Upload
luffy-jemari-luffy-jemari
View
38
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Miastenia Gravis
Citation preview
Rabu, 26 Maret 2014
LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP MYASTHENIA GRAVIS
I. ANATOMI FISIOLOGI
a. Pembagian Susunan Saraf
· Susunan Saraf Pusat (SSP)
1. Medula Spinalis
2. Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang penting karena meruapan pusat komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf sentral yang
terletak didalam rongga tenggkorak (karanium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terbagi menjadi:
- Otak Besar (Serebrum)
ü Mengingat pengalaman pengalaman yang lalu
ü Pusat persyarafan yang menagani, aktifitas mental, akal, intelegensi, keinginan, dan memori
ü Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil
- Otak Kecil (Serebelum)
ü Keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak
ü Sebagai pusat penerima impuls dari reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus vagus kelopak mata, rahang atas dan bawah serta otot
pengunyah
ü Menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan.
- Batang Otak, terdiri dari:
ü Diensefalon
ü Mensensepalon
ü Pons