Upload
sandy-rosandy
View
29
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Artikel IlmiahBUDAYA MUSIK DAN PERTUNJUKAN BUDAYAOleh : Suwarmin, M.Sn
Citation preview
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
BUDAYA MUSIK DAN PERTUNJUKAN BUDAYA*)
Oleh: Suwarmin
Dasar Pemikiran
Tulisan ini pernah disajikan pada acara Temu Temu-Teman Theater se Nusantara
ke IV tanggal: 27 Juli 2008 di Surabaya. Tema yang dipilih dalam kegiatan tersebut
cukup menarik yaitu: Selamatkan Budaya Kita. Tema tersebut digunakan sebagai
pancadan judul tulisan ini dengan harapan dapat digunakan sebagai acuan untuk
membangun tingkat kesadaran berbudaya. Tingkat kesadaran merupakan faktor utama
dalam menentukan gerak ke depan budaya dan peradaban masyarakat. Tulisan ini penulis
anggap perlu untuk diketahui, menambah wawasan serta mendapat tanggapan seperlunya.
Kalimat Selamatkan Budaya Kita tersebut terkandung beberapa pengertian
yaitu: pertama bahwa keadaan budaya kita sekarang dalam kondisi tertentu (tidak
selamat) dan perlu diselamatkan, dan kedua ada hal yang salah dari pelaku budaya masa
lalu yang perlu dibenarkan. Dari pemahaman tersebut maka timbul pemikiran apa yang
salah dan bagai mana budaya yang benar untuk masa sekarang dan yang akan datang,
serta bamana cara menyelamatkan. Sebagai penyelamat perlu modal, piranti, konsep,
strategi serta arah dab tujuan yang jelas. Bila tidak punya hal tersebut, akan mengulangi
kesalahan yang lalu.
Perjalanan budaya suatu masyarakat atau bangsa ditentukan oleh berbagai faktor.
Sumber daya manusia; tokoh sebagai penentu kebijakan, nara sumber sebagai patron,
pelaku, masyarakat pengguna, situasi politik, serta sumber daya alam sebagai lingkung
budaya, semua berperan dalam membentuk budaya tertentu. Untuk itu, dalam kesempatan
ini penulis ingin mengajak teman-teman yang berkecimpung dalam dunia theater dan seni
pertunjukan yang lain dalam kapasitas sebagai pelaku-budaya untuk merenungkan
kembali, dengan modal pengalaman dari masing-masing daerah untuk menjawab ajakan
menyelamatkan budaya demi peradaban bangsa masa yang akan datang. Pemikiran
tersebut relevan dengan apa yang dinyatakan Ignas Kleden (1996), masa lalu adalah milik
generasi masa lalu, masa sekarang dan akan datang milik generasi sekarang.
*) Disajikan pada Seminar Temu Teater se-Nusantara Tgl. 27 Juli 2008 di Gedung Kampus STIKOM Surabaya
2
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
Untuk acuan dalam membahas pemasalahan keterkaitan musik dan pertunjukan
dalam budaya, berikut penulis paparkan sekilas tentang Pertunjukan Budaya, Budaya
Musik dan hubungan musik dan pertunjukan. Pemahaman tentang hal tersebut diharapkan
dapat membangun tingkat kesadaran budaya yang pada akhirnya dapat menjawab ajakan
untuk menyelamatkan budaya bangsa kita.
Pertunjukan Budaya
Aktifitas Pertunjukan budaya meliputi aktifitas atau kegiatan dalam kehidupan
sosial-budaya masyarakat sehari-hari dalam keluarga di rumah, kantor, pasar, perjalanan,
serta tempat kerja, hingga kegiatan yang mempunyai sifat khusus dan nilai yang lebih
tinggi. (Murgiyanto, 1996). Seperti apa yang diungkapkan Shakespeare, Dunia ini
panggung sandiwara, dapat dikatakan bahwa setiap interaksi manusia kapanpun,
dimanapun baik antar individu maupun kelompok manusia, terjadi komunikasi antar
manusia. Di sana tingkah laku pertunjukan baik disengaja atau tidak selalu hadir. Masing-
masing pihak akan berusaha mengekspresikan apa yang dikehendaki dan berusaha untuk
mengerti atau menginterpretasi penampilan serta sikap lawan bicaranya.
