56
1 LAPORAN PENELITIAN MODEL PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP DI PESANTREN (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salaf Al Ittihad Poncol dan Pondok Pesantren Modern Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang) Disusun oleh: Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd Ruwandi, S.Pd., MA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2 0 1 7

MODEL PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP DI PESANTRENe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4120/1/Respositor...Menurut Azyumardi Azra (Malik M., dkk, 2007:ix), dinamika inovasi pembaharuan

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    LAPORAN PENELITIAN

    MODEL PENDIDIKAN ENTREPRENEURSHIP

    DI PESANTREN

    (Studi Kasus di Pondok Pesantren Salaf Al Ittihad Poncol dan Pondok Pesantren

    Modern Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang)

    Disusun oleh:

    Dr. Fatchurrohman, S.Ag., M.Pd

    Ruwandi, S.Pd., MA

    LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2 0 1 7

  • 2

    KATA PENGANTAR

    بسم هللا الرمحن الرحيم

    Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan

    rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik tanpa

    ada halangan yang berarti.

    Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini dapat terselesaikan dengan

    baik karena dukungan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung.

    Oleh karena itu perkenankanlah kami menyampaikan rasa terima kasih kepada :

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga

    2. Bapak Dr. Adang Kuswaya, M.Ag selaku Kepala LP2M IAIN Salatiga

    3. Bapak Dr. Agus Waluyo, M.Ag selaku konsultan penelitian

    4. Bapak KH.Munzaini, selaku Pengasuh PP Bina Insani Susukan Kabupaten

    Semarang

    5. Bapak Ustadz Chusni Mubarok, selaku pengurus PP al Ittihad Poncol

    6. Seluruh informan yang telah memberikan informasi dan data apa adanya

    yang kami perlukan dalam rangka kegiatan penelitian ini.

    Akhirnya, kami berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi

    semua pihak yang mempunyai kepedulian terhadap peningkatan kualitas

    pendidikan, terutama di Pondok pesantren.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

    Salatiga, November 2017

    Peneliti,

  • 3

    DAFTAR ISI

    Hlm.

    Halaman Judul ………………………………………………………....... i

    Kata Pengantar ………………………………………………………….. iv

    Daftar Isi ……………………………………………………………....... v

    Abstract ………………………………………………………………….. vi

    BAB I : PENDAHULUAN …………………………………... 1

    A. Background…. ………………………………………... 1

    B. Objectives ……………………………… .………….... 2

    C. Significance ……. …..……………………………….... 3

    BAB II : KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG

    RELEVAN ………..………………………………….

    5

    A. Kajian Teori ……………….…………………………. 5

    1. Pondok Pesantren…………………………... …….. 5 2. Pendidikan entrepreneurship …………..………….. 10 3. Hasil Belajar ….…………………………………… 20 B. Penelitian yang relevan ............ ..................................... 21

    BAB III : METODE PENELITIAN ........................................... 23

    A. Paradigma penelitian ................... .…............................. 23

    B. Jenis penelitian ….. ………...…………………………. 24

    C. Subjek penelitian ……………………………………… 24

    D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data …………… 25

    E. Pemeriksaan Kesahihan Data …………………………. 26

    E. Analisis Data …………………………………………. 26

    BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …….. 28

    A. Hasil Penelitian............. ...............…………………...... 28

    1. Profil pesantren ........................................................ 28 2. Pendidikan entrepreneurship di pesantren ............... 30 B. Pembahasan .................................................................. 38

    1. Konsep pendidikan entrepreneurship ....................... 38 2. Pelaksanan pendidikan entrepreneurship ................. 45 3. Dampak pendidikan entrepreneurship ...................... 54 4. Kendala dan solusi ................................................... 55 BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ......................................... 59

    A. Simpulan ........................................................................ 59

    B. Saran .............................................................................. 60

    Daftar Pustaka ……………………………………………........................ 62

  • 4

    Abstrak

    Pesantren pada umumnya lebih mengutamakan pengajaran materi agama

    dan akhlak, tetapi mengabaikan keterampilan. Akibatnya, lulusan pesantren

    seringkali menjadi gagap saat kembali ke masyarakat. Menghadapi keadaan

    demikian, pendidikan entrepreneurship menjadi salah satu solusi konkrit.

    Penelitian ini memaparkan upaya pesantren tersebut dalam pendidikan

    entrepreneurship. Fokus masalah yang dikaji adalah 1) Bagaimana konsep

    entrepreneurship di pesantren; 2) Bagaimana pelaksanaan pendidikan

    entrepreneurship?; 3) Bagaimana dampak pendidikan entrepreneurship? 4) Apa

    problematika dihadapi dan solusi untuk mengatasinya ?

    Penelitian ini adalah jenis kualitatif dengan menggunakan pendekatan

    studi kasus (case study). Analisis data penelitian menggunakan model interaktif

    Miles & Huberman.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) pendidikan kewirausahaan

    diarahkan untuk mempersiapkan santri dalam menghadapi kehidupan kelak

    setelah lulus. Dalam hal pekerjaan sebenarnya sudah diatur oleh Allah, namun

    manusia harus berusaha untuk mempersiapkan diri dengan keterampilan

    secukupnya; 2) kegiatan kewirausahaan di pesantren dilaksanakan melalui

    beberapa jalur, yaitu a) jalur program khusus unggulan; b) jalur kurikuler; c) jalur

    ekstrakurikuler; dan d) jalur non-kurikuler; 3) kegiatan kewirausahaan di

    pesantren mampu memberi dampak ekonomi dan life skill kepada para santri; 4)

    masalah yang muncul dalam kegiatan kewirausahaan di pesantren adalah masalah

    berasal dari : a) human resources; b) masalah teknologik; c) masalah manajemen.

    Untuk mengatasi masalah tersebut, pihak pesantren selalu melakukan kordinasi

    dengan pihak terkait dan berusaha memperbaiki manajemen kewirausahaannya.

    Kata kunci: pesantren, entrepreneurship, ngabdi ndalem, keterampilan terapan.

  • 5

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Background

    Pendidikan di pesantren umumnya lebih memprioritaskan materi

    tentang agama dan akhlak namun minus keahlian baik hard skill maupun soft

    skill. Akibatnya, lulusan pesantren yang jumlahnya cukup signifikan

    seringkali menjadi gagap saat terjun ke masyarakat. Sulit mencari kerja dan

    kalaupun bekerja, mayoritas dari mereka menjadi pekerja tidak professional,

    seperti menjadi pedagang biasa di pasar-pasar tradisional. Banyak pula

    alumni pesantren yang menganggur, padahal biaya dan waktu yang mereka

    habiskan untuk menuntut ilmu di ponpes tidak sedikit. Bisa hingga belasan

    tahun atau hampir sama dengan mereka yang mengenyam pendidikan formal

    hingga lulus dari perguruan tinggi. Padahal, seperti yang lain, para santripun

    akan menghadapi tantangan yang tak kalah kompleksnya di era persaingan

    global (Ririn Handayani, 2013:2).

    Menghadapi keadaan demikian, pendidikan entrepreneurship menjadi

    salah satu langkah konkrit untuk lebih memberdayakan pesantren. Selain

    semangat kemandirian yang sudah menjadi ciri khasnya, penting pula

    mengajarkan berbagai keahlian dan semangat kewirausahaan kepada para

    santri agar kelak setelah lulus mereka dapat meneruskan hidup dengan

    bekerja secara profesional. Dengan demikian, pesantren tidak hanya

    mengajarkan ilmu-ilmu agama, namun para santri juga dibekali berbagai hard

    skill dan soft skill, semangat entrepreneurship, dan kecakapan teknologi

    informasi yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat modern.

    Pondok Pesantren Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang

    merupakan pesantren yang sampai sekarang masih banyak diminati

    masyarakat. Menurut Azyumardi Azra (Malik M., dkk, 2007:ix), dinamika

    inovasi pembaharuan di pondok pesantren, pada sebagian atau keseluruhan

    aspek telah menyebabkan pesantren dan lembaga sejenisnya mampu survive

    hingga hari ini. Dalam hal ini, pendidikan entrepreneurship di pesantren

    merupakan salah satu inovasi untuk survival pesantren itu sendiri di tengah

  • 6

    arus tantangan modernitas yang ada. Sementara itu, Pondok Pesantren Bina

    Insani Susukan dan Pondok Pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaen Semarang

    merupakan salah pesantren yang sampai sekarang masih eksis.

    Penelitian ini memaparkan tentang upaya pesantren tersebut dalam

    pendidikan entrepreneurship kepada para santri.

    B. Objectives

    Ada beberapa fokus masalah yang dikaji melalui penelitian ini, yaitu:

    1. Bagaimana konsep entrepreneurship (kewirausahaan) yang dikembangkan

    di pesantren Bina Insani Susukan dan Ponpes Al Ittihad Poncol Kabupaten

    Semarang

    2. Apa bentuk kegiatan di pesantren yang menopang penanaman nilai

    entrepreneurship bagi para santri ?

    3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan entrepreneurship di pesantren Bina

    Insani Susukan dan Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang?

    4. Bagaimana dampak pendidikan entrepreneurship di pesantren terhadap

    performa para santri, lulusan dan masyarakat ?

    5. Apa problematika yang dihadapi pesantren dalam pendidikan

    entrepreneurship ? Bagaimana solusi untuk mengatasinya ?

    C. Significance

    1. Bagi IAIN

    Bagi IAIN Salatiga, hasil penelitian ini merupakan informasi yang

    sangat berharga bagi upaya pengembangan program pengabdian kepada

    masyarakat. Pondok pesantren merupakan salah satu lahan program

    pengabdian IAIN Salatiga (LP2M), yaitu melalui pembinaan pondok

    pesantren agar eksistensinya tetap kokoh di tengah arus perubahan global

    yang sangat cepat. Tema entrepreneurship mungkin dapat ditawarkan

    IAIN Salatiga ke berbagai pondok pesantren di wilayah Salatiga dan

    sekitarnya untuk memenuhi maksud tersebut di atas.

    2. Bagi Pondok Pesantren

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refleksi diri terkait

    dengan pengembangan nilai-nilai entrepreneurship. Kini, pengembangan

  • 7

    nilai entrepreneurship bagi santri merupakan kebutuhan dalam rangka

    mempersiapkan santri memasuki kehidupan yang semakin kompleks di

    hari kemudian. Internalisasi nilai-nilai tersebut penting agar para santri

    mampu menghadapi berbagai masalah dalam rangka melaksanakan misi

    dakwah dan kehidupannya.

