Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference
Faqih Asy’ari Islamic Institute Sumbersari Kediri, Indonesia
“Moderasi Islam Aswaja untuk Perdamaian Dunia” (Volume 1, 2019) ISBN (Volume Lengkap) 978-623-91749-3-4; ISBN (Volume 1): 978-623-91749-4-1
Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Muhamad Wildan Fawa’id Institut Agama Islam Negeri Kediri, Indonesia
email: [email protected]
Abstract
This study attempts to analyze the ability of millennials to minimize the influence of
radicalism that endangers the unitary State of the Republic of Indonesia. Millennials
today enter the age of 22 – 30 years is considered the best generation compared to
the four other generations both from the religious side because there are still
madrasah Diniyah, culture because it still holds the manners of Adab manners,
Because of the ten millennials only one that is unemployment even though this
generation is starting to abandon fisheries, agriculture and forestry and prefer to
work semi-formal, politically because of the legal literacy that abstainers do not
provide Any contribution on the country, technology due to Internet literacy and a
wide range of information collaboration, education because it is aware that the only
way to achieve the welfare of life is to increase human resources, health because it
is healthier will be more Many benefits are given to sesame. This research uses the
qualitative methodology of descript. The results of this study are millennials able to
be held by the government to campaign for the cool, Muslim-tolerant, Islamic-
humanistic. Millennials in the various fields are superior only to the means of
bringing them together against radicalism.
Keywords: millennial people, radicalism
123 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang unik. Beragam sifat dan kebiasaannya bisa
kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Seperti generai milenial yang pastinya
sudah begitu akrab di telinga setiap orang. Bukan karena gaya hidup mereka yang
lekat dengan modernitas saja, istilah tersebut sebenarnya lebih menggambarkan
pengelompokan manusia berdasarkan tahun kelahiran. Tiap generasi juga memiliki
karakteristik tersendiri. Hal ini umumnya dipengaruhi oleh lingkungan yang
dihadapi semasa hidup mereka. Tak ayal, setiap generasi akhirnya memiliki
perbedaan tabiat yang turut menghadirkan pola adaptasi dan pendekatan yang juga
berbeda. Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, setidaknya ada 6 kelompok generasi
manusia berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Graeme Codrington & Sue Grant-
Marshall.1 5 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu:
1. Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964;
Generasi ini terlahir pada masa-masa dimana berbagai perang telah berakhir
sehingga perlu penataan ulang kehidupan dan banyak keluarga yang memiliki
banyak anak. Di samping itu, perekonomian dan pertumbuhan penduduk sedang
mulai meningkat. Adat istiadat masih dipegang teguh dan bahasa slank belum
berkembang. Generasi Baby Boomers cenderung tidak suka menerima kritik.
Uang dan pengakuan dari lingkungan adalah target mereka. Gengsi menjadi
urutan pertama dalam kehidupan sosial. Pandangan akan pekerjaan dan
kehidupan pribadi para Baby Boomers tidak seimbang, dimana generasi ini
menganggap bahwa hidup untuk bekerja. Namun demikian, loyalitas dan dedikasi
dalam bekerja menjadi poin positif bagi Baby Boomers.
2. Generasi X, lahir 1965-1980;
Generasi ini cenderung suka akan risiko dan pengambilan keputusan yang
matang akibat dari pola asuh dari generasi sebelumnya, Baby Boomers. Generasi
ini terlahir pada masa-masa adanya gejolak dan transisi serta menyaksikan
berbagai konflik global seperti Perang Dingin, Perang Vietnam, jatuhnya Tembok
Berlin. Generasi ini cenderung lebih toleran, menerima berbagai perbedaan yang
ada. Selain itu, dari segi teknologi informasi, generasi ini mulai mengenal yang
namanya komputer sehingga generasi ini mulai berpikir secara inovatif untuk
mempermudah kehidupan manusia. Generasi X sangat terbuka dengan kritik dan
1 Chrisnaji Banindra Yudha, Professionalism Of Lecturers To Improve Character Of The Millennial
Student In Disruption Era, 3rd National Seminar on Educational Innovation (SNIP 2018) Social,
Humanities, and Education Studies (SHEs): Conference Series.
