Upload
osa-sutisna
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
1/80
MM oodduull 22Kebijakan Pengembangan Lembaga
Pelayanan Perizinan Dan PenyederhanaanPelayanan Perizinan
DDiikkllaatt TTeekknniiss
PPeellaayyaannaann PPuubblliikk,, AAkkuunnttaabbiilliittaass ddaann PPeennggeelloollaaaann MMuuttuu ( ( P P u u b b l l i i c c S S e e r r v v i i c c e e D D e e l l i i v v e e r r y y ,, AAc c c c o o u u n n t t a a b b i i l l i i t t y y ,, a a n n d d Q Q u u a a l l i i t t y y M M a a n n a a g g e e m m e e n n t t ) )
EEsseelloonn IIII
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
2/80
i
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PEMBINAAN DIKLAT APARATURLEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
Selaku Instansi Pembina Diklat PNS, Lembaga Administrasi Negarasenantiasa melakukan penyempurnaan berbagai produk kebijakan Diklatyang telah dikeluarkan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Wujud pembinaan yangdilakukan di bidang diklat aparatur ini adalah penyusunan pedoman diklat,bimbingan dalam pengembangan kurikulum diklat, bimbingan dalampenyelenggaraan diklat, standarisasi, akreditasi Diklat dan Widyaiswara,pengembangan sistem informasi Diklat, pengawasan terhadap program danpenyelenggaraan Diklat, pemberian bantuan teknis melalui perkonsultasian,
bimbingan di tempat kerja, kerjasama dalam pengembangan,penyelenggaraan dan evaluasi Diklat.
Sejalan dengan hal tersebut, melalui kerjasama dengan DepartemenDalam Negeri yang didukung program peningkatan kapasitas berkelanjutan(SCBDP), telah disusun berbagai kebijakan guna lebih memberdayakandaerah seperti peningkatan kapasitas institusi, pengelolaan dan peningkatanSDM melalui penyelenggaraan Diklat teknis, pengembangan sistemkeuangan, perencanaan berkelanjutan dan sebagainya.
Dalam hal kegiatan penyusunan kurikulum diklat teknis dan modul
diklatnya melalui program SCBDP telah disusun sebanyak 24 (dua puluhempat) modul jenis diklat yang didasarkan kepada prinsip competency basedtraining . Penyusunan kurikulum dan modul diklat ini telah melewati prosesyang cukup panjang melalui dari penelaahan data dan informasi awal yangdiambil dari berbagai sumber seperti Capacity Building Action Plan (CBAP)daerah yang menjadi percontohan kegiatan SCBDP, berbagai publikasi dariberbagai media, bahan training yang telah dikembangkan baik oleh lembagadonor, perguruan tinggi, NGO maupun saran dan masukan dari berbagaipakar dan tenaga ahli dari berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya yangtergabung dalam anggota Technical Review Panel (TRP).
Disamping itu untuk lebih memantapkan kurikulum dan modul diklat initelah pula dilakukan lokakarya dan uji coba/pilot testing yang dihadiri olehpara pejabat daerah maupun para calon fasilitator/trainer.
Dengan proses penyusunan kurukulum yang cukup panjang ini kamipercaya bahwa kurikulum, modul diklatnya berikut Panduan Fasilitator sertaPedoman Umum Diklat Teknis ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhanpelatihan di daerah masing-masing.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
3/80
ii
Harapan kami melalui prosedur pembelajaran dengan menggunakanmodul diklat ini dan dibimbing oleh tenaga fasilitator yang berpengalaman danbersertifikat dari lembaga Diklat yang terakreditasi para peserta yangmerupakan para pejabat di daerah akan merasakan manfaat langsung daridiklat yang diikutinya serta pada gilirannya nanti mereka dapat menunaikantugas dengan lebih baik lagi, lebih efektif dan efisien dalam mengelolaberbagai sumber daya di daerahnya masing-masing.
Penyempurnaan selalu diperlukan mengingat dinamika yangsedemikian cepat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengandilakukannya evaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunyaakan lebih menyempurnakan modul dalam program peningkatan kapasitasdaerah secara berkelanjutan.
Semoga dengan adanya modul atau bahan pelatihan ini tujuankebijakan nasional utamanya tentang pemberian layanan yang lebih baikkepada masyarakat dapat terwujud secara nyata.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
4/80
iii
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL OTONOMI DAERAH
Setelah diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang PemerintahanDaerah, yang kemudian diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, telah
ter jadi perubahan paradigma dalam pemerintahan daerah, yang semula lebih
berorientasi sentralistik menjadi desentralistik dan menjalankan otonomi
seluas-luasnya. Salah satu aspek penting kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi adalah peningkatan pelayanan umum dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan daya saing
daerah.
Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan pemerintahan di banyak negara,
salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerahadalah kapasitas atau kemampuan daerah dalam berbagai bidang yang
relevan. Dengan demikian, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat dan peningkatan daya saing daerah diperlukan kemampuan atau
kapasitas Pemerintah Daerah yang memadai.
Dalam rangka peningkatan kapasitas untuk mendukung pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi daerah, pada tahun 2002 Pemerintah telah
menetapkan Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas
Dalam Mendukung Desentralisasi melalui Keputusan Bersama Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/KepalaBappenas. Peningkatan kapasitas tersebut meliputi sistem, kelembagaan, dan
individu, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip-prinsip multi dimensi
dan berorientasi jangka panjang, menengah, dan pendek, serta mencakup
multistakeholder, bersifat demand driven yaitu berorientasi pada kebutuhan
masing-masing daerah, dan mengacu pada kebijakan nasional.
Dalam rangka pelaksanaan peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah,
Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
sebagai Lembaga Pelaksana (Executing Agency) telah menginisiasi program
peningkatan kapasitas melalui Proyek Peningkatan Kapasitas yangBerkelanjutan untuk Desentralisasi (Sustainable Capacity Building Project for
Decentralization/SCBD Project) bagi 37 daerah di 10 Provinsi dengan
pembiayaan bersama dari Pemerintah Belanda, Bank Pembangunan Asia
(ADB), dan dari Pemerintah RI sendiri melalui Departemen Dalam Negeri dan
kontribusi masing-masing daerah. Proyek SCBD ini secara umum memiliki
tujuan untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam aspek
sistem, kelembagaan dan individu SDM aparatur Pemerintah Daerah melalui
penyusunan dan implementasi Rencana Tindak Peningkatan Kapasitas
(Capacity Building Action Plan/CBAP).
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
5/80
iv
Salah satu komponen peningkatan kapasitas di daerah adalah Pengembangan
SDM atau Diklat bagi pejabat struktural di daerah. Dalam memenuhi
kurikulum serta materi diklat tersebut telah dikembangkan sejumlah modul-
modul diklat oleh Tim Konsultan yang secara khusus direkrut untuk keperluantersebut yang dalam pelaksanaannya disupervisi dan ditempatkan di Lembaga
Administrasi Negara (LAN) selaku Pembina Diklat PNS.
Dalam rangka memperoleh kurikulum dan materi diklat yang akuntabel dan
sesuai dengan kebutuhan daerah, dalam tahapan proses pengembangannya
telah memperoleh masukan dari para pejabat daerah dan telah diujicoba
(pilot test), juga melibatkan pejabat daerah, agar diperoleh
kesesuaian/relevansi dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh para
pejabat daerah itu sendiri. Pejabat daerah merupakan narasumber yang
penting dan strategis karena merupakan pemanfaat atau pengguna kurikulumdan materi diklat tersebut dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
Kurikulum dan meteri diklat yang dihasilkan melalui Proyek SCBD ini, selain
untuk digunakan di lingkungan Proyek SCBD sendiri, dapat juga digunakan di
daerah lainnya karena dalam pengembangannya telah memperhatikan aspek-
aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Selain itu juga dalam setiap tahapan proses pengembangannya telah
melibatkan pejabat daerah sebagai narasumber.
Dengan telah tersedianya kurikulum dan materi diklat, maka pelaksanaan
peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah, khususnya untuk peningkatan
kapasitas individu SDM aparatur daerah, telah siap untuk dilaksanakan.
Diharapkan bahwa dengan terlatihnya para pejabat daerah maka kompetensi
mereka diharapkan semakin meningkat sehingga pelayanan kepada
masyarakat semakin meningkat pula, yang pada akhirnya kesejahteraan
masyarakat dapat segera tercapai dengan lebih baik lagi.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
6/80
v
DAFTAR ISI
Sambutan Depuy IV - LAN ........................................................................................ i
Kata Pengantar Dir jen Otonomi Daerah - Depdagri .............................................iii
Daftar Isi ..................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Diskripsi Singkat...................................................................................1
B. Hasil Belajar.......................................................................................... 2
C. Indikator Hasil Belajar .......................................................................... 2
D. Pokok Bahasan......................................................................................3
BAB II KEBIJAKAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU ......................4
A. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik............................................... 4
B. Unit Pelayanan Terpadu ...................................................................... 11
C. Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu ........ 13
D. Konsekuensi Pemberian Perizinan...................................................... 15
F. Latihan/Diskusi ................................................................................... 18
F. Rangkuman.......................................................................................... 19
BAB III KEBIJAKAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PELAYANAN
TERPADU SATU PINTU (PTSP) ........................................................ 22
A. Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PPTSP)............................................................................................... 22
B. Organisasi Berorientasi Pelayanan..................................................... 25
C. Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan TerpaduSatu Pintu (PPTSP) ............................................................................. 32
D. Latihan / Diskusi ................................................................................... 54
E. Rangkuman.......................................................................................... 55
BAB IV KEBIJAKAN PENYEDERHANAAN PELAYANAN
PERIZINAN ............................................................................................ 57
A. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik .............................................57
B. Analisis SWOT dan Analisis HGSL ................................................... 59
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
7/80
vi
C. Analisis Perijinan................................................................................60
D. Latihan................................................................................................. 68
E. Rangkuman.......................................................................................... 69
Daftar Pustaka
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
8/80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Diskripsi Singkat
1. Relasi Bahan Ajar dan Kompetensi
Paradigma kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah berdasarkan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
adalah dalam kerangka mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan
pelayanan publik. Lingkup pelayanan publik sangat luas, mencakup
penyelenggaraan public good dan public regulation dan dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance).
