Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MODUL PENGOLAHAN LIMBAH PADAT OLEH SERI AW MUNTHE, M.Kes
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa yang
telah memberikan segala rahmatNya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Modul Mata Kuliah LIMBAH PADAT yang sederhana ini.
Penulis menyadari bahwa materi yang disajikan dalam modul ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran saran yang membangun
guna kesempurnaan modul ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dorongan dalam penyusunan modul ini. Akhir kata semoga modul ini dapat
bermanfaat.
Medan, September 2017
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
BAB II PENGANTAR LIMBAH PADAT ......................................................... 2
2.1. Pengertian Limbah Padat ............................................................................. 2
2.2. Pengolahan Limbah Padat ............................................................................ 2
2.3 Permasalah Limbah Padat Di Indonesia ....................................................... 3
BAB III LIMBAH PADAT .................................................................................. 5
3.1 Sumber Limbah Padat ................................................................................... 5
3.2 Komposisi Sampah........................................................................................ 5
3.3 Karakteristik Sampah .................................................................................... 6
3.5 Dampak Sampah ........................................................................................... 8
BAB IV SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH ................................................ 12
4.1 Pengertian Pengelolaan Sampah ................................................................. 12
4.2 Elemen Pengangkutan Sampah ................................................................... 12
BAB VPENGOLAHAN SAMPAH MELALUI PENGURANGAN .............. 19
5.1 Minimalisasi Sampah .................................................................................. 19
BAB VI PENANGANAN SAMPAH ................................................................ 23
6.1. Stakeholder Pengolahan ............................................................................. 23
6.2 Teknik Operasional Pengolahan Sampah.................................................... 24
BAB VII PENGOLAHAN TERPADU DAN REGIONAL SAMPAH ........... 27
7.1 Defenisi ....................................................................................................... 27
7.2. Draf Kegiatan Pengelolaan Sampah Regional Terpadu ............................. 27
iii
7.3. Tujuan dan Maksud Kegiatan (Program) ................................................... 27
7.4 Sistem Pengelolaan (Regional Management Zero Waste) .......................... 28
7.5. Wilayah Kerjasama (Regional Management) dan Sumber Sampah ......... 28
7.6 Mitra Go Green Program ............................................................................ 28
BAB VIII PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU .......................................... 30
8.1 Pengertian Pengolahan Sampah Terpadu .................................................... 30
8.2Metode Komposting ..................................................................................... 31
8.3Metode Open Dumping ................................................................................ 31
8.4 Metode Sanitary Landfill ............................................................................ 32
8.5 Metode Incenarator ..................................................................................... 33
8.6 Metode Gas Metana .................................................................................... 34
8.7 Recycling..................................................................................................... 34
8.7 Hog Feeding ................................................................................................ 34
BAB IX TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH ................................ 35
9.1Definisi TPA ................................................................................................ 35
9.2 Persyaratan Lokasi TPA .............................................................................. 35
9.3 Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA ................................................................... 36
9.4 Fasilitas Drainase ........................................................................................ 37
9.5 Fasilitas Penerimaan.................................................................................... 38
9.6 Lapisan Kedap Air ...................................................................................... 38
9.7 Fasilitas Pengamanan Gas ........................................................................... 38
9.8. Fasilitas Pengamanan Dan Pemeliharaan Fasilitas Penangan lindi ........... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41
iv
VISI DAN MISI PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
VISI :
Menjadi program studi kesehatan masyarakat yang unggul, berkarakter, dan
berdaya saing global khususnya dibidang kesehatan lingkungan tahun 2038.
MISI:
1. Melaksanakan pendidikan yang efektif, efisien dalam kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan lingkungan sesuia dengan SN Dikti
dan KKNI level 6 (enam).
2. Melaksanakan kegiatan penelitian dalam rangka memberikan solusi
dalam berbagai persoalan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan
lingkungan.
3. Melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat secara provesional untuk
meeningkatkan status kesehatan masyarakat yang mendukung
pencapaian program pemerintah dalam bidang kesehatan khususnya
kesehatan lingkungan.
4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun
swasta, asosiasi institusi, asosiasi profesi dalam dan luar negeri dalam
rangka pelaksanaan tridarma perguruan tinggi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup
masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman
karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis
bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan
penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang
besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya
volume timbulan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang
tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah
lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam
pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa
kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh,
dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat digolongkan menjadi: 1)
sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa
sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang tidak mudah membusuk
seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan dan lain-lain; 3) sampah
yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan,
seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang mengandung zat-zat
kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Untuk mewujudkan kota bersih dan hijau, pemerintah telah mencanangkan
berbagai program yang pada dasarnya bertujuan untuk mendorong dan
meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah.
2
BAB II
PENGANTAR LIMBAH PADAT
2.1. Pengertian Limbah Padat
Limbah padat merupakan limbah yang paling banyak diproduksi oleh
manusia. hal ini karena sebagian besar barang yang digunakan olah manusia
adalah berbentuk fisik, sehingga ketika barang tersebut sudah dihabiskan nilai
gunanya, yang tertinggal hanyalah suatu bentuk fisik pula. Limbah padat ini juga
sering dikenal sebagai sampah.
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur
atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Limbah padat berasal dari
kegiatan industri dan domestik. Limbah domestic pada umumnya berbentuk
limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran,
peternakan, pertanian serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat:
kertas, kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri,
kulit telur, dll.
2.2. Pengolahan Limbah Padat
Keberadaan limbah padat ini dapat diolah dengan berbagai cara. Adapun
beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk pengolahan limbah padat
antara lain sebagai berikut :
a. Penimbunan terbuka
Solusi atau pengolahan pertama yang bisa dilakukan pada limbah padat
adalah penimbunan terbuka. Limbah padat dibagi menjadi organik dan juga
non organik. Limbah padat organik akan lebih baik ditimbun, karena akan
diuraikan oleh organisme- organisme pengurai sehingga akan membuat tanah
menjadi lebih subur
b. Sanitary landfill
Sanitary landfill ini menggunakan lubang yang sudah dilapisi tanah liat dan
juga plastik untuk mencegah pembesaran di tanah dan gas metana yang
terbentuk dapat digunakan untuk menghasilkan listrik.
c. Insenerasi
3
Hasil panas digunakan untuk listrik atau pemanas ruangan.
d. Membuat kompos padat
Seperti halnya penimbunan, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwasannya limbah padat yang bersifat organik akan lebih bermanfaat
apabila dibuat menjadi kompos. Kompos ini bisa dijadikan sebagai usaha
masyarakat yang sangat bermanfaat bagi banyak orang.
e. Daur ulang
Limbah padat yang bersifat non organik bisa dipilah- pilah kembali. Limbah
padat yang masih bisa diproses kembali bisa di daur ulang menjadi barang
yang baru atau dibuat barang lain yang bermanfaat atau bernilai jual tinggi.
Sebagai contoh adalah kerajinan dari barang- barang bekas.
f. Dibakar
Pembakaran limbah padat atau sampah juga bisa digunakan sebagai salah satu
alternatif untuk mengatasi adanya limbah padat yang sangat banyak.
Biasanya, sampah- sampah rumah tangga akan dikumpulkan di sebuah bank
sampah atau tempat pembuangan sampah. Apabila sampah yang terkumpul
tidak terlalu banyak, maka pembakaran ini bisa saja dilakukan. Namun perlu
kita ingat juga bahwasannya apabila kita membakar sampah, maka hal itu
akan membuat udara yang ada di sekitar kita menjadi tercemar. Jika udara
sudah tercemar maka kita akan merasakan sesak di bagian nafas dan hidung
akan terasa sakit apabila menghirup udara.