Klifford Geertz (1980) seorang antropolog yang banyak mengkaji tentang budaya
Indonesia menyatakan bahwa kerajaan Bali pada abad ke-19 merupakan sebuah negara-
panggung (theatre-state). Anggapan tersebut didasarkan seorang raja di Bali merupakan
pemimpin negara-adat, masyarakat Bali merupakan kumpulan umat, sehingga kepe-
mimpinan tidak berorientasi politis. Tugas raja dan para Bupati adalah menyelamatkan
kekayaan desa dengan cara melaksanakan upacara agung. Berbagai kegiatan upacara
keagamaan maupun adat akan memelihara dan memperkokoh kehidupan sosial-budaya,
kedewataan raja semua menjadi kasatuan yang integral menjadi kemakmuran negara.
Berkenaan dengan pertunjukan budaya, Milton Singer seorang antropolog dalam
bukunya When A Great Tradition Modernizes (1972) menyatakan bahwa pertunjukan
Wayang Wong di Kraton Yogyakarta pada tahun 1877-1921 adalah pertunjukan-seni dan
sekaligus sebuah kegiatan ritual kerajaan merupakan contoh pertunjukan budaya. Yang
menarik dalam kajian Singer adalah modernisasi budaya tradisi. Dalam proses moderni-
sasi di mana muatan budaya, nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tradisi ditata dan
ditransformasikan lewat media budaya yaitu organisasi-organisasi budaya masyarakatnya.
3
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
Organisasi-organisasi budaya itulah pertunjukan budaya meliputi; upacara adat, perka-
winan, upacara religi, resitasi, pertunjukan tari, musik, dan drama.
Pada dasarnya pertunjukan budaya dapat digolongkan menjadi 4 yaitu:
1. Bermain (play), yaitu kegiatan yang tujuan untuk kesenangan bersama, aturannya
relatif bebas, orang yang terlibat bisa menentukan aturan untuk disepakti dalam
permainan. Tempat pelaksanaan tidak tentu menurut kebutuhan dan situasi.
2. Upacara (Ritual), yaitu kegiatan yang berkaitan dengan sistem religi, aturan
pelaksanaan sangat ketat dan sakral, para pelaku seriuas dan kitmat, tempat
pelaksanaan tertentu.
3. Permainan, Olah-raga, yaitu kegiatan dengan tujuan praktis, aturan pelaksanaan
terorganisir, semua pelaku mengikuti aturan secara disiplin. Tempat pelaksaan
ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
4. Pertunjukan Kesenian, yaitu suatu kegiatan yang sifatnya ditengah antara bermain dan
upacara di mana realitas dan kenikmatan ditata seimbang.
Dalam perkembangan kehidupan masyarakat modern, dengan kemajuan tehnologi
dan ilmupengetahuan, kebutuhan hidup semakin kompleks, semua segi budaya dipisahkan
menjadi disiplin-disiplin, sub-disiplin sub-disiplin bidang budaya secara tegas. Bentuk-
bentuk pertunjukan budaya lama cenderung ditinggalkan, dan bermunculan barbagai
macam pertunjukan budaya baru: pertunjukan seni, hiburan, rekreasi, play, games, olah
raga, theater, baca puisi yang dapat dilakukan secara terbuka atau untuk kalangan terbatas
oleh amatir atau profesional.
Budaya Musik
Budaya Musik Bangsa-Bangsa
Budaya musik telah dimiliki sejak awal peradapan manusia diseluruh belahan
dunia. Musik disebut sebagai awal dan akhir kehidupan, bahkan kehidupan itu sendiri
berjalan mengikuti hukum musik. Dalam mitos tentang bagai mana Tuhan menciptakan
manusia dengan tanah citra-Nya sendiri, dan meminta ruh untuk masuk kedalamnya. Ruh
menolak masuk ke dalam tubuh sebagai sangkar belenggu, dan ingin bebas tanpa sangkar.
