Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    1/80

    MM oodduull 22Kebijakan Pengembangan Lembaga

    Pelayanan Perizinan Dan PenyederhanaanPelayanan Perizinan 

    DDiikkllaatt TTeekknniiss 

    PPeellaayyaannaann PPuubblliikk,, AAkkuunnttaabbiilliittaass ddaann PPeennggeelloollaaaann MMuuttuu ( ( P P u u b b l l i i c c  S S e e r r v v i i c c e e  D D e e l l i i v v e e r r y y ,, AAc c c c o o u u n n t t a a b b i i l l i i t t y y ,, a a n n d d  Q Q u u a a l l i i t t y y  M M a a n n a a g g e e m m e e n n t t  )  )  

    EEsseelloonn IIII

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    2/80

    i

    SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATURLEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 

    Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negarasenantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklatyang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yangdilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat,bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalampenyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara,pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program danpenyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian,

    bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan,penyelenggaraan dan evaluasi Diklat. 

    Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan DepartemenDalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan(SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakandaerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatanSDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistemkeuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya. 

    Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul

    diklatnya  melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluhempat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency basedtraining . Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati prosesyang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yangdiambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan   (CBAP)daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dariberbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembagadonor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagaipakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yangtergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP). 

    Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat initelah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri olehpara pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer. 

    Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kamipercaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator sertaPedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhanpelatihan di daerah masing-masing. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    3/80

    ii 

    Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakanmodul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman danbersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yangmerupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung daridiklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikantugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelolaberbagai sumber daya di daerahnya masing-masing. 

    Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yangsedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengandilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunyaakan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitasdaerah secara berkelanjutan. 

    Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuankebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baikkepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    4/80

    iii 

    KATA PENGANTAR

    DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH 

    Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah

    ter jadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih

    berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi

    seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan

    desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka

    mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing

    daerah.

    Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara,

    salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerahadalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang

    relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada

    masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau

    kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai.

    Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan

    desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah

    menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas

    Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam

    Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/KepalaBappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan

    individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi

    dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup

    multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan

    masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional.

    Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah,

    Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah

    sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program

    peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yangBerkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for

    Decentralization/SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan

    pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia

    (ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan

    kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki

    tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek

    sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui

    penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas

    (Capacity Building Action Plan/CBAP). 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    5/80

    iv 

    Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan

    SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi

    kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-

    modul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluantersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga

    Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS. 

    Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan

    sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya

    telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba

    (pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh

    kesesuaian/relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para

    pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang

    penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulumdan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada

    masyarakat.

    Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain

    untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di

    daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek-

    aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

    Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah

    melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber. 

    Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan

    peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan

    kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan.

    Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi

    mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada

    masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan

    masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    6/80

    v

    DAFTAR ISI

    Sambutan Depuy IV - LAN ........................................................................................ i

    Kata Pengantar Dir jen Otonomi Daerah - Depdagri .............................................iii 

    Daftar Isi  ..................................................................................................................... v 

    BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1 

    A.  Diskripsi Singkat...................................................................................1

    B.  Hasil Belajar.......................................................................................... 2

    C.  Indikator Hasil Belajar .......................................................................... 2

    D.  Pokok Bahasan......................................................................................3

    BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU ......................4 

    A. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik............................................... 4

    B.  Unit Pelayanan Terpadu ...................................................................... 11 

    C.  Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu ........ 13 

    D.  Konsekuensi Pemberian Perizinan...................................................... 15 

    F.  Latihan/Diskusi ................................................................................... 18 

    F. Rangkuman.......................................................................................... 19 

    BAB III  KEBIJAKAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PELAYANAN

    TERPADU SATU PINTU (PTSP)  ........................................................ 22 

    A.  Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu

    (PPTSP)............................................................................................... 22 

    B. Organisasi Berorientasi Pelayanan..................................................... 25 

    C.  Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan TerpaduSatu Pintu (PPTSP) ............................................................................. 32 

    D.  Latihan / Diskusi ................................................................................... 54 

    E.  Rangkuman.......................................................................................... 55 

    BAB IV KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN PELAYANAN

    PERIZINAN ............................................................................................ 57 

    A.  Perubahan Paradigma Pelayanan Publik .............................................57

    B.  Analisis SWOT dan Analisis HGSL ................................................... 59

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    7/80

    vi 

    C. Analisis Perijinan................................................................................60 

    D.  Latihan................................................................................................. 68

    E.  Rangkuman.......................................................................................... 69 

    Daftar Pustaka 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    8/80

    1

    BAB I 

    PENDAHULUAN 

    A.  Diskripsi Singkat 

    1. Relasi Bahan Ajar dan Kompetensi 

    Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah berdasarkan

    Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

    adalah dalam kerangka mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan

    pelayanan publik. Lingkup pelayanan publik sangat luas, mencakup

    penyelenggaraan  public good dan  public regulation dan dilaksanakan

    berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance).

    Dalam kerangka penyelenggaraan fungsi  public regulation, Pemerintah

    menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibidangpelayanan perizinan, diantaranya mengatur mengenai pembentukan lembaga

    pelayanan perizinan terpadu satu pintu dan penyederhanaan pelayanan

    perizinan, untuk tujuan meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di

    daerah. 

    Pada umumnya, Daerah belum melakukan restrukturisasi organisasi

    perangkat daerah yang diarahkan untuk lebih berorientasi pada pelayanan.

    Hal ini dapat ditengarai belum adanya langkah terobosan dan pola pikir

    progresif yang mengarah pada perubahan dalam merumuskan dan menyusun

    tugas pokok, fungsi dan uraian tugas yang berorientasi pelayanan untuk

    mensejahterakan masyarakat. Organisasi dan Tata Kerja Satuan KerjaPerangkat Daerah saat ini terikat pada ketentuan normatif dan lebih

    berorientasi pelayanan kedalam berdasarkan pendekatan urusan, hak dan

    wewenang yang cenderung untuk kepentingan organisasi dan melayani

    pimpinan.

    Relasi bahan ajar dengan peningkatan kompetensi peserta, terutama

    memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kebijakan dan pola

    penyelenggaraan pelayanan perizinan, serta meningkatkan kemampuan

    melakukan analisis, merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan

    lembaga pelayanan perizinan dan penyederhanaan perizinan, untuk

    memperbaiki kualitas pelayanan publik. 

    2. Bahan Ajar 

    Bahan Ajar Kebijakan Pengembangan Lembaga Pelayanan Perizinan dan

    Penyederhanaan Pelayanan Perizinan disusun berdasarkan hasil penelusuran

    kebutuhan daerah melalui proses DACUM yang ditujukan untuk

    meningkatkan kompetensi peserta di dalam pelaksanaan tugas pokok dan

    fungsinya. Bahan ajar, menjelaskan mengenai; kebijakan pelayanan

    perizinan yang mencakup pola penyelenggaraan pelayanan perizinan dan

    pengertian unit pelayanan terpadu, komimen pimpinan penyelenggara

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    9/80

    2

    pelayanan dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengembangan

    organisasi yang berorientasi pelayanan, melalui pembentukan lembaga

    pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) dan penyederhanaan pelayanan

    perizinan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan.

    Bahan ajar juga memberikan pengetahuan dan pemahamam kepada peserta

    untuk mampu mengambil langkah kebijakan operasional; melakukan

    analisis dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan perizinan. Selain itu,

    bahan ajar juga memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta

    sebagai pimpinan manajerial dalam merumuskan dan menyusun kebijakan

    pengembangan organisasi dan pembentukan lembaga penyelenggara

    pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP), dengan analisis SWOT serta analisis

    HGSL untuk penyederhanaan pelayanan perizinan dan analisis perizinan. 

    B.  Hasil Belajar 

    Setelah peserta memahami arah kebijakan pelayanan publik   dan peraturan

    perundang-undangan yang ditujukan untuk mewujudkan terselengggaranya

    kepemerintahan yang baik (good governance), diharapkan dapat meningkatkan

    komitmen pimpinan manajeral (eselon II) untuk memperbaiki dan meningkatkan

    kualitas pelayanan publik  dan/atau perizinan. Peserta juga diharapkan memahami

    perlunya strategi dan kebijakan untuk melakukan pengembangan organisasi yang

    berorientasi pelayanan dan penyederhanaan perizinan., serta pengetahuan

    melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan. Disamping itu memahami cara

    merumuskan dan menyusun strategi dan kebijakan daerah dalam pengembangan

    kelembagaaan dan pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu

    dengan analisis SWOT, serta pemahaman analisis HGSL untuk melakukanpenyederhanaan pelayanan perizinan. Selain itu, peserta mampu mengambil

    langkah kebijakan operasioal, kerjasama dan koordinasi untuk memperbaiki dan

    meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Diharapkan  pada akhir

    pembelajaran, peserta memiliki kompetensi pengetahuan, pemahaman dan

    kemampuan merumuskan dan menyusun strategi memperbaiki kualitas

    pelayanan dan kebijakan pengembangan organisasi serta penyederhanaan

    pelayanan perizinan. 