2.3 Permasalah Limbah Padat Di Indonesia
Persoalan sampah di perkotaan tak kunjung selesai. Tingginya kepadatan
penduduk membuat konsumsi masyarakat pun tinggi. Di sisi lain, lahan untuk
menampung sisa konsumsi terbatas. Persoalan semakin bertambah. Sampah
konsumsi warga perkotaan itu ternyata banyak yang tidak mudah terurai, terutama
plastik. Semakin menumpuknya sampah plastik menimbulkan pencemaran serius.
Kondisi ini disadari sebagian masyarakat dengan menumbuhkan upaya
pengurangan sampah plastik. Kantong plastik baru dapat mulai terurai paling
tidak selama lebih dari 20 tahun di dalam tanah. Jika kantong plastik itu berada di
4
air, akan lebih sulit lagi terurai. Hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan
(publikasi di www.sciencemag.org 12 Februari 2015) yang diunduh dari laman
www.iswa.org pada 20 Januari 2016 menyebutkan Indonesia berada di posisi
kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina,
Vietnam, dan Sri Lanka. Menurut Riset Greeneration, organisasi nonpemerintah
yang 10 tahun mengikuti isu sampah, satu orang di Indonesia rata-rata
menghasilkan 700 kantong plastik per tahun.
Di alam, kantong plastik yang tak terurai menjadi ancaman kehidupan dan
ekosistem (Kompas, 23 Januari 2016). Data hasil riset tersebut diperkuat oleh
kenyataan akhir-akhir ini di sekitar masyarakat Indonesia. Di Kota Banda Aceh
misalnya, sampah yang dihasilkan setiap harinya juga sangat banyak. Di ibu kota
Aceh ini, sampah yang dihasilkan per harinya mencapai 200 ton. Karena itu, Wali
Kota Banda Aceh Illiza Sa'aduddin Djamal mengaku bersyukur pemerintah pusat
bisa memberikan bantuan alat pengelolaan sampah. Sampah-sampah ini
menghasilkan gas. Kondisi ini menjadi salah satu pemicu Indonesia dalam kondisi
darurat sampah.
5
BAB III
LIMBAH PADAT
3.1 Sumber Limbah Padat
1. Sampah buangan rumah tangga termasuk sisa bahan makanan, sisa
pembungkus makanan dan pembungkus perabotan rumah tangga sampai
sisa tumbuhan kebun dan sebagainya.
2. Sampah buangan pasar dan tempat-tempat umum (warung, toko dan
sebagainya) termasuk sisa makanan, sampah pembungkus makanan dan
sampah pembungkus lainnya, sisa bangunan, sampah tanaman dan
sebagainya.
3. Sampah buangan jalanan termasuk diantaranya sampah berupa debu jalan,
sampah sisa tumbuhan taman, sampah pembungkus bahan makanan dan
bahan lainnya, sampah sisa makanan, sampah berupa kotoran serta
bangkai hewan.
4. Sampah industri termasuk diantaranya air limbah industri, debu industri.
Sisa bahan baku dan bahan jadi dan sebagainya.
5. Sampah pertanian merupakan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
pertanian, contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, kayu dan lain-lain.
6. Limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan tenaga nuklir, baik
pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir,
maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk keperluan industri dan rumah
sakit. Bahan atau peralatan terkena atau menjadi radioaktif dapat
disebabkan karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang
memanfaatkan radiasi pengion.
3.2 Komposisi Sampah
Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing
komponen yang terdapat pada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk
mengevaluasi peralatan yang diperlukan, sistem, pengolahan sampah dan rencana
manajemen persampahan suatu kota. Pengelompokkan sampah yang paling sering
dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat
6
atau % volume dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan,
dan sampah lain-lain (Damanhuri, 2004).
Semakin sederhana pola hidup masyarakat semakin banyak komponen
sampah organik (sisa makanan dll). Dan semakin besar serta beragam aktivitas
suatu kota, semakin kecil proporsi sampah yang berasal dari kegiatan rumah
tangga.Komposisi sampah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut
(Tchobanoglous,1993):
1. Frekuensi: pengumpulan. Semakin sering sampah dikumpulkan, semakin
tinggi tumpukan sampah terbentuk. Sampah kertas dan sampah kering
lainnya akan tetap bertambah, tetapi sampah organik akan berkurang
karena terdekomposisi.
2. Musim: Jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang
sedang berlangsung.
3. Kondisi Ekonomi: Kondisi ekonomi yang berbeda menghasilkan sampah
dengan komponen yang berbeda pula. Semakin tinggi tingkat ekonomi
suatu masyarakat, produksi sampah kering seperti kertas, plastik, dan
kaleng cenderung tinggi, sedangkan sampah makanannya lebih rendah.
Hal ini disebabkan oleh pola hidup masyarakat ekonomi tinggi yang lebih
praktis dan bersih.
4. Cuaca: Di daerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembaban
sampahnya juga cukup tinggi.
5. Kemasan produk: Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan
mempengaruhi komposisi sampah. Negara maju seperti Amerika banyak
menggunakan kertas sebagai pengemas, sedangkan negara berkembang
seperti Indonesia banyak menggunakan plastik sebagai pengemas.
3.3 Karakteristik Sampah
Berdasarkan kondisi atau sifat fisiknya limbah padat atau sampah dapat
dikelompokkan atas :
1. Garbage : Adalah sampah bahan makanan berasal dari hewan, sayuran mapun
buah-buahan berasal dari kegiatan pengelolaan, persiapan, pemasakan
7
maupun sisa makan. Karakteristik utamanya adalah lembab, kadar air tinggi,
mudah membusukterutama dalam daerah seperti Indonesia yang beriklim
panas dimanapembusukan lebih cepat terjadi.Sumber garbage yang terutama
adalah rumah tangga, restoran, rumahmakan, hotel, pasar, toko, dll.
2. RubbishMerupakan limbah padat yang tidak mudah membusuk, rubbish
dibedakanatas dua kelompok, yaitu :
a. dapat terbakar (combustible) misalnya : kertas, karton, plastik, karet,
tekstil,kayu, kulit, dll
b. tidak terbakar (non comsubutible) misalnya : gelas, kaleng, alumium,
logam,debu.
Rubbish berasal dari rumah tangga, sekolah, kantor, toko, dll.
3. Abu dan residu
Adalah limbah padat berupa material yang tersisa dari proses
pembakarankayu, batubara, arang.Sumbernya rumah tangga, komersil, dll.
4. Limbah konstruksi/demolisi
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pembangunan,
perbaikan,pembongkaran bangunan atau struktur lain. Berupa pecahan batu,
bata,beton, potongan kabel, pipa, kayu, besi, dll
5. Limbah khusus
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan penyapuan jalan,
ataupembersihan saluran. Berupa bangkai binatang, kertas, plastik,
tanaman,kaleng, dll
6. Limbah pengolahan air
Limbah yang berbentuk padat atau semi padat yang dihasilkan dari
kegiatanpengolahan air bersih maupun air limbah. Karakteristik limbah ini
tergantungpada jenis pengolahan yang digunakan.