Muhamad Wildan Fawa’id | 124
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
saran agar lebih efisien dalam bekerja. Pandangan mereka adalah bekerja untuk
hidup, bukan hidup untuk bekerja sehingga kehidupan antara pekerjaan, pribadi,
dan keluarga cenderung seimbang.
3. Generasi Y, lahir 1981-1994, sering disebut generasi millennial;
Berdasarkan penelitian penelitian yang telah dilaksanakan dijelaskan
karakteristik generasi milenial. Pertama, Millennial lebih percaya User
Generated Content (UGC) daripada informasi searah. Kaum milenial kurang
percaya pada perusahaan besar dan iklan sebab lebih mementingkan pengalaman
pribadi ketimbang iklan atau review konvensional. Kedua, Millennial lebih
memilih ponsel dibanding TV. Generasi ini lahir di era perkembangan teknologi,
Internet. Televisi (TV) bukan utama dan telah bergeser. Generasi millennial lebih
suka mendapat informasi dari gadgetnya melalui google search dan forum
perbincangan virtual agar tetap up-todate. Ketiga, Millennial wajib punya media
sosial. Komunikasi generasi millennial sangatlah cepat. Namun, komunikasi
dilalui menggunakan text messaging atau juga chatting di dunia maya, seperti
Twitter, Facebook, Line, WhatsApp, Path, Instagram atau media social. lain.
Akun media sosial seakanakan menjadi wadah generasi milenial untuk aktualisasi
diri dan ekspresi, hal ini karena generasi millennial dipastikan memiliki akun
media sosial sebagai tempat berekresi dan sharing. Keempat, Millennial kurang
suka membaca secara konvensional. Populasi orang yang suka membaca buku
turun drastis pada generasi millennial. Generasi millennial relative lebih suka
menyaksikan gambar yang menarik dan berwarna. Walaupun begitu, millennial
yang hobi membaca buku masih tetap ada. Namun, mereka sudah tidak membeli
buku di toko buku lagi. Mereka lebih memilih membaca buku online (e-book)
sebagai salah satu solusi yang mempermudah generasi ini dan tersimpan pada
smartphonnya. Kelima, Millennial lebih tahu teknologi dibanding orangtua
mereka. Generasi ini lebih suka mempercepat penglihatnnya melalui dunia maya
dan seakan-akan tahu segalanya. Generasi milenial dalam dunia maya
aktivitasnya seperti berbelanja, melaksanakan pemesanan tiket transportasi,
memanggil ojek, dan lainnya. Keenam, Millennial cenderung tidak loyal namun
bekerja efektif. Diperkirakan pada tahun 2025 mendatang, millennial akan
menduduki porsi tenaga kerja di seluruh dunia sebanyak 75 persen. Kini, tak
sedikit posisi pemimpin dan manajer diduduki oleh kaum ini. Seperti diungkap
oleh riset Sociolab, kebanyakan dari millennial cenderung meminta gaji tinggi,
meminta jam kerja fleksibel, dan meminta promosi dalam waktu setahun.
Ketujuh, Millennial mulai banyak melakukan transaksi secara cashless. Generasi
ini lebih suka tidak repot membawa uang, karena sekarang hampir semua
125 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
pembelian bisa dibayar menggunakan kartu yang dianggap lebih praktis dan aman
dalam transaksi. Generasi milenial menjadi suatu generasi yang tumbuh dan
berkembang di era disrupsi. Generasi tersebut adalah paparan generasi yang
menjadi calon peserta didik para mahasiswa program studi keguruan atau calon
guru.
Berbeda dengan 3 generasi sebelumnya, generasi milenial cenderung lebih
percaya terhadap apa yang mereka baca, lihat dan amati dari sosial media dan
youtube, dan kurang membaca buku dan konsultasi dengan generasi terdahulu.
