25
Masih Bolehkah Kita Tidak Bersyukur Kepada Allah? unduk | Taqwa , Tauhid | Friday, March 12th, 2010 bersyukur Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang ” (QS. An Nahl : 18) Ketika kita kecil, di musholla kecil yang mungkin tempat kita pertama belajar mengaji, selalu diajarkan oleh guru kita, betapa nikmat yang diberikan Allah begitu besar. Dari bentuk tubuh kita yang sempurna sampai kemampuan kita untuk bisa belajar . Itu semua adalah karunia Allah yang harus disyukuri.

mimbar jumat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dakwah

Citation preview

Page 1: mimbar jumat

Masih Bolehkah Kita Tidak Bersyukur Kepada Allah?

unduk | Taqwa, Tauhid | Friday, March 12th, 2010

bersyukur

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang ” (QS. An Nahl: 18)

Ketika kita kecil, di musholla kecil yang mungkin tempat kita pertama belajar mengaji, selalu diajarkan oleh guru kita, betapa nikmat yang diberikan Allah begitu besar. Dari bentuk tubuh kita yang sempurna sampai kemampuan kita untuk bisa belajar. Itu semua adalah karunia Allah yang harus disyukuri.

Bilamana tangan kita berfungsi dengan baik, kaki, mata, hidung, mulut, telinga, semua adalah pemberian Allah yang tidak bisa kita balas dengan apapun. Termasuk kehidupan yang kita jalani adalah kemurahan Allah pada makhluk-Nya.

Ketika kita berada di lingkungan keluarga yang lengkap, diberi istri atau suami yang selalu menenteramkan hati, diberi anak-anak yang menggembirakan, diberi orang tua yang menyayangi kita. Ini semua juga bentuk kasih sayang Allah pada manusia.

Page 2: mimbar jumat

Tapi terkadang kita lupa satu hal. Berterimakasih kepada-Nya, bersyukur pada-Nya. Bahkan walau hanya sekedar dengan mengucap kalimat sederhana, “Alhamdulillahirobbil ‘alamiin” kita lupa mengucapkannya.

Coba sekali saja kita coba menuliskan semua yang telah diberikan Allah pada kita. Pasti dan sangat pasti, kita akan membutuhkan sangat banyak kertas dan sangat banyak tinta untuk menulis semua kemurahan-Nya itu, bahkan itupun hanya yang kita ingat dan kita tahu. Belum lagi yang kita lupakan atau yang kita tidak sadar bahwa Allah telah memberikannya kepada kita.

Atau kalaupun ternyata Allah tidak memberikan suatu hal yang orang lain miliki, misalnya kita diberi tubuh yang cacat, buta atau tuli atau pincang, itu semua pun bukan berarti Allah tidak sayang kepada kita. Tapi itu sebenarnya adalah bentuk kasih sayang Allah yang lain.

Allah ingin menguji kesabaran hamba-Nya. Jika ia bersabar dengan kekurangannya, itu sudah merupakan nilai tambah tersendiri yang akan menaikkan derajatnya dimata Allah.

“Dan sesunggguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah kamu kerjakan“. (QS An Nahl : 96).

Lalu, masih bolehkah kita tidak bersyukur atas semua nikmatyang Allah berikan itu?

“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan”

Pada hakikatnya, kita diberi kehidupan di dunia ini adalah untuk dua hal yaitu bersabar dan bersyukur. Jika ditimpa musibah kita bersabar dan jika diberi kebaikan kita bersyukur. Maka kita sudah termasuk dalam golongan kebaikan.

Dari Suhaib r.a, bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orangyang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)

Sabar sendiri adalah salah satu aplikasi dari rasa syukur kita kepada Allah. Dengan bersabar dan mencoba merenungi makna dibalik ujian, maka kita telah menjadi orang yang bersyukur. Karena dibalik setiap musibah dan ujian, ada banyak kebaikan yang akan kita peroleh.

Sakit kita mungkin saja adalah cara Allah mengangkat dosa kita. Kehilangan harta adalah cara Allah mengingatkan akan adanya hak orang lain yang harus kita tunaikan. Kehilangan salah satu keluarga dapat mengingatkan kita bahwa kita semua tidak kekal ada di dunia.

Page 3: mimbar jumat

Bahkan segala bentuk musibah adalah bentuk kasih sayang Allah pada kita.

“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan”

Ketahuilah bahwa keburukan yang kita lakukan tidak akan mengurangi keagungan yang dimiliki Allah dan kebaikan yang kita lakukanpun takkan pernah menambah kemuliaan Allah sebagai pemilik alam ini. Lalu bagaimana kita mengungkapkan rasa syukur kita pada Allah?

Ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk menyatakan rasa syukur itu yaitu :

1. Mengakui di dalam bathin2. Mengucapkannya dengan lisan3. Menggunakan   nikmat   sesuai   dengan kehendak pemberi nikmat.

Rasa syukur kita harus meresap dalam hati, kita merasakan dan menyadari bahwa apa yang kita terima adalah benar-benar kemurahan Allah. Kita pun harus mengucapkannya dengan lisan kita yaitu dengan mengucap Hamdalah setiap kali kita mendapatkan kebaikan.

Bukan hanya diakui dalam hati dan diucapkan dengan lisan, kita juga harus membuktikan rasa syukur kita dengan amal perbuatan. Yaitu dengan menggunakan nikmat Allah itu untuk kebaikan juga.

