13
MODEL MADRASA (Studi Multi Kasus Pa Pesantr Univer Abstract The development of Isla schools with various types of typ impact of the development of the ed which certainly requires an an projections of experts in accorda fields, in this case pesantren are requ curriculum, prepare curriculum strategies and then implement it we all Modern theories have relevance pesantren on the one hand, and at pesantren also need the concept of modern curriculum. The problem in how the curriculum developme pesantren diniyah madrasas. The p study is to describe the developm type of research is field research (F using historical approaches and ca data collection techniques ar observation and documentation, u qualitative data analysis techniques this study are: First, Islamic boardi early education have implement development. The curriculum of Takmiliyah Madrasah is in accor wishes of the organizers with the do kiyai and ustad, and has not made guidelines based on Diniyah implementation guidelines of t Ministry of Religion in total, which between the ideal curriculum a curriculum affect the implemen curriculum as it is, and there is s repetition of material between fo formal education. In the theory o states that development and implem paying attention to the components development, determining the steps development, so early Islamic boar Bengkulu do not yet have curricul 43 L PENGEMBANGAN KURIKULUM AH DINIYAH PONDOK PESANTRE ada Pondok Pesantren Pancasila ren Al-Quraniyah di Bengkulu) Oleh: Muhammad Alfian Program Pascasarjana rsitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang E-mail: [email protected] amic boarding ypologies is the ducation system, nalysis of the ance with their quired to concoct m development ell, although not to the world of t the same time implementing a n this research is ent model for purpose of this ment model This Field Research), ase studies. The re interviews, using inductive s. The results of ing schools with ted curriculum f the Diniyah rdance with the omination of the e the curriculum h Takmiliyah the Indonesian h makes the gap and the actual ntation of the still an ongoing ormal and non- of Miller-Seller mentation is by s of curriculum s of curriculum rding schools in lum documents, but have their own ways in c namely combination models. Keywords: Model, Deve Islamic Boarding School. Abstrak Perkembangan pond berbagai macam tipologiny berkembangnya sistem pe membutuhkan analisa proye ahli sesuai dengan bidan pesantren dituntut untuk mempersiapkan strategi pen dan selanjutnya dapat mel baik, meskipun sebenarny modern memiliki relev pesantren disatu sisi, dan pesantren juga membutuhkan kurikulum modern. Permasa penelitian ini adalah pengembangan kurikulum pesantren. Adapun tujuan untuk mendeskripsikan mode penelitian ini adalah pene Research), dengan meng historis dan studi kas pengumpulan datanya adalah dan dokumentasi, dengan analisis data kualitatif ya Adapun hasil temuan dalam Pertama, Pondok pesantren diniyahnya telah melaksa kurikulum. Pelaksanaan Diniyah Takmiliyah sesua penyelenggara dengan dom dan belum menjadikan berdasarkan pedoman pen Takmiliyah Kementerian Ag hal ini yang membuat ada EN a dan Pondok curriculum development . elopment, Curriculum, dok pesantren dengan ya adalah dampak dari endidikan, yang tentu eksi kebutuhan tenaga ngnya, dalam hal ini meramu kurikulum, ngembangan kurikulum laksanakannya dengan ya tidak semua teori vansi terhadap dunia pada saat yang sama n konsep implementasi alahan yang ada dalam bagaimana model m madrasah diniyah penelitian ini adalah el pengembangan Jenis elitian lapangan (field ggunakan pendekatan sus. Adapun teknik h wawancara, observasi menggunakan teknik ang bersifat induktif. m penelitian ini adalah: n dengan pendidikan anakan pengembangan kurikulum Madrasah uai dengan kehendak minasi kiyai dan ustad, pedoman kurikulum nyelenggaraan Diniyah gama R.I secara total, jurang pemisah antara brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by Conciencia

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

  • Upload
    others

  • View
    23

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

43

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUMMADRASAH DINIYAH PONDOK PESANTREN

(Studi Multi Kasus Pada Pondok Pesantren Pancasila dan PondokPesantren Al-Quraniyah di Bengkulu)

Oleh:

Muhammad Alfian

Program PascasarjanaUniversitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

E-mail: [email protected]

AbstractThe development of Islamic boarding

schools with various types of typologies is theimpact of the development of the education system,which certainly requires an analysis of theprojections of experts in accordance with theirfields, in this case pesantren are required to concoctcurriculum, prepare curriculum developmentstrategies and then implement it well, although notall Modern theories have relevance to the world ofpesantren on the one hand, and at the same timepesantren also need the concept of implementing amodern curriculum. The problem in this research ishow the curriculum development model forpesantren diniyah madrasas. The purpose of thisstudy is to describe the development model Thistype of research is field research (Field Research),using historical approaches and case studies. Thedata collection techniques are interviews,observation and documentation, using inductivequalitative data analysis techniques. The results ofthis study are: First, Islamic boarding schools withearly education have implemented curriculumdevelopment. The curriculum of the DiniyahTakmiliyah Madrasah is in accordance with thewishes of the organizers with the domination of thekiyai and ustad, and has not made the curriculumguidelines based on Diniyah Takmiliyahimplementation guidelines of the IndonesianMinistry of Religion in total, which makes the gapbetween the ideal curriculum and the actualcurriculum affect the implementation of thecurriculum as it is, and there is still an ongoingrepetition of material between formal and non-formal education. In the theory of Miller-Sellerstates that development and implementation is bypaying attention to the components of curriculumdevelopment, determining the steps of curriculumdevelopment, so early Islamic boarding schools inBengkulu do not yet have curriculum documents,

but have their own ways in curriculum developmentnamely combination models.

Keywords: Model, Development, Curriculum,Islamic Boarding School.

AbstrakPerkembangan pondok pesantren dengan

berbagai macam tipologinya adalah dampak dariberkembangnya sistem pendidikan, yang tentumembutuhkan analisa proyeksi kebutuhan tenagaahli sesuai dengan bidangnya, dalam hal inipesantren dituntut untuk meramu kurikulum,mempersiapkan strategi pengembangan kurikulumdan selanjutnya dapat melaksanakannya denganbaik, meskipun sebenarnya tidak semua teorimodern memiliki relevansi terhadap duniapesantren disatu sisi, dan pada saat yang samapesantren juga membutuhkan konsep implementasikurikulum modern. Permasalahan yang ada dalampenelitian ini adalah bagaimana modelpengembangan kurikulum madrasah diniyahpesantren. Adapun tujuan penelitian ini adalahuntuk mendeskripsikan model pengembangan Jenispenelitian ini adalah penelitian lapangan (fieldResearch), dengan menggunakan pendekatanhistoris dan studi kasus. Adapun teknikpengumpulan datanya adalah wawancara, observasidan dokumentasi, dengan menggunakan teknikanalisis data kualitatif yang bersifat induktif.Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah:Pertama, Pondok pesantren dengan pendidikandiniyahnya telah melaksanakan pengembangankurikulum. Pelaksanaan kurikulum MadrasahDiniyah Takmiliyah sesuai dengan kehendakpenyelenggara dengan dominasi kiyai dan ustad,dan belum menjadikan pedoman kurikulumberdasarkan pedoman penyelenggaraan DiniyahTakmiliyah Kementerian Agama R.I secara total,hal ini yang membuat ada jurang pemisah antara

43

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUMMADRASAH DINIYAH PONDOK PESANTREN

(Studi Multi Kasus Pada Pondok Pesantren Pancasila dan PondokPesantren Al-Quraniyah di Bengkulu)

Oleh:

Muhammad Alfian

Program PascasarjanaUniversitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

E-mail: [email protected]

AbstractThe development of Islamic boarding

schools with various types of typologies is theimpact of the development of the education system,which certainly requires an analysis of theprojections of experts in accordance with theirfields, in this case pesantren are required to concoctcurriculum, prepare curriculum developmentstrategies and then implement it well, although notall Modern theories have relevance to the world ofpesantren on the one hand, and at the same timepesantren also need the concept of implementing amodern curriculum. The problem in this research ishow the curriculum development model forpesantren diniyah madrasas. The purpose of thisstudy is to describe the development model Thistype of research is field research (Field Research),using historical approaches and case studies. Thedata collection techniques are interviews,observation and documentation, using inductivequalitative data analysis techniques. The results ofthis study are: First, Islamic boarding schools withearly education have implemented curriculumdevelopment. The curriculum of the DiniyahTakmiliyah Madrasah is in accordance with thewishes of the organizers with the domination of thekiyai and ustad, and has not made the curriculumguidelines based on Diniyah Takmiliyahimplementation guidelines of the IndonesianMinistry of Religion in total, which makes the gapbetween the ideal curriculum and the actualcurriculum affect the implementation of thecurriculum as it is, and there is still an ongoingrepetition of material between formal and non-formal education. In the theory of Miller-Sellerstates that development and implementation is bypaying attention to the components of curriculumdevelopment, determining the steps of curriculumdevelopment, so early Islamic boarding schools inBengkulu do not yet have curriculum documents,

but have their own ways in curriculum developmentnamely combination models.

Keywords: Model, Development, Curriculum,Islamic Boarding School.

AbstrakPerkembangan pondok pesantren dengan

berbagai macam tipologinya adalah dampak dariberkembangnya sistem pendidikan, yang tentumembutuhkan analisa proyeksi kebutuhan tenagaahli sesuai dengan bidangnya, dalam hal inipesantren dituntut untuk meramu kurikulum,mempersiapkan strategi pengembangan kurikulumdan selanjutnya dapat melaksanakannya denganbaik, meskipun sebenarnya tidak semua teorimodern memiliki relevansi terhadap duniapesantren disatu sisi, dan pada saat yang samapesantren juga membutuhkan konsep implementasikurikulum modern. Permasalahan yang ada dalampenelitian ini adalah bagaimana modelpengembangan kurikulum madrasah diniyahpesantren. Adapun tujuan penelitian ini adalahuntuk mendeskripsikan model pengembangan Jenispenelitian ini adalah penelitian lapangan (fieldResearch), dengan menggunakan pendekatanhistoris dan studi kasus. Adapun teknikpengumpulan datanya adalah wawancara, observasidan dokumentasi, dengan menggunakan teknikanalisis data kualitatif yang bersifat induktif.Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah:Pertama, Pondok pesantren dengan pendidikandiniyahnya telah melaksanakan pengembangankurikulum. Pelaksanaan kurikulum MadrasahDiniyah Takmiliyah sesuai dengan kehendakpenyelenggara dengan dominasi kiyai dan ustad,dan belum menjadikan pedoman kurikulumberdasarkan pedoman penyelenggaraan DiniyahTakmiliyah Kementerian Agama R.I secara total,hal ini yang membuat ada jurang pemisah antara

43

MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUMMADRASAH DINIYAH PONDOK PESANTREN

(Studi Multi Kasus Pada Pondok Pesantren Pancasila dan PondokPesantren Al-Quraniyah di Bengkulu)

Oleh:

Muhammad Alfian

Program PascasarjanaUniversitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang

E-mail: [email protected]

AbstractThe development of Islamic boarding

schools with various types of typologies is theimpact of the development of the education system,which certainly requires an analysis of theprojections of experts in accordance with theirfields, in this case pesantren are required to concoctcurriculum, prepare curriculum developmentstrategies and then implement it well, although notall Modern theories have relevance to the world ofpesantren on the one hand, and at the same timepesantren also need the concept of implementing amodern curriculum. The problem in this research ishow the curriculum development model forpesantren diniyah madrasas. The purpose of thisstudy is to describe the development model Thistype of research is field research (Field Research),using historical approaches and case studies. Thedata collection techniques are interviews,observation and documentation, using inductivequalitative data analysis techniques. The results ofthis study are: First, Islamic boarding schools withearly education have implemented curriculumdevelopment. The curriculum of the DiniyahTakmiliyah Madrasah is in accordance with thewishes of the organizers with the domination of thekiyai and ustad, and has not made the curriculumguidelines based on Diniyah Takmiliyahimplementation guidelines of the IndonesianMinistry of Religion in total, which makes the gapbetween the ideal curriculum and the actualcurriculum affect the implementation of thecurriculum as it is, and there is still an ongoingrepetition of material between formal and non-formal education. In the theory of Miller-Sellerstates that development and implementation is bypaying attention to the components of curriculumdevelopment, determining the steps of curriculumdevelopment, so early Islamic boarding schools inBengkulu do not yet have curriculum documents,

but have their own ways in curriculum developmentnamely combination models.

Keywords: Model, Development, Curriculum,Islamic Boarding School.

AbstrakPerkembangan pondok pesantren dengan

berbagai macam tipologinya adalah dampak dariberkembangnya sistem pendidikan, yang tentumembutuhkan analisa proyeksi kebutuhan tenagaahli sesuai dengan bidangnya, dalam hal inipesantren dituntut untuk meramu kurikulum,mempersiapkan strategi pengembangan kurikulumdan selanjutnya dapat melaksanakannya denganbaik, meskipun sebenarnya tidak semua teorimodern memiliki relevansi terhadap duniapesantren disatu sisi, dan pada saat yang samapesantren juga membutuhkan konsep implementasikurikulum modern. Permasalahan yang ada dalampenelitian ini adalah bagaimana modelpengembangan kurikulum madrasah diniyahpesantren. Adapun tujuan penelitian ini adalahuntuk mendeskripsikan model pengembangan Jenispenelitian ini adalah penelitian lapangan (fieldResearch), dengan menggunakan pendekatanhistoris dan studi kasus. Adapun teknikpengumpulan datanya adalah wawancara, observasidan dokumentasi, dengan menggunakan teknikanalisis data kualitatif yang bersifat induktif.Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah:Pertama, Pondok pesantren dengan pendidikandiniyahnya telah melaksanakan pengembangankurikulum. Pelaksanaan kurikulum MadrasahDiniyah Takmiliyah sesuai dengan kehendakpenyelenggara dengan dominasi kiyai dan ustad,dan belum menjadikan pedoman kurikulumberdasarkan pedoman penyelenggaraan DiniyahTakmiliyah Kementerian Agama R.I secara total,hal ini yang membuat ada jurang pemisah antara

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Conciencia

Page 2: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

44

kurikulum ideal dan kurikulum aktual, yangberdampak kepada pelaksanaan berjalan apaadanya, dan masih terjadi pengulangan materi yangtidak berkelanjutan antara pendidikan formal dannon formal. Dalam teori Miller– Sellermenyebutkan bahwa pengembangan danimplementasi adalah dengan memperhatikankomponen pengembangan kurikulum, menentukanlangkah- langkah pengembangan kurikulum, makadiniyah pesantren di Bengkulu belum memlikidokumen kurikulum,akan tetapi memiliki caratersendiri dalam pengembangan kurikulum yaknimodel kombinasi.

Kata Kunci: Model, Pengembangan, Kurikulum,Pondok Pesantren

Secara historis penyelenggaraan pendidikanpesantren tidak memiliki kurikulum tertulis. Kiaiberperan utama sebagai kurikulum aktual yangmengarahkan program pembelajaran dan seluruhaktivitas santrinya di pesantren. Kurikulumpesantren dapat dikatakan sejalan dengankehidupan pribadi kiai sebagai pendiri/pemimpindan pengasuh pesantren. Kecuali kiai, kitab kuningmempunyai peran penting dalam menentukan arahkurikulum pesantren. Kitab kuning turutmemengaruhi kehidupan santri dalam membangunperadaban dan karakter Islam Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat(2) mengamanatkan bahwa kurikulum pada semuajenjang dan jenis pendidikan dikembangkan denganprinsip diversifikasi sesuai dengan satuanpendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.Apabila konsep kurikulum tersebut diterapkandalam konteks pesantren maka diversifikasikurikulum merupakan upaya untuk menetapkanstandar minimal kurikulum pesantren sertapenyamaan visi dan misi berdasarkan StandarNasional Pendidikan (SNP), agar keberadaankurikulum formal pesantren diakui secara nasional.

Sebagai implementasi adanya undang-undang tersebut, telah lahir beberapa peraturanpemerintah tentang pendidikan, termasukpendidikan Madrasah Diniyah, sebagaimana yangtertuang dalam “Peraturan Pemerintah nomor 55Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danKeagamaan. Pendidikan agama adalah pendidikanyang memberikan pengetahuan dan membentuksikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik

dalam mengamalkan ajaran agamanya, yangdilaksanakan sekurang- kurangnya melalui matapelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, danjenis pendidikan. Sedangkan pendidikankeagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkanpeserta didik untuk dapat menjalankan perananyang menuntut penguasaan pengetahuan tentangajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama danmengamalkan ajaran agamanya.”(PP Nomor 55:2007)

Madrasah diniyah yang dilaksanakan olehpondok pesantren sebagai basis penyelenggaraanpendidikan agama dan keagamaan selayaknyamendapatkan perhatian yang maksimal dari parapengelola pondok pesantren karena madrasahdiniyah adalah roh atau nyawa dari pondokpesantren tersebut, aspek- aspek yang perlumendapatkan perhatian serius diantaranya adalahkurikulum, kurikulum adalah penjabaran tujuan darivisi dan misi pondok pesantren, dengan adanyakurikulum tujuan pendidikan pondok pesantrenakan terarah dan tercapai, para ustad dapatmelaksanakan pembelajaran dengan baik, santripundapat belajar dengan terarah dan tertib danpimpinan madrasah serta pimpinan pondokpundapat mengatur proses atau manajemen dalambidang kurikulum dengan baik pula, sebaliknyaketika madrasah diniyah tidak memiliki kurikulumyang jelas maka akan menimbulkan masalah-masalah yang berdampak sulitnya mencapai tujuandari pondok pesantren.

Peneliti tertarik untuk mengungkapkanberbagai permasalahan yang dihadapi pesantren-pesantren di Bengkulu, terutama dari sisi kurikulummadrasah diniyah pondok pesantren, pondokpesantren yang menjadi subjek penelitian adalah 2pesantren yang dipilih mengingat bahwa pondokpesantren sejak berdiri dilatar belakangi olehpendidikan diniyah dan merupakan pesantren yangtertua di Bengkulu dan bukan pesantren yang lahirdibidani oleh kiyai akan tetapi oleh tokohmasyarakat, pemerintah dan para dermawan yakniPondok Pesantren Pancasila dan Pondok PesantrenAl-Quraniyah Manna Bengkulu Selatan, keduapesantren tersebut dalam pelaksanaankurikulumnya menggunakan sistem pondokpesantren sesuai tipologi masing-masing, akantetapi didalam pelaksanaan pengembangankurikulumnya belum diketahui secara persis

44

kurikulum ideal dan kurikulum aktual, yangberdampak kepada pelaksanaan berjalan apaadanya, dan masih terjadi pengulangan materi yangtidak berkelanjutan antara pendidikan formal dannon formal. Dalam teori Miller– Sellermenyebutkan bahwa pengembangan danimplementasi adalah dengan memperhatikankomponen pengembangan kurikulum, menentukanlangkah- langkah pengembangan kurikulum, makadiniyah pesantren di Bengkulu belum memlikidokumen kurikulum,akan tetapi memiliki caratersendiri dalam pengembangan kurikulum yaknimodel kombinasi.

