Upload
vonny-nurmalya-pramadya
View
304
Download
33
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zaman dahulu orang percaya bahwa membiarkan luka dalam kondisi bersih dan
kering akan mempercepat proses penyembuhan. Sehingga, pada zaman dahulu luka
dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tipis yang memungkinkan udara masuk
dan membiarkan luka mengering hingga berbentuk ‘koreng’. Namun seiring
berkembangnya ilmu pengetahuan, pertanyaan tersebut dibantah. Pengetahuan sekarang
telah membuktikan bahwa luka dalam kondisi kering dapat memperlambat proses
penyembuhan dan akan menimbulkan bekas luka(1).
Penelitian di Landmark pada tahun 1962 oleh Dr. G. Winter menunjukkan bahwa
re-epitelisasi lebih cepat di bawah occlusive dressing, dengan alasan permukaan luka
menjadi moist atau lembab. Banyak penelitian berikutnya yang menunjukkan bahwa luka
tertutup dan kondisi luka yang lembab dapat meningkatkan semua fase penyembuhan
luka (7). Namun penyembuhan dengan menggunakan lingkungan yang lembab masih
menjadi hal yang baru dan jarang diaplikasikan di masyarakat. Masyarakat kebanyakan
berpendapat bahwa lingkungan yang lembab akan menjadi tempat berkembang biak
kuman penyakit. Akan tetapi pernyataan ini tidak didasari dengan konsep penyembuhan
luka, dimana tubuh kita mempunyai system imun yang sangat efisien untuk mencegah
bakteri melakukan pembelahan (mitosis) (1). Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian
yang dilakukan oleh Hinman & Maibach tentang occlusive dressing. Mereka berasumsi
bahwa dengan moist wound healing occlusive dressing memiliki resiko terjadinya infeksi.
Namun pada hasil penelitiannya, tidak terjadi infeksi(18).
Balutan dalam kondisi lembab atau sedikit basah merupakan cara yang paling
efektif untuk menyembuhkan luka. Balutan tersebut tidak menghambat aliran oksigen,
nitrogen dan zat-zat udara yang lain (1). Untuk itu dikembangkan suatu metode perawatan
luka dengan cara mempertahankan isolasi lingkungan luka agar tetap lembab dengan
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 1
menggunakan balutan penahan kelembaban, yang dikenal dengan Moist Wound Healing (12) . Metode ini secara klinis memiliki keuntungan antara lain selective debridement, tidak
berbahaya terhadap granulasi atau epitelisasi jaringan, tidak mahal, cocok untuk partial
sampai full thickness wound, serta merupakan bentuk pertolongan yang nyaman(6).
B. Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat :
1. Mengidentifikasi definisi dari moist wound healing dengan occlusive dressing
2. Mengidentifikasi tujuan penggunaan metode moist wound healing dengan occlusive
dressing
3. Menyebutkan beberapa konsep dasar moist wound healing dengan occlusive dressing
4. Mengidentifikasi managemen moist wound healing dengan occlusive dressing
5. Menyebutkan keuntungan dan kerugian moist wound healing dengan occlusive
dressing
6. Mengaplikasikan moist wound healing dengan occlusive dressing pada luka
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 2
BAB 2
LANDASAN TEORI
A. Konsep Luka
1. Pengertian Luka
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang(9). Merriam webster online dictionary
menyebut luka sebagai injury pada tubuh (akibat cedera, kecelakaan & tindakan
pembedahan) yang mengakibatkan laserasi, robekan pada membran kulit dan
biasanya merusak jaringan di bawahnya(14). Sedangkan Jackson, Crystal &
Kaczkowski mendefinisikan luka sebagai kerusakan kontinuitas sel, oleh sebab
apapun yang menyebabkan konektivitasnya menjadi terpisah.