4
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
Tuhan memerintahkan para malaikat untuk memainkan musik, dan pada saat mendengar
musik itulah Ruh mengalami ekstase. Melalui akstase itulah dalam rangka memperjelas
musik baginya sendiri Ruh memasuki tubuhNya. Konon akhir kehidupan atau hari
kiamat ditmanusiai dengan ditiupnya terompet sangkakala oleh malaekat. Hal ini
menunjukkan bahwa musik dikaitkan dengan awal penciptaan, dengan kesinambungan-
nya dan dengan akhir kehidupan (Inayat-Khan, 1996).
Berbagai bangsa mengagungkan musik, bangsa Kaledonia dan Mesir musik
dijadikan sesembahan, mereka bersujud layaknya di hadapan dewa. Bangsa Yunani
Romawi mengagungkan musik bagaikan Dewa Agung. Mereka membangun altar yang
indah, berbagai pengorbanan, wewangian sebagai persembahan Dewa Musik Apollo.
Kepala dewa tegak terangkat gagah, kedua mata jauh kedepan memmanusiang bagaikan
menembus batas rahasia alam. Mereka menyatakan bahwa suara senar dawai Dewa
Apollo adalah gema suara alam dan melambangkan duka cita yang terpantul dari kicau
burung, gemercik air, desah angin dan desiran lembut dahan pepohonan.
Dalam khasanah warisan bangsa Assyria disebutkan bahwa musik yang ditampilkan
dalam berbagai upacara adalah lambang kebahagiaan dan kemuliaan. Semua pujian
disucikan dengan lagu-lagu alunan nada-nada indah yang didasari kehalusan perasaan
jiwa. Musik adalah nafas kebebasan yang dijadikan perantara kata-kata lisan, ucapan
merupakan pelengkap dari alunan nada musik (Gibran, 2002).
Dalam budaya India musik disebut Sangita, dibagi tiga bagian: gayan menyanyi,
vadan bermain, dan nirtan menari, yaitu ekspresi yang mengandung tiga unsur; suara
ketika menyanyi, bunyi ketika memainkan alat musik dan gerak ketika menari, namun
menyanyi dianggap bagian utama dalam Sangita. Tiga bagian dalam Sangita ini memben-
tuk bagian ibadah Hindu, dan surga Hindu terdiri dari beberapa penyanyi, pemain, dan
penari. Sistem musik dibagi menjadi mode-mode yang disebut raga untuk dinyanyikan
atau dimainkan untuk keperluan tertentu, pada waktu tertentu, siang, malam atau musim
tertentu. Ada anggapan bila sebuah Raga dinyanyikan pada saat yang tidak tepat,
bagaikan makan makanan yang tidak sesuai dengan keperluan dan waktunya akan terasa
hambar.
Sebuah riwayat tentang seorang Tansen diminta oleh sang Raja Agung untuk
menyanyikan Dipak-Raga yang memiliki pengaruh api. Tansen menolak dan sang raja
mendesak, Tansen terpaksa menyanyikan dan terbakarlah ia. Ketika seluruh tubuhnya
5
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
berkobar, berlarilah ke sebuah desa. Seorang wanita yang mengetahui merasa iba Tansen
terbakar karena Dipak-Raga, maka wanita tersebut segera menyanyikan Malhar yaitu
Raga air terjun. Seketika datang awan bergumpal-gumpal dan turun hujan meskipun pada
saat musim panas. Api yang membakar Tansen terpadamkan dan sehat kembali. Banyak
cerita yang menunjukkan tetang adanya kekuatan kebatinan musik.
