multikul-turalisme dan kaya wawasan yang me-nunjukkan keyaan pengetahuan seka-ligus kepiawaian pengarangnya dalambercerita. Oengan pengalaman danwawasan intemasionalnya yang luas,Mangunwijaya dalam BbR terlihatpiawai melontarkan gagasan multi-

kulturalisme dalam jalinan cerita me-narik, bahkan terkadang terasa meng-gelitik dan mengiris tajam intelek-tualitas pembaca.

Berdasarkan alasan dan pemi-kiran itulah, maka tulisan ini dibuatuntuk menganalisis dimensi multikul-tualisme dalam novel Burung-burungRantau (BbR)karya Y.B.Mangunwijaya(selajutnya disebut Mangunwijaya).Permasalahannya bagaimana wujuddan makna dimensi multikultural da-

lam novel Burung-burung Rantau karyaY.B.Manguwijaya?

2. Tujuan PenelitianSejalan dengan permasalahan

yang dikemukakan, tujuan penelitianini adalah untuk mendeskripsikan wu-jud dan makna dimensi multikulturaldalam novel Burung-burung Rantau(BbR)karya Y.B.Mangunwijaya. Meng-ingat subjek penelitian ini adalah karyasastra (novel) yang dipandang sebagaisistem komunikasi tanda, dan setiaptanda itu memiliki makna, maka pen-deskripsian wujud dan makna dimensimultikultural dalam BbR ini dilakukan

secara serempak dalam ketergayutansebagai hasil penelitian dan pengkajian.

3.Landasan Teoria. Multikulturalisme dan Sastra

MultikulturalMultikulturaHsme tidak ter-

lepas dari berlangsungnya globalisasidunia. Sebelum istilah globalisasi men-cuat dan ramai dibicarakan orang, pan-dangan para futurolog seperti AlvinToffler (1970), John Naisbitt danPatricia Aburdene (1990), dan lain-lain,telah menyadarkan kita bahwa padaakhir abad XX terdapat perubahanbesar dalam peradaban umat manusia.Terjadi lompatan besar dalamkemajuan teknologi komunikasi yang

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

Page 4: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

mengakibatkan terjadinya perubahantata nilai dalam kehidupan. Televisi(TV) -dan produk teknologi komu-rikasi lainnya seperti: video compact discWCD), film, digital video disc (DVD),home theatre, dan intemet-, menim-bulkan akselerasi perubahan nilaidalam kehidupan masyarakat.

Melalui media massa, berbagaiinformasi dengan muatan sosial buda-nya mengalir dari negara satu kenegara lainnya terutama dari negaramaju (Barat) ke negara berkembangtermasuk Indonesia. Dunia seolah

menjadi perkampungan global (globalvillage), antara negara satu denganlainnya tidak ada lagi sekat-sekat ke-cuali bata& teritorial. Terjadilah trans-formasi sosial budaya dalam masya-rakat kita yang berdampak. padaperubahan pemahaman, pandangan,dan sikap masyarakat terhadap nilai-nilai kehidupan.

Di Indonesia transformasi so-

sial budaya mengakibatkan terjadinyapergeseran bahkan perubahan tata nilaidalam kehidupan masyarakat. Polakehidupan masyarakat kita kini sedangberubah dari masyarakat agraris me-nuju industrial, dari tradisional-statismenuju modem-dinamis, dari nilailokal menuju nilai global-universal, darikeseragaman menuju keberagaman,dari satu nilai menuju serba nilai, darimonokultural menuju multikultural.Inilah wajah masyarakat kita yangsedang berubah sebagai konsekuensilogis dari berlangsungnya globalisasi.

Fenomena globalisasi yangkemudian melahirkan pluralisme bu-daya terse but pada beberapa dekadeterakhir ini tampaknya mulai meram-bah dalam berbagai aspek kehidupanbangsa. Tidak hanya dalam upacararitual, tradisi keluarga, dan pranatasosial, semangat multikultural mulai

95

menjadi orientasi hidup kalanganmasyarakat terutama generasi mud akita. Tak terkecuali spirit multikulturaljuga terasa dalam karya sastra kita.

Munculnya multikulturalismedilatarbelakangi antara lain oleh ada-nya tiga teori sosial yang menjelaskanhubungan antarindividu dalam masya-rakat dengan beragam latar belakangagama, etnik, bahasa, dan budaya.Menurut Ricardo L. Garcia (1982: 37-42)teori sosial tersebut adalah: (1) MeltingPot I: Anglo Conformity (individu-indi-vidu yang beragam latar belakang se-perti agama, etnik, bahasa, dan budaya,disatukan ke dalam satu wadah yangdominan); (2) Melting Pot II: EthnicSynthesis (individu-individu yangberagam latar belakangnya disatukanke dalam satu wadah baru, identitas

agama, etnik, bahasa, dan budaya aslipara anggotanya melebur menjadi iden-titas yang baru; dan (3) CulturalPluralism: Mo"saic Analogy (individu-individu yang beragam latar belakangagama, etnik, bahasa, dan budaya,memiliki hak untuk mengekspresikanidentitas budayanya secara demokratisdengan tidak meminggirkan budayakelompok minoritas). Masyarakat yangwarganya berlatar belakang budayaJawa, Batak, dan Barat misalnya, tiapindividu berhak menunjukkan identitasbudayanya dan mengembangkannyatanpa saling mengganggu.

Teori ketiga itulah yang dipan-dang banyak pengamat paling sesuaidengan pengembangan masyarakatglobal yang pluralistis. Jadi, multikul-turalisme mengakui hak individu un-tuk tetap mengekspresikan identitasbudayanya sesuai dengan latar be-lakang masing-masing, termasuk jen-der, dengan bebas. Inilah esensi multi-kulturalisme dalam masyarakat mo-dem yang heterogen.

Multikulturalisme Oalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

Page 5: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

96

Meminjam istilah Robinson(dalam Ekstrand, 1997: 350), kita dapatmembedakan tiga perspektif dalampengembangan multikulturalisme, yak-ni: (1) Perspektif Cultural Assimilation(model yang menunjuk pada prosesasimilasi warga masyarakat dariberbagai kebudayaan atau masyarakatsubnasional ke dalam suatu corecultureatau core society; (2) Perspektif CulturalPluralism (menekankan pentingnya hakbagi semua kebudayaan dan masya-rakat subnasional untuk memelihara

dan mempertahankan identitas kul-tural masing-masing; dan (3) PerspektifCultural Synthesis (sintesis dari per-spektif asimilasionis dan pluralis, me-nekankan pentingnya proses terjadinyaeksletisisme dan sintesis di dalam diri

warga masyarakat, dan terjadinyaperubahan dalam berbagai kebudayaandan masyarakat subnasional.

Perspektif 'sintesis multil-kultural' memiliki rasional yang palingmendasar dalam hakikat pengem-~gan masyarakat multikultural, yangoleh Ekstrand (1997: 349), diidentifikasidalam tiga tujuan yakni tujuan attitu-dinal, tujuan kognitif, dan tujuaninstruksional.