Sehingga yang terjadi mereka menganggap apa yang mereka tahu itulah yang
paling benar daripada pendapat lainnya. Padahal anggapan ini tidak melulu benar.
Justru 3 generasi sebelumnya yang tidak gaged oriented mereka lebih suka
melakukan percakapan secara face to face untuk melihat seberapa dalam pikiran
seseorang, gaya bicara, Bahasa tubuh, cara pandang, cara makan, cara berpakaian,
semua masih dirasa sangat penting untuk mendapatkan gambaran secara komplek
tentang kepribadian seseorang yang tidak bisa digantikan hanya dengan telephone
bahkan videocall.
4. Generasi Z, lahir 1995-2010 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi
Internet)
Ketiga generasi tersebut memiliki perbedaan pertumbuhkembangan
kepribadian. Kemajuan jaman juga menyebabkan komposisi penduduk tiap
generasi akan berubah, komposisi kelompok baby boomers mulai menurun, jika
terkait dengan usia produktif dan komposisi angkatan kerja maka jumlah
kelompok generasi X dan Y yang terbanyak. Selain itu mulai bangkit generasi
yang mulai memasuki angkatan kerja yang disebut dengan generasi Z. Pola pikir
mereka cenderung serba ingin instan. Namun masih belum banyak yang dapat
disimpulkan karena usia mereka saat ini masih menginjak remaja. Kehidupan
mereka cenderung bergantung pada teknologi, mementingkan popularitas dari
media sosial yang digunakan.
5. Generasi Alpha, lahir 2011-2025.
Generasi ini adalah lanjutan dari generasi Z dimana mereka sudah terlahir
dengan teknologi yang semakin berkembang pesat. Di usia mereka yang sangat
dini, mereka sudah mengenal dan sudah berpengalaman dengan gadget,
smartphone dan kecanggihan teknologi yang ada. Selain itu, kebanyakan mereka
terlahir dari keluarga dengan masa Generasi Y yang juga terlahir pada masa-masa
awal perkembangan teknologi. Pola pikir mereka yang terbuka dengan
Muhamad Wildan Fawa’id | 126
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
perkembangan serta transformatif dan juga inovatif akan mempengaruhi
perkembangan anak-anak generasi Alpha.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau sebagaimana adanya. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data
yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang
terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih,
hubungan antar variable yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta
pengaruhnya terhadap suatu kondisi.2
Objek penelitian dalam hal ini adalah generasi milenial yang berusia 22 -30
tahun. Metode yang kami gunakan adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap
muka dan tanya jawab langsung antara peneliti dan narasumber. Seiring
perkembangan teknologi, metode wawancara dapat pula dilakukan melalui
media-media tertentu, misalnya telepon, email.
b. Studi Dokumen
Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan
langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis pengumpulan
data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna untuk bahan analisis.
Kami menggunakan data data sekunder dari web dan jurnal penelitian.
Pembahasan pada artikel ini adalah tentang Generasi Milenial dan
Radikalisme, karena generasi ini yang sekarang memasuki usia pernikahan dan
bekerja aktif. Paparan radikalisme sangat mudah disebarkan melalui propaganda-
propaganda media. Penebar radikalisme memiliki basis data yang luar biasa baik
video, foto, buku, akun sosmed, lalu mereka olah sedemikian rupa sehingga apa
yang salah terlihat benar dan apa yang benar terlihat salah, sehingga goal nya
yaitu kebencian, perselisihan dan pertengkaran. Walau sebenarnya semua itu
tidak akan pernah terjadi kalau generasi milenial mau untuk open minded ber-
tabayyun (konfirmasi) sebagai sarana untuk mencegah kerusakan yang lebih besar
lagi. Untuk itulah kenapa penting membahas Pemikiran generasi Milenial untuk
mencegah radikalisme demi keuntuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2 Suryawan, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, Universitas
Pendidikan Indonesia, 2010.