    C.  Indikator Hasil Belajar 

    Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu: 

    1.  Memahami kebijakan pelayanan perizinan, pola penyelenggaraan pelayananpublik, unit pelayanan terpadu dan konsekuensi pemberian perizinan;

    2.  Menganalsis dan mengevaluasi kebijakan daerah dalam pelaksanaanpelayanan perizinan;

    3.  Menganalisis, merumuskan dan menyiapkan strategi dan kebijakanpengembangan kelembagaan yang berorientasi pelayanan

    4.  Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis pembentukanlembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP)

    5.  Merumuskan dan menyusun strategi dan kebijakan penyederhanaan

    perizinan; 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    10/80

    3

    6.  Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis penyederhanaanpelayanan Perizinan dan analisis perizinan, dan

    7.  Mengambil langkah kebijakan operasional memperbaiki kualitas pelayananperizinan. 

    D.  Pokok Bahasan 

    Pokok Bahasan diklat ini dapat diringkas sebagai berikut: 

    1. Kebijakan Pelayanan Perizinan Terpadu 

    a.  Pola penyelenggaraan Pelayananan Publikb.  Unit Pelayanan Terpadu c.  Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu 

    d.  Konsekuensi Pemberian Perizinan 

    2. Kebijakan Pembentukan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu

    (PTSP)

    a.  Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) b.  Organisasi Berorientasi Pelayananc.  Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu

    (PPTSP) 

    3. Kebijakan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan

    a.  Perubahan Paradigma Pelayanan Publik  b.  Analisis SWOT dan HGSL Penyederhanaan Perizinan c.  Analisis Perizinan

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    11/80

    4

    Setelah mempelajari Bab II ini, peserta dapat: 

     Memahami kebijakan pelayanan perizinan, pola penyelenggaraan pelayanan

     public, unit pelayanan terpadu, kebijakan daerah dalam penyelenggaraan

     pelayanan terpadu dan konsekuensi pemberian perizinan; 

    BAB II 

    KEBIJAKAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

    A.  Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik 

    1. Pengantar

    Masyarakat kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses pelayanan

    perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah,

    yang dirasakan berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan dan

    kepastian waktu dalam proses dan penyelesaian, dan adanya biaya extra

    yang dikeluarkan. Pemerintahan Daerah, merespon keluhan masyarakat dan

    dunia usaha, dan melakukan perubahan dengan menyelenggarakan

    pelayanan terpadu dengan membentuk unit pelayanan terpadu, untuk

    memperbaiki dan meningkatkan pelayanan perizinan. 

    Namun, dikalangan dunia usaha masih mengeluhkan dan merasakan dalam

    proses dan pelaksanaan pemberian layanan di kebanyakan daerah, masihbelum banyak perubahan signifikan. Keluhan dan ketidak puasan dunia

    usaha belum teratasi, terutama berkaitan keluhan yang berhubungan dengan

    biaya tinggi dan ketidak pastian hukum bagi pengusaha, akibat belum

    berubahnya pola pikir dan cara pandang pemerintahan daerah yang

    menempatkan perizinan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, dan tarik

    menarik kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah.

    Dalam proses perkembangannya, penyelenggaraan pelayanan oleh unit

    pelayanan terpadu di beberapa daerah mengalami pasang surut, dan cukup

    banyak yang mati suri atau tidak berfungsi sesuai harapan. 

    2. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik 

    Berdasarkan permasalahan dan kebehasilan pelaksanaan pelayanan perizinan

    terpadu sebagaimana diuraikan diatas, serta mempertimbangkan

    keberagaman dan kebutuhan daerah, tuntutan kebutuhan penyelenggaraan

    pelayanan prima, dan upaya menciptakan iklim kondusif yang dapat

    mendorong peningkatan investasi, pemerintah telah menerbitkan beberapa

    kebijakan yang mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik, antara

    lain: 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    12/80

    5

    Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor

    63/KEP/M.PAN/7/2003  tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

    Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain

    mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik , yaitu; 

    a. Pola Pelayanan Fungsional 

    Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai

    dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.

    Pola ini mengakomodir kondisi daerah dengan beban tugas, volume dan

    intensitas kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan yang relatif

    tidak terlalu tinggi, sehingga cukup realistis untuk dilaksanakan oleh

    Dinas/Instansi yang membidanginya. Pertimbangan lain, pola ini

    disesuaikan dengan; kondisi geografis, luas wilayah, tersedianya aparat

    pelaksana dilihat dari kualitas dan kuantitasnya, dan kemampuan

    keuangan daerah untuk membiayai kegiatan pelayanan publik secaraterpadu.

    Penyelenggaraan pelayanan berdasarkan pola fungsional, harus

    disesuaikan dengan tujuan mewujudkan kepemerintahan yang baik

    dengan mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti

    azas pelayanan publik , prinsip-prinsip pelayanan publik , standar

    pelayanan publik , pengelolaan kepuasan dan keluhan masyarakat atas

    pelayanan yang diberikan pemerintah daerah/penyelenggara pelayanan

    publik.

     Perhatian ;  Pola Fungsional, secara psikologis, relatif sangat disenangi

    oleh Instansi/pejabat yang kurang setuju apabila tugas, fungsi dan

    wewenang proses dan pelaksanan pemberian izin menjadi berkurang

    atau dihapuskan karena dilimpahkan kepada unit kerja lain (UPT).

    b. Pola Pelayanan Terpusat 

    Pola pelayanan publik   diberikan secara tunggal   oleh penyelenggara

    pelayanan berdasarkan  pelimpahan wewenang dari penyelenggara

     pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan. 

    Pola pelayanan terpusat, dapat diselenggarakan oleh Dinas/Kantor ataulembaga independen (unit pelayanan) yang dibentuk oleh pemerintah

    daerah, untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan tertentu. Dinas/

    Kantor atau lembaga independen diberi tugas, fungsi, wewenang,

    tanggungjawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan

    perizinan secara terpusat.

    Pelayanan perizinan yang memiliki proses keterkaitan, proses pengajuan

    permohonan perizinan dan proses penyelesaiannya dilakukan dalam

    waktu yang bersamaan atau paralel disatu tempat atau terpusat pada satu

    Dinas atau Kantor, atau Unit Kerja penyelenggara pelayanan.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    13/80

    6

    Contoh; Kota Tangerang dapat dikatagorikan menerapkan

    pelayanan terpusat yang diselenggarakan di Kantor Pelayanan

    Perizinan dan Penanaman Modal (KPPPM), diberi pelimpahan

    kewenangan pemberian perizinan tertentu secara terpadu, yaitu

    proses yang berkaitan dengan pelayanan perizinan I jin Mendirikan

    Bangunan (IMB), yaitu seperti: HO. 

    Tujuan dari pola pelayanan terpusat, adalah memberikan kemudahan

    kepada masyarakat pengguna atau penerima layanan, pemberian layanan

    dapat lebih efisien dan efektif, dilihat dari sisi waktu, masyarakat/  

    pengguna pelayanan cukup datang kesatu tempat, dan berhadapan

    dengan satu penyelenggara, tidak perlu datang ke Dinas/Instansi lain

    terkait yang lokasinya tersebar. (Pemangkasan waktu dan biaya untuk

    bolak balik, biaya extra, duplikasi berkas persyaratan). 

    Berpikir Cerdas: Pelimpahan wewenang menurut KepMenPan tersebut diatas, dapat

    diiasumsikan, bahwa pelimpahan wewenang dilakukan oleh Dinas/Instansi lain yang

    bersangkutan. Artinya pelimpahan wewenang dilakukan oleh Dinas/ Instansi yang

    memiliki tugas, fungsi dan wewenang memberikan perizinan

    Konsep desentralisasi menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU 5/74, UU

    22/1999, dan UU 32/2004) secara tegas dan jelas mengatur, bahwa penyerahan

    sebagian urusan pemerintahan diberikan kepada daerah otonom, dan menjadi urusan

    dan kewenangan (otonomi daeah) daerah otonom. Pemahamannya,  Dinas/Instansi

    tidak memiliki hak dan wewenang untuk melimpahkan sebagian wewenang

    pelaksanaan urusannya kepada Dinas/Instansi atau unit kerja lain, karena Dinas/Instansi

    adalah perangkat daerah yang membantu KDH, dalam melaksanakan sebagian

    tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan oleh Kepala Daerah.

    Artinya, bahwa yang berhak mengatur kewenangan perangkat daerah dan secretariat

    daerah, adalah Kepala Daerah. Kepala Daerahlah yang berwenang memberikan

    pelimpahan dan/atau pencabutan/pengurangan sebagian wewenang perangkat daerah.

    Rincian tugas, fungsi, wewenang, tanggungjawab dan kewajiban perangkat daerah

    ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur organisasi dan tata kerja

    (pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui restrukturisasi kelembagaan).

    c. Pola Pelayanan Terpadu 

    1) Pelayanan Terpadu Satu Atap

    Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu

    tempat  yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang  tidak

     mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu.

    Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak

    perlu di satuatapkan.

    Pola pelayanan terpadu satu atap, ditujukan untuk memberikan

    kemudahan layanan kepada masyarakat, masyarakat cukup datang

    kesatu tempat untuk mendapatkan layanan, dan tidak perlu

    mendatangi ke Dinas/Instansi pemberi izin yang lokasinya tersebar.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    14/80

    7

    Pola pelayanan satu atap memiliki persamaan dengan pola pelayanan

    fungsional yaitu, prinsipnya kewenangan proses dan penyelesaian

    layanan tetap dilakukan oleh Dinas/Instansi terkait. 

    Sedangkan perbedaannya adalah, pada pelayanan terpadu satu atap,

    masing-masing Dinas atau Instansi membentuk counter atau loket-

    loket atau pintu pelayanan untuk masing-masing jenis perizinan, dan

    menempatkan staf   sebagai Front Office /  front line yang dikoordinir

    oleh seorang Kepala Kantor Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap

    (UPTSA). Staf tersebut ditugasi; menerima, meneliti berkas

    kelengkapan dan persyaratan, meneruskan berkas yang lengkap dan

    memenuhi persyaratan untuk diproses, menolak berkas permohonan

    yang tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan perizinan,

    menerima penjelasan atau keluhan dari pemohon/penerima layanan,

    memberikan informasi dan penjelasan kepada penerima layanan.

    Proses dan penyelesaian perizinan, dilakukan oleh dinas/instansiterkait, dan yang kita kenal dengan sebutan Back Office /  Back Line.

    Perbedaan lainnya, masyarakat yang datang kesatu lokasi/tempat

    pelayanan dapat memperoleh informasi, konsultasi dengan unit kerja

    lainnya, dan/atau dapat mengajukan permohonn perizinan lainnya

    yang dibutuhkan pada satu lokasi/tempat yang sama. Proses

    pelayanan tidak dilakukan paralel atau terpadu (mengurus ijin trayek

    dan membuat akte kelahiran).