Dalam situasi sekarang yangdisebut antropolog Appadurai (1991:28) sebagai global ethnoscape, budaya-budaya memang tetap memuat per-bedaan, tetapi perbedaan itu tidak lagibersifat taksonomis, melainkan inte-raktif membedakan daripada sebagaisebuah esensi. Perbedaan (seperti hal-nya persamaan) dapat dipahami ibaratsebuah titik pada seutas tali yang dapatdigeser ke kanan atau ke kiri. Terjadilahperubahan cara pandang dalam antra-pologi, misalnya, ethnic (etnik) menjadiethnicity (etnitisitas, kesuku-bangsaan),dari Jawa menjadi ke-Jawa-an, danseterusnya.

Perbedaan budaya dapatJipahami sebagai suatu keniscayaan,karena hakikatnya dalam masyarakatpasti terdapat individu-individu yanglatar belakangnya beraneka ragam. Jadi,pluralisme terdalam akan sampai padakesepahaman, bahwa perbedaan bu-daya mengartikulasikan hak-hak oranglain dan inti dari kesatuan dalam per-bedaan. Multikulturalisme mencipta-kan struktur dan proses yang memper-bolehkan ekspresi berbagai kebudaya-an, komunitas, dan individual baik laki-laki maupun perempuan.

Dalam konteks ini Dewanto

(1991: 25) menyatakan bahwa kita tidaksedang dan hid up dalam aneka duniayang terpisah satu dengan lainnya,melainkan dalam berbagai dunia yangsaling bersentuhan, saling pengaruh,saling memasuki satu dengan lainnya.Karena itu, dunia kita bukanlah duniayang plural melainkan dunia yangtetap saja tunggal tetapi bersifat multi-kultural. Pluralitas merupakan tahapawal dari proses ke arah itu, salah satujalan yang memungkinkan kita untuktoleran dan terbuka untuk memasukidan dimasuki.

Berdasarkan pemahaman diatas, dapat dikemukakan bahwa multi-kulturalisme adalah suatu pandangandan sikap untuk melihat pluralitas bu-daya sebagai realitas fundamentaldalam kehidupan masyarakat. Sikap se-seorang membuka diri untuk menjalanikehidupan bersama dengan menerimadan memahami pluralitas sebagai ke-niscayaan hid up. Akhimya muncul ke-sadaran bahwa pluralitas dalam realitasdinamik kehidupan adalah realitas bah-kan kebutuhan yang tak dapat di-ingkari.

Adapun dimensi multikulturaldapat diartikan sebagai aspek ataumatra yang berbasis pada pluralitas

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

-, .. .. -." .. - -. --

Page 6: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

budaya dalam kehidupan masyarakatyang memberikan kebebasan kepadaberbagai budaya untuk hidup berdam-pingan dengan saling menghargai satudengan lainnya. Sastra multikulturalberarti sastra yang mengandung di-mensi-dimensi pluralistik yang menyu-arakan spirit multikultural. Gagasandan semangat pluralistik terasa men-dasari karya sastra multikultural itu.Kultur lokal, nasional, dan global se-muanya dapat berinteraksi secara wajartanpa harus dipertentangkan, masing-masing memiliki eksistensinya

b. Teori SemiotikAnalisis dimensi multikultural

dalam BbR ini dilakukan dengan pen-dekatan teori Semiotik. Dengan ban-tuan diagram Roland Barthes (1973:115; Hawkes, 1978: 131-133), makasastra sebagai sistem kode tatarankedua secara metodik akan dapat di-jelaskan. Menurut Barthes, "tanda"dalam sistem pertama, yakni asosiasitotal antara konsep dan imajinasi, ha-

nya menduduki posisi sebagai "penan-da" dalam sistem yang kedua. Dia-gram Roland Barthes dipaparkanberikut:

Pada diagram di atas terdapatdua tataran, yakni tataran sistem tan-da pertama, dan tataran sistem tandakedua. Pad a tataran sistem tanda per-tama, dimensi multikultural bergayutpada acuan referensial di luar BbR.Pad a tataran ini konsep yang berlakuadalah konsep mimesis Plato: dimensimultikultural didudukkan pada gam-

97

baran tiruan dari realitas. Guna mem-

beri makna pada BbR, maka BbR harusdidudukkan sebagai kreasi (creatio),

seperti konsep mimesis model Aristo-teles (Teeuw, 1984: 222). Artinya, un-tuk mengungkapkan makna BbR, makaBbR harus didudukkan pada tatarankedua diagram Roland Barthes.

Ketika kita menghadapi di-mensi multikultural sebagai tanda di-ubah menjadi penanda dalam kong-kretisasi pembaca, maka sifatnya se-bagai tanda tidaklah hilang, melainkantetap berfungsi sebagai alat asosiasi mi-metik, yang bertegangan dengan kreasi(creatio). Pada proses ketika tanda

berubah menjadi penanda dalamkongkretisasi yang dilakukan pem-

baca, maka dimensi multikultural tidaklagi berada dalam deretan kenyataanyang ditirunya, melainkan masuk kedalam sistem komunikasi sastra.

Dalam kongkretisasi karya itu,suatu karya sastra dimungkinkanmemperoleh makna yang bermacam-macam mengingat adanya berbagaikelompok pembaca, yang dipengaruhioleh faktor yang variabel, sesuai de-ngan masa, tempat dan keadaan sosio-budaya yang melatarinya. Dengan de-mikian perubahan latar belakang sosialpembaca akan mempengaruhi maknayang diungkapkannya (Chamamah-Soeratno, 1990: 18).

Cara kerja diagram tersebutdipilih guna mengongkretkan dimensimultikultural dalam BbR, yang beradadalam tegangan sistem komunikasisastra. Dalam hal ini, tegangan antaradimensi multikultural dalam BbR de-

ngan kesemestaan, sastrawan danpembaca mendapat perhatian penting

sesuai dengan model semiotik Abrams(1979: 6).

Untuk dapat menemukanmakna dimensi multikultural BbR,

Multikulturalisme Dalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

-- -- -

l.Penanda 2. Petanda3. Tanda

I. PENANDA II. PETANDAIII. TANDA

Page 7: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

--

98

dengan menemukan hubungan antaraaspek karya, pengarang, pembaca, dankesemestaan, dilakukan dengan me-tode pembacaan heuristik dan herme-neutik atau retroaktif (Riffaterre, 1978:5). Penemuan makna semiotik dapatdilakukan di dalam karya itu sendiriataupun di luar teksnya. Penemuanmakna semiotik di dalam karyanyadapat dilakukan dengan melihat keter-kaitannya dengan unsur-unsur lain didalam teks. Adapun penemuan maknasemiotik di luar teksnya dapat dilaku-kan dengan melihat hubungan inter-teksnya karena prinsip intertekstualmerupakan satu fase yang hamsdilalui oleh pembaca dalam menemu-kan makna semiotik (Chamamah-Soeratno, 1990: 10).

