Upload
abellia-anggi-wardani
View
1.079
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Dinamika Pemikiran Prancis
Oleh Abellia Anggi Wardani 0706164744
1. Kekuasaan Menurut Michel Foucault
Kekuasaan bukanlah sesuatu yang sifatnya tunggal ataupun memiliki inti, tetapi
kekuasaan adalah sesuatu yang terus berputar (il circule).1 Selanjutnya, Foucault juga
menyebutkan bahwa kekuasaan mencakup semua aspek dalam kehidupan sosial, bentuknya
pun beragam, terdapat dimana-mana dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari2, hal ini
ia utarakan untuk mengkritik pandangan masyarakat yang berpikiran bahwa ranah kekuasaan
hanyalah yang berhubungan dengan kedisiplinan. Lebih lanjut, pemikiran Foucault tentang
kekuasaan juga berusaha untuk menyadarkan bahwa selain ‘sesuatu’ yang sifatnya represif,
kekuasaan sebenarnya juga dapat berbentuk indoktrinasi nilai-nilai.3
Foucault membandingkan antara bentuk kekuasaan yang sifatnya klasik dengan
kekuasaan modern. Jika pada kekuasaan klasik yang ditonjolkan adalah hukuman fisik baik
yang ringan, berat, ataupun hukuman mati, bentuk kekuasaan modern lebih pada aturan-
aturan yang harus dipatuhi.4 Di sisi lain, Foucault juga beranggapan bahwa operasi
kekuasaan, baik yang paling jelas ataupun yang paling sulit diidentifikasi, adalah sebuah
diskursus (wacana)5. Kenapa bisa seperti itu? Foucault menyatakan bahwa apa yang dibahas
dalam suatu wacana adalah selalu ‘kehendak dan kekuasaan’ yang kemudian berdampak pada
pembentukan suatu kebenaran.6 Bagi Foucault, kebenaran adalah sebuah obyek (yang sarat
dengan fungsi kuasa) yang lahir dari suatu wacana.7
1 Christian Descamps,Quarante Ans de Philosophie en France (Paris:Bordas, 2003), hlm. 1072 the technology of power which "reaches into the very grain of the individual, touches his body, intrudes into his gestures, his attitudes, his discourse, his appren-ticeship, his daily life." Millicent Dillon,“Conversation with Michel Foucault”,The Threepenny,(London:Threepenny, 1980), hlm. 4.3 Elles ne sont pas seulement répression, mais aussi, et surtout, intériorisation de valeurs. Descamps, loc.cit., hlm. 1074 Ibid., hlm. 1085 Hayden White, “Sebuah Pengantar untuk Mendekati Foucault”, Order of Thing (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2007), hlm. v.6 Kemudian Foucault menjabarkannya menjadi lebih detail, yaitu kehendak untuk menguasai serta kekuasaan kehendak. Kedua hal tersebut direpresentasikan dalam dua bukunya ‘Surveiller et Punir’ dan ‘l’Histoire de la Sexualité’. Ibid., hlm. xvii7 Discourses create effects of truth which are of themselves neither true nor false. Because of this association of a productive power with the fabrication of effects of truth, Foucault speaks of power/knowledge – a phenomenon which cannot be reduced simply to either component. Nick J. Fox,”Foucault, Foucauldians and Sociology”,The British Journal of Sociology Vol. 49, No. 3 (London:Blackwell Publishing, 1998), hlm. 416
Setelah membaca uraian mengenai kekuasaan menurut Foucault di atas, dapat
disimpulkan bahwa wacana, kekusaaan, dan kebenaran adalah tiga hal yang tidak
terpisahkan. Sebagai contoh adalah kasus Bank Century yang melibatkan DPR, Pansus, dan
Sri Mulyani. Dalam kasus ini, wacana yang dimaksud dianalogikan dengan Pansus yang
memiliki pengetahuan mengenai perbankan, hukum, serta tentang pengambilan kebijakan.
Kekuasaan dianalogikan dengan jumlah anggota pada setiap fraksi di DPR. Dua hal tersebut
kemudian dijadikan alat untuk menentukan ‘kebenaran’. Pansus memberikan tiga buah opsi
setelah berminggu-minggu menganalisis kronologis kasus, kemudian proses menuju
‘kebenaran’ dilanjutkan dengan pengambilan suara oleh anggota DPR. Apakah hasil dari
pengambilan suara tersebut adalah suatu ‘kebenaran’? Menurut Foucault jawabannya adalah
iya. Itulah kebenaran yang lahir dari suatu wacana dan kekuasaan.