Kata Kunci: Model, Pengembangan, Kurikulum,Pondok Pesantren

Secara historis penyelenggaraan pendidikanpesantren tidak memiliki kurikulum tertulis. Kiaiberperan utama sebagai kurikulum aktual yangmengarahkan program pembelajaran dan seluruhaktivitas santrinya di pesantren. Kurikulumpesantren dapat dikatakan sejalan dengankehidupan pribadi kiai sebagai pendiri/pemimpindan pengasuh pesantren. Kecuali kiai, kitab kuningmempunyai peran penting dalam menentukan arahkurikulum pesantren. Kitab kuning turutmemengaruhi kehidupan santri dalam membangunperadaban dan karakter Islam Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat(2) mengamanatkan bahwa kurikulum pada semuajenjang dan jenis pendidikan dikembangkan denganprinsip diversifikasi sesuai dengan satuanpendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.Apabila konsep kurikulum tersebut diterapkandalam konteks pesantren maka diversifikasikurikulum merupakan upaya untuk menetapkanstandar minimal kurikulum pesantren sertapenyamaan visi dan misi berdasarkan StandarNasional Pendidikan (SNP), agar keberadaankurikulum formal pesantren diakui secara nasional.

Sebagai implementasi adanya undang-undang tersebut, telah lahir beberapa peraturanpemerintah tentang pendidikan, termasukpendidikan Madrasah Diniyah, sebagaimana yangtertuang dalam “Peraturan Pemerintah nomor 55Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danKeagamaan. Pendidikan agama adalah pendidikanyang memberikan pengetahuan dan membentuksikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik

dalam mengamalkan ajaran agamanya, yangdilaksanakan sekurang- kurangnya melalui matapelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, danjenis pendidikan. Sedangkan pendidikankeagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkanpeserta didik untuk dapat menjalankan perananyang menuntut penguasaan pengetahuan tentangajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama danmengamalkan ajaran agamanya.”(PP Nomor 55:2007)

Madrasah diniyah yang dilaksanakan olehpondok pesantren sebagai basis penyelenggaraanpendidikan agama dan keagamaan selayaknyamendapatkan perhatian yang maksimal dari parapengelola pondok pesantren karena madrasahdiniyah adalah roh atau nyawa dari pondokpesantren tersebut, aspek- aspek yang perlumendapatkan perhatian serius diantaranya adalahkurikulum, kurikulum adalah penjabaran tujuan darivisi dan misi pondok pesantren, dengan adanyakurikulum tujuan pendidikan pondok pesantrenakan terarah dan tercapai, para ustad dapatmelaksanakan pembelajaran dengan baik, santripundapat belajar dengan terarah dan tertib danpimpinan madrasah serta pimpinan pondokpundapat mengatur proses atau manajemen dalambidang kurikulum dengan baik pula, sebaliknyaketika madrasah diniyah tidak memiliki kurikulumyang jelas maka akan menimbulkan masalah-masalah yang berdampak sulitnya mencapai tujuandari pondok pesantren.

Peneliti tertarik untuk mengungkapkanberbagai permasalahan yang dihadapi pesantren-pesantren di Bengkulu, terutama dari sisi kurikulummadrasah diniyah pondok pesantren, pondokpesantren yang menjadi subjek penelitian adalah 2pesantren yang dipilih mengingat bahwa pondokpesantren sejak berdiri dilatar belakangi olehpendidikan diniyah dan merupakan pesantren yangtertua di Bengkulu dan bukan pesantren yang lahirdibidani oleh kiyai akan tetapi oleh tokohmasyarakat, pemerintah dan para dermawan yakniPondok Pesantren Pancasila dan Pondok PesantrenAl-Quraniyah Manna Bengkulu Selatan, keduapesantren tersebut dalam pelaksanaankurikulumnya menggunakan sistem pondokpesantren sesuai tipologi masing-masing, akantetapi didalam pelaksanaan pengembangankurikulumnya belum diketahui secara persis

44

kurikulum ideal dan kurikulum aktual, yangberdampak kepada pelaksanaan berjalan apaadanya, dan masih terjadi pengulangan materi yangtidak berkelanjutan antara pendidikan formal dannon formal. Dalam teori Miller– Sellermenyebutkan bahwa pengembangan danimplementasi adalah dengan memperhatikankomponen pengembangan kurikulum, menentukanlangkah- langkah pengembangan kurikulum, makadiniyah pesantren di Bengkulu belum memlikidokumen kurikulum,akan tetapi memiliki caratersendiri dalam pengembangan kurikulum yaknimodel kombinasi.

Kata Kunci: Model, Pengembangan, Kurikulum,Pondok Pesantren

Secara historis penyelenggaraan pendidikanpesantren tidak memiliki kurikulum tertulis. Kiaiberperan utama sebagai kurikulum aktual yangmengarahkan program pembelajaran dan seluruhaktivitas santrinya di pesantren. Kurikulumpesantren dapat dikatakan sejalan dengankehidupan pribadi kiai sebagai pendiri/pemimpindan pengasuh pesantren. Kecuali kiai, kitab kuningmempunyai peran penting dalam menentukan arahkurikulum pesantren. Kitab kuning turutmemengaruhi kehidupan santri dalam membangunperadaban dan karakter Islam Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat(2) mengamanatkan bahwa kurikulum pada semuajenjang dan jenis pendidikan dikembangkan denganprinsip diversifikasi sesuai dengan satuanpendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.Apabila konsep kurikulum tersebut diterapkandalam konteks pesantren maka diversifikasikurikulum merupakan upaya untuk menetapkanstandar minimal kurikulum pesantren sertapenyamaan visi dan misi berdasarkan StandarNasional Pendidikan (SNP), agar keberadaankurikulum formal pesantren diakui secara nasional.

Sebagai implementasi adanya undang-undang tersebut, telah lahir beberapa peraturanpemerintah tentang pendidikan, termasukpendidikan Madrasah Diniyah, sebagaimana yangtertuang dalam “Peraturan Pemerintah nomor 55Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danKeagamaan. Pendidikan agama adalah pendidikanyang memberikan pengetahuan dan membentuksikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik

dalam mengamalkan ajaran agamanya, yangdilaksanakan sekurang- kurangnya melalui matapelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, danjenis pendidikan. Sedangkan pendidikankeagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkanpeserta didik untuk dapat menjalankan perananyang menuntut penguasaan pengetahuan tentangajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama danmengamalkan ajaran agamanya.”(PP Nomor 55:2007)

Madrasah diniyah yang dilaksanakan olehpondok pesantren sebagai basis penyelenggaraanpendidikan agama dan keagamaan selayaknyamendapatkan perhatian yang maksimal dari parapengelola pondok pesantren karena madrasahdiniyah adalah roh atau nyawa dari pondokpesantren tersebut, aspek- aspek yang perlumendapatkan perhatian serius diantaranya adalahkurikulum, kurikulum adalah penjabaran tujuan darivisi dan misi pondok pesantren, dengan adanyakurikulum tujuan pendidikan pondok pesantrenakan terarah dan tercapai, para ustad dapatmelaksanakan pembelajaran dengan baik, santripundapat belajar dengan terarah dan tertib danpimpinan madrasah serta pimpinan pondokpundapat mengatur proses atau manajemen dalambidang kurikulum dengan baik pula, sebaliknyaketika madrasah diniyah tidak memiliki kurikulumyang jelas maka akan menimbulkan masalah-masalah yang berdampak sulitnya mencapai tujuandari pondok pesantren.

Peneliti tertarik untuk mengungkapkanberbagai permasalahan yang dihadapi pesantren-pesantren di Bengkulu, terutama dari sisi kurikulummadrasah diniyah pondok pesantren, pondokpesantren yang menjadi subjek penelitian adalah 2pesantren yang dipilih mengingat bahwa pondokpesantren sejak berdiri dilatar belakangi olehpendidikan diniyah dan merupakan pesantren yangtertua di Bengkulu dan bukan pesantren yang lahirdibidani oleh kiyai akan tetapi oleh tokohmasyarakat, pemerintah dan para dermawan yakniPondok Pesantren Pancasila dan Pondok PesantrenAl-Quraniyah Manna Bengkulu Selatan, keduapesantren tersebut dalam pelaksanaankurikulumnya menggunakan sistem pondokpesantren sesuai tipologi masing-masing, akantetapi didalam pelaksanaan pengembangankurikulumnya belum diketahui secara persis

Page 3: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

45

bagaimana model pengembangannya. Maupunmelihat fenomena yang ada akan fungsi daripondok pesantren sebagai lembaga yangmenanamkan pendidikan dan peletakan dasarakhlakul karimah bahkan sampai kepadamereproduksi ulama atau sudah bergeser. Penelitiantentang model pengembangan kurikulumpendidikan madrasah diniyah pesantren diBengkulu secara totalitas hingga saat ini belumpernah dilakukan. Alasan lain yang dapat penelitikemukakan adalah masih sedikit sekali penelitiyang menganalisa model pengembangan kurikulummadrasah diniyah dalam lingkup madrasah diniyahpondok pesantren di Bengkulu, sehingga penelitiberupaya akan mengungkap bagaimana modelpengembangan kurikulum tersebut.

Berangkat dari itu, menjadi sesuatu yangmenarik untuk dikaji lebih intensif tentang modelpengembangan kurikulum Madrasah Diniyahpondok pesantren di Bengkulu.

PembahasanPondok Pesantren Pancasila Bengkulua. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren

PancasilaPondok ini bernama Pondok Pesantren

Pancasila Bengkulu. Nama tersebut diberikanoleh Presiden RI Bapak Soeharto pada saatperesmian Pondok Pesantren pada tanggal 18November 1974 yang diwakili oleh MenteriAgama RI Bapak Prof. Dr. H. Mukti Ali,MA.Salah satu syarat mendirikan lembagapendidikan swasta saat itu adalah adanyayayasan yang menaunginya, maka PondokPesantren Pancasila Bengkulu didirikandibawah naungan Yayasan Semarak Bengkulu.(Dokumen Profil Pondok, 2018)

Modal awal pembangunan pondok iniberasal dari masyarakat Kelurahan JembatanKecil yang ketika itu bernama Pasar JembatanKecil berupa tanah wakaf seluas + 9 Ha(sekarang tinggal + 6 Ha) dan uang bantuan dariPresiden RI Bapak Soeharto sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yangdiserahkan kepada Pemda Propinsi (BapakGubernur H. Ali Amin, SH) pada waktukunjungan beliau ke Bengkulu tahun 1972.

Pada awal berdirinya Pondok PesantrenPancasila dipimpin oleh kiyai yang penuhkharismatik yaitu K. H. Nawawi alumni Darul

Ulum Mekkah sebagai direktur dan Buya MuhRusli Alumni MTI Syeikh Angku LakungSumatera Barat sebagai wakil direktur, telahberhasil meletakkan pilar-pilar pondok yangmempunyai ke-khasan sebagai lembagapendidikan pondok dengan menyelenggarakanmadrasah diniyah dari kelas 1 sampai kela IV,kepemimpinan berikutnya berlanjut kepadaBuya H.Muh Rusli kemudian Prof.KH. Jama’anNur, Drs.H.M. Asy’ari Husein dan sampai saatini di pimpin oleh KH. Ahmad Suhaimi, S.Ag.

Pondok Pesantren Al-Quraniyah BengkuluSelatana. Sejarah Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Al-Quraniyahdidirikan oleh Yayasan Affan di Jakarta padatahun 1976. Satu tahun kemudian YayasanAffan mendirikan Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)untuk perempuan, lembaga ini di inisiasi olehKH. Ibrahim Hosen yang ketika itu sudahselesai masa jabatannya sebagai Rektor PTIQJakarta Dalam perkembangan selanjutnya padatanggal 1 Juni 1979 didirikanlah secara resmiPondok Pesantren Al-Quraniyah bertempat di Jl.Affan Bachsin No. 13 Manna Bengkulu Selatan.Untuk lebih meningkatkan kinerja PondokPesantren maka pada tahun 1993 dibentuklahYayasan Affan yang berpusat di Manna denganakte notaris tanggal 22 Pebruari 1993 olehNotaris Zulkifli Wildan, SH. Khoiri (2017:185)

Selanjutnya pada tanggal 12 Juli 1978dibentuklah sebuah lembaga yaitu LembagaPendidikan Islam (LPI). Sebagai langkahpertama LPI Semula akan didirikan diBengkulu, namun menurut KH. AbdullahMunir, masyarakat Bengkulu belum siap, olehkarena itulah di dirikan di Jakarta. membukakursus Qiraah (seni membaca AI-Quran) untuktingkat remaja dan kanak-kanak selama 12 (duabelas) bulan per periode, Alhamdulillah minatmasyarakat cukup tinggi sehingga pesertakursus tersebut mencapai 4 lokal/kelas, belumtermasuk kaum ibu. Berdasarkan RapatPengurus Yayasan Affan yang bertujuanmeningkatkan kinerja para pengurus, maka padaTanggal 26 Pebruari 1999 telah disahkan olehnotaris Agust Syah Alie Kianggoen SH, Dipl.

45

bagaimana model pengembangannya. Maupunmelihat fenomena yang ada akan fungsi daripondok pesantren sebagai lembaga yangmenanamkan pendidikan dan peletakan dasarakhlakul karimah bahkan sampai kepadamereproduksi ulama atau sudah bergeser. Penelitiantentang model pengembangan kurikulumpendidikan madrasah diniyah pesantren diBengkulu secara totalitas hingga saat ini belumpernah dilakukan. Alasan lain yang dapat penelitikemukakan adalah masih sedikit sekali penelitiyang menganalisa model pengembangan kurikulummadrasah diniyah dalam lingkup madrasah diniyahpondok pesantren di Bengkulu, sehingga penelitiberupaya akan mengungkap bagaimana modelpengembangan kurikulum tersebut.

Berangkat dari itu, menjadi sesuatu yangmenarik untuk dikaji lebih intensif tentang modelpengembangan kurikulum Madrasah Diniyahpondok pesantren di Bengkulu.

PembahasanPondok Pesantren Pancasila Bengkulua. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren

PancasilaPondok ini bernama Pondok Pesantren

Pancasila Bengkulu. Nama tersebut diberikanoleh Presiden RI Bapak Soeharto pada saatperesmian Pondok Pesantren pada tanggal 18November 1974 yang diwakili oleh MenteriAgama RI Bapak Prof. Dr. H. Mukti Ali,MA.Salah satu syarat mendirikan lembagapendidikan swasta saat itu adalah adanyayayasan yang menaunginya, maka PondokPesantren Pancasila Bengkulu didirikandibawah naungan Yayasan Semarak Bengkulu.(Dokumen Profil Pondok, 2018)

Modal awal pembangunan pondok iniberasal dari masyarakat Kelurahan JembatanKecil yang ketika itu bernama Pasar JembatanKecil berupa tanah wakaf seluas + 9 Ha(sekarang tinggal + 6 Ha) dan uang bantuan dariPresiden RI Bapak Soeharto sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yangdiserahkan kepada Pemda Propinsi (BapakGubernur H. Ali Amin, SH) pada waktukunjungan beliau ke Bengkulu tahun 1972.

Pada awal berdirinya Pondok PesantrenPancasila dipimpin oleh kiyai yang penuhkharismatik yaitu K. H. Nawawi alumni Darul

Ulum Mekkah sebagai direktur dan Buya MuhRusli Alumni MTI Syeikh Angku LakungSumatera Barat sebagai wakil direktur, telahberhasil meletakkan pilar-pilar pondok yangmempunyai ke-khasan sebagai lembagapendidikan pondok dengan menyelenggarakanmadrasah diniyah dari kelas 1 sampai kela IV,kepemimpinan berikutnya berlanjut kepadaBuya H.Muh Rusli kemudian Prof.KH. Jama’anNur, Drs.H.M. Asy’ari Husein dan sampai saatini di pimpin oleh KH. Ahmad Suhaimi, S.Ag.

Pondok Pesantren Al-Quraniyah BengkuluSelatana. Sejarah Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Al-Quraniyahdidirikan oleh Yayasan Affan di Jakarta padatahun 1976. Satu tahun kemudian YayasanAffan mendirikan Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)untuk perempuan, lembaga ini di inisiasi olehKH. Ibrahim Hosen yang ketika itu sudahselesai masa jabatannya sebagai Rektor PTIQJakarta Dalam perkembangan selanjutnya padatanggal 1 Juni 1979 didirikanlah secara resmiPondok Pesantren Al-Quraniyah bertempat di Jl.Affan Bachsin No. 13 Manna Bengkulu Selatan.Untuk lebih meningkatkan kinerja PondokPesantren maka pada tahun 1993 dibentuklahYayasan Affan yang berpusat di Manna denganakte notaris tanggal 22 Pebruari 1993 olehNotaris Zulkifli Wildan, SH. Khoiri (2017:185)

Selanjutnya pada tanggal 12 Juli 1978dibentuklah sebuah lembaga yaitu LembagaPendidikan Islam (LPI). Sebagai langkahpertama LPI Semula akan didirikan diBengkulu, namun menurut KH. AbdullahMunir, masyarakat Bengkulu belum siap, olehkarena itulah di dirikan di Jakarta. membukakursus Qiraah (seni membaca AI-Quran) untuktingkat remaja dan kanak-kanak selama 12 (duabelas) bulan per periode, Alhamdulillah minatmasyarakat cukup tinggi sehingga pesertakursus tersebut mencapai 4 lokal/kelas, belumtermasuk kaum ibu. Berdasarkan RapatPengurus Yayasan Affan yang bertujuanmeningkatkan kinerja para pengurus, maka padaTanggal 26 Pebruari 1999 telah disahkan olehnotaris Agust Syah Alie Kianggoen SH, Dipl.

45

bagaimana model pengembangannya. Maupunmelihat fenomena yang ada akan fungsi daripondok pesantren sebagai lembaga yangmenanamkan pendidikan dan peletakan dasarakhlakul karimah bahkan sampai kepadamereproduksi ulama atau sudah bergeser. Penelitiantentang model pengembangan kurikulumpendidikan madrasah diniyah pesantren diBengkulu secara totalitas hingga saat ini belumpernah dilakukan. Alasan lain yang dapat penelitikemukakan adalah masih sedikit sekali penelitiyang menganalisa model pengembangan kurikulummadrasah diniyah dalam lingkup madrasah diniyahpondok pesantren di Bengkulu, sehingga penelitiberupaya akan mengungkap bagaimana modelpengembangan kurikulum tersebut.

Berangkat dari itu, menjadi sesuatu yangmenarik untuk dikaji lebih intensif tentang modelpengembangan kurikulum Madrasah Diniyahpondok pesantren di Bengkulu.