    Berpikir Cerdas; Pengertian jenis pelayanan  tidak terkait dengan pelayanan

    lainnya  menurut Konsep Pelayanan Terpadu Satu Atap dimaksud, dapatdiasumsikan sebagai front office, yaitu menempatkan staf dari masing-masing

    dinas/instamsi pada satu tempat.Pengertian terpadu disini tidak dalam kontek

     proses, pengertian terpadu lebih tepat menyatukan pelayanan pada satu tempat.

    Perlu kearifan dalam penerapannya, karena kalau asumsinya seperti itu, hanya

    akan memperpanjang birokrasi. 

    Beberapa Daerah telah melaksanakan Pola Pelayanan Terpadu Satu

    Atap yang dikenal dengan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap

    (UPTSA), dengan berbagai variant lingkup bidang tugas dan

    kewenangannya, terutama untuk jenis pelayanan tertentu yang

    prosesnya memiliki keterkaitan dengan perizinan lainnya. Unit

    Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) merupakan unit kerja yangdibentuk oleh Pemerintah Daerah dengan lokasi tempat/kantor

    tersendiri dan ditetapkan koordinator dan susunan organisasinya.

    Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) umumnya, selain

    menyelenggarakan pelayanan perizinan yang memiliki keterkaitan

    dengan perizinan lain, juga menyelenggarakan pelayanan perizinan

    yang tidak memiliki keterkaitan, serta pelayanan non perizinan.

    Di beberapa Daerah, Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)

    mendapat pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan perizinan

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    15/80

    8

    tertentu dan/atau mengkoordinasikan proses pelayanan perizinan

    dengan dinas/ instansi yang terkait.

    Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap yang dilaksanakan di daerah,

    tidak sama dengan yang diatur dalam KepMenpan, atau beberapa

    Daerah membuat inovasi atau pengembangan sesuai dengan

    kebutuhan daerah.

    2)  Pelayanan Terpadu Satu Pintu 

    Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat 

    yang meliputi berbagai jenis  pelayanan yang memiliki keterkaitan 

     proses dan dilayani melalui satu pintu.

    Pola ini hakekatnya hampir sama dengan pola penyelenggaraan

    pelayanan terpusat, penyelenggaraan dilakukan pada satu tempat

    atau lokasi tertentu, dilayani melalui satu pintu. Asumsinyapenyelenggaraan pelayanan dilakukan secara tunggal oleh Dinas/

    Instansi tertentu atau oleh Unit kerja tertentu yang mandiri, (UPTSP),

    dan diselenggarakan pada satu tempat atau lokasi tertentu.

    Jenis pelayanannya meliputi pelayanan yang  prosesnya memiliki

    keterkaitan dengan perizinan yang lain, artinya, ada keterkaitan

    antara kewenangan pelayanan perizinan yang dimilki oleh satu atau

    lebih dari dinas/instansi tertentu yang dipadukan dan dikoordinasikan

    oleh satu Dinas/Instansi atau UPTSP. 

    Alternatif konsep pelimpahan wewenang dapat dilakukan dengan duacara, yaitu; pertama; kewenangan dilimpahkan secara penuh kepada

    Dinas/Instansi atau Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPTSP),

    keuntungannya kemungkinan tercapainya tujuan peningkatan

    kualitas layanan publik akan lebih baik dan pertanggung jawabannya

     jelas. Dinas/Instansi teknis, berperan dalam tim teknis peninjauan

    lapangan (yang bersifat teknis dan/atau memilki dampak berskala

    lebih luas, seperti pencemaran lingkungan). Dinas/ instansi tersebut

    akan lebih berfungsi pada pengawasan pelaksanaan pemberian izin,

    dan Monev. 

    Kedua;  pelimpahan wewenang, dilakukan berdasarkan pembagiantugas, fungsi dan wewenang bersama (concurrent ), antara UPTSP

    dengan Dinas/Instansi yang memiliki kewenangan pelayanan

    pemberian perizinan yang terkait. Pola ini tidak berbeda jauh dengan

    pola UPTSA atau One Stop Service  yang saat ini dilakukan di

    beberapa daerah.

    3) Gugus Tugas 

    Petugas pelayanan publik secara perseorangan atau dalam bentuk

    gugus tugas, ditempatkan pada Instansi pemberi pelayanan dan lokasi

    pemberian pelayanan tertentu. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    16/80

    9

    Pola ini, hampir mendekati konsep pola penyelenggaraan pelayanan

    satu atap dalam skala lebih kecil, dengan menempatkan orang atau

    gugus tugas sebagai  front office /  front line, pada Kantor Dinas/

    Instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, seperti;

    Dinas Pendapatan, di Kantor Kecamatan, di Desa/Kelurahan atau

    pada Instansi lain diluar Pemda, seperti PLN, Kantor Pos, BRI dan

    lainnya. 

    Contoh; Kabupaten Solok, dalam rangka mendekatkan pelayanan

    kepada masyarakat, melakukan langkah inovasi dengan

    mengembangkan penyelenggaraan pelayanannya dengan

    memanfaatkan akses dan jaringan Kantor Pos di Desa dan

    Kecamatan, untuk bertindak sebagai front office /  front line UPT. 

    Keputusan Menpan tersebut diatas, selain menetapkan beberapa polapenyelenggaraan pelayanan, juga memberikan peluang dan

    kesempatan kepada Instansi yang melakukan pelayanan publik,

    untuk dapat mengembangkan pola penyelengaraan pelayanannya

    sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi

    untuk meningkatkan pelayanan publik. 

    d.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006  Tentang

    Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 

    Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud, pada hakekatnya dalam

    kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan InstruksiPresiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan

    Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui

    peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih

    besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Beberapa poin

    penting Peraturan Mendagri tersebut yang berhubungan dengan

    penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah, antara lain mengatur

    dan memberi arahan bagi daerah, secara garis besar diuraikan sebagai

    berikut: 

    1)  Penyederhanaan Pelayanan dengan membentuk Perangkat Daerah 

    Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yangmemiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk

    perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu.

    2)  Penyederhanan pelayanan mencakup;a)  pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan

    dilakukan oleh PPTSP; 

    b)  percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihistandar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 

    c)  kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yangtelah ditetapkan dalam peraturan daerah; 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    17/80

    10

    d)  kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahuisetiap waktu, proses pemberian perizinan dan non perizinan

    sesuai dengan urutan prosedurnya; 

    e)  mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yangsama untuk dua atau lebih permohonan perizinan; 

    f)  pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro KecilMenengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru  sesuai

    dengan peraturan yang berlaku, dan

    g)  pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasidalam kaitannya dengan penyelenggaraan perizinan. 

    3)  Bupati/Walikota mendelegasikan kewenangan penandatangananperizinan dan non perizinan kepada Kepala PPTSP untuk

    mempercepat pelayanan. 

    4)  PPTSP mengelola administrasi perizinan dan non perizinan dengan

    mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dankeamanan berkas. 

    5)  Perangkat Daerah  yang secara teknis terkait dengan PPTSPberkewajiban dan bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan

    teknis dan pengawasan atas pengelolaan perizinan dan non

    perizinan sesuai dengan bidang tugasnya.

    6)  Proses penyelenggaraan pelayanan perizinan dilakukan untuk satu jenis perizinan tertentu atau perizinan paralel. 

    7)  Pemeriksaan teknis di lapangan dilakukan oleh Tim Kerja Teknis dibawah koordinasi Kepala PPTSP. 

    8)  Tim Teknis tersebut beranggotakan masing-masing wakil dari

    perangkat daerah teknis terkait dan ditetapkan dengan KeputusanBupati/Walikota. 

    9)  Tim Teknis tersebut, memilki kewenangan  unuk mengambilkeputusan dalam memberikan rekomendasi mengenai diterima atau

    ditolaknya suatu permohonan perizinan. 

    10) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinanditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung mulai

    sejak diterimanya berkas permohonan beserta seluruh

    kelengkapannya. 

    11) Pegawai yang ditugaskan di lingkungan PPTSP diutamakan yangmempunyai kompetensi di bidangnya, dan diberikan tunjangan

    khusus yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikotasesuai dengan kemampuan daerah.

    12) PPTSP memiliki basis data dengan menggunakan sistim manajemeninformasi dan data dari setiap perizinan dan non perizinan yang

    diselesaikan oleh PPTSP disampaikan kepada perangkat daerah

    teknis setiap bulan, dan 

    13) Pengaturan lainnya yang berhubungan dengan penyebarluasaninformasi, kepuasan pelanggan, pengelolaan pengaduan, pembinaan

    dan pengawasan dan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi,

    asosiasi, lembaga sosial, dalam pengembangan PPTSP.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    18/80

    11

    Pengertian Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu menurut Peraturan

    Mendagri dan Keputusan Menpan terdapat perbedaan mendasar, dalam

    KepMenpan memberikan alternative pilihan kepada daerah dalam

    menerapkan pola pelayanan. Dalam KepMenpan dimaksud, juga

    ditegaskan bahwa PTSP memiliki kewenangan menyelenggarakan

    berbagai jenis  pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan

    dilayani melalui satu pintu, tidak seluruh perizinan dan non perizinan,

    dan tidak ditegaskan sebagai perangkat daerah. 

    Sedangkan Permendagri secara tegas menyatakan bahwa Penyelenggara

    Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah Perangkat Daerah yang

    memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan

    dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu.

    Dengan ditetapkannya PPTSP sebagai perangkat daerah yang diberi

    wewenang mengelola seluruh pelayanan perizinan dan non perizinan,dapat diasumsikan; pertama,  membentuk lembaga perangkat daerah

    baru, kedua,  jenis dan kewenangan pelayanan perizinan dan non

    perizinan yang saat ini tersebar di berbagai dinas/instansi digabungkan

    atau disatukan menjadi tugas, fungsi dan wewenang PPTSA.