3.4 Faktor Yang Mempengaruhi
Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh
berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor penting yang
mempengaruhi sampah antara lain:
8
1. Jumlah penduduk : Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak
penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun
berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
2. Keadaan sosial ekonomi : Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi
masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dibuang
tiap harinya. Kualitas sampahnyapun semakin banyak yang bersifat non
organik atau tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini,
tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta keasadaran
masyarakat akan persoalan persampahan. Peningkatana kesejahteraan inipun
akan meningkatkan kegiatan konstruksi dan pemabaharuan terhadap
bangunan-bangunan, transportasipun bertambah dengan konsekuensi
bertambahnya volume dan jenis sampah.
3. Kemajuan teknologi : Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun
kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara
pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam dapat
mempengaruhi jumlah dan jenis sampahnya.
3.5 Dampak Sampah
1. Dampak Sampah bagi Kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan
sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa
organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang
dapat menimbulkan penyakit.
Menurut Gelbert dkk (1996; 46-48) Potensi bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan adalah sebagai berikut :
a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang
berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat bercampur
dengan air m inum. Penyakit demam berdarah dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit)
9
c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu
contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita
(taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang
ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah
d. Sampah beracun : Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000
orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi
oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh
pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
2. Dampak Sampah terhadap Lingkungan
a. Pencemaran Udara
Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan sumber
bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif
sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain.
Pembakaran sampah seringkali terjadi pada sumber dan lokasi
pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses pengangkutan
sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul
sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya.
b. Pencemaran Air
Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial
menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran
atau tanah sekitarnya akan menyebabkan terjadinya pencemaran. Instalasi
pengolahan berskala besar menampung sampah dalam jumlah yang cukup
besar pula sehingga potensi lindi yang dihasilkan di instalasi juga cukup
potensial untuk menimbulkan pencemaran air dan tanah di sekitarnya.
Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari lingkungan
sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air tanah
di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air
tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap
sumur penduduk yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah.
c. Pencemaran Tanah
10
Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan
kosong atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan
menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya
sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan
Berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang
sangat lama sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut.
Selama waktu itu lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk
terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya.
d. Gangguan Estetika
Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan
pandangan yang sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan
sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga
lahan pembuangan sampah lainnya. Proses pembongkaran dan pemuatan
sampah di sekitar lokasi pengumpulan sangat mungkin menimbulkan
tumpahan sampah yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan
gangguan lingkungan. Demikian pula dengan ceceran sampah dari
kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan tidak dilengkapi
dengan penutup yang memadai.
e. Kemacetan Lalu lintas
Lokasi penempatan sarana/prasarana pengumpulan sampah yang biasanya
berdekatan dengan sumber potensial seperti pasar, pertokoan, dan lain-lain
serta kegiatan bongkar muat sampah berpotensi menimbulkan gangguan
terhadap arus lalu lintas. Arus lalu lintas angkutan sampah terutama pada
lokasi tertentu seperti transfer station atau TPA berpotensi menjadi
gerakan kendaraan berat yang dapat mengganggu lalu lintas lain; terutama
bila tidak dilakukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Arus
kendaraan pengangkut sampah masuk dan keluar dari lokasi pengolahan
akan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas di sekitarnya
terutama berupa kemacetan pada jam-jam kedatangan.
11
3. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang
kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau tidak sedap dan
pemandangan yang buruk Karena sampah bertebaran dimana-mana.
b. Memberikan dampak negative terhadap kepariwisataan
c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya
pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan
pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya
produktivitas)
d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan
akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan,
jembatan, drainase, dan lain-lain.
e. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang
tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk
pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atu tidak
efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini
mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan atau diperbaiki
(Gilbert dkk; 1996)
12
BAB IV
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
4.1 Pengertian Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam
menangani sampah. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2008 pasal 22 sistem pengolahan sampah melalui 5 tahap, yaitu :
a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah
b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah
dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau
tempat pengolahan sampah terpadu
c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau
dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat
pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir
d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah dan/atau
e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian
sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media
lingkungan secara aman.
4.2 Elemen Pengangkutan Sampah
4.2.1 Pengumpulan Sampah
Pola Individual Langsung
Pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi tiap-
tiap bangunan/sumber sampah (door to door) dan langsung diangkut untuk
dibuang di Tempat Pembuangan Akhir. Pola pengumpulan ini menggunakan
kendaraan truck sampah biasa, dump truck atau compactor truck.
13
Pola individual tidak langsung
Daerah yang dilayani kedua cara tersebut diatas umumnya adalah lingkungan
pemukiman yang sudah teratur, daerah pertokoan, tempat-tempat umum, jalan dan
taman. Transfer Depo tipe I, tipe II atau tipe III, tergantung luas daerah yang
dilayani dan tersedianya tanah lokasi,
Pola komunal langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil
sampah (rumah tangga, dll) ke tempat-tempat penampungan sampah komunal
yang telah disediakan atau langsung ke truck sampah yang mendatangi titik
pengumpulan (semacam jali-jali di jakarta)
Pola komunal tidak langsung
Pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh masing-masing penghasil
sampah (rumah tangga dll ) ke tempat-tempat yang telah disediakan/di tentukan
(bin/tong sampah komunal ) atau langsung ke gerobak/becak sampah yang
mangkal pada titik – titik pengumpulan komunal.
Petugas kebersihan dengan gerobaknya kemudian mengambil sampah dari
tempat – tempat pengumpulan komunal tersebut dan dibawa ke tempat
penampungan sementara atau transfer depo sebelum diangkut ketempat
pembuangan akhir dengan truck sampah.
14
Bila tempat pengumpulan sampah tersebut berupa gerobak yang mangkal,
petugas tinggal membawanya ke tempat penampungan sementara atau transfer
depountuk dipindahkan sampahnya ke atas truck.
4.2.2 Pewadahan Sampah
Tujuan utama dari pewadahan adalah :
Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga
mengganggu lingkungan dari kesehatan, kebersihan dan estetika
Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari lingkungan
setempat.
Dalam operasi pengumpulan sampah, masalah pewadahan memegang
peranan yang amat penting. Oleh sebab itu tempat sampah adalah menjadi
tanggung jawab individu yang menghasilkan sampah (sumber sampah), sehingga
tiap sumber sampah seyogyanya mempunyai wadah/tempat sampah sendiri.
Tempat penyimpanan sampah pada sumber diperlukan untuk menampung sampah
yang dihasilkannya agar tidak tercecer atau berserakan. Volumenya tergantung
kepada jumlah sampah perhari yang dihasilkan oleh tiap sumber sampah dan
frekuensi serta pola pengumpulan yang dilakukan.
Untuk sampah komunal perlu diketahui/diperkirakan juga jumlah sumber
sampah yang akan memanfaatkan wadah komunal secara bersama serta jumlah
hari kerja instansi pengelola kebersihan perminggunya. Bila hari kerja 6 (enam)
hari dalam seminggu, kapasita penampungan komunal tersebut harus mampu
menampung sampah yang dihasilkan pada hari minggu. Perhitungan kapasitasnya
adalah jumlah sampah perminggu (7 hari) dibagi 6 (jumlah hari kerja perminggu).
15
4.2.3 Pengangkutan
Pengangkutan Berdasarkan Pola Pengumpulan Sampah
Pengangkutan pada Pengumpulan dengan “Pola Individual
Langsung”.
Pengangkutan sampah untuk pengumpulan yang digunakan pola Individual
Langsung, kendaraan yang digunakan untuk pengumpulan juga langsung
digunakan untuk pengangkutan ke TPA.