Pada pembacaan heuristik,pembaca melakukan interpretasi secarareferensial melalui tanda-tanda lingu-istik. Pembacaan ini berasumsi bahwa

bahasa bersifat referensial, artinya ba-hasa harus dihubungkan dengan hal-hal nyata (Riffaterre, 1978: 2-6). Padatahap ini pembaca menemukan arti(meaning) secara linguistik. Adapun

realisasi pembacaan heuristik ini dapatberupa sinopsis, pengungkapan ga-gasan utama, dan gaya bahasa yang di-gunakan.

Proses penemuan makna secaraSemiotik sebenamya merupakan hasilpembacaan hermeneutik. Pembaca me-lakukan pembacaan bolak-balik melaluiteks dari awal hingga akhir. Ia meng-ingat peristiwa-peristiwa dalam teksyang baru dibacanya dan memodifikasipemahaman terhadap peristiwa-peris-tiwa yang telah dibacanya (Riffaterre,1978: 4-6). Pembacaan hermeneutikmerupakan pembacaan tahap keduayang bersifat retroaktif yang me-libatkan banyak kode di luar bahasadan menggabungkannya secara inte-

gratif guna mengungkapkan makna(significance) dalam sistem tertinggi,yakni makna keseluruhan teks sebagaisistem tanda.

B. Metode PenelitianObjek penelitian ini adalah

dimensi multikultural dalam novel

Burung-burung Rantau (BbR). Sumberdata penelitian adalah novel Burung-Burung Rantau karya Y.B. Mangun-wijaya (1992). Pengumpulan data di-lakukan dengan teknik pustaka, simakdan catat. Teknik pus taka dimaksudkansebagai studi terhadap pus taka yangrelevan, sedangkan simak dan catat di-laksanakan dengan melakukan penyi-makan dan pencatatan data yang ber-wujud deskripsi verbal dalam BbR.

Analisis data dilakukan denganteknik deskriptif kualitatif denganmenggunakan logika induktif. Berpijakpada pandangan bahwa karya sastrasebagai sistem komunikasi tanda, da-lam analisis wujud dan makna dimensimultikultural dalam BbR dilakukan

dengan memanfaatkan metode Se-miotik model Roland Barthes yaknipenanda, petanda, dan tanda sertamodel Riffaterre dengan metode pem-bacaan heuristik dan hermeneutik.

Dengan metode itu, BbR tidaklagi tampil secara tekstual melainkansecara kontekstual dalam hubungan-

nya dengan teks-teks lain sebagai as-pek mimetik. Jadi, aspek objektif, eks-presif, pragmatik, dan mimetik beradadalam satu lingkup komponen sastra.

C. Hasi! Penelitian dan Pembahasan1. MuItikulturalisme dalam Burung-

burung RantauDi Indonesia munculnya sastra

multikultural tidak terlepas dari ga-gasan mengenai sastra kontekstual(Heryanto, 1985) dan posmodemisme

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

i.. - .. --.-

Page 8: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

(Dewan to, 1991). Gagasan tentangsastra kontekstual membangun totalitasbaru yang realis dengan menempatkan~arya sastra sebagai produk dan proseshistoris yang nyata untuk memecahkanproblem-problem yang nyata pula. Pro-ses historis diartikan sebagai prosesperjuangan kepentingan politik seke-lompok anggota masyarakat. Jadi, pu-sat totalisasi dunia sastra adalah ke-

pentingan politik (lihat Faruk H.T.,2001: 42).

Adapun gagasan yang munculdalam posmodernisme adalah pan-dangan mengenai peniadaan pusattotalisasi dunia. Pandangan ini dapatdiartikan sebagai peniadaan pusat-pusat kebudayaan sehingga mem-bentuk pluralisme budaya tetapi tidakmengarah pada etnosentrisme(Dewanto, 1991: 19). Posmodemismemenawarkan suatu totalisasi yangberaneka ragam dan unik tanpameniadakan totalisasi-totalisasi lain.

Hal ini sesuai dengan teori CulturalPluralism: Mosaic Analogy dan perspektifCultural Synthesis yang telah di-kemukakan di atas. Berdasarkan pe-mahaman multikulturtalisme denganperspektif posmodemisme inilah ana-lisis dimensi multikulktural Burung-burung Rantau ini dilakukan. Artinya,multikulturalisme sebagai suatu pan-dangan dan sikap untuk melihat plu-ralitas budaya sebagai realitas funda-mental dalam kehidupan masyarakat.Kesediaan untuk membuka diri dalam

menjalani kehidupan bersama denganmenerima dan memahami pluralitasbudayasebagaikeniscayaan.

2. Sinopsis Burung-burung RantauPerbincangan cukup ramai

namun penuh keakraban antaraYuniati, sang ibu, dengan anak gad is-nya yang sudah dewasa, Neti

99"h/' 1\

(Marineti), Sarjana Antropologi, me-ngenai kebiasaan Neti yang tidak sukamemakai BH, membuka cerita Burung-burung Rantau (BbR). Neti, simbol ge-nerasi muda masa kini yang menyukaikebebasan sehingga lebih suka me-ngenakan celana jeans dan kaos oblongtanpa memakai BH ketimbang rok danblues, yang dianggap menghalangi ke-bebasannya dalam bergerak. Perbin-cangan itu berlangsung ketika merekahendak menjemput kakak Neti,Wibowo, seorang Doktor di bidangFisika-Nuklir dan Astro-Fisika, yanghari itu bersama tunangannya, Agatha,seorang gadis Yunani, seorang sejara-wan, akan tiba di bandara dari Swiss.Kepulangan Wibowo dari Swiss, tem-patnya bertugas selama ini tidak lainbertujuan untuk me lamar gad is ke-kasihnya itu kepada orang tuanya diYunani. Rencananya, mereka sekaligusakan melangsungkan pemikahannya disana.

Keluarga Letnan JenderalWiranto, generasi 1945, mantan dutabesar, komisaris Bank Pusat Negara,adalah sebuah keluarga bahagia yangsukses dan kaya. Bersama istrinya,Yuniati, perempuan cantik campuranSolo-Manado, Wiranto memiliki limaorang anak. Puteri pertamanya, Anggi(Anggraini), seorang janda muda, peng-usaha sukses yang malang melintangdari negara satu ke negara lain. Yangkedua, Wibowo, pakar Fisika-Nuklirdan Astro-Fisika, bekerja di labo-ratorium inti nuklir di Jenewa, Swiss.Yang ketiga, Letkol Candra, seoranginstruktur pesawat jet tempur Madiunyang pemah bertugas di pangkalanAngkatan Udara Amerika Serikat diColorado. Yang keempat, Neti (Mari-neti), Sarjana Antropologi dan sosiawatidi perkampungan kumuh. Puterabungsunya, Edi, adalah seorang laki-

Multikulturalisme Oalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

---

Page 9: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

100

laki yang rapuh mentalnya, menjadikorban narkoba, dan mati mudakarenanya.