Dalam kerangka penyelenggaraan fungsi public regulation, Pemerintah
menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibidangpelayanan perizinan, diantaranya mengatur mengenai pembentukan lembaga
pelayanan perizinan terpadu satu pintu dan penyederhanaan pelayanan
perizinan, untuk tujuan meningkatkan kualitas pelayanan perizinan di
daerah.
Pada umumnya, Daerah belum melakukan restrukturisasi organisasi
perangkat daerah yang diarahkan untuk lebih berorientasi pada pelayanan.
Hal ini dapat ditengarai belum adanya langkah terobosan dan pola pikir
progresif yang mengarah pada perubahan dalam merumuskan dan menyusun
tugas pokok, fungsi dan uraian tugas yang berorientasi pelayanan untuk
mensejahterakan masyarakat. Organisasi dan Tata Kerja Satuan KerjaPerangkat Daerah saat ini terikat pada ketentuan normatif dan lebih
berorientasi pelayanan kedalam berdasarkan pendekatan urusan, hak dan
wewenang yang cenderung untuk kepentingan organisasi dan melayani
pimpinan.
Relasi bahan ajar dengan peningkatan kompetensi peserta, terutama
memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai kebijakan dan pola
penyelenggaraan pelayanan perizinan, serta meningkatkan kemampuan
melakukan analisis, merumuskan strategi dan kebijakan pengembangan
lembaga pelayanan perizinan dan penyederhanaan perizinan, untuk
memperbaiki kualitas pelayanan publik.
2. Bahan Ajar
Bahan Ajar Kebijakan Pengembangan Lembaga Pelayanan Perizinan dan
Penyederhanaan Pelayanan Perizinan disusun berdasarkan hasil penelusuran
kebutuhan daerah melalui proses DACUM yang ditujukan untuk
meningkatkan kompetensi peserta di dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya. Bahan ajar, menjelaskan mengenai; kebijakan pelayanan
perizinan yang mencakup pola penyelenggaraan pelayanan perizinan dan
pengertian unit pelayanan terpadu, komimen pimpinan penyelenggara
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
9/80
2
pelayanan dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengembangan
organisasi yang berorientasi pelayanan, melalui pembentukan lembaga
pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP) dan penyederhanaan pelayanan
perizinan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan.
Bahan ajar juga memberikan pengetahuan dan pemahamam kepada peserta
untuk mampu mengambil langkah kebijakan operasional; melakukan
analisis dan evaluasi terhadap pelaksanaan pelayanan perizinan. Selain itu,
bahan ajar juga memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada peserta
sebagai pimpinan manajerial dalam merumuskan dan menyusun kebijakan
pengembangan organisasi dan pembentukan lembaga penyelenggara
pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP), dengan analisis SWOT serta analisis
HGSL untuk penyederhanaan pelayanan perizinan dan analisis perizinan.
B. Hasil Belajar
Setelah peserta memahami arah kebijakan pelayanan publik dan peraturan
perundang-undangan yang ditujukan untuk mewujudkan terselengggaranya
kepemerintahan yang baik (good governance), diharapkan dapat meningkatkan
komitmen pimpinan manajeral (eselon II) untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pelayanan publik dan/atau perizinan. Peserta juga diharapkan memahami
perlunya strategi dan kebijakan untuk melakukan pengembangan organisasi yang
berorientasi pelayanan dan penyederhanaan perizinan., serta pengetahuan
melakukan evaluasi pelaksanaan pelayanan. Disamping itu memahami cara
merumuskan dan menyusun strategi dan kebijakan daerah dalam pengembangan
kelembagaaan dan pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu pintu
dengan analisis SWOT, serta pemahaman analisis HGSL untuk melakukanpenyederhanaan pelayanan perizinan. Selain itu, peserta mampu mengambil
langkah kebijakan operasioal, kerjasama dan koordinasi untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pelayanan perizinan. Diharapkan pada akhir
pembelajaran, peserta memiliki kompetensi pengetahuan, pemahaman dan
kemampuan merumuskan dan menyusun strategi memperbaiki kualitas
pelayanan dan kebijakan pengembangan organisasi serta penyederhanaan
pelayanan perizinan.
C. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu:
1. Memahami kebijakan pelayanan perizinan, pola penyelenggaraan pelayananpublik, unit pelayanan terpadu dan konsekuensi pemberian perizinan;
2. Menganalsis dan mengevaluasi kebijakan daerah dalam pelaksanaanpelayanan perizinan;
3. Menganalisis, merumuskan dan menyiapkan strategi dan kebijakanpengembangan kelembagaan yang berorientasi pelayanan
4. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis pembentukanlembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP)
5. Merumuskan dan menyusun strategi dan kebijakan penyederhanaan
perizinan;
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
10/80
3
6. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis penyederhanaanpelayanan Perizinan dan analisis perizinan, dan
7. Mengambil langkah kebijakan operasional memperbaiki kualitas pelayananperizinan.
D. Pokok Bahasan
Pokok Bahasan diklat ini dapat diringkas sebagai berikut:
1. Kebijakan Pelayanan Perizinan Terpadu
a. Pola penyelenggaraan Pelayananan Publikb. Unit Pelayanan Terpadu c. Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
d. Konsekuensi Pemberian Perizinan
2. Kebijakan Pembentukan Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP)
a. Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) b. Organisasi Berorientasi Pelayananc. Alternatif Bentuk Lembaga Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PPTSP)
3. Kebijakan Penyederhanaan Pelayanan Perizinan
a. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik b. Analisis SWOT dan HGSL Penyederhanaan Perizinan c. Analisis Perizinan
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
11/80
4
Setelah mempelajari Bab II ini, peserta dapat:
Memahami kebijakan pelayanan perizinan, pola penyelenggaraan pelayanan
public, unit pelayanan terpadu, kebijakan daerah dalam penyelenggaraan
pelayanan terpadu dan konsekuensi pemberian perizinan;
BAB II
KEBIJAKAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU
A. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
1. Pengantar
Masyarakat kalangan dunia usaha sering mengeluhkan proses pelayanan
perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah,
yang dirasakan berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan dan
kepastian waktu dalam proses dan penyelesaian, dan adanya biaya extra
yang dikeluarkan. Pemerintahan Daerah, merespon keluhan masyarakat dan
dunia usaha, dan melakukan perubahan dengan menyelenggarakan
pelayanan terpadu dengan membentuk unit pelayanan terpadu, untuk
memperbaiki dan meningkatkan pelayanan perizinan.
Namun, dikalangan dunia usaha masih mengeluhkan dan merasakan dalam
proses dan pelaksanaan pemberian layanan di kebanyakan daerah, masihbelum banyak perubahan signifikan. Keluhan dan ketidak puasan dunia
usaha belum teratasi, terutama berkaitan keluhan yang berhubungan dengan
biaya tinggi dan ketidak pastian hukum bagi pengusaha, akibat belum
berubahnya pola pikir dan cara pandang pemerintahan daerah yang
menempatkan perizinan sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, dan tarik
menarik kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah.
Dalam proses perkembangannya, penyelenggaraan pelayanan oleh unit
pelayanan terpadu di beberapa daerah mengalami pasang surut, dan cukup
banyak yang mati suri atau tidak berfungsi sesuai harapan.
2. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Berdasarkan permasalahan dan kebehasilan pelaksanaan pelayanan perizinan
terpadu sebagaimana diuraikan diatas, serta mempertimbangkan
keberagaman dan kebutuhan daerah, tuntutan kebutuhan penyelenggaraan
pelayanan prima, dan upaya menciptakan iklim kondusif yang dapat
mendorong peningkatan investasi, pemerintah telah menerbitkan beberapa
kebijakan yang mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik, antara
lain:
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
12/80
5
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain
mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik , yaitu;
a. Pola Pelayanan Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan, sesuai
dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
Pola ini mengakomodir kondisi daerah dengan beban tugas, volume dan
intensitas kegiatan pelayanan perizinan dan non perizinan yang relatif
tidak terlalu tinggi, sehingga cukup realistis untuk dilaksanakan oleh
Dinas/Instansi yang membidanginya. Pertimbangan lain, pola ini
disesuaikan dengan; kondisi geografis, luas wilayah, tersedianya aparat
pelaksana dilihat dari kualitas dan kuantitasnya, dan kemampuan
keuangan daerah untuk membiayai kegiatan pelayanan publik secaraterpadu.
Penyelenggaraan pelayanan berdasarkan pola fungsional, harus
disesuaikan dengan tujuan mewujudkan kepemerintahan yang baik
dengan mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti
azas pelayanan publik , prinsip-prinsip pelayanan publik , standar
pelayanan publik , pengelolaan kepuasan dan keluhan masyarakat atas
pelayanan yang diberikan pemerintah daerah/penyelenggara pelayanan
publik.
Perhatian ; Pola Fungsional, secara psikologis, relatif sangat disenangi
oleh Instansi/pejabat yang kurang setuju apabila tugas, fungsi dan
wewenang proses dan pelaksanan pemberian izin menjadi berkurang
atau dihapuskan karena dilimpahkan kepada unit kerja lain (UPT).
b. Pola Pelayanan Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh penyelenggara
pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara
pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan.
Pola pelayanan terpusat, dapat diselenggarakan oleh Dinas/Kantor ataulembaga independen (unit pelayanan) yang dibentuk oleh pemerintah
daerah, untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan tertentu. Dinas/
Kantor atau lembaga independen diberi tugas, fungsi, wewenang,
tanggungjawab dan kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan
perizinan secara terpusat.
Pelayanan perizinan yang memiliki proses keterkaitan, proses pengajuan
permohonan perizinan dan proses penyelesaiannya dilakukan dalam
waktu yang bersamaan atau paralel disatu tempat atau terpusat pada satu
Dinas atau Kantor, atau Unit Kerja penyelenggara pelayanan.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
13/80
6
Contoh; Kota Tangerang dapat dikatagorikan menerapkan
pelayanan terpusat yang diselenggarakan di Kantor Pelayanan
Perizinan dan Penanaman Modal (KPPPM), diberi pelimpahan
kewenangan pemberian perizinan tertentu secara terpadu, yaitu
proses yang berkaitan dengan pelayanan perizinan I jin Mendirikan
Bangunan (IMB), yaitu seperti: HO.