Dari pool, kendaraan langsung menuju ke titik – titik pengumpulan
(sumber sampah ) dan setelah penuh dari titik pengumpulan terakhir (dalam suatu
rit atau trip).
Setelah menurunkan sampah di TPA, kemudian kembali ke titik
pengumpulan pertama untuk rit atau trip berikutnya, setelah penuh dari titik
pengumpulan terakhir pada rit tersebut langsung menuju ke TPA demikian
seterusnya dan akhirnya dari TPA langsung kembali ke pool.
Pengangkutan pada pengumpulan dengan “Pola Individual Tidak
Langsung”
16
Pengangkutan dari Transfer Depo tipe I dan tipe II, untuk pengumpulan
sampah dengan pola individuai tidak langsung (menggunakan gerobak/becak
sampah dan transfer depo tipe I atau II), angkutan sampahnya sebagai berikut:
Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju lokasi TD dan
sampah – sampah tersebut diangkut ketempat pembuangan akhir.
Dari TPA, kendaraan tersebut kembali ke TD untuk pengambilan /
pengangkutan pada rit atau trip berikutnya. Path rit terakhir sesuai dengan
yang ditentukan ,( jumlah sampah yang harus diangkut habis ) kendaraan
tersebut langsung kembali ke pool.
Dapat terjadi setelah sampah di salah satu TD habis mengambil sampah
dari TD lain atau dari TPS/TPSS /LPS.
Selain itu dapat diatur pula pengangkutannya bergantian dengan TD lain
sehingga tidak ada waktu idle dari Dump Truck.
Hal ini dimungkinkan bila jarak TPA dekat ke TD sehingga waktu tempuh
truck cukup singkat, sehingga bila langsung dari TPA menuju TD yang sama,
kemungkinan akan menganggur menunggu gerobak yang sedang melakukan
pengumpulan sampah dari rumah ke rumah (door to door). Denagn
memperhitungkan waktu secara cukup cermat (waktu tempuh gerobak 1 trip dan
waktu tempuh truk 1 trip). dapat disusun jadwal pengangkutan pada tiap TD.
Pengangkutan pada pengumpulan dengan “Pola Komunal”
Transfer Depo merupakan landasan container besar yang merupakan
perlengkapan Armroll Truck. Disini gerobak tidak tergantung kepada datangnya
17
truk untuk memindahkan sampah yang dikumpulkannya, karena container
mangkal dilandasan tersebut.
Cara ke-1 (Sistem Container yang diganti)
Dari Pool, Armroll truck membawa container kosong (CO) menuju
landasan container pertama (C1), menurunkan container kosong dan mengambil
container penuh (C1) secara hidrolis, selanjutnya menuju TPA untuk menurunkan
sampah. Dari TPA membawa container kosong (C1) menuju landasan landasan
container ke – dua, menurunkan container (C1) kemudian mengambil container
penuh (C2) untuk dibawa ke TPA, selanjutnya menuju kelandasan container
berikutnya demikian seterusnya.
Setelah rit yang terakhir ( 4 s/d 6 rit/hari ), dari TPA bersama container
terakhir (Cn) yang telah kosong kembali ke Pool. Pada cara ini pada TD/landasan
container setiap saat selalu tersedia container ; sehingga gerobak tidak terikat pada
waktu pemindahan karena menunggu container kembali dari TPA.
Cara ke–2 (Sistem Container yang dipindah)
Armroll truck tanpa container keluar dari pool langsung menuju lokasi
container pertama (C1), untuk mengambil/mengangkut container pertama (C1) ke
TPA. Dari TPA, kendaraan tersebut dengan container kosong (C1) kembali
menuju lokasi container berikutnya (C2), menurunkan container yang kosong
(C1) dan mengambil container yang berisi sampah (C2) untuk diangkut ke TPA
demikian seterusnya.
Pada rit terakhir setelah container kosong ( Cn ) diletakkan pada lokasi
kontainer pertama , kendaraan tersebut kembali ke pool. Pada lokasi container
pertama, kendaraan tersebut kembali ke pool. Pada cara ini terdapat kekosongan
container pada landasan container pertama sampai Armroll truck membawa
container kosong yang terakhir ( Cn ) dari TPA ke landasan pertama. Pada
landasan ke dua dan landasan terkhir tidak terjadi kekosongan container.
18
Tentunya yang rawan adalah pada landasan pertama karena kemungkinan ada
gerobak yang menurunkan sampah atau individu yang membuang sampah di
landasan yang tidak ada containemya.
Cara ke-3 (Sistem Container yang diangkat)
Pada cara ke-3 relatif sama dengan cara ke-2, hanya setelah container
pertama (C1) dibawa ke TPA untuk dikosongkan kembalinya dari TPA tidak
menuju ke lokasi landasan pertama, demikian pula container kedua (C2) dari TPA
kembali ke landasan kedua demikian selanjutnya. Secara merata setiap landasan
(TD-III) akan terjadi kekosongan container selama kegiatan pengangkutan dari
landasan ke TPA darn kembali ke landasan yang sama.
Cara ke-4 (Sistem Container Tetap)
Sistem ini biasanya untuk container kecil serta alat angkut berupa truck
compactor. Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi container pertama
(C1) dan mengambil sampahnya untuk dituangkan ke dalam truck compactor dari
meletakkan kembali container yang kosong itu ditempatnya semula, kemudian
kendaraan langsung menuju lokasi container kedua (C2) mengambil sampahnya
dan meninggalkan container dalam keadaan kosong dan seterusnya.
19
BAB V
PENGOLAHAN SAMPAH MELALUI PENGURANGAN
5.1 Minimalisasi Sampah
Minimisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi, dengan
cara reduksi pada sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah berupa reuse, recycle,
dan recovery. Menurut Kepmenkes RI No. 1204 Tahun 2004, minimisasi limbah
merupakan salah satu upaya untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan pelayanan kesehatan. Jadi, minimisasi limbah medis yaitu upaya
untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah
yang berasal dari dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit, dengan cara reduksi pada
sumbernya dan/atau pemanfaatan limbah berupa reuse, recycle, dan recovery.
Minimisasi limbah mencakup pencegahan pencemaran dan daur ulang
serta cara lain untuk mengurangi jumlah limbah yang harus diolah atau ditimbun.
Prioritas utama minimisasi limbah adalah reduksi pada sumbernya. Aktivitas yang
dapat mereduksi limbah lebih baik dilakukan daripada aktivitas mendaur ulang
limbah karena lebih mungkin untuk dilakukan dan dapat menghemat biaya.
Sedangkan pemanfataan limbah melalui daur ulang dan perolehan kembali setelah
upaya reduksi pada sumber dilakukan
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum melakukan
meminimisasi limbah harus kita ketahui, seperti informasi mengenai jenis material
yang dapat direduksi ataupun dimanfaatkan kembali, volume produksi limbah
yang dihasilkan, upaya minimisasi limbah yang telah dilakukan, analisis biaya
untuk menentukan kemungkinan perubahan praktek yang dilakukan, prioritas
upaya berdasarkan peraturan yang berlaku, biaya, volume, dan lainnya, serta
identifikasi peluang minimisasi limbah baik reduksi limbah pada sumbernya,
penggunaan kembali limbah, maupun daur ulang limbah. (Lee, 1992).