Mereka, seluruh keluargaWiranto, bersepakat akan berangkat keYunani untuk menyaksikan pemikahanWibowo dengan Agatha. Pasangan ituberencana akan berbulan madu di

Pulau Banda, yang terkenal menyim-pan ban yak peninggalan sejarah. Tanpadisengaja, di Yunani, Neti bertemudengan Gandhi Krishnahatma, lelakiasal Punjabi berkasta Brahmana yangmempunyai perhatian besar kepadakaum bhagi (najis), yang diubahnyadengan istilah harijan (putra dewa).Mereka bertemu dalam sebuah acara

Asia Conferencefor Grassroot Education diCalcutta. Neti menyukai lelaki Punjabiitu karena mereka memiliki perhatianyang sarna yakni pekerja sosial yangmempedulikan kaum miskin. Gandhiada di Yunani karena ia sedang me-lakukan penelitian ten tang tanamanpadi agar dapat ditanam di lahan ke-ring seperti tumbuhan rumput lainnyauntuk meraih gelar Doktor di bidangBioteknologi. Mereka akhirnya ~enjalinhubungan asmara.

Usai perhelatan di Yunani,keluarga Wiranto berpencar kembali.Anggi, puteri sulungnya, kembali sibukdalam kegiatan bisnisnya, Wibowo danAgatha kembali ke Swiss, tempattugasnya. Candra bersama Wiranto,ayahnya, berangkat ke London, melak-sanakan tugas khusus dari pemerintah.Adapun Neti dan ibunya, Yuniati,pulang ke Jakarta. Neti kemudian kem-bali berkonsultasi dengan dosenpembimbingnya, Prof. Baridjo untuktesis S2-nya, selain tetap melaksanakantugas-tugas sebagai sosiawati meng-asuh anak-anak di perkampungan ku-muh. Topik yang diangkat Neti dalamtesisnya telah mengantarkannya untuk

melaksanakan penelitian disehingga dimanfaatkan Netimelihat-lihat laboratorium inti

tempat kakaknya bekerja.Cerita ditutup dengan acara

bulan madu Wibowo dan Agatha diKepulauan Banda bersama keluargaWiranto, dan Neti menerima surat dariGandhi, kekasihnya. Isi surat itumenyatakan bahwa Gandhi terpaksatidak dapat meneruskan hubungannyadengan Neti karena ia harus menga-wini perempuan yang menjadi pilihankeluarganya.

Swiss,untuknuklir

3. Oimensi Multikultural dalam

Burung-burung RantauSejak awal cerita, terlihat BbR

mengusung persoalan-persoalan kultu-ral dalam hal ini perkembangan kehi-dupan masyarakat kita yang menun-jukkan kecenderungan ke arah budayaglobal dengan multikulturalisme seba-gai konsekuensinya, yang tidak lagiterikat oleh satu budaya etnis yangkaku dan tabu. Berbagai nilai budayaantarbangsa dan antaretnis salingberbaur dan saling mempengaruhi satudengan lainnya. Masalah itu disajikandalam BbR sekaligus diungkapkanadanya perbedaan pandangan antar-generasi dan perkawinan budayatradisi (lama) yang masih berpijak pad abumi Indonesia dengan budaya mo-dem yang berorientasi global. Generasitua diwakili oleh pasangan Wirantodan Yuniati, istrinya, sedangkan gene-rasi pandangan modem pasca-Indo-nesia yang berkecenderungan globaldiwakili anak-anaknya: Anggi(Anggraini), pengusaha yang melang-lang buana di ban yak negara, Wibowoyang bekerja di Swiss, Candra yangmenjadi pilot pesawat dan banyak stu-di kedirgantaraan di Amerika, dan Netiyang suka hidup bebas bagai burung

Litera, Volume 6, Nomor 1,Januari 2007

Page 10: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

rantau yang dapat terbang sesuaidengan suara hatinya, serta Edi, sibungsu yang terpengaruh oleh pan-dangan Karl Marx dan terperangkapdalam narkoba.

Gagasan multikultural pertamayang terungkap dalam BbR adalahmunculnya generasi pasca-Indonesiayang berorientasi pada multikul-turalisme. Neti,. tokoh sentral BbR,dilukiskan sebagai anak muda yangcerdas, energik, dan suka kebebasan,namun memiliki kepekaan sosial tinggi.Terbukti dengan tekun ia terjun sebagaisosiawati untuk membimbing anak-anak miskin di perkampungan kumuh.Neti, seperti halnya saudara-saudara-nya, mewakili generasi muda modematau meminjam istilah pengarang'generasi pasca-Indonesia', yang tum-buh berkembang dalam era kemajuansains dan teknologi canggih. Sebagaiperempuan terpelajar, Neti mampumengapresiasi berbagai nilai budaya.Baginya, manusia tidak perlu terikatoleh satu nilai tradisi lebih-lebih hanyasatu budaya pribumi, misalnya. Manu-sia tidak perlu dipisah-pisahkan olehsekat-sekat budaya etnis yang diang-gapannya menghalangi ruang gerak-nya. Karena itu, ia jatuh cinta kepadalelaki asal Punjab, yang memiliki ke-pedulian yang sarna terhadap persoalankemiskinan rakyat. Kutipan berikutmelukisklan gagasan itu.

LetjenWiranto tertawa. "Kalau akuboleh menengahkan apa yang se-lalu dikatakan Neti," sambungnya,"bukan saya memihak memihakNeti, tetapi hanya karena mungkinini baik kita perhatikan. Neti bilangbahwa bukan-asing-bukan-pribu-mi itu tidak perlu ditafsirkan ne-gatif. MisaInya si Bowo ini sudahtermasuk jenis yang menurut Netigenerasi pasca-Indonesia." (hIm.111-112)

101

Setiap generasi memiliki guguspermasalahannya sendiri yang berbedadengan generasi terdahulu. Oemikianpula generasi pasca-Indonesia tentumemiliki perspektif dan tantanganyang khas. Tiap generasi harus me-miliki kreasi yang khas sehingga tidaksekedar meneruskan yang sudah ada.Hal ini dilukiskan dalam bagian ceritaberikut.

"Papi setuju kalau itu diartikansebagai kiasan saja, kan manusiaselalu membutuhkan ibarat. Tetapimemang kau benar, dan tadi Papijuga mengatakannya: pada haki-katnya setiap angkatan punyagugusan masalah khasnya sendiri,tetapi diharapkan juga memilikiprakarsa sendiri, punya keberanianbentuk khas sendiri. Jangan imi-tasi, tidak ada itu yang disebutestafet. Setiap angkatan, bahkansetiap orang punya medan juang-nya sendiri-sendiri. Ada konti-nuitas memang dan itu penting,sebab kita bukan onggokan batukali di samping tumpukan batubata serba lepas." (him. 52-53)

Generasi pasca-Indonesia me-rupakan burung-burung rantau yangindah dan mengagumkan. Mereka be-bas dan memiliki kesempatan yanglebih besar dalam menemukan dunia-

nya sendiri daripada generasi penda-hulunya yang terkurung dalam dunia-nya yang sempit karena situasi perangdan revolusi serta tradisi.