Tujuan dari pola pelayanan terpusat, adalah memberikan kemudahan
kepada masyarakat pengguna atau penerima layanan, pemberian layanan
dapat lebih efisien dan efektif, dilihat dari sisi waktu, masyarakat/
pengguna pelayanan cukup datang kesatu tempat, dan berhadapan
dengan satu penyelenggara, tidak perlu datang ke Dinas/Instansi lain
terkait yang lokasinya tersebar. (Pemangkasan waktu dan biaya untuk
bolak balik, biaya extra, duplikasi berkas persyaratan).
Berpikir Cerdas: Pelimpahan wewenang menurut KepMenPan tersebut diatas, dapat
diiasumsikan, bahwa pelimpahan wewenang dilakukan oleh Dinas/Instansi lain yang
bersangkutan. Artinya pelimpahan wewenang dilakukan oleh Dinas/ Instansi yang
memiliki tugas, fungsi dan wewenang memberikan perizinan
Konsep desentralisasi menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU 5/74, UU
22/1999, dan UU 32/2004) secara tegas dan jelas mengatur, bahwa penyerahan
sebagian urusan pemerintahan diberikan kepada daerah otonom, dan menjadi urusan
dan kewenangan (otonomi daeah) daerah otonom. Pemahamannya, Dinas/Instansi
tidak memiliki hak dan wewenang untuk melimpahkan sebagian wewenang
pelaksanaan urusannya kepada Dinas/Instansi atau unit kerja lain, karena Dinas/Instansi
adalah perangkat daerah yang membantu KDH, dalam melaksanakan sebagian
tugas, fungsi dan wewenang yang diberikan oleh Kepala Daerah.
Artinya, bahwa yang berhak mengatur kewenangan perangkat daerah dan secretariat
daerah, adalah Kepala Daerah. Kepala Daerahlah yang berwenang memberikan
pelimpahan dan/atau pencabutan/pengurangan sebagian wewenang perangkat daerah.
Rincian tugas, fungsi, wewenang, tanggungjawab dan kewajiban perangkat daerah
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah yang mengatur organisasi dan tata kerja
(pengembangan organisasi dapat dilakukan melalui restrukturisasi kelembagaan).
c. Pola Pelayanan Terpadu
1) Pelayanan Terpadu Satu Atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu
tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak
mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu.
Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak
perlu di satuatapkan.
Pola pelayanan terpadu satu atap, ditujukan untuk memberikan
kemudahan layanan kepada masyarakat, masyarakat cukup datang
kesatu tempat untuk mendapatkan layanan, dan tidak perlu
mendatangi ke Dinas/Instansi pemberi izin yang lokasinya tersebar.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
14/80
7
Pola pelayanan satu atap memiliki persamaan dengan pola pelayanan
fungsional yaitu, prinsipnya kewenangan proses dan penyelesaian
layanan tetap dilakukan oleh Dinas/Instansi terkait.
Sedangkan perbedaannya adalah, pada pelayanan terpadu satu atap,
masing-masing Dinas atau Instansi membentuk counter atau loket-
loket atau pintu pelayanan untuk masing-masing jenis perizinan, dan
menempatkan staf sebagai Front Office / front line yang dikoordinir
oleh seorang Kepala Kantor Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap
(UPTSA). Staf tersebut ditugasi; menerima, meneliti berkas
kelengkapan dan persyaratan, meneruskan berkas yang lengkap dan
memenuhi persyaratan untuk diproses, menolak berkas permohonan
yang tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan perizinan,
menerima penjelasan atau keluhan dari pemohon/penerima layanan,
memberikan informasi dan penjelasan kepada penerima layanan.
Proses dan penyelesaian perizinan, dilakukan oleh dinas/instansiterkait, dan yang kita kenal dengan sebutan Back Office / Back Line.
Perbedaan lainnya, masyarakat yang datang kesatu lokasi/tempat
pelayanan dapat memperoleh informasi, konsultasi dengan unit kerja
lainnya, dan/atau dapat mengajukan permohonn perizinan lainnya
yang dibutuhkan pada satu lokasi/tempat yang sama. Proses
pelayanan tidak dilakukan paralel atau terpadu (mengurus ijin trayek
dan membuat akte kelahiran).
Berpikir Cerdas; Pengertian jenis pelayanan tidak terkait dengan pelayanan
lainnya menurut Konsep Pelayanan Terpadu Satu Atap dimaksud, dapatdiasumsikan sebagai front office, yaitu menempatkan staf dari masing-masing
dinas/instamsi pada satu tempat.Pengertian terpadu disini tidak dalam kontek
proses, pengertian terpadu lebih tepat menyatukan pelayanan pada satu tempat.
Perlu kearifan dalam penerapannya, karena kalau asumsinya seperti itu, hanya
akan memperpanjang birokrasi.
Beberapa Daerah telah melaksanakan Pola Pelayanan Terpadu Satu
Atap yang dikenal dengan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap
(UPTSA), dengan berbagai variant lingkup bidang tugas dan
kewenangannya, terutama untuk jenis pelayanan tertentu yang
prosesnya memiliki keterkaitan dengan perizinan lainnya. Unit
Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) merupakan unit kerja yangdibentuk oleh Pemerintah Daerah dengan lokasi tempat/kantor
tersendiri dan ditetapkan koordinator dan susunan organisasinya.
Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) umumnya, selain
menyelenggarakan pelayanan perizinan yang memiliki keterkaitan
dengan perizinan lain, juga menyelenggarakan pelayanan perizinan
yang tidak memiliki keterkaitan, serta pelayanan non perizinan.
Di beberapa Daerah, Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)
mendapat pelimpahan wewenang untuk mengeluarkan perizinan
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
15/80
8
tertentu dan/atau mengkoordinasikan proses pelayanan perizinan
dengan dinas/ instansi yang terkait.
Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap yang dilaksanakan di daerah,
tidak sama dengan yang diatur dalam KepMenpan, atau beberapa
Daerah membuat inovasi atau pengembangan sesuai dengan
kebutuhan daerah.
2) Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat
yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan
proses dan dilayani melalui satu pintu.
Pola ini hakekatnya hampir sama dengan pola penyelenggaraan
pelayanan terpusat, penyelenggaraan dilakukan pada satu tempat
atau lokasi tertentu, dilayani melalui satu pintu. Asumsinyapenyelenggaraan pelayanan dilakukan secara tunggal oleh Dinas/
Instansi tertentu atau oleh Unit kerja tertentu yang mandiri, (UPTSP),
dan diselenggarakan pada satu tempat atau lokasi tertentu.
Jenis pelayanannya meliputi pelayanan yang prosesnya memiliki
keterkaitan dengan perizinan yang lain, artinya, ada keterkaitan
antara kewenangan pelayanan perizinan yang dimilki oleh satu atau
lebih dari dinas/instansi tertentu yang dipadukan dan dikoordinasikan
oleh satu Dinas/Instansi atau UPTSP.
Alternatif konsep pelimpahan wewenang dapat dilakukan dengan duacara, yaitu; pertama; kewenangan dilimpahkan secara penuh kepada
Dinas/Instansi atau Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPTSP),
keuntungannya kemungkinan tercapainya tujuan peningkatan
kualitas layanan publik akan lebih baik dan pertanggung jawabannya
jelas. Dinas/Instansi teknis, berperan dalam tim teknis peninjauan
lapangan (yang bersifat teknis dan/atau memilki dampak berskala
lebih luas, seperti pencemaran lingkungan). Dinas/ instansi tersebut
akan lebih berfungsi pada pengawasan pelaksanaan pemberian izin,
dan Monev.
Kedua; pelimpahan wewenang, dilakukan berdasarkan pembagiantugas, fungsi dan wewenang bersama (concurrent ), antara UPTSP
dengan Dinas/Instansi yang memiliki kewenangan pelayanan
pemberian perizinan yang terkait. Pola ini tidak berbeda jauh dengan
pola UPTSA atau One Stop Service yang saat ini dilakukan di
beberapa daerah.
3) Gugus Tugas
Petugas pelayanan publik secara perseorangan atau dalam bentuk
gugus tugas, ditempatkan pada Instansi pemberi pelayanan dan lokasi
pemberian pelayanan tertentu.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
16/80
9
Pola ini, hampir mendekati konsep pola penyelenggaraan pelayanan
satu atap dalam skala lebih kecil, dengan menempatkan orang atau
gugus tugas sebagai front office / front line, pada Kantor Dinas/
Instansi yang menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, seperti;
Dinas Pendapatan, di Kantor Kecamatan, di Desa/Kelurahan atau
pada Instansi lain diluar Pemda, seperti PLN, Kantor Pos, BRI dan
lainnya.
Contoh; Kabupaten Solok, dalam rangka mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat, melakukan langkah inovasi dengan
mengembangkan penyelenggaraan pelayanannya dengan
memanfaatkan akses dan jaringan Kantor Pos di Desa dan
Kecamatan, untuk bertindak sebagai front office / front line UPT.
Keputusan Menpan tersebut diatas, selain menetapkan beberapa polapenyelenggaraan pelayanan, juga memberikan peluang dan
kesempatan kepada Instansi yang melakukan pelayanan publik,
untuk dapat mengembangkan pola penyelengaraan pelayanannya
sendiri dalam rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi
untuk meningkatkan pelayanan publik.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud, pada hakekatnya dalam
kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan InstruksiPresiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan
Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih
besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Beberapa poin
penting Peraturan Mendagri tersebut yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah, antara lain mengatur
dan memberi arahan bagi daerah, secara garis besar diuraikan sebagai
berikut:
1) Penyederhanaan Pelayanan dengan membentuk Perangkat Daerah
Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yangmemiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk
perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu.
2) Penyederhanan pelayanan mencakup;a) pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan
dilakukan oleh PPTSP;
b) percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihistandar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah;
c) kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yangtelah ditetapkan dalam peraturan daerah;
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
17/80
10
d) kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahuisetiap waktu, proses pemberian perizinan dan non perizinan
sesuai dengan urutan prosedurnya;
e) mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yangsama untuk dua atau lebih permohonan perizinan;
f) pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro KecilMenengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai
dengan peraturan yang berlaku, dan
g) pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasidalam kaitannya dengan penyelenggaraan perizinan.