    Dengan demikian akan terjadi perubahan mendasar pada struktur

    organisasi pemerintah daerah. Perubahan organisasi memerlukan

    kebijakan daerah untuk melakukan pengembangan lembaga pelayanan

    perizinan melalui restrukturisasi Organisasi Pemerintah Daerah.

    Perubahan juga terhadap Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah

    dan Sekretariat Daerah yang ada saat ini, termasuk perumusan danpenysunan kembali Tupoksi yang lebih tegas dan jelas berorientasi

    pelayanan masyarakat (eksternal).

    B.  Unit Pelayanan Terpadu 

    1. Apa itu Unit Pelayanan Terpadu? 

    Untuk lebih memberikan pemahaman dan memiliki persepsi yang sama, kita

    mulai dengan pertanyaan apa itu Unit Pelayanan Terpadu? 

    Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah satu lembaga atau Institusi yang

    merupakan suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta/

    dunia usaha, melakukan hubungan kerja (interaksi) dengan pihak pemerintah

    (otoritas) guna mengajukan permohonan dan mendapatkan perizinan usaha

    dan lainnya yang dibutuhkan atau diperlukan, daripada harus mengajukan

    permohonan ke beberapa institusi pemerintahan yang tersebar.

    Keberadaan UPT-UPT sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat

    umum dan dunia usaha, karena dengan demikian masyarakat umum dan para

    pengusaha dapat mengajukan permohonan izin dan mendapatkan izin-izin

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    19/80

    12

    dengan lebih mudah, terjangkau, waktu penyelesaian yang cepat, biaya

    pelayanan yang pasti dan transparan. 

    2. Apa Tujuan dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu? 

    Tujuan dibentuknya unit pelayanan terpadu, adalah penyederhanaan

    penyelenggaraan pelayanan perizinan yang dilakukan secara terpadu, untuk

    meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan akses yang lebih luas

    kepada masyarakat memperoleh pelayanan publik.

    UPT diselenggarakan oleh satu penyelenggara pelayanan pada satu tempat,

    masyarakat umum dan pengusaha cukup datang kesatu tempat untuk

    mendapatkan pelayanan satu atau lebih pelayanan perizinan.

    3. Apakah penting Status Hukum sebuah Unit Pelayanan Terpadu?

    Ada tiga status hukum yang bebeda bagi suatu UPT, yaitu Dinas, Kantor dan

    Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dibawah Dinas, kemudian Kantor

    UPT yang mandiri. Secara teoritis, dikaitkan dengan struktur organisasi

    (jabatan struktural dan fungsional) yang mempunyai tingkatan status

    tertinggi dalam jabatan adalah Dinas (eselon II), kemudian Kantor dengan

    status dalam jabatan eselon III, UPTD dengan status dalam jabatan eselon

    IV, dan Kantor UPT umumnya tidak berstatus (struktural maupun

    fungsional). 

    Status atau kedudukan organisasi tersebut ditetapkan dengan Peraturan

    Daerah yang mengatur Struktur Organisasi Pemerintah Daerah, dandilaksanakan oleh Kepala Daerah dengan Peraturan atau Keputusan Kepala

    Daerah, Keberagaman daerah dan keberagaman komitmen KEPALA

    DAERAH, berpengaruh terhadap pemberian status UPT dimaksud, dan

    ditemui berbagai macam status yang diberikan terhadap UPT. Contoh UPT

    di Malang berstatus Dinas, UPT di Kota Tangerang berstatus Kantor, dan

    UPT di Sragen berstatus Kantor UPT mandiri yang diberi kewenangan

    penuh untuk memberikan pelayanan perizinan. 

    Dalam praktek, status atau kedudukan UPT-UPT yang tinggi, tidak terkait

    dengan otoritas/kewenangan yang lebih tinggi, seperti Sragen meskipunstatusnya rendah, tetapi diberi atau memiliki otoritas tinggi untuk melakukan

    koordinasi dan pemberian perizinan (dilihat dari jumlah dan jenis pelayanan,

    Malang menawarkan 9 jenis pelayanan, Sragen menawarkan 28 jenis

    pelayanan, dengan otoritas yang sama). 

    Keberhasilan UPT dalam menyelenggarakan pelayanan perizinan, tidak

    mutlak ditentukan oleh status atau tingkat kedudukan organisasi, akan tetapi

    sangat ditentukan oleh Komitmen Kepala Daerah dan institusi pemerintah

    daerah yang terkait, dan pelimpahan wewenang dari Kepala Daerah untuk

    memberikan layanan perizinan. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    20/80

    13

    Manajemen Cerdas; Keberhasilan Unit Pelayanan Terpadu tidak ditentukan oleh status

     dalam organisasi, tetapi ditentukan oleh; 1) Komitmen Kepala Daerah dan Aparat

     pelaksananya, dan 2) pelimpahan kewenangan atau otoritas untuk menyelenggarakan

     pelayanan perizinan.

    C.  Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu 

    Proses pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang

    berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan besarnya biaya dan kepastian

    waktu dalam proses dan penyelesaian, lokasi atau tempat yang tersebar dan

    adanya biaya extra yang dikeluarkan, menjadi sorotan dan keluhan masyarakat

    umum dan swasta/dunia usaha baik ditingkat lokal, nasional maupun

    internasional. Penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan

    harapan masyarakat akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat

    dan dapat menghambat masuknya investasi serta pengembangan perekonomian

    daerah. Pada gilirannya, tidak menguntunkan daerah dan akan melemahkan ataumengganggu kemampuan daerah untuk membiayai otonominya.

    Perubahan paradigma kebijakan otonomi daerah, menjadi keharusan untuk

    ditindaklanjuti oleh daerah. Perubahan pola pikir dan komitmen dari pimpinan

    dan pimpinan manajerial daerah yang lebih progresif sangat dibutuhkan dan

    menentukan di dalam melakukan perubahan kebijakan dan startegi meningkatkan

    pelayanan publik . Perubahan strategi dan kebijakan pelayanan publik menjadi

    prioritas untuk dilakukan, dalam upaya memberikan solusi mengatasi

    permasalahan buruknya pelayanan publik, dan upaya meningkatkan investasi dan

    perekonomian daerah guna tujuan mensejahterakan masyarakat.

    Kebijakan pelayanan publik diarahkan untuk pertama; penyederhanaan

    penyelenggaraan pelayanan publik, melalui restrukturisasi kelembagaan, kedua,

    melakukan penyederhanaan pelayanan perizinan yang berkaitan dengan

    persyaratan, prosedur, proses dan penyelesaian perizinan.

    Pemerintah daerah telah mengambil langkah kebijakan penyederhanan

    penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan membentuk lembaga unit

    pelayanan terpadu (UPT). Bercermin dari pengalaman pelaksanaan UPT,

    penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan tidak sesederhana

    teori dan semudah membuat konsepnya. Penyederhanaan penyelenggaraan

    pelayanan perizinan merupakan proses kegiatan berkelanjutan yang harus

    dilaksanakan secara bertahap dan terpadu dengan program lain, dan dilandasi

    komitmen serta kerjasama untuk meningkaka kualitas pelayanan publik . Dalam

    praktek pelaksanaannya, penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu,

    mengalami pasang surut, bahkan dibeberapa daerah UPT tidak berfungsi

    sebagaimana diharapkan, dan penyelenggaraan pelayanan kembali dilakukan

    secara tradisional di masing-masing Dinas/Instansi.

    Di beberapa daerah, penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu satu

    atap/pintu, telah berhasil dilaksanakan dengan baik, bahkan keberhasilan praktek

    terbaik dalam penyelenggaraan pelayanan diakui dan mendapat penghargaan

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    21/80

    14

    dari pemerintah dan lembaga internasional (ISO). Dalam proses

    perkembangannya, daerah-daerah tersebut telah mampu menciptakan iklim

    kondusif bagi kegiatan dunia usaha mengembangkan usaha dan meningkatkan

    investasi. Disisi lain, dampak positifnya adalah meningkatnya kepercayaan

    masyarakat terhadap kinerja pelayanan pemerintahan daerah. 

    Dari penelusuran atas keberhasilan daerah seperti Jembrana, Sragen, Solok, Pare-

    Pare, dan daerah lainnya, penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non

    perizinan melalui pelayanan terpadu dan atau dengan nama lainnya, ternyata

    sangat ditentukan oleh kebijakan dan komitmen pimpinan daerah.

    Komitmen Kepala Daerah dan jajaran aparat pelaksana yang didukung oleh

    DPRD, telah berhasil melakukan restrukturisasi organisasi yang berorientasi pada

    peningkatan pelayanan dan kontribusinya sangat tinggi dalam meningkatkan

    kinerja manajemen pemerintahan yang efisien dan efektif, mengefektifitaskan

    sistem, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta ketegasan dan kejelasan

    pengawasan, sanksi dan reward .

    Demikian pula, langkah kebijakan pimpinan daerah dalam meningkatkan

    kompetensi aparat penyelenggara pelayanan dalam pelaksanaan tugas, fungsi,

    kewajiban dan tanggungjawab memberikan pelayanan publik, cukup berhasil

    mengubah mind   set   aparat menjadi lebih progresif, terutama di dalam

    membangun komitmen dan kebersamaan melaksanakan visi, misi dan tujuan

    organisasi.

    Dalam kontek kesejahteraan pegawai, di beberapa daerah seperti Gubernur

    Gorontalo dan Bupati Solok, telah menetapkan kebijakan dan komitmen untuk

    mengambil langkah-langkah pemangkasan hambatan birokrasi seperti, prosedurdan persyaratan, kepastian waktu proses dan penyelesaian, dan beban biaya extra

    atau pungli. Langkah tersebut, dibarengi dengan upaya meningkatkan

    kesejahteraan pegawai, baik dalam bentuk bonus, penghargaan dan tunjangan,

    serta menghapuskan kesan atau pandangan adanya “meja air mata dan meja

    mata air”, dengan kebijakan pemerataan kesejahteraan aparat secara

    proporsional. 

    Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman

    Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, memperjelas dan mempertegas

    bahwa kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus

    dlaksanakan secara terpadu satu pintu. Permendagri dimaksud mendapat responpositif dari daerah, dan saat ini menjadi bahan pembahasan alot di daerah,

    karena restrukturisasi kelembagaan yang ada dapat menimbulkan banyak

    masalah dan perlu dipecahkan bersama, terutama yang berkait dengan (seperti,

    konsekuensi hapusnya jabatan, penempatan pegawai dan distribusi kewenangan).

    Disisi lain, kendala bagi daerah, adalah belum ditetapkannya Peraturan Presiden

    yang mengatur pembagian urusan dan kewenangan (penganti PP 25/2000) dan

    Peraturan Presiden yang mengatur Pedoman Organisasi Pemerintah Daerah

    (penganti PP 8/2002, menjadi kendala daerah dalam mempersiapkan dan

    merumuskan desain dan srtuktur Organisasi Pemerintah Daerah yang berorientasi

    pelayanan. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    22/80

    15

    Saran; Sementara menunggu PerPres tentang Pembagian Urusan dan Wewenang, dan PerPres

    tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Daerah yang baru, sebaiknya Daerah merintis

    persiapan pengembangan lembaga PPTP, dengan melakukan evaluasi terhadap stuktur organisasi

    pemerintah daerah, organisasi dan tata kerja perangkat daerah dan secretariat daerah yang ada,

    terutama yang berkaitan tugas dan fungsi, uraian tugas yang masih berorientasi kedalam, danmenyamakan persepsi yang berorientasi pelayanan. Melakukan identifikasi urusan yang nyata

    ada di daerah yang memiliki beban tugas dan volume kegiatan tinggi, jenis perizinan yang sesuai

    dengan kondisi daerah yang berhubungan dengan urusan dan kewenangan daerah ( urusan daerah,

    concurrent  dan pembantuan) dan kegiatan lainnya. 

    Pembentukan PPTSP, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintahan daerah,

    untuk merumuskan strategi dan kebijakan organisasi yang semula berorientasi

    kedalam  yaitu; urusan, hak dan kewenangan organisasi dan/atau pejabatnya,

    diubah menjadi organisasi yang berorientasi pada pelayanan atau pelanggan.

    Yang harus dipahami dan disepakati bersama bahwa, tidak semua  jenis

    pelayanan perizinan dan/atau non perizinan sertamerta  tepat, efisien danefektif diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu. 

    Pertimbangan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, seharusnya menjadi

    dasar menetapkan kebijakan pelimpahan wewenang penyelenggaraan pelayanan

    perizinan dan non perizinan tertentu kepada perangkat daerah. Untuk jenis

    pelayanan tertentu dimaksud, akan lebih baik dan lebih layak untuk dilimpahkan

    penyelenggaraannya ke unit pemerintahan tertentu (seperti; Kecamatan,

    Desa/Kelurahan atau UPTD tingkat Kecamatan). Dengan pertimbangan

     jangkauan pelayanan yang luas (untuk Kabupaten tertentu), maka

    untukmendekatkan pelayanan pada masyarakat, unit organisasi tersebut perlu

    difungsikan mendapat pelimpahan wewenang sebagai  front office /  front line

    pelayanan terpadu. 

    Disamping itu, perlu dipertimbangkan, bahwa ada jenis pelayanan perizinan

    yang sifatnya teknis, seperti; tempat dan peralataan untuk uji kelaikan kendaraan

    bermotor, karena memerlukan biaya besar apabila dipindahkan dan/atau

    membangun baru dilokasi PPTSP. Demikian pula ada jenis pelayanan non

    perizinan yang di terpadukan, karena sifatnya temporer, seperti izin praktek

    dokter, izin menggunakan jalan umum dan lain sebagainya. 

    Peraturan Mendagri mengenai kelembagaan PPTSP dimaksud, menjadi dilematisuntuk daerah, disatu sisi harus mengikuti aturan yang seragam, disisi lain kondisi

    kebutuhan di lapangan beragam dan memerlukan diskresi. Sementara kegiatan

    pembinaan, pengawasan dan penilaian kinerja pemerintahan daerah oleh

    pemerintah, di dasarkan pada pendekatan aspek legalitas (rule government ), atau

    mengutamakan faktor ketaatan.

    D.  Konsekuensi Pemberian Perizinan

    1.  Pemberian otonomi kepada daerah, pada dasarnya memberikan sebagian

    urusan dan wewenang pemerintahan kepada daerah, untuk menjalankan hak,

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    23/80

    16

    wewenang, tanggungjawab dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri

    kebutuhan masyarakatnya. Konsekuensinya adalah tanggungjawab dan

    kewajiban daerah memberikan dan menyediakan pelayanan sesuai dengan

    kebutuhan masyarakat.

    Ada dua varian pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu;

    pelayanan yang menghasilkan “public goods”  dan pelayanan yang

    menghasilkan “ public regulations” 

    Public goods, pada  umumnya menghasilkan barang atau dalam bentuk

    “ hardware”, seperti penyediaan; jalan, jembatan, pasar, sekolah, rumah

    sakit, transportasi, terminal, listrik, tilpon dan lainnya yang dibutuhkan

    masyarakat. Disamping menghasilkan barang, Public goods  juga

    menghasilkan  jasa, seperti; pemadam kebakaran, ketertiban, persampahan,

    pertamanan dan lainnya. 

    Produk  public goods, pada hakekatnya merupakan salah satu kewajiban

    yang harus disediakan oleh Pemerintahan Daerah, dalam kerangka

    menjalankan hak dan wewenang mengurus daerah dan masyarakatnya, untuk

    kesejahteraan masyarakat.

    Public regulations, pada umumnya berbentuk ‘software’ produknya beberapa

    peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala

    Daerah dan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya.

    Produk  public regulations, merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah

    dalam menjalankan hak dan wewenang mengatur  daerah danmasyarakatnya, dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di

    daerahnya.

    Keluarannya berbentuk aturan yang mewajibkan  penduduknya, seperti

    harus memiliki KTP, Akte Kelahiran, Akte Perkawinan, IMB, HO, SIUP dan

    sebagainya, dan dikenal dengan perizinan dan non perizinan. 

    Konsekuensi  public regulations  bagi Pemerintah Daerah adalah kewajiban

    memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya untuk mendapatkan

    periizinan dan non perizinan yang diperlukan, guna meningkatkan

    kesejahteraan masyarakat, meningkatkan investasi dan pemberdayaanmasyarakat. 

    Diperlukan kebijakan Pemerintahan Daerah, dan komitmen Kepala Daerah

    bersama aparat penyelenggaraannya untuk melakukan penyederhanaan

    penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan, dan untuk itu harus:

    a.  mampu mengetahui dan memahami jenis perizinan apa yang dibutuhkandan diperlukan oleh masyarakat;

    b.  mampu menganalisis jenis perizinan apa saja yang tersebar di Dinas/Instansi Pemerintah Daerah dan mengetahui proses dan prosedur

    pelaksanaan pemberian perizinan; 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    24/80

    17

    c.  mampu menyiapkan kebijakan dan strategi memangkas; birokrasipelayanan, prosedur dan persyaratan perizinan,

    d.  mampu menganalisis dan menyiapkan rumusan kebijakan dan strategipenyederhanaan pelayanan perizinan;

    e.  mampu mengambil langkah kebijakan operasional untuk memberikanpelayanan dan mengarahkan staf untuk memberikan pelayanan prima,

    cepat, tidak berbelit-belit, transparan yang berkait; informasi, kepastian

    biaya, kepastian waktu proses dan penyelesaian, akuntabel dan

    memuaskan masyarakat; 

    f.  mampu merumuskan kebijakan pimpinan untuk memberikan ruang bagimasyarakat berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan dan

    melakukan pengawasan;

    g.  mampu memberikan masukan kepada pimpinan untuk tidak tebang pilihdalam penegakan hukum (law enforcement ), terhadap aparat

    penyelenggara dan pelaksana pelayanan yang melanggar hukum dan/atau

    melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum/kebijakan,berbuat tercela dan tidak melaksanakan komitmen;.

    2.  Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkanperaturan daerah atau peraturan lainnya, dan merupakan bukti legalitas yang

    menyatakan sah atau dibolehkannya seseorang atau badan hukum melakukan

    kegiatan tertentu. Pemberian izin atau perizinan, berkaitan dengan perbuatan

    hukum yang dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundang-

    Undangan, oleh karena itu, selain memiliki kekuatan hukum, izin juga

    memiliki implikasi hukum.

    Konsekuensi hukum pemberian izin dan/atau akibat izin yang diterbitkan,perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah dan/atau pejabat

    penyelenggara pelayanan perizinan, agar tidak keliru dalam melakukan

    langkah terobosan atau inovasi dalam upaya mewujudkan pelayanan yang

    prima dan/atau untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Kebijakan

    perizinan atau pemberian izin yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan

    Peraturan Perundang-undangan, atau merugikan masyarakat luas, pemerintah

    daerah dan negara, berakibat berurusan dengan hukum. 

    Contoh; Dibeberapa Daerah banyak pejabat yang dijadikan saksi atau tersangka dan bahkan

    terpidana, karena memberikan izin (seperti; penambangan timah, batubara, perkebunan,

    penebangan hutan, dan lainnya).