PembahasanPondok Pesantren Pancasila Bengkulua. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren

PancasilaPondok ini bernama Pondok Pesantren

Pancasila Bengkulu. Nama tersebut diberikanoleh Presiden RI Bapak Soeharto pada saatperesmian Pondok Pesantren pada tanggal 18November 1974 yang diwakili oleh MenteriAgama RI Bapak Prof. Dr. H. Mukti Ali,MA.Salah satu syarat mendirikan lembagapendidikan swasta saat itu adalah adanyayayasan yang menaunginya, maka PondokPesantren Pancasila Bengkulu didirikandibawah naungan Yayasan Semarak Bengkulu.(Dokumen Profil Pondok, 2018)

Modal awal pembangunan pondok iniberasal dari masyarakat Kelurahan JembatanKecil yang ketika itu bernama Pasar JembatanKecil berupa tanah wakaf seluas + 9 Ha(sekarang tinggal + 6 Ha) dan uang bantuan dariPresiden RI Bapak Soeharto sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yangdiserahkan kepada Pemda Propinsi (BapakGubernur H. Ali Amin, SH) pada waktukunjungan beliau ke Bengkulu tahun 1972.

Pada awal berdirinya Pondok PesantrenPancasila dipimpin oleh kiyai yang penuhkharismatik yaitu K. H. Nawawi alumni Darul

Ulum Mekkah sebagai direktur dan Buya MuhRusli Alumni MTI Syeikh Angku LakungSumatera Barat sebagai wakil direktur, telahberhasil meletakkan pilar-pilar pondok yangmempunyai ke-khasan sebagai lembagapendidikan pondok dengan menyelenggarakanmadrasah diniyah dari kelas 1 sampai kela IV,kepemimpinan berikutnya berlanjut kepadaBuya H.Muh Rusli kemudian Prof.KH. Jama’anNur, Drs.H.M. Asy’ari Husein dan sampai saatini di pimpin oleh KH. Ahmad Suhaimi, S.Ag.

Pondok Pesantren Al-Quraniyah BengkuluSelatana. Sejarah Pondok Pesantren

Pondok Pesantren Al-Quraniyahdidirikan oleh Yayasan Affan di Jakarta padatahun 1976. Satu tahun kemudian YayasanAffan mendirikan Institut Ilmu Al-Quran (IIQ)untuk perempuan, lembaga ini di inisiasi olehKH. Ibrahim Hosen yang ketika itu sudahselesai masa jabatannya sebagai Rektor PTIQJakarta Dalam perkembangan selanjutnya padatanggal 1 Juni 1979 didirikanlah secara resmiPondok Pesantren Al-Quraniyah bertempat di Jl.Affan Bachsin No. 13 Manna Bengkulu Selatan.Untuk lebih meningkatkan kinerja PondokPesantren maka pada tahun 1993 dibentuklahYayasan Affan yang berpusat di Manna denganakte notaris tanggal 22 Pebruari 1993 olehNotaris Zulkifli Wildan, SH. Khoiri (2017:185)

Selanjutnya pada tanggal 12 Juli 1978dibentuklah sebuah lembaga yaitu LembagaPendidikan Islam (LPI). Sebagai langkahpertama LPI Semula akan didirikan diBengkulu, namun menurut KH. AbdullahMunir, masyarakat Bengkulu belum siap, olehkarena itulah di dirikan di Jakarta. membukakursus Qiraah (seni membaca AI-Quran) untuktingkat remaja dan kanak-kanak selama 12 (duabelas) bulan per periode, Alhamdulillah minatmasyarakat cukup tinggi sehingga pesertakursus tersebut mencapai 4 lokal/kelas, belumtermasuk kaum ibu. Berdasarkan RapatPengurus Yayasan Affan yang bertujuanmeningkatkan kinerja para pengurus, maka padaTanggal 26 Pebruari 1999 telah disahkan olehnotaris Agust Syah Alie Kianggoen SH, Dipl.

Page 4: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

46

Ing. H. Bambang Soeroso yang juga merupakananggota MPR Utusan Daerah dari PropinsiBengkulu sebagai Wakil Ketua Umum.

Untuk sinergitas kegiatan amal usahadi Pondok Pesantren Al Quraniyah berdasarkanrapat pengurus Yayasan Affan berganti namaYayasan Affan Al Quraniyah dan ditetapkanpengurus baru dimana Jabatan Ketua Umum diamanatkan kepada H. Abdul Mughni, MBA danbeberapa pengurus lain diantaranya ZaimanMakmur Affan, SE,MSi yang disahkan olehnotaris. Seiring itu pula revitalisasi dilakukanuntuk dinamisasi kegiatan amal usaha dibidangsosial kependidikan di lingkungan PondokPesantren Al-Quraniyah.

b. Model Pengembangan Kurikulum MadrasahDiniyah Pondok Pesantren

Untuk menganalisis modelpengembangan kurikulum di MadrasahDiniyyah Pancasila dan Al-Quraniyah, harusmelakukan komparasi dengan standar prosesyang berlaku untuk madrasah diniyyah secaraumum. Terkait standar untuk madrasah diniyyahsecara umum maka standar ini merujuk padastandar yang dirancang oleh Kemenag RI.Standar ini selanjutnya akan memberi gambarankita secara umum, standar minimal pelaksanaanMadrasah Diniyyah secara umum dalam lingkupnasional. Standar yang dipakai murujuk padaKeputusan Direktorat Jenderal PendidikanAgama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Dandianalisis berdasarkan teori pengembangankurikulum Miller-Seller.

Fokus peneliti dalam mendiskripsikanmodel pengembangan kurikulum di MadrasahTakhassus Diniyyah Pancasila dan Al-Quraniyah terbatas pada aspek perencananpelaksanaan dan Evaluasi. Hal ini ditujukanagar peneliti lebih fokus dalam mengungkap halyang esensial dalam proses pendidikanMadrasah Takhassus Diniyyah Pancasila danAl-Quraniyah. Adapun perencanaan danpelaksanaan pembelajaran dalam PondokPesantren Pancasila dan Al-Quraniyah menurutintepretasi peneliti yang diasumsikan berdasarpada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan

Agama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah danteori- teori model pengembangan kurikulumadalah sebagai berikut :1) Perencanaan Tujuan Pembelajaran

Madrasah DiniyyahPerencanaan pembelajaran akan

memengaruhi kualitas lulusan satuanpendidikan, oleh sebab itu, pemerintahmembuat peraturan pemerintah tentangstandar nasional pendidikan untuk mengaturpengelolaan pendidikan. Menurut PPNo.19/2005 tentang Standar NasionalPendidikan pada Pasal 20 disebutkan,“perencanaan proses pembelajaran meliputisilabus dan rencana pelaksanaanpembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,metode pengajaran, sumber belajar, danpenilaian hasil belajar”.

Pondok Pesantren dalam penelitianini adalah dua pesantren yang termasukkepada jenis pendidikan keagamaan yangmenyelenggarakan dua sistem pendidikansekaligus yaitu pendidikan formal pagi haridan nonformal. Fungsi dari jalur pendidikannonformal menurut UU No. 20/ 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional padaPasal 26 disebutkan: “pendidikan nonformaldiselenggarakan bagi warga masyarakatyang memerlukan layanan pendidikan yangberfungsi sebagai pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal dalamrangka mendukung pendidikan sepanjanghayat”.(UU No.20 Pasal 26)

Mengenai prinsip penyelenggaraanpendidikan nonformal, dalam PeraturanPemerintah No. 17/ 2010 tentangPengelolaan dan PenyelenggaraanPendidikan pada Pasal 102 ayat 3 ditegaskan“pendidikan nonformal diselenggarakanberdasarkan prinsip dari, oleh, dan untukmasyarakat”. Artinya mengacu amanatkonstitusi di atas, proses perencanaan danpengembangan pembelajarannya dapatdibuat sesuai dengan potensi dankemampuan pesantren setempat tanpa adapanduan yang baku, sehingga dapatdikatakan Pondok Pesantren Pancasila dan

46

Ing. H. Bambang Soeroso yang juga merupakananggota MPR Utusan Daerah dari PropinsiBengkulu sebagai Wakil Ketua Umum.

Untuk sinergitas kegiatan amal usahadi Pondok Pesantren Al Quraniyah berdasarkanrapat pengurus Yayasan Affan berganti namaYayasan Affan Al Quraniyah dan ditetapkanpengurus baru dimana Jabatan Ketua Umum diamanatkan kepada H. Abdul Mughni, MBA danbeberapa pengurus lain diantaranya ZaimanMakmur Affan, SE,MSi yang disahkan olehnotaris. Seiring itu pula revitalisasi dilakukanuntuk dinamisasi kegiatan amal usaha dibidangsosial kependidikan di lingkungan PondokPesantren Al-Quraniyah.

b. Model Pengembangan Kurikulum MadrasahDiniyah Pondok Pesantren

Untuk menganalisis modelpengembangan kurikulum di MadrasahDiniyyah Pancasila dan Al-Quraniyah, harusmelakukan komparasi dengan standar prosesyang berlaku untuk madrasah diniyyah secaraumum. Terkait standar untuk madrasah diniyyahsecara umum maka standar ini merujuk padastandar yang dirancang oleh Kemenag RI.Standar ini selanjutnya akan memberi gambarankita secara umum, standar minimal pelaksanaanMadrasah Diniyyah secara umum dalam lingkupnasional. Standar yang dipakai murujuk padaKeputusan Direktorat Jenderal PendidikanAgama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Dandianalisis berdasarkan teori pengembangankurikulum Miller-Seller.

Fokus peneliti dalam mendiskripsikanmodel pengembangan kurikulum di MadrasahTakhassus Diniyyah Pancasila dan Al-Quraniyah terbatas pada aspek perencananpelaksanaan dan Evaluasi. Hal ini ditujukanagar peneliti lebih fokus dalam mengungkap halyang esensial dalam proses pendidikanMadrasah Takhassus Diniyyah Pancasila danAl-Quraniyah. Adapun perencanaan danpelaksanaan pembelajaran dalam PondokPesantren Pancasila dan Al-Quraniyah menurutintepretasi peneliti yang diasumsikan berdasarpada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan

Agama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah danteori- teori model pengembangan kurikulumadalah sebagai berikut :1) Perencanaan Tujuan Pembelajaran

Madrasah DiniyyahPerencanaan pembelajaran akan

memengaruhi kualitas lulusan satuanpendidikan, oleh sebab itu, pemerintahmembuat peraturan pemerintah tentangstandar nasional pendidikan untuk mengaturpengelolaan pendidikan. Menurut PPNo.19/2005 tentang Standar NasionalPendidikan pada Pasal 20 disebutkan,“perencanaan proses pembelajaran meliputisilabus dan rencana pelaksanaanpembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,metode pengajaran, sumber belajar, danpenilaian hasil belajar”.

Pondok Pesantren dalam penelitianini adalah dua pesantren yang termasukkepada jenis pendidikan keagamaan yangmenyelenggarakan dua sistem pendidikansekaligus yaitu pendidikan formal pagi haridan nonformal. Fungsi dari jalur pendidikannonformal menurut UU No. 20/ 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional padaPasal 26 disebutkan: “pendidikan nonformaldiselenggarakan bagi warga masyarakatyang memerlukan layanan pendidikan yangberfungsi sebagai pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal dalamrangka mendukung pendidikan sepanjanghayat”.(UU No.20 Pasal 26)

Mengenai prinsip penyelenggaraanpendidikan nonformal, dalam PeraturanPemerintah No. 17/ 2010 tentangPengelolaan dan PenyelenggaraanPendidikan pada Pasal 102 ayat 3 ditegaskan“pendidikan nonformal diselenggarakanberdasarkan prinsip dari, oleh, dan untukmasyarakat”. Artinya mengacu amanatkonstitusi di atas, proses perencanaan danpengembangan pembelajarannya dapatdibuat sesuai dengan potensi dankemampuan pesantren setempat tanpa adapanduan yang baku, sehingga dapatdikatakan Pondok Pesantren Pancasila dan

46

Ing. H. Bambang Soeroso yang juga merupakananggota MPR Utusan Daerah dari PropinsiBengkulu sebagai Wakil Ketua Umum.

Untuk sinergitas kegiatan amal usahadi Pondok Pesantren Al Quraniyah berdasarkanrapat pengurus Yayasan Affan berganti namaYayasan Affan Al Quraniyah dan ditetapkanpengurus baru dimana Jabatan Ketua Umum diamanatkan kepada H. Abdul Mughni, MBA danbeberapa pengurus lain diantaranya ZaimanMakmur Affan, SE,MSi yang disahkan olehnotaris. Seiring itu pula revitalisasi dilakukanuntuk dinamisasi kegiatan amal usaha dibidangsosial kependidikan di lingkungan PondokPesantren Al-Quraniyah.

b. Model Pengembangan Kurikulum MadrasahDiniyah Pondok Pesantren

Untuk menganalisis modelpengembangan kurikulum di MadrasahDiniyyah Pancasila dan Al-Quraniyah, harusmelakukan komparasi dengan standar prosesyang berlaku untuk madrasah diniyyah secaraumum. Terkait standar untuk madrasah diniyyahsecara umum maka standar ini merujuk padastandar yang dirancang oleh Kemenag RI.Standar ini selanjutnya akan memberi gambarankita secara umum, standar minimal pelaksanaanMadrasah Diniyyah secara umum dalam lingkupnasional. Standar yang dipakai murujuk padaKeputusan Direktorat Jenderal PendidikanAgama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah. Dandianalisis berdasarkan teori pengembangankurikulum Miller-Seller.

Fokus peneliti dalam mendiskripsikanmodel pengembangan kurikulum di MadrasahTakhassus Diniyyah Pancasila dan Al-Quraniyah terbatas pada aspek perencananpelaksanaan dan Evaluasi. Hal ini ditujukanagar peneliti lebih fokus dalam mengungkap halyang esensial dalam proses pendidikanMadrasah Takhassus Diniyyah Pancasila danAl-Quraniyah. Adapun perencanaan danpelaksanaan pembelajaran dalam PondokPesantren Pancasila dan Al-Quraniyah menurutintepretasi peneliti yang diasumsikan berdasarpada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan

Agama Islam Nomor: 3203 Tahun 2013 tentangStandar Proses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah danteori- teori model pengembangan kurikulumadalah sebagai berikut :1) Perencanaan Tujuan Pembelajaran

Madrasah DiniyyahPerencanaan pembelajaran akan

memengaruhi kualitas lulusan satuanpendidikan, oleh sebab itu, pemerintahmembuat peraturan pemerintah tentangstandar nasional pendidikan untuk mengaturpengelolaan pendidikan. Menurut PPNo.19/2005 tentang Standar NasionalPendidikan pada Pasal 20 disebutkan,“perencanaan proses pembelajaran meliputisilabus dan rencana pelaksanaanpembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar,metode pengajaran, sumber belajar, danpenilaian hasil belajar”.

Pondok Pesantren dalam penelitianini adalah dua pesantren yang termasukkepada jenis pendidikan keagamaan yangmenyelenggarakan dua sistem pendidikansekaligus yaitu pendidikan formal pagi haridan nonformal. Fungsi dari jalur pendidikannonformal menurut UU No. 20/ 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional padaPasal 26 disebutkan: “pendidikan nonformaldiselenggarakan bagi warga masyarakatyang memerlukan layanan pendidikan yangberfungsi sebagai pengganti, penambah, danatau pelengkap pendidikan formal dalamrangka mendukung pendidikan sepanjanghayat”.(UU No.20 Pasal 26)

Mengenai prinsip penyelenggaraanpendidikan nonformal, dalam PeraturanPemerintah No. 17/ 2010 tentangPengelolaan dan PenyelenggaraanPendidikan pada Pasal 102 ayat 3 ditegaskan“pendidikan nonformal diselenggarakanberdasarkan prinsip dari, oleh, dan untukmasyarakat”. Artinya mengacu amanatkonstitusi di atas, proses perencanaan danpengembangan pembelajarannya dapatdibuat sesuai dengan potensi dankemampuan pesantren setempat tanpa adapanduan yang baku, sehingga dapatdikatakan Pondok Pesantren Pancasila dan

Page 5: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

47

Al-Quraniyah dapat merencanakan,melaksanakan, dan mengevaluasipembelajaran sendiri. Inilah barangkalialasan kenapa Pondok Pesantren diBengkulu hanya terdapat jadwal matapelajaran yang dibutuhkan untuk diajarkantanpa membuat silabus dan RancanganPelaksanaan Pembelajaran, meskipunmemang ada tahapan yang dilakukan denganmelakukan perencanaan secara umum dalamrapat awal tahun pelajaran pada tiaptahunnya. Karena keduanya merupakanbagian dari perencanaan pendidikan yangmelekat dalam jalur pendidikan formal.Kemungkinan lainnya pemahaman tentangsilabus serta perencanaan tersebut hanyasebatas ketersediaan sumber atau bahan ajar,ketika kitab sudah ada maka itulah yangmenjadi silabusnya, hanya saja belumsempat dituliskan kedalam sebuah konsepyang hanya membahas tentang silabus.Selain itu, tidak adanya silabus danRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)secara tertulis menunjukkan para ustad diPondok Pesantren belumlah pahammengenai tata cara membuat RPP dantahapan-tahapan yang harus dilengkapisebelum melaksanakan proses belajarmengajar. Padahal adanya silabus akansangat membantu dan memudahkan ustadatau ustadzah dalam menyusun RPP hal inisebagaimana dinyatakan oleh Mahanainibahwa silabus akan berfungsi sebagairujukan bagi ustad dalam penyususunanRencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),dan lebih dari itu silabus akan berfungsisebagai pedoman atau acuan bagipengembangan pembelajaran lebih lanjut,yaitu dalam penyusunan RPP, pengelolaankegiatan pembelajaran, penyediaan sumberbelajar dan pengembangan sistem penilaian,memberikan gambaran mengenai pokok-pokok program yang akan dicapai dalamsatu mata pelajaran, sebagai ukuran dalammelakukan penilaian keberhasilan suatuprogram pembelajaran, dan sebagaidokumentasi tertulis sebagai akuntabilitasprogram pembelajaran.

Dalam pandangan Seller- Millerapa yang menjadi pembahasan utama dalammengembangkan kurikulum adalahberdasarkan orientasi. Orientasi inimencerminkan pandangan filsafat, psikologidan teori bclajar, tentang masyarakat,pandangan tentang dunia atau paradigmayang dianut para pembina. Berdasarkanorientasi itu selanjutnya dikembangkankurikulum menjadi pedoman pembelajaran,diimplementasikan dalam prosespembelajaran dan dievaluasi. (J.P. Miler danWayne Seller, 1985) Orientasipengembangan kurikulum menurut Miller-Seller menyangkut enam aspek,yaitu:a. Tujuan pendidikan menyangkut arah

kegiatan pendidikan, artinya hendakdibawa kemana siswa yang kita didik itu.

b. Pandangan tentang anak, apakah anakdipandang sebagai organisme yang aktifatau pasif.

c. Pandangan tentang proses pembelajaran,apakah proses pembelajaran itu dianggapsebagai proses transformasi ilmupengetahuan atau mengubah perilakuanak.

d. Pandangan tentang lingkungan, apakahlingkungan belajar harus dikelola secaraformal atau secara bebas yang dapatmemungkinkan anak bebas belajar.

e. Konsepsi tentang peranan guru, apakahguru harus berperan sebagai instrukturyang bersifat otoriter atau guru dianggapsebagai fasilitator yang siap memberibimbingan dan bantuan pada anak untukbelajar.

f. Evaluasi belajar, apakah untuk mengukurkeberhasilan ditentukan dengan tes ataunontes (J.P. Miler dan Wayne Seller,1985).