20
Beberapa upaya minimisasi limbah antara lain, dengan reduksi pada
sumber, pemanfaatan limbah, dan pemilahan limbah, sebagai berikut :
1. Reduksi Pada Sumber
Merupakan upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan
tingkat bahaya limbah yang akan menyebar di lingkungan, secara preventif
langsung pada sumber pencemar. Juga merupakan upaya untuk mengurangi
volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang dilakukan
langsung dari sumbernya. Konsep minimisasi limbah berupa reduksi limbah
langsung dari sumbernya menggunakan pendekatan pencegahan dan teknik yang
meliputi perubahan bahan baku (pengelolaan bahan dan modifikasi bahan),
perubahan teknologi (modifikasi proses dan teknologi bersih), praktek operasi
yang baik (housekeeping, segregasi limbah, preventive maintenance), dan
perubahan produk yang tidak berbahaya. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
pada reduksi ini, antara lain dengan Melakukan Housekeeping, Pemilahan
(Segregasi) Limbah, Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance),
Pemilihan Teknologi dan Proses, Pengelolaan bahan (material inventory,
Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik, Pengoperasian alat sesuai
dengan kondisi yang optimum sehingga dapat , Modifikasi atau subsitusi bahan,
Penggunaan teknologi bersih
2. Pemanfaatan Limbah
Pemanfaatan limbah merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas, dan tingkat bahaya penyebarannya di lingkungan, dengan cara
memanfaatkannya melalui cara penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle),
dan perolehan kembali (recovery)
5.2 Daur Ulang
Pengertian daur ulang adalah salah satu cara untuk menggunakan barang
bekas untuk dipakai kembali menjadi barang yang serba bermanfaat atau bisa juga
diolah menjadi barang yang dapat diperjual belikan. Hal ini juga bertujuan untuk
mengurangi dan mengatasi adanya pencemaran lingkungan akibat sampah plastik
yang dibuang sembarangan.Sampah yang dibuang secara sembarangan dapat
21
menjadikan lingkungan di sekitar kita kotor dan dapat menyumbat saluran air.
Selain itu, penumpukan sampah juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Hal
ini dikarenakan sampah anorganik tidak dapat diuraikan, contohnya adalah
plastik. Berbeda dengan sampah organik yang dapat diuraikan sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk alami.
Cara Daur Ulang Sampah Plastik
Daur ulang limbah atau sampah plastik ini mengacu pada menyimpan serta
memproses ulang plastik tersebut sehingga menjadi produk lain yang memiliki
kegunaan. Adapun cara mendaur ulang sampah plastik adalah sebagai berikut:
1. Kenali jenis plastiknya terlebih dahulu. Ini akan mempermudah Anda untuk
melakukan penyortiran nantinya.
2. Jika sudah, mulailah menyortir sampah plastik yang Anda punya, bisa
berdasarkan warna ataupun kandungan resinnya.
3. Setelah itu, mulailah membersihkan sampah-sampah plastik tersebut supaya
Anda tidak lagi jijik untuk memegangnya dengan tangan secara langsung.
4. Jika diantara plastik-plastik tersebut masih ada yang bisa Anda gunakan,
gunakan saja yang biasa disebut dengan teknik Reuse. Misalnya botol plastik
bekas sabun, Anda bisa memakainya untuk menyimpan cairan sabun lagi
ataupun cairan lainnya yang sebaiknya tidak ditujukan untuk konsumsi.
5. Tetapi jika Anda lebih tertarik untuk mengubah sampah-sampah tersebut
menjadi bijih plastik, Anda bisa mengikuti tahapan-tahapan yang ada di
bawah ini:
a. Pastikan plastik bersih dari berbagai kontaminer, entah itu kertas, plastik
tipe yang lainnya ataupun sisa isi yang masih ada di dalamnya.
b. Untuk plastik yang berongga, seperti botol perlu dipipihkan terlebih
dahulu, bisa dengan cara menginjaknya atau jika Anda punya Anda bisa
menggunakan mesin pres saja.
c. Jika sudah, mulai masukkan plastik ke dalam mesin pencacah plastik
supaya plastik-plastik tersebut berubah menjadi serpihan-serpihan yang
lebih kecil.
22
d. Selanjutnya, lakukan pemisahan antara serpihan plastik yang ringan
dengan serpihan plastik yang berat. Dalam hal ini, Anda bisa
menggunakan bantuan air ataupun mesin khusus. Tujuan pemisahan ini
adalah untuk memastikan agar sampah plastik jenis yang satu dengan jenis
yang lainnya tidak tercampur, karena masing-masing jenis plastik tersebut
menghasilkan produk akhir yang juga tidak sama.
e. Setelah itu, cuci serpihan-serpihan plastik dengan menggunakan deterjen
supaya tidak ada lagi kontaminan yang tersisa. Kemudian, gunakan mesin
khusus untuk membedakan jenis resin plastik, lalu keringkan.
f. Setelah kering, lelehkan plastik tersebut untuk mempermudah
membentuknya kembali. Bisa dibentuk menjadi bentuk yang baru ataupun
dibentuk menjadi butiran-butiran plastik.
23
BAB VI
PENANGANAN SAMPAH
6.1. Stakeholder Pengolahan
Dalam pengelolaan persampahan skala kota yang rumit, terdapat beragam
stakeholders yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Setiap
stakeholders berperan sesuai dengan posisinya masing-maqsing. Dalam skala
kota, peran Pemerintah Kota dalam mengelola sampah sangatlah penting, dan
pengelolaan sampah merupakan salah satu tugas utamanya sebagai bentuk
pelayanan yang merupakan bagian dari infrastruktur kota tersebut.Stakeholders
utama yang biasa terdapat dalam pengelolaan sampah di Indonesia antara lain
adalah:
1. Pengelola kota, yang biasanya bertindak sebagai pengelola sampah
2. Institusi swasta (non-pemerintah) yang berkarya dalam pengelolaan sampah
3. Institusi swasta yang terkait secara langsung dengan persoalan sampah,
seperti produsen yang menggunakan pengemas bagi produknya.
4. Masyarakat atau institusi penghasil sampah yang menggantungkan
penanganan sampahnya pada sistem yang berlaku di sebuah kota
5. Institusi non-pemerintah yang bergerak dalam pengelolaan sampah, termasuk
aktivitas daur – ulang, seperti swasta, LSM, pengelola real estate, dsb yang
aktivitasnya perlu berkoordinasi dengan pengelola sampah kota
6. Masyarakat yang bertindak secara individu dalam penanganan sampah, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misalnya kelompok pemulung yang
memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasil
7. Institusi yang tertarik dan peduli (concern) terhadap persoalan persampahan.
Berdasarkan hal di atas, pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di
sebuah kota, mengenal 3 (tiga) kelompok pengelolaan, yaitu:
1. Pengelolaan oleh swadaya masyarakat: pengelolaan sampah mulai dari
sumber sampai ke tempat pengumpulan, atau ke tempat pemerosesan lainnya.
Di kota-kota, pengelolaan ini biasanya dilaksanakan oleh RT/RW, dengan
kegiatan mengumpulkan sampah dari bak sampah di sumber sampah,
24
misalnya di rumah-rumah, diangkut dengan sarana yang disiapkan sendiri
oleh masyarakat, menuju ke tempat penampungan sementara.