Ya, memang, benarlah, tidak adaorang tua satu pun yang dapatmengandalkan suatu generasi pe-nerus. Mereka perantau semua,pencari bentuk hidup mereka sen-diri: Anggraini dengan bisnisnya,Bowo dengan Agatha, ya, dan diJenewa dunia mereka kini. (hIm.349).

Multikulturalisme Dalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

---

Page 11: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

102

Neti, sosok perempuan mud aintelekhlal, -di samping saudara-saudaranya- dapat dipandang sebagaisimbolisasi generasi masa kini yangbebas tidak mau terikat pada nilai-nilaitradisi yang dianggapnya kaku danmembelenggu. Ia lebih suka menyerapberbagai nilai budaya dari mana punselama bermanfaat untuk kemaslahatanumat manusia. Berlandaskan multikul-

turalisme, pluralisme nilai dari berbagaibudaya dapat hidup berdampingan,berdiri sama tinggi sehingga an tar-manusia dapat saling menghargai.Dengan multikulturalisme manusiadapat bebas mengaktualisasikan diridalam kehidupan.

Gagasan multikultral yang jugaterungkap dalam BbR adalah upayagenerasi muda melepaskan diri darinilai budaya etnis agar bebas ber-kreativitas. Bagi generasi masa kiniyang sudah mengenal nilai-nilai multi-kultural dan menyerap pluralitasbudaya dari berbagai bangsa dan etnis,nilai-nilai tradisional yang "membumi[ndonesia" terlebih lagi hanya "men-Jawa" misalnya, dipandangnya terlalusempit. Nilai-nilai lama yang terlalusarat dengan tata krama sosial itu bagigenerasi mud a pasca-lndonesia sudahtidak sesuai dengan dinamika dantanda-tanda zaman. Bagi Neti, pan-dangan Yunita, ibunya, generasi ter-dahulu, dianggapnya aneh karena ber-tentangan !Isama.. sekali dengan pan-dangan kebebas~ mereka. Simaklahpemyataan Neti dalam kutipan berikutketika berbincang dengan ibunya.

"Aneh kaum generasi dulu itu,Mam, mestinya bangga punyaanak yang beautifull dengan te-kanan pada full, kok malah malu.Maunya yang tipe Twiggy kerem-peng seperti tempe keripik, ya."

"Pokoknya, mau pakai, atautinggal di rurnah!" (him. 12)

Generasi masa kini yang sudahakrab dengan kebebasan berpendapa~bersikap, dan berperilaku menganggapbatasan orang tua sebagai sesuatu yangmematikan kreativitas. Karena itu,

orang tua dianggapnya memiliki sikapsadis, kolonial, bahkan dianggapnyadiktator yang suka memaksakan kehen-dak kepada anaknya. Kutipan berikutmelukiskan pandangan tersebut.

"Aduh susahnya punya mamiyang terlalu lama menjadi ketuaKORISAB plus Darma Perempuan,Drama, Drama Perempuan.""Tidak usah banyak om,ong me-

nyangkut-nyangkut yang bukanurusanmu, pokoknya pilih: maupakai, atau tidak boleh keluar.""Neti kan bukan anak kecfil,

dikurung macam itu.""Bukan dada ked I maksudmu,

maka itu, pakai beha, atau tetap didalam kandang.""Sadis! Kolonial! Totaliter! Rezim

dictator!

"Terserah, mau pakai terimakasih, tidak mau ya tahu sendiri."Mam, Mami, Mami cantik dan baikhati, Cuma sayangnya tidak pekahumor."

"Itu, itu lagi, sudah seribu kali akumendengar rayuan gombalmu itu."(hlm. 14)

Mencairnya budaya Timur danbudaya Barat merupakan gagasanmultikultural yang juga muncul dalamBbR. Multikulturalisme berpandanganbahwa tidak ada lagi pusat-pusat kebu-dayaan yang dianggap dominan baiklokal-daerah, nasional, dan universal-

global, maupun Barat dan Timur.Semua kebudayaan itu dalam kehi-dupan manusia yang heterogen danpluralistik dapat hid up. berdampingan

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

_. --. ~ " -

Page 12: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

tanpa merendahkan satu dengan lain-nya. Bagi multikulturalisme, setiap ke-budayaan memiliki eksistensi tersen-diri. Karena itu semuanya hams di-hargai dan saling menghormati. Pan-dangan ini dilontarkan oleh pengarangmelalui dialog antara Gandhi, Neti, danCandra berikut.

"Inilahpalungan kebudayaanBarat yang telah berkembang kearah lain dari bangsaku yangkelak, selain dunia Cina dan Je-pang, disebut Timur." GumamGandhi merenung-renung, seolah-olah mendarasd kitab-kitab silsi-

lah, seperti ada sesuatu yang iasesalkan.

"Padahal nenek moyang orantg-orang dan kebudayaan Hellen diYunani Antik ini sarna akarnya:orang-orang Indo-Jerman rasNordik dari Asia Sentral. Sungguhmisteri, kami mengikutyi garisgaris mitologi yang serba ber-bahasa lambang, dongeng, imaji-nasi, dan puisi; sedangkan orang-orang di sini menempuh jalan yangjustru melawan dunia mitologi danbahasa-bahasa perasaan, tegas me-ngandalkan diri kepada rasio, ke-merdekaan berpikir, dan jiwaeksplorator yang tidak puas de-ngan apa yang didapat. Kami cintapada segala yang statis, yangjangan berubah. Bagi kami, yangpermanen, yang abadi, itulah yangterpuji, yang berbobot, yangkeramat. Yang memberi keten-traman hati adalah jiwa bagaikanangin bambu dan gelagah rawa-rawa yang menyesuaikan diridengan irrama serta nafsu-nafsualam; sedangkan budaya Hellen,benih Barat, senantiasa haus, tidakapernah puas, petualang-petualangdan pembenronytak yang senangkalau menghadapi yang bergerakdan menempuh bnahaya misteriusyang tidak mdikenal (hklm.237).

Bagaimanapun kemajuan yangdicapai orang Barat, mereka juga me-miliki kelemahan. Mereka sering men-jadi rakus, serakah, sehingga memsakalamo Oleh karena itu, bagi kita, orangIndonesia, harus dicari jalan tengahyang dapat mencairkan antara Baratdan Timur yang sama-sama memilikikelebihan dan kelemahan.

"Tetapi, yang sayang, akhimyamemperkosa dan merusak alamkediamannya sendiri, akibat se-rakahnya. Oengan perangai yangselalu haus, tidak apernah puas,tidak pernah seimbanglah jiwapetualangan mereka," sanggahGandhi.