2. Dekonstruksi Menurut Derrida
Tujuan utama dari teori ini adalah untuk mendekonstruksi apa yang disebut dengan
suatu ‘kesejatian’ ataupun sesuatu yang dianggap mutlak, karena menurut Derrida, selalu ada
keraguan dalam setiap teks8. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini
adalah sebuah teks yang juga merupakan batasan dari dekonstruksi. Suatu teks selalu
dipengaruhi oleh teks lain (intertekstual), sehingga dapat dikatakan bahwa suatu teks tidak
pernah murni berdiri sendiri. Ketika seorang penulis telah menyelesaikan karyanya, teks
tersebut menjadi milik pembaca dan dapat diintepretasikan terpisah dari maksud penulisnya.9
Di sisi lain, muncul pula istilah critical reading yang menilai suatu teks bukan hanya dari apa
yang ‘tertulis’ tetapi juga dari ‘apa yang tidak ditulis’ oleh si penulis.10
Selain fungsi yang telah disebutkan sebelumnya, teori dekonstruksi juga memiliki
fungsi untuk menjabarkan sebuah sistem dengan menetralkan oposisi-oposisi tertentu.11 Salah
satu caranya adalah dengan membalik struktur hierarki bersama komponen-komponen makna
yang ada di dalamnya. Menurutnya, dalam suatu bahasa seharusnya tidak ada istilah positif
dan negatif, karena yang ada hanyalah perbedaan. Selain itu, hal terpenting dari teori
dekonstruksi Derrida adalah tulisan lebih utama daripada lisan, pernyataan ini tentunya
8 Geoffrey Bennington, Interrupting Derrida (London:Roudlegde, 2000), hlm. 349 Michael Sprinker,”Textual Politics: Foucault and Derrida”, Boundary 2, Vol. 8, No. 3 (Spring, 1980), hlm. 8510 And the reading must always aim at a certain relationship, unperceived by the writer, between what he commands and what he does not command of the patterns of the language that he uses. Ibid., hlm. 7711 Melalui teori ini Derrida ingin membongkar konsep oposisi biner dari de Saussure yang mewajibkan adanya yang disubyekkan dan diobyekkan (positif dan negatif).
bertentangan dengan teori strukturalis dari Saussure yang menyatakan bahwa lisan lebih
penting dibanding tulisan.12
Teori dekonstruksi ini sebenarnya dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari. Salah
satunya adalah tokoh Putri Fiona dalam film Shrek. Sebagaimana fungsi utamanya, teori ini
digunakan untuk membongkar asumsi umum yang sudah lama ada. Sosok seorang putri
dalam dongeng-dongeng anak adalah gadis cantik, langsing, berperilaku baik, dan disayangi
banyak orang. Namun, pada tokoh Putri Fiona, kita tidak dapat menemukan komponen-
komponen makna seorang putri. Alih-alih cantik, ia malah seperti monster, ia juga tidak
langsing, dan kulitnya kasar berwarna hijau. Melalui pencitraan pada tokoh ini, terlihat jelas
adanya dekonstruksi terhadap sosok seorang putri raja.
Daftar Pustaka
Buku
Bennington, Geoffrey.2000.Interrupting Derrida.London:Roudlegde.
Descamps, Christian.2003.Quarante Ans de Philosophie en France.Paris:Bordas.
White, Hayden.2007.“Sebuah Pengantar untuk Mendekati Foucault”, Order of
Thing.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Jurnal
Barnett, Clive.1999.”Deconstructing Context: Exposing Derrida”, Transactions of the
Institute of British Geographers, New Series, Vol. 24, No. 3.
Fox, Nick J.1998.”Foucault, Foucauldians and Sociology”,The British Journal of Sociology
Vol. 49, No. 3.London:Blackwell Publishing.
Millicent, Dillon.1980.“Conversation with Michel Foucault”,The
Threepenny.London:Threepenny.
Rozmarin, Miri.2005.”Power, Freedom, and Individuality: Foucault and Sexual Difference”,
Human Studies Vol. 28, No. 1
Sprinker, Michael.1980.”Textual Politics: Foucault and Derrida”, Boundary 2, Vol. 8, No. 3
Valverde, Mariana.1999.”Derrida's Justice and Foucault's Freedom: Ethics, History, and
Social Movements”, Law & Social Inquiry, Vol. 24, No. 3.
12 Disarikan dari Mata Kuliah Dinamika Pemikiran Prancis yang diampu oleh Ibu Suma Riella, pada tanggal 20 Mei 2010.