    Permasalahan yang dikeluhkan dunia usaha dibidang pelayanan perizinan dan

    dianggap menghambat investasi di daerah, sebenarnya tidak sepenuhnya

    sebagai akibat dari kebijakan daerah, karena banyak masalah perizinan yang

    timbul sebagai akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau

    Provinsi. Namun masyarakat dan dunia usaha, tidak mau mengerti dan/atau

    tidak mau tahu, sehingga sasaran ketidakpuasan tetap diarahkan kepada

    Pemerintah Daerah.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    25/80

    18

    Konsekuensinya, daerah harus berusaha optimal untuk mengubah pola pikir

    yang progresif untuk memperbaiki dan menberikan pelayanan perizinan yang

    prima, antara lain dengan memangkas berbagai hambatan birokrasi, prosedur

    dan persyaratan, kepastian waktu dan biaya, serta transparansi untuk

    mendapatkan informasi, serta adanya jaminan keamanan.

     Manajemen cerdas: 

    Pertama, Mengubah pola pikir pemberian perizinan yang berorientasi Pendapatan

    Asli Daerah, karena izin tidak tepat menjadi tumpuan (target) Pendapatan Asli

    Daerah. Perizinan merupakan salah satu alat untuk menciptakan ketentraman dan

    ketertiban, agar masyarakat tentram dan tertib dalam menjalankan kehidupan dan

    usahanya, tertib dan taat terhadap aturan dan tidak mengganggu ketentraman dan

    ketertiban umum;

    Kedua,  Pemberian izin, memiliki implikasi hukum, artinya harus ada kepastian

    bahwa Pemda tidak akan mengubah kebijakan perizinan dan memberi jaminan atau

    perlindungan hukum terhadap orang perorangan atau badan hukum untukmelaksanakan kegiatannya;

    Ketiga, Pemberian izin membawa konsekuensi bagi Pemda, Pemda harus menjamin

    kepastian perencanaan (tidak ada perubahan rencana peruntukan tanah/lokasi, dan

    penggusuran). Pemda juga berkewajiban untuk menyediakan pelayanan publk

    berupa sarana dan fasilitas pendukung pengembangan investasi, seperti jalan,

     jembatan, pelabuhan, listrik, tilpon, dan lainnya (koordinasi perencanan dengan

    Instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah non Departemen dan BUMN dan

    terintegrasi dalam RPJMD dan RKPD). 

    Keempat , Pemda harus memiliki orientasi atau naluri bisnis dalam memberikan

    pelayanan, artinya memahami apa yang dibutuhkan dan diperlukan dunia usahauntuk berbisnis, dan memahami tujuan pengusaha adalah mencari rente atau

    keuntungan yang setinggi-tingginya. Diperlukan strategi dan trick bagaimana modal

    masuk dan kegiatannya tetap bertahan dan berkembang di daerah, karena oreintasi

    pebisnis/pengusaha akan mencari tempat atau lokasi lain yang kondusif, aman dan

    menguntungkan, serta tidak dibebani biaya pengeluaran tinggi diluar kepentingan

    usahanya. 

    Kelima,  Menciptakan iklim yang kondusif agar kegiatan usaha yang dilakukan

    masyarakat/swasta dapat berkembang, dan melakukan kerjasama dan/atau bermitra

    dengan pengusaha untuk menciptakan pasar kerja dan tumbuh kembangnya kegiatan

    usaha pendukungnya termasuk UMKM. Terbukanya lapangan kerja dan usaha, akan

    meningkatkan pendapatan masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan, pada

    gilirannya masyarakat mampu membayar pajak dan retribusi untuk mendukung

    kemampuan Pendapatan Asli Daerah (income generating). 

    F.  Latihan/ Diskusi

    Topik Bahasan Diskusi 

    Diskusi Pleno, dengan Topik diskusi: “Pelaksanaan Kebijakan pembentukan

    UPT atau UPTSA dibeberapa daerah tidak berjalan optimal“.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    26/80

    19

    Diskusikan; Mengapa kebijakan tersebut tidak berjalan baik, bagaimana dan apa

    yang seharusnya dilakukan oleh anda sebagai pimpinan manajerial eselon II di

    dalam menyikapi pelaksanaan kebijakan tersebut. Strategi dan kebijakan seperti

    apa yang anda siapkan untuk meyakinkan pimpinan dan menyamakan persepsi

    aparat dilingkungan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan

    publik (komitmen, kelembagaan, kewenangan, sumber daya aparat pelaksana,

    dana, sarana dan prasarana). 

     Brainstorming, identifikasi masalah, problem pokok masalah dan solusinya

    (buat notulen dan hasil rumusannya/ handout  bagi peserta). 

    F.  Rangkuman 

    1.  Kebijakan pelayan peizinan diatur dalam berbagai perturan perundang-

    undangan, antara laina.  Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

    Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain

    mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik , yaitu; Pola Pelayanan

    Fungsional, Pola Pelayanan Terpusat, dan Pola Pelayanan Terpadu

    mencakup; Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) dan Pola

    Pelayanan Terpadu Satu Pintu, serta Pola Pelayanan Gugus Tugas.

    b.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 TentangPedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang

    ditetapkan  dalam kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuaidengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan

    Perbaikan Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui

    peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih

    besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. 

    Terdapat perbedaan mendasar, antara pengertian Pola Pelayanan Terpadu

    Satu Pintu menurut Peraturan Mendagri dan menurut Keputusan Menpan,

    KepMenpan memberikan alternative pilihan kepada daerah sesuai pola

    pelayanan, untuk membentuk lembaga penyelenggara pelayanan, dan

    penyelenggara PTSP memiliki kewenangan menyelenggarakan berbagai

     jenis  pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melaluisatu pintu (tidak seluruh perizinan dan non perizinan).

    Dalam Permendagri secara tegas dinyatakan bahwa Penyelenggara Pelayanan

    Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah Perangkat Daerah yang memiliki tugas

    pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan dan non perizinan di

    daerah dengan sistim satu pintu.

    Permendagri dimaksud, menegaskan bahwa PPTSP sebagai perangkat

    daerah yang diberi wewenang mengelola seluruh pelayanan perizinan dan

    non perizinan, dapat diasumsikan; pertama, membentuk lembaga perangkat

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    27/80

    20

    daerah baru, kedua, jenis dan kewenangan pelayanan perizinan dan non

    perizinan yang saat ini tersebar di berbagai dinas/instansi digabungkan atau

    disatukan menjadi tugas, fungsi dan wewenang PPTSP. Akan terjadi

    perubahan mendasar pada struktur organisasi pemerintahan daerah, yaitu

    dilakukannya penataan Organisasi dan TUPOKSI Perangkat Daaerah yang

    ada saat ini. 

    2.  Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah satu lembaga atau Institusi yangmerupakan suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta/

    dunia usaha, melakukan hubungan kerja (interaksi) dengan pihak pemerintah

    (otoritas) guna mengajukan permohonan dan mendapatkan perizinan usaha

    dan lainnya yang dibutuhkan atau diperlukan. Keberadaan UPT,

    dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat atau swasta/

    dunia usaha untuk mendapatkan pelayanan perizinan yang diselenggarakan di

    satu tempat, sehingga tidak perlu lagi mendatangi ke beberapa institusi

    pemerintahan yang tersebar di berbagai tempat/lokasi.

    3.  Konsekuensi pemberian hak dan wewenang otonomi kepada daerah, adalahtanggungjawab dan kewajiban pemerintahan daerah, untuk memberikan dan

    menyediakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

    Ada dua variant pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu;

    pelayanan yang menghasilkan “public goods”  dan pelayanan yang

    menghasilkan “ public regulations” 

    Public goods, pada  umumnya menghasilkan barang atau dalam bentuk

    “ hardware”, seperti penyediaan  ; jalan, jembatan, pasar, sekolah, rumahsakit, transportasi, terminal, listrik tilpon dan lainnya yang dibutuhkan

    masyarakat.

    Public regulations, pada umumnya berbentuk ‘software’ produknya beberapa

    Peraturan Perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala

    Daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya. 

    Produk  public regulations, merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah

    dalam menjalankan hak dan wewenang mengatur  daerah dan

    masyarakatnya, dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di

    daerahnya.

    Keluarannya berbentuk aturan yang mewajibkan  penduduknya, seperti

    harus memiliki KTP, Akte Kelahiran, Akte Perkawinan, IMB, HO, SIUP dan

    sebagainya, dan dikenal dengan perizinan dan non perizinan. 

    4.  Pemerintah daerah telah mengambil langkah kebijakan penyederhananpenyelenggaraan pelayanan perizinan dengan membentuk unit pelayanan

    terpadu (UPT). Bercermin dari pengalaman pelaksanaan UPT di beberapa

    daerah, penyederhanaan pelayanan perizinan tidak sesederhana teori dan

    semudah membuat konsepnya. Penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    28/80

    21

    perizinan merupakan proses kegiatan berkelanjutan yang harus dilaksanakan

    secara bertahap dan terpadu dengan program lain. 

    5.  Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkanperaturan daerah atau peraturan lainnya, dan merupakan bukti legalitas yang

    menyatakan sah atau dibolehkannya seseorang atau badan hukum melakukan

    kegiatan tertentu. Pemberian izin atau perizinan, berkaitan dengan perbuatan

    hukum yang dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundang-

    undangan, oleh karena itu, selain memiliki kekuatan hukum, perizinan juga

    memilki implikasi hukum. 

    6.  Konsekuensi  public regulations  bagi Pemerintah Daerah adalah kewajibanmemberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya untuk mendapatkan

    perizinan dan non perizinan yang diperlukan, meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat, meningkatkan investasi dan pemberdayaan masyarakat.