Di Indonesia pertama kali diciptakan alat musik Gamelan, diriwayatkan dalam buku
Wedapradangga oleh R. Ng. Prajapangrawit (1990) diciptakan oleh dewa Sang Hyang
Guru pada saat menjelma menjadi raja pulau Jawa. Gamelan itu diberi nama Gamelan
Lokananta yang mengandung arti musik dari Kayangan tempat para dewa. Gamelan
berikutnya diciptakan oleh Dewa Endra atau Sura Endra, yang sekarang menjadi istilah
gamelan Slendro. Gamelan ciptaan para Dewa itu dilestarikan dan dijadikan sarana
berbagai ritual raja-raja dan masyarakat di Jawa. Dalam riwayat tersebut menunjukkan
anggapan masyarakat Jawa bahwa musik (Gamelan) adalah suara Tuhan pencipta alam.
Berbagai pikiran filosofis para empu, pujangga dan raja diungkapkan atau ditulis dalam
bentuk puisi tembang, dibaca dengan alunan nada.
Musik Dalam Masyarakat
Dapat dikatakan kehidupan dimanapun tidak terlepas dari musik, baik secara
individu maupun secara kolektif, baik untuk keperluan sekuler sehari-hari (profan)
maupun yang bersifat religius transendental (sakral). Masyarakat pedesaan dengan
lingkungan pertanian agraris, masyarakat dilingkungan hutan, pantai, perkotaan mempu-
nyai musiknya dengan cirinya serta karakternya sendiri-sendiri. Hal tersebut tampak
dalam penggolongan musik berdasar daerah atau etnik; musik Batak, musik Sunda, musik
Madura, musik Banyuwangi, musik Betawi dan seterusnya.
Ashley Turner (1993), meneliti budaya musik masyarakat Melayu Petalangan Riau
yang memiliki lingkungan alam hutan tanah. Terdapat hubungan timbal balik antara
budaya musik dengan alam sosial serta alam lingkungannya. Alam lingkungan sebagai
suatu sistem sebagai sumber daya kehidupan fisik, tercermin dalam budaya musik
mereka. Alat-alat musik merupakan lambang persebatian manusia dengan alam.
Masyarakat Melayu Petalangan di Riau beranggapan alam adalah machluk hidup yang
suci, alam adalah diri sendiri dan sebaliknya, maka tidak boleh disakiti dan dirusak. Hal
tersebut tercermin dalam musik mereka. Demikian juga dalam masyarakat perkotaan
6
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
yang penduduknya beragam tingkat sosial serta mempunyai kehidupan yang lebih
kompleks akan tercermin dalam budaya musiknya (Nakagawa, 2001).
Musik digunakan sebagai media penyembuhan penyakit (sound healer). Menurut
Radon ( 2001) dunia ini ada malaikat suara (Angles of Sound) dan kita selalu bekerja
sama dengan mereka namun pilihan tetap pada mereka. Setiap orang memiliki malaikat
penyembuhan sendiri-sendiri yang sudah ada bersama mereka saat lahir dan membimbing
mereka dalam menjalani kehidupannya. Dengan berlatih dan belajar menyelaraskan diri
dengan mereka secara intuitif, dan merasakan bimbingan lembut mereka yang memberi
manusia nada-nada yang tepat, memberi tahu manusia kapan bergerak kemana serta
menuntun tangan manusia dari satu bagian tubuh ke bagian satu tubuh yang lain (Radon,
2001:46).
Apa bila manusia benar-benar mengabdikan diri menjadi menjadi seorang sound
healer, manusia akan mendengar suara malaikat saat bergabung dengan suara manusia,
saat manusia membuka mulut untuk menyanyi, seolah-olah suara manusia lenyap,
sedangkan suara murni mengalir bagaikan sebuah energi berwarna yang berputar.