127 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
Pembahasan
Pada 2012, ketika jurnalis Bruce Horovitz mengenalkan Generasi Z, rentang
umur yang digunakan masih belum jelas. Tapi istilah itu mulai sering dipakai usai
presentasi dari agen pemasaran Sparks and Honey viral pada 2014. Di sana, rentang
umur yang dipakai mendeskripsikan Generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995
hingga 2014. Badan statistik Kanada menghitung Generasi Z mulai dari anak-anak
yang lahir pada 1993 sampai 2011. McCrindle Research Centre di Australia
menyebut Generasi Z sebagai orang-orang yang lahir pada 1995 sampai 2009. MTV
lain lagi: mendefinisikan generasi itu sebagai orang-orang yang lahir selepas
Desember 2000. Terlepas perbedaan tahun tersebut, mereka semua sepakat kalau
Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di generasi internet—generasi yang sudah
menikmati keajaiban teknologi usai kelahiran internet.3 Badan statistik Kanada
menghitung Generasi Z mulai dari anak-anak yang lahir pada 1993 sampai 2011.
McCrindle Research Centre di Australia menyebut Generasi Z sebagai orang-orang
yang lahir pada 1995 sampai 2009. MTV lain lagi: mendefinisikan generasi itu
sebagai orang-orang yang lahir selepas Desember 2000. Terlepas perbedaan tahun
tersebut, mereka semua sepakat kalau Generasi Z adalah orang-orang yang lahir di
generasi internet—generasi yang sudah menikmati keajaiban teknologi usai
kelahiran internet.
Internet hadir di Indonesia pada 1990. Baru pada 1994, Indonet hadir sebagai
Penyelenggara Jasa Internet komersial perdana di negeri ini. Jadi, mari kita anggap
Generasi Z Indonesia adalah mereka yang lahir pada pertengahan 1990-an sampai
medio 2000-an. Jika Generasi Z pertama adalah mereka yang lahir pada 1995, artinya
orang yang paling tua dari Generasi Z Indonesia sudah berumur 21 tahun: mereka
sudah beranjak dewasa, sudah ikut pemilu, mencari atau sudah punya pekerjaan, dan
hal-hal lain yang bisa memengaruhi ekonomi, politik, dan kehidupan sosial dunia
kini. Pada dekade terakhir, Generasi Z terus diteliti. Dari preferensi politik, ekonomi,
hingga gaya hidup. Sebab, di dunia ini, belum pernah ada generasi yang sejak lahir
sudah akrab dengan teknologi—seperti mereka. Generasi Z 35,2% mengakses
informasi melalui internet, menghabiskan 3 – 5 jam dengan ponsel dan mengakses
Instagram dan line, lebih dari 90% berbelanja di mall dan pasar serta memilih sendiri
merk yang mereka sukai diantaranya Adidas, Zara, dan Nike. Kuliner di McD, KFC,
Starbuck dan tempat yang intasgramable. Hiburan menonton film Drama Korea
3 Aulia Rahma, "Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z",
https://tirto.id/cnzX
Muhamad Wildan Fawa’id | 128
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
(Drakor), Streaming lagu di youtube dan mengunduhnya. Main game online.