    3. Bagi Kementerian Agama

    Bagi Kementerian Agama, hasil penelitian ini berguna untuk

    mengetahui dinamika pondok pesantren di daerah-daerah seluruh

    Nusantara. Informasi tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai

    konsideran untuk menentukan kebutuhan pembinaan pada masing-masing

    daerah atau pesantren.

    Isu entrepreneurship merupakan isu yang menarik dalam dunia

    pesantren, mengingat pesantren memiliki potensi yang besar bagi

    pengembangan nilai-nilai entrepreurship. Santri adalah peserta didik yang

    sangat potensial dan cocok dengan dunia entrepreneurship karena mereka

    telah terbiasa dengan model pendidikan non-formal. Fleksibelitas sistem

    pendidikan di pesantren, sejalan dengan sikap-sikap entrepreneur yang

    mengutamakan keuletan, kreativitas dan inovasi. Dengan demikian,

    Kementerian Agama dapat memetakan potensi entrepreneurship yang

    dapat dikembangkan di pondok pesantren sesuai dengan karakteristik

    pesantren dan potensi daerahnya.

  • 8

    BAB II

    KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

    A. Kajian Teori

    1. Pondok Pesantren

    a) Pengertian dan tujuan

    Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional

    yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan

    guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama

    untuk menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang

    juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan

    kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh

    tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai

    dengan peraturan yang berlaku (Zamakhsyari Dhofier, 1983:18).

    Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan

    satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat

    belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat

    tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok

    mungkin berasal dari Bahasa Arab funduq yang berarti asrama atau

    hotel.

    Diantara tujuan dan fungsi pesantren adalah sebagai lembaga

    penyebaran agama Islam adalah, agar ditempat tersebut dan sekitar

    dapat dipengaruhi sedemikian rupa, sehingga yang sebelumnya tidak

    atau belum pernah menerima agama Islam dapat berubah

    menerimanya bahkan menjadi pemeluk-pemeluk agama Islam yang

    taat. Sedangkan pesantren sebagai tempat mempelajari agama Islam

    adalah, karena memang aktifitas yang pertama dan utama dari sebuah

    pesantren diperuntukkan mempelajari dan mendalami ilmu

    pengetahuan agama Islam (Rusli, 2010:4).

    b) Elemen

  • 9

    Elemen dasar pondok meliputi : 1) pondok; 2) masjid; 3)

    pengajaran kitab klasik; 4) santri; 5) kyai. Masing-masing elemen

    dapat diuraikan secara singkat pada paparan di bawah ini.

    Pondok merupakan asrama pendidikan Islam tradisional di mana

    para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang

    para guru yang dikenal dengan Kyai (Zamakhsyari Dhofier, 1983:49).

    Keberadaan masjid tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan

    merupakan tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri,

    terutama dalam melaksanakan ibadah sholat lima waktu, khotbah dan

    salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Menurut

    Zamakhsyari Dhofir (1983:49), kedudukan masjid sebagai sebagai

    pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi

    universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional.

    Pengajaran kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk

    meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama

    yang setia terhadap paham Islam tradisional. Pengajaran kitab-kitab

    Islam klasik oleh pengasuh pondok (Kyai) atau ustaz biasanya

    menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun

    kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren, menurut

    Zamakhsyari Dhofir (1983:50), dapat digolongkan ke dalam 8

    kelompok, yaitu: 1) Nahwu dan Sharaf; 2) Fiqih; 3) Ushul Fiqh; 4)

    Hadits; 5) Tafsir; 6) Tauhid; 7) Tasawuf dan Etika; 8) Cabang-cabang

    lain seperti Tarikh dan Balaghah.

    Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar

    mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di

    pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan, namun ada pula

    santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang

    biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis

    kemukakan pada pembahasan di depan.

    Istilah Kyai berasal dari bahasa Jawa (Manfred Ziemek,

    1986:130). Kata Kyai mempunyai makna yang agung, keramat, dan

  • 10

    dituahkan. Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan Kyai

    dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang

    sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah

    SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta

    pandangan Islam melalui pendidikan.

    c) Tipologi

    Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas

    kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang

    menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian

    muncul istilah pesantren salaf dan pesantren khalaf, pesantren salaf

    adalah pesantren yang murni mengajarkan materi keagamaan,

    sedangkan pesantren khalaf menggunakan sistem pengajaran modern

    dan kurikulum pemerintah (Rusli, 2010:7).

    d) Prinsip-prinsip pendidikan

    Menurut Nurcholis Madjid (dalam Nata 2001:113), prinsip yang

    melekat pada pendidikan pesantren, yaitu : 1) teosentrik; 2) ikhlas

    dalam pengabdian; 3) kesederhanaan; 4) kolektifitas (barakatul

    jama’ah); 5) mengatur kegiatan bersama; 6) kebebasan terpimpin; 7)

    kemandirian; 8) tempat menuntut ilmu dan mengabdi; 9)

    mengamalkan ajaran agama; 10) belajar di pesantren tidak mencari

    ijazah; 11) kepatuhan mutlak kepada kyai.

    e) Pola Hubungan Kyai dan santri

    Pola relasi kyai – santri di pesantren dapat dibedakan menjadi

    tiga bagian, yaitu : 1) hubungan guru dan murid; 2) hubungan orang

    tua anak; dan 3) hubungan patron client.

    Dalam hubungan guru dan murid, menurut Nukkholis Madjid

    (1997:23) santri akan selalu memandang kyai atau gurunya sebagai

    orang yang mutlak harus dihormati, bahkan dianggap memiliki

    kekuatan ghaib yang membawa keberuntungan (berkah) atau celaka

    (mudarat). Kecelakaan yang paling ditakuti santri adalah kalau sampai

    ia disumpahi sehingga ilmunya tidak bermanfaat. Oleh karena itu

    https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren_Salafhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pesantren_Modern&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pesantren_Modern&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Kurikulum

  • 11

    santri selalu berusaha untuk taat kepada kyai agar ilmunya bermanfaat

    dan menghindarkan diri dari sikap yang mengundang kutukan kyai.

    Dhofier (1980:82) berpendapat bahwa, dalam tradisi pesantren,

    rasa hormat dan kepatuhan santri kepada kyai bersifat mutlak dan

    tidak boleh putus, berlaku seumur hidup si murid. Melupakan kyai

    dianggap sebagai suatu aib besar karena dianggap akan

    menghilangkan barakah kyai, ilmunya tidak bermanfaat. Menurut

    Nurkholis Madjid (1997:24), relasi kyai dan santri tersebut salah

    satunya dipengaruhi oleh kajian terhadap kitab ta’lim muta’alim karya

    Al Zarnuji. Menurut Horikhosi, yang mendasari kekuatan kyai adalah

    kredibilitas moral dan kemampuan mempertahankan pranata sosial.

    Ahmad Tafsir menambahkan bahwa kewibawaan kyai juga bersumber

    dari kemampuan supra rasional yang dimilikinya, walaupun

    sebenarnya sulit dibuktikan kebenarannya namun kepercayaan

    masyarakat akan hal tersebut sangat besar.

    Relasi kyai dan santri, menurut Galba (2004:63) tidak hanya

    sebatas hubungan guru – murid, akan tetapi lebih dari itu yaitu

    hubungan orang tua dan anak. Peranan kyai sebagai orangtua, kyai

    merupakan tempat dimana santri mengadu, terutama jika santri

    mempunyai masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri (Galba,

    2004:64).

    Hubungan patron-client berupa hubungan kyai dan santri yang

    diwarnai kepercayaan, wibawa, dan karisma, dimana hal tersebut

    merupakan nilai-nilai tradisi yang terdapat di pesantren. Nilai-nilai

    yang terdapat di pesantren menurut Sukamto (1999:79) mengandung

    tiga unsur yang mengarah kepada terbentuknya hubungan patron-

    client, yaitu: 1) hubungan patron-client didasarkan pada pertukaran

    yang tidak seimbang, yang mencerminkan perbedaan status; 2)

    hubungan patron-client bersifat personal. Pola resiprositas yang

    personal antara kyai dan santri menciptakan rasa kepercayaan dan

    ketergantungan di dalam mekanisme hubungan tersebut bahkan

  • 12

    penghormatan santri ke kyai yang cenderung bersifat kultus individu;

    3) hubungan patron tersebar menyeluruh, fleksibel dan tanpa batas

    kurun waktunya. Hal ini dimungkinkan karena asosialisasi nilai ketika

    menjadi santri berjalan bertahun-tahun.

    2. Pendidikan entrepreneurship

    a. Pengertian dan nilai entrepreneurship

    Entrpreneurship, menurut Kauffman didefinisikan sebagai :

    “..the transformation of an innovation into a sustainable enterprise

    that generates value … entrepreneurship merge the visionary and the

    pragmatic...”. Babson mendefinisikan entrepreneurship : “..is a way

    of thinking and acting tha is opportunity obsessed holistic in approach

    and leadership balanced; sedangkan pendidikan entrepreneurship

    diartikan : “…is the exposure to and understanding of the skill,

    knowledge and process of innovation and new venture creation

    (Jeane, 2010:22). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa

    entrepreneurship adalah cara berpikir dan bertindak kreatif dan

    inovatif dengan senantiasa melihat peluang secara menyeluruh yang

    dikelola dengan pendekatan kepemimpinan visioner yang seimbang.

    Menurut Novan (2012:39), ada nilai keunggulan pribadi yang

    dimiliki oleh seorang entrepreneurship, yaitu : 1) percaya diri; 2)

    orisinalitas; 3) berorientasi pada manusia; 4) berorientasi hasil kerja;

    5) berorientasi masa depan; 6) berani mengambil resiko. Cerminan

    nilai-nilai keunggulan pribadi tersebut mewujud dalam perilaku

    sebagai berikut.