Kita gunakan waktu hidup kita untuk hal-hal yang bermanfaat, kita gunakan harta kita untuk membangun bukan untuk menghancurkan, kita gunakan tubuh kita untuk beribadah kepada Allah bukan bermaksiat kepada-Nya dan kita jadikan dunia ini untuk meningkatkan kedekatan kita kepada Allah bukan sebagai tujuan hidup.

Lalu sebenarnya apa yang kita dapatkan dari bersyukur?

“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumatkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim : 7)

Tak ada satu zarahpun perbuatan yang tidak dibalas oleh Allah. Maka ketika kita bersyukur atas segala nikmat yang kita terima, maka janji Allah adalah menambah ni’mat itu. Tapi bagi yang kufur nikmat tentu ada balasan juga dari Allah yaitu berupa azab yang pedih.

Hal ini sudah ditunjukkan Allah pada umat-umat terdahulu agar itu menjadi pelajaran bagi kita. Kisah kaum Nabi Nuh, Nabi Luth, kisah kaum Tsamud, dan ‘Ad. Semua adalah kisah yang harus kita jadikan tolak ukur akan balasan dari Allah atas perbuatan yang kita lakukan di dunia ini. Manfaat lain dari rasa syukur kita adalah membersihkan jiwa kita.

Page 4: mimbar jumat

Rasa syukur akan menjadikan kita menjadi manusia yang rendah hati dan tidak sombong. Sifat penghambaan pada Allah akan melekat semakin kuat karena merasa apa yang diperolehnya di dunia ini adalah dari Allah semata.

Hal lain yang kita dapatkan dari rasa syukur adalah mendorong jiwa untuk beramal sholeh dan mendayagunakan kenikmatan secara baik melalui hal-hal yang dapat menumbuh kembangkan kenikmatan tersebut. Kita akan mudah berbagi dengan orang lain yang kekurangan.

Hal ini disebabkan kesadaran kita bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan Allah yang harus kita jaga yang mungkin saja Allah menyertakan hak orang lain untuk kita sampaikan kepadanya. Dan ini adalah sebuah kesempatan lain yang Allah berikan pada kita untuk berbuat kebaikan.

Dengan demikian rasa syukur kita juga membawa dampak muamalah kita dengan manusia berjalan baik. Memperbaiki dan melancarkan berbagai bentuk interaksi dalam sosial masyarakat, sehingga harta dan kekayaan yang dimiliki dapat terlindung dengan aman.

Subhanallah…

Dari satu hal sederhana, yaitu bersyukur, kita mendapatkan banyak hal yang bahkan mungkin tidak terpikir oleh kita bahwa kita akan mendapatkannya.

Membuka peluang beramal baik yang lain, Habluminallah dan habluminannas kita berjalan dengan seimbang, kitapun masih mendapatkan limpahan pahala dari Allah. Sungguh Maha Pemurahnya Allah pada makhluk-Nya.

Maka mari kita bertanya pada hati kita yang paling dalam, pada kejujuran nurani kita yang masih bersih, pada kepatutan kita sebagai seorang hamba,

Masih bolehkah kita tidak bersyukur kepada-Nya???

Sumber: Lembar Jum’at Oase, Edisi ke-7 tahun 2010

Menggapai Ketenangan Hidup

Page 5: mimbar jumat

unduk | Taqwa, Tauhid | Thursday, February 25th, 2010

selalu ingat kepada Allah

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih ” (QS Ibrahim : 7).

Rasulullah saw bersabda : “Orang dermawan, dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan dekat dengan syurga, sedangkan orang bakhil (pelit), jauh dari Allah, jauh dari manusia dan dekat dengan Neraka. Sungguh Allah SWT lebih mencintai hambanya yang bodoh tapi dermawan, dibandingkan dengan ahli ibadah (pandai) tapi pelit (bakhil) ” (Al Hadits-Riwayat Abu Hurairah).

Rasulullah saw bersabda: “Aku tinggalkan kepada kalian dua hal, Kalian tidak akan tersesat bila kalian berpegang teguh kepadanya yakni: Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnahku (Hadits)“. (HR Muslim).

Hidup ini memang seperti pergantian siang dan malam. Siang dengan ciri khasnya terang dan malam dengan ciri khasnya gelap. Bagi orang yang sudah tahu ilmunya, tentu tidak ada masalah dengan pergantian siang dan malam.

Misalnya, ketika sudah tahu bahwa siang itu harus bekerja dan beraktivitas, maka ditunggulah siang. Dan karena tahu bahwa malam itu waktunya tidur, istirahat atau berusaha shalat tahajjud, maka datangnya malam sangat dinantikan.

Memang alangkah indahnya jika kita senantiasa mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap apa yang akan kita hadapi, karena yang kasihan adalah orang yang tidak siap menghadapi siang ataupun malam. Misalnya, siang takut terkena tagihan dan malam takut tidak bisa tidur.

Begitu pula dalam menghadapi hidup ini. Orang yang tidak tahu rumusnya, maka dia akan selalu tegang. Mempunyai uang takut hilang, tidak punya uang takut tidak bisa membeli apa-apa. Musim mutasi takut kehilangan jabatan, sudah punya jabatan takut dipindahkan lagi.