Menurut Hellen Katherina dari Nielsen Indonesia, Generasi Z adalah masa depan.4
Di era industry 4.0 ini, Internet sudah merupakan kebutuhan dalam kehidupan
sehari-hari. Berbagai macam konten bisa diakses, mulai dari konten porno hingga
radikalisme. Radikalisme adalah perilaku yang menghendaki perubahan secara
drastis dengan mengambil karakter keras yang bertujuan untuk merealisasikan
target-target tertentu. Secara historis, kemunculan kelompok radikal bukanlah hal
yang baru. Karena pada awal abad ke-20, dalam peningkatan semangat dan ekonomi
kian parah di kalangan pribumi, radikalisme muslim diambil alih oleh kelompok
Serikat Islam (SI). Kemunculan gerakan islam radikal di Indonesia disebabkan oleh
dua faktor; Pertama, faktor internal dari dalam umat islam sendiri yang telah terjadi
penyimpangan norma-norma agama. Kedua, faktor eksternal di luar umat Islam, baik
yang dilakukan penguasa maupun hegemoni Barat.5
Sedangkan menurut Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP),
yang dipimpin oleh Prof Dr Bambang Pranowo yang juga guru besar sosiologi Islam
di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011,
mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan
25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8%
siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Jumlah
yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai 52,3%
siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom. Dalam survei The Pew Research
Center pada 2015 lalu, mengungkapkan sekitar 4% atau sekitar 10 juta orang warga
Indonesia mendukung ISIS, sebagian besar dari mereka merupakan anak-anak
muda.6 Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
mengatakan ada dua faktor yang membuat radikalisme masuk di lingkungan kampus.
Salah satunya karena pemahaman agama yang kurang. Faktor kedua, menurutnya,
karena mahasiswa kekurangan wawasan kebangsaan. Karenanya, dua hal itu harus
didorong untuk menanggulangi radikalisme masuk ke kampus.7
4 Tony Burhanuddin, Perilaku Gen Z Yang Perlu Dicermati Pemasar,
https://marketing.co.id/perilaku-gen-z-yang-perlu-dicermati-pemasar/ 5 Ahmad Asrori, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas, Kalam: Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam, Lampung: IAIN Raden Intan, 2016. 6 Sri Lestari, Anak-anak muda Indonesia Semakin Radikal?,
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160218_indonesia_radikalisme_anak_
muda 7 Samsudhuha Wildansyah, BNPT Paparkan Penyebab Masuknya Radikalisme ke Kampus,
https://news.detik.com/berita/d-4091027/bnpt-paparkan-penyebab-masuknya-radikalisme-ke-
kampus
129 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
Menurut data yang sudah dipaparkan diatas, terlihat jelas bahwa pergaulan,
konten internet dan lingkungan pendidikan bisa digunakan sebagai sarana untuk
menebarkan radikalime. Hanya satu yang bisa dijadikan sebagai benteng terakhir
menyelamatkan generasi penerus bangsa, yaitu pendidikan di lingkungan keluarga.
Teori sistem keluarga lebih menekankan bahwa keluarga sebagai sebuah
sistem yang utuh, di dalamnya terdiri bagian-bagian struktur. Pola organisasi tiap
anggota keluarga memainkan peran tertentu. Dalam keluarga, juga terjadi pola
interaksi antara anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga memiliki peran yang
sangat berpengaruh terhadap pola interaksi sosial anak. Keluarga merupakan agen
utama sosialisasi, sekaligus sebagai microsystem yang membangun relasi anak
dengan lingkungannya. Keluarga sebagai tempat sosialisasi dapat didefinisikan
menurut term klasik. Definisi klasik (struktural-fungsional) tentang keluarga,
menurut sosiolog George Murdock. adalah kelompok sosial yang bercirikan dengan
adanya kediaman, kerjasama ekonomi dan reproduksi.8
Adapun fungsi dasar keluarga dapat diidentifikasi sebagai berikut:9
1. Reproduksi. Keluarga akan mempertahankan jumlah populasi masyarakat
dengan andanya kelahiran. Adanya keseimbangan angka natalitas dan mortalitas
menjadikan populasi manusia menjadi eksis.
2. Sosialisasi. Keluarga menjadi tempat untuk melakukan tansfer nilai-nilai
masyarakat, keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sains yang akan
diteruskan kepada generasi penerus.
3. Penugasan peran sosial. Keluarga sebagai mediasi identitas keturunan (ras, etnis,
agama, sosial ekonomi, dan peran gender) serta identitas perilaku dan
kewajiban. Sebagai contoh, dalam beberapa keluarga, anak perempuan
diarahkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh
anak, sedangkan anak laki-laki diarahkan untuk menjadi pencari nafkah.