    No Nilai entrepreneurship Cerminan perilaku

    1 Percaya diri Yakin dan Optimis

    Mandiri

    Kepemimpinan dan dinamis

    2 Orisinalitas Kreatif

    Inovatif

    Insiatif / proaktif

    3 Berorientasi pada manusia Suka bergaul dengan orang lain

    Komitmen

  • 13

    Responsif terhadap saran dan

    kritik

    4 Berorientasi hasil kerja Ingin berprestasi

    Teguh pendirian

    Tekun

    Bekerja keras

    Penuh semangat

    5 Berorientasi masa depan Memiliki visi / cita-cita

    Ada upaya mencapai cita-cita

    Melakukan investasi

    6 Berani mengambil resiko Berani mencoba hal baru

    Tidak takut gagal

    Dapat belajar dari kegagalan

    Menurut Scarborough (Novan,2012:45), karakter seorang

    entrepreneurship yang berhasil adalah: 1) proaktif, punya inisiatif,

    tegas; 2) berorientasi pada prestasi; 3) komitmen kepada orang lain; 4)

    bertanggung jawab; 5) lebih memilih resiko moderat; 6) percaya diri;

    7) selalu menghendaki umpan balik; 8) berorientasi ke depan; 9)

    semangat kerja keras; 10) mampu memanaj; 11) selalu menilai

    prestasi dengan uang. Sedangkan menurut Pearce (Winardi, 2004:40),,

    ciri-ciri entrepreneurship yang berhasil adalah : 1) komitmen dan

    determinasi yang tiada batas; 2) dorongan atau rangsangan kuat untuk

    mencapai prestasi; 3) orientasi ke arah peluang-peluang serta tujuan;

    4) lokus pengendalian internal; 5) toleransi terhadap ambiguitas; 6)

    keterampilan dalam menerima resiko; 7) kurang dirasakan akan status

    dan kekuasaan; 8) kemampuan untuk memecahkan masalah; 9)

    kebutuhan tinggi untuk mendapatkan umpan balik; 10) kemampuan

    untuk menghadapi kegagalan secara efektif.

    Dari beberapa paparan tersebut, nilai-nilai entrepreneurship

    dapat diringkas sebagai berikut.

    No Nilai entrepreneurship Indikator

    1 Percaya diri Keyakinan, kemandirian,

    individualitas, optimis

    2 Berorientasi tugas dan hasil Kebutuhan akan prestasi,

    berorientasi pada keuntungan,

  • 14

    tekun dan tabah, kerja keras,

    energik, berinisiatif

    3 Pengambilan resiko Berani mengambil resiko

    Menyukai tantangan

    4 Kepemimpinan Bertingkah laku sebagai

    pemimpin, dapat bergaul dengan

    orang lain, suka terhadap saran

    kritik yang membangun

    5 Keorisinal Inovatif

    Kreativitas tinggi

    Fleksibel

    Berjejaring

    6 Berorientasi ke depan Memiliki cara pandang ke depan

    7 Jujur dan tekun Memiliki keyakinan bahwa

    hidup itu kerja,

    Bekerja itu ibaah

    b. Model pendidikan entrepreneurship

    Menurut Anita (2012:7), pendidikan entrepreneurship di

    sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai cara, yaitu : 1)

    terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran; 2) terpadu dalam kegiatan

    ekstrakurikuler; 3) melalui pengembangan diri; 4) perubahan

    pelaksanaan dari teori ke praktik; 5) pengintegrasian ke dalam bahan

    ajar; 6) pengintegrasian melalui kultur sekolah; 7) pengitegrasian

    melalui muatan lokal. Masing-masing model pendidikan

    entrepreneuship dapat diuraikan sebagai berikut.

    1) Terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran

    Model pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dalam

    proses pembelajaran dilakukan dengan penginternalisasian nilai-

    nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran, sehingga hasilnya

    berupa diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai,

    terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai

    kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari

    melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam

    maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.

  • 15

    Kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta

    didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, dapat juga

    dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal,

    menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan

    dalam perilaku keseharian. Langkah ini dilakukan dengan cara

    mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran

    di seluruh mata pelajaran melalui metode pembelajaran maupun

    melalui sistem penilaian.

    Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran

    dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan

    evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap

    perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun

    kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan

    nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi

    nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus

    yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus

    untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan

    diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi

    dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara

    mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pada

    materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-

    nilai kewirausahaan.

    Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan

    RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

    (a) Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai

    kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.

    (b) Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah

    tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.

    (c) Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif

    yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan

  • 16

    melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam

    perilaku.

    (d) Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-

    nilai kewirausahaan ke dalam RPP.

    2) Terpadu dalam kegiatan Ekstrakurikuler

    Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di

    luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu

    pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi,

    bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus

    diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang

    berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Visi kegiatan ekstra

    kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara

    optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta

    didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

    3) Melalui pengembangan diri

    Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar

    mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah.

    Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan

    karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik

    yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan

    dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan

    pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Dalam

    program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan

    pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian

    kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan „business

    day‟ (bazar, karya peserta didik, dll).

    4) Perubahan pelaksanaan pembelajaran dari teori ke praktik

    Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan

    pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman

    karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot

  • 17

    yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill

    dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur

    kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa

    Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan

    pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan

    mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-

    nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta

    didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu

    contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu

    menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan

    dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.

    5) Pengintegrasian ke dalam bahan/buku ajar

    Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang

    paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada

    proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-

    mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan

    pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar,

    tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-

    nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik

    dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.

    6) Melalui kutur sekolah

    Kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana

    peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru,

    konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan

    sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.

    Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam

    budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala

    sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi

    dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti

    kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya

  • 18

    berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah

    melakukan aktivitas berwirausaha di lngkungan sekolah).

    7) Melalui muatan lokal

    Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta

    didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu

    oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran

    muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal,

    keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat

    permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu

    membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill)

    sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan

    lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di ingkungan sekitar

    pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk

    mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang

    kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk

    memperoleh pendapatan.

    c. Proses pendidikan entrepreneurship

    Cope dan Watt menyatakan bahwa kejadian kritis (critical-

    incident) yang dialami wirausaha dalam kegiatan usahanya sehari-hari

    mengandung muatan emosional yang sangat tinggi dan pembelajaran

    tingkat tinggi. Cope dan Watt menekankan pentingnya pembimbingan

    (mentoring) untuk mengintepretasikan kejadian kritis yang dihadapi

    sebagai pembelajaran, sehingga hasil pembelajarannya menjadi

    efektif. Sulivan menekankan pentingnya client-mentor matching

    dalam keberhasilan pembimbingan. Ia mengatakan bahwa

    pengetahuan, keterampilan, dan pembelajaran dapat difasilitasi ketika

    dibutuhkan wirausaha. Dengan memperhatikan tingkat siklus hidup

    wirausaha. Lebih jauh, Rae menggambarkan bahwa pengembangan

    kemampuan wirausaha dipengaruhi oleh motivasi, nilai-nilai individu,

    kemampuan, pembelajaran, hubungan-hubungan, dan sasaran yang

    diinginkannya. Sementara itu Minniti dan Bygrave membuktikan

  • 19

    dalam model dinamis pembelajaran wirausaha, bahwa kegagalan dan

    keberhasilan wirausaha akan memperkaya dan memperbaharui stock

    of knowledge serta sikap wirausaha sehingga ia menjadi lebih mampu

    dalam berwirausaha (Anita,2012:12).

    Materi keterampilan yang diajarkan dalam pendidikan

    kewirausahaan meliputi: 1) fakta versus mitos menentang

    entrepreneurship; 2) menguji realitas; 3) kreativitas; 4) toleransi

    ambiguitas serta sikap-sikap; 5) mengidentifikasi peluang; 6) menilai

    usaha; 7) tindakan mendirikan usaha; 8) strategi usaha; 9) menilai

    karier; 10) penilaian lingkungan; 11) penilaian etikal; 12)

    menyelesaikan transaksi; 13) berjejaring; 14) memanen (Winardi,

    2004:197).

    Sementara itu, agar para peserta didik betah dalam mengikuti

    pendidikan kewirausahaan, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah

    : 1) menghargai keseimbangan antara bekerja dan hidup; 2) kesadaran

    tujuan perusahaan; 3) menikmati pekerjaannya; 4) menerima

    keragaman; 5) Integritas : jujur dan bangga; 6) manajemen

    partisipatif; 7) lingkungan belajar (Zimmerer&Scorborough,

    2009:436).

    d. Kendala-kendala entrepreneurship

    Menurut Karl Vesper (Winardi,2004:35), kendala utama dalam

    kegiatan kewirausahaan adalah karena tidak adanya konsep yang jelas

    sebagai pegangan. Lebih lengkapnya, dia menyebutkan bahwa

    kendala-kendala kewirausahaan meliputi ; a) tiadanya konsep

    bertahan; b) kurang dikenalnya pasar; c) kurangnya keterampilan

    teknikal; d) kurang modal awal; e) kurangnya pengetahuan tentang

    bisnis; f) puas dengan diri sendiri, non motivasi; g) stigma sosial; h)

    keterikatan pada pekerjaan; i) distraksi-distraksi karena tekanan

    waktu; j) kendala-kendala yuridis, pengaturan birokrasi yang kaku; k)

    proteksionisme, monopoli; l) kendala-kendala karena paten-paten

    3. Hasil Belajar

  • 20

    a. Pengertian

    Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang terjadi pada

    individu setelah menjalani proses belajar (Djamarah,1994:23) Siswa

    yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan mental

    yang lebih baik, sementara dari sisi guru berupa selesainya materi

    bahan ajar.

    b. Bentuk-bentuk

    Menurut Gagne, ada lima bentuk hasil belajar, yaitu

    keterampilan intelektual, kemampuan kognitif, informasi verbal,

    keterampilan motorik dan sikap, nilai. Sementara itu menurut Bloom,

    hasil belajar pada individu berupa perubahan dalam ranah kognitif,

    afektif dan psikomotorik (dalam Dimyati, 2006:206).

    B. Penelitian yang relevan

    Beberapa penelitian tentang pendidikan kewirausahaan di pesantren

    dapat dilihat pada uraian berikut.

    1. Penelitian yang dilakukan oleh Inayatul Khusna (2011) dari UIN Sunan

    Ampel Surabaya tentang Pesantren dan Entrepreneurship : Upaya

    Pesantren Riyadhul Jannah Pacet Mojokerto dalam pembentukan jiwa

    entrepreneurship santrinya menyimpulkanadanya upanya dan bentuk

    konkret pesantren riyadhul jannah dalam pembentukan jiwa

    entreprenuership.

    2. Penelitian yang dilakukan oleh Ferawati (2016) dari STAIN Kudus tentang

    Entrepreneurship santri di Pondok Pesantren entrepreneur al-Mawaddah

    Honggosoco Jekulo Kudus (Studi living Qur‟an) menyimpulkan bahwa

    implementasi al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 110 di Pondok Pesantren

    Entrepreneur Al-Mawaddah Honggosoco Jekulo Kudus adalah santri

    melakukan aktivitas atas dasar ibadah dan semangat meraih masa depan

    yang cerah

    3. Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Wahyono (2010) dari IAIN

    Walisongo Semarang tentang Inovasi Hidden Curriculum Pada Pesantren

  • 21

    Berbasis Entrepreneurship (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Isti‟anah

    Plangitan Pati) menyimpulkan bahwa konsep inovasi hidden curriculum

    pada pesantren berbasis entrepreneurship merupakan gambaran tentang

    pembaharuan yang terjadi dalam kurikulum tersembunyi pada pesantren

    yang menanamkan dan melaksanakan pendidikan entrepreneurship.