Mencermati format kurikulum dantarget atau kompetensi yang akan diraihmenunjukkan secara prinsip silabus dan RPPada, tetapi tidak ada secara de facto atautertulis. Hal ini dapat dimaklumi mengingatpada umumnya pesantren lebihmementingkan proses belajar mengajar.Selain itu, faktor lainnya adalah parapengurus dan pengajar juga tidak semuanya

47

Al-Quraniyah dapat merencanakan,melaksanakan, dan mengevaluasipembelajaran sendiri. Inilah barangkalialasan kenapa Pondok Pesantren diBengkulu hanya terdapat jadwal matapelajaran yang dibutuhkan untuk diajarkantanpa membuat silabus dan RancanganPelaksanaan Pembelajaran, meskipunmemang ada tahapan yang dilakukan denganmelakukan perencanaan secara umum dalamrapat awal tahun pelajaran pada tiaptahunnya. Karena keduanya merupakanbagian dari perencanaan pendidikan yangmelekat dalam jalur pendidikan formal.Kemungkinan lainnya pemahaman tentangsilabus serta perencanaan tersebut hanyasebatas ketersediaan sumber atau bahan ajar,ketika kitab sudah ada maka itulah yangmenjadi silabusnya, hanya saja belumsempat dituliskan kedalam sebuah konsepyang hanya membahas tentang silabus.Selain itu, tidak adanya silabus danRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)secara tertulis menunjukkan para ustad diPondok Pesantren belumlah pahammengenai tata cara membuat RPP dantahapan-tahapan yang harus dilengkapisebelum melaksanakan proses belajarmengajar. Padahal adanya silabus akansangat membantu dan memudahkan ustadatau ustadzah dalam menyusun RPP hal inisebagaimana dinyatakan oleh Mahanainibahwa silabus akan berfungsi sebagairujukan bagi ustad dalam penyususunanRencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),dan lebih dari itu silabus akan berfungsisebagai pedoman atau acuan bagipengembangan pembelajaran lebih lanjut,yaitu dalam penyusunan RPP, pengelolaankegiatan pembelajaran, penyediaan sumberbelajar dan pengembangan sistem penilaian,memberikan gambaran mengenai pokok-pokok program yang akan dicapai dalamsatu mata pelajaran, sebagai ukuran dalammelakukan penilaian keberhasilan suatuprogram pembelajaran, dan sebagaidokumentasi tertulis sebagai akuntabilitasprogram pembelajaran.

Dalam pandangan Seller- Millerapa yang menjadi pembahasan utama dalammengembangkan kurikulum adalahberdasarkan orientasi. Orientasi inimencerminkan pandangan filsafat, psikologidan teori bclajar, tentang masyarakat,pandangan tentang dunia atau paradigmayang dianut para pembina. Berdasarkanorientasi itu selanjutnya dikembangkankurikulum menjadi pedoman pembelajaran,diimplementasikan dalam prosespembelajaran dan dievaluasi. (J.P. Miler danWayne Seller, 1985) Orientasipengembangan kurikulum menurut Miller-Seller menyangkut enam aspek,yaitu:a. Tujuan pendidikan menyangkut arah

kegiatan pendidikan, artinya hendakdibawa kemana siswa yang kita didik itu.

b. Pandangan tentang anak, apakah anakdipandang sebagai organisme yang aktifatau pasif.

c. Pandangan tentang proses pembelajaran,apakah proses pembelajaran itu dianggapsebagai proses transformasi ilmupengetahuan atau mengubah perilakuanak.

d. Pandangan tentang lingkungan, apakahlingkungan belajar harus dikelola secaraformal atau secara bebas yang dapatmemungkinkan anak bebas belajar.

e. Konsepsi tentang peranan guru, apakahguru harus berperan sebagai instrukturyang bersifat otoriter atau guru dianggapsebagai fasilitator yang siap memberibimbingan dan bantuan pada anak untukbelajar.

f. Evaluasi belajar, apakah untuk mengukurkeberhasilan ditentukan dengan tes ataunontes (J.P. Miler dan Wayne Seller,1985).

Mencermati format kurikulum dantarget atau kompetensi yang akan diraihmenunjukkan secara prinsip silabus dan RPPada, tetapi tidak ada secara de facto atautertulis. Hal ini dapat dimaklumi mengingatpada umumnya pesantren lebihmementingkan proses belajar mengajar.Selain itu, faktor lainnya adalah parapengurus dan pengajar juga tidak semuanya

47

Al-Quraniyah dapat merencanakan,melaksanakan, dan mengevaluasipembelajaran sendiri. Inilah barangkalialasan kenapa Pondok Pesantren diBengkulu hanya terdapat jadwal matapelajaran yang dibutuhkan untuk diajarkantanpa membuat silabus dan RancanganPelaksanaan Pembelajaran, meskipunmemang ada tahapan yang dilakukan denganmelakukan perencanaan secara umum dalamrapat awal tahun pelajaran pada tiaptahunnya. Karena keduanya merupakanbagian dari perencanaan pendidikan yangmelekat dalam jalur pendidikan formal.Kemungkinan lainnya pemahaman tentangsilabus serta perencanaan tersebut hanyasebatas ketersediaan sumber atau bahan ajar,ketika kitab sudah ada maka itulah yangmenjadi silabusnya, hanya saja belumsempat dituliskan kedalam sebuah konsepyang hanya membahas tentang silabus.Selain itu, tidak adanya silabus danRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)secara tertulis menunjukkan para ustad diPondok Pesantren belumlah pahammengenai tata cara membuat RPP dantahapan-tahapan yang harus dilengkapisebelum melaksanakan proses belajarmengajar. Padahal adanya silabus akansangat membantu dan memudahkan ustadatau ustadzah dalam menyusun RPP hal inisebagaimana dinyatakan oleh Mahanainibahwa silabus akan berfungsi sebagairujukan bagi ustad dalam penyususunanRencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),dan lebih dari itu silabus akan berfungsisebagai pedoman atau acuan bagipengembangan pembelajaran lebih lanjut,yaitu dalam penyusunan RPP, pengelolaankegiatan pembelajaran, penyediaan sumberbelajar dan pengembangan sistem penilaian,memberikan gambaran mengenai pokok-pokok program yang akan dicapai dalamsatu mata pelajaran, sebagai ukuran dalammelakukan penilaian keberhasilan suatuprogram pembelajaran, dan sebagaidokumentasi tertulis sebagai akuntabilitasprogram pembelajaran.

Dalam pandangan Seller- Millerapa yang menjadi pembahasan utama dalammengembangkan kurikulum adalahberdasarkan orientasi. Orientasi inimencerminkan pandangan filsafat, psikologidan teori bclajar, tentang masyarakat,pandangan tentang dunia atau paradigmayang dianut para pembina. Berdasarkanorientasi itu selanjutnya dikembangkankurikulum menjadi pedoman pembelajaran,diimplementasikan dalam prosespembelajaran dan dievaluasi. (J.P. Miler danWayne Seller, 1985) Orientasipengembangan kurikulum menurut Miller-Seller menyangkut enam aspek,yaitu:a. Tujuan pendidikan menyangkut arah

kegiatan pendidikan, artinya hendakdibawa kemana siswa yang kita didik itu.

b. Pandangan tentang anak, apakah anakdipandang sebagai organisme yang aktifatau pasif.

c. Pandangan tentang proses pembelajaran,apakah proses pembelajaran itu dianggapsebagai proses transformasi ilmupengetahuan atau mengubah perilakuanak.

d. Pandangan tentang lingkungan, apakahlingkungan belajar harus dikelola secaraformal atau secara bebas yang dapatmemungkinkan anak bebas belajar.

e. Konsepsi tentang peranan guru, apakahguru harus berperan sebagai instrukturyang bersifat otoriter atau guru dianggapsebagai fasilitator yang siap memberibimbingan dan bantuan pada anak untukbelajar.

f. Evaluasi belajar, apakah untuk mengukurkeberhasilan ditentukan dengan tes ataunontes (J.P. Miler dan Wayne Seller,1985).

Mencermati format kurikulum dantarget atau kompetensi yang akan diraihmenunjukkan secara prinsip silabus dan RPPada, tetapi tidak ada secara de facto atautertulis. Hal ini dapat dimaklumi mengingatpada umumnya pesantren lebihmementingkan proses belajar mengajar.Selain itu, faktor lainnya adalah parapengurus dan pengajar juga tidak semuanya

Page 6: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

48

berasal dari jurusan pendidikan, sedangkanRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)tidak ada karena silabus saja juga belumterdokumentasikan. Ustad pendiri danpengelola beranggapan ingin mencetak insanyang berilmu dan berakhlak yang sederhanasehingga tidak membutuhkan silabus danRPP. Meskipun demikian, membuat silabusdan RPP merupakan bagian dari persiapanpengajar agar tujuan pembelajaran di setiapmata pelajaran berjalan baik dan fokus. Halsenada juga disampaikan oleh SyafruddinNurdi bahwa RPP itu berisi garis besar(Outline) apa yang akan dikerjakan olehguru dan peserta didik selama prosespembelajaran, baik untuk satu kalipertemuan maupun meliputi beberapa kalipertemuan. Guru yang belumberpengalaman pada umumnya memerlukanperencanaan yang lebih rinci dibandingkandengan guru yang sudah berpengalaman.1

Jika di konfirmasi dengan teoriSeller- Miller bahwa perencanaan yangdilakukan pada awal tahun pelajaranmaupun perencanaan pembelajaran orientasikurikulum hanya sebatas penetapanperencanan yang umum saja yangdisesuaikan dengan tujuan kelembagaanyang tertuang dalam visi dan misi, jikamadrasah diniyah Pancasila berfokus padamelahirkan generasi yang berakhlak danmemahami kitab kuning, sementaramadrasah diniyah Al-Quraniyah berfokuspada mencetak generasi Qurani.

Seiring perkembangan pondokpesantren yang semakin modern dari segiperencanaan, pelaksanaan, dan evaluasipembelajaran, Pondok Pesantren diBengkulu alangkah baiknya membuatsilabus dan rencana pelaksanaanpembelajaran secara tertulis yang menjadipanduan bagi pendidik dan juga diberikankepada peserta didik, agar pengajar mengertiapa tujuan atau standar kompetensi yangakan diraih di setiap mata pelajaran.

Dalam hubungan denganperencanaan beberapa ayat al-Quran hadir

1 Syarifuddin Nurdin, Kurikulum danPembelajaran (PT. RajaGrafindo Persada, 2016).

dengan kata- kata sebagai berikut :yudabbiru, tadbir, nidzam, sebagaimana ayatal-Quran pada QS. As-Sajadah (32): 5-6

رض ثم ماء الى لس مر من ر یدلف لیه في یوم كان مقدارهۥ یعرج ا

ون ما تعد نة م لغیب ٥س لم ـ ذلرحيم لعزز دة هـ لش و

Artinya : 5. Dia mengatur urusan dari langitke bumi, kemudian (urusan) itu naikkepadanya dalam satu hari yang kadarnyaadalah seribu tahun menurut perhitunganmu6. yang demikian itu ialah Tuhan yangmengetahui yang ghaib dan yang nyata,yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Berdasarkan ayat tersebut, terdapatbeberapa hal yang menarik untukdiperhatikan bahwa adanya kata yudabbiruyang berarti mengatur, mengurus, me-manage, mengarahkan, membina,merencanakan, melaksanakan danmengawasi. Dari kata yudabbiru munculkata tadbir yang berarti pengaturan ataupenadbiran yang secara sederhana dapatdiartikan sebagai pengaturan. Dalam bahasamanajemen, kata pengaturan ini dapatdisamakan dengan kata pengorganisasianyang didalamnya mencakup uraian tentangberbagai kegiatan atau program dansekaligus membagi-baginya sesuai dengansumber daya manusia yang ada, waktu yangtersedia dan lain sebagainya. Dalam hadisRasulullah SAW kata pengaturan tersebutdapat pula diartika dengan kata nidzam.Hadis tersebut berbunyi : “bahwakebenaran yang tidak diatur (diorganisasi)dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diatur(diorganisasi) dengan baik.”2

Disamping itu Jika silabus dan RPPtelah dibuat secara tertulis sesuai dengankebutuhan dan prinsip pesantren,

2 Abuddin Nata, Pendidikan DalamPerspektif Al-Quran, (Jakarta : Prenadamedia,2016), hlm. 266

48

berasal dari jurusan pendidikan, sedangkanRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)tidak ada karena silabus saja juga belumterdokumentasikan. Ustad pendiri danpengelola beranggapan ingin mencetak insanyang berilmu dan berakhlak yang sederhanasehingga tidak membutuhkan silabus danRPP. Meskipun demikian, membuat silabusdan RPP merupakan bagian dari persiapanpengajar agar tujuan pembelajaran di setiapmata pelajaran berjalan baik dan fokus. Halsenada juga disampaikan oleh SyafruddinNurdi bahwa RPP itu berisi garis besar(Outline) apa yang akan dikerjakan olehguru dan peserta didik selama prosespembelajaran, baik untuk satu kalipertemuan maupun meliputi beberapa kalipertemuan. Guru yang belumberpengalaman pada umumnya memerlukanperencanaan yang lebih rinci dibandingkandengan guru yang sudah berpengalaman.1

Jika di konfirmasi dengan teoriSeller- Miller bahwa perencanaan yangdilakukan pada awal tahun pelajaranmaupun perencanaan pembelajaran orientasikurikulum hanya sebatas penetapanperencanan yang umum saja yangdisesuaikan dengan tujuan kelembagaanyang tertuang dalam visi dan misi, jikamadrasah diniyah Pancasila berfokus padamelahirkan generasi yang berakhlak danmemahami kitab kuning, sementaramadrasah diniyah Al-Quraniyah berfokuspada mencetak generasi Qurani.

Seiring perkembangan pondokpesantren yang semakin modern dari segiperencanaan, pelaksanaan, dan evaluasipembelajaran, Pondok Pesantren diBengkulu alangkah baiknya membuatsilabus dan rencana pelaksanaanpembelajaran secara tertulis yang menjadipanduan bagi pendidik dan juga diberikankepada peserta didik, agar pengajar mengertiapa tujuan atau standar kompetensi yangakan diraih di setiap mata pelajaran.

Dalam hubungan denganperencanaan beberapa ayat al-Quran hadir

1 Syarifuddin Nurdin, Kurikulum danPembelajaran (PT. RajaGrafindo Persada, 2016).

dengan kata- kata sebagai berikut :yudabbiru, tadbir, nidzam, sebagaimana ayatal-Quran pada QS. As-Sajadah (32): 5-6

رض ثم ماء الى لس مر من ر یدلف لیه في یوم كان مقدارهۥ یعرج ا

ون ما تعد نة م لغیب ٥س لم ـ ذلرحيم لعزز دة هـ لش و

Artinya : 5. Dia mengatur urusan dari langitke bumi, kemudian (urusan) itu naikkepadanya dalam satu hari yang kadarnyaadalah seribu tahun menurut perhitunganmu6. yang demikian itu ialah Tuhan yangmengetahui yang ghaib dan yang nyata,yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Berdasarkan ayat tersebut, terdapatbeberapa hal yang menarik untukdiperhatikan bahwa adanya kata yudabbiruyang berarti mengatur, mengurus, me-manage, mengarahkan, membina,merencanakan, melaksanakan danmengawasi. Dari kata yudabbiru munculkata tadbir yang berarti pengaturan ataupenadbiran yang secara sederhana dapatdiartikan sebagai pengaturan. Dalam bahasamanajemen, kata pengaturan ini dapatdisamakan dengan kata pengorganisasianyang didalamnya mencakup uraian tentangberbagai kegiatan atau program dansekaligus membagi-baginya sesuai dengansumber daya manusia yang ada, waktu yangtersedia dan lain sebagainya. Dalam hadisRasulullah SAW kata pengaturan tersebutdapat pula diartika dengan kata nidzam.Hadis tersebut berbunyi : “bahwakebenaran yang tidak diatur (diorganisasi)dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diatur(diorganisasi) dengan baik.”2

Disamping itu Jika silabus dan RPPtelah dibuat secara tertulis sesuai dengankebutuhan dan prinsip pesantren,

2 Abuddin Nata, Pendidikan DalamPerspektif Al-Quran, (Jakarta : Prenadamedia,2016), hlm. 266

48

berasal dari jurusan pendidikan, sedangkanRancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)tidak ada karena silabus saja juga belumterdokumentasikan. Ustad pendiri danpengelola beranggapan ingin mencetak insanyang berilmu dan berakhlak yang sederhanasehingga tidak membutuhkan silabus danRPP. Meskipun demikian, membuat silabusdan RPP merupakan bagian dari persiapanpengajar agar tujuan pembelajaran di setiapmata pelajaran berjalan baik dan fokus. Halsenada juga disampaikan oleh SyafruddinNurdi bahwa RPP itu berisi garis besar(Outline) apa yang akan dikerjakan olehguru dan peserta didik selama prosespembelajaran, baik untuk satu kalipertemuan maupun meliputi beberapa kalipertemuan. Guru yang belumberpengalaman pada umumnya memerlukanperencanaan yang lebih rinci dibandingkandengan guru yang sudah berpengalaman.1

Jika di konfirmasi dengan teoriSeller- Miller bahwa perencanaan yangdilakukan pada awal tahun pelajaranmaupun perencanaan pembelajaran orientasikurikulum hanya sebatas penetapanperencanan yang umum saja yangdisesuaikan dengan tujuan kelembagaanyang tertuang dalam visi dan misi, jikamadrasah diniyah Pancasila berfokus padamelahirkan generasi yang berakhlak danmemahami kitab kuning, sementaramadrasah diniyah Al-Quraniyah berfokuspada mencetak generasi Qurani.

Seiring perkembangan pondokpesantren yang semakin modern dari segiperencanaan, pelaksanaan, dan evaluasipembelajaran, Pondok Pesantren diBengkulu alangkah baiknya membuatsilabus dan rencana pelaksanaanpembelajaran secara tertulis yang menjadipanduan bagi pendidik dan juga diberikankepada peserta didik, agar pengajar mengertiapa tujuan atau standar kompetensi yangakan diraih di setiap mata pelajaran.

Dalam hubungan denganperencanaan beberapa ayat al-Quran hadir

1 Syarifuddin Nurdin, Kurikulum danPembelajaran (PT. RajaGrafindo Persada, 2016).

dengan kata- kata sebagai berikut :yudabbiru, tadbir, nidzam, sebagaimana ayatal-Quran pada QS. As-Sajadah (32): 5-6

رض ثم ماء الى لس مر من ر یدلف لیه في یوم كان مقدارهۥ یعرج ا

ون ما تعد نة م لغیب ٥س لم ـ ذلرحيم لعزز دة هـ لش و

Artinya : 5. Dia mengatur urusan dari langitke bumi, kemudian (urusan) itu naikkepadanya dalam satu hari yang kadarnyaadalah seribu tahun menurut perhitunganmu6. yang demikian itu ialah Tuhan yangmengetahui yang ghaib dan yang nyata,yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.