"Kukiran," sambung Mas Candra,"orang-orang kita harus mencarijalan kencana tengah. Kemudianaku barangkali boleh dipensiun.Tetapi aku pun sudah dihingapipenyakit Ikarus dan petualang-petualng Barat itu, jujur haruskuakui. Aku tidak bisa lagi tenangdan damai duduk di rumah kalau

tidak dapat masuk dalam salahsatu burung perang itu dan menga-rungi dirgantara. (hlm. 238-239)

Selain melalui dialog tadi,tampaknya perkawinan Bowo denganAgatha, orang Yunani, merupakansimbolisasi dari kekuatan budaya Baratdan Timur. Budaya Barat yang tidakpemah puas, petualang yang terusbergerak dinamis, dan eksplorator alamyang terkadang menjadi serakah,sedangkan budaya Timur cinta kepadakeabadaian, yang permanen, yangmendatangkan ketentraman.

Oemikian pula Bowo, pakarFisika-Nuklir dan Astro-Fisika serta

tokoh Candra sang pilot pesawattempur yang banyak menyerap ilmu diBarat, dapat dimaknai sebagai sim-bolisasi dari penyerapan sains di Baratuntuk menuju pencerahan masa depan

Multikulturalisme Oalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

=.JI.-

103

.----

Page 13: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

104

bangsa Indonesia yang selama inikukuh memegang bud:1Y:1Timur. De-ngan menguasai sains dari Barat yangmemiliki sifat dinamis, terus bergerakmaju, dan tidak pemah puas, namundilandasi dengan budaya Timur yangmenyukai keabadaian (Tuhan), keten-traman, diharapkan bangsa Indonesiaakan dapat menjadi bangsa yang hebat.Di satu sisi kita akan dapat maju dibidang sains dan teknologi dan dipihak lain tetap mencintai keabadiandan ketentraman sehingga terciptalahkeseimbangan jiwa. ltulah esem;i multi-kulturalisme, bisa menghargai berbagaibudaya sehingga semua budaya dapathidup berdampingan satu denganlainnya (hIm. 238-239).

Gagasan multikultural yangsangat penting dalam BbR adalahperlunya meretas batas etnisitas,kebangsaan, dan kasta. Membaca judulnovel ini Burung-bunmg Rantau, pikirankita sebagai pembaca tentu akan ber-asosiasi pada peristiwa-perisitiwa pe-rantauan, yang dikemas dalam jalinancerita yang menarik dengan tokoh-tokohnya sebagai simbolisasi. Kelimaanak pasangan Wiranto dan Yunitamerupakan simbol generasi pasca-Indonesia yang dipakai oleh pengaranguntuk menyampaikan gagasan multi-kultural dan permasalahan globalisasibeserta antisipasinya.

Secara harfiah, 'burung-burungrantau' memiliki arti sekelompok bu-rung yang berpindah dari satu tempatke tempat lain untuk mencari tempatyang lebih nyaman, bisa dari pulauatau benua ke pulau atau benua yanglain karena adanya pertukaran musim.Oemikian pula tokoh-tokoh BbR,mereka meIakukan "perantauan" kenegara lain baik dalam arti fisik mau-pun mental spiritual. Seperti burung-burung rantau, mereka tidak lagi

terkurung oleh batas-batas wilayahgeogufis dan administratif nasional.Mereka adalah manusia yang bebaspergi merantau, meIanglang buana keberbagai negara di belahan dunia manapun untuk meIakukan aktivitas sesuaidengan cita-cita dan orientasi hidup-nya. Mereka melakukan studi, meng-hadiri seminar, menjadi pakar ilmupengetahuan, memiliki jaringan bisnis,mengemban misi diplomatik negara,dan sebagainya. Seperti dilukiskan olehpengarang dalam BbR berikut.

Burung-burung rantau sungguhmengagumkan. Ya, memang be-narlah, tidak ada orang tua satupun yang dapat mengandalkansatu generasi penerus. Mereka pe-rantau semua, pencari bentukhidup mereka sendiri: Anggrainidengan bisnisnya, Bowo denganAgatha, ya, dan di Jenewa duniamereka kini (him 349).

Berbeda dengan generasi se-belumnya, Wiranto dan Yuniati, yangterbatas ruang geraknya karena situasiperang dan revolusi saat itu, terkurungoleh tradisi yang melingkupi danmengekangnya. Mereka tidak sempatmenikmati masa remaja, dari anak-anakdapat dikatakan mereka dipaksa lang-sung menjadi ibu dewasa, tidak adawaktu bersantai-santai, berdisko, ber-

tamasya, seperti generasi sekarang(him. 348).

Di tempat perantauan itulahmereka menemukan sesuatu yang di-inginkannya. Neti, remaja antropologitu dengan riang menceritakan pe-ngalamannya di Swiss melihat indah-nya Priska, burung bangau yang datangdari Afrika (hIm. 348). Neti juga ber-kenalan dengan Gandhi, lelaki satu asalPunjab, dalam sebuah seminar diCalcutta dan diam-diam dia menaruhhati kepadanya yang memiliki per-

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

Page 14: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

hatian yang sarna terhadap rakyatmiskin.

n... Nah, Mami dan Papi kan ingat,bukan, bahwa beberapa tahunyang lalu saya diundang sebagaiwakil pekerja sosial ke Asia Con-ference for Grassroot Education.

Din situlah awal perkenalan kami."(hIm. 188)"Ya sudan,Mam. Namanya bagus

sekali: Gandhi Krishmahatma. Dia

lahir pas pada hari ulang tahunMahatma Gandhi dibunuh oleh

pemuda Hindu fanatik itu." (hIm.189).

Sayangnya Gandhi, dud a ber-anak satu, perantau dari Punjab yangdapat 'menembus batas' hati Neti,akhimya harus menikah dengan pe-rempuan pilihan keluarganya. PadahalGandhi adalah orang India terpelajar,yang maju, yang sudah melanglangbuana ke negara-negara Eropa. Per-nikahan Gandhi dengan perempuanpilihan keluargnya itu sekaligus men-jadi simbolisasi budaya Timur, yangmengedepankan keabadian dan keten-traman yang berkontradiksi denganbudaya Barat yang dimanis dan selalumelakukan eksplorasi.

Neti juga perantau petualangyang hebat. Ia menuntut ilmu danmengikuti aktivitas dalam tugas sosia-watinya di berbagai benua dan me-miliki segudang pengalaman denganorang-orang mancanegara. Ia adalahsimblolisasi generasi pasca-Indonesiayang berani menembus batas statuspriyayi --tempat ia dibesarkan dalamkeluarga pasangan Leman JenderalWiranto dan Yuniati, perempuanblasteran Manado-Solo-- dengan terjunmembina anak-anak miskin di kalangankumuh (hIm. 349).