    Beberapa penelitian di atas, berusaha mendeskripsikan upaya pesantren

    dalam menanamkan nilai entrepreneurship bagi para santrinya, kesemuanya

    mengambil setting di pesantren salaf. Penelitian ini mencoba memotret model

    pendidikan entrepreneurship yang dikembangkan di pesantren, dengan

    membandingkan pesantren salaf dan khalaf.

  • 22

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    Ontology penelitian ini berkaitan dengan model pendidikan

    entrepreneurship pada dua buah pesantren yang masing-masing mewakili dua

    buah cluster yakni pesantren salaf dan pesantren khalaf untuk kemudian

    menganalisis karakteristik dan perbedaannya dalam mengembangkan pendidikan

    entrepreneurship pada masing-masing institusinya. Dalam sub bab ini akan

    diuraikan tentang paradigma penelitian, jenis penelitian, subyek penelitian, teknik

    pengumpulan data, keabsahan data, dan analisis data.

    1. Paradigma Penelitian

    Sebagaimana uraian di atas penelitian ini hendak mengkaji dan

    mendiskripsikan model pendidikan entrepreneurship pada dua buah pondok

    pesantren salaf dan khalaf. Sesuai dengan karakteristik informasi yang kan

    diperoleh maka penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan

    menggunakan pendekatan induktif-refleksif dalam perspektif edu-preneurship

    khusunya pada pondok pesantren yang masing-masing mewakili pondok salaf

    dan yang lain mewakili pondok pesantren khalaf.

    Terdapat banyak makna penelitian kualitatif, tetapi satu hal yang

    disepakati oleh banyak pihak menurut Sharan B. Merriam & Elisabeth J.

    Tisdell (2016: 27) adalah ‘’… the notion ofinquiring into, or investigating

    something in a systematic manner…’’

    Menurut Yin (2010:7-8) terdapat lima karakteristik penelitian kualitatif

    yaitu : a) studying the meaning of people’s lives, under real-world conditions;

    b) representing the views and perspectives of the people (labeled

    throughoutthis book, as the participants) in a study; c) covering the

    contextual conditions within which people live; d) contributing insights into

    existing or emerging concepts that may help toexplain human social

    behavior; and; e) striving to use multiple sources of evidence rather than

    relying on a singlesource alone.

    2. Jenis Penelitian

  • 23

    Penelitian ini bermaksud mengkaji dan mendeskripsikan model

    entrepreneurship pada dua pesantren; yang pertama model entrepreneurship

    yang mewakili pesantren salaf di Al Ittihad Poncol dan yang kedua mewakili

    pesantren khalaf yakni pesantren modern Bina Insani Susukan Kabupaten

    Semarang. Mengingat sampel penelitian ini adalah dua pesantren salaf dan

    modern, maka hasilnya bersifat kasuistis dan transferrable bukan

    generalizable. Temuan yang diperoleh dari dua sampel masing-masing akan

    dibandingkan untuk menemukan model pada kedua pesantren tersebut. Oleh

    karena cakupan wilayah penelitiannya yang terbatas, maka jenis penelitian

    yang digunakan dalam penelitian adalah studi kasus (case study). Studi kasus

    juga relevan untuk mendiskripsikan fenomena-fenomena tersebut secara

    ekstensif dan mendalam.

    3. Subyek Penelitian

    Untuk memperoleh gambaran yang memadail tentang model pesantren

    di dua lokasi tersebut, peneliti melibatkan beberapa informan yang berkaitan

    langsung maupun tidak langsung dalam melahirkan dan mengembangkan

    pendidikan entrepreneurship di kedua pontren tersebut. Key informan yang

    diharapkan menjadi sumber informasi dalam penelitian ini antara lain :

    pimpinan pondok pesantren, pengurus pondok, santri, pengelola unit usaha di

    pesantren, dan karyawan

    4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

    Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan dengan

    mengambil informasi dari berbagai macam sumber guna mendapatkan

    gambaran yang mendalam tentang suatu kasus. Robert K. Yin 2009: 181)

    mengemukakan enam tahap pengumpulan data untuk memperdalam suatu

    kasus yang meliputi: 1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum,

    agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil

    evaluasi, kliping, dan artikel; 2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman

    layanan, peta, data survey, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti

    buku harian, buku sejarah, kalender, dan sebagainya; 3) wawancara, biasanya

    bersifat open ended; 4) observasi langsung; 5) observasi partisipan; serta 6)

  • 24

    perangkat fisik atau kultur yakni peralatan teknologi, alat instrument,

    pekerjaan seni, dan sebagainya.

    Adapun teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,

    wawancara mendalam, dan dokumentasi. Instrumen pengumpul data yang

    digunakan berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman

    studi dokumen.

    5. Pemeriksaan kesahihan data

    Moleong (2015: 324 – 326) menegaskan empat pilar untuk menetapkan

    keabsahan (trustworthiness) data tersebut dengan istilah derajad kepercayaan

    (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan

    kepastian (confirmability).

    Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada pemeriksaan

    kredibilitas (kepercayaan) data. Teknik yang digunakan untuk pengecekan

    derajat kredibilitas data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan

    metode, ketekunan pengamatan, perpanjangan keikutsertaan, dan

    pemeriksaan sejawat melalui diskusi.

    6. Analisis Data

    Paradigma yang digunakan untuk menganalisis data penelitian dengan

    menggunakan model interaktif Miles & Huberman, (1984,1994: 429).

    Menurut mereka analisis data berisi tiga sub proses yang saling berhubungan

    yakni reduksi data, pemaparan data, dan simpulan atau verifikasi. Proses-

    proses tersebut berlangsung sebelum pengumpulan data; selama perencanaan

    dan perancangan penelitian; selama pengumpulan data ketika analisis awal

    dan temporer dilakukan; dan sesudah pengumpulan data ketika produk akhir

    dicermati dan dilengkapi.

  • 25

    Gambar 2: KomponenAnalisis Data Model Interaktif

    (Miles & Huberman, 2004:429)

  • 26

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    1. Profil Pesantren

    a) Pesantren Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang

    Pondok pesantren Bina Insani resmi berdiri pada tanggal 14 April

    2002 di bawah naungan yayasan pendidikan Islam Haji Achmad Khamim.

    Pondok Pesantren Bina Insani berdiri sebagai lembaga pendidikan Islam

    non formal yang muncul sebagai lembaga pendidikan non profit (tidak

    mencari keuntungan). Walaupun dengan komitmen yang semacam itu

    Pondok pesantren Bina Insani tetap berusaha mengupayakan pendidikan

    yang berkualitas tetapi terarah dengan biaya yang ringan.

    Tujuan didirikanya pondok pesantren ini adalah untuk membangun,

    mengarahkan dan mencetak insan seutuhnya, sebagai calon ilmuwan dan

    ulama‟ yang mempunyai pengetahuan agama dan umum secara seimbang

    melalui pendidikan terpadu antara pendidikan umum kepesantrenan,

    ketrampilan serta penanaman akhlaq Islami. Pendidikan di Pondok

    Pesantren Moderen Bina Insani memadukan sistem pendidikan tradisional

    dan moderen dengan spesialisasi yang jelas dan terarah.

    Pondok Pesantren Moderen Bina Insani menempati tanah seluas

    7025 m2, terletak di Dukuh Baran, Desa Ketapang, Kecamatan Susukan,

    Kabupaten Semarang. Pondok pesantren ini di kelilingi beberapa dusun

    sebagai yaitu sebelah barat: Dusun Ketapang; sebelah timur: Dusun Karang

    Tengah dan Dusun Sarimulyo. sebelah Utara : persawahan penduduk dan

    bengkok lurah; dan sebelah selatan: Dusun Kuangan.

    Lokasi pondok pesantren sangat strategis atau cocok untuk kegiatan

    belajar mengajar pengetahuan umum maupun agama bagi para santrinya

    karena suasananya yang tenang dan jauh dari keramaian. Situasi atau

    suasana yang aman dan kondusif juga tercipta karena adanya dukungan

    yang baik dari tokoh masyarakat, pemerintah dan warga masyarakat sekitar

    pondok pesantren (Ki Bagus Kusuma, 2015:1-2)

  • 27

    Visi pesantren Bina Insani adalah mewujudkan insan yang beriman,

    berbudaya, berilmu dan berprestasi; sedangkan misi pesantren adalah 1)

    mengkaji, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang

    komprehensif dan rahmatan lil ‘alamin; 2) menyelenggarakan sistem

    pendidikan efektif, kompetitis, inovatif dan dinamis, denga berorientasi

    pada masyarakat; 3) mengupayakan pengadaan, pemanfaatan dan

    pemeliharaan fasilitas pendidikan secara optimal; 4) melaksanakan kegiatan

    pencapaian ketuntasan kompetensi kelulusan baik pengetahuan,

    ketrampilan, sikap dan prilaku; 5) melaksanakan managemen berbasis

    sekolah secara mantap; 6) mengupayakan pengembangan pembiayaan untuk

    mendukung kegiatan persekolahan secara menyeluruh; 7) melaksanakan

    penelitian secara menyeluruh dan berkesinambungan untuk mendapatkan

    hasil yang sebenarnya (Rahman, 2012:2).

    b) Pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang

    Pondok Pesantren Al-Ittihad didirikan tahun 1893 M/1310 H oleh

    KH Misbah pada tahun, lahir di desa Gogodalem Bringin Kabupaten

    Semarang. Beliau ahli ilmu syari‟at, beliau merasa bertanggung jawab untuk

    “nasyrul ‘ilmi waddin”. Pesantren ini didirikan untuk mengemban misi

    dakwah bagi masyarakat dan mengajarkan santri ilmu agama Islam.

    2. Pendidikan Entrepreneurship di pesantren

    a. Konsep pendidikan kewirausahaan

    Menurut Z:

    “… memang kenyataannya banyak anak-anak lulusan pesantren setelah

    lulus tidak memiliki keterampilan kerja dan hal itu menjadi beban

    masyarakat, tidak hanya itu anak lulusan SMA pun juga mengalami

    masalah yang sama, anak-anak SMA gengsi bekerja seperti orang

    tuanya… berangkat dari situlah, kita merancang keterampilan untuk

    anak-anak teknologi tepat guna….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov

    2017 pukul 13.30 – 14.15)

    Z melanjutkan:

    “…kita bikin tim sembilan, antara lain ada pak Badar Zumroni, pak

    Muntaha, pak Imam Baihaqi (alm), yang dari pesantren ada pak Kyai

    Muhsoni, pak Kyai Salman, dari Kemenag bagian Haji pak Mubin, dari

  • 28

    LSM ada pak Muzayinul Arif (Ketapang, aktivis WALHI) sama pak

    Musthofa (LSM Qaryah Thoyibah), waktu itu Qaryah Thoyibah belum

    ada, kita beriringan yang mengilhami sama-sama pak Muntaha, jabatan

    terakhir beliau pembantu rektor 1 PTIQ, rumahnya Cebongan, tahun

    1999 (merintisnya) ….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

    13.30 – 14.15)

    F2 selaku santri PP Bina Insani menuturkan:

    “…saya mengikuti kegiatan kewirausahaan ini karena biar bisa

    mengembangkan bakat dan memiliki bekal keterampilan besok kalau

    sudah lulus dari pesantren ini….saya besok ingin jadi pengusaha….”