    Diperlukan kebijakan Pemerintahan Daerah, dan komitmen Kepala Daerah bersama aparat penyelenggaranya  untuk melakukan penyederhanaan

    penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    29/80

    22

    BAB III 

    KEBIJAKAN PEMBENTUKAN

    LEMBAGA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) 

    Setelah mempelajari Bab III ini, peserta mampu; 

    1.   Menganalsis dan mengevaluasi kebijakan daerah dalam pelaksanaan pelayanan perizinan;

    2.   Menganalisis, merumuskan dan menyiapkan strategi dankebijakan pengembangan kelembagaan yang berorientasi

     pelayanan; 

    3.   Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis pembentukan lembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu

     pintu (PPTSP)

    A.  Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) 

    1. Pengantar 

    a.  Masyarakat umum dan kalangan dunia usaha sering mengeluhkan prosespelayanan perijinan oleh pemerintah yang berbelit-belit, tidak transparan, dan

    perlu biaya extra. Mereka sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor lain

    hanya untuk mengurus suatu layanan perijinan, kondisi tersebut membuat

    masyarakat kecewa dan merasa dipermainkan dan dibohongi oleh janji aparat

    penyelenggara pelayanan umum (pemerintah), sehingga masyarakat menilai

    kinerja pelayanan umum secara keseluruhan buruk dan tidak memuaskan.

    Bagi kalangan dunia usaha, masalah yang sering dikeluhkan adalah ketidak-

     jelasan prosedur, kepastian biaya dan waktu proses dan penyelesaian

    perizinan, sehingga secara rata-rata biaya yang dikeluarkan pada akhirnya

    tinggi. Kondisi pelayanan perizinan yang buruk, menyebabkan menurunnya

    atau berkembangnya ketidak kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

    Berdasarkan fakta ini Departemen Dalam Negeri meminta kepada Pemerintah

    Daerah untuk mengembangkan pelayanan perijinan yang terpadu melalui

    Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD tanggal 16 Januari

    1997 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perijinan di Daerah dan

    Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1998 tentang Pelayanan

    Perijinan Satu Atap di Daerah.

    Demikian pula, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah

    menerbitkan berbagai Peraturan Perundang-undangan/pedoman bagi

    pemerintah dan pemerintah daerah, untuk meningkatkan pelayanan, melalui

    berbagai model pelayanan publik (termasuk pola pelayanan terpadu satu atap

    (PTSA) dan pola pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)).

    b.  Merespon permasalahan tersebut, beberapa pemerintah daerah telah

    mengeluarkan kebijaksanaan untuk membentuk pelayanan terpadu satu atap,

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    30/80

    23

    dimana dengan model tersebut masyarakat dalam mengurusi perijinan hanya

    perlu mendatangi kantor PT-SA untuk mengurus semua pelayanan perijinan

    yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. 

    c.  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang PedomanPenyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), ditetapkan dalam

    kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan Instruksi Presiden

    Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Investasi, untuk

    mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan

    memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil

    dan menengah. 

    Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, dan untuk melaksanakan Peraturan

    Menteri Dalam Negeri tersebut diatas, maka untuk memudahkan peserta dan

    daerah melaksanakan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP),khususnya pembentukan perangkat daerah PPTP, dalam bab ini dicontohkan

    beberapa proses dan bentuk LPTSP. Secara garis besar diuraikan beberapa

    Alternatif Bentuk Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (LPTSP), dan

    analisis bentuk LPTSP yang dianggap paling sesuai untuk dikembangkan 

    dalam proses pembentukan PPTSP. 

    2. Komitmen Pimpinan dan Penyelenggara Pelayanan

    a.  Buruknya pelayanan di daerah bukan semata-mata karena merupakan hasil dari

    kegagalan atau ketidakmampuan atau rendahnya pengetahuan teknologi yangdimiliki pada sebagian staf pemerintah daerah, tetapi juga karena banyak faktor

    seperti  peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pelayanan publik

    yang diterbitkan oleh pemerintah yang berubah-ubah atau tidak konsisten,

    sehingga mempengaruhi kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik di

    daerah.

    Faktor lain, sebagian penyelenggara pelayanan di daerah, perpandangan bahwa

    pelayanan publik bukan merupakan tugas pokok dan fungsinya, dan

    menganggap pelayanan publik sebagai tugas tambahan. Salah satu faktor

    penyebabnya adalah, tugas pelayanan publik dan/atau pelayanan perizinan

    tidak jelas dan tidak tegas tersurat dalam struktur organisasi pemerintahan

    daerah dan/atau organisasi dan tata kerja perangkat daerah yang mengatur dan

    mendistribusikan tugas pokok, fungsi dan uraian tugas (job deskription) 

    kepada satuan kerja atau penjabatnya. 

    Demikian pula, inefisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah, pada

    dasarnya tidak menggambarkan sepenuhnya karena semata-mata kekurangan

    atau ketidak mampuan sumber daya manusia, tetapi juga karena problem

    manajemen, komitmen dan kebijakan top pimpinan dan pimpinan bawahnya,

    serta pendekatan yang digunakan di dalam melaksanakan otonomi daerah

    masih di dasarkan pada pendekatan proyek. 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    31/80

    24

    b.  Hampir kebanyakan pimpinan dan aparat penyelenggara pelayanan publik”menganggap” bahwa memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan

    adalah sebagai suatu rangkaian dari pergerakan teknik pemadam kebakaran,

    daripada sebuah strategi dan usaha yang sistimatik. Anggapan demikian, dapat

    dilihat dari usaha yang dilakukan oleh organisasi pemerintahan daerah dan/

    atau  jabatan individu penyelenggaranya, di dalam menghadapi masalah

    pelayanan, kesannya secara umum dalam bertindak seperti petugas pemadam

    kebakaran.

    Ilustrasi; Diyakini bahwa semua pimpinan dan jajaran aparat penyelenggara

    di daerah, mengerti dan memahami bahwa tujuan pemberian otonomi daerah

    adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

    pelayanan publik. Seharusnya, pemerintahan daerah merespon dan

    menindaklanjutinya dengan membuat strategi dan kebijakan pelayanan publik.

    Dalam kontek tujuan pemberian otonomi daerah, Pemerintah menetapkanberbagai kebijakan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu strategi

    untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya

    kebijakan dibidang pelayanan perizinan dengan membentuk Unit Pelayanan

    Terpadu. 

    Dalam praktek, tidak semua daerah melaksanakan kebijakan tersebut, dari

    hasil penelusuran dan evaluasi (sumber; Depdagri) permasalahan pokoknya

    adalah rendahnya komitmen dan kepedulian dari top pimpinan, pimpinan

    menengah dan bawah di daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas

    pelayanan perizinan. 

    Permasalahan lainnya adalah; pertama,  kebanyakan aparat pemerintahan

    daerah ”lupa” terhadap fungsi utamanya sebagai aparat pelayanan, dan

    menganggap pelayanan adalah tugas atau fungsi tambahan  dari pekerjaan

    lainnya (dapat dilihat dari tugas pokok, fungsi dan uraian tugas yang lebih

    berorientasi kedalam yaitu kepentingan urusan dan wewenangnya). Umumnya

    aparat baru bergerak setelah terjadi suatu masalah pelayanan. 

    Kedua, Ketika pelayanan publik mengarah pada kualitas pelayanan, banyak

    aparat atau organisasi ”melihatnya  sebagai cahaya  atau lampu hijau suatu

    keberhasilan” dan umumnya ”tidak melihat bahwa kualitas pelayanan sebagai

    suatu area yang nyata dan penting dilaksanakan”. 

    Ketiga,  kualitas pelayanan biasanya tidak pernah diintegrasikan kedalam

    kegiatan sehari hari satuan unit kerja, maupun satuan k erja dalam satu

    kesatuan organisasi. Bahkan pelayanan publik dianggap tidak menjadi tugas

    dan kewajibannya yang dapat membentuk   perilaku dan sikap aparat sebagai

    abdi pelayanan. Hal ini tidak terlihat atau tidak pernah ditunjukkan atau

    menjadi budaya kerjanya.

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    32/80

    25

    c.  Inisiatif memulai untuk membuat strategi dan kebijakan, serta melaksanakanperbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan sangat mudah dilakukan.

    Tetapi melaksanakan atau melakukan perbaikan atau peningkatan kualitas

    pelayanan secara rutin dan berkelanjutan bukan perkara mudah dan menjadi

    sesuatu yang berbeda. Memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan

    adalah proses yang berkelanjutan, kualitas pelayanan bukan tujuan akhir,

    kualitas pelayanan akan berubah dan terus meningkat sesuai dengan tuntutan

    dan harapan masyarakat. Kualitas pelayanan yang sekarang diterima dan

    memuaskan  masyarakat, mungkin dimasa mendatang tidak lagi dianggap

    memuaskan masyarakat. 

    Kata Kunci Pelayanan yang berkelanjutan, adalah menggunakan pendekatan sistimatik dan 

    terencana untuk mengimplementasikan usaha perbaikan atau peningkatan pelayanan dalam

    satu sistim pelayanan untuk mencapai kualitas pelayanan. 

    Sistim pelayanan, adalah keterkaitan semua aparat, secara fisik dan prosedur

    pegawai harus memiliki sikap melayani untuk mempertemukan kebutuhanmasyarakat dan menyampaikan layanan secara berkelanjutan.

    Salah satu strategi memperbaiki kualitas pelayanan perizinan adalah

    perubahan pola pikir (mind set ) dari top pimpinan dan aparatnya, untuk

    membangun komitment. Tanpa komitmen dan dedikasi dari top pimpnan dan

    pimpinan bawahnya, tanpa dukungan dan partisipasi seluruh aparat

    penyelenggara pemerintahan daerah, sebaik apapun rencana, strategi, design

    dan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan, akan sia-

    sia dan gagal dilaksanakan.

    B. Organisasi Berorientasi Pelayanan 

    1.  Struktur dan desain organisasi merupakan bagian penting dalam pekerjaanmanajemen publik, tanpa desain organisasi yang efektif, pelayanan yang

    disampaikan hanya akan menjadi fenomena tugas penyedia saja. Banyak komentar 

    atau kritik dari para akademisi terhadap desain organisasi yang dianggap

    cenderung mengikuti trend, termasuk  kritik terhadap aktivitas aspek lainnya dalam

    organisasi. Pandangan atau kritik (masukan) yang diterima saat ini, terutama pada

    area struktur organisasi dapat dirangkum sebagai berikut : 

    a.  Birokrasi bersifat rigid atau kaku dan kurang responsif terhadap tuntutanperubahan;

    b.  Struktur desentralisasi (mendekatkan  pada konsumen) adalah bentukorganisasional yang paling tepat; 

    c.  Unit organisasi yang tidak besar atau kecil dan sederhana dianggap lebihefisien dan ef ektif , daripada unit organisasi yang lebih besar atau gemuk. 