Belum punya suami takut tidak punya suami, sudah punya takut suami menikah lagi. Belum punya usaha takut tidak punya penghasilan, sudah punya usaha takut usahanya ambruk. Selalu takut, takut, dan terus ketakutan, lalu sesudah itu mati. Lantas, kapan bahagianya?

Page 6: mimbar jumat

Sesungguhnya, setiap orang pasti mendambakan ketenangan batin. Sebab jika hati tenang, maka kita akan merasa lebih nyaman dalam melakukan berbagai macam aktivitas baik duniawi maupun ukhrowi.

Sebenarnya, Allah SWT telah mengajarkan pada kita langkah nyata untuk mendapatkan ketenangan hati, yaitu dengan dzikir. Sebagaimana firman-Nya, “Ingatlah dengan dzikir mengingati Allah, hati akan tenteram.” (QS Ar Ra’d: 28).

Dengan selalu mengingat Allah, hati akan tenteram. Sebaliknya, ketika kita jarang ingat pada Allah, hati akan kering dan gersang. Dengan kata lain, sejauh mana kita sungguh-sungguh ingin hidup dalam tenterarn hati akan sangat terlihat dari berapa banyak waktu yang kita gunakan untuk berdzikir kepada Allah.

Orang-orang yang tertambat hatinya kepada Allah, apa pun yang ia lihat, ia dengar, dan ia rasakan, selalu dikorelasikan dengan Dzat Pencipta alam semesta ini. Seorang ahli dzikir akan jatuh dalam damai yang mendalam ketika merenungi hakikat pertumbuhan hidup manusia, sejak masih dalam rahim kemudian lahir hingga saat ajal tiba.

Ketika dalam rahim, janin manusia, sejak masih dalam rahim kemudian lahir hingga saat ajal tiba. Ketika dalam rahim, janin manusia lemah tidak berdaya, namun semakin besar semakin kuat hingga sampai di puncak kekuatannya. Dan ketika semakin tua kekuatan itu mulai pudar, hingga manusia seolah kembali ke tingkat kekuatan bayi yang lemah. Semua ini tidak terjadi melainkan karena kuasa Allah SWT.

Semakin banyak mengingat Allah, maka kadar keimanannya akan semakin bertambah. la tidak akan takut diancam oleh apa dan siapa pun makhluk yang ada di dunia ini. la hanya merasa takut akan ancaman dan murka Allah.

Orang yang telah mencapai derajat ini tidak pernah merasa waswas dalam bertindak. Tiap-tiap sesuatu yang dia hadapi dijadikan sebagai ladang amal. Bahkan dalam bertransaksi sekalipun ia akan memikirkan keuntungan bagi orang lain, la tidak khawatir dengan harga yang dipatok pedagang.

la akan merasa bahagia jika mampu berbagi rezeki dengan orang lain, la sangat yakin bahwa yang mengatur rezeki adalah Allah dan ia akan berjuang sekuat tenaga agar rezeki itu jatuh ke tempat yang barakah. la tidak takut hartanya akan habis, sebab yakin bahwa Allah akan memberi kelapangan rezeki bagi siapa pun yang berhati murah dengan banyak berderma.

Tentu saja, berdzikir harus senantiasa dilakukan setiap saat, sebab bila seseorang hanya mengingat Allah ketika shalat saja, maka ia akan selalu gelisah di luar shalat.

Ada yang ingat Allah hanya ketika ia mendapat ancaman saja. Bahkan ada yang benar-benar tidak tahu siapa itu Allah selama hidupnya. Naludzubillahi min dzalik. Orang yang tidak kenal Allah, sehebat apa pun ia, sebanyak apa pun harta yang dimilikinya, serta setinggi apa pun derajatnya di mata manusia, sungguh ia akan selalu dicekam gelisah.

Page 7: mimbar jumat

Upaya untuk terus berdzikir hendaknya diiringi dengan sabar dan syukur. Sebab kedua aspek tersebut dapat menghindarkan kita dari kebiasaan marah terhadap sesuatu yang telah mengecewakan hati.

Padahal kemarahan yang kita luapkan bisa jadi karena tidak tercapainya keinginan atau harapan tinggi yang kita miliki. Memang, jika kita terlalu berharap untuk mendapatkan sesuatu, kita akan kecewa saat tidak mendapatkannya. Makin banyak keinginan, maka makin banyak peluang kita untuk marah.

Semestinya, kita harus siap menerima kenyataan, bahwa hidup ini penuh risiko dan tidak selamanya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Mengapa? Sebab ketika kita mempunyai rencana, maka Allah juga mempunyai rencana.

Dalam Al Quran surat Al Hadiid ayat 22-23, Allah SWT berfirman, “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri meiainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita’terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Secara sederhana, ayat di atas menyiratkan bahwa sesungguhnya apa pun yang terjadi di dalam dunia dan kehidupan setiap manusia sesungguhnya telah Allah tentukan. Dengan demikian, maka kita tidak perlu terlalu bersedih ketika ditimpa sesuatu yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, kita juga tidak boleh terlalu gembira melampaui batas ketika memperoleh kesenangan.

Namun, jika Allah telah menentukan semua hal, lantas apakah kita sudah tidak memiliki pilihan lagi? Tentu saja tidak demikian, karena Allah telah melengkapi manusia dengan software untuk memilih apa yang ingin kita pilih.

Setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi baik maupun untuk menjadi buruk. Mau lurus maupun bengkok, mau di jalan Allah atau di jalan sesat.