    (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30)

    Sementara itu, Ch salah seorang pengurus pondok pesantren Al Ittihad

    Poncol Kabupaten Semarang menuturkan:

    “…santri kalau lulus dari Madrasah diwajibkan ikut program paket C,

    nanti setelah paket C bisa dilanjutkan kuliah….kalau sudah paket C

    khan terserah santri, mbah Kyai menganjurkan untuk kuliah, ijasah

    paket C itu bisa serba guna lah, kuliah bisa kerja bisa, tetapi setelah

    lulus dari Madrasah itu dianjurkan berkhidmah dulu….” (wwcr, 29

    November 2017, pukul 12.45 – 14.00).

    Hal senada juga disampaikan Df salah seorang santri pesantren Al

    Ittihad

    b. Pelaksanaan pendidikan entrepreneurship

    Kegiatan pendidikan kewirausahan di Pondok pesantren Bina

    Insani kabupaten Semarang, menurut Z:

    “… kita membangun berbagai jejaring pak, dengan Qaryah Thayibah

    kita juga ada, dengan kelompok tani Al Barokah (Susukan, Kabupaten

    Semarang), yang teknologi dengan Lembaga Riset Muda Indonesia

    (LRMI) dulu kantor pusatnya di Sala, sekarang di Jakarta pak, kita juga

    dengan badan ketahanan pangan, untuk mengolah produk bahan-bahan

    lokal, untuk menjadi berbagai makanan itu yang pertama kita kerja

    sama dengan badan ketahanan pangan Kabupaten Semarang, kita

    dengan dinas perikanan dan kelautan Kabupaten Semarang terkait

    dengan ikan, pembibitan dan beternak lele dan pengolahannya,….”

    (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15) Tentang kegiatan yang dilakukan dengan lembaga mitra, Z menuturkan:

  • 29

    “…kita sama-sama mengembangkan pertanian pak, pengolahan pupuk,

    Qaryah Thoyibah dan Al Barokah itu khan semacam anaknya gitu mas

    (anak binaan Qaryah), tapi orang-orangnya di sini khan lebih dekat

    dengan Al Barokah, yang mengembangkan padi organik,…termasuk

    pembuatan pupuk, pengolahan sampah-sampah menjadi pupuk cair,

    pupuk padat, tamanisasi, untuk meresapkan air, biar struktur tanah tetap

    terjaga, lebih pada bentuk-bentuk kerja sama pertanian,….” (Wwcr

    dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15).

    Z melanjutkan penuturannya:

    “… di bidang teknologi pengolahan sampah, sekarang ini pengolahan

    air, ini yang mau kita garap untuk menjadi obat, menjadi BBM, untuk

    menjadi stimulan tumbuhnya, semacam perangsang tumbuhnya

    tanaman, kalau disiram pakai air itu cepet tumbuh, cepet berbuah,

    semacam minuman berenergi, bisa untuk obat, semacam oxy bahkan

    lebih dari itu, kalau di Jakarta 1 galon Rp.500.000,-- ini belum on tapi

    alatnya sudah dipasang. Kemarin sudah datang ke sini, tetapi

    tenaganya, kita ingin yang datang ke sini beliaunya. Kita dengan LRMI

    mulai dari kompor sampah, listrik tenaga santri (santri yang melanggar

    peraturan dihukum memutar kumparan listrik nanti energinya disimpan,

    seperti accu kering), sampah menjadi BBM, sekarang ini pengolahan

    air,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

    Terkait jenis usaha di pesantren Z menambahkan:

    “…kita bengkelpun juga punya pak, pertanian, peternakan, budidaya

    lele itu, boga juga iya, selama ini memang belum saya promosikan pak

    untuk secara khusus tentang kewirausahaan, baru ini rencana kita

    desain….kalau yang kemarin itu khan baru setengah hati…untuk tahun

    ini kita sudah merumuskan kecerdasan majmuk, bahwa pada prinsipnya

    anak punya keunggulan-keunggulan tertentu dan saat ini kita petakan,

    pondok SSB, pondok tahfidz, pondok kitab kuning, pondok bahasa,

    pondok seni, pondok keterampilan ada enam yang saat ini kita

    unggulan, ini baru mau kita desain dan promosikan…awalnya tahfidz

    sama bahasa, namun target-targetnya kemarin itu belum terumuskan

    secara jelas….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 –

    14.15)

    “…kita memang ada program unggulan, banyak hal yang kita

    dispensasikan, paling tidak tiga kali untuk anak-anak yang unggulan,

    kalau yang tidak unggulan masuk diekstrakurikuler, di muatan lokal.

    karena berbenturan juga dengan kegiatan sekolah dan pondok yang

    sangat padat jadwalnya,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017

    pukul 13.30 – 14.15)

  • 30

    “…ya mereka ikut ekstra kurikuler kewiarusahaan sifatnya pilihan, kita

    seleksi, kita batasi, kalau tidak dibatasi ngebyuk, satu angkatan 10 –

    15,…peminatnya ya lumayan banyak, tapi akhirnya ikutnya yang ke

    regular, kalau unggulan itu khan sampai produksi sampai pasar…

    seminggu tiga kali itu hari.. minggu, jumat, rabu…mereka mulainya

    setelah KBM, jam 1 – 2.30, setelah KBM langsung ke lokasi, di sana

    sudah siap tenaga pendampingnya,… pendampingnya dari luar, …dari

    dalam juga ada sebagai pamongnya….untuk rekrutmennya…itu kita

    serahkan kepada gurunya pak, yang penting kesungguhannya. Memang

    anak itu punya kretivitas, punya aide-ide kreatif, tapi bisa berkembang ,

    karena tuntutan di boga kita karya-karya inovasi pak, ketika kita ikut

    lomba tingkat nasional bagaimana dulu produknya, sekarang produknya

    apa, harus beda… jadi kita memang unjuk kreasi-kreasi yang harus kita

    tunjukkan, kalau kita yang kita unggulkan karya boga itu khan

    bahannya dari singkong, kita yang sudah sampai tingkat nasional itu

    yang singkong…untuk pembiayaannya…biaya include di SPP, kita

    juga ada uang tahunan dan kita kebetulan dapat blockgrant, dari

    kemendikbud dari direktorat itu satu tahun Rp.30.000.000,-- block

    grant pengembangan keterampilan….sifatnya mengajukan, kita masuk

    sekolah alternatif, sekolah yang punya ciri khusus, di SBP juga ada

    (sekolah berbasis pesantren) kita menguatkan di sekolah alternatif , kita

    sudah lima tahun berjalan program tersebut berkelanjutan , itu ada

    program pertama, program kedua, program ketiga dan itu harus

    inovatif….pak Fauzan yang SBP dan kita tidak boleh menerima dua

    grant dalam satu tahun, pernah kita satu tahun terima dua tapi konangan

    pak, ya go nasionalnya kita lebih dulu yang sekolah alternatif, diknas,

    ya sama sebenarnya, tapi saya satu lewat sekolah berbasis pesantren

    dan satu lewat sekolah alternatif. Sekolah alternatif itu pengembangan

    dari sekolah terbuka, akhirnya yang SBP kita dicoret… SBP kita

    programnya dalam…ada juga program keterampilan, ini khan tahun

    ketiga…itu program pembinaan dari UIN Jakarta, Kemendikbud dan

    kemenag untuk SBP. kalau sekolah alternatif itu dari kemendikbud

    saja…pembiayaan pelatihnya yang program ekskul maka anggarannya

    dari pembimbing ekstra,namun yang program unggulan itu kita biayai

    dari RKAKS, yang boga itu ada perputaran modal, sehingga

    anggarannya bisa tidak minus (kurang), kalau untuk menjahit itu

    kesulitannya pemasarannya, sulit untuk dijual, dulu ada menjahit

    namun karena perputaran modalnya kurang cepat akhirnya sekolah

    harus mensupport terus, kalau yang boga ini kita sempat beli tanah juga

    pak, sekitar Rp.700.000.000,- ini sudah tahun yang keenam,…” (Wwcr

    dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

    “…SMP, SMA semua kita perlakukan sama, cuma nanti targetnya beda

    antara yang unggulan dengan yang ekstrakurikuler, SMP baru

    pengenalan, misalnya merebus, menggoreng, kalau SMA sudah mulai

  • 31

    produk-produk inovatif pak, produk kita dibandingkan dengan produk

    di masyarakat ada nilai lebihnya, kalau makanan lain hanya

    mengenyangkan, kalau punya kita bisa menjadi obat karena kita ditatar

    untuk inovasi , kita sempat juga singkong itu semuanya laku, mulai dari

    kulitnya sampai berbagai jenis makanan dengan olah teknologi, kalau

    dihitung itu pernah lebih dari 100 jenis olahan makanan, kadang kita

    bikin momen lalu membuat makanan siapa membuat apa yang bahan

    bakunya dari singkong….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

    13.30 – 14.15)

    “…bedanya dengan program unggulan, program unggulan lebih intens,

    lebih penuh; sementara kalau ekstrakurikuler hanya sebagai sampingan.

    program unggulan kegiatannya seminggu empat kali….” (Wwcr

    dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30)

    Menurut F2, salah seorang santri PP Bina Insani:

    “…tugas yang dilakukan dalam kewirausahaan adalah memberi makan

    ikan dan membersihkan kolam ikan…mengikuti kegitan lewat jalur

    ekstra kurikuler, pelaksanaannya Sabtu, jam 15.00 – 16.00….” (Wwcr

    dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30 – 14.30)

    Sementara itu, menurut Ch salah seorang pengurus Pondok Pesantren

    Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang:

    “…kalau di pesantren salafi, keterampilan kerja itu ngabdi dalem, habis

    sekolah terus ikut ndalem, kalau ndalem ada kerjaan cari kayu maka

    cari kayu, ke hutan, nanti kalau pak Kyai nyuruh apa..itu khan

    keterampilan kerja…yang keterampilan sama pengabdian, kerja di

    ndalem itu khan macam-macam, kalau p Kyai Fatchur itu ada ternak

    kambing, ternak lele, itu khan santri yang nangani, terus sawah…tetapi

    memang pak Kyai atau pengurus ada niatan itu, jadi mereka ngabdi

    sekaligus latihan kerja….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November

    2017, pukul 12.45 – 14.00)

    “…kalau mengabdi itu sendiri-sendiri, kalau sudah lulus baru wajib

    mengabdi…saya ikut kyai Nur Kholis, jadi selama saya mondok di

    madrasah sampai sekarang ya saya di tempat pak Kyai itu, nanti setelah

    lulus ada kewajiban mengabdi di pondok….” (Wwcr, dengan Ch

    tanggal 29 November 2017, pukul 12.45 – 14.00).