Begitulah ketika manusia merasakan dan mengetahui para malaikat suara bernyanyi
dalam diri manusia. Manusia dapat bekerja dengan para malaikat suara solah-olah
mereka adalah pembantu-pembantu manusia dalam penyembuhan, dengan memberi
energi yang telah manusia pindahkan melalui suara dan menerima pemberian mereka
seperti benih cinta yang ditanam di berbagai cakra bagaikan berkat yang siap tumbuh
menjadi bunga-bunga mekar. Suara manusia adalah sesuatu yang berharga, ia menangkap
getaran energi jantung manusia dan bergema beresonansi dengan apapun disekitar
manusia berada. Suara manusia selalu siap setiap saat bila ingin dipergunakan, manusia
dapat mengirim getaran-getaran suara manusia secara diam-diam dari dalam diri manusia
ke pada orang lain dan memiliki efek yang kuat.
Dalam kegiatan upacara ritual dalam berbagai tempat peribadatan masyarakat,
musik sebagai ungkapan untuk mengagungkan, berkomunikasi, hingga menyatukan diri
dengan Sang Pencipta. Hampir semua kalangan ahli kebatinan, di bagian dunia manapun
berada, musik menjadi pusat kultus atau upacara. Mereka dapat mencapai kedamaian
sempurna yang disebut nirvana, dalam bahasa Hindu samadhi lebih mudah melalui
musik. Para Sufi zaman kuno menganggap musik sebagai sumber meditasi.
7
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
Musik dalam Pertunjukan
Musik dalam pertunjukan (seni) mengandung pengertian, musik tidak saja
dipahami sebagai iringan atau ilustrasi dalam sebuah pertunjukan. Kalau dilihat suatu
pertunjukan semua unsur sudah lebur menjadi satu kesatuan integral dan masing-masing
mempunyai derajat yang sama. salah satu unsur kurang sempurna berarti suatu
pertunjukan juga tidak sempurna. Dengan demikian unsur musik bukan sekedar sebagai
iringan atau ilustrasi, namun sebagai unsur atau bagian yang derajat sama dengan unsur
yang lain. Hal ini perlu perlu mendapat perhatian, karena kalau musik dianggap hanya
sebagai ilustrasi akan di nomor dua-kan dan kurang mendapatkan perhatian, maka suatu
pertunjukan tidak akan sempurna. Justru bila penataan atau penggarapan musik dalam
pertunjukan sempurna akan dapat menutup kekurangan unsur yang lain. Berikut akan
dibahas sejauh mana peranan, pengaruh musik dalam suatu pertunjukan.
Sebuah pertunjukan memerlukan proses dalam ruang dan waktu dengan struktur
awal, tengah dan akhir. Menurut Richard Schechner tahapan-tahapan tersebut adalah:
a. Persiapan ; semua kegiatan dari latihan pemain, crew mempersiapkan
peralatan, dalam mempersiapkan pentas.
b. Pementasan ; saat pementasan dilaksanakan, pemain melakukan pertunjukan
dan penonton menyaksikan.
c. Sesudah ; selesai pementasan, mengemas busana, evaluasi dsb.
Dalam struktur tersebut tahap pementasan merupakan tahap atau bagian utama
sebuah pertunjukan dimana saat terjadinya komunikasi antara pemain dan penonton.
Bagian pementasan juga dapat dibagai menjadi tiga bagian; pra-lakon (cerita) atau
pembukaan, jalannya cerita, dan penutup. Mulai dari pra-lakon hingga penutup
pementasan unsur musik berperan aktif.
1. Pra-lakon, dalam pertunjukan drama tradisi hadirnya musik pada pra-lakon digunakan
sebagai pembuka yang berfungsi menghadirkan penonton, menghibur penonton yang
sudah hadir, dan membangun suasana tertentu mempersiapkan penonton untuk
mengapresiasi lakon yang dipentaskan.
2. Jalannya Cerita yang terdiri dari alur suasana atau adegan, musik memberi kesan
tempat tertentu (pedesaan, kraton, pura, pasar perang dan sebagainya). Musik
memberi jembatan perlihan dari adegan satu ke adegan berikutnya. Tentang tokoh
8
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
musik dapat memberi kesan karakter tertentu (gagah, alus, wibawa). Tingkah laku
(lucu, lincah), suasana tertentu (susah, gembira, marah, angkuh, agung, sakral).