Jika harapan tidak sesuai dengan kenyataan, berarti kita harus meyakini bahwa itulah takdir terbaik dari Allah. Sepanjang kita sudah berusaha meluruskan niat dan menyempurnakan ikhtiar, tentu apa pun yang kita peroleh tidak akan sia-sia.

Bukankah tidak sedikit orang yang ikhtiarnya sangat luar biasa namun belum juga memperoleh keberhasilan? Tugas kita hanya dua, luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar.

Betapapun luar biasanya kecintaan seseorang terhadap dunia, sadarilah bahwa semua itu fana belaka. Kita tidak akan hidup selamanya, ada kampung akhirat yang senantiasa menanti. Karena itu, sudah sewajarnya bila setiap episode kehidupan kita jalani dengan penuh rasa syukur.

Page 8: mimbar jumat

Episode mempunyai kekayaan, jalani dengan ahli sedekah. Episode tidak memiliki harta kekayaan, jagalah diri kita dengan terus bekerja sebaik-baiknya dan tidak meminta-minta belas kasih orang lain. Saat datang episode dipuji, kita berusaha sekuat tenaga agar senantiasa rendah hati.

Episode dihina, bersyukur karena itu mungkin pertolongan Ailah agar kita mau mengevaluasi diri. Episode sehat, perbanyaklah ibadah. Episode sakit, tingkatkan kesabaran sebab bisa jadi itu adalah lahan penggugur dosa.

Kita harus senantiasa ber-husnudzhan terhadap ketentuan-ketentuan Allah yang menimpa diri kita, Jika kita merasa banyak berbuat kekhilafan dan dosa, yakinlah bahwa ampunan Allah lebih besar lagi daripada dosa-dosa yang kita perbuat.

Kita harus optimis bahwa Allah akan mengampuni kita. Dan tentu saja, kita juga harus optimis bahwa kita mampu terus memperbaiki diri. Justru sikap optimis itulah etika kita kepada Allah, sebab ketika kita diuji oleh Allah dengan aneka kesulitan justru supaya kita berpegang teguh kepada pertolongan Allah.

Strategi berikutnya, kita harus selalu berlatih mengenal diri sendiri. Sebab jika seseorang ingin baik, maka ia terlebih dahulu harus mengetahui sesuatu yang ingin dia rubah menjadi baik. Pengetahuannya bisa ia dapatkan dari perenungan, dan jawaban dari orang yang kita tanyai tentang diri kita.

Latihan kedua adalah upaya untuk memperbaiki. Setelah kita tahu kondisi kita, maka kita usahakan untuk meminimalisasi bahkan menghilangkan kekurangan yang kita miliki. Bila perlu, kita tulis dalam daftar semua keburukan yang kita miliki dan rumuskan formula-formula untuk memperbaikinya.

Sumber : Buletin Al-Salaam, Februari 2010

Meminta Maaf kepada Orang yang Sudah Meninggal Dunia

Page 9: mimbar jumat

unduk | Akhlaq, Ibadah, Sosial, Syariat | Wednesday, September 23rd, 2009

kubur

Pertanyaan:

Sampai adik saya meninggal dunia, saya sebagai saudara tertua tidak melakukan pembagian waris secara adil. Sekalipun adik saya itu karena keperluannya pernah beberapa kali meminta, saya tidak pernah menanggapinya sebagimana mustinya sehingga akhirnya disaat adik tersebut sakit keras, ketika saya membesuknya di rumah sakit, dia berkata dengan pelan : “Bang, apa yang saya tidak dapat hak saya didunia, akan saya tuntut di akhirat nanti”.

Saya terkesiap dengan ucapannya itu, dan semenjak itu terasalah oleh saya betapa selama ini saya telah menzalimi adik-adik saya dalam soal menguasai harta waris yang seharusnya sudah saya pecah warisnya dua puluh tujuh tahun yang silam.

Nggak lama sesudah itu adik saya meninggal dunia. Ucapannya itu selalu terngiang-ngiang ditelinga. Kemudian dengan seadil-adilnya harta waris itu saya bagi, hak adik saya itu telah saya berikan kepada anak-anaknya yang menjadi ahli warisnya. Begitu juga adik-adik yang lain yang masih hidup sama menikmati harta waris sebagaimana mustinya.

Dari adik-adik saya empat orang yang masih hidup, saya dapatkan mereka tidak terlalu gembira dengan pembagian waris yang didapatnya, karena mereka hanya menyatakan : “Sayang sekali terlambat, sehingga abang kedua sampai meninggal dunia tidak mencicipi harta waris orang tua kita”.

Atas kejadian itu saya bertanya kepada ustadz guru majelis taklim kami secara empat mata. Menurut beliau saya menzalimi adik-adik saya selama puluhan tahun. Untuk itu saya perlu meminta maaf dan ridhanya dari mereka yang masih hidup.

Nasehat ustadz tersebut telah pula saya lakukan. Semua adik-adik saya yang masih hidup, sekalipun dengan berat hati telah memaafkan saya. Tapi yang menjadi masalah bagaimana saya meminta maaf dan ridhanya dengan adik saya yang sudah meninggal dunia itu?

Dalam hal lain dalam pergaulan hidup ini, saya sendiri juga pernah melakukan kesalahan yang besar terhadap rekan bisnis dagang saya sehingga dia rugi dan bangkrut. Juga saya pernah menghianati kepercayaan orang yang memberi hutang kepada saya, yang hutang itu tidak saya bayar, sekalipun sebenarnya saya sudah mampu membayarnya.