    Jadwal kegiatan rutin harian di pondok al Ittihad Poncol adalah:

    04.00 – 04.30 : Sholat Subuh

    04.30 – 06.30 : Mengaji sorogan kitab

  • 32

    06.30 – 07.00 : Istirahat

    07.00 – 09.00 : Sekolah madrasah salafi

    09.00 – 09.30 : Istirahat

    09.30 – 10.30 : Masukkelas

    10.30 – 13.00 : Istirahat, kerja ndalem

    13.00 – 14.30 : Sholat dhuhur, mengaji, bandongan

    14.30 – 16.00 : Istirahat

    16.00 – 16.15 : Sholat ashar

    16.15 – 18.00 : Mengaji, bandongan

    18.00 – 18.30 : Sholat Maghrib

    18.30 – 19.30 : Mengaji al Quran dengan pak Kyai

    19.30 – 20.00 : Istirahat

    20.00 – 20.15 : Sholat Isya

    20.15 – 22.00 : Tiqrar

    22.00 – 22.30 : Mengaji, bandongan per kelas

    22.30 – 04.00 : Istirahat, jaga malam

    Selain kegiatan rutin harian, ada juga kegiatan rutin mingguan yaitu:

    Malam Jumat : Yasinan

    Jumat Kliwon : Khataman al Quran 30 Juz

    Habis Isya : Dhiba‟an

    Malam Selasa : Qira‟ah / seni baca al Quran

    Habis Isya : Khitabah

    Malam Kamis : Syawir

    : Fathul Qarib (MA/MTs)

    : Mabadi‟ul Fiqh (Ibtidaiyah)

    Malam Jumat : Silat (Pagar Nusa)

    (Sumber : dokumen PP Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang)

    c. Dampak pendidikan entrepreneurship

    Menurut Z, pengasuh PP Bina Insani Susukan Kabupaten Semarang:

    “…pasang surut pak, orang tua khan juga komplek, tidak Cuma

    keterampilan unsich….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

    13.30 – 14.15)

    “…kalau anak-anak yang program unggulan kita ajari mulai dari

    memilih bahan pak, sampai menghitung ke analisis penjualan, ini anak

    sudah bisa pak, mulai dari pembelanjaannya dan sampai menghitung

  • 33

    untung dan ruginya,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

    13.30 – 14.15)

    Sementara itu, menurut F2 salah seorang santri PP Bina Insani:

    “…pengalaman yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan ini adalah :

    kedisiplinan, tahu segala hal tentang peternakan lele, dll….“…dampak

    yang saya rasakan adalah rajin, disiplin, berani menatap masa depan,

    berani ambil resiko….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017

    pukul 13.30 – 14.30).

    Menurut Ch salah seorang pengurus PP Al Ittihad Poncol:

    “…beberapa kegiatan di pondok itu misalnya khitobah dimaksudkan

    agar santri memiliki rasa percaya diri, khidmat kepada pak kyai

    membuat santri latihan kerja keras, tekun dan tabah….mengikuti silat

    santri menjadi suka tantangan,….mereka juga berorganisasi untuk

    melatih kepemimpinan,…berkhitmat juga melatih kreatif, inovatif

    misalnya ternak lele, disawah, karnaval (akhir sya‟ban) keliling

    kampung…dan di sini kalau dekorasi pengajian harus bikin sendiri

    tidak pakai MMT agar santri kreatif…ada juga ta‟ziran membuat santri

    jujur dan tekun…bentuknya baca al Quran di depan masjid, bersih-

    bersih komplek pondok dan lain-lain, semua santri wajib ikut kegiatan,

    penanggung jawab kegiatannya adalah para pengurus komplek

    pondok….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November 2017 pukul 12.45

    – 14.00)

    d. Kendala dan solusi

    Menurut Z, salah seorang pengasuh PP Bina Insani masalah yang

    muncul dalam pelaksanaana pendidikan kewirusahaan adalah:

    “…kelemahan kita, belum tertata jelas pak, untuk pemasaran kita

    masih banyak masalah, yang boga, yang lele, kita membuat krupuk dari

    lele, kita baru bisa memutar di lingkungan pondok, untuk keluar kita

    masih kerepotan, lelepun anak juga punya keterampilan mengolah lele

    menjadi berbagai jenis makanan, namun masih terbatas di lingkungan

    pondok, jadi kita untuk memasarkan produk berbagai macam dan kita

    punya semacam izin usaha, teapi anak mondok di sini khan sekitar tiga

    sampai enam tahun, yang sudah jadi mereka itu rata-rata khan pada

    kuliah, itu khan mereka sudah keluar dari sini, lalu kita mengkader lagi,

    sehingga pengembangannya ya hanya di daerahnya masing-masing…

    ini yang semacam itu menjadi permasalahan, memang dari dalam

    belum ada tim besar yang mengkordinir produksi dan pemasaran dalam

    skala besar sampai ke luar ini baru akan kita program pak saat ini yang

  • 34

    mau kita program untuk usaha-usaha dari boga, budi daya dan

    pengelolaan lele, yang selama ini sudah jalan tapi terganjal untuk yang

    memasarkan keluar….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul

    13.30 – 14.15)

    “…ketika mereka banyak nyambi, usahanya ndak maksimal, mereka

    kadang juga pingin di akademiknya apa, di sini juga banyak disampiri

    pekerjaan akhirnya tim yang bekerja juga kurang maksimal….” (Wwcr

    dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

    “…terlalu padatnya jadwal kegiatan anak di pesantren, antara sekolah

    dan mondok, diniyah sekolah itu terlalu padat…, yang kedua

    kesempatan untuk keluar, anak untuk mencari bahan sendiri itu

    memang agak dibatasi oleh pondok, katakanlah kita mau beli singkong,

    mau beli bumbu-bumbu untuk keluarnya masih dibatasi, santri ndak

    boleh keluar jauh-jauh,….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017

    pukul 13.30 – 14.15)

    Jadwal kegiatan harian di Pondok pesantren Bina Insani sebagai

    berikut.

    Waktu Kegiatan

    03.00 – 04.30 Bangun, tahajud, Mandi, sholat Subuh

    04.30 – 06.00 Pelajaran, Ngaji pondok

    06.00 – 07.00 Mandi, Makan, persiapan sekolah

    07.00 – 13.00 Sekolah

    13.00 – 14.30 Istirahat

    14.30 – 16.00 Diniyah sore

    16.00 – 18.00 Tadarus al Qur‟an / mandiri

    18.00 – 19.00 Mengaji al Qur‟an dengan Ustadz / Kyai

    19.00 – 20.30 Makan, Istirahat

    20.30 – 22.00 Diniyah malam

    22.00 – 23.00 Mujahadah

    23.00 – 03.00 Istirahat

    (Sumber : dokumen Pondok Pesantren Bina Insani Susukan)

    “…mitra ndak begitu masalah, sebenarnya toko-tokopun sebenarnya

    siap asalkan rutin, konsisten, nah kelemahan kita itu belum konsisten

    lemahnya di manajamen itu, di sisi lain kadang bapak ibu guru juga

    sibuk ngajar, memang wirausaha itu kalau disambi itu hasilnya kurang

    maksimal….” (Wwcr dengan Z, Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 –

    14.15)

  • 35

    Sementara itu F2 menuturkan:

    “…masalah yang dihadapi : 1) pengecekan amuba, pakai cairan tertentu

    karena kalau tidak pas nanti ikannya pada mati; 2) waktu : padatnya

    jam kegiatan di pondok; 3) pelatihnya sambil kuliah sehingga sering

    kosong….” (Wwcr dengan F2, tanggal 22 November 2017 pukul 13.30

    – 14.30).

    Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Z:

    “…akhirnya yang belanja itu dari bapak itu….” (Wwcr dengan Z,

    Jumat 17 Nov 2017 pukul 13.30 – 14.15)

    “…nah ini kita sedang merintis ke arah situ, rumah yang tampak seperti

    mushalla itu adalah ruang praktik anak, yang disamping nya itu kita

    mempekerjakan orang di situ, ini baru mau penataan pak, pokoknya

    pondok kita harus punya income dari hasil usaha…termasuk

    sampahpun kita terbantu, sekarang itu plastik-plastik itu dikumpulkan

    dan dijual, tiga minggu laku Rp.300,--ribuan….” (Wwcr, Jumat 17 Nov

    2017 pukul 13.30 – 14.15)

    Masalah yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan di pondok pesantren

    Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang antara lain, sebagaimana

    ditururkan oleh Ch:

    “…misalnya begini pak, yang ngabdi ndalem kadang-kadang

    menyalahgunakan kepercayaan, seperti dia tidak sekolah bilangnya ada

    tugas ndalem, padahal tidak ada tugas Khitobah, santri dapat jatah

    petugas khitobah, malah dia ijin pulang…, kadang-kadang semangatnya

    kurang dalam mengikuti kegiatan..kegiatan qiraah masalahnya adalah

    bagi mereka yang suaranya ndak bagus, ndak PD…dan lain-lain…kalau

    silat ndak ada masalah pak…”

    Untuk mengatasi masalah tersebut, Ch melanjutkan:

    “…solusi kita adalah kita klarifikasi ke pak Kyai apakah benar si anak

    tersebut ada tugas di ndalem apa tidak…untuk yang khitobah tetap

    dijadwal mingu depannya…sementara itu bagi yang kurang semangat

    solusi kita adalah kita ajak mujahadah agar hatinya dibuka oleh

    Allah….” (Wwcr, dengan Ch tanggal 29 November 2017 pukul 12.45 –

    14.00).

    Hal senada juga disampaikan oleh Df, salah seorang santri pondok

    pesantren Al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang.