4. Dukungan ekonomi. Keluarga menyediakan tempat tinggal, makanan, dan
perlindungan. Pada beberapa keluarga di negara-negara industri, semua anggota
keluarga kecuali anak-anak berkontribusi pada kesejahteraan ekonomi.
5. Dukungan emosional. Keluarga memberikan pengalaman pertama anak-anak
dalam interaksi sosial. Interaksi sosial dapat berupa hubungan emosional,
pengasuhan, jaminan keamanan bagi anakanak. Keluarga juga memiliki
kepedulian pada anggotanya ketika mereka sakit atau mengalami penuaan.
8 Rohmat, Keluarga Dan Pola Pengasuhan Anak Jurnal Studi Gender & Anak Pusat Studi Gender
Stain Purwokerto Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010 Pp.35-46 9
Muhamad Wildan Fawa’id | 130
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW
Artinya: Setiap anak dilahirkan di atas fitrah, maka ibu bapaknya yang
menjadikan agamanya yahudi atau nasrani atau majusi. Maka ada
orang yang bertanya: Ya Rasulullah, apa pendapat engkau tentang
orang yang meninggal sebelum itu? Beliau shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab: Allah lebih mengetahui tentang apa yang mereka
kerjakan". (Muttafaq 'alaih)
Makna hadits di atas adalah manusia difitrahkan (memiliki sifat pembawaan
sejak lahir) dengan kuat di atas Islam. Akan tetapi, tentu harus ada pembelajaran
Islam dengan perbuatan/tindakan. Siapa yang Allah Subhanahu wa ta’ala takdirkan
termasuk golongan orang-orang yang berbahagia, niscaya Allah Subhanahu wa
ta’ala akan menyiapkan untuknya orang yang akan mengajarinya jalan petunjuk
sehingga jadilah dia dipersiapkan untuk berbuat (kebaikan). Sebaliknya, siapa yang
Allah Subhanahu wa ta’ala ingin menghinakannya dan mencelakakannya, Allah
Subhanahu wa ta’ala menjadikan sebab yang akan mengubahnya dari fitrahnya dan
membengkokkan kelurusannya. Hal ini sebagaimana keterangan yang ada dalam
hadits tentang pengaruh yang dilakukan kedua orang tua terhadap anaknya yang
menjadikan si anak beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Dengan berbagai keilmuwan yang dimiliki harusnya generasi millennial sudah
memiliki filter untuk memilih dan memilah informasi apa yang sesuai dan tidak
sesuai dengan pengetahuannya. Karena generasi milenial lair ditengah-tengah
transisi antara generasi X yang menjunjung tinggi adat, tatakrama dan generasi
penikmat era keemas an internet. Bahkan bila generasi millennial ini berkeluarga,
akan dengan mudah menyampaikan apa yang mereka ketahui sebagai orang tua
kepada anak-anaknya. Generasi milenial yang telah menikah sebagian besar adalah
perempuan, ada sebanyak 63,97 persen pada tahun 2017. Sedangkan, laki-laki
sebagian besar masih melajang dengan persentase sebesar 53,60 persen. Besarnya
proporsi penduduk wanita yang menikah ini berkaitan dengan faktor reproduksi,
dimanamasa reproduksi perempuan dianggap subur rentang usia 15-49 tahun.
131 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
Disamping, rata-rata umur perkawinan pertama perempuan milenial lebih muda (20
atau 21 tahun) dibanding generasi milenial laki-laki (23 atau 24 tahun).10
Radikalisme tidak akan tumbuh subur bila dalam lingkungan keluarga ini
dihidupkan semangat keagaaman yang tinggi, sehingga mampu membentengi
pemikiran generasi muda untuk menolak radikalisme. Beberapa organisasi di SMA
dan di Kampus memang mengajarkan semua hal untuk kembali ke al quran dan
sunnah, hanya penafsirannya saja yang bisa keliru sehingga membuat mereka yang
berafiliasi dengannya menjadi kaum yang menyendiri yang cenderung menyalahkan
kelompok yang bukan termasuk jamaahnya. Merasa paling benar, merasa paling
nyunnah dibandingkan umat lain.