    2.  Bagaimana organisasi pemerintahan daerah kita? Struktur dan design organisasi pemerintahan daerah, cenderung banyak

    dipengaruhi oleh konsep birokasinya Weber. David Mc Kevitt dalam bukunya,

    “ Managing Core Public Service”, hal 124”, menanggapi konsep Birokrasi Weber

    yang secara singkat sebagai berikut: 

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    33/80

    26

    “Weber menjelaskan bahwa birokrasi adalah representasi dari peraturan yang

    rasional untuk mengambil  keputusan yang tetap dan informasi diproses secara

    efisien  sebagai persyaratan untuk setiap pengambilan keputusan. Birokrasi patut 

    dicontoh  oleh organisasi pelayanan publik dan birokrat, sebagai model

    administrator yang professional.

    Weber secara jelas lebih tertarik pada rasionalitas formal daripada gambaran

    efisensi, tetapi karakteristik yang di identifikasikan seringkali di interpretasikan

    seperti itu. Elemen utama dari rangkuman kajian tentang birokrasi yang Weber

    ungkapkan antara lain : 

    a.  Peraturan dan prosedur yang memungkinkan organisasi untuk menjalankanfungsinya dalam mempredik si perilaku rutin dan spesialisasi serta pembagian

    tenaga kerja. 

    b.  Sebagai rantai hierarki perintah.

    c.  Seleksi untuk menentukan kompetensi dasar.d.  Pemisahan antara kepemilikan dan administrasi. e.  Mencatat atau menulis atau mendokmnetasikan tentang tindakan-tindakan,

    keputusan dan peraturan.

    Menurut David Mc Kevitt, formulasi Weber ini digambarkan secara sederhana, dan

    pre-demokratis terhadap kondisi yang langka informasi di abad ke-19. Oleh karena

    itu, gambaran yang diberikan Weber adalah valid dalam beberapa konteks, namun

    tidak dapat dilihat sebagai representasi kompleksitas, lingkungan yang tidak stabil. 

    Kekurangan dari model birokrasi klasik seperti ini dapat dirangkum sebagai

    berikut:a.  Kaku dan defensif, lebih berorientasi kedalam;b.  Menekankan pada pengertian menerima tingkat kinerja minimum;c.  Sasaran Sub unit lebih mengutamakan mengatasi tujuan akhir organisasi ;d.  Melampaui fungsi departemen /bagian.

    3.  Organisasi adalah alat sosial untuk menangani/mengelola informasi, pada kondisihubungan sosial yang stabil antara professional dan staf administrasi, dengan

    pengertian di mana pelayanan telah disampaikan kepada masyarakat sebagai klien.

    Tidak semua masyarakat memerlukan jenis pelayanan yang sama, dan organisasi

    pengelola pelayanan publik harus mampu menggabungkan keragaman dengan

    kebutuhan dan permintaan.

    Sebagai contoh,  Suatu Rumah Sakit besar utama sangat penting memiliki waktu

    24 jam, dan 365 hari untuk mengadakan /menyediakan pelayanan bagi  pasien

    kecelakan dan keadaan darurat, sementara  itu juga harus menyediakan fasilitas

    tambahan perawatan intensif yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan

    pendapatan khusus.

    Sebagaimana yang terjadi pada sektor privat/swasta, organisasi publik harus

    mendesain struktur untuk menyampaikan tujuan strategisnya, untuk menciptakan

    cara menentukan kebutuhan dari keseluruhan arah dan pengawasan, dengan

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    34/80

    27

    persyaratan  yang f leksibel  untuk mengakomodir fungsi  lainnya yang bersifat

    khusus.

    Organisasi, seperti halnya manusia, hidup dan berkembangnya tidak terlepas dari

    pengaruh lingkungan sosial, budaya dan kesejarahan, artinya dalam membentuk

    atau merevitalisasi suatu organisasi harus memperhatikan dan mempertimbangkan

    kondisi sosial budaya dan sejarah serta lingkungan yang mempengaruhinya.

    Sayangnya, berbagai usaha yang mendorong dilakukannya reformasi organisasi,

    sering mengabaikan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, terutama  dalam

    konteks faktor-faktor; ekonomi, sosial, budaya dan perkembangan lingkungan.

    4.  Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, para pimpinan/manager  dan stafprofessional tidak hanya digerakkan oleh keinginan sendiri, tetapi terkait dengan

    landasan konseptual, kebijakan peraturan perundang-undangan, dan tuntutan

    kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan.

    Bagaimanapun juga, tantangan yang dihadapi oleh para pimpinan / manajer

    pelayanan publik yang bekerja dalam konteks profesionalitas sangat tinggi, secara

    umum sama dengan setiap warga negara yang memiliki hak untuk mengharapkan

    pelayanan dan dukungan dari berbagai struktur organisasi yang bertugas

    menyampaikan pelayanan.

    Penyampaian pelayanan yang professional membutuhkan otonomi atau keleluasaan

    untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, otonomi atau keleluasaan di sini termasuk

     juga kebijakan politik dan ekonomi yang mengatur prioritas kepentingan daerah.

    Pimpinan manajerial menengah merupakan pemain kunci untuk memperbaiki atau

    meningkatkan kualitas pelayanan, dan untuk itu mereka membutuhkan pelatihandan pengembangan kompetensinya secara khusus, untuk meningkatkan

    kemampuan dan keterampilannya menyelenggarakan pelayanan publik. 

    Seorang pimpinan manajerial menengah, baik yang profesional dan administratif,

    perlu diberikan perhatian dalam hal keterampilan, teknik, dan pendekatan-

    pendekatan yang mampu menghasilkan level pelayanan yang pantas sesuai dengan

     jiwa pelayanan publik.

    Kerangka penilaian institusional/kelembagaan yang terkait dengan sumber daya

    dan legitimasi/pengakuan merupakan hal yang dominan, kegiatan pelayanan

    publik membutuhkan kejelasan persyaratan yang efektif untuk mengakomodirpendapat masyarakat dan keterlibatan aktifnya dalam menyusun persyaratan

    pelayanan. Lebih lanjut, seorang pimpinan/manajer menengah harus bisa

    menghargai bahwa pelayanan yang efektif adalah hasil seleksi permintaan dari

    pelayanan teknis tertentu di dalam level toleransi kebiasaan dan praktek organisasi

    yang telah ada. Pihak pembuat keputusan atau kebijakan, juga harus diberikan

    informasi dan pemahaman tentang hal strategis dan inovasi yang ditawarkan staf

    untuk memperbaiki kualitas pelayanan. 

    5.  Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa bentuk organisasi yangsecara  rasional dapat menciptakan kepantasan, sangat tergantung pada hubungan

  • 8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik

    35/80

    28

    antara tugas dan lingkungan yang dilayani dan /atau  mempengaruhi. Tidak ada

    satupun “desain struktur organisasi yang terbaik”, tetapi desain struktur organisasi

    yang baik menunjukkan adanya  relevansi apa yang tepat dipilih oleh struktur

    organisasi  tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan permintaan dari

    lingkungan eksternal (pelayanan publik).

    Tugas manajemen selanjutnya adalah, memilih struktur organisasi yang tepat,

    terlepas dari jenis pekerjaan yang dilakukan dalam organisasi dan jenis lingkungan

    yang dihadapi oleh organisasi. Sebagai tambahan yang juga perlu dipertimbangkan,

    adalah kebutuhan pekerja/karyawan yang memenuhi persyaratan untuk mampu

    menjalankan tugas dan fungsinya guna tercapainya tujuan organisasi. 

    Untuk menambah pengetahuan, beberapa tip organisasi dan karakteristiknya, antara

    lain : 

    a.  Organisasi mekanistik  

    Organisasi ini sangat tepat digunakan untuk menstabilkan kondisi eksternal dan jenis prosesnya yang berkelanjutan, dan karakteristik nya adalah:

    1)  Spesialisasi  tugas dan fungsi yang dibedakan berdasarkan masalah dantugas untuk menghadapi organisasi yang secara keseluruhan memburuk ;

    2)  Secara natural, abstraksi dari setiap tugas individu diikuti dengan metode,teknik dan tujuan yang kurang lebih berbeda dari tujuan organisasi secara

    keseluruhan, dalam arti fungsionaris cenderung untuk mengejar 

    peningkatan teknisnya, ketimbang menyelesaikan tugas dari organisasi;

    3)  Definisi  yang tepat mengenai hak, kewajiban dan metode teknis yangterkait dengan masing-masing peranan fungsinya;

    4)  Hierarki Struktur yang jelas dari pengawasan, kewenangan dan

    komunikasi; 5)  Kecenderungan untuk operasional dan perilaku bekerja yang diatur dalam

    instruksi dan keputusan pimpinan;

    6)  Kekuatan yang mendorong tumbuh kembannya loyalitas terhadaporganisasi dan kepatuhan terhadap pihak yang lebih tinggi. 

    b.  Organisasi Organik  Karakteristik organisasi organik yang tepat untuk mengantisipasi kondisi

    perubahan lingkungan dan tugas non rutin, termasuk;

    1)  Pengetahuan khusus seperti pengalaman, memiliki kontribusi terhadaptugas umum organisasi;

    2)  Penyesuaian yang berkelanjutan untuk meredefinisi tugas individu, melaluiinteraksi dengan orang lain; 

    3)  Membangun komitmen bersama terhadap organisasi diluar definisi teknisorganisasi

    4)  Kejelasan Struktur jaringan pengawasan, kewenangan dan komunikasi;5)  Tidak ada masukan untuk pimpinan organisas