  • 36

    B. Pembahasan

    1. Konsep pendidikan entrepreneurship

    Ada perbedaan konsep pendidikan yang melandasi pendidikan

    entrepreneurship di pesantren modern dan salaf. Pada lembaga pesantren

    modern, pesantren lebih berpikir proyektif realistif didasarkan pada realitas

    empirik bahwa banyak lulusan sekolah yang menganggur, sulit mencari

    pekerjaan dan terkadang menjadi masalah sosial di lingkungan masing-

    masing.

    Pesantren berharap tidak akan mengulangi kesalahan yang sama

    dengan menambah jumlah pengangguran terdidik di masyarakat. Pesantren

    berusaha mendesain pendidikan sedemikian rupa, sehingga lulusannya

    kelak memiliki keterampilan hidup (life skill) baik hard skill maupun soft

    skill. Keterampilan hidup ini sangat dibutuhkan untuk eksistensi kehidupan

    para alumninya besok, terutama kejayaan di dunia dalam rangka

    mengantarkan kejayaan di akherat. Menurut Muhtar Buchori (2001:41),

    pendidikan harus mengemban menjamah the basics bagi anak didik, yaitu

    kegiatan pendidikan yang mampu mempersiapakan peserta didik mampu

    menjalani kehidupan (preparing children for life). Oleh karena itu

    pendidikan harus mampu menyeimbangkan antara pendidikan jasmani dan

    rohani, antara pengetahuan alam dengan pengetahuan sosial budaya, dan

    antara pengetahuan masa kini, masa lampau dan masa depan.

    Upaya yang dilakukan pesantren untuk mewujudkan maksud di atas

    adalah dengan memodifikasi pesantren menjadi pesantren yang memiliki

    nilai keunggulan dalam rangka memfasilitsi pengembangan potensi santri.

    Pesantren modern telah memiliki cara pandang multiple inteligensi dalam

    mengembangkan program pendidikannya, sehingga pesantren didedesain

    dengan enam keunggulan yang berbeda, yaitu pesantren SSB, pesantren

    Tahfidz, pesantren Kitab kuning, pesantren Seni, pesantren Bahasa, dan

    pesantren Keterampilan. Keenam jenis keunggulan tersebut diharapkan

    mampu mewadahi ragam kecerdasan yang dimiliki para santri.

  • 37

    Kalau ditilik dalam dokumen, kegiatan pendidikan yang

    dikembangkan di Pesantren Bina Insani merupakan realisasi dari misi

    kelembagaan, yaitu mengkaji, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran

    Islam yang komprehensif dan rahmatan lil‟alamin; menyelenggarakan

    sistem pendidikan efektif, kompetitif, inovatif dan dinamis, dengan

    berorientasi pada masyarakat.

    Pengkajian, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam secara

    komprehensif diwujudkan melalui kajian dan membekali santri dengan

    berbagai macam ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mampu

    mengembangkan seluruh dimensi keragam santri, baik itu bidang kinestetik,

    linguistic verbal, bidang intellectual quotient (IQ), bidang seni-budaya, dan

    bidang skill motorik. Semua itu dikembangkan dalam rangka memfasilitasi

    potensi santri dan membekali santri untuk kehidupan masa depannya.

    Menurut Chatib (2009:xxi), membangun lembaga pendidikan pada

    hakekatnya adalah membangun keunggulan sumber daya manusia, yang

    menghargai keragaman potensi (multiple intelligences) manusia mulai dari

    perencanaan program, pembelajaran dan pencapaian akhir tujuan akhir,

    yaitu untuk mengoptimalkan potensi sesuai dengan keunggulan yang

    dimiliki individu yang besangkutan.

    Selain itu, pesantren modern berusaha untuk mewujudkan

    keseimbangan kejayaan, antara kejayaan kehidupan dunia dan kejayaan

    kehidupan di akherat. Hal tersebut dilandasi akan adanya kewajiban setiap

    muslim untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akherat.

    Ayat al Qur‟an yang dijadikan landasan cara pandang tersebut antara lain:

    Artinya:

    Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

    (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu

    dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

    sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu

  • 38

    berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

    orang-orang yang berbuat kerusakan (QS. Al Qashah:77).

    Juga ayat di bawah ini:

    Artinya:

    Dan di antara mereka ada orang yang berdo’a: "Ya Tuhan Kami, berilah

    Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari

    siksa neraka (QS. Al Baqarah:201).

    Berbeda dengan cara pandang di atas, pesantren salaf memiliki konsep

    pendidikan yang lebih mengedepankan pencapaian kebahagiaan kehidupan

    akherat dan ridha Allah. Cara pandang ini dipengaruhi oleh visi kembagaan

    pesantren salaf lebih mengutamakan perwujudan kesalehan akherat dan

    ridha Allah.

    Cara pandang pendidikan yang berkembang di pesantren salaf ini

    akhirnya dijabarkan dalam kurikulum pendidikan di pesantren. Tujuan

    pendidikan di pesantren adalah untuk membekali santri dengan ilmu agama

    dan ilmu hikmah, serta mencari ridha Allah. Pesantren adalah tempat

    mempelajari agama Islam adalah, karena memang aktifitas yang pertama

    dan utama dari sebuah pesantren diperuntukkan mempelajari dan mendalami

    ilmu pengetahuan agama Islam (Rusli, 2010:4).

    Dalam kaitannya dengan pendidikan kewirausahaan, pesantren Al

    Ittihad Poncol Kabupaten Semarang tidak membuat konsep khusus. Bagi

    pesantren Poncol, urusan pekerjaan adalah urusan Allah, urusan rizqi adalah

    di tangan Allah, dan setiap manusia sudah memiliki bagian rizqi masing-

    masing dari Allah. Pesanten tidak memiliki progam khusus yang membekali

    santri untuk urusan pekerjaan di kelak kemudian hari.

    Upaya yang dilakukan pesantren Poncol Kabupaten Semarang dalam

    hal urusan pekerjaan santri kelak, adalah menganjurkan para santri untuk

    mengikuti program kejar Paket C (kesataran pendidikan SMA). Santri yang

    mondok di Poncol Kabupaten Semarang wajib mengikuti pendidikan di

  • 39

    madrasah salaf selama kurang lebih 8 tahun, setelah itu santri diarahkan

    untuk mengikuti pendidikan kesetaraan paket C di kelurahan setempat.

    Setelah santri mengikuti pendidikan paket C maka ia akan memperoleh

    ijazah yang dapat dia gunakan untuk melanjutkan kuliah atau mencari

    pekerjaan.

    Kalau dicermati, kebijakan pengasuh tersebut merupakan ikhtiar

    dalam rangka mendapatkan pekerjaan yang baik pada zaman sekarang.

    Walaupun pesantren tersebut salaf dan cenderung menyerahkan sepenuhnya

    urusan rizqi di tangan Allah, namun ada upaya yang bersifat khalaf yaitu

    dengan memiliki ijazah pendidikan formal (kesetaraan paket C). Namun

    pesantren tidak memiliki program khusus keterampilan kerja untuk para

    santri.

    Sebagaimana dikemukakan di depan, bahwa pesantren salaf lebih

    mengedepankan pencapaian kebahagiaan di akherat kelak, kebahagiaan di

    dunia bukanlah tujuan utama dalam kehidupan manusia. Kehidupan dunia

    hanya bersifat sementara dan fana, sehingga setiap manusia tidak boleh

    terjebak pada pencapaian kebahgiaan di dunia yang fana tersebut, sehingga

    kehidupan di dunia tidak perlu dikhawatirkan. Para santri senantiasa

    ditekankan untuk mencapai kebahagiaan di akherat, walaupun di dunia tidak

    mendapat kebahagiaan tidak apa-apa.

    Landasan Qur‟ani yang senantiasa dipegangi kalangan pesantren salaf

    antara lain ayat berikut.

    Artinya:

    Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

    mengabdi kepada-Ku (QS. al Dzariyat:56).

    Ayat lain yang juga mendasari dasar pandangan pesantren salaf adalah:

  • 40

    Artinya:

    Dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau

    belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang

    bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al An‟am:32).

    Juga ayat berikut.

    Artinya:

    Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main.

    dan Sesungguhnya akhirat Itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka

    mengetahui (Qs. Al Ankabut:64).

    Ketiga ayat di atas, menganjurkan agar manusia memperhatikan

    kehidupan di akherat. Ayat pertama menganjurkan bahwa seluruh

    kehidupan manusia adalah ibadah, tugas manusia di dunia hanya beribadah

    kepada Allah SWT. Di kalangan pesantren salaf, makna beribadah lebih

    ditekankan pada amal sholeh dalam berhubungan dengan Allah SWT.

    Perwujudan amalsholeh kepada Allah SWT antara lain sholat, puasa, zakat,

    berhaji, infaq, shadaqah, berdzikir, membaca al Qur‟an, membaca sholawat

    nabi, mengaji.

    Ayat kedua dan ketiga lebih menyoroti tentang perlunya mencapai

    kebahagiaan di akherat, sedangkan kehidupan di dunia ini tidak lain hanya

    kehidupan semu, penuh dengan fatamorgana dan tipuan. Oleh karena itu,

    manusia tidak perlu mengurusi kehidupan dunia, tetapi kehidupan

    akheratlah yang lebih penting. Mengurusi kehidupan akherat ini diwujudkan

    dengan berperilaku baik kepada Allah dan melakukan amal sholeh

    sebagaimana tersebut di atas.

    Dalam praktik nyata pada pendidikan di pesantren Al Ittihad,

    pesantren tidak memiliki program khusus untuk mempersiapkan para santri

    mencapai kebahagiaan di dunia melalui pekerjaan yang layak di dunia,

    karena urusan pekerjaan adalah urusan Allah, diserahkan kepada Allah

    SWT. Para santri tidak perlu risau dengan urusan pekerjaan kelak, semua

  • 41

    sudah ada yang mengatur. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan

    oleh Nurcholis Madjid (dalam Nata 2001:113), bahwa prinsip-prinsip yang

    melekat pada pendidikan pesantren meliputi teosentrik, ikhlas dalam

    pengabdian, kesederhanaan, kolektifitas (barakatul jama’ah), mengatur

    kegiatan bersama, kebebasan terpimpin, kemandirian, tempat menuntut ilmu

    dan mengabdi, mengamalkan ajaran agama, belajar di pesantren tidak

    mencari ijazah, kepatuhan mutlak kepada kyai.

    2. Pelaksanaan pendidikan entrepreneurship

    Pelaksanaan kegiatan entrepreneurship di pesantren Bina Insani

    dilakukan secara terencana, terprogram oleh tim yang dibentuk oleh

    Yayasan. Tim tersebut dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu

    unsur tokoh masyarakat, unsur pemerintahan, unsur masyarakat, dan tokoh

    agama. Pelibatan berbagai unsur terseubut didasari kesadaran bahwa

    eksistensi lembaga tidak dapat lepas dari peran serta seluruh elemen

    masyarakat. Pesantren akan berdiri kokoh manakala didukung oleh kekuatan

    berbagai pihak. Tim sembilan tersebut yang memutuskan bahwa pesantren

    didesain dengan berbagai keunggulan.