Berdasarkan ayat tersebut, terdapatbeberapa hal yang menarik untukdiperhatikan bahwa adanya kata yudabbiruyang berarti mengatur, mengurus, me-manage, mengarahkan, membina,merencanakan, melaksanakan danmengawasi. Dari kata yudabbiru munculkata tadbir yang berarti pengaturan ataupenadbiran yang secara sederhana dapatdiartikan sebagai pengaturan. Dalam bahasamanajemen, kata pengaturan ini dapatdisamakan dengan kata pengorganisasianyang didalamnya mencakup uraian tentangberbagai kegiatan atau program dansekaligus membagi-baginya sesuai dengansumber daya manusia yang ada, waktu yangtersedia dan lain sebagainya. Dalam hadisRasulullah SAW kata pengaturan tersebutdapat pula diartika dengan kata nidzam.Hadis tersebut berbunyi : “bahwakebenaran yang tidak diatur (diorganisasi)dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diatur(diorganisasi) dengan baik.”2

Disamping itu Jika silabus dan RPPtelah dibuat secara tertulis sesuai dengankebutuhan dan prinsip pesantren,

2 Abuddin Nata, Pendidikan DalamPerspektif Al-Quran, (Jakarta : Prenadamedia,2016), hlm. 266

Page 7: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

49

keuntungannya saat terjadi pergantian ustadatau pengajar tidak perlu membuatperencanaan pembelajaran yang baru, karenadapat menggunakan silabus dan RPP matapelajaran yang telah dibuat sebelumnya.Selain itu dapat dibaca oleh publik, agarketika muncul tuduhan pesantren sebagaikaderisasi teroris dan gerakan radikalmelalui ajaran yang diberikannya, pesantrendapat melakukan pembelaan denganmenunjukkan bukti dokumentasi tertulisyaitu silabus dan RPP yang telah dibuatsebelumnya.

Ke depan mungkin YayasanSemarak yang menaungi Pondok PesantrenPancasila dapat memfasilitasi forum diskusiatau rapat dengan para ustad untukmembahas pembuatan silabus secara tertulis.Begitu juga Yayasan Affan Al-Quraniyahyang menaungi Pondok Pesantren Al-Quraniyah. Tujuannya agar para ustad dapatmerancang silabus sendiri matapelajarannya, sehingga para santri pun dapatmengetahui standar kompetensi matapelajaran yang akan dicapai danindikatornya.

Idealnya karena pesantrenmerupakan jenis pendidikan keagamaanyang dapat diselenggarakan melalui jalurpendidikan formal, nonformal, dan informalsebagaimana tertera dalam UU No. 20/ 2003pasal 30 ayat 3, alangkah lebih baik jikaperencanaan pembelajaran di setiappesantren mempunyai silabus dan RPP agarkompetensi setiap mata pelajaran dapat lebihdetail dijabarkan secara tertulis.

2) Penetapan Materi

Materi pokok dan identitas matapelajaran telah ditentukan oleh pihakmadrasah diniyyah. Hal tersebut juga sudahmencakup kitab atau buku acuan yangdigunakan dalam pembelajarannya. Fan ataumata pelajaran dibagi berdasar jenis ilmukeagamaan yang ada dalam agama Islam,seperti: Al-Qur’an (kitab suci), nahwu-shorof (gramatika Arab), akhlaq (perilaku),tauhid (teologi tentang Aqidatul Awal, sifat-sifat tuhan dan yang berhubungan tentang

teologi dasar), fiqh (hukum keseharian), dll.Hanya saja yang menjadi keunikan adalahperanan kiyai dalam menentukan materipembelajaran Pondok sangatlah dominan,rumusan pencapaian target pembelajaranbeserta tujuan adalah sesuatu yang sudah diformat langsung kiyai, sehingga para ustadhanya melaksankannya saja kedalam prosespembelajaran. Hal ini sepertinya sudahmenjadi tradisi di Pondok PesantrenPancasila sehingga dapat dikatakan bahwakiyai centered, sementara itu di Pondok Al-Quraniyah kiyai dalam hal ini sangatlahvisioner dalam arti kurikulum pondokpesantren tidak bergantung kepada keilmuanyang dimiliki oleh kiyai tetapi ada upayamengakomodir keilmuan yang dimilikirerata ustad yang menjadi tenaga pengajar dipondok pesantren.

Berdasar jenis-jenis ilmu yang telahdibagi tersebut, pigur kiyai juga telahmenentukan kitab-kitab apa yang digunakansebagai acuan pelajaran tersebut di tiapkelasnya. Seperti pada sekolah formal, kitabyang digunakan sebagai acuan pelajaranjuga memiliki tingkat kesulitan yangberbeda sesuai dengan tingkatan kelasnya.Dalam hasil penelitian di atas telahdipaparkan dengan menggunakan tabelbagaimana mata palajaran diatur dalamkeberlangsungan pembelajaran di madrasah.Mulai dari jenis pelajarannya sampai padakitab yang digunakan sebagai sumber belajarserta media belajar dalam pembelajaran.Tingkat kesulitan kitab itu tergambar padapenamaan kitab tersebut, misalnya kitabmatan hanya digunakan untuk kelas ulasedangkan kitab dengan tingkat kesulitanyang lebih komplek dinamakan kitab syarahdiperuntukkan untuk jenjang berikutnya.

Dalam pandangan Miller-Sellerbahwa tahapan ketiga dari pengembangankurikulum adalah identifikasi modelmengajar atau mengorganisasi strategimengajar, dalam hal pengembangankurikulum kaitannya dengan strategimengajar pihak madrasah diniyahmemberikan kesempatan seluas- luasnyauntuk santri yang berprestasi dalam belajar

49

keuntungannya saat terjadi pergantian ustadatau pengajar tidak perlu membuatperencanaan pembelajaran yang baru, karenadapat menggunakan silabus dan RPP matapelajaran yang telah dibuat sebelumnya.Selain itu dapat dibaca oleh publik, agarketika muncul tuduhan pesantren sebagaikaderisasi teroris dan gerakan radikalmelalui ajaran yang diberikannya, pesantrendapat melakukan pembelaan denganmenunjukkan bukti dokumentasi tertulisyaitu silabus dan RPP yang telah dibuatsebelumnya.

Ke depan mungkin YayasanSemarak yang menaungi Pondok PesantrenPancasila dapat memfasilitasi forum diskusiatau rapat dengan para ustad untukmembahas pembuatan silabus secara tertulis.Begitu juga Yayasan Affan Al-Quraniyahyang menaungi Pondok Pesantren Al-Quraniyah. Tujuannya agar para ustad dapatmerancang silabus sendiri matapelajarannya, sehingga para santri pun dapatmengetahui standar kompetensi matapelajaran yang akan dicapai danindikatornya.

Idealnya karena pesantrenmerupakan jenis pendidikan keagamaanyang dapat diselenggarakan melalui jalurpendidikan formal, nonformal, dan informalsebagaimana tertera dalam UU No. 20/ 2003pasal 30 ayat 3, alangkah lebih baik jikaperencanaan pembelajaran di setiappesantren mempunyai silabus dan RPP agarkompetensi setiap mata pelajaran dapat lebihdetail dijabarkan secara tertulis.

2) Penetapan Materi

Materi pokok dan identitas matapelajaran telah ditentukan oleh pihakmadrasah diniyyah. Hal tersebut juga sudahmencakup kitab atau buku acuan yangdigunakan dalam pembelajarannya. Fan ataumata pelajaran dibagi berdasar jenis ilmukeagamaan yang ada dalam agama Islam,seperti: Al-Qur’an (kitab suci), nahwu-shorof (gramatika Arab), akhlaq (perilaku),tauhid (teologi tentang Aqidatul Awal, sifat-sifat tuhan dan yang berhubungan tentang

teologi dasar), fiqh (hukum keseharian), dll.Hanya saja yang menjadi keunikan adalahperanan kiyai dalam menentukan materipembelajaran Pondok sangatlah dominan,rumusan pencapaian target pembelajaranbeserta tujuan adalah sesuatu yang sudah diformat langsung kiyai, sehingga para ustadhanya melaksankannya saja kedalam prosespembelajaran. Hal ini sepertinya sudahmenjadi tradisi di Pondok PesantrenPancasila sehingga dapat dikatakan bahwakiyai centered, sementara itu di Pondok Al-Quraniyah kiyai dalam hal ini sangatlahvisioner dalam arti kurikulum pondokpesantren tidak bergantung kepada keilmuanyang dimiliki oleh kiyai tetapi ada upayamengakomodir keilmuan yang dimilikirerata ustad yang menjadi tenaga pengajar dipondok pesantren.

Berdasar jenis-jenis ilmu yang telahdibagi tersebut, pigur kiyai juga telahmenentukan kitab-kitab apa yang digunakansebagai acuan pelajaran tersebut di tiapkelasnya. Seperti pada sekolah formal, kitabyang digunakan sebagai acuan pelajaranjuga memiliki tingkat kesulitan yangberbeda sesuai dengan tingkatan kelasnya.Dalam hasil penelitian di atas telahdipaparkan dengan menggunakan tabelbagaimana mata palajaran diatur dalamkeberlangsungan pembelajaran di madrasah.Mulai dari jenis pelajarannya sampai padakitab yang digunakan sebagai sumber belajarserta media belajar dalam pembelajaran.Tingkat kesulitan kitab itu tergambar padapenamaan kitab tersebut, misalnya kitabmatan hanya digunakan untuk kelas ulasedangkan kitab dengan tingkat kesulitanyang lebih komplek dinamakan kitab syarahdiperuntukkan untuk jenjang berikutnya.

Dalam pandangan Miller-Sellerbahwa tahapan ketiga dari pengembangankurikulum adalah identifikasi modelmengajar atau mengorganisasi strategimengajar, dalam hal pengembangankurikulum kaitannya dengan strategimengajar pihak madrasah diniyahmemberikan kesempatan seluas- luasnyauntuk santri yang berprestasi dalam belajar

49

keuntungannya saat terjadi pergantian ustadatau pengajar tidak perlu membuatperencanaan pembelajaran yang baru, karenadapat menggunakan silabus dan RPP matapelajaran yang telah dibuat sebelumnya.Selain itu dapat dibaca oleh publik, agarketika muncul tuduhan pesantren sebagaikaderisasi teroris dan gerakan radikalmelalui ajaran yang diberikannya, pesantrendapat melakukan pembelaan denganmenunjukkan bukti dokumentasi tertulisyaitu silabus dan RPP yang telah dibuatsebelumnya.

Ke depan mungkin YayasanSemarak yang menaungi Pondok PesantrenPancasila dapat memfasilitasi forum diskusiatau rapat dengan para ustad untukmembahas pembuatan silabus secara tertulis.Begitu juga Yayasan Affan Al-Quraniyahyang menaungi Pondok Pesantren Al-Quraniyah. Tujuannya agar para ustad dapatmerancang silabus sendiri matapelajarannya, sehingga para santri pun dapatmengetahui standar kompetensi matapelajaran yang akan dicapai danindikatornya.

Idealnya karena pesantrenmerupakan jenis pendidikan keagamaanyang dapat diselenggarakan melalui jalurpendidikan formal, nonformal, dan informalsebagaimana tertera dalam UU No. 20/ 2003pasal 30 ayat 3, alangkah lebih baik jikaperencanaan pembelajaran di setiappesantren mempunyai silabus dan RPP agarkompetensi setiap mata pelajaran dapat lebihdetail dijabarkan secara tertulis.

2) Penetapan Materi

Materi pokok dan identitas matapelajaran telah ditentukan oleh pihakmadrasah diniyyah. Hal tersebut juga sudahmencakup kitab atau buku acuan yangdigunakan dalam pembelajarannya. Fan ataumata pelajaran dibagi berdasar jenis ilmukeagamaan yang ada dalam agama Islam,seperti: Al-Qur’an (kitab suci), nahwu-shorof (gramatika Arab), akhlaq (perilaku),tauhid (teologi tentang Aqidatul Awal, sifat-sifat tuhan dan yang berhubungan tentang

teologi dasar), fiqh (hukum keseharian), dll.Hanya saja yang menjadi keunikan adalahperanan kiyai dalam menentukan materipembelajaran Pondok sangatlah dominan,rumusan pencapaian target pembelajaranbeserta tujuan adalah sesuatu yang sudah diformat langsung kiyai, sehingga para ustadhanya melaksankannya saja kedalam prosespembelajaran. Hal ini sepertinya sudahmenjadi tradisi di Pondok PesantrenPancasila sehingga dapat dikatakan bahwakiyai centered, sementara itu di Pondok Al-Quraniyah kiyai dalam hal ini sangatlahvisioner dalam arti kurikulum pondokpesantren tidak bergantung kepada keilmuanyang dimiliki oleh kiyai tetapi ada upayamengakomodir keilmuan yang dimilikirerata ustad yang menjadi tenaga pengajar dipondok pesantren.

Berdasar jenis-jenis ilmu yang telahdibagi tersebut, pigur kiyai juga telahmenentukan kitab-kitab apa yang digunakansebagai acuan pelajaran tersebut di tiapkelasnya. Seperti pada sekolah formal, kitabyang digunakan sebagai acuan pelajaranjuga memiliki tingkat kesulitan yangberbeda sesuai dengan tingkatan kelasnya.Dalam hasil penelitian di atas telahdipaparkan dengan menggunakan tabelbagaimana mata palajaran diatur dalamkeberlangsungan pembelajaran di madrasah.Mulai dari jenis pelajarannya sampai padakitab yang digunakan sebagai sumber belajarserta media belajar dalam pembelajaran.Tingkat kesulitan kitab itu tergambar padapenamaan kitab tersebut, misalnya kitabmatan hanya digunakan untuk kelas ulasedangkan kitab dengan tingkat kesulitanyang lebih komplek dinamakan kitab syarahdiperuntukkan untuk jenjang berikutnya.

Dalam pandangan Miller-Sellerbahwa tahapan ketiga dari pengembangankurikulum adalah identifikasi modelmengajar atau mengorganisasi strategimengajar, dalam hal pengembangankurikulum kaitannya dengan strategimengajar pihak madrasah diniyahmemberikan kesempatan seluas- luasnyauntuk santri yang berprestasi dalam belajar

Page 8: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

50

misalnya ada diantara santri dalam satu kelasyang sudah memahami bahkan lancarmembaca kitab maka yang bersangkutanmendapatkan kesempatan untukmempelajari kitab berikutnya denganmenghadap langsung kepada kiyai, inilahyang disebut dengan metode sorogan, dalampemahaman peneliti sebenarnya pesantrentelah melakukan apa yang dinamakanakselerasi, jika dalam pelaksanaankurikulum nasional akselerasi dilaksanakansecara klasikal maka di pondok pesantrenpelaksanaannya secara perorangan.

Hal itu menunjukkan bahwaMadrasah Diniyyah Pancasila maupun Al-Quraniyah dalam hal perencanaan terkaitmata pelajaran kitab dalam keberlangsunganproses pendidikan sudah terencana denganbaik, hanya yang membedakan adalahPesantren Pancasila peran kiyai lebihDominan, sementara di Pesantren Al-Quraniyah kiyai berperan sebagai fasilitatorsaja.

3) Pengembangan Tujuan PembelajaranBerdasar pada paparan dalam hasil

penelitian, menurut pengamatan penelitiwalaupun terlihat tidak rinci dan globaldalam pembelajaran. Tidak detailnyaperencanaan yang disusun oleh PondokPesantren Pancasila terlihat dari tidakadanya KD ataupun indikator pencapaiankompetensi yang disusun secara detaildalam tiap mata pelajarannya. Kompetensidasar dan Indikator pencapaian kompetensihanya disusun secara global dalam tingkatanbesar, yaitu Ula, Wustho, Disisi lain,pembelajaran di Madrasah TakhassusDiniyyah Pancasila tetap dapat berjalandengan model seperti ini. Hal itudikarenakan objek kajian berupa ajaran yangberupa syariah agama. Begitu juga denganPesantren Al-Quraniyah belum ditemukandokumen penyusunan secara detail terdapattujuan atau kompetensi yang diharapkandalam setiap mata pelajaran, yang ada hanyatujuan secara umum dan itupun berupainformasi lisan.

Belum lagi, kesamaaan pengasuhatau pun gurunya, yaitu sama-sama dibawahasuhan dari pimpinan pondok untuk parapendidiknya. Hal ini membuat kesamaan visiyang terbangun cukup kuat antar pendidik.Itu sangat menguntungkan dalam halpencapaian ekspektasi antara pembuatstandar kompetensi dan implementatordalam hal ini adalah ustadz atupun guru.

Jika kinerja pendidik kurang dapatmemenuhi ekspektasi pihak madrasah dalamhal ini kiyai. Tiap akhir tahun ajarandiadakan evaluasi antara pihak madrasah,selanjutnya akan dilaporkan kepadapengasuh terkait kelanjutanya. Daripengasuh akan memberikan pengarahanselanjuntnya, apakah ustadz dipertahankan,dipindah ke kitab lain, atau diganti untukmengisi pos lain selain mengajar. Keputusandari pengasuh bersifat mutlak. PrinsipPondok Pesantren Pancasila adalah bahwaguru adalah orang yang lebih mengerti dirikita dari pada diri kita sendiri. Namun hal initetap ketidakrincian dalam menyusun KDatau indikator pencapaian kompetensi tetapberdampak pada tidak tepatnya waktupembelajaran. sementara itu di Pesantren Al-Quraniyah evaluasi terhadap kinerja tetapdilakukan sewaktu tahun ajaran baru,walaupun terdapat beberapa catatan dalamproses pembelajaran, peran Ustad dalampembelajaran kemungkinan besar tidakdapat tergantikan, hal itu cukup beralasankarena penyusunan mata pelajaran yangakan di berikan kepada santri bergantungkepada potensi Ustad yang ada di dalampondok pesantren Al-Quraniyah, dapatdikatakan bahwa mata pelajaran yangberbasis kepada ustad yang ada, dan besarkemungkinan terjadi perubahan jika ternyataustad yang ada mendapat tambahan ustadbaru atau justru yang lama mengundurkandiri sebagai ustad.

Dalam hal ketersediaan waktu adakemungkinan akan kekurangan waktupembelajaran untuk menamatkan satu kitabpada satu pembelajaran, ada kemungkinansisa waktu dalam pembelajaran. Hal tersebutpula yang yang dirasakan menjadi kendala

50

misalnya ada diantara santri dalam satu kelasyang sudah memahami bahkan lancarmembaca kitab maka yang bersangkutanmendapatkan kesempatan untukmempelajari kitab berikutnya denganmenghadap langsung kepada kiyai, inilahyang disebut dengan metode sorogan, dalampemahaman peneliti sebenarnya pesantrentelah melakukan apa yang dinamakanakselerasi, jika dalam pelaksanaankurikulum nasional akselerasi dilaksanakansecara klasikal maka di pondok pesantrenpelaksanaannya secara perorangan.