Bila dari awal generasi milennial dibekali agama yang kuat, mereka tidak
mudah goyah terhadap radikalisme yang dibumbui ayat-ayat agama. Justru mereka
akan menjadi barisan pertama yang menolak radikalisme di lingkungannya, di
manapun itu rumah, sekolah, kampus bahkan lingkungan tempat berkerja. Menurut
Gallup para milenials dalam bekerja memiliki karakteristik yang jauh berbeda
dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, diantaranya adalah;11
1. Para milenials bekerja bukan hanya sekedar untuk menerima gaji, tetapi juga
untuk mengejar tujuan (sesuatu yang sudah dicita-citakan sebelumnya),
2. Milennials tidak terlalu mengejar kepuasan kerja, namun yang lebih milenials
inginkan adalah kemungkinan berkembangnya diri mereka di dalam pekerjaan
tersebut (mempelajari hal baru, skill baru, sudut padang baru, mengenal lebih
banyak orang, mengambil kesempatan untuk berkembang, dan sebagainya)
3. Milennials tidak menginginkan atasan yang suka memerintah dan mengontrol
4. Milennials tidak menginginkan review tahunan, milenials menginginkan on going
conversation
5. Milennials tidak terpikir untuk memperbaiki kekuranganya, milenials lebih
berpikir untuk mengembangkan kelebihannya.
6. Bagi milennials, pekerjaan bukan hanya sekedar bekerja namun bekerja adalah
bagian dari hidup mereka
Dari berbagai survey sudah membuktikan bahwa generasi milenial ini unggul
dalam berbagai aspek kehidupan, meliputi kesehatan, pendidikan dan lebih melek
teknologi, meskipun dengan enam dari sepuluh generasi milenial adalah perokok dan
10BPS, Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia, (Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018), 48 11 Ibid, 41
Muhamad Wildan Fawa’id | 132
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Generasi milenial mampu dirangkul untuk
membuat konten-konten yang lebih toleran, yang menolak hoax dan berbagai macam
propaganda. Generasi milenial mampu dibangkitkan semangat NKRI dari pada
generasi setelahnya karena Pendidikan yang berbeda dengan generasi setelahnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya semua pihak baik dari institusi pemerintah
dan kalangan swasta harus berperan aktif. Pelatihan-pelatihan generasi muda untuk
menangkal kekerasan, intoleransi tidak hanya dilakukan BNPT, kementerian lain
seperti Kemendikbud, Kemenristek Dikti, Kemenkominfo, dan Kemenpora juga bisa
turut serta. Dikatakan Iwan, jika nantinya semua pihak bisa menggandeng para
generasi muda tersebut, maka lama-lama para generasi muda penggerak perdamaian
di dunia maya itu akan menjadi banyak dan akhirnya bisa mengkampanyekan secara
masif.12
Penutup
Generasi Milenial merupakan generasi terbaik di era industry 4.0. Dari
berbagai survey menunjukkan Generasi milenial hidup di zaman peralihan generasi
X dan generasi Z, generasi milenial memiliki jiwa generasi X namun berorientasi
pada gaged seperti generasi Z. Dibandingkan dengan generasi lain, generasi milenial
lebih unggul dalam bidang Pendidikan baik laki-laki dan perempuan, lebih unggul
dalam bidang teknologi, terutama oleh perempuan, unggul dalam bidang ekonomi
satu dari generasi milenial adalah pengangguran dan lebih unggul di bidang
kesehatan dengan temuan data lebih jarang sakit meski enam dari sepuluh perokok
dilakukan generasi milenial. Sehingga untuk sekedar menolak dan membumikan
Islam Rahmatallil’alamin, generasi milenial bisa diandalkan dengan merangkul
mereka untuk mengkampanyekan di akun-akun sosial media dan memberitakan
berita yang valid kebenarannya.