3. Penutup atau akhir penementasan musik tertentu (selesai, bertanya, lega, lepas).
Dalam pertunjukan theater tradisi yang memiliki durasi hingga 8 jam, musik
digunakan sebagai selingan yang bersifat hiburan, namun alur cerita dalam lakon tidak
terputus. Penonton tidak mungkin selalu serius dalam waktu 8 jam. Musik tidak saja
memberi kesan suasana, karakter, tetapi juga memberi makna lambang tertentu. Musik
tidak hanya dapat memperkuat kesan yang disampaikan lewat adegan, gerak, dialog
pemain, bahkan apa yang tidak dapat disampaikan unsur lain musik mampu (Suwarmin,
1993). Untuk itu penataan musik dalam sebuah pertunjukan perlu ditangani secara serius
oleh ahlinya. Beberapa film populer lewat musik atau lagunya, hal tersebut menunjukkan
bahwa terdapat kesesuaian antara musik dan suasana filmnya.
Penutup
Dalam budaya masyarakat (tradisi dan non tradisi) kita, keberadaan musik dan seni
pertunjukan secara kontekstual mempunyai peranan yang penting. Masyarakat tradisi
tidak pernah memandang musik dan seni pertunjukan sekedar sebagai tontonan atau
hiburan. Musik dan seni pertunjukan mempunyai makna yang begitu kompleks penuh
dengan lambang-lambang dan simbol-simbol bagi masyarakat pemiliknya. Di dalamnya
terkandung nilai-nilai kearifan lokal (local genius) budaya masyakatnya. Budaya dan
karakter serta kepribadian suatu masyarakat dapat dikenali melalui musik dan seni
pertunjukan.
Dalam pembangunan budaya yang mengarah pada modernisasi, agar tidak
kehilangan nilai-nilai kearifan lokal sebagai identintas serta kepribadian masyarakat, perlu
adanya tingkat kesadaran, pemahaman yang cukup bagi pelaku serta pemangku budaya.
Perkembangan masyarakat yang cenderung sekuler, materialistik, rasional, indiviadu-
alistik merupakan tantangan bagi ketahanan budaya bangsa. Tingginya tingkat kesadaran
dan pemahaman tentang nilai-nilai kearifan lokal merupakan ketahanan budaya bangsa.
9
Budaya Musik dan Pertunjukan Budaya Suwarmin - 2008
10
Kepustakaan: Inayat-Khan, Hazrat
2002 Dimensi Mistik Musik dan Bunyi, Pustaka Sufi, Yogyakarta. Murgianto, Sal
1995 Cakrawala Pertujukan Budaya, (dalam) Seni Petunjukan Indonesia, Jurnal MSPI Tahun VII 1996
Nakagawa, Shin
2001 Soundscape Kota Berlin, (dalam) Salonding, Jurnal Etnomusikologi Indonesia, Vol. 1, No.1 September 2001.
Prajapangrawit, R. Ng.
1990 Wedhapradangga, Serat Utawi Riwayating Gamelan, penerbit STSI Surakarta kerja sama The Ford Foundation.
Radon, Shirlie
2001 Terapi lewat Suara, Prestasi Pustaka, Jakarta. Suwarmin
1993 Dasar-Dasar Penyusunan Karawitan Iringan, kertas kerja ceramah Temu Seniman se Jawa Timur di Surabaya.
1994 Garap Karawitan Pakeliran, kertas kerja ceramah Pembinaan Daalang Se
Jawa Timur di Surabaya. Turner, Ashley
1993 Ekologi Kebudayaan Musik Masyarakat Melayu Petalangan di Riau, (dalam) Seni Pertunjuan Indonesia, Jurnal MSPI
BUDAYA MUSIK DAN PERTUNJUKAN BUDAYA*)Oleh: Suwarmin Dasar Pemikiran
Radon, Shirlie