Hal itu menunjukkan bahwaMadrasah Diniyyah Pancasila maupun Al-Quraniyah dalam hal perencanaan terkaitmata pelajaran kitab dalam keberlangsunganproses pendidikan sudah terencana denganbaik, hanya yang membedakan adalahPesantren Pancasila peran kiyai lebihDominan, sementara di Pesantren Al-Quraniyah kiyai berperan sebagai fasilitatorsaja.

3) Pengembangan Tujuan PembelajaranBerdasar pada paparan dalam hasil

penelitian, menurut pengamatan penelitiwalaupun terlihat tidak rinci dan globaldalam pembelajaran. Tidak detailnyaperencanaan yang disusun oleh PondokPesantren Pancasila terlihat dari tidakadanya KD ataupun indikator pencapaiankompetensi yang disusun secara detaildalam tiap mata pelajarannya. Kompetensidasar dan Indikator pencapaian kompetensihanya disusun secara global dalam tingkatanbesar, yaitu Ula, Wustho, Disisi lain,pembelajaran di Madrasah TakhassusDiniyyah Pancasila tetap dapat berjalandengan model seperti ini. Hal itudikarenakan objek kajian berupa ajaran yangberupa syariah agama. Begitu juga denganPesantren Al-Quraniyah belum ditemukandokumen penyusunan secara detail terdapattujuan atau kompetensi yang diharapkandalam setiap mata pelajaran, yang ada hanyatujuan secara umum dan itupun berupainformasi lisan.

Belum lagi, kesamaaan pengasuhatau pun gurunya, yaitu sama-sama dibawahasuhan dari pimpinan pondok untuk parapendidiknya. Hal ini membuat kesamaan visiyang terbangun cukup kuat antar pendidik.Itu sangat menguntungkan dalam halpencapaian ekspektasi antara pembuatstandar kompetensi dan implementatordalam hal ini adalah ustadz atupun guru.

Jika kinerja pendidik kurang dapatmemenuhi ekspektasi pihak madrasah dalamhal ini kiyai. Tiap akhir tahun ajarandiadakan evaluasi antara pihak madrasah,selanjutnya akan dilaporkan kepadapengasuh terkait kelanjutanya. Daripengasuh akan memberikan pengarahanselanjuntnya, apakah ustadz dipertahankan,dipindah ke kitab lain, atau diganti untukmengisi pos lain selain mengajar. Keputusandari pengasuh bersifat mutlak. PrinsipPondok Pesantren Pancasila adalah bahwaguru adalah orang yang lebih mengerti dirikita dari pada diri kita sendiri. Namun hal initetap ketidakrincian dalam menyusun KDatau indikator pencapaian kompetensi tetapberdampak pada tidak tepatnya waktupembelajaran. sementara itu di Pesantren Al-Quraniyah evaluasi terhadap kinerja tetapdilakukan sewaktu tahun ajaran baru,walaupun terdapat beberapa catatan dalamproses pembelajaran, peran Ustad dalampembelajaran kemungkinan besar tidakdapat tergantikan, hal itu cukup beralasankarena penyusunan mata pelajaran yangakan di berikan kepada santri bergantungkepada potensi Ustad yang ada di dalampondok pesantren Al-Quraniyah, dapatdikatakan bahwa mata pelajaran yangberbasis kepada ustad yang ada, dan besarkemungkinan terjadi perubahan jika ternyataustad yang ada mendapat tambahan ustadbaru atau justru yang lama mengundurkandiri sebagai ustad.

Dalam hal ketersediaan waktu adakemungkinan akan kekurangan waktupembelajaran untuk menamatkan satu kitabpada satu pembelajaran, ada kemungkinansisa waktu dalam pembelajaran. Hal tersebutpula yang yang dirasakan menjadi kendala

50

misalnya ada diantara santri dalam satu kelasyang sudah memahami bahkan lancarmembaca kitab maka yang bersangkutanmendapatkan kesempatan untukmempelajari kitab berikutnya denganmenghadap langsung kepada kiyai, inilahyang disebut dengan metode sorogan, dalampemahaman peneliti sebenarnya pesantrentelah melakukan apa yang dinamakanakselerasi, jika dalam pelaksanaankurikulum nasional akselerasi dilaksanakansecara klasikal maka di pondok pesantrenpelaksanaannya secara perorangan.

Hal itu menunjukkan bahwaMadrasah Diniyyah Pancasila maupun Al-Quraniyah dalam hal perencanaan terkaitmata pelajaran kitab dalam keberlangsunganproses pendidikan sudah terencana denganbaik, hanya yang membedakan adalahPesantren Pancasila peran kiyai lebihDominan, sementara di Pesantren Al-Quraniyah kiyai berperan sebagai fasilitatorsaja.

3) Pengembangan Tujuan PembelajaranBerdasar pada paparan dalam hasil

penelitian, menurut pengamatan penelitiwalaupun terlihat tidak rinci dan globaldalam pembelajaran. Tidak detailnyaperencanaan yang disusun oleh PondokPesantren Pancasila terlihat dari tidakadanya KD ataupun indikator pencapaiankompetensi yang disusun secara detaildalam tiap mata pelajarannya. Kompetensidasar dan Indikator pencapaian kompetensihanya disusun secara global dalam tingkatanbesar, yaitu Ula, Wustho, Disisi lain,pembelajaran di Madrasah TakhassusDiniyyah Pancasila tetap dapat berjalandengan model seperti ini. Hal itudikarenakan objek kajian berupa ajaran yangberupa syariah agama. Begitu juga denganPesantren Al-Quraniyah belum ditemukandokumen penyusunan secara detail terdapattujuan atau kompetensi yang diharapkandalam setiap mata pelajaran, yang ada hanyatujuan secara umum dan itupun berupainformasi lisan.

Belum lagi, kesamaaan pengasuhatau pun gurunya, yaitu sama-sama dibawahasuhan dari pimpinan pondok untuk parapendidiknya. Hal ini membuat kesamaan visiyang terbangun cukup kuat antar pendidik.Itu sangat menguntungkan dalam halpencapaian ekspektasi antara pembuatstandar kompetensi dan implementatordalam hal ini adalah ustadz atupun guru.

Jika kinerja pendidik kurang dapatmemenuhi ekspektasi pihak madrasah dalamhal ini kiyai. Tiap akhir tahun ajarandiadakan evaluasi antara pihak madrasah,selanjutnya akan dilaporkan kepadapengasuh terkait kelanjutanya. Daripengasuh akan memberikan pengarahanselanjuntnya, apakah ustadz dipertahankan,dipindah ke kitab lain, atau diganti untukmengisi pos lain selain mengajar. Keputusandari pengasuh bersifat mutlak. PrinsipPondok Pesantren Pancasila adalah bahwaguru adalah orang yang lebih mengerti dirikita dari pada diri kita sendiri. Namun hal initetap ketidakrincian dalam menyusun KDatau indikator pencapaian kompetensi tetapberdampak pada tidak tepatnya waktupembelajaran. sementara itu di Pesantren Al-Quraniyah evaluasi terhadap kinerja tetapdilakukan sewaktu tahun ajaran baru,walaupun terdapat beberapa catatan dalamproses pembelajaran, peran Ustad dalampembelajaran kemungkinan besar tidakdapat tergantikan, hal itu cukup beralasankarena penyusunan mata pelajaran yangakan di berikan kepada santri bergantungkepada potensi Ustad yang ada di dalampondok pesantren Al-Quraniyah, dapatdikatakan bahwa mata pelajaran yangberbasis kepada ustad yang ada, dan besarkemungkinan terjadi perubahan jika ternyataustad yang ada mendapat tambahan ustadbaru atau justru yang lama mengundurkandiri sebagai ustad.

Dalam hal ketersediaan waktu adakemungkinan akan kekurangan waktupembelajaran untuk menamatkan satu kitabpada satu pembelajaran, ada kemungkinansisa waktu dalam pembelajaran. Hal tersebutpula yang yang dirasakan menjadi kendala

Page 9: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

51

pada beberapa pendidik saat diwawancaraioleh peneliti. Namun, walaupun dengantidak adanya KD dan indikator yang disusunsecara detail dalam masing-masing babpembelajaran dalam Pondok Pesantren tetapdapat berjalan, namun hal itu menimbulkanproblema bagi para implementatornya.

Dalam pandangan Miller-Sellerbahwa tujuan merupakan hal yang pentinguntuk selalu dilakukan pengembangan,tujuan- tujuan yang masih sangat umumseharusnya harus di perjelas kembali padabentuk tujuan yang lebih spesifik, pondokpesantren baik pondok pesantren Pancasilamaupun Al-Quraniyah dalam hal tujuansudah mengembangkan masing-masingtujuan, tujuan dari masing pondok pesantrenini kemudian di terjemahkan kembali kepadatujuan kurikuler dan intstruksional atautujuan pembelajaran, hanya saja dalampenelusuran dokumen peneliti belummenemukannnya tetapi itu peneliti dapatkanbahwa tujuan dari pembelajarn kitab ituyakni pertama adalah agar seluruh santrimengkhatamkan atau menamatkan kitabyang diberikan selama satu semester atautahun ajaran, kedua, santri harus dapatmengi’rab kitab- kitab tersebut, ketiga, santridapat menjelaskan kitab- kitab syarah dankeempat, santri harus dapat menghafalbeberapa kitab tertentu seperti kitab shorafdan hadis.

4) Penetapan Waktu

Dinyatakan dalam KeputusanDirektorat Jenderal Pendidikan Agama IslamNomor: 3203 Tahun 2013 tentang StandarProses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah,bahwa alokasi waktu ditentukan sesuaidengan keperluan untuk pencapaian KD danbeban belajar dengan mempertimbangkanjumlah jam pelajaran yang tersedia dalamsilabus dan KD yang harus dicapai. Alokasiwaktu jam tatap muka pembelajaranRegulasi yang ditetapkan oleh Kemenag RIdalam pengalokasian waktu jam tatap mukadalam pembelajaran adalah bertingkat dariUla sebagai kelas terendah sampai tertinggi

(Ulya) untuk di lembaga non formalsedangkan di lembaga formal mulai daritingkat MTs sampai dengan MA. Dengandemikian tiap tingkatan kelas mempunyaidurasi jam tatap muka yang berbeda antarsatu dan lainnya. Walaupun secara teknisselisih waktu antar satu dan lainnya tidaklahterpaut jauh, hanya berkisar antara 5 sampai10 menit. Berikut adalah alokasi tatap mukayang dianjurkan oleh Kemenag RI.a) Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awwaliyah kelas I: 30 menitb) Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awwaliyah kelas II-IV: 40 menitc) Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha:

45 menitd) Madrasah Tsanawiyah : 45 menite) Madrasah Aliyah : 45 menit

Meskipun perencanan MadrasahTakhassus Diniyah Pancasila masihsederhana, namun secara global alokasiwaktu tiap pelajaran dalam madrasahdiniyyah telah disesuaikan dengan tingkatkesulitan pelajaran yang dipelajari. Dalamdokumen yang ditemukan bahwa secaraumum telah dipaparkan bagaimana pelajarandalam Madrasah Diniyyah Pancasila darimasing-masing tingkatan telah diatur secarasistematis.

Hal ini menunjukkan bahwapengalokasian waktu Madrasah TakhassusDiniyyah Pancasila telah dilaksanakansecara matang dan tersetruktur. Berbedahalnya dengan pengaturan waktu padajadwal pelajaran yang ada di PondokPesantren Al-Quraniyah, secara umumsetiap mata pelajaran waktu yang disediakanselam 60 menit sekaligus, termasuk jugajadwal kegiatan kurikulum keterampilandiformat sama dengan durasi yang sama danmenyesuaikan waktu yang tepat untukpelaksanaan ekstra tersebut.

Dari paparan komparasi jam tatapmuka antara regulasi yang dianjurkanKemenag RI dengan regulasi yangditetapkan oleh Pondok Pesantren Al-Quraniyah terlihat bahwa Pondok PesantrenAl-Quraniyah sudah menyesuaikan denganregulasi yang dianjurkan oleh Kemenag RI.Pondok Pesantren Al-Quraniyah lebih

51

pada beberapa pendidik saat diwawancaraioleh peneliti. Namun, walaupun dengantidak adanya KD dan indikator yang disusunsecara detail dalam masing-masing babpembelajaran dalam Pondok Pesantren tetapdapat berjalan, namun hal itu menimbulkanproblema bagi para implementatornya.

Dalam pandangan Miller-Sellerbahwa tujuan merupakan hal yang pentinguntuk selalu dilakukan pengembangan,tujuan- tujuan yang masih sangat umumseharusnya harus di perjelas kembali padabentuk tujuan yang lebih spesifik, pondokpesantren baik pondok pesantren Pancasilamaupun Al-Quraniyah dalam hal tujuansudah mengembangkan masing-masingtujuan, tujuan dari masing pondok pesantrenini kemudian di terjemahkan kembali kepadatujuan kurikuler dan intstruksional atautujuan pembelajaran, hanya saja dalampenelusuran dokumen peneliti belummenemukannnya tetapi itu peneliti dapatkanbahwa tujuan dari pembelajarn kitab ituyakni pertama adalah agar seluruh santrimengkhatamkan atau menamatkan kitabyang diberikan selama satu semester atautahun ajaran, kedua, santri harus dapatmengi’rab kitab- kitab tersebut, ketiga, santridapat menjelaskan kitab- kitab syarah dankeempat, santri harus dapat menghafalbeberapa kitab tertentu seperti kitab shorafdan hadis.

4) Penetapan Waktu

Dinyatakan dalam KeputusanDirektorat Jenderal Pendidikan Agama IslamNomor: 3203 Tahun 2013 tentang StandarProses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah,bahwa alokasi waktu ditentukan sesuaidengan keperluan untuk pencapaian KD danbeban belajar dengan mempertimbangkanjumlah jam pelajaran yang tersedia dalamsilabus dan KD yang harus dicapai. Alokasiwaktu jam tatap muka pembelajaranRegulasi yang ditetapkan oleh Kemenag RIdalam pengalokasian waktu jam tatap mukadalam pembelajaran adalah bertingkat dariUla sebagai kelas terendah sampai tertinggi

(Ulya) untuk di lembaga non formalsedangkan di lembaga formal mulai daritingkat MTs sampai dengan MA. Dengandemikian tiap tingkatan kelas mempunyaidurasi jam tatap muka yang berbeda antarsatu dan lainnya. Walaupun secara teknisselisih waktu antar satu dan lainnya tidaklahterpaut jauh, hanya berkisar antara 5 sampai10 menit. Berikut adalah alokasi tatap mukayang dianjurkan oleh Kemenag RI.a) Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awwaliyah kelas I: 30 menitb) Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awwaliyah kelas II-IV: 40 menitc) Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha:

45 menitd) Madrasah Tsanawiyah : 45 menite) Madrasah Aliyah : 45 menit

Meskipun perencanan MadrasahTakhassus Diniyah Pancasila masihsederhana, namun secara global alokasiwaktu tiap pelajaran dalam madrasahdiniyyah telah disesuaikan dengan tingkatkesulitan pelajaran yang dipelajari. Dalamdokumen yang ditemukan bahwa secaraumum telah dipaparkan bagaimana pelajarandalam Madrasah Diniyyah Pancasila darimasing-masing tingkatan telah diatur secarasistematis.

Hal ini menunjukkan bahwapengalokasian waktu Madrasah TakhassusDiniyyah Pancasila telah dilaksanakansecara matang dan tersetruktur. Berbedahalnya dengan pengaturan waktu padajadwal pelajaran yang ada di PondokPesantren Al-Quraniyah, secara umumsetiap mata pelajaran waktu yang disediakanselam 60 menit sekaligus, termasuk jugajadwal kegiatan kurikulum keterampilandiformat sama dengan durasi yang sama danmenyesuaikan waktu yang tepat untukpelaksanaan ekstra tersebut.

Dari paparan komparasi jam tatapmuka antara regulasi yang dianjurkanKemenag RI dengan regulasi yangditetapkan oleh Pondok Pesantren Al-Quraniyah terlihat bahwa Pondok PesantrenAl-Quraniyah sudah menyesuaikan denganregulasi yang dianjurkan oleh Kemenag RI.Pondok Pesantren Al-Quraniyah lebih

51

pada beberapa pendidik saat diwawancaraioleh peneliti. Namun, walaupun dengantidak adanya KD dan indikator yang disusunsecara detail dalam masing-masing babpembelajaran dalam Pondok Pesantren tetapdapat berjalan, namun hal itu menimbulkanproblema bagi para implementatornya.

Dalam pandangan Miller-Sellerbahwa tujuan merupakan hal yang pentinguntuk selalu dilakukan pengembangan,tujuan- tujuan yang masih sangat umumseharusnya harus di perjelas kembali padabentuk tujuan yang lebih spesifik, pondokpesantren baik pondok pesantren Pancasilamaupun Al-Quraniyah dalam hal tujuansudah mengembangkan masing-masingtujuan, tujuan dari masing pondok pesantrenini kemudian di terjemahkan kembali kepadatujuan kurikuler dan intstruksional atautujuan pembelajaran, hanya saja dalampenelusuran dokumen peneliti belummenemukannnya tetapi itu peneliti dapatkanbahwa tujuan dari pembelajarn kitab ituyakni pertama adalah agar seluruh santrimengkhatamkan atau menamatkan kitabyang diberikan selama satu semester atautahun ajaran, kedua, santri harus dapatmengi’rab kitab- kitab tersebut, ketiga, santridapat menjelaskan kitab- kitab syarah dankeempat, santri harus dapat menghafalbeberapa kitab tertentu seperti kitab shorafdan hadis.

4) Penetapan Waktu

Dinyatakan dalam KeputusanDirektorat Jenderal Pendidikan Agama IslamNomor: 3203 Tahun 2013 tentang StandarProses Pengelolaan dan PenilaianPendidikan Madrasah Diniyah Takmiliyah,bahwa alokasi waktu ditentukan sesuaidengan keperluan untuk pencapaian KD danbeban belajar dengan mempertimbangkanjumlah jam pelajaran yang tersedia dalamsilabus dan KD yang harus dicapai. Alokasiwaktu jam tatap muka pembelajaranRegulasi yang ditetapkan oleh Kemenag RIdalam pengalokasian waktu jam tatap mukadalam pembelajaran adalah bertingkat dariUla sebagai kelas terendah sampai tertinggi

(Ulya) untuk di lembaga non formalsedangkan di lembaga formal mulai daritingkat MTs sampai dengan MA. Dengandemikian tiap tingkatan kelas mempunyaidurasi jam tatap muka yang berbeda antarsatu dan lainnya. Walaupun secara teknisselisih waktu antar satu dan lainnya tidaklahterpaut jauh, hanya berkisar antara 5 sampai10 menit. Berikut adalah alokasi tatap mukayang dianjurkan oleh Kemenag RI.a) Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awwaliyah kelas I: 30 menitb) Madrasah Diniyah Takmiliyah

Awwaliyah kelas II-IV: 40 menitc) Madrasah Diniyah Takmiliyah Wustha:

45 menitd) Madrasah Tsanawiyah : 45 menite) Madrasah Aliyah : 45 menit

Meskipun perencanan MadrasahTakhassus Diniyah Pancasila masihsederhana, namun secara global alokasiwaktu tiap pelajaran dalam madrasahdiniyyah telah disesuaikan dengan tingkatkesulitan pelajaran yang dipelajari. Dalamdokumen yang ditemukan bahwa secaraumum telah dipaparkan bagaimana pelajarandalam Madrasah Diniyyah Pancasila darimasing-masing tingkatan telah diatur secarasistematis.