Page 10: mimbar jumat

Dan sekarang semua orang tersebut sudah meninggal dunia. Kini saya insyaf bahwa apa yang saya lakukan dahulu itu adatah suatu kesalahan yang besar, yang akan menjadi masalah besar bagi saya di akhirat kelak.

Maka disaat hari tua ini, ketika umur mendekati 70 tahun, saya menyesali apa-apa yang saya perbuat dimasa lalu itu, yang telah mendatangkan kesulitan dan penderitaan bagi orang lain. Tetapi ketika saya ingin meminta maaf dan ridhanya orangnya sudah meninggal dunia. Apakah yang bisa saya perbuat ?

Jawaban:

Para arifin (orang-orang arif) menyatakan sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna. Tapi tidak demikian halnya dengan saudara penanya sesal kemudiannya masih berguna, karena masih akan menuntun langkah-langkah disisa umur untuk memperbaiki kesalahan. Beruntunglah orang yang berumur panjang yang sempat insyaf, taubat dan memperbaiki kesalahan. Semoga saudara penanya termasuk orang yang beruntung itu.

Dalam ajaran agama Islam perbuatan dosa itu ada dua macam. Kesatu, dosa kepada Allah SWT. Kedua, dosa kepada sesama makhluk Allah SWT.

Dosa kepada sesama makhluk Allah SWT terbagi dua lagi. Kesatu, dosa kepada sesama manusia. Kedua, dosa kepada selain manusia. Misalnya dosa kepada hewan. Seperti mengikat kucing, dan tidak memberinya makan, sehingga kucing itu mati kelaparan.

Dosa kepada Allah SWT meminta ampunnya kepada Allah SWT, Sedangkan dosa terhadap sesama manusia, menyelesaikannya adalah dengan meminta maaf dan ridhanya dari orang yang kita berdosa kepadanya. Sedangkan dosa kepada hewan adalah dengan menyesalinya, serta ditebus dengan perbuatan baik.

Dosa kepada Allah SWT yang mengampuninya ya Allah SWT. Sedangkan dosa kepada sesama manusia adalah dengan meminta maaf dan ridhanya. Kalau manusia yang didosai masih hidup dan jelas alamatnya, maka masalahnya adalah mudah yaitu dengan mendatanginya dan meminta maaf dan ridhanya! Tapi, kalau yang bersangkutan sudah meninggal dunia, atau tidak ketahuan dimana tinggalnya, sehingga tidak bisa diketemukan orangnya, maka persoalannya menjadi musykil.

Seperti dikisahkan didalam satu hadis Rasulullah SAW : “Barangsiapa yang mempunyai kezaliman kepada saudaranya mengenai hartanya atau kehormatannya, maka diminta dihalalkanlah kepadanya dari dosanya itu sebelum datang hari dimana nanti tidak ada dinar dan dirham (hari kiamat), dimana akan diambil dari pahala amal kebaikannya untuk membayarnya. Kalau sudah tak ada lagi amal kebaikannya, maka akan diambil dari dosa orang yang teraniaya itu lalu dipikulkan kepada orang yang menganiaya itu ” (HR. Imam Bukhari).

Dosa terhadap sesama manusia itu ada dua golongan. Kesatu, terhadap hartanya. Kedua, terhadap kehormatannya.

Page 11: mimbar jumat

Dosa mengenai harta, disepakati hendaklah dikembalikan atau diserahkan dalam keadaan sebaik-baiknya kepada pemiliknya. Atau diganti dengan barang yang lebih baik. Atau kalau tidak mampu mengembalikan dan mengganti hendaklah meminta maafnya dan ridhanya.

Kalau orangnya sudah meninggal dunia, hendaklah diserahkan kepada ahli warisnya. Kalau tidak ketahuan dimana ahli warisnya hendaklah diwakafkan atas namanya untuk kemaslahatan agama dan masyarakat, dengan niat menitipkannya kepada Allah SWT sebagai pembayar dosa tersebut, demikian fatwa dan pendapat lmam Ghazali.

Adapun terhadap dosa atas sesama manusia yang bukan mengenai hartanya, misalnya mengenai kehormatannya, apakah pernah memfitnahnya, atau memakinya, atau menghinanya, kalau mungkin hendaklah dengan meminta maaf dan ridhanya. Itulah cara yang utama dan terbaik.

Kalau tidak mungkin, karena orangnya sudah meninggal dunia atau tidak diketahui tempatnya, atau akan mengakibatkan huru hara, hendaklah dengan berendah diri dihadapan Allah SWT, seraya menyesali dosa yang diperbuat dan bertaubat, serta bersedekah atas nama yang bersangkutan dengan niat memohon kepada Allah SWT supaya pahala dari amal kebaikan itu cukup kiranya untuk membayar dosa yang diperbuat.

Karena itu pergunakanlah hari raya iedul fitri untuk bersilaturrahmi dengan semua sanak famili, teman kerabat, meminta maaf atas segala kesalahan dan dosa secara umum. Atau berkirim surat yang menyatakan meminta maaf kepada semua pihak.