2. Pengelolaan formal: biasanya dilaksanakan oleh Pemerintah Kota, atau
institusi lain termasuk swasta yang ditunjuk oleh Kota. Pembuangan sampah
tahap pertama dilakukan oleh penghasil sampah. Di daerah pemukiman
biasanya kegiatan ini dilaksanakan oleh RT/RW, dimana sampah diangkut
dari bak sampah ke TPS. Tahap berikutnya, sampah dari TPS diangkut ke
TPA oleh truk sampah milik pengelola kota atau institusi yang ditunjuk.
Biasanya anggaran suatu kota belum mampu menangani seluruh sampah yang
dihasilkan.
3. Pengelolaan Informal: terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan untuk
hidup dari sebagian masyarakat ,yang secara tidak disadari telah ikut berperan
serta dalam penanganann sampah kota. Sistem informal ini memandang
sampah sebagai sumber daya ekonomi melalui kegiatan pemungutan,
pemilahan, dan penjualan sampah untuk didaur-ulang. Rangkaian kegiatan ini
melibatkan pemulung, tukang loak, lapak, bandar, dan industri daur-ulang
dalam rangkaian sistem perdagangan.
Pengelolaan sampah dari sebuah kota adalah sebuah sistem yang
kompleks, dan tidak dapat disejajarkan atau disederhanakan begitu saja, misalnya
dengan penanganan sampah daerah pedesaan. Demikian pula keberhasilan upaya-
u paya sektor informal saat ini tidak dapat begitu saja diaplikasikan dalam
menggantikan sistem formal yang selama ini ada. Dibutuhkan waktu yang lama
karena menyangkut juga perubahan perilaku masyarakat serta kemauan semua
fihak untuk menerapkannya.
6.2. Teknik Operasional Pengolahan Sampah
Teknik operasional pengolahan sampah meliputi :
1. Pewadahan Sampah : Melakukan pewadahan sampah dengan jenis sampah
yang telah terpilah,yaitu :
a. Sampah organik seperti daun sisa,sayuran,kulit buah lunak,sisa makanan
dengan wadah warna gelap.
25
b. Sampah an organik seperti gelas,plastik ,logam,dan lainnya,dengan wadah
warna terang.
c. Sampah bahan berbahaya diberi dengan warna merah yang berlambang
khusus.
2. Pelaksana pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh :
a. Institusi kebersihan kota
b. Lembaga swadaya masyarakat
c. Swasta
d. Masyarakat (RT/RW)
3. Pemindahan Sampah
Lokasi pemindahan adalah sebagai berikut :
a. Harus mudah keluar masuk bagi sarana pengumpul dan pengangkut
sampah.
b. Tidak jauh dari sumber sampah.
Cara Pemindahandapat dilakukan sebagai berikut :
a. Manual
b. Mekanis
c. Gabungan manual dan mekanis,pengisian kontainer dilakukan secara
manual oleh petugas pengumpul,sedangkan pengangkutan kontainer ke
atas truk dilakukan secara mekanis.
4. Pengangkutan Sampah
Pola Pengangkutan
a. .Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung
(door to door).
a) Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah
pertama untuk mengambil sampah.
b) Selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah
berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya.
c) Dan diangkut ke TPA sampah
26
d) Setelah pengosongan di TPA , truk menuju ke lokasi sumber sampah
berikutnya,sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.
b. Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di transfer , dan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a) Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju
lokasi pemindahan di transfer untuk mengangkut sampah ke TPA.
27
BAB VII
PENGOLAHAN TERPADU DAN REGIONAL SAMPAH
7.1 Defenisi
Dalam konsep pengelolaan sampah secara regional ini (bisa jadi regional
dalam kerangka kecamatan atau kabupaten/kota) khususnya yang diantara
kecamatan atau kabupaten/kota yang tidak memiliki lahan TPA ataupun TPS,
konsep ini sangat layak dipikirkan dan diaplikasikan oleh pemerintah sebagai
pemegang kendali (regulasi) dalam pengelolaan sampah, demi efisiensi dan
efektifitas pengelolaan yang bebasis komunal namun tidak terlupakan aspek
(nilai) ekonominya. Karena tanpa kerjasama dari semua stakeholder dan ada nilai
ekonomi serta moral (iman/agama)di dalam pengolahan (perubahan) paradigma
tentang kelola sampah, maka mustahil pengelolaan sampah dapat teratasi dengan
benar dan bijak.
7.2 Draf Kegiatan Pengelolaan Sampah Regional Terpadu
Nama Kegiatan (Program) : Pengelolaan Sampah Kota Terpadu Dengan
Pemberdayaan atau Oftimalisasi Fungsi TPS Sebagai Solusi Pengurangan
Timbunan Sampah Di TPA.
Dasar Kegiatan (Program)
a. UU No. 18 Tahun 2008, Tentang Pengelolaan Sampah,
b. UU No. 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
c. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang
d. UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 50 Tahun 2007, Kerjasama Antardaerah.
e. Perda Pengelolaan Sampah masing-masing kab/kota yang ber RM (masing-
masing merevisi sesuai kondisi setempat).
7.3. Tujuan dan Maksud Kegiatan (Program)
a. Menerapkan sistem pengelolaan sampah kota secara efektif dan efisien.
Meningkatkan fungsi TPS dalam mengurangi sampah domestik di TPA.
Merubah pola pikir masyarakat dari membuang sampah menjadi mengelola
28
sampah. Meningkatkan kreatifitas masyarakat dalam proses produksi daur
ulang sampah.
b. Pemberdayakan potensi sampah kota menjadi sebuah peluang usaha atau
c. akan menjadi sumber baru bagi pemasukan PAD.
d. Mendukung pembangunan ketahanan pangan nasional berbasiskan pertanian
organik melalui pengelolaan sampah kota secara terpadu dan mensukseskan
program Indonesia Go Organik serta Indonesia Go Green and Clean.
7.4 Sistem Pengelolaan (Regional Management Zero Waste)
Kerjasama Pengelolaan Sampah Regional Terpadu
a. Sampah Organik (dikelola menjadi pupuk organik berbasis komunal) sekitar
70-80%
b. Sampah anorganik (pembentukan Bank Sampah dan Industri Pengelolaan
Plastik) untuk mendukung penyediaan/subsidi kresek sampah berwarna
kepada masyarakat (hulu>produsen sampah terbesar) sekitar 15-20%
c. Sampah B3 (berbau, beracun, berbahaya) dibakar di TPA dengan
menggunakan incenerator, sekitar 5-10%
7.5. Wilayah Kerjasama (Regional Management) dan Sumber Sampah
Pengelolaan sistem Regional Management Zero Waste ini, akan
melibatkan Kabupaten/Kota bertetangga, guna meminimalisir biaya di Hilir
(wilayah dan substansi kerjasama pada pengelolaan sampah di Hilir (pembakaran,
pengelolaan atau industri pupuk lanjutan berupa granul atau bentuk produksi
lainnya, serta kemitraan dalam pengelolaan atau induk pendanaan Bank Sampah).
Pengelolaan di Hulu, masing-masing kabupaten/kota yang bertanggungjawab.
Sumber sampah meliputi; Rumah Tangga (RT), pasar sayur dan buah (PS-
Sayur), pasar tradisional (PS-Trds), mall dan swalayan, rumah sakit (RS), kantor
serta toko.
7.6 Mitra Go Green Program
a. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
b. Tim Penggerak PKK di masing-masing unit kerja.
29
c. Perusahaan Sponsor/LSM/NGO Pemerhati Lingkungan.
d. Dinas terkait beserta jajarannya (penyuluh lapang,dll)
e. Kadin Indonesia, P4S, LM3,Feati, HKTI, KTNA
f. Posko Hijau (PT. Cipta Visi Sinar Kencana, sebagai pendamping teknologi
pengomposan GreenPhoskko)
g. TriPod Green Consultant.Gerakan Indonesia Hijau Foundation.