Namun dibanyak sisi keunggulannya generasi milenial menyimpan
permasalahan yang serius, yaitu Kesehatan mental di Indonesia menjadi masalah
yang pelik dan belum mendapat banyak perhatian dari pemerintah. Berdasarkan data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi gangguan mental emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan pada generasi
milenial tercatat sekitar 5 persen untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta
orang. Sedangkan untuk prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah
1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400 ribu orang. Tingginya angka gangguan
12 Didi Syafridi, Merangkul Generasi Milenial untuk Sebarkan Konten Sejuk di Dunia Maya,
https://www.merdeka.com/peristiwa/merangkul-generasi-milenial-untuk-sebarkan-konten-sejuk-
di-dunia-maya.html
133 | Millennials' Thought in Minimizing Radicalism
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
kesehatan mental tidak diimbangi dengan tersedianya jumlah tenaga medis dan
fasilitas kesehatan. Berdasarkan data dari Human Right Watch, perbandingan jumlah
psikiater dengan penderita gangguan mental emosional di Indonesia diperkirakan
sekitar 1: 300.000 hingga 400.000. Jumlah tenaga medis pun masih sedikit. Dari 48
rumah sakit jiwa yang tersedia, lebih dari separuhnya hanya berada di 4 dari 34
provinsi.
Daftar Pustaka
Asrori, Ahmad, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas,
Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Lampung: IAIN Raden
Intan, 2016.
Aulia Rahma, "Selamat Tinggal Generasi Milenial, Selamat Datang Generasi Z",
https://tirto.id/cnzX.
BPS, Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia, (Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2018.
Burhanuddin, Tony, Perilaku Gen Z Yang Perlu Dicermati Pemasar,
https://marketing.co.id/perilaku-gen-z-yang-perlu-dicermati-pemasar/
Rohmat, Keluarga Dan Pola Pengasuhan Anak Jurnal Studi Gender & Anak Pusat
Studi Gender Stain Purwokerto Vol.5 No.1 Jan-Jun, 2010.
Samsudhuha Wildansyah, BNPT Paparkan Penyebab Masuknya Radikalisme ke
Kampus, https://news.detik.com/berita/d-4091027/bnpt-paparkan-penyebab-
masuknya-radikalisme-ke-kampus.
Sri Lestari, Anak-anak muda Indonesia Semakin Radikal?
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/02/160218_indonesia
_radikalisme_anak_muda.
Suryawan, Metodologi Penelitian Model Prakatis Penelitian Kuantitatif Dan
Kualitatif, Universitas Pendidikan Indonesia, 2010.
Syafridi, Didi, Merangkul Generasi Milenial untuk Sebarkan Konten Sejuk di Dunia
Maya, https://www.merdeka.com/peristiwa/merangkul-generasi-milenial-
untuk-sebarkan-konten-sejuk-di-dunia-maya.html.
Yudha, Chrisnaji Banindra, Professionalism Of Lecturers To Improve Character Of
The Millennial Student In Disruption Era, 3rd National Seminar on
Educational Innovation (SNIP 2018) Social, Humanities, and Education
Studies (SHEs): Conference Series.
Muhamad Wildan Fawa’id | 134
Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference Volume 1, 2019
Copyright © 2019 Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference
Faqih Asy’ari Islamic Institute Sumbersari Kediri, Indonesia “Moderasi Islam Aswaja untuk
Perdamaian Dunia” (Volume 1, 2019) ISBN (complete) 978-623-91749-3-4; ISBN (Volume 1):
978-623-91749-4-1
Copyright of Proceeding: The 1st Faqih Asy’ari Islamic Institute International Conference is the
property of Faqih Asy’ari Islamic Institute (IAIFA) Kediri and its content may not be copied or
emailed to multiple sites or posted to a listserv without the copyright holder's express written
permission. However, users may print, download, or email articles for individual use.
http://proceeding.iaifa.ac.id/index.php/FAI3C