Anggi, janda muda yang cantikdan pintar itu, melanglang-buana ke

lOS

berbagai negara juga menemukandunianya sendiri. Dia sukses menjadipengusaha di bidang garmen ataubisnis pakaian dan memiliki relasi dariberbagai negara di Eropa dan Asia.Pengarang melukiskan keberadaanAnggi ketika keluarga Wiranto meng-ikuti perhelatan pemikahan Bowodengan Agatha di Yunani. Melalui pe-lukisan Anggi pula, gagasan multi-kultural dikemukakan dalam bagiancerita berikut.

Hanya Kak Anggi yang rupa-rupanya lebih mementingkanbisnisnya, jarang kelihatan me-lantai tetapi selalu asyik ber-bincang-bincang dengan koneksi-koneksinya yang baru. Jugabiarkan Kak Anggi ini; bukankahYunani palungan gagasan demo-krasi pertama, tempat setiappribadi boleh mengembangkan jatidiri dan citra dirinya sesuai de-ngan seleranya sendiri? (him. 186)

Kutipan di atas dapat dimaknaibahwa setiap orang bebas mengaktu-alisasikan diri sesuai dengan pan-dangannya. Setiap budaya memilikihak untuk dikembangkan di antarabudaya yang lain sehingga dapat salingmenghargai. Inilah kedalaman hakikipemahaman multikultural hakiki. De-ngan kekayaan wawasan dan penga-laman spiritualnya sebagai rohaniwan,pengarang secara halus dan cerdasmengungkapkan esensi multikulturalmelalui peristiwa dan tokoh-tokohnya.

Bowo, Doktor Fisika-Nuklir,

pakar Sains, adalah burung rantau yangmengembara di Swiss bekerja dilaboratorium inti nuklir. Di sana dia

menemukan dunianya sendiri, sains.Simbolisasi Bowo sebagai burungrantau semakin lengkap dengan mene-mukan jodohnya, Agatha, gadis ahlisejarah, burung rantau dari Yunani.

Multikulturalisme Dalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

Page 15: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

106

Bagi Bowo, apa pun kata orang tuanya,

dia merasa Agatha, gadis pilihanhatinya meskipun dari Yunani, "tepatmenjadi istrinya. Karena itu, orangtuanya mesti menerima Agatha sebagaimenantunya.

Tak peduli apa pun yang di-katakan orang tuanya, Bowo me-rasa yakin pilihannya tepat. Jadi,suka tidak suka ayah dan ibunyasepantasnya melamar Agathauntuk putra mereka dari TuanNicolaus Pavlos Anaxopoulos danMaria Alexandra Anaxopoulos diPulau Samos, Yunani. (him. 74)

Demikian pula dengan Candra,mayor udara, sang pilot pesawat tem-pur. Profesinya sebagai penerbang telahmempengaruhi pola pikirnya. Meski-pun dia tetap bekerja di tanah air, padadasarnya dia burung rantau juga,terutama cara pandangnya yang seolah-olah tak 'menginjakkan kaki di bumiIndonesia'. Dengan pengalamannyamenimba ilmu kedirgantaraan di Ame-rika, dia juga memiliki cara pandangkehidupan yang tegas tak kenaIkompromi serta lugas layaknya orangBarat. Begitu pula ketika melihat adikbungsunya, Edi yang terjerat narkoba,dia sinis tak kenaI ampun, sesuatu yangtak lazim pada orang Indonesia dalammenyikapi adiknya sendiri (hIm. 38).

Bahkan, Candra, lelaki Jawadan mengaku sebagai orang yang miripWerkudara, tokoh wayang yang jujurdan tegas ini, merupakan simbolisasiorang Indonesia yang memiliki jiwadan cara pikir ala Barat. Namun demi-kian, sifat keindonesiaannya masihtetap dipertahankannya juga, terutamasifat kemanusiaannya. Nuansa multi-kultural terasa dalam pengakuanCandra berikut.

"Kukira," sambung Mas Candra,"orang-orang kita harus mencari

jalan kencana tengah. Kemudianaku barangkali boleh dipensiun.Tetapi aku pun sudah dihinggapipenyakit Ikarus dan petualang-petualang Barat itu, jujur haruskuakui. Aku tidak bisa lagi tenangdan damai duduk di rumah kalau

tidak dapat masuk dalam salahsatu burung perang itu dan me-ngarungi dirgantara. (him. 238-239)

"Well, Si Candra kakakmu ini ya,mirip Werkudara Bayuputra,titisan Dewa Angin; dia ini sudahjadi sekrup mesin perang. Jadipraktis kami semua tadi orangyang hanya kebetulan saja lahir diTimur, tetapi jiwanya sudah Indo-Jerman Aria penakluk, petualangkejam, manipulator alam. Dengansegala kebanggan, ini jujur terusterang kukatakan, aku tidak me-nyesal menjadi pilot. Namun, biarcuma sebagian dari suatu mesinbesar, abangmu toh masih inginmanusiawi. Nah, keluarga kami iniperlu diwakili oleh kau, MarinetiDianwidhi, agar tetap manusawi."(him. 240)

BbR juga mengungkakan ga-gasan mengenai perlunya revitalisasieksistensi kaum perempuan Indonesia.Bagi generasi pasca-Indonesia sepertiNeti, perempuan bukan lagi sekedarmakhluk kelas dua atau inferior yangterhegemoni kekuasaan dan su-perioritas laki-Iaki. Perempuan harusdapat mandiri, dapat berperan sebagaiaktor yang bebas menentukan nasibnyasendiri. Bahkan, kaum perempuan da-pat berperan sebagai ilmuwan sekali-gus panglima yang memegang ko-mando. Karena itu, bias jender harusditiadakan dalam kehidupan karenabertentangan dengan asas keadilan.Simaklah kutipan dari BbR berikut.

Maka mestinya, ya seandainyadiperbolehkan tumbuh alami dan

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

Page 16: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

bebas menentukan nasib sendiri,setiap perempuan adalah antro-polog dan panglima teritorial, yangjelas bukan teknokrat ilmu danindustri penghancuran serta pem-bunuhan yang canggih lagi teramatmahal. Tetapi penentu nasib danperuntukan dunia sayangnya bel-kum sang bumi, sang rahim, dansusu-susu kehidupan. (hIm. 61)

Sudah saatnya, kaum perem-puan melepaskan ikatan tradisi ataubudaya masyarakat y~g membelenggukebebasan bergerak dan aktivitasnya.Kaum perempuan tidak semestinyadijadikan objek bagi laki-laki. Karenaitu, perempuan generasi pasca-Indo-nesia mesti berjuang demi harkat danharga diri agar memiliki eksistensi dandapat berdiri sarna tinggi dengan laki-laki. Inilah salah satu nilai multi-

kultural yang semakin berkembang dikalangan masyarakat modem. Budayaetnis atau tradisi masyarakat yangmembelenggu kebebasan perempuansudah saatnya ditinggalkan karenatidak sesuai lagi dengan semangat ke-majuan seiring dengan perubahanzaman. Kutipan berikut memperjelashal itu.