30
BAB VIII
PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU
8.1 Pengertian Pengolahan Sampah Terpadu
Pengolahan sampah terpadu merupakan penanganan sampah dengan
menggunakan berbagai kombinasi metode yaitu pendekatan pengurangan sumber
sampah (reduce), daur ulang (recycle) dan pemanfaatan kembali (reuse),
pengkomposan, pembakaran (incinerate) dan pembuangan akhir (landfilling) yang
bertujuan mengurangi volume sampah.
selain itu pengolahan sampah terpadu juga merupakan kombinasikan
pendekatan pengurangan sumber sampah, daur ulang & guna ulang,
pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir (landfilling). Pengurangan
sumber sampah untuk industri berarti perlunya teknologi proses yang berlimbah
serta packingproduk yang ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Sedangkan
bagi rumah tangga berarti menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam
penggunaan barang-barang keseharian.Untuk pendekatan daur ulang dan guna
ulang diterapkan khususnya pada sampah non organik seperti kertas, plastik,
alumunium, gelas, logam dan lain-lain. Sementara untuk sampah organik diolah,
salah satunya dengan pengkomposan.
Pada akhirnya aspek peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat
penting dalam pengelolaan persampahan. Dalam strategi jangka panjang peran
aktif masyarakat menjadi tumpuan bagi suksesnya pengelolaan sampah kota, dan
dalam program jangka panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri
sampahnya melalui program 3 R (Reduce, reuse dan recycle).
Keutungan dari pengelohan sampah terpadu:
1. Biaya pengangkutan dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai
pengangkutan sampah
2. Tidak memerlukan lahan besar untuk TPA
3. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang
yang memiliki nilai ekoomis
4. Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola-pengelola kebersihan
31
5. Bersifat lebih ekonomis dan ekologis
6. Dapat menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang
mengelolah sampah menjadi bahan yang bermanfaat
7. Dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelolah kebersihan kota
8.2Metode Komposting
Metode ini menggunakan sistem dasar pendegradasian bahan-bahan
organik secara terkontrol menjadi pupuk dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme. Aktivitas mikroorganisme bisa dioptimalisasi pertumbuhannya
dengan pengkondisian sampah dalam keadaan basah (nitrogen), suhu dan
kelembaban udara (tidak terlalu basah dan atau kering), dan aerasi yang baik
(kandungan oksigen). Secara umum, metode ini bagus karena menghasilkan
pupuk organik yang ekologis (pembenah lahan) dan tidak merusak lingkungan.
Serta sangat memungknkan melibatkan langsung masyarakat sebagai pengelola
(basis komunal) dengan pola manajemen sentralisasi desentralisasi (se-
Desentralisasi) atau metode Inti (Pemerintah/Swasta)-Plasma (kelompok usaha di
masyarakat). Hal ini pula akan berdampak pasti terhadap penanggulangan
pengangguran. Metode ini yang perlu mendapat perhatian serius/penuh oleh
pemerintah daerah (kab/kota).
1. Keuntungan dari metode komposting
a. konversi sampah organik untuk pengkondisian tanah dapat dijual
b. biaya usaha dan operasi sedang
c. kebanyakan bakteri terbinasakan
2. kerugian dari metode komposting
a. Hanya dapat digunakan pada sampah organik
b. Sampah harus dipisakan
c. Sampah harus cocok untuk pupuk komposoleh karena kandungan organik
yang tinggi
8.3Metode Open Dumping
Metode ini adalah penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi
teknologi yang memadai. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi
32
(cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air dalam
tanah hingga mencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan. Efek
pencemaran bisa berakumulasi jangka panjang dan pemulihannya bisa
membutuhkan puluhan tahun. Metode ini sudah tidak populer karena selain sudah
tidak akan diperbolehkan lagi juga berpotensi pada pencemaran lingkungan.
3. Keuntungan dari metode dari open dumping:
a. Mudah untuk mengatur
b. Biaya usaha dan investasi usaha rendah
c. Dapat memasuki operasi dalam waktu singkat
d. Dapat menerima berbagai macam-macam sampah
4. Kerugian dari metode dari open dumping
a. Tidak enak dipandang
b. Berkembang melalui hama dan bau
c. Dapat mencemari air tanah dan air permukaan melalui air dan rawa
d. Tanah basah menurut ekologi berharga untuk dipertimbangkan jika
hanya ditimbun sampah
e. Sumber daya sampa sulit untik mendapatkan loksi karena protes publik
8.4 Metode Sanitary Landfill
Metode ini adalah penimbunan sampah di lokasi TPA tanpa aplikasi
teknologi yang memadai. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi
(cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air dalam
tanah hingga mencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan. Efek
pencemaran bisa berakumulasi jangka panjang dan pemulihannya bisa
membutuhkan puluhan tahun. Metode ini sudah tidak populer karena selain sudah
tidak akan diperbolehkan lagi juga berpotensi pada pencemaran lingkungan.
1. Keuntungan dari metode sanitary landfill
a. Mudah untuk mengatur
b. Biaya usaha dan investasi usaha rendah
c. Dapat memasuki operasi dalam waktu singkat
33
d. Jika dirancangdan dioperasikan dengan baik dan dapat memperkecil
hama,penyakit dan polusi udarpermasalahan polusi air,dan gas metana
yang yang diproduksi dekomposisi limbah
e. Dapat digunakan sebagai bahan bakar
f. Dapat menerima berbagai maca, sampah
g. Dapat digunakan untuk reklamasi meningkatkan submarginal daratan
2. Kerugian dari sanitary landfill
a. Dapat merosot menjadi tempah sampah terbuka jika tidak dirancang dan
diatur dengan baik
b. Memerlukan likai yang sangat luas
c. Sulit untuk menentukan lokasi oleh karena penolakan penduduk dan harga
tanah yang naik
d. Menyebabkan polusi air,produksi metana dari dekomposisi limbah,dapat
menimbulkan bahaya kebakaran atau resiko ledakan material
e. Membawa limbah atau sampah ke lokasi yang jauh memerlukan biaya
mahal dan energi tidak efesien
8.5 Metode Incenarator
Metode ini dilakukan dengan memasukkan sampah (disortir maupun tanpa
disortir) ke dalam unit pembakaran dalam suhu 800°C-1.200°C. Metode ini bisa
mereduksi sampah 80%–100%. Panas yang dihasilkan bisa digunakan untuk
pembangkit listrik. Lahan yang diperlukan untuk sistem ini relatif lebih kecil
daripada metode sanitarylandfill tetapi berbiaya mahal. Metode ini sudah tidak
akan diizinkan karena kontribusinya yang sangat besar pada efek gas rumah kaca.