    Dalam pelaksanaan program pendidikan kewirausahaan, pesantren

    Bina Insani membangun jaringan dengan berbagai pihak, yaitu Qaryah

    Thayibah, kelompok tani Al Barokah, Lembaga Riset Muda Indonesia

    (LRMI), Badan Ketahanan Pangan, Dinas Perikanan dan Kelautan, UIN

    Jakarta, Kemendiknas, Kemenag. Jaringan dengan berbagai pihak tersebut

    akan menopang penguatan konsep dan sumber daya dalam pelaksanaan

    pendidikan kewirausahaan, baik sumber daya yang berupa man, money, dan

    material.

    Dalam pelaksanaan pendidikan, lembaga perlu menjalin kerja sama

    dengan berbagai pihak untuk memperkuat eksistensi kelembagaan. Tilaar

    (2004:58) mengungkapkan bahwa salah satu kenyataan pendidikan pada

    masa orde baru adalah terpisahnya pendidikan dari masyarakat, akibatnya

    adalah pendidikan terpisah dari kebutuhan masyarakat, dari dunia industri,

    dan dunia kerja. Dalam pengelolaan pendidikan, masyarakat telah

  • 42

    diabaikan. Peran serta masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidikan

    berarti pemberdayaan masyarakat itu sendiri di dalam ikut menentukan arah

    dan isi pendidikan. Dalam kaitan ini, UU Nomor 22 tahun 1999

    menyarankan agar mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan

    pendidikan.

    Apabila orang tua dan institusi-institusi kemasyarakatan banyak yang

    peduli dan terlibat dalam pengelolaan pendidikan, maka pendidikan akan

    mampu mengatasi masalah-masalah pedidikan, misalnya kelompok miskin,

    anak berkebutuhan khusus, sekolah daerah terpencil, dan sebagainya.

    Menurut Roger Scott, pelibatan guru, orang tua, dan masyarakat dalam

    pengelolaan pendidikan mampu meningkatkan rasa kepemilikan mereka

    terhadap sekolah lebih tinggi, penggunaan sumber-sumber daya pendidikan

    lebih baik, kontrol kepala sekolah lebih besar terhadap lingkungan sekolah,

    dan beban sekolah menjadi lebih ringan sehingga diperoleh hasil yang lebih

    baik pula (dalam Jalal dan Supriyadi, 2001:11,160).

    Pelibatan berbagai elemen tersebut dalam pengembangan program

    kewirausahaan di pesantren Bina Insani karena pengelolaan pesantren Bina

    Insani menganut prinsip managemen modern. Pesantren tidak lagi dikelola

    oleh seorang Kyai sebagai sentral figur, namun dikelola oleh Yayasan

    dibawah kordinasi para putra pendiri pesantren Bina Insani. Keuntungan

    dari model pengelolaan demikian antara lain lembaga mendapat berbagai

    support dari banyak pihak tentang hal-hal yang dibutuhkan untuk kemajuan

    lembaga.

    Adapun kegiatan yang dilakukan dengan berbagai mitra pesantren

    tersebut antara lain dalam pengolahan pupuk cair, pengolahan sampah,

    resapan air, pengolahan sampah menjadi BBM, kompor sampah, listrik

    tenaga santri. Dilihat dari jenis usaha tersebut lebih mengarah pada

    keterampilan kerja modern, bukan keterampilan kerja masyarakat

    tradisional. Hal ini dipengaruhi oleh tipologi pesantren Bina Insani yang

    tergolong pesantren modern (khalaf), sehingga berbagai kegiatan yang

  • 43

    dikembangkan juga mengarah pada kondisi atau problematika masyarakat

    modern.

    Pesantren Bina Insani juga mengembangkan kewirausahaan dalam

    bidang pertanian dan pengolahan snack atau makanan tradisional, misalnya

    dalam bidang pertanian, peternakan lele, kerupuk berbahan baku lele,

    makanan olahan berbahan baku singkong. Hal ini menunjukkan bahwa

    pesantren Bina Insani juga mengakomodasi potensi lokal berupa pertanian,

    peternakan dan bahan baku singkong untuk kemudian diolah dan dikelola

    dengan sentuhan manajemen modern. Sentuhan manajemen modern pada

    olahan makanan berbahan lokal dilakukan pada rasa (taste), pengeolahan

    (producing), kemasan (packing), pemasaran (marketing). Upaya ini

    dilakukan untuk mengangkat nilai ekonomi potensi-potensi lokal yang

    selama ini terabaikan dan dianggap tidak bernilai (unvalued).

    Dalam pelaksanaannya, kegiatan kewirausahaan di pesantren Bina

    Insani dilakukan melalui jalur ekstrakurikuler dan program unggulan. Jalur

    ini dipilih agar mampu menampung minat santri yang cukup tinggi terhadap

    kegiatan kewirausahaan di pesantren. Jalur ekstrakurikuler dilaksanakan

    seminggu sekali, sedangkan jalur unggulan dilaksanakan empat kali dalam

    seminggu. Jalur kewirausahaan melalui ekstrakurikuler diperuntukkan bagi

    para siswa yang pemula di tingkat sekolan lanjutan pertama; sedangkan jalur

    unggulan diperuntukkan bagi santri yang ingin mendalami benar kegiatan

    kewirausahaan dan diperuntukkan bagi santri tingkat atas. Bagi santri yang

    mengikuti kegiatan kewirausahaan melalui jalur ekstrakurikuler menerima

    materi tentang dasar-dasar kewirausahaan, bersifat teknis; sedangkan santri

    yang mengikuti program unggulan menerima materi lebih lengkap, mulai

    dari pemilhan bahan, pengolahan, pengepakan, pemasaran, analisis pasar,

    dan menghitung untung rugi suatu usaha.

    Untuk mengoptimalkan pendidikan kewirausahaan di pesantren Bina

    Insani, para santri didampingi oleh pelatih dari luar pesantren. Pelatih dari

    luar tersebut adalah expert dalam bidangnya yang dianggap mampu

    membina para santri dalam bidang kewirausahaan. Dalam hal ini, pesantren

  • 44

    Bina Insani lebih mengedepankan profesionalitas dalam pendidikan

    kewirausahaan. Selain pelatih dari luar, mereka juga didampingi para guru

    di sekolah sebagai pendamping teknis dalam pelakanaan program

    pendidikan kewirausahaan. Para guru bertugas dalam bidang administratif,

    membantu para santri jika ada masalah teknis, dan selalu memberi dorongan

    kepada para santri dalam mengikuti kegiatan kewirausahaan. Cara demikian,

    ternyata cukup efektif bagi kelancaran program kewirausahaan di pesantren

    Bina Insani. Disamping pendampingan teknis bagi para santri, pesantren

    Bina Insani juga mendapat pendampingan manajemen pendidikan

    kewirausahaan dari Kemendikbud, Kemenag dan UIN Jakarta.

    Dari sisi pembiayaan, kegiatan kewirausahaan di pesantren Bina

    Insani didukung dari berbagai sumber, yaitu iuran santri, laba perputaran

    modal boga, sponsor dari Kemendikbud dan Kemenag. Banyaknya sumber

    dana di pesantren Bina Insani ini sangat menopang pelaksanaan kegiatan

    kewirausahaan.

    Dalam penggunaannya, iuran santri lebih banyak digunakan untuk

    membiayai kegiatan kewirausahaan melalui jalur ekstrakurikuler, karena

    kegiatan ini tidak membutuhkan dana besar. Dana laba perputaran usaha

    boga digunakan untuk biaya keberlangsungan produksi, sedangkan dana

    yang bersumber dari sponsor digunakan untuk realisasi program inovasi

    yang berskala besar dan membutuhkan teknologi tingkat tinggi, seperti

    pengolahan sampah, pembuatan pupuk cair, pengolahan resapan air,

    pengolahan limbah.

    Sementara itu, di pesantren al Ittihad Poncol Kabupaten Semarang

    agak berbeda pelaksanaan pendidikan kewirausahaan bagi para santri.

    Pendidikan kewirausahaan dilakukan terintegrasi dalam kegiatan santri, baik

    dalam kegiatan intrakurikuler maupun kegiatan non-kurikuler. Dalam

    praktiknya kegiatan intrakukuler berupa yasinan, khitobah, qira‟ah,

    pengajian; sedangkan kegiatan non-kurikuler dalam praktiknya berupa

    kegiatan karnaval, pengajian, ta‟ziran, dan khidmat kepada Kyai (ngabdi

    ndalem).

  • 45

    Model pendidikan kewirausahaan yang terintegrasi dalam proses

    pembelajaran dilakukan dengan penginternalisasian nilai-nilai

    kewirausahaan ke dalam pembelajaran, sehingga hasilnya berupa

    diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter

    wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku

    peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung

    di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran (Anita (2012:7).

    Kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik

    menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, dapat juga dirancang dan

    dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan

    menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dalam perilaku keseharian.

    Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai

    kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran melalui

    metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian. Namun, di

    pesantren Poncol pengintegrasian pendidikan kewirausahaan dalam kegiatan

    kurikuler ini dirancang secara sederhana tidak seperti dalam sistem klasikal

    formal persekolahan, karena sistem pendidikan di pesantren lebih dekat

    pada sistem informal dan fleksibel.

    Pelaksanaan kegiatan kurikuler dan non-kurikuler yang dirancang

    pondok Al Ittihad dimaksudkan untuk membekali para santri dengan

    berbagai kompetensi baik yang langsung maupun tidak langsung.

    Pencapaian kompetensi langsung adalah kompetensi yang ingin dicapai

    secara eksplisit melalui kegiatan kurikuler atau non-kurikuler tersebut,

    sedangkan pencapaian kompetensi tidak langsung adalah berupa penanaman

    nilai kewirausahaan sampingan (side competence) yang ingin dicapai dari

    suatu kegiatan. Muatan kompetensi langsung dan nilai kewirausahaan dapat

    dilihat pada tabel berikut.

    No Nama Kegiatan Kompetensi langsung Nilai kewirausahaan

    1 Khitobah Kemampuan dakwah Rasa percaya diri

    2 Silat Penguasaan jurus bela Berani menghadapi

  • 46

    diri tantangan

    3 Qiraah Kemampuan seni baca

    al Qur‟an

    Rasa percaya diri

    4 Khidmat Kyai Mema