4

Click here to load reader

Mouth Breathing

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mouth Breathing

Mouth Breathing

Definisi: Chopra (1951) mendefinisikan mouth breathing sebagai kebiasaan bernapas melalui mulut daripada hidung. Chacker (1961) mendefinisikan mouth breathing sebagai perpanjangan atau kelanjutan terpaparnya jaringan mulut terhadap efek pengeringan dari udara inspirasi. Sassouni (1971) mendefinisikannya sebagai kebiasaan bernapas melalui mulut daripada hidung (Singh, 2007). Etiologi: Mouth breathing dapat disebabkan secara fisiologis maupun kondisi anatomis, dapat juga bersifat transisi ketika disebabkan karena obstruksi nasal. True mouth breathing terjadi ketika kebiasaan tetap berlanjut ketika obstruksi telah dihilangkan (Kohli, 2010).

Beberapa tipe mouth breathing dalam tiga kategori menurut Finn (1962):

a. Tipe Obstruktif. Tipe ini adalah anak yang bernafas melalui mulut karena adanya hambatan, seperti (a) rinitis alergi, (b) polip hidung, (c) deviasi atau penyimpangan septum nasal, dan (d) pembesaran adenoid.

b. Tipe Habitual. Tipe habitual adalah anak yang terus menerus bernafas melalui mulutnya karena kebiasaan, walupun obstruksi sudah dihilangkan.

c. Tipe Anatomis. Tipe anatomi merupakan anak yang mempunyai bibir atas yang pendek atau lips incompetent sehingga tidak memungkinkan menutup bibir dengan sempurna tanpa adanya tekanan

(Foster, 1993; Houston, 1990)

Mekanisme

Menurut Fin (1962) kebiasaan bernafas melalui mulut yang kronis mengakibatkan perubahan pada pertumbuhan tulang rahang dan keseimbangan otot-otot wajah. Untuk mendapatkan suatu oklusi yang baik, perlu dijaga keseimbangan dari ketiga otot yang disebut triangular force conseps, yaitu otot lidah, pipi dan bibir. Apabila terjadi ketidakseimbangan dari ketiga otot ini maka, akan terjadi maloklusi. Pada saat bernafas lewat mulut, bibir dalam keadaan istirahat tidak bertemu (Moyers, 1973). Bernafas lewat mulut memerlukan posisi postural yang berubah dari mandibula. Mandibula diturunkan dan jarak interoklusal meningkat berlebihan (Foster, 1993), kepala akan bertambah tinggi, posisi tulang hyoid semakin rendah, dan lidah akan bertambah ke depan dan bawah (Faria dkk., 2002). Posisi lidah yang ke depan mengakibatkan lengkung mandibula lebih mendapat pelebaran ke arah lateral dibanding dengan lengkung maksila yang menjadi sempit oleh karena pertumbuhannya tidak sempurna, sehingga sebagian gigi posterior miring ke lingual ().

Ciri mouth breathing ialah memiliki wajah adenoid yaitu wajah panjang dan sempit, hidung dan jalan udara nasal yang sempit, bibir lemah dengan bibir atas yang pendek, tahanan bibir yang tidak adekuat, selain itu skeletal open bite atau sindrom wajah panjang

Page 2: Mouth Breathing

yaitu erupsi gigi posterior yang berlebihan, lengkung maksila yang sempit, overjet yang berlebihan dan pertumbuhan mandibula yang buruk (Kohli, 2010), palatum sempit dengan bentuk huruf V, cekungan palatal yang tinggi, insisivus yang protrusif dan oklusi Angle kelas II divisi 1, gigi berjejal pada lengkung rahang bawah dan atas, gangguan pertumbuhan vertikal, posisi lidah yang rendah yang menganggu fungsi (Gartika, 2008).

Kelainan orthodontik yang terjadi pada anak yang bernafas melalui mulut adalah:

1. Maloklusi Klas II divisi 1. Anak yang bernafas melalui mulut memiliki bibir pendek sehingga diperlukan usaha otot yang besar untuk mendapatkan penutupan bibir, maka diperoleh penutupan lidah-bibir bawah dan ini terdapat hubungan Klas II divisi 1 (Houston, 1990). Akibat dorongan lidah ketika pasien mencoba membasahi bibir yang kering mengakibatkan mahkota insicivus terdorong ke labial ().

2. Anterior open bite. Tanimoto dkk. (2008) menyatakan bahwa mouth breathing dapat mengakibatkan open bite dengan susunan gigi maksila yang sempit. Penutupan bibir pada anak yang bernafas melalui mulut yaitu penutupan lidah-bibir bawah, di mana ujung lidah berada pada incisal insicivus mandibula yang mencegah erupsi lebih lanjut dan menghalangi perkembangan vertical dari segmen insicivus tersebut (Foster, 1993; Houston, 1990). Hal ini yang menyebabkan anterior open bite pada anak yang bernafas melalui mulut.

3. Maksila yang sempit dengan palatum tinggi. Perubahan pola pernapasan dapat mengubah ekuilibrium tekanan pada rahang dan gigi dan mempengaruhi pertumbuhan rahang dan posisi gigi. Lidah tergantung di antara lengkung maksila dan mandibula menyebabkan konstriksi segmen bukal sehingga menyebabkan bentuk v maksila dan palatum yang tinggi. Hal ini dikarenakan kurangnya stimulasi muskulus yang normal dari lidah dan tekanan yang meningkat pada kaninus dan area molar pertama akibat tegangnya muskulus orbicularis oris dan bucinator, segmen bukal maksila tidak berkembang dan memberikan bentuk v pada maksila dan palatum yang tinggi dan pasien biasanya mengalami cross bite posterior (Singh, 2009).

Penatalaksanaan

Manajemen dilakukan terapi myofungsional, yaitu (1) setiap hari: pegang pensil diantara kedua bibir, (2) malam hari: plester bibir atas dan bawah bersama-sama dengan tape surgical (plester bedah), (3) pegang selembar kertas diantara bibir atas dan bawah (4) meregangkan/melebarkan bibir atas untuk menjaga agar bibir menutup atau merenggangkan dengan melengkungkan kebawah kearah dagu untuk pasien dengan hipotonus bibir atas yang pendek (Singh, 2007). Manajemen dengan menggunakan alat dilakukan jika anak masih melakukan kebiasaan oral ketika anak telah berumur 6 tahun/ ketika gigi permanennya mulai erupsi.

Oral screen merupakan salah satu alat fungsional yang digunakan untuk mencegah mouth breathing (Gartika, 2008). Oral screen adalah alat untuk mengepaskan vestibulum yang akan mengunci aliran udara melewati mulut dan langsung berkontraksi oleh bibir untuk melawan beberapa gigi depan yang labioversi. Oral screen didesain untuk mengaktifkan otot-

Page 3: Mouth Breathing

otot bibir dan muka sehingga dapat menggerakkan gigi-gigi incisivus atas ke posisi yang lebih baik dan meningkatkan fungsi bibir sebagai upaya untuk mengimbangi gaya dari lidah yang melawan gigi-gigi. Oral screen dapat digunakan untuk meretraksi bibir, mengoreksi labioversi ringan pada gigi depan rahang atas, membantu retrain dan memperkuat gerakan bibir (Singh, 2007).

Mouth Breathing

A B C

Pasien dengan mouth breathing habit sebelum (A) dan sesudah (B) perawatan dengan Oral Screen (C).

Sumber:

http://orthodontics.fkg.ugm.ac.id/index.php/component/phocadownload/category/2-s1?download=7:orto4habit