3) Bupati/Walikota mendelegasikan kewenangan penandatangananperizinan dan non perizinan kepada Kepala PPTSP untuk
mempercepat pelayanan.
4) PPTSP mengelola administrasi perizinan dan non perizinan dengan
mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dankeamanan berkas.
5) Perangkat Daerah yang secara teknis terkait dengan PPTSPberkewajiban dan bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan
teknis dan pengawasan atas pengelolaan perizinan dan non
perizinan sesuai dengan bidang tugasnya.
6) Proses penyelenggaraan pelayanan perizinan dilakukan untuk satu jenis perizinan tertentu atau perizinan paralel.
7) Pemeriksaan teknis di lapangan dilakukan oleh Tim Kerja Teknis dibawah koordinasi Kepala PPTSP.
8) Tim Teknis tersebut beranggotakan masing-masing wakil dari
perangkat daerah teknis terkait dan ditetapkan dengan KeputusanBupati/Walikota.
9) Tim Teknis tersebut, memilki kewenangan unuk mengambilkeputusan dalam memberikan rekomendasi mengenai diterima atau
ditolaknya suatu permohonan perizinan.
10) Jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinanditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung mulai
sejak diterimanya berkas permohonan beserta seluruh
kelengkapannya.
11) Pegawai yang ditugaskan di lingkungan PPTSP diutamakan yangmempunyai kompetensi di bidangnya, dan diberikan tunjangan
khusus yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikotasesuai dengan kemampuan daerah.
12) PPTSP memiliki basis data dengan menggunakan sistim manajemeninformasi dan data dari setiap perizinan dan non perizinan yang
diselesaikan oleh PPTSP disampaikan kepada perangkat daerah
teknis setiap bulan, dan
13) Pengaturan lainnya yang berhubungan dengan penyebarluasaninformasi, kepuasan pelanggan, pengelolaan pengaduan, pembinaan
dan pengawasan dan kerjasama dengan pihak perguruan tinggi,
asosiasi, lembaga sosial, dalam pengembangan PPTSP.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
18/80
11
Pengertian Pola Pelayanan Terpadu Satu Pintu menurut Peraturan
Mendagri dan Keputusan Menpan terdapat perbedaan mendasar, dalam
KepMenpan memberikan alternative pilihan kepada daerah dalam
menerapkan pola pelayanan. Dalam KepMenpan dimaksud, juga
ditegaskan bahwa PTSP memiliki kewenangan menyelenggarakan
berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan
dilayani melalui satu pintu, tidak seluruh perizinan dan non perizinan,
dan tidak ditegaskan sebagai perangkat daerah.
Sedangkan Permendagri secara tegas menyatakan bahwa Penyelenggara
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah Perangkat Daerah yang
memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan
dan non perizinan di daerah dengan sistim satu pintu.
Dengan ditetapkannya PPTSP sebagai perangkat daerah yang diberi
wewenang mengelola seluruh pelayanan perizinan dan non perizinan,dapat diasumsikan; pertama, membentuk lembaga perangkat daerah
baru, kedua, jenis dan kewenangan pelayanan perizinan dan non
perizinan yang saat ini tersebar di berbagai dinas/instansi digabungkan
atau disatukan menjadi tugas, fungsi dan wewenang PPTSA.
Dengan demikian akan terjadi perubahan mendasar pada struktur
organisasi pemerintah daerah. Perubahan organisasi memerlukan
kebijakan daerah untuk melakukan pengembangan lembaga pelayanan
perizinan melalui restrukturisasi Organisasi Pemerintah Daerah.
Perubahan juga terhadap Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
dan Sekretariat Daerah yang ada saat ini, termasuk perumusan danpenysunan kembali Tupoksi yang lebih tegas dan jelas berorientasi
pelayanan masyarakat (eksternal).
B. Unit Pelayanan Terpadu
1. Apa itu Unit Pelayanan Terpadu?
Untuk lebih memberikan pemahaman dan memiliki persepsi yang sama, kita
mulai dengan pertanyaan apa itu Unit Pelayanan Terpadu?
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah satu lembaga atau Institusi yang
merupakan suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta/
dunia usaha, melakukan hubungan kerja (interaksi) dengan pihak pemerintah
(otoritas) guna mengajukan permohonan dan mendapatkan perizinan usaha
dan lainnya yang dibutuhkan atau diperlukan, daripada harus mengajukan
permohonan ke beberapa institusi pemerintahan yang tersebar.
Keberadaan UPT-UPT sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat
umum dan dunia usaha, karena dengan demikian masyarakat umum dan para
pengusaha dapat mengajukan permohonan izin dan mendapatkan izin-izin
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
19/80
12
dengan lebih mudah, terjangkau, waktu penyelesaian yang cepat, biaya
pelayanan yang pasti dan transparan.
2. Apa Tujuan dibentuknya Unit Pelayanan Terpadu?
Tujuan dibentuknya unit pelayanan terpadu, adalah penyederhanaan
penyelenggaraan pelayanan perizinan yang dilakukan secara terpadu, untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan akses yang lebih luas
kepada masyarakat memperoleh pelayanan publik.
UPT diselenggarakan oleh satu penyelenggara pelayanan pada satu tempat,
masyarakat umum dan pengusaha cukup datang kesatu tempat untuk
mendapatkan pelayanan satu atau lebih pelayanan perizinan.
3. Apakah penting Status Hukum sebuah Unit Pelayanan Terpadu?
Ada tiga status hukum yang bebeda bagi suatu UPT, yaitu Dinas, Kantor dan
Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dibawah Dinas, kemudian Kantor
UPT yang mandiri. Secara teoritis, dikaitkan dengan struktur organisasi
(jabatan struktural dan fungsional) yang mempunyai tingkatan status
tertinggi dalam jabatan adalah Dinas (eselon II), kemudian Kantor dengan
status dalam jabatan eselon III, UPTD dengan status dalam jabatan eselon
IV, dan Kantor UPT umumnya tidak berstatus (struktural maupun
fungsional).
Status atau kedudukan organisasi tersebut ditetapkan dengan Peraturan
Daerah yang mengatur Struktur Organisasi Pemerintah Daerah, dandilaksanakan oleh Kepala Daerah dengan Peraturan atau Keputusan Kepala
Daerah, Keberagaman daerah dan keberagaman komitmen KEPALA
DAERAH, berpengaruh terhadap pemberian status UPT dimaksud, dan
ditemui berbagai macam status yang diberikan terhadap UPT. Contoh UPT
di Malang berstatus Dinas, UPT di Kota Tangerang berstatus Kantor, dan
UPT di Sragen berstatus Kantor UPT mandiri yang diberi kewenangan
penuh untuk memberikan pelayanan perizinan.
Dalam praktek, status atau kedudukan UPT-UPT yang tinggi, tidak terkait
dengan otoritas/kewenangan yang lebih tinggi, seperti Sragen meskipunstatusnya rendah, tetapi diberi atau memiliki otoritas tinggi untuk melakukan
koordinasi dan pemberian perizinan (dilihat dari jumlah dan jenis pelayanan,
Malang menawarkan 9 jenis pelayanan, Sragen menawarkan 28 jenis
pelayanan, dengan otoritas yang sama).
Keberhasilan UPT dalam menyelenggarakan pelayanan perizinan, tidak
mutlak ditentukan oleh status atau tingkat kedudukan organisasi, akan tetapi
sangat ditentukan oleh Komitmen Kepala Daerah dan institusi pemerintah
daerah yang terkait, dan pelimpahan wewenang dari Kepala Daerah untuk
memberikan layanan perizinan.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
20/80
13
Manajemen Cerdas; Keberhasilan Unit Pelayanan Terpadu tidak ditentukan oleh status
dalam organisasi, tetapi ditentukan oleh; 1) Komitmen Kepala Daerah dan Aparat
pelaksananya, dan 2) pelimpahan kewenangan atau otoritas untuk menyelenggarakan
pelayanan perizinan.
C. Kebijakan Daerah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Proses pelayanan perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang
berbelit-belit, tidak transparan, tidak ada kejelasan besarnya biaya dan kepastian
waktu dalam proses dan penyelesaian, lokasi atau tempat yang tersebar dan
adanya biaya extra yang dikeluarkan, menjadi sorotan dan keluhan masyarakat
umum dan swasta/dunia usaha baik ditingkat lokal, nasional maupun
internasional. Penyelenggaraan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan
harapan masyarakat akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat
dan dapat menghambat masuknya investasi serta pengembangan perekonomian
daerah. Pada gilirannya, tidak menguntunkan daerah dan akan melemahkan ataumengganggu kemampuan daerah untuk membiayai otonominya.
Perubahan paradigma kebijakan otonomi daerah, menjadi keharusan untuk
ditindaklanjuti oleh daerah. Perubahan pola pikir dan komitmen dari pimpinan
dan pimpinan manajerial daerah yang lebih progresif sangat dibutuhkan dan
menentukan di dalam melakukan perubahan kebijakan dan startegi meningkatkan
pelayanan publik . Perubahan strategi dan kebijakan pelayanan publik menjadi
prioritas untuk dilakukan, dalam upaya memberikan solusi mengatasi
permasalahan buruknya pelayanan publik, dan upaya meningkatkan investasi dan
perekonomian daerah guna tujuan mensejahterakan masyarakat.
Kebijakan pelayanan publik diarahkan untuk pertama; penyederhanaan
penyelenggaraan pelayanan publik, melalui restrukturisasi kelembagaan, kedua,
melakukan penyederhanaan pelayanan perizinan yang berkaitan dengan
persyaratan, prosedur, proses dan penyelesaian perizinan.
Pemerintah daerah telah mengambil langkah kebijakan penyederhanan
penyelenggaraan pelayanan perizinan dengan membentuk lembaga unit
pelayanan terpadu (UPT). Bercermin dari pengalaman pelaksanaan UPT,
penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan tidak sesederhana
teori dan semudah membuat konsepnya. Penyederhanaan penyelenggaraan
pelayanan perizinan merupakan proses kegiatan berkelanjutan yang harus
dilaksanakan secara bertahap dan terpadu dengan program lain, dan dilandasi
komitmen serta kerjasama untuk meningkaka kualitas pelayanan publik . Dalam
praktek pelaksanaannya, penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu,
mengalami pasang surut, bahkan dibeberapa daerah UPT tidak berfungsi
sebagaimana diharapkan, dan penyelenggaraan pelayanan kembali dilakukan
secara tradisional di masing-masing Dinas/Instansi.