Hal ini menunjukkan bahwapengalokasian waktu Madrasah TakhassusDiniyyah Pancasila telah dilaksanakansecara matang dan tersetruktur. Berbedahalnya dengan pengaturan waktu padajadwal pelajaran yang ada di PondokPesantren Al-Quraniyah, secara umumsetiap mata pelajaran waktu yang disediakanselam 60 menit sekaligus, termasuk jugajadwal kegiatan kurikulum keterampilandiformat sama dengan durasi yang sama danmenyesuaikan waktu yang tepat untukpelaksanaan ekstra tersebut.

Dari paparan komparasi jam tatapmuka antara regulasi yang dianjurkanKemenag RI dengan regulasi yangditetapkan oleh Pondok Pesantren Al-Quraniyah terlihat bahwa Pondok PesantrenAl-Quraniyah sudah menyesuaikan denganregulasi yang dianjurkan oleh Kemenag RI.Pondok Pesantren Al-Quraniyah lebih

Page 10: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

52

memilih menyeragamkan semua kelasdengan persebaran waktu yang sama. Tidakhanya itu, Pondok Pesantren Al-Quraniyahjuga memiliki durasi waktu yang tidak jauhberbeda dengan regulasi Kemenag RI, yaituselisih 15-30 menit.

Dari dokumen tersebut juga dapatkita simpulkan bahwa perumusan jam dalampembelajaran selama satu minggu belummemperhatikan aspek kesulitan masing-masing pelajaran. Misalnya pada tingkat Uladan Wustho, dapat kita lihat bahwa pelajaranNahwu dan shorof adalah pelajaran terkaitgramatika Arab mendapatkan 2 jampelajaran dalam satu minggu, sementarapelajaran tauhid, pelajaran terkait teologitentang Aqidatul Awal, sifat-sifat tuhan danyang berhubungan tentang teologi dasar, dll.juga mendapat porsi satu jam dalam satuminggu. Hal itu menunjukkan bahwapertimbangan-pertimbangan alokasi jampelajaran belum menjadi perhatian dalamMadrasah Takhassus Diniyyah Pancasila,padahal nahwu-shorof mempunyai tingkatkesulitan yang lebih dibanding matapelajaran di atas. Namun dalam penentuanalokasi jam per kitab/pelajaran belummenggunakan pertimbangan yang rinci dandetail. Hal ini terlihat dari tidak adanyasilabus atau KD yang digunakan dalammenentukan jam pelajaran. Dalam madrasahdiniyyah Pancasila memang belummenggunakan silabus ataupun KD dalamperencaannya. Walaupun dalamperencanaannya juga sudah mempunyaibatasan materi yang harus dikuasai sepertifungsi KD dan silabus, tapi masih dalambentuk yang sederhana dan global.

Dapat disimpulkan bahwameskipun dengan format jadwal yang sedikitberbeda pada kedua pesantren tersebut diatasnamun pembedaan jam belajar berdasarkantingkat kesulitan pembelajaran sebuah kitabatau mata pelajaran belum menjadi perhatianpenting pihak pesantren seharusnya hal inijuga menjadi pertimbangan untukmenetapkan alokasi waktu yang berbedaberdasarkan tingkat kesulitan matapelajaran.

Berdasarkan paparan diatas makadapat ditarik sebuah kesimpulan bahwamadrasah diniyah di kedua pondokpesantren sebenarnya sudah melakukanpengembangan kurikulum, jika merujukkepada teori yang ada maka modelpengembangan kurikulum madrasah diniyahpondok pesantren di Bengkulu adalahgabungan dari beberapa komponenpengembangan dalam berbagai persfektif,pengembangan tersebut tidak merujukkepada satu teori saja akan tetapi pondokpesantren melakukan pengembangan denganmodel kombinasi untuk lebih jelas temuanmodel pengembangan kurikulum madrasahdiniyah dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Bagan Model Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Pondok Pesantren

Pancasila.

Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Proses pertama adalah penetapan tujuan,tujuan tersebut dibuat oleh Kiyai denganmemperhatikan manhaj yang terdapatpada kitab kuning

2. Selanjutnya formulasi materi denganmemperhatikan tingkatan kitab, yaitukitab matan untuk kelas awal sedangkankitab syarah untuk kelas lanjutan dengantetap di buat oleh kiyai

3. Penetapan metode, kompetensi danalokasi waktu. Metode diserahkansepenuhnya kepada ustad atau ustadzah,kompetensi diatur dengan target khatam

52

memilih menyeragamkan semua kelasdengan persebaran waktu yang sama. Tidakhanya itu, Pondok Pesantren Al-Quraniyahjuga memiliki durasi waktu yang tidak jauhberbeda dengan regulasi Kemenag RI, yaituselisih 15-30 menit.

Dari dokumen tersebut juga dapatkita simpulkan bahwa perumusan jam dalampembelajaran selama satu minggu belummemperhatikan aspek kesulitan masing-masing pelajaran. Misalnya pada tingkat Uladan Wustho, dapat kita lihat bahwa pelajaranNahwu dan shorof adalah pelajaran terkaitgramatika Arab mendapatkan 2 jampelajaran dalam satu minggu, sementarapelajaran tauhid, pelajaran terkait teologitentang Aqidatul Awal, sifat-sifat tuhan danyang berhubungan tentang teologi dasar, dll.juga mendapat porsi satu jam dalam satuminggu. Hal itu menunjukkan bahwapertimbangan-pertimbangan alokasi jampelajaran belum menjadi perhatian dalamMadrasah Takhassus Diniyyah Pancasila,padahal nahwu-shorof mempunyai tingkatkesulitan yang lebih dibanding matapelajaran di atas. Namun dalam penentuanalokasi jam per kitab/pelajaran belummenggunakan pertimbangan yang rinci dandetail. Hal ini terlihat dari tidak adanyasilabus atau KD yang digunakan dalammenentukan jam pelajaran. Dalam madrasahdiniyyah Pancasila memang belummenggunakan silabus ataupun KD dalamperencaannya. Walaupun dalamperencanaannya juga sudah mempunyaibatasan materi yang harus dikuasai sepertifungsi KD dan silabus, tapi masih dalambentuk yang sederhana dan global.

Dapat disimpulkan bahwameskipun dengan format jadwal yang sedikitberbeda pada kedua pesantren tersebut diatasnamun pembedaan jam belajar berdasarkantingkat kesulitan pembelajaran sebuah kitabatau mata pelajaran belum menjadi perhatianpenting pihak pesantren seharusnya hal inijuga menjadi pertimbangan untukmenetapkan alokasi waktu yang berbedaberdasarkan tingkat kesulitan matapelajaran.

Berdasarkan paparan diatas makadapat ditarik sebuah kesimpulan bahwamadrasah diniyah di kedua pondokpesantren sebenarnya sudah melakukanpengembangan kurikulum, jika merujukkepada teori yang ada maka modelpengembangan kurikulum madrasah diniyahpondok pesantren di Bengkulu adalahgabungan dari beberapa komponenpengembangan dalam berbagai persfektif,pengembangan tersebut tidak merujukkepada satu teori saja akan tetapi pondokpesantren melakukan pengembangan denganmodel kombinasi untuk lebih jelas temuanmodel pengembangan kurikulum madrasahdiniyah dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Bagan Model Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Pondok Pesantren

Pancasila.

Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Proses pertama adalah penetapan tujuan,tujuan tersebut dibuat oleh Kiyai denganmemperhatikan manhaj yang terdapatpada kitab kuning

2. Selanjutnya formulasi materi denganmemperhatikan tingkatan kitab, yaitukitab matan untuk kelas awal sedangkankitab syarah untuk kelas lanjutan dengantetap di buat oleh kiyai

3. Penetapan metode, kompetensi danalokasi waktu. Metode diserahkansepenuhnya kepada ustad atau ustadzah,kompetensi diatur dengan target khatam

52

memilih menyeragamkan semua kelasdengan persebaran waktu yang sama. Tidakhanya itu, Pondok Pesantren Al-Quraniyahjuga memiliki durasi waktu yang tidak jauhberbeda dengan regulasi Kemenag RI, yaituselisih 15-30 menit.

Dari dokumen tersebut juga dapatkita simpulkan bahwa perumusan jam dalampembelajaran selama satu minggu belummemperhatikan aspek kesulitan masing-masing pelajaran. Misalnya pada tingkat Uladan Wustho, dapat kita lihat bahwa pelajaranNahwu dan shorof adalah pelajaran terkaitgramatika Arab mendapatkan 2 jampelajaran dalam satu minggu, sementarapelajaran tauhid, pelajaran terkait teologitentang Aqidatul Awal, sifat-sifat tuhan danyang berhubungan tentang teologi dasar, dll.juga mendapat porsi satu jam dalam satuminggu. Hal itu menunjukkan bahwapertimbangan-pertimbangan alokasi jampelajaran belum menjadi perhatian dalamMadrasah Takhassus Diniyyah Pancasila,padahal nahwu-shorof mempunyai tingkatkesulitan yang lebih dibanding matapelajaran di atas. Namun dalam penentuanalokasi jam per kitab/pelajaran belummenggunakan pertimbangan yang rinci dandetail. Hal ini terlihat dari tidak adanyasilabus atau KD yang digunakan dalammenentukan jam pelajaran. Dalam madrasahdiniyyah Pancasila memang belummenggunakan silabus ataupun KD dalamperencaannya. Walaupun dalamperencanaannya juga sudah mempunyaibatasan materi yang harus dikuasai sepertifungsi KD dan silabus, tapi masih dalambentuk yang sederhana dan global.

Dapat disimpulkan bahwameskipun dengan format jadwal yang sedikitberbeda pada kedua pesantren tersebut diatasnamun pembedaan jam belajar berdasarkantingkat kesulitan pembelajaran sebuah kitabatau mata pelajaran belum menjadi perhatianpenting pihak pesantren seharusnya hal inijuga menjadi pertimbangan untukmenetapkan alokasi waktu yang berbedaberdasarkan tingkat kesulitan matapelajaran.

Berdasarkan paparan diatas makadapat ditarik sebuah kesimpulan bahwamadrasah diniyah di kedua pondokpesantren sebenarnya sudah melakukanpengembangan kurikulum, jika merujukkepada teori yang ada maka modelpengembangan kurikulum madrasah diniyahpondok pesantren di Bengkulu adalahgabungan dari beberapa komponenpengembangan dalam berbagai persfektif,pengembangan tersebut tidak merujukkepada satu teori saja akan tetapi pondokpesantren melakukan pengembangan denganmodel kombinasi untuk lebih jelas temuanmodel pengembangan kurikulum madrasahdiniyah dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Bagan Model Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Pondok Pesantren

Pancasila.

Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1. Proses pertama adalah penetapan tujuan,tujuan tersebut dibuat oleh Kiyai denganmemperhatikan manhaj yang terdapatpada kitab kuning

2. Selanjutnya formulasi materi denganmemperhatikan tingkatan kitab, yaitukitab matan untuk kelas awal sedangkankitab syarah untuk kelas lanjutan dengantetap di buat oleh kiyai

3. Penetapan metode, kompetensi danalokasi waktu. Metode diserahkansepenuhnya kepada ustad atau ustadzah,kompetensi diatur dengan target khatam

Page 11: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

53

atau tamat kitab/tamat kaji, mampumengi’rab dan mampu menghafal kitab-kitab yang wajib dihafal seperti kitabhadis dan kitab amsilatut tashrifiyah.Alokasi waktu disesuaikan denganpedoman dari Kementerian Agama untukmasing- masing tingkatnya

4. Ustad mengimplementasikankeselurahan konsep, tujuan, materi,kompetensi untuk masing- masingtingkatan kelas, ula, wustha dan ulya.

5. Evaluasi

Bagan Model Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Pondok Pesantren Al-

Quraniyah

Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagaiberikut :1. Penetapan tujuan dilakukan oleh proses

dialog antara Kiyai dan para ustad dalamsebuah forum rapat awal tahun.Penetapatan tujuan tersebut mengambilrujukan dari Kementerian Agama dandisesuaikan dengan keinginan dankebutuhan pondok pesantren.

2. Formulasi materi berdasarkan kitab-kitab terjemahan dari KementerianAgama dan kitab- kitab muatan lokalseperti fadhailul amal.

3. Penetapan materi bergantung kepadapotensi ustad, bisa jadi kitab- kitabrujukan tidak sepenuhnya digunakan.

4. Metode, kompetensi dan alokasimenyesuaikan dengan buku pedomanKementerian Agama.

5. Implementasi6. Evaluasi

SimpulanPondok Pesantren Pancasila dengan

pendidikan diniyahnya telah melaksanakanpengembangan kurikulum, pengembangankurikulum tersebut dapat dilihat dari beberapa haldiantaranya : pertama, penetapan tujuan meskipunkesepakatan ini hanya dalam tataran lisan tetapitujuan selalu dikembangkan berdasarkan tingkatanpendidikan madrasah diniyah yaitu, dari sekedarkhatam lalu dikembangkan menjadi mampumembaca dan mampu mengi’rab dan menjelaskanbahkan menghafal, sedangkan Pondok PesantrenAl-Quraniyah lebih fokus kepada kemampuanmembaca, menghafal Al-Qur’an dan menghafalmufradat. Kedua, pemberian materi kitab maupunbuku berdasarkan tingkat kesulitan buku dengantingkatan kelas yang ada yakni ula dan wustho,dengan kategori kitab matan dan syarah, sedangkanPondok Pesantren Al-Quraniyah pada kitabterjemahan terbitan Kementerian Agama. Ketiga,dari tidak jelasnya tenggat waktu yang ditetapkanmenjadi ditetapkannya alokasi waktu.

Dari penjelasan tersebut diatas maka modelpengembangan tersebut adalah perpaduan antaramodel administratif, model Ralph Tyler dan Seller-Miller, dengan alasan semua komponen tidakterpenuhi secara total maka peneliti menyimpulkanbahwa pengembangan ini adalah modelpengembangan khusus madrasah diniyah pondokpesantren Pancasila yakni model pengembanganadministratif lokal dengan pola kombinasi pondokpesantren Pancasila, sedangkan pondok pesantrenal-Quraniyah adalah perpaduan dari modelpengembangan grass roots, ralph tyler dan seller-miller, sehingga dapat disimpulkan modelpengembangan tersebut adalah modelpengembangan kurikulum kombinasi.

Daftar PustakaAhid, Nur. Konsep dan teori kurikulum dalam

dunia pendidikan. ISLAMICA: Jurnal StudiKeislaman 1, no. 1 (2006): 12–29.

Aedi, Nur dan Amaliyah, Nurrohmaul. ManajemenKurikulum Sekolah, Gosyen, 2012

Ansyar, Mohamad. Kurikulum, Hakikat,Fondasi,Desain dan Pengembangan. KencanaPrenada Media Group, 2015

Azra, Azyumardi. “Dilema Pesantren MenghadapiGlobalisasi.” dalam Saifullah Ma’shum (ed),Dinamika Pesantren: Telaah KritisKeberadaan Pesantren Saat ini. Yayasan

53

atau tamat kitab/tamat kaji, mampumengi’rab dan mampu menghafal kitab-kitab yang wajib dihafal seperti kitabhadis dan kitab amsilatut tashrifiyah.Alokasi waktu disesuaikan denganpedoman dari Kementerian Agama untukmasing- masing tingkatnya

4. Ustad mengimplementasikankeselurahan konsep, tujuan, materi,kompetensi untuk masing- masingtingkatan kelas, ula, wustha dan ulya.

5. Evaluasi

Bagan Model Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Pondok Pesantren Al-

Quraniyah

Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagaiberikut :1. Penetapan tujuan dilakukan oleh proses

dialog antara Kiyai dan para ustad dalamsebuah forum rapat awal tahun.Penetapatan tujuan tersebut mengambilrujukan dari Kementerian Agama dandisesuaikan dengan keinginan dankebutuhan pondok pesantren.

2. Formulasi materi berdasarkan kitab-kitab terjemahan dari KementerianAgama dan kitab- kitab muatan lokalseperti fadhailul amal.

3. Penetapan materi bergantung kepadapotensi ustad, bisa jadi kitab- kitabrujukan tidak sepenuhnya digunakan.

4. Metode, kompetensi dan alokasimenyesuaikan dengan buku pedomanKementerian Agama.

5. Implementasi6. Evaluasi

SimpulanPondok Pesantren Pancasila dengan

pendidikan diniyahnya telah melaksanakanpengembangan kurikulum, pengembangankurikulum tersebut dapat dilihat dari beberapa haldiantaranya : pertama, penetapan tujuan meskipunkesepakatan ini hanya dalam tataran lisan tetapitujuan selalu dikembangkan berdasarkan tingkatanpendidikan madrasah diniyah yaitu, dari sekedarkhatam lalu dikembangkan menjadi mampumembaca dan mampu mengi’rab dan menjelaskanbahkan menghafal, sedangkan Pondok PesantrenAl-Quraniyah lebih fokus kepada kemampuanmembaca, menghafal Al-Qur’an dan menghafalmufradat. Kedua, pemberian materi kitab maupunbuku berdasarkan tingkat kesulitan buku dengantingkatan kelas yang ada yakni ula dan wustho,dengan kategori kitab matan dan syarah, sedangkanPondok Pesantren Al-Quraniyah pada kitabterjemahan terbitan Kementerian Agama. Ketiga,dari tidak jelasnya tenggat waktu yang ditetapkanmenjadi ditetapkannya alokasi waktu.

Dari penjelasan tersebut diatas maka modelpengembangan tersebut adalah perpaduan antaramodel administratif, model Ralph Tyler dan Seller-Miller, dengan alasan semua komponen tidakterpenuhi secara total maka peneliti menyimpulkanbahwa pengembangan ini adalah modelpengembangan khusus madrasah diniyah pondokpesantren Pancasila yakni model pengembanganadministratif lokal dengan pola kombinasi pondokpesantren Pancasila, sedangkan pondok pesantrenal-Quraniyah adalah perpaduan dari modelpengembangan grass roots, ralph tyler dan seller-miller, sehingga dapat disimpulkan modelpengembangan tersebut adalah modelpengembangan kurikulum kombinasi.

Daftar PustakaAhid, Nur. Konsep dan teori kurikulum dalam

dunia pendidikan. ISLAMICA: Jurnal StudiKeislaman 1, no. 1 (2006): 12–29.