Memang aku perempuan! Puandan empu, pembela kehidupan,penggendong si lemah! Ya, akuberkacak pinggang dan jari-jarimengepal! Jangan coba-cobamain-main, kusepak anumu sampai kaumenjerit-jerit kesakitan! Ya, akupunya harga, dan tinggi hargaku!Bukan kecantkan modalku! Ituyang kau mau. Tetapi aku bukanbahan gerabah yang dapat kau-bentuk menurut kehendakmu! Ya,aku ada! Apa? Kausebut ini tidakpantas itu tidak menurut adat?Aku, ya akulah yang menentukansendiri mana pantas, mana adat!

107

Bukan kamu! Dan bukan ibuku

sekalipun! (hIm. 254)

Dengan demikian terlihatbahwa BbR, melalui tokoh-tokoh gene-rasi pasca-Indonesia, merupakan eks-presi pengarang dalam menyuarakangagasan multikultural dan refleksinyamengenai budaya global yang makinberkembang dalam masyarakat Indo-nesia. Dengan kekayaan wawasan danpengalamannya, pengarang menge-tengahkan dimensi multikultural yangmenjadi realitas dalam kehidupanmasyarakat modem yang pluralistik.

D. SimpulanMengakhiri pengkajian multi-

kulturalisme dalam Burung-burungRantau (BbR) perlu dikemukakan bah-wa kehadiran sastra multikultural me-

rupakan jawaban atas fenomena ke-hidupan masyarakat yang sedangberubah menuju pluralistik sertarefleksi terhadap realitas sosial budayayang berkecenderungan global-uni-versal. Pengarang merespons danmenginterpretasikannya dalam wujudkarya sastra. Hal ini sesuai denganeksistensi sastra sebagai dokumensosial budaya yang mencerminkandinamika, dialektika, dan romantikamasyarakat yang pluralistik baik darisegi etnis, agama, bahasa, maupunbudaya.

Multikulturalisme merupakansuatu paham yang memandang keane-karagaman budaya sebagai realitasfundamental dalam kehidupan masya-rakat. Sikap membuka diri untuk men-jalani kehidupan bersama dengan me-nerima dan memahami pluralitas se-bagai keniscayaan hid up yang tidakdapat dihindari. Pluralitas budaya da-lam dinamika kehidupan adalah se-

Multikulturalisme Dalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

- ~-~---

Page 17: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

-

108

buah realitas yang tak dapat diingkaridalam kehidupan masyarakat modem.

Nove! Burung-burung Rantaukarya Y.B. Mangunwijaya mengeks-presikan gagasan multikultural melaluijalinan peristiwa dan tokoh-tokohnyaterutama anak-anak pasangan Wirantodan Yuniati: Anggi, Neti, Bowo, danCandra yang merupakan simbolisasigenerasi pasca-Indonesia. Gagasanmultikulturalisme dalam BbR meliputi:(1) lahimya generasi pasca-Indonesiayang berkecenderungan pada budayaglobal; (2) mereka adalah generasi masakini yang terbang bebas ke mana punbahkan ke mancanegera untuk me-nemukan dunianya sendiri; (3) merekaingin melepaskan diri dari ikatantradisi dan budaya loka! bahkan na-sionalnya agar dapat bebas ber-kreativitas; (4) muncu! fenomena men-caimya budaya !oka! dan nasional,Barat dan Timur; (5) multikulturalismemampu meretas batas etnis, kebang-saan, dan kasta, serta menguatnyaeksistensi kaum perempuan.

Sastra Indonesia yangberdimensi multikultural merupakanbagian dari proses 'Indonesianisasi'dari banyak ekspresi budaya baik cita-rasa !okal, nasional, maupun global-universal. Dengan spirit posmo-dernisme, sastra multikultural menem-bus batas agama, etnis, budaya danbangsa. Secara paradoksal sastra dapatmenjadi 'juru bicara' yang fasm untukmengekspresikan multikulturalismeyang berkembang dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

Abrams, M.H. 1979. The Mirror and theLamp: Romantic Theory and theCritical Tradition. New York:

Oxford University Press.

Appadurai, Arjun. 1991. "Global Ethno-scape: Notes and QuenesforTransnational Anthropology"dalam RecapturingAnthropologyWorking in the Present.RichardG. Fox (Ed.). Santa Fe, NewMexico: School of AmericanResearch Press.

Barthes, Roland. 1973. Mythologies (Terj.Annette Lavers). London:Paladin.

Chamamah-Soeratno, Siti. 1990. "Ha-kikat Penelitian Sastra" dalam

Gatra Nomor 10/11/12. Yogya-karta: IKIP Sanata Dharma.

Dewanto, Nirwan. 1991. "KebudayaanIndonesia: Pandangan 1991"dalam Prisma No. 10 TahunXX,Oktober 1991.

Ekstrand, L.H. "Multicultural Edu-cation" dalam Saha, LawrenceJ.(Eds.). 1997. Internati-onal Encyclopedia of the Sociology

of Education. New York: Per-gamon.

Faruk H.T. 2001. Beyond ImaginationSastra Mutakhir dan Ideologi.Yogyakarta: Gama Media.

Garcia, Ricardo L. 1982. Teaching in aPluralisticSociety:Consepts,Mo-dels, Strategies. New York:Harper & Row Publisher.

Hawkes, Terence. 1979. Structuralismand Semiotics. London: Methuenand Co. Ltd.

Heryanto, Ariel. 1985. Perdebatan SastraKontekstual. Jakarta: RajawaliPress.

Litera, Volume 6, Nomor 1, Januari 2007

Page 18: MUL TIKUL TURALISME DALAM NOVEL BURUNG-BURUNG … · tersendiri dalam khazanah sastra Indonesia mutakhir karena ketika BbR dilahirkan bel urn banyak karya sastra yang melontarkan

]unus, Umar. 1989. Stilistik SatuPengantar. Kualalumpur: De-wan Bahasa dan Pustaka.

Luxemburg, ]an van et al. 1984.Pengantar llmu Sastra. Jakarta:PT Gramedia.

Mangunwijaya, Y.B. 1992. Burung-bu-rung Rantau. Jakarta: GramediaPus taka Utama.

Naisbitt, John and Aburdene, Patricia.1990. Ten New Directions for the1990's Megatrends 2000. Mega-trends Ltd.

109

Riffaterre. 1978. Semiotic of Poetry. Blo-mington and London: IndianaUniversity Press.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan llmu Sastra.Jakarta: Pustaka Jaya.

Toffler, Alvin. 1987. Kejutan Masa Depan(Terj. Sri Koesdiyantinah). Ja-karta: PT Panlja Simpati.

Multikulturalisme Oalam Novel Burung-Burung Rantau Karya Y.B. Mangunwijaya

'. ..- :--.