Di beberapa daerah, penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu satu
atap/pintu, telah berhasil dilaksanakan dengan baik, bahkan keberhasilan praktek
terbaik dalam penyelenggaraan pelayanan diakui dan mendapat penghargaan
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
21/80
14
dari pemerintah dan lembaga internasional (ISO). Dalam proses
perkembangannya, daerah-daerah tersebut telah mampu menciptakan iklim
kondusif bagi kegiatan dunia usaha mengembangkan usaha dan meningkatkan
investasi. Disisi lain, dampak positifnya adalah meningkatnya kepercayaan
masyarakat terhadap kinerja pelayanan pemerintahan daerah.
Dari penelusuran atas keberhasilan daerah seperti Jembrana, Sragen, Solok, Pare-
Pare, dan daerah lainnya, penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non
perizinan melalui pelayanan terpadu dan atau dengan nama lainnya, ternyata
sangat ditentukan oleh kebijakan dan komitmen pimpinan daerah.
Komitmen Kepala Daerah dan jajaran aparat pelaksana yang didukung oleh
DPRD, telah berhasil melakukan restrukturisasi organisasi yang berorientasi pada
peningkatan pelayanan dan kontribusinya sangat tinggi dalam meningkatkan
kinerja manajemen pemerintahan yang efisien dan efektif, mengefektifitaskan
sistem, dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta ketegasan dan kejelasan
pengawasan, sanksi dan reward .
Demikian pula, langkah kebijakan pimpinan daerah dalam meningkatkan
kompetensi aparat penyelenggara pelayanan dalam pelaksanaan tugas, fungsi,
kewajiban dan tanggungjawab memberikan pelayanan publik, cukup berhasil
mengubah mind set aparat menjadi lebih progresif, terutama di dalam
membangun komitmen dan kebersamaan melaksanakan visi, misi dan tujuan
organisasi.
Dalam kontek kesejahteraan pegawai, di beberapa daerah seperti Gubernur
Gorontalo dan Bupati Solok, telah menetapkan kebijakan dan komitmen untuk
mengambil langkah-langkah pemangkasan hambatan birokrasi seperti, prosedurdan persyaratan, kepastian waktu proses dan penyelesaian, dan beban biaya extra
atau pungli. Langkah tersebut, dibarengi dengan upaya meningkatkan
kesejahteraan pegawai, baik dalam bentuk bonus, penghargaan dan tunjangan,
serta menghapuskan kesan atau pandangan adanya “meja air mata dan meja
mata air”, dengan kebijakan pemerataan kesejahteraan aparat secara
proporsional.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, memperjelas dan mempertegas
bahwa kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus
dlaksanakan secara terpadu satu pintu. Permendagri dimaksud mendapat responpositif dari daerah, dan saat ini menjadi bahan pembahasan alot di daerah,
karena restrukturisasi kelembagaan yang ada dapat menimbulkan banyak
masalah dan perlu dipecahkan bersama, terutama yang berkait dengan (seperti,
konsekuensi hapusnya jabatan, penempatan pegawai dan distribusi kewenangan).
Disisi lain, kendala bagi daerah, adalah belum ditetapkannya Peraturan Presiden
yang mengatur pembagian urusan dan kewenangan (penganti PP 25/2000) dan
Peraturan Presiden yang mengatur Pedoman Organisasi Pemerintah Daerah
(penganti PP 8/2002, menjadi kendala daerah dalam mempersiapkan dan
merumuskan desain dan srtuktur Organisasi Pemerintah Daerah yang berorientasi
pelayanan.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
22/80
15
Saran; Sementara menunggu PerPres tentang Pembagian Urusan dan Wewenang, dan PerPres
tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Daerah yang baru, sebaiknya Daerah merintis
persiapan pengembangan lembaga PPTP, dengan melakukan evaluasi terhadap stuktur organisasi
pemerintah daerah, organisasi dan tata kerja perangkat daerah dan secretariat daerah yang ada,
terutama yang berkaitan tugas dan fungsi, uraian tugas yang masih berorientasi kedalam, danmenyamakan persepsi yang berorientasi pelayanan. Melakukan identifikasi urusan yang nyata
ada di daerah yang memiliki beban tugas dan volume kegiatan tinggi, jenis perizinan yang sesuai
dengan kondisi daerah yang berhubungan dengan urusan dan kewenangan daerah ( urusan daerah,
concurrent dan pembantuan) dan kegiatan lainnya.
Pembentukan PPTSP, seharusnya menjadi momentum bagi pemerintahan daerah,
untuk merumuskan strategi dan kebijakan organisasi yang semula berorientasi
kedalam yaitu; urusan, hak dan kewenangan organisasi dan/atau pejabatnya,
diubah menjadi organisasi yang berorientasi pada pelayanan atau pelanggan.
Yang harus dipahami dan disepakati bersama bahwa, tidak semua jenis
pelayanan perizinan dan/atau non perizinan sertamerta tepat, efisien danefektif diselenggarakan melalui pelayanan terpadu satu pintu.
Pertimbangan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, seharusnya menjadi
dasar menetapkan kebijakan pelimpahan wewenang penyelenggaraan pelayanan
perizinan dan non perizinan tertentu kepada perangkat daerah. Untuk jenis
pelayanan tertentu dimaksud, akan lebih baik dan lebih layak untuk dilimpahkan
penyelenggaraannya ke unit pemerintahan tertentu (seperti; Kecamatan,
Desa/Kelurahan atau UPTD tingkat Kecamatan). Dengan pertimbangan
jangkauan pelayanan yang luas (untuk Kabupaten tertentu), maka
untukmendekatkan pelayanan pada masyarakat, unit organisasi tersebut perlu
difungsikan mendapat pelimpahan wewenang sebagai front office / front line
pelayanan terpadu.
Disamping itu, perlu dipertimbangkan, bahwa ada jenis pelayanan perizinan
yang sifatnya teknis, seperti; tempat dan peralataan untuk uji kelaikan kendaraan
bermotor, karena memerlukan biaya besar apabila dipindahkan dan/atau
membangun baru dilokasi PPTSP. Demikian pula ada jenis pelayanan non
perizinan yang di terpadukan, karena sifatnya temporer, seperti izin praktek
dokter, izin menggunakan jalan umum dan lain sebagainya.
Peraturan Mendagri mengenai kelembagaan PPTSP dimaksud, menjadi dilematisuntuk daerah, disatu sisi harus mengikuti aturan yang seragam, disisi lain kondisi
kebutuhan di lapangan beragam dan memerlukan diskresi. Sementara kegiatan
pembinaan, pengawasan dan penilaian kinerja pemerintahan daerah oleh
pemerintah, di dasarkan pada pendekatan aspek legalitas (rule government ), atau
mengutamakan faktor ketaatan.
D. Konsekuensi Pemberian Perizinan
1. Pemberian otonomi kepada daerah, pada dasarnya memberikan sebagian
urusan dan wewenang pemerintahan kepada daerah, untuk menjalankan hak,
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
23/80
16
wewenang, tanggungjawab dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri
kebutuhan masyarakatnya. Konsekuensinya adalah tanggungjawab dan
kewajiban daerah memberikan dan menyediakan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Ada dua varian pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu;
pelayanan yang menghasilkan “public goods” dan pelayanan yang
menghasilkan “ public regulations”
Public goods, pada umumnya menghasilkan barang atau dalam bentuk
“ hardware”, seperti penyediaan; jalan, jembatan, pasar, sekolah, rumah
sakit, transportasi, terminal, listrik, tilpon dan lainnya yang dibutuhkan
masyarakat. Disamping menghasilkan barang, Public goods juga
menghasilkan jasa, seperti; pemadam kebakaran, ketertiban, persampahan,
pertamanan dan lainnya.
Produk public goods, pada hakekatnya merupakan salah satu kewajiban
yang harus disediakan oleh Pemerintahan Daerah, dalam kerangka
menjalankan hak dan wewenang mengurus daerah dan masyarakatnya, untuk
kesejahteraan masyarakat.
Public regulations, pada umumnya berbentuk ‘software’ produknya beberapa
peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala
Daerah dan Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya.
Produk public regulations, merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah
dalam menjalankan hak dan wewenang mengatur daerah danmasyarakatnya, dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di
daerahnya.
Keluarannya berbentuk aturan yang mewajibkan penduduknya, seperti
harus memiliki KTP, Akte Kelahiran, Akte Perkawinan, IMB, HO, SIUP dan
sebagainya, dan dikenal dengan perizinan dan non perizinan.
Konsekuensi public regulations bagi Pemerintah Daerah adalah kewajiban
memberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya untuk mendapatkan
periizinan dan non perizinan yang diperlukan, guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, meningkatkan investasi dan pemberdayaanmasyarakat.
Diperlukan kebijakan Pemerintahan Daerah, dan komitmen Kepala Daerah
bersama aparat penyelenggaraannya untuk melakukan penyederhanaan
penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan, dan untuk itu harus:
a. mampu mengetahui dan memahami jenis perizinan apa yang dibutuhkandan diperlukan oleh masyarakat;
b. mampu menganalisis jenis perizinan apa saja yang tersebar di Dinas/Instansi Pemerintah Daerah dan mengetahui proses dan prosedur
pelaksanaan pemberian perizinan;
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
24/80
17
c. mampu menyiapkan kebijakan dan strategi memangkas; birokrasipelayanan, prosedur dan persyaratan perizinan,
d. mampu menganalisis dan menyiapkan rumusan kebijakan dan strategipenyederhanaan pelayanan perizinan;
e. mampu mengambil langkah kebijakan operasional untuk memberikanpelayanan dan mengarahkan staf untuk memberikan pelayanan prima,
cepat, tidak berbelit-belit, transparan yang berkait; informasi, kepastian
biaya, kepastian waktu proses dan penyelesaian, akuntabel dan
memuaskan masyarakat;
f. mampu merumuskan kebijakan pimpinan untuk memberikan ruang bagimasyarakat berpartisipasi dalam proses perumusan kebijakan dan
melakukan pengawasan;
g. mampu memberikan masukan kepada pimpinan untuk tidak tebang pilihdalam penegakan hukum (law enforcement ), terhadap aparat
penyelenggara dan pelaksana pelayanan yang melanggar hukum dan/atau
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum/kebijakan,berbuat tercela dan tidak melaksanakan komitmen;.
2. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkanperaturan daerah atau peraturan lainnya, dan merupakan bukti legalitas yang
menyatakan sah atau dibolehkannya seseorang atau badan hukum melakukan
kegiatan tertentu. Pemberian izin atau perizinan, berkaitan dengan perbuatan
hukum yang dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundang-
Undangan, oleh karena itu, selain memiliki kekuatan hukum, izin juga
memiliki implikasi hukum.
Konsekuensi hukum pemberian izin dan/atau akibat izin yang diterbitkan,perlu mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah dan/atau pejabat
penyelenggara pelayanan perizinan, agar tidak keliru dalam melakukan
langkah terobosan atau inovasi dalam upaya mewujudkan pelayanan yang
prima dan/atau untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Kebijakan
perizinan atau pemberian izin yang tidak sesuai dan/atau bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan, atau merugikan masyarakat luas, pemerintah
daerah dan negara, berakibat berurusan dengan hukum.
Contoh; Dibeberapa Daerah banyak pejabat yang dijadikan saksi atau tersangka dan bahkan
terpidana, karena memberikan izin (seperti; penambangan timah, batubara, perkebunan,
penebangan hutan, dan lainnya).
Permasalahan yang dikeluhkan dunia usaha dibidang pelayanan perizinan dan
dianggap menghambat investasi di daerah, sebenarnya tidak sepenuhnya
sebagai akibat dari kebijakan daerah, karena banyak masalah perizinan yang
timbul sebagai akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah atau
Provinsi. Namun masyarakat dan dunia usaha, tidak mau mengerti dan/atau
tidak mau tahu, sehingga sasaran ketidakpuasan tetap diarahkan kepada
Pemerintah Daerah.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
25/80
18
Konsekuensinya, daerah harus berusaha optimal untuk mengubah pola pikir
yang progresif untuk memperbaiki dan menberikan pelayanan perizinan yang
prima, antara lain dengan memangkas berbagai hambatan birokrasi, prosedur
dan persyaratan, kepastian waktu dan biaya, serta transparansi untuk
mendapatkan informasi, serta adanya jaminan keamanan.
Manajemen cerdas:
Pertama, Mengubah pola pikir pemberian perizinan yang berorientasi Pendapatan
Asli Daerah, karena izin tidak tepat menjadi tumpuan (target) Pendapatan Asli
Daerah. Perizinan merupakan salah satu alat untuk menciptakan ketentraman dan
ketertiban, agar masyarakat tentram dan tertib dalam menjalankan kehidupan dan
usahanya, tertib dan taat terhadap aturan dan tidak mengganggu ketentraman dan
ketertiban umum;
Kedua, Pemberian izin, memiliki implikasi hukum, artinya harus ada kepastian
bahwa Pemda tidak akan mengubah kebijakan perizinan dan memberi jaminan atau
perlindungan hukum terhadap orang perorangan atau badan hukum untukmelaksanakan kegiatannya;
Ketiga, Pemberian izin membawa konsekuensi bagi Pemda, Pemda harus menjamin
kepastian perencanaan (tidak ada perubahan rencana peruntukan tanah/lokasi, dan
penggusuran). Pemda juga berkewajiban untuk menyediakan pelayanan publk
berupa sarana dan fasilitas pendukung pengembangan investasi, seperti jalan,
jembatan, pelabuhan, listrik, tilpon, dan lainnya (koordinasi perencanan dengan
Instansi Pemerintah/Lembaga Pemerintah non Departemen dan BUMN dan
terintegrasi dalam RPJMD dan RKPD).
Keempat , Pemda harus memiliki orientasi atau naluri bisnis dalam memberikan
pelayanan, artinya memahami apa yang dibutuhkan dan diperlukan dunia usahauntuk berbisnis, dan memahami tujuan pengusaha adalah mencari rente atau
keuntungan yang setinggi-tingginya. Diperlukan strategi dan trick bagaimana modal
masuk dan kegiatannya tetap bertahan dan berkembang di daerah, karena oreintasi
pebisnis/pengusaha akan mencari tempat atau lokasi lain yang kondusif, aman dan
menguntungkan, serta tidak dibebani biaya pengeluaran tinggi diluar kepentingan
usahanya.
Kelima, Menciptakan iklim yang kondusif agar kegiatan usaha yang dilakukan
masyarakat/swasta dapat berkembang, dan melakukan kerjasama dan/atau bermitra
dengan pengusaha untuk menciptakan pasar kerja dan tumbuh kembangnya kegiatan
usaha pendukungnya termasuk UMKM. Terbukanya lapangan kerja dan usaha, akan
meningkatkan pendapatan masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan, pada
gilirannya masyarakat mampu membayar pajak dan retribusi untuk mendukung
kemampuan Pendapatan Asli Daerah (income generating).
F. Latihan/ Diskusi
Topik Bahasan Diskusi
Diskusi Pleno, dengan Topik diskusi: “Pelaksanaan Kebijakan pembentukan
UPT atau UPTSA dibeberapa daerah tidak berjalan optimal“.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
26/80
19
Diskusikan; Mengapa kebijakan tersebut tidak berjalan baik, bagaimana dan apa
yang seharusnya dilakukan oleh anda sebagai pimpinan manajerial eselon II di
dalam menyikapi pelaksanaan kebijakan tersebut. Strategi dan kebijakan seperti
apa yang anda siapkan untuk meyakinkan pimpinan dan menyamakan persepsi
aparat dilingkungan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik (komitmen, kelembagaan, kewenangan, sumber daya aparat pelaksana,
dana, sarana dan prasarana).
Brainstorming, identifikasi masalah, problem pokok masalah dan solusinya
(buat notulen dan hasil rumusannya/ handout bagi peserta).
F. Rangkuman
1. Kebijakan pelayan peizinan diatur dalam berbagai perturan perundang-
undangan, antara laina. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan tersebut antara lain
mengatur pola penyelenggaraan pelayanan publik , yaitu; Pola Pelayanan
Fungsional, Pola Pelayanan Terpusat, dan Pola Pelayanan Terpadu
mencakup; Pola Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) dan Pola
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, serta Pola Pelayanan Gugus Tugas.
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 TentangPedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang
ditetapkan dalam kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuaidengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan
Perbaikan Investasi, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan investasi, dengan memberikan perhatian yang lebih
besar pada peran usaha mikro, kecil dan menengah.
Terdapat perbedaan mendasar, antara pengertian Pola Pelayanan Terpadu
Satu Pintu menurut Peraturan Mendagri dan menurut Keputusan Menpan,
KepMenpan memberikan alternative pilihan kepada daerah sesuai pola
pelayanan, untuk membentuk lembaga penyelenggara pelayanan, dan
penyelenggara PTSP memiliki kewenangan menyelenggarakan berbagai
jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melaluisatu pintu (tidak seluruh perizinan dan non perizinan).
Dalam Permendagri secara tegas dinyatakan bahwa Penyelenggara Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PPTSP) adalah Perangkat Daerah yang memiliki tugas
pokok dan fungsi mengelola semua bentuk perizinan dan non perizinan di
daerah dengan sistim satu pintu.
Permendagri dimaksud, menegaskan bahwa PPTSP sebagai perangkat
daerah yang diberi wewenang mengelola seluruh pelayanan perizinan dan
non perizinan, dapat diasumsikan; pertama, membentuk lembaga perangkat
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
27/80
20
daerah baru, kedua, jenis dan kewenangan pelayanan perizinan dan non
perizinan yang saat ini tersebar di berbagai dinas/instansi digabungkan atau
disatukan menjadi tugas, fungsi dan wewenang PPTSP. Akan terjadi
perubahan mendasar pada struktur organisasi pemerintahan daerah, yaitu
dilakukannya penataan Organisasi dan TUPOKSI Perangkat Daaerah yang
ada saat ini.
2. Unit Pelayanan Terpadu (UPT) adalah satu lembaga atau Institusi yangmerupakan suatu tempat dimana masyarakat umum, termasuk sektor swasta/
dunia usaha, melakukan hubungan kerja (interaksi) dengan pihak pemerintah
(otoritas) guna mengajukan permohonan dan mendapatkan perizinan usaha
dan lainnya yang dibutuhkan atau diperlukan. Keberadaan UPT,
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat atau swasta/
dunia usaha untuk mendapatkan pelayanan perizinan yang diselenggarakan di
satu tempat, sehingga tidak perlu lagi mendatangi ke beberapa institusi
pemerintahan yang tersebar di berbagai tempat/lokasi.
3. Konsekuensi pemberian hak dan wewenang otonomi kepada daerah, adalahtanggungjawab dan kewajiban pemerintahan daerah, untuk memberikan dan
menyediakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ada dua variant pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, yaitu;
pelayanan yang menghasilkan “public goods” dan pelayanan yang
menghasilkan “ public regulations”
Public goods, pada umumnya menghasilkan barang atau dalam bentuk
“ hardware”, seperti penyediaan ; jalan, jembatan, pasar, sekolah, rumahsakit, transportasi, terminal, listrik tilpon dan lainnya yang dibutuhkan
masyarakat.
Public regulations, pada umumnya berbentuk ‘software’ produknya beberapa
Peraturan Perundang-undangan, seperti Peraturan Daerah, Peraturan Kepala
Daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi lainnya.
Produk public regulations, merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah
dalam menjalankan hak dan wewenang mengatur daerah dan
masyarakatnya, dalam rangka menciptakan ketentraman dan ketertiban di
daerahnya.
Keluarannya berbentuk aturan yang mewajibkan penduduknya, seperti
harus memiliki KTP, Akte Kelahiran, Akte Perkawinan, IMB, HO, SIUP dan
sebagainya, dan dikenal dengan perizinan dan non perizinan.
4. Pemerintah daerah telah mengambil langkah kebijakan penyederhananpenyelenggaraan pelayanan perizinan dengan membentuk unit pelayanan
terpadu (UPT). Bercermin dari pengalaman pelaksanaan UPT di beberapa
daerah, penyederhanaan pelayanan perizinan tidak sesederhana teori dan
semudah membuat konsepnya. Penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
28/80
21
perizinan merupakan proses kegiatan berkelanjutan yang harus dilaksanakan
secara bertahap dan terpadu dengan program lain.
5. Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkanperaturan daerah atau peraturan lainnya, dan merupakan bukti legalitas yang
menyatakan sah atau dibolehkannya seseorang atau badan hukum melakukan
kegiatan tertentu. Pemberian izin atau perizinan, berkaitan dengan perbuatan
hukum yang dilakukan pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan, oleh karena itu, selain memiliki kekuatan hukum, perizinan juga
memilki implikasi hukum.
6. Konsekuensi public regulations bagi Pemerintah Daerah adalah kewajibanmemberikan pelayanan prima kepada masyarakatnya untuk mendapatkan
perizinan dan non perizinan yang diperlukan, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, meningkatkan investasi dan pemberdayaan masyarakat.
Diperlukan kebijakan Pemerintahan Daerah, dan komitmen Kepala Daerah bersama aparat penyelenggaranya untuk melakukan penyederhanaan
penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non perizinan.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
29/80
22
BAB III
KEBIJAKAN PEMBENTUKAN
LEMBAGA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)
Setelah mempelajari Bab III ini, peserta mampu;
1. Menganalsis dan mengevaluasi kebijakan daerah dalam pelaksanaan pelayanan perizinan;
2. Menganalisis, merumuskan dan menyiapkan strategi dankebijakan pengembangan kelembagaan yang berorientasi
pelayanan;
3. Mengarahkan dan membimbing staf melakukan analisis pembentukan lembaga penyelenggara pelayanan terpadu satu
pintu (PPTSP)
A. Komitmen Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)
1. Pengantar
a. Masyarakat umum dan kalangan dunia usaha sering mengeluhkan prosespelayanan perijinan oleh pemerintah yang berbelit-belit, tidak transparan, dan
perlu biaya extra. Mereka sering bolak-balik dari satu kantor ke kantor lain
hanya untuk mengurus suatu layanan perijinan, kondisi tersebut membuat
masyarakat kecewa dan merasa dipermainkan dan dibohongi oleh janji aparat
penyelenggara pelayanan umum (pemerintah), sehingga masyarakat menilai
kinerja pelayanan umum secara keseluruhan buruk dan tidak memuaskan.
Bagi kalangan dunia usaha, masalah yang sering dikeluhkan adalah ketidak-
jelasan prosedur, kepastian biaya dan waktu proses dan penyelesaian
perizinan, sehingga secara rata-rata biaya yang dikeluarkan pada akhirnya
tinggi. Kondisi pelayanan perizinan yang buruk, menyebabkan menurunnya
atau berkembangnya ketidak kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Berdasarkan fakta ini Departemen Dalam Negeri meminta kepada Pemerintah
Daerah untuk mengembangkan pelayanan perijinan yang terpadu melalui
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 503/125/PUOD tanggal 16 Januari
1997 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Perijinan di Daerah dan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 1998 tentang Pelayanan
Perijinan Satu Atap di Daerah.
Demikian pula, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah
menerbitkan berbagai Peraturan Perundang-undangan/pedoman bagi
pemerintah dan pemerintah daerah, untuk meningkatkan pelayanan, melalui
berbagai model pelayanan publik (termasuk pola pelayanan terpadu satu atap
(PTSA) dan pola pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)).
b. Merespon permasalahan tersebut, beberapa pemerintah daerah telah
mengeluarkan kebijaksanaan untuk membentuk pelayanan terpadu satu atap,
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
30/80
23
dimana dengan model tersebut masyarakat dalam mengurusi perijinan hanya
perlu mendatangi kantor PT-SA untuk mengurus semua pelayanan perijinan
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang PedomanPenyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), ditetapkan dalam
kerangka penyederhanaan pelayanan terpadu sesuai dengan Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Investasi, untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi, dengan
memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil
dan menengah.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, dan untuk melaksanakan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tersebut diatas, maka untuk memudahkan peserta dan
daerah melaksanakan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PPTSP),khususnya pembentukan perangkat daerah PPTP, dalam bab ini dicontohkan
beberapa proses dan bentuk LPTSP. Secara garis besar diuraikan beberapa
Alternatif Bentuk Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (LPTSP), dan
analisis bentuk LPTSP yang dianggap paling sesuai untuk dikembangkan
dalam proses pembentukan PPTSP.
2. Komitmen Pimpinan dan Penyelenggara Pelayanan
a. Buruknya pelayanan di daerah bukan semata-mata karena merupakan hasil dari
kegagalan atau ketidakmampuan atau rendahnya pengetahuan teknologi yangdimiliki pada sebagian staf pemerintah daerah, tetapi juga karena banyak faktor
seperti peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pelayanan publik
yang diterbitkan oleh pemerintah yang berubah-ubah atau tidak konsisten,
sehingga mempengaruhi kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik di
daerah.
Faktor lain, sebagian penyelenggara pelayanan di daerah, perpandangan bahwa
pelayanan publik bukan merupakan tugas pokok dan fungsinya, dan
menganggap pelayanan publik sebagai tugas tambahan. Salah satu faktor
penyebabnya adalah, tugas pelayanan publik dan/atau pelayanan perizinan
tidak jelas dan tidak tegas tersurat dalam struktur organisasi pemerintahan
daerah dan/atau organisasi dan tata kerja perangkat daerah yang mengatur dan
mendistribusikan tugas pokok, fungsi dan uraian tugas (job deskription)
kepada satuan kerja atau penjabatnya.
Demikian pula, inefisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah, pada
dasarnya tidak menggambarkan sepenuhnya karena semata-mata kekurangan
atau ketidak mampuan sumber daya manusia, tetapi juga karena problem
manajemen, komitmen dan kebijakan top pimpinan dan pimpinan bawahnya,
serta pendekatan yang digunakan di dalam melaksanakan otonomi daerah
masih di dasarkan pada pendekatan proyek.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
31/80
24
b. Hampir kebanyakan pimpinan dan aparat penyelenggara pelayanan publik”menganggap” bahwa memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan
adalah sebagai suatu rangkaian dari pergerakan teknik pemadam kebakaran,
daripada sebuah strategi dan usaha yang sistimatik. Anggapan demikian, dapat
dilihat dari usaha yang dilakukan oleh organisasi pemerintahan daerah dan/
atau jabatan individu penyelenggaranya, di dalam menghadapi masalah
pelayanan, kesannya secara umum dalam bertindak seperti petugas pemadam
kebakaran.
Ilustrasi; Diyakini bahwa semua pimpinan dan jajaran aparat penyelenggara
di daerah, mengerti dan memahami bahwa tujuan pemberian otonomi daerah
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan
pelayanan publik. Seharusnya, pemerintahan daerah merespon dan
menindaklanjutinya dengan membuat strategi dan kebijakan pelayanan publik.
Dalam kontek tujuan pemberian otonomi daerah, Pemerintah menetapkanberbagai kebijakan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu strategi
untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik, khususnya
kebijakan dibidang pelayanan perizinan dengan membentuk Unit Pelayanan
Terpadu.
Dalam praktek, tidak semua daerah melaksanakan kebijakan tersebut, dari
hasil penelusuran dan evaluasi (sumber; Depdagri) permasalahan pokoknya
adalah rendahnya komitmen dan kepedulian dari top pimpinan, pimpinan
menengah dan bawah di daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pelayanan perizinan.
Permasalahan lainnya adalah; pertama, kebanyakan aparat pemerintahan
daerah ”lupa” terhadap fungsi utamanya sebagai aparat pelayanan, dan
menganggap pelayanan adalah tugas atau fungsi tambahan dari pekerjaan
lainnya (dapat dilihat dari tugas pokok, fungsi dan uraian tugas yang lebih
berorientasi kedalam yaitu kepentingan urusan dan wewenangnya). Umumnya
aparat baru bergerak setelah terjadi suatu masalah pelayanan.
Kedua, Ketika pelayanan publik mengarah pada kualitas pelayanan, banyak
aparat atau organisasi ”melihatnya sebagai cahaya atau lampu hijau suatu
keberhasilan” dan umumnya ”tidak melihat bahwa kualitas pelayanan sebagai
suatu area yang nyata dan penting dilaksanakan”.
Ketiga, kualitas pelayanan biasanya tidak pernah diintegrasikan kedalam
kegiatan sehari hari satuan unit kerja, maupun satuan k erja dalam satu
kesatuan organisasi. Bahkan pelayanan publik dianggap tidak menjadi tugas
dan kewajibannya yang dapat membentuk perilaku dan sikap aparat sebagai
abdi pelayanan. Hal ini tidak terlihat atau tidak pernah ditunjukkan atau
menjadi budaya kerjanya.
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
32/80
25
c. Inisiatif memulai untuk membuat strategi dan kebijakan, serta melaksanakanperbaikan atau peningkatan kualitas pelayanan sangat mudah dilakukan.
Tetapi melaksanakan atau melakukan perbaikan atau peningkatan kualitas
pelayanan secara rutin dan berkelanjutan bukan perkara mudah dan menjadi
sesuatu yang berbeda. Memperbaiki atau meningkatkan kualitas pelayanan
adalah proses yang berkelanjutan, kualitas pelayanan bukan tujuan akhir,
kualitas pelayanan akan berubah dan terus meningkat sesuai dengan tuntutan
dan harapan masyarakat. Kualitas pelayanan yang sekarang diterima dan
memuaskan masyarakat, mungkin dimasa mendatang tidak lagi dianggap
memuaskan masyarakat.
Kata Kunci Pelayanan yang berkelanjutan, adalah menggunakan pendekatan sistimatik dan
terencana untuk mengimplementasikan usaha perbaikan atau peningkatan pelayanan dalam
satu sistim pelayanan untuk mencapai kualitas pelayanan.
Sistim pelayanan, adalah keterkaitan semua aparat, secara fisik dan prosedur
pegawai harus memiliki sikap melayani untuk mempertemukan kebutuhanmasyarakat dan menyampaikan layanan secara berkelanjutan.
Salah satu strategi memperbaiki kualitas pelayanan perizinan adalah
perubahan pola pikir (mind set ) dari top pimpinan dan aparatnya, untuk
membangun komitment. Tanpa komitmen dan dedikasi dari top pimpnan dan
pimpinan bawahnya, tanpa dukungan dan partisipasi seluruh aparat
penyelenggara pemerintahan daerah, sebaik apapun rencana, strategi, design
dan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan, akan sia-
sia dan gagal dilaksanakan.