Sumber : Buletin Dakwah Al-Huda, No. 1175 Tahun ke-23 - 12 Juni 2009

Page 12: mimbar jumat

Ukhuwah

unduk | Akhlaq, Mimbar Jum'at, Sosial | Monday, July 20th, 2009

menjalin ukhuwah

Dalam era globalisasi saat ini, dimana duniaterasa semakin mengecil ibarat hanya sebuah kota kecil (apa yang terjadi di belahan dunia lain dapat dengan mudah dan dalam waktu yang cukup cepat dapat kita akses), ada kecenderungan nilai-nilai ukhuwah islamiyah sebagai perekat persaudaraan semakin memudar.

Bahkan upaya pengembangan persaudaraan muslim, hanya dalam batas kelompok-kelompok kecil saja, yang pada akhirnya terperosok ke dalam lingkup sektarianisme ekslusif yang dapat merugikan masa depan pengembangan ukhuwah islamiyah. Padahal secara makro, ukhuwah, persaudaraan Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat kelompok dan wilayah, negara, melainkan bersifat universal.

Inilah tantangan yang berada di hadapan umat Islam, bagaimana menciptakan dan memberdayakan prinsip ukhuwah islamiyah ini agar membumi untuk mengantisipasi berkembangnya ukhuwah jahiliyah yang bertentangan dengan fitrah manusia.

Ukhuwah berarti persaudaraan, dari akar kata yang mulanya berarti memperhatikan. Ukhuwah fillah atau persaudaraan sesama muslim adalah suatu model pergaulan antar manusia yang prinsipnya telah digariskan dalam al-Quran dan al-Hadits. Yaitu suatu wujud persaudaraan karena Allah.

Melalui rahmat-Nya-lah maka tumbuh rasa mahabbah (saling mencintai) antar sesama sehingga secara naluriah, manusia merasa saling membutuhkan antara satu dengan lainnya, sehingga terwujudlah persaudaraan. Oleh karena itu, manusia selain sebagai makhluk individu ia juga adalah makhluk sosial.

Persaudaraan muslim sebagai pilar masyarakat Islam sesungguhnya bersifat sebagai perekat pilar-pilar sosial Islam lainnya seperti unsur persamaan (egaliter), kemerdekaan, persatuan dan musyawarah. Ibarat suatu bangunan rumah kemerderkaan adalah pondasinya, sedangkan egaliter sebagai tiang penyangga utamanya dan persaudaraan muslim sebagai balok-balok perekat dan pengikat tiang utama sebagai tiang yang berfungsi sebagai penentu model bangunan rumah.

Page 13: mimbar jumat

Sedangkan unsur persatuan adalah tembok dan dinding yang memperkokoh bangunan rumah, sedangkan musyawarah sebagai pintu danjendela atau sebagai ventilasi yang mengatur keluar masuk udara. Dengan menyatunya unsur-unsur tersebut, akan membentuk suatu bangunan rumah yang utuh, kokoh dan ideal.

Itulah tamsil ukuwah islamiyah sebagaimana hadits Rasulullah Saw, “Seorang muslim dengan muslim lainnya, bagaikan bangunan yang saling mengikat dan menguatkan satu sama lainnya “.

Sejarah telah membuktikan bahwa wujud persaudaraan muslim, mampu membentuk suatu komunitas masyarakat yang kokoh dan bersatu pada suatu peradaban ummah yang terbaik. Sifat persaudaraan sebagai manifestasi ketaatan kepada Allah akan melahirkan sifat lemah lembut, kasih sayang, saling mencintai, tolong menolong.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Belum dikatakan beriman salah seorang diantara kamu, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri ” (HR. Bukhari).

Prinsip dan karakteristik persaudaraan muslim telah dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah Saw antara lain, semangat berbagi dengan saling mengutamakan dan memperhatikan sesama dan selalu siap sedia berkorban untuk meringankan beban saudaranya.

Ketika Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, seorang sahabat Anshar Sa’ad bin Rabi’ berkata kepada Abdurrahman bin’ Auf dari Muhajirin, “Saya adalah orang yang di Madinah ini, mulai saat ini saya akan membagi setengah kekayaan saya kepada anda “. Begitu luar biasa ukhuwah islamiyah yang dipraktikkan para sahabat.

Semangat berbagi inilah yang mulai langka ditengah-tengah masyarakat. Utamanya di bidang ekonomi dan politik, yang dominan adalah semangat menguasai untuk diri dan kelompok sendiri.

Disamping karakter di atas, karakter ukhuwah islamiyah lainnya adalah tidak meminta-minta. Para sahabat Nabi dikenal sebagai orang yang afif, yaitu orang yang bersih dan menjauhkan diri dari sikap meminta-meminta, mengharapkan belas kasihan serta pertolongan orang lain. Sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan, inilah wujud sikap.

Dalam al-Quran digambarkan sedemikian rupa harga diri orang-orang yang afif tersebut, sehingga tidak diketahui apakah dia orang kaya atau orang miskin “… orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak…” (QS. Al-Baqarah [2]: 273).

Page 14: mimbar jumat

Adapun kendala utama berseminya ukhuwah islamiyah adalah sifat ananiyah (keakuan), yang mengukur hak dan bathil sesuai nafsu dan kepentingan sendiri.

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at, No. 18 Th. XXIII - 1 Mei 2009

Syirik

unduk | Mimbar Jum'at, Tauhid | Thursday, March 12th, 2009

bakar kemenyan

Masalah perbuatan syirik memang tidak merugikan Allah. Kemurkaan Allah terhadap seseorang yang menyekutukan-Nya dengan yang lain adalah demi kelestarian posisi manusia itu sendiri. Manusia diciptakan Tuhan dalam posisi yang tertinggi dan terbaik diantara seluruh makhluk ciptaan Tuhan.