2. Proses Penyembuhan Luka
Westaby (1985) dalam buku Carville (2007) membagi proses penyembuhan luka
menjadi 3 tahap, yaitu Inflamasi, Rekonstruksi/proliferasi, dan maturasi.
a) Inflamasi
Fase ini dimulai dari pertama kali terjadi trauma ketika pembuluh kapiler
berkontraksi dan trombosit memfasilitasi hemostasis
Respons pertahanan melawan bakteri pathogen yang berasal dari
polymorphonuclear leukocytes (polmorphs) dan makrofag. Polimorphs
melindungi luka dari invasi bakteri saat makrofag membersihkan debris dari
luka
Berlangsung mulai hari ke-0 s/d hari ke-3.
b) Rekonstruksi/proliferasi
Fase ini dibagi menjadi fase destruktif dan proliferasi/fibroblastic
Polimorphs bersama makrofag membunuh bakteri pathogen dengan cara
fagositik, memakan bakteri yg mati dan debris agar luka menjadi bersih.
Makrofag juga diperlukan dalam penyembuhan luka untuk menstimulasi sel
fibroblastic untuk membuat kolagen
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 3
Angiogenesis terjadi untuk membuat jaringan vaskuler baru
Migrasi sel - sel epitel di atas dasar luka yang bergranulasi
Kontraksi luka terjadi selama fase rekonstruksi
Berlangsung mulai hari ke – 2 s/d ke – 24
c) Maturasi
Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya untuk meningkatkan
kekuatan daya regang luka
Selama fase maturasi, secara perlahan – lahan kolagen menempatkan diri pada
daerah yang lebih terorganisir dan menambah kekuatan daya regang luka
Berlangsung mulai hari ke – 24 s/d 1 tahun
Gambar 1. Fase Penyembuhan Luka
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 4
Gambar 2. Respon Alami Penyembuhan Luka
3. Tipe Penyembuhan Luka
a. Healing By Primary Intention
Terjadi ketika kehilangan jaringan minimal dan tepi luka mengadakan
penutupan area dengan dibatu alat tambahan, seperti clips atau tape (perekat)
Pembentukan jaringan parut/scar minimal(6)
Luka diobati dalam waktu 24 jam setelah injury/trauma(14)
b. Healing By Secondary Intention
Luka masih terbuka. Diperlukan penutupan luka oleh epitelisasi & kontraksi
Biasanya digunakan managemen luka infeksi atau terkontaminasi
Penyembuhan luka tanpa didahului dengan intervensi pembedahan
Tidak seperti penyembuhan luka primer, tepi luka terjadi melalui reepitelisasi
dan kontraksi oleh miofibroblas
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 5
Terdapat jaringan yang bergranulasi
Komplikasi terdiri dari kontraksi luka yang terlambat dan jaringan parut/scar
hipertropik
c. Healing By Third Healing
Berguna untuk managemen luka dengan tingkat kontaminasi yang sangat tinggi
pada penutupan luka secara primer, tetapi tampak bersih dan bervaskularisasi
baik setelah 4 – 5 hari setelah dilakukan observasi secara terbuka. Pada saat itu,
proses inflamasi telah mengurangi jumlah bakteri pada luka, sehingga
menyebabkan penutupan luka yang aman
Seringkali digunakan untuk luka terinfeksi dimana pada luka tersebut jumlah
bekteri yg banyak dianggap sebagai kontraindikasi yang menghambat proses
penyembuhan primer, sehingga inflamasinya yang melakukan debridemang
pada luka
Tepi luka biasanya merapat dalam 3 – 4 hari, kemudian kekuatan regangnya
terbentuk seperti halnya penutupan primer (4).
d. Partial Thickness Wound
Luka pada area superficial, tidak masuk ke dernis
Tipe penyembuhan pada luka bakar derajat 1 dan abrasi
Penyembuhan terjadi terutama epitel pada lapisan dermal yang paling atas
Sedikit kontraksi jika dibandingkan dengan full thickness wound
Produksi kolagen dan pembentukan jaringan parut/scar yang minimal (4).
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 6
Gambar 3. Tipe Penyembuhan Luka
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam
jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak
tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah
penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi (10).
B. Konsep Moist Wound Healing Dengan Occlusive Dressing
1. Definisi Wound Healing, Moist Wound Healing, dan Occlusive Dressing
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 7
Wound Healing atau penyembuhan luka adalah proses biologi yang diawali
dengan trauma dan diakhiri dengan pembentukan jaringan (11).
Moist Wound Healing sebagai suatu metode penyembuhan luka dengan
mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan
balutan penahan kelembaban. Didalam menjaga kelembaban luka, dressing yang
digunakan idealnya tertutup atau occlusive. Yang dimaksud dengan occlusive
dressing adalah balutan yang mencegah udara masuk ke luka atau lesi, serta menjaga
kelembaban, temperatur, dan cairan tubuh (8). Arti lain dari occlusive dressing adalah
penutupan luka secara langsung maupun tidak langsung denagn menggunakan
impermeable film atau alat seperti diaper, perekat dll, sebagai tambahannya adalah
adanya topikal seperti polymer, petrolatum dan parrafin (18). Pada jurnal Athletic
Training yang ditulis oleh Rheinecker (1995) occlusive dressing mempengaruhi luka
dengan cara menjerat kelembaban berada di dasar luka
2. Tujuan Metode Moist Wound Healing dengan Menggunakan occlusive Dressing
Occlusive dressing memiliki tujuan menjaga cairan tubuh tetap kontak dengan
luka (2). Kondisi seperti ini menyebabkan lingkungan menjadi lembab. Jika kondisi luka
kurang lembab/kering, akan mengakibatkan kematian sel, dan tidak akan terjadi
perpindahan epitel serta jaringan matrix. Sebaliknya, jika kondisi luka terlalu basah juga
dapat menyebabkan timbulnya eksudat yang akan menghambat proses proliferasi dan
rusaknya matrix (2). Pengetahuan dahulu menyatakan bahwa ‘scab’ atau bekas luka yang
mengering atau ‘koreng’ merupakan penghalang alami untuk mencegah hilangnya
kelembaban. ‘scab’ juga mencegah sel-sel baru untuk berkolonisasi di area luka. Ketika
‘scab’ tersebut mulai berubah bentuk, sel epidermis harus masuk ke lapisan dermis yang
paling dalam sebelum melakukan proliferasi, karena disanalah daerah yang lembab
sehingga sel dapat hidup. Dan dari proses itu kita dapat mengetahui bahwa dalam
lingkungan kering, luka akan memulih dari dalam ke luar. Sedangkan, bila kita dapat
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 8
mengoptimalkan lingkungan yang lembab pada luka, proses penyembuhan akan
berlangsung dari daerah pinggir/sekitar dan dari dalam secara serempak.(1).
Menurut Rheinecker (1995) dalam Journal Of Athletic Training , penggunaan
occlusive dressing juga meningkatkan kenyamanan pasien, menurunkan resiko infeksi,
serta mempersingkat waktu penyembuhan secara menyeluruh (16).
Disamping itu ada beberapa keunggulan metode ini dibandingkan dengan kondisi
luka yang kering antara lain :
Kelembaban meningkatkan epitelisasi 30-50%
Kelembaban meningkatkan sintesa kolagen sebanyak 50 %
Rata-rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-5 kali lebih cepat
Mengurangi kehilangan cairan dari atas permukaan luka (10).
Gambar 1. Exposure Method
Gambar 2. Wound Healing dengan occlusive dressing
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 9
3. Konsep Dasar Moist Wound Healing dengan Occlusive Dressing
Dalam bukunya yang berjudul Perawatan Luka Diabetes, Gitarja (2008)
mengatakan bahwa saat ini perawatan luka dilakukan dengan tertutup untuk dapat
tercapai keadaan yang lembab telah dapat diterima secara universal sebagai standar baku
untuk berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori perawatan luka dalam suasana
lembab adalah :
1) Fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fibrinolitik)
oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
Gambar 4.
Mekanisme
fibrinolisis
2)
Angiogenesis
Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat
angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan
terbentuknya heparin dan tumor nekrosis faktor – alpha (TNF-alpha)
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 10
Gambar 5.
Angiogenesis
3) Kejadian
infeksi lebih
rendah
dibandingkan
dengan
perawatan
kering (2,6%
vs 7,1%)
4) Pembentukan growth factors yang berperan pada proses penyembuhan dipercepat
pada suasana lembab. Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast Growth Factor
(FGF) dan Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang dikeluarkan oleh magrofag
yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet
Derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor- beta (TGF-beta)
yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas
5) Percepatan pembentukan sel aktif
Invasi netrofil yang diikuti oleh magrofag, monosit, dan limfosit ke daerah
luka berfungsi lebih dini.
Prinsip dari moist wound healing adalah meniru dari fungsi epidermis.
Dimana tubuh kita sebagian besar terdiri dari air dan lingkungan alami sel adalah
lembab, oleh karena itu sel yang kering adalah sel yang mati (5).
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 11
Gambar 6. Migrasi Sel
4. Managemen Moist Wound Healing dengan Occlusive Dressing
Manajemen luka diperlukan untuk mempercepat penyembuhan luka. Salah satu
prinsip dalam managemen luka adalah wound bed preparation atau persiapan dasar luka.
Falanga (2004) menyatakan suatu konsep dalam menyiapkan dasar luka, yang dikenal
dengan istilah TIME, terdiri dari Tissue Management, Inflamation and Infection control,
Moisture Balance, Ephitelial advancement (13).
Moist wound healing sebagai salah satu manajemen luka, dapat diciptakan dengan
cara pemilihan balutan yang tepat dan terapi adjuvant, seperti terapi kompresi. Pemilihan
dressing dipengaruhi oleh sifat dari kelembaban yang terkandung di dalamnya (6).
5. Keuntungan Moist Wound Healing Dengan Occlusive Dressing
Zhai dan Maibach (2007) dalam artikelnya yang berjudul Effect of Occlusion
and Semi-occlusion on Experimental Skin Wound Healing: A Reevaluation,
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 12
mengatakan bahwa pada penelitian Hinman & Maibach tentang occlusive dressing.
Mereka berasumsi bahwa dengan moist wound healing occlusive dressing memiliki
resiko terjadinya infeksi. Namun pada hasil penelitiannya, tidak terjadi infeksi,
namun justru memberikan keuntungan, antara lain : mengurangi permukaan luka
yang nekrosis, mencegah luka menjadi kering, mengurangi nyeri, mengurangi
perawatan luka, menstimulasi growth factor atau faktor pertumbuhan, mengaktivasi
enzim yang dibutuhkan untuk debridemang serta menyiapkan perlindungan pada
luka (18).
6. Macam – macam Balutan dengan Konsep Lembab & Occlusive
Dressing untuk keseimbangan kelembaban yang optimal, antara lain(6) :
Luka kering ; Hydrogel, hydrocolloid, interaktif balutan yang basah
Gambar 7. Hydrogel
Exudat minimal ; Hydrogel, hydrocolloid, semipermiabel films, calcium alginate
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 13
Gambar 8. Hydrocolloid
Gambar 9. Calcium alginate
Moderate exudates ; Calcium alginate, hydrofiber, hydrocolloid/pasta, powder +
lembaran
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 14
Gambar 10. Calcium alginate powder
Gambar 10. Hydrofiber+gauze
Heavy exudates ; Hydrofiber dressing, foam sheet/cavity, extra absorbent dry
dressing, kantung luka/ostomi
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 15
Gambar 11. Foam
Gambar 11. Metcovazin (topical terapi yang bisa digunakan untuk semua jenis luka
dengan warna dasar merah, kuning & hitam. Bahan aktif : zinc, metronidazol &
nystatin)
7. Contoh Aplikasi Balutan Dengan Konsep Lembab
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 16
Gambar a. Luka pada tangan dengan warna dasar luka hitam, tepi luka belum menyatu
dengan dasar luka
Gambar b. Pilihan primary dressing dengan konsep lembab adalah metcovazin
Gambar c. Tutup luka dengan kassa sebagai secondary dressing
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 17
Gambar d. Fiksasi luka menggunakan hipafix menggunakan prinsip tertutup (occlusive)
dan merekat kuat (adhsive), sedangkan tehnik pemasangan menggunakan tehnik
overflaping dan disesuaikan dengan bentuk tubuh, sehingga memudahkan terjadinya
mobilisasi, dengan harapan tidak ada permukaan luka yang terbuka.
8. Aplikasi Kasus
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 18
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 19
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
1. Moist Wound Healing adalah suatu metode penyembuhan luka dengan
mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan
balutan penahan kelembaban, sedangkan occlusive dressing adalah balutan yang
mencegah udara masuk ke luka atau lesi, serta menjaga kelembaban, temperatur, dan
cairan tubuh
2. Penggunaan moist wound healing dengan occlusive dressing dapat mempercepat
penyembuhan luka oleh karena mempercepat re-epitalisasi dan semua tahap
penyembuhan luka
3. Moist wound healing sebagai salah satu manajemen luka (TIME), dapat diciptakan
dengan cara pemilihan balutan yang tepat dan terapi adjuvant.
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 20
Referensi
1. Anonymous. Perawatan luka: dahulu dan sekarang. 2008 june 16. p.1. Available from; URL http://www.askep-askeb-kita.blogspot.com
2. Anonymous. Moist wound healing with occlusive dressing. p.13-1. Available from; URL http://www.thefreelibrary.com/Moist+wound+healing+with+occlusive+dressings-a015162638
3. Anonymous. moist wound healing. p.2-1. Available from; URL http://www.medscape.com/viewarticle/578249_2
4. Anonymous. Types of wound healing.p.2-1. Available from;URL http://www.medstudentlc.com/page.php?id=67#
5. Anonymous. Moist wound healing. Available from; URL woundconsultant.com/files/moist_wound_healing2.pdf
6. Carville K. Wound care manual. 5rd ed. Australia: silver foundation; 2007. p.90-86.
7. Demling RH, Desanti L, Orgill DP, moist wound healing and wound care including burns. p. 2-1. Available from; URL http://www.burnsurgery.com/Modules/moisthealing/index_miost.htm
8. Elsevier. Mosby's Medical Dictionary, 8th edition. 2009. p.1. Available from; URL http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/occlusive+dressing
9. Gitarja WS. Perawatan luka diabetes: seri perawatan luka terpadu. Bogor: wocare publishing; 2008. p.46-14.
10. Hana RA. Perawatan luka modern. 2009 january. p.1. Available from; URL http://www.fkep.unpad.ac.id/materi-kuliah/perawatan-luka-modern.html
11. Jackson RA, crystal RN, Kaczkowski. Wound care. Available from; URL http://www.surgeryencyclopedia.com/St-Wr/Wound-Care.html
12. nsmila. Moist wound healing. 2009 january 17. p.2-1. Available from; URL http://nsmila.wordpress.com/about
13. Moffat CJ. Wound bed in preparation in practice. EWMA. Position document
14. Merriam Webster online dictionary. Available from; URL http://www.merriam-webster.com/netdict/wound
15. Permana T. Perawatan luka. 2009 Agustus. P.1. Available from; URL http://tatatpermana.blogspot.com/2009/08/perawatan-luka.html
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 21
16. Rheinecker S. wound managemen; the occlusive dressing. Available from; www.ncbl.nlm.90/articles/PMC1317847/
17. Zhai H, Maibach HI. Effect of occlusion and semi occlusion on experimental skin wound healing; a reevolution 2007 oct 19;19(10):6-1. Available from; URL http://www.woundresearch.com/article/7894
Vonny N.M, S. Kep. Ns/CWCCP Page 22