Aedi, Nur dan Amaliyah, Nurrohmaul. ManajemenKurikulum Sekolah, Gosyen, 2012

Ansyar, Mohamad. Kurikulum, Hakikat,Fondasi,Desain dan Pengembangan. KencanaPrenada Media Group, 2015

Azra, Azyumardi. “Dilema Pesantren MenghadapiGlobalisasi.” dalam Saifullah Ma’shum (ed),Dinamika Pesantren: Telaah KritisKeberadaan Pesantren Saat ini. Yayasan

53

atau tamat kitab/tamat kaji, mampumengi’rab dan mampu menghafal kitab-kitab yang wajib dihafal seperti kitabhadis dan kitab amsilatut tashrifiyah.Alokasi waktu disesuaikan denganpedoman dari Kementerian Agama untukmasing- masing tingkatnya

4. Ustad mengimplementasikankeselurahan konsep, tujuan, materi,kompetensi untuk masing- masingtingkatan kelas, ula, wustha dan ulya.

5. Evaluasi

Bagan Model Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Pondok Pesantren Al-

Quraniyah

Bagan tersebut dapat dijelaskan sebagaiberikut :1. Penetapan tujuan dilakukan oleh proses

dialog antara Kiyai dan para ustad dalamsebuah forum rapat awal tahun.Penetapatan tujuan tersebut mengambilrujukan dari Kementerian Agama dandisesuaikan dengan keinginan dankebutuhan pondok pesantren.

2. Formulasi materi berdasarkan kitab-kitab terjemahan dari KementerianAgama dan kitab- kitab muatan lokalseperti fadhailul amal.

3. Penetapan materi bergantung kepadapotensi ustad, bisa jadi kitab- kitabrujukan tidak sepenuhnya digunakan.

4. Metode, kompetensi dan alokasimenyesuaikan dengan buku pedomanKementerian Agama.

5. Implementasi6. Evaluasi

SimpulanPondok Pesantren Pancasila dengan

pendidikan diniyahnya telah melaksanakanpengembangan kurikulum, pengembangankurikulum tersebut dapat dilihat dari beberapa haldiantaranya : pertama, penetapan tujuan meskipunkesepakatan ini hanya dalam tataran lisan tetapitujuan selalu dikembangkan berdasarkan tingkatanpendidikan madrasah diniyah yaitu, dari sekedarkhatam lalu dikembangkan menjadi mampumembaca dan mampu mengi’rab dan menjelaskanbahkan menghafal, sedangkan Pondok PesantrenAl-Quraniyah lebih fokus kepada kemampuanmembaca, menghafal Al-Qur’an dan menghafalmufradat. Kedua, pemberian materi kitab maupunbuku berdasarkan tingkat kesulitan buku dengantingkatan kelas yang ada yakni ula dan wustho,dengan kategori kitab matan dan syarah, sedangkanPondok Pesantren Al-Quraniyah pada kitabterjemahan terbitan Kementerian Agama. Ketiga,dari tidak jelasnya tenggat waktu yang ditetapkanmenjadi ditetapkannya alokasi waktu.

Dari penjelasan tersebut diatas maka modelpengembangan tersebut adalah perpaduan antaramodel administratif, model Ralph Tyler dan Seller-Miller, dengan alasan semua komponen tidakterpenuhi secara total maka peneliti menyimpulkanbahwa pengembangan ini adalah modelpengembangan khusus madrasah diniyah pondokpesantren Pancasila yakni model pengembanganadministratif lokal dengan pola kombinasi pondokpesantren Pancasila, sedangkan pondok pesantrenal-Quraniyah adalah perpaduan dari modelpengembangan grass roots, ralph tyler dan seller-miller, sehingga dapat disimpulkan modelpengembangan tersebut adalah modelpengembangan kurikulum kombinasi.

Daftar PustakaAhid, Nur. Konsep dan teori kurikulum dalam

dunia pendidikan. ISLAMICA: Jurnal StudiKeislaman 1, no. 1 (2006): 12–29.

Aedi, Nur dan Amaliyah, Nurrohmaul. ManajemenKurikulum Sekolah, Gosyen, 2012

Ansyar, Mohamad. Kurikulum, Hakikat,Fondasi,Desain dan Pengembangan. KencanaPrenada Media Group, 2015

Azra, Azyumardi. “Dilema Pesantren MenghadapiGlobalisasi.” dalam Saifullah Ma’shum (ed),Dinamika Pesantren: Telaah KritisKeberadaan Pesantren Saat ini. Yayasan

Page 12: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

54

Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan SaifuddinZuhri, Jakarta, 1998.

Arifin, Zainal. Konsep dan model pengembangankurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,2011.

Baharuddin, Moh. “Makin. 2007.” PendidikanHumanistik; Konsep, Teori, dan AplikasiPraktis dalam Dunia Pendidikan, t.t.

Dakir.H, Perencanaan dan PengembanganKurikulum, PT Renika Cipta, 2010

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didikdalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PTRineka Cipta, 2005

Dr. Anselmus JE Toenlioe. PengembanganKurikulum, Teori, Catatan Kritis, danPanduan. PT Refika Aditama, 2017.

----------------- Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Pendidikan Keagamaan Islam,Direktorat Pendidikan Diniyah dan PondokPesantren Direktorat Jenderal PendidikanIslam Kementerian Agama RI, 2015

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi pesantren: Studipandangan hidup kyai dan visinya mengenaimasa depan Indonesia. LP3ES, 2011.

Haedari, Amin, H. S. Mastuki, M. Ishom el-Saha,dan Mojeeb el-Shirazy. Panorama pesantrendalam cakrawala modern. Diva Pustaka,2004.

Hamalik, Dr Oemar. Kurikulum dan pembelajaran.Bumi Aksara, 1995.

Hasymy, Ali. Sejarah masuk dan berkembangnyaIslam di Indonesia: kumpulan prasaranpada seminar di Aceh. Almaʹarif, 1989.

H. Dakir. Perencanaan dan Pengembangankurikulum. Jakarta: Renika Cipta, 2010.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teoridan Praktik. PT RajaGrafindo

Persada Persada, 2016.Indonesia, PresidenRepublik. Undang-undang RepublikIndonesia nomor 20 tahun 2003 tentangsistem pendidikan nasional, 2003.

Irina, Fristiana. Pengembangan Kurikulum Teori,Konsep dan Aplikasi, Parama Ilmu 2016

Khoiri, Qolbi, Pondok Pesantren dan PeradabanModer ( Eksistensi Pondok PesantrenDalam Menghadapi Nilai- Nilai PeradabanModern di Provinsi Bengkulu. DisertasiProgram Pascasarjana Universitas IslamNegeri Raden Fatah Palembang, 2017

Masyhud, M. Sulthon. Manajemen PondokPesantren. Departemen Agama, 2003.

Moeleong, J. “Lexy. 2010.” Metodologi PenelitianKualitatif, n.d.

Miler, J. P. dan Seller, W. (1985).CurriculumPerspectives and Practice. Newyork: Longman

Nata, Abuddin. Sejarah sosial intelektual Islam:dan institusi pendidikannya. Rajawali Pers,2012.

Nurdin, Syafruddin. Kurikulum dan Pembelajaran,PT. RajaGrafindo Persada, 2016

N. Dunn, William. Pengantar Analisis KebijakanPublik. Gadjah Mada University Press(UGM), 2003

Oliva, P.F.. Developing The Curriculum. Harper:Collins Publishers. 1992

Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan,(Jakarta: PT Gramedia WidiasaranaIndonesia

Salahuddin, Marwan, Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Takmiliyah, JurnalCendikia, Vol. 10, No. 1 2012

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. PTAlfabeta. 2014

Suharsimi, Arikunto. “Prosedur penelitian suatupendekatan praktek.” Jakarta: Rineka Cipta,2006.

Soetopo, Hendyat, dan Wasty Soemanto.“Pembinaan dan PengembanganKurikulum.” Jakarta: Bina Aksara, 1986.

Sudjana, Nana. Pembinaan dan pengembangankurikulum di sekolah. Sinar Baru, 1989.

Sukmadinata, Nana Syaodih. PengembanganKurikulum Teori Dan Praktek, cet. ke-5,Bandung: PT.” Remaja Rosdakarya, 2000.

Syaodih Sukmadinata, Nana. Pengembangankurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,1997.

-----------------Kerangka Dasar dan StrukturKurikulum Satuan Pendidikan Mu'adalahSalafiyah, Direktorat Pendidikan Diniyahdan Pondok Pesantren Direktorat JenderalPendidikan Islam Kementerian Agama RI,2015

Steenbrink, Karel A. Pesantren, madrasah,sekolah: pendidikan Islam dalam kurunmoderen. Lembaga Penelitian, Pendidikandan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1986.

Taba, Hilda, dan Hila Taba. Curriculumdevelopment: Theory and practice. 37.013TAB, 1962.

Tiler, R. W. Developing a CurriculumA PracticalGuide: Basic Principles of Curriculum andInstruction. Chicago and Londong: TheUniversity of Chicago Press 1974.

Widoyoko, EkoPutro, Evaluasi ProgramPembelajaran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2011

Tim Pengembang MKDP. Kurikulum danPembelajaran. PT RajaGrafindo PersadaPersada, 2015.

Toenlioe, Anselmus JE, Pengembangan KurikulumTeori, Catatan Kritis dan Yamin, Moh.

54

Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan SaifuddinZuhri, Jakarta, 1998.

Arifin, Zainal. Konsep dan model pengembangankurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,2011.

Baharuddin, Moh. “Makin. 2007.” PendidikanHumanistik; Konsep, Teori, dan AplikasiPraktis dalam Dunia Pendidikan, t.t.

Dakir.H, Perencanaan dan PengembanganKurikulum, PT Renika Cipta, 2010

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didikdalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PTRineka Cipta, 2005

Dr. Anselmus JE Toenlioe. PengembanganKurikulum, Teori, Catatan Kritis, danPanduan. PT Refika Aditama, 2017.

----------------- Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Pendidikan Keagamaan Islam,Direktorat Pendidikan Diniyah dan PondokPesantren Direktorat Jenderal PendidikanIslam Kementerian Agama RI, 2015

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi pesantren: Studipandangan hidup kyai dan visinya mengenaimasa depan Indonesia. LP3ES, 2011.

Haedari, Amin, H. S. Mastuki, M. Ishom el-Saha,dan Mojeeb el-Shirazy. Panorama pesantrendalam cakrawala modern. Diva Pustaka,2004.

Hamalik, Dr Oemar. Kurikulum dan pembelajaran.Bumi Aksara, 1995.

Hasymy, Ali. Sejarah masuk dan berkembangnyaIslam di Indonesia: kumpulan prasaranpada seminar di Aceh. Almaʹarif, 1989.

H. Dakir. Perencanaan dan Pengembangankurikulum. Jakarta: Renika Cipta, 2010.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teoridan Praktik. PT RajaGrafindo

Persada Persada, 2016.Indonesia, PresidenRepublik. Undang-undang RepublikIndonesia nomor 20 tahun 2003 tentangsistem pendidikan nasional, 2003.

Irina, Fristiana. Pengembangan Kurikulum Teori,Konsep dan Aplikasi, Parama Ilmu 2016

Khoiri, Qolbi, Pondok Pesantren dan PeradabanModer ( Eksistensi Pondok PesantrenDalam Menghadapi Nilai- Nilai PeradabanModern di Provinsi Bengkulu. DisertasiProgram Pascasarjana Universitas IslamNegeri Raden Fatah Palembang, 2017

Masyhud, M. Sulthon. Manajemen PondokPesantren. Departemen Agama, 2003.

Moeleong, J. “Lexy. 2010.” Metodologi PenelitianKualitatif, n.d.

Miler, J. P. dan Seller, W. (1985).CurriculumPerspectives and Practice. Newyork: Longman

Nata, Abuddin. Sejarah sosial intelektual Islam:dan institusi pendidikannya. Rajawali Pers,2012.

Nurdin, Syafruddin. Kurikulum dan Pembelajaran,PT. RajaGrafindo Persada, 2016

N. Dunn, William. Pengantar Analisis KebijakanPublik. Gadjah Mada University Press(UGM), 2003

Oliva, P.F.. Developing The Curriculum. Harper:Collins Publishers. 1992

Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan,(Jakarta: PT Gramedia WidiasaranaIndonesia

Salahuddin, Marwan, Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Takmiliyah, JurnalCendikia, Vol. 10, No. 1 2012

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. PTAlfabeta. 2014

Suharsimi, Arikunto. “Prosedur penelitian suatupendekatan praktek.” Jakarta: Rineka Cipta,2006.

Soetopo, Hendyat, dan Wasty Soemanto.“Pembinaan dan PengembanganKurikulum.” Jakarta: Bina Aksara, 1986.

Sudjana, Nana. Pembinaan dan pengembangankurikulum di sekolah. Sinar Baru, 1989.

Sukmadinata, Nana Syaodih. PengembanganKurikulum Teori Dan Praktek, cet. ke-5,Bandung: PT.” Remaja Rosdakarya, 2000.

Syaodih Sukmadinata, Nana. Pengembangankurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,1997.

-----------------Kerangka Dasar dan StrukturKurikulum Satuan Pendidikan Mu'adalahSalafiyah, Direktorat Pendidikan Diniyahdan Pondok Pesantren Direktorat JenderalPendidikan Islam Kementerian Agama RI,2015

Steenbrink, Karel A. Pesantren, madrasah,sekolah: pendidikan Islam dalam kurunmoderen. Lembaga Penelitian, Pendidikandan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1986.

Taba, Hilda, dan Hila Taba. Curriculumdevelopment: Theory and practice. 37.013TAB, 1962.

Tiler, R. W. Developing a CurriculumA PracticalGuide: Basic Principles of Curriculum andInstruction. Chicago and Londong: TheUniversity of Chicago Press 1974.

Widoyoko, EkoPutro, Evaluasi ProgramPembelajaran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2011

Tim Pengembang MKDP. Kurikulum danPembelajaran. PT RajaGrafindo PersadaPersada, 2015.

Toenlioe, Anselmus JE, Pengembangan KurikulumTeori, Catatan Kritis dan Yamin, Moh.

54

Islam Al-Hamidiyah dan Yayasan SaifuddinZuhri, Jakarta, 1998.

Arifin, Zainal. Konsep dan model pengembangankurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,2011.

Baharuddin, Moh. “Makin. 2007.” PendidikanHumanistik; Konsep, Teori, dan AplikasiPraktis dalam Dunia Pendidikan, t.t.

Dakir.H, Perencanaan dan PengembanganKurikulum, PT Renika Cipta, 2010

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didikdalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PTRineka Cipta, 2005

Dr. Anselmus JE Toenlioe. PengembanganKurikulum, Teori, Catatan Kritis, danPanduan. PT Refika Aditama, 2017.

----------------- Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Pendidikan Keagamaan Islam,Direktorat Pendidikan Diniyah dan PondokPesantren Direktorat Jenderal PendidikanIslam Kementerian Agama RI, 2015

Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi pesantren: Studipandangan hidup kyai dan visinya mengenaimasa depan Indonesia. LP3ES, 2011.

Haedari, Amin, H. S. Mastuki, M. Ishom el-Saha,dan Mojeeb el-Shirazy. Panorama pesantrendalam cakrawala modern. Diva Pustaka,2004.

Hamalik, Dr Oemar. Kurikulum dan pembelajaran.Bumi Aksara, 1995.

Hasymy, Ali. Sejarah masuk dan berkembangnyaIslam di Indonesia: kumpulan prasaranpada seminar di Aceh. Almaʹarif, 1989.

H. Dakir. Perencanaan dan Pengembangankurikulum. Jakarta: Renika Cipta, 2010.

Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teoridan Praktik. PT RajaGrafindo

Persada Persada, 2016.Indonesia, PresidenRepublik. Undang-undang RepublikIndonesia nomor 20 tahun 2003 tentangsistem pendidikan nasional, 2003.

Irina, Fristiana. Pengembangan Kurikulum Teori,Konsep dan Aplikasi, Parama Ilmu 2016

Khoiri, Qolbi, Pondok Pesantren dan PeradabanModer ( Eksistensi Pondok PesantrenDalam Menghadapi Nilai- Nilai PeradabanModern di Provinsi Bengkulu. DisertasiProgram Pascasarjana Universitas IslamNegeri Raden Fatah Palembang, 2017

Masyhud, M. Sulthon. Manajemen PondokPesantren. Departemen Agama, 2003.

Moeleong, J. “Lexy. 2010.” Metodologi PenelitianKualitatif, n.d.

Miler, J. P. dan Seller, W. (1985).CurriculumPerspectives and Practice. Newyork: Longman

Nata, Abuddin. Sejarah sosial intelektual Islam:dan institusi pendidikannya. Rajawali Pers,2012.

Nurdin, Syafruddin. Kurikulum dan Pembelajaran,PT. RajaGrafindo Persada, 2016

N. Dunn, William. Pengantar Analisis KebijakanPublik. Gadjah Mada University Press(UGM), 2003

Oliva, P.F.. Developing The Curriculum. Harper:Collins Publishers. 1992

Prayitno, Dasar Teori dan Praksis Pendidikan,(Jakarta: PT Gramedia WidiasaranaIndonesia

Salahuddin, Marwan, Pengembangan KurikulumMadrasah Diniyah Takmiliyah, JurnalCendikia, Vol. 10, No. 1 2012

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. PTAlfabeta. 2014

Suharsimi, Arikunto. “Prosedur penelitian suatupendekatan praktek.” Jakarta: Rineka Cipta,2006.

Soetopo, Hendyat, dan Wasty Soemanto.“Pembinaan dan PengembanganKurikulum.” Jakarta: Bina Aksara, 1986.

Sudjana, Nana. Pembinaan dan pengembangankurikulum di sekolah. Sinar Baru, 1989.

Sukmadinata, Nana Syaodih. PengembanganKurikulum Teori Dan Praktek, cet. ke-5,Bandung: PT.” Remaja Rosdakarya, 2000.

Syaodih Sukmadinata, Nana. Pengembangankurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya,1997.

-----------------Kerangka Dasar dan StrukturKurikulum Satuan Pendidikan Mu'adalahSalafiyah, Direktorat Pendidikan Diniyahdan Pondok Pesantren Direktorat JenderalPendidikan Islam Kementerian Agama RI,2015

Steenbrink, Karel A. Pesantren, madrasah,sekolah: pendidikan Islam dalam kurunmoderen. Lembaga Penelitian, Pendidikandan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1986.

Taba, Hilda, dan Hila Taba. Curriculumdevelopment: Theory and practice. 37.013TAB, 1962.

Tiler, R. W. Developing a CurriculumA PracticalGuide: Basic Principles of Curriculum andInstruction. Chicago and Londong: TheUniversity of Chicago Press 1974.

Widoyoko, EkoPutro, Evaluasi ProgramPembelajaran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2011

Tim Pengembang MKDP. Kurikulum danPembelajaran. PT RajaGrafindo PersadaPersada, 2015.

Toenlioe, Anselmus JE, Pengembangan KurikulumTeori, Catatan Kritis dan Yamin, Moh.

Page 13: MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH DINIYAH …

55

Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan.Yogyakarta: Diva Press, 2009

55

Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan.Yogyakarta: Diva Press, 2009

55

Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan.Yogyakarta: Diva Press, 2009