Dalam piramida ciptaan Tuhan di alam ini, manusia menempati posisi paling puncak. Tidak ada lagi yang lebih tinggi dari manusia kecuali Allah SWT. Adapun benda-benda seperti patung, dan kekuatan alam lainnya berada di bawah kendali manusia. Alam diciptakan Allah untuk manusia agar manusia mempergunakan potensi alam untuk kepentingan hidupnya di bumi.

Karena manusia yang paling tinggi posisinya di alam ini, maka Allah memilih manusia sebagai khalifah-Nya untuk mengurus alam. Allah SWT berfirman, “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4),

Dalam surat dan ayat yang lain, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (QS. Al-Isra’ [17]: 70).

Page 15: mimbar jumat

Dalam surat al-BaqarahAllah SWT juga menegaskan, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadi kan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? ‘ Tuhan berfirman: ‘SesungguhnyaAku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’ ” (QS.Al-Baqarah[2]:30).

Karena posisi manusia yang paling tinggi, dimana tidak ada lagi di atasnya kecuali hanya Allah SWT, maka Allah sangat murka kalau manusia menundukkan dirinya kepada alam yang lebih rendah statusnya atau kepada sesama manusia sekalipun. Alam seharusnya untuk ditundukkan dan diatur dengan sebaiknya oleh manusia, bukan sebaliknya untuk disembah. Memang alam punya tabiat yang teratur sehingga mudah untuk ditundukkan dan diatur oleh manusia. Manusia yang menundukkan dirinya kepada alam yang berada dibawah posisinya berarti sama artinya ia menjatuhkan posisinya yang paling mulia ke posisi yang rendah.

Dampak sosial dari penundukan diri kepada selain Allah adalah kehilangan nilai kemanusiaannya. Manusia menjadi tidak berdaya terhadap alam dan tidak punya kekuatan apa-apa dalam mengatasi tantangannya.

Dalam sejarah manusia beragama, akan kita temukan manusia merasa takut akan dewa-dewa yang ada di alam. Manusia sangat ketakutan kalau dewa alam akan marah, misalnya terjadi banjir, gunung meletus, penyakit menular dan lain-lain. Untuk menjaga agar dewa-dewa alam tidak marah, maka mereka mencoba berdamai dengan memberikan sesajian. Kemudian manusia memberontak dan keluar dari mitos-mitos tersebut menjelajah bumi dan angkasa luar.

Kedalangan Islam adalah untuk mengembalikan manusia kepada posisi terhormatnya yaitu sebagai khalifah yang akan membangun bumi ini. Untuk sampai kepada posisi yang mulia ini maka prinsip pertama yang harus dikukuhkan adalah masalah ketauhidan, beribadah hanya kepada Allah SWT. Ajaran utama dari nabi-nabi Allah adalah menghancurkan simbol-simbol kemusyrikan dan menegakkan nilai-nilai tauhid.

Menurut Abbas ‘Aqqad seorang cendikiawan dan juga budayawan berkebangsaan Mesir, bahwa tauhid merupakan perubahan fundamental dalam kehidupan manusia dari menyembah manusia atau benda kepada menyembah Allah SWT.

Masyarakat Mekkah pada saat kedatangan Nabi Muhammad telah menjadi masyarakat musyrik dengan mengambil sekutu atau partisipasi benda sebagai Tuhan yang disembah. Keyakinan politeisme ini telah membuat masyarakt Mekkah dan umat manusia lainnya terkungkung dalam kegelapan, sehingga kehidupannya menjadi beku dan tidak punya dinamika.

Page 16: mimbar jumat

Sebagai catatan sejarah atas kegelapan masyarakat Mekkah seperti direkam dalam ayat, “apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh” (QS.At-Takwir[81]:8-9).

Setelah manusia punya daya dobrak yang kuat untuk menghancurkan tuhan-tuhan palsu, sekarang mereka harus diberi pegangan dengan mengukuhkan eksistensi Tuhan yang sesungguhnya yaitu Allah SWT.

Mengapa eksistensi Tuhan ini sangat diperlukan? Jawabannya karena manusia tidak mungkin hidup tanpa suatu keyakinan atau kepercayaan. Sejarah perjuangan komunis yang mencoba menghancurkan agama atau anti terhadap Tuhan ternyata gagal memberikan janji-janjinya kepada umat manusia.

Dalam Islam, manusia tidak saja sekedar disuruh untuk anti terhadap tuhan-tuhan palsu, kekuasaan tiran dan thaghut, akan tetapi juga diberikan pegangan yang kuat yang dinamakan dengan ‘urwatul wutsqa. Allah SWT berfirman, “…Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui“. (QS. Al-Baqarah [2]: 256).

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at, No. 10 Th. XXIII - 6 Maret 2009

Usaha dan Doa

unduk | Ibadah, Mimbar Jum'at, Taqwa, Tauhid | Sunday, April 19th, 2009

berdoa di tempat kerja

Di dalam kehidupan umat, doa adalah tumpuan hidup sehari-hari, maka tidak sedikit yang menjadikan doa itu sebagai gantungan dalam hidupnya. Hal ini dapat kita lihat dan kita rasakan di saat seseorang atau sekelompok orang akan memulai suatu usaha atau pekerjaan, hati mereka secara spontanitas langsung berbisik, semoga Tuhan memberikan kemudahan serta keberhasilan sebagaimana yang mereka harapkan.

Ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh dan peranan do’a dalam kehidupan manusia di dunia ini. Hal ini diakui oleh Rasulullah dalam sabdanya, “Doa itu adalah mukhul (penggerak) ibadah (kegiatan hidup setiap manusia)“.

Page 17: mimbar jumat

Berdasarkan petunjuk di atas, maka doa dapat kita simpulkan ke dalam dua kerangka, Pertama, mengikuti sunnah Allah dan Rasul-Nya, sedangkan kerangka kedua adalah doa itu suatu cita-cita hidup bagi yang berdoa.

Dalam upaya pembentukan pribadi yang kokoh dan kuat dalam menghadapi berbagai peristiwa yang sulit, dan rintangan-rintangan yang sukar diatasi, maka doa dan iman merupakan benteng yang kokoh dan kuat untuk mengatasinya.

Dengan demikian pribadi seseorang tidak mudah menjadi ambruk, akan tetapi dapat bergerak secara sadar dan tetap berpijak pada kaidah-kaidah kebenaran dan nilai-nilai moral. Demikian janji Allah kepada orang-orang yang selalu mengkikuti petunjuk-petunjuk-Nya dan bersabar (QS. Al-Maidah [5]: 69, QS. Ali Imran [3]: 120, QS. Al-Ahqaf [46]: 13).

Keyakinan bahwa tidak ada kekuatan yang mampu mencelakakan dirinya tanpa seizin Allah, dankeyankianbahwapertolongan Allah sangat dekat kepada orang-orang yang selalu mematuhi dan mentaati perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, inilah inti dan tujuan pokok dalam berdoa. untuk itu doa berfungsi sebagai penggerak atau motor meningkatkan ketaatan dan kepatuhan seseorang kepada Allah.

Doa juga berfungsi sebagai penentu tujuan atau motivasi hidup yangharus dicapai dengan segala daya upaya. Sebelum berdoa seseorang harus meyakini bahwa, Allah SWT adalah Rabb bagi manusia dan satu-satunya Ilah bagi manusia.

Seseorang harus memahami benar apa itu doa, apa tujuan doa, apa hakikat doa, bagaimana etika berdoa, dan apa doa yang cocok dengan diri-diri masing-masing, sehingga ia tidak keliru dalam berdoa, atau salah posisi ketika berdialog dalam doa dengan Allah.

Rabb bagi manusia maksudnya adalah Allah sebagai Pencipta, Pengatur, Penguasa, Pendidik dan Pemiliki manusia. Posisi Allah sebagai Rabb berlaku untuk kehidupan dunia ini. Untuk itu, manusia dituntut untuk selalu patuh dan taat kepada Allah. Patuh dan taat maksudnya adalah agar manusia selalu mengikuti ketentuan-ketentuan Allah (sunnatullah) di sepanjang hidupnya di dunia ini.

Segala sesuatu yang berlaku di dunia ini, semuanya menuruti sunnatulLah dan tak satupun yang bisa keluar dari ketentuan tersebut Begitu juga dengan doa, dikabulkan atau ditolak tergantung kepada mampu atau tidaknya seseorang memahami dan mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah.

Sebagai contoh, bila kita berdoa agar selalu dalam keadaan sehat wal afiat, doa kita itu akan terkabul, bilamana kita mentaati ketentuan-ketentuan Allah mengenai kesehatan. Seperti Allah SWT berfirman, “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya“. (QS. Abasa [80]: 24). Begitu juga Allah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkahsyaitan …” (QS. Al-Baqarah [2]: 168). Jadi, dengan

Page 18: mimbar jumat

memperhatikan makanan dan minuman adalah cara yang tepat untuk terkabulnya doa agar selalu sehat.

Doa adalah harapan dan cita-cita, doa adalah target hidup yang harus dicapai oleh seseorang, doa adalah taget hidup yang harus dicapai oleh seseorang, doa adalah kesadaran hidup yang harus dipelihara dan ditumbuhkan terus di dalam diri seseorang.

Perhatikan ungkapan doa berikut yang selalu dimohonkan manusia, “Ya Allah… tambahlah ilmu dan pemahaman kami tentang sesuatu. Berilah kami kehidupan yang layak di dunia dan di akhirat kelak. Anugerahkan kepada kami anak-anak yang berguna bagi nusa dan bangsa dan jadikanlah diri kami ini manusia-manusia yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain”.

Doa atau ungkapan-ungkapan seperti itu, tidak mungkin dapat dicapai oleh seseorang tanpa dibantu dengan usaha keras atau melalui perjuangan yang sungguh-sungguh untuk mencapainya. Allah SWT berfirman, “… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).

Untuk itu menempatkan Allah adalah Rabb, kemudian kita ikuti segala ketentuan-ketentuan-Nya (sunnatullah) adalah jalan yang harus dilalui dan diikuti dalam berdoa dan menempatkan Allah adalah Ilah manusia satu-satunya, kemudian lebih mengutamakan perintah dan larangan-Nya, adalah syarat mutlak untuk meraih kemenangan dan kedamaian.

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at, No. 14 Thn. XXIII - 3 April 2009

You might also like:

Pengaturan Allah

Syirik

Iman