B. Organisasi Berorientasi Pelayanan
1. Struktur dan desain organisasi merupakan bagian penting dalam pekerjaanmanajemen publik, tanpa desain organisasi yang efektif, pelayanan yang
disampaikan hanya akan menjadi fenomena tugas penyedia saja. Banyak komentar
atau kritik dari para akademisi terhadap desain organisasi yang dianggap
cenderung mengikuti trend, termasuk kritik terhadap aktivitas aspek lainnya dalam
organisasi. Pandangan atau kritik (masukan) yang diterima saat ini, terutama pada
area struktur organisasi dapat dirangkum sebagai berikut :
a. Birokrasi bersifat rigid atau kaku dan kurang responsif terhadap tuntutanperubahan;
b. Struktur desentralisasi (mendekatkan pada konsumen) adalah bentukorganisasional yang paling tepat;
c. Unit organisasi yang tidak besar atau kecil dan sederhana dianggap lebihefisien dan ef ektif , daripada unit organisasi yang lebih besar atau gemuk.
2. Bagaimana organisasi pemerintahan daerah kita? Struktur dan design organisasi pemerintahan daerah, cenderung banyak
dipengaruhi oleh konsep birokasinya Weber. David Mc Kevitt dalam bukunya,
“ Managing Core Public Service”, hal 124”, menanggapi konsep Birokrasi Weber
yang secara singkat sebagai berikut:
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
33/80
26
“Weber menjelaskan bahwa birokrasi adalah representasi dari peraturan yang
rasional untuk mengambil keputusan yang tetap dan informasi diproses secara
efisien sebagai persyaratan untuk setiap pengambilan keputusan. Birokrasi patut
dicontoh oleh organisasi pelayanan publik dan birokrat, sebagai model
administrator yang professional.
Weber secara jelas lebih tertarik pada rasionalitas formal daripada gambaran
efisensi, tetapi karakteristik yang di identifikasikan seringkali di interpretasikan
seperti itu. Elemen utama dari rangkuman kajian tentang birokrasi yang Weber
ungkapkan antara lain :
a. Peraturan dan prosedur yang memungkinkan organisasi untuk menjalankanfungsinya dalam mempredik si perilaku rutin dan spesialisasi serta pembagian
tenaga kerja.
b. Sebagai rantai hierarki perintah.
c. Seleksi untuk menentukan kompetensi dasar.d. Pemisahan antara kepemilikan dan administrasi. e. Mencatat atau menulis atau mendokmnetasikan tentang tindakan-tindakan,
keputusan dan peraturan.
Menurut David Mc Kevitt, formulasi Weber ini digambarkan secara sederhana, dan
pre-demokratis terhadap kondisi yang langka informasi di abad ke-19. Oleh karena
itu, gambaran yang diberikan Weber adalah valid dalam beberapa konteks, namun
tidak dapat dilihat sebagai representasi kompleksitas, lingkungan yang tidak stabil.
Kekurangan dari model birokrasi klasik seperti ini dapat dirangkum sebagai
berikut:a. Kaku dan defensif, lebih berorientasi kedalam;b. Menekankan pada pengertian menerima tingkat kinerja minimum;c. Sasaran Sub unit lebih mengutamakan mengatasi tujuan akhir organisasi ;d. Melampaui fungsi departemen /bagian.
3. Organisasi adalah alat sosial untuk menangani/mengelola informasi, pada kondisihubungan sosial yang stabil antara professional dan staf administrasi, dengan
pengertian di mana pelayanan telah disampaikan kepada masyarakat sebagai klien.
Tidak semua masyarakat memerlukan jenis pelayanan yang sama, dan organisasi
pengelola pelayanan publik harus mampu menggabungkan keragaman dengan
kebutuhan dan permintaan.
Sebagai contoh, Suatu Rumah Sakit besar utama sangat penting memiliki waktu
24 jam, dan 365 hari untuk mengadakan /menyediakan pelayanan bagi pasien
kecelakan dan keadaan darurat, sementara itu juga harus menyediakan fasilitas
tambahan perawatan intensif yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan
pendapatan khusus.
Sebagaimana yang terjadi pada sektor privat/swasta, organisasi publik harus
mendesain struktur untuk menyampaikan tujuan strategisnya, untuk menciptakan
cara menentukan kebutuhan dari keseluruhan arah dan pengawasan, dengan
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
34/80
27
persyaratan yang f leksibel untuk mengakomodir fungsi lainnya yang bersifat
khusus.
Organisasi, seperti halnya manusia, hidup dan berkembangnya tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan sosial, budaya dan kesejarahan, artinya dalam membentuk
atau merevitalisasi suatu organisasi harus memperhatikan dan mempertimbangkan
kondisi sosial budaya dan sejarah serta lingkungan yang mempengaruhinya.
Sayangnya, berbagai usaha yang mendorong dilakukannya reformasi organisasi,
sering mengabaikan faktor lingkungan yang mempengaruhinya, terutama dalam
konteks faktor-faktor; ekonomi, sosial, budaya dan perkembangan lingkungan.
4. Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, para pimpinan/manager dan stafprofessional tidak hanya digerakkan oleh keinginan sendiri, tetapi terkait dengan
landasan konseptual, kebijakan peraturan perundang-undangan, dan tuntutan
kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan.
Bagaimanapun juga, tantangan yang dihadapi oleh para pimpinan / manajer
pelayanan publik yang bekerja dalam konteks profesionalitas sangat tinggi, secara
umum sama dengan setiap warga negara yang memiliki hak untuk mengharapkan
pelayanan dan dukungan dari berbagai struktur organisasi yang bertugas
menyampaikan pelayanan.
Penyampaian pelayanan yang professional membutuhkan otonomi atau keleluasaan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, otonomi atau keleluasaan di sini termasuk
juga kebijakan politik dan ekonomi yang mengatur prioritas kepentingan daerah.
Pimpinan manajerial menengah merupakan pemain kunci untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas pelayanan, dan untuk itu mereka membutuhkan pelatihandan pengembangan kompetensinya secara khusus, untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilannya menyelenggarakan pelayanan publik.
Seorang pimpinan manajerial menengah, baik yang profesional dan administratif,
perlu diberikan perhatian dalam hal keterampilan, teknik, dan pendekatan-
pendekatan yang mampu menghasilkan level pelayanan yang pantas sesuai dengan
jiwa pelayanan publik.
Kerangka penilaian institusional/kelembagaan yang terkait dengan sumber daya
dan legitimasi/pengakuan merupakan hal yang dominan, kegiatan pelayanan
publik membutuhkan kejelasan persyaratan yang efektif untuk mengakomodirpendapat masyarakat dan keterlibatan aktifnya dalam menyusun persyaratan
pelayanan. Lebih lanjut, seorang pimpinan/manajer menengah harus bisa
menghargai bahwa pelayanan yang efektif adalah hasil seleksi permintaan dari
pelayanan teknis tertentu di dalam level toleransi kebiasaan dan praktek organisasi
yang telah ada. Pihak pembuat keputusan atau kebijakan, juga harus diberikan
informasi dan pemahaman tentang hal strategis dan inovasi yang ditawarkan staf
untuk memperbaiki kualitas pelayanan.
5. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa bentuk organisasi yangsecara rasional dapat menciptakan kepantasan, sangat tergantung pada hubungan
8/21/2019 Modul-2-Eselon-2-Pelayanan-Publik
35/80
28
antara tugas dan lingkungan yang dilayani dan /atau mempengaruhi. Tidak ada
satupun “desain struktur organisasi yang terbaik”, tetapi desain struktur organisasi
yang baik menunjukkan adanya relevansi apa yang tepat dipilih oleh struktur
organisasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan permintaan dari
lingkungan eksternal (pelayanan publik).
Tugas manajemen selanjutnya adalah, memilih struktur organisasi yang tepat,
terlepas dari jenis pekerjaan yang dilakukan dalam organisasi dan jenis lingkungan
yang dihadapi oleh organisasi. Sebagai tambahan yang juga perlu dipertimbangkan,
adalah kebutuhan pekerja/karyawan yang memenuhi persyaratan untuk mampu
menjalankan tugas dan fungsinya guna tercapainya tujuan organisasi.
Untuk menambah pengetahuan, beberapa tip organisasi dan karakteristiknya, antara
lain :
a. Organisasi mekanistik
Organisasi ini sangat tepat digunakan untuk menstabilkan kondisi eksternal dan jenis prosesnya yang berkelanjutan, dan karakteristik nya adalah:
1) Spesialisasi tugas dan fungsi yang dibedakan berdasarkan masalah dantugas untuk menghadapi organisasi yang secara keseluruhan memburuk ;
2) Secara natural, abstraksi dari setiap tugas individu diikuti dengan metode,teknik dan tujuan yang kurang lebih berbeda dari tujuan organisasi secara
keseluruhan, dalam arti fungsionaris cenderung untuk mengejar
peningkatan teknisnya, ketimbang menyelesaikan tugas dari organisasi;
3) Definisi yang tepat mengenai hak, kewajiban dan metode teknis yangterkait dengan masing-masing peranan fungsinya;
4) Hierarki Struktur yang jelas dari pengawasan, kewenangan dan
komunikasi; 5) Kecenderungan untuk operasional dan perilaku bekerja yang diatur dalam
instruksi dan keputusan pimpinan;
6) Kekuatan yang mendorong tumbuh kembannya loyalitas terhadaporganisasi dan kepatuhan terhadap pihak yang lebih tinggi.
b. Organisasi Organik Karakteristik organisasi organik yang tepat untuk mengantisipasi kondisi
perubahan lingkungan dan tugas non rutin, termasuk;
1) Pengetahuan khusus seperti pengalaman, memiliki kontribusi terhadaptugas umum organisasi;
2) Penyesuaian yang berkelanjutan untuk meredefinisi tugas individu, melaluiinteraksi dengan orang lain;
3) Membangun komitmen bersama terhadap organisasi diluar definisi teknisorganisasi
4) Kejelasan Struktur jaringan pengawasan, kewenangan dan komunikasi;5) Tidak ada masukan untuk pimpinan organisas