1. Keuntungan dari Inceneration
a. Dapat memindahkan bau dan zat-zat organik pembawa penyakit
b. Mengurangi volume sampah paling sedikit 80%.
c. Memperpanjang waktu landfill
d. Memerlukan lokasi yang tidak terlalu luas
e. Dapat menghasilkan pendapatan dan logam-logam dan gelas atau kaca
f. Penggunaan panas sampah untuk memanaskan disekitar bangunan tersebut
34
2. Kerugian dari Inceneration
a. Investasi awal tinggi
b. Biaya oprasional tinggi
c. Biaya pekerjaan pembetulan dan pemeliharaan rutin mahal
d. Memerlikan operator terampil
e. Menghasilkan residu dan abu yang mesti dibuang
f. Penyebab polusi udara kecuali jika kendali yang sangat mahal dipasang
g. Kontrol polusi untuk polusi udara partikel memboroskan sumber daya
8.6 Metode Gas Metana
Metode ini menggunakan teknik fermentasi secara anaerobik terhadap
sampah organik. Secara teknis sampah disortir menjadi sampah organik dan
anorganik. Sampah organik dicampur dengan air dan digester (dimasukkan dalam
tempat kedap udara) selama kurang lebih dua pekan dan akan menghasilkan gas
metana (CH4) yang bisa digunakan sebagai energi listrik. Metode ini
menguntungkan karena bisa menghasilkan energi terbarukan.
8.7 Recycling
cara ini memanfaatkan dan mengolah kembali sebagian sampah, seperti
kaleng, kertas, plastik, kaca/botol dan lain-lain.
8.7 Hog Feeding
cara pengolahan dengan sengaja mengumpulkan jenis sampah basah
(gerbage) untuk digunakan sebagai makanan ternak.
35
BAB IX
TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH
9.1Definisi TPA
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai
terakhir dari pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun
atau mengolah sampah. Proses sampah itu sendiri mulai dari timbulnya di sumber
- pengumpulan - pemindahan/pengangkutan - pengolahan - pembuangan. Di
TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka
waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang
lain lebih lambat sampai puluhan dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini
memberi gambaran bahwa di TPA masih terdapat proses-proses yang
menghasilkan beberapa zat yang dapat mempengaruhi lingkungan. Zat-zat
tersebut yang mempengaruhi lingkungan itulah yang menyebabkan adanya
bentuk-bentuk pencemaran.
9.2 Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan
hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA
seperti tercantum dalam SNI tentang Tata Cara PemilihanLokasi Tempat
Pembuangan Akhir Sampah yang diantaranya dalam kriteria regional
dicantumkan :
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air
tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan
sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan
teknologi)bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
3. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak
minimal 1,5 – 3 km)
36
4. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
Dari hasil data yang diperoleh mengenai lokasi penempatan TPA Pasirbajing
sudah dikategorikan ideal karena telah memenuhi syarat diatas. TPA
Pasirbajing berada di lokasi perbukitan dengan kemiringan 30-40 derajat, jauh
dari pemukiman, jauh dari sungai, tidak ada sumber air resapan dan lain-lain.
9.3 Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan
prasarana dan sarana yang meliputi:
1. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA.
Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan
pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan
TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal
jalan TPA dengan konstruksi :
a. Hotmix
b. Beton
c. Perkerasan situ
d. Kayu
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
1. Jalan masuk/akses : yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang
telah tersedia
2. Jalan penghubung : yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian
lain dalam wilayah TPA
3. Jalan operasi/kerja : yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik
pembongkaran sampah Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan
yang terbatas biasanya
4. jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja/operasi.
Dari hasil data yang diperoleh kontruksi jalan di TPA Pasirbajing adalah 500
meter jalan masuk adalah aspal sedangkan selanjutnya jalan penghubung dan
37
jalan operasi kontruksinya adalah pasir dan batu yang telah bercampur dengan
air limbah dari sampah,karena tidak berfungsinya fasilitas drainase dan
saluran penampung lindi.
9.4 Fasilitas Drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.
Seperti diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang
dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah
akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan
memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknis drainase TPA
dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak
masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun
di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah
ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran
limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu
permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran
drainase.
Berdasarkan data yang diperoleh,drainase yang terdapat di TPA
pasirbajing ada yang aktif dan ada yang tidak aktif,itu artinya sebagai komponen
penting dalam pengolahan sampah drainase ini menjadi titik pangkal yang apabila
kinerjanya tidak maksimal maka akan menimbulkan ekses yang cukup
mengkhawatirkan.jelas tidak begitu berarti ketika musim kemarau, namun akan
menjadi bencana ketika musim penghujan dimana intensitas hujan yang sering
dengan curah hujan yang tinggi,maka tanpa drainase yang memadai rembesan air
hujan yang masuk ke timbunan sampah dengan volume yang banyak akan
mengakibatkan semakin banyak pula debit lindi yang dihasilkan sehingga aliran
limpasan air hujan yang jatuh diatas timbunan sampah akan mengalir ke tempat
yang lebih rendah yang ada disekitarnya hal ini jelas masuk ke dalam kategori
pencemaran
38
9.5 Fasilitas Penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah
yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada
umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada
TPA besar dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka
dianjurkan penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan
pendataan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut
sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan
dapat dijalankan.
9.6 Lapisan Kedap Air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang
terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Untuk itu lapisan ini
harus dibentuk di seluruh permukaan dalam TPA baik dasar maupun dinding.Bila
tersedia di tempat, tanah lempung setebal + 50 cm merupakan alternatif yang baik
sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan
lapisan sintetis lainnya dengan konsekuensi biaya yang relatif tinggi.
9.7 Fasilitas Pengamanan Gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan
metan dengan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit
jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan
global terutama gas metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas
tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke atmosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa-
pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu.
Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah
penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih
mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran
sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
39
9.8. Fasilitas Pengamanan Dan Pemeliharaan Fasilitas Penangan lindi
1. Fasilitas Pengamanan Lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan
pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga
perlu ditangani dengan baik.Tahap pertama pengamanan adalah dengan
membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan
berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar
TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak
sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang
disediakan.Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung
yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit
pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi
sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat
dilakukan dengan cara pemompaan.Pengolahan lindi dapat menerapkan
beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah
dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk
menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan
biologis seperti halnya pengolahan air limbah.
2. Pemeliharaan Fasilitas Penanganan Lindi
Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalamipendangkal
an akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkansemakin kecilnya volum
e efektif kolam yang berarti semakinberkurangnya waktu tinggal; yang akan be
rakibat pada rendahnyaefisiensi pengolahanyang berlangsung. Untuk itu perlu
diperhatikanagar
kedalamanefektifkolamdapatdijaga.Lumpur endapan yang mulai tinggi melamp
40
aui dasar efektif kolamharus segera dikeluarkan. Alat berat excavator sangat
efektif
dalampengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolamtidak
terlalu besar juga dapat digunakan truk tinja untuk menyedotlumpur yang
terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengeringdan dimanfaatkan
sebagai tanah penutup sampah.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, F. (2015). Cara Pengolahan Sampah atau Limbah (Online):
https://feranianggraini23.wordpress.com/2014/09/10/cara-pengolahansampah-
atau-limbah/ (10 Februari 2014)
Amurwaharja, I. P., 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah dengan
Proses Hirarki Analitik dan Metode Valuasi Kontingensi Studi Kasus Di Jakarta
Timur. [Makalah Falsafah Sains]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Ilmu
Pengolahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana.
Djoko Suwarno, 2011. “Teknik Menghitung Timbulan dan Sampling
Sampah”:
Faizah (2008), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat,
Universitas Diponegoro, Yogyakarta.
Karo, Yessi (2009), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di di Kelurahan
Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan, USU, Medan.
Murtadho, Djuli, dkk (1997), Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat,
PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Once, dr. (2010), Prinsip-prinsip Pengelolaan Sampah (www.google.com,
diakses tanggal 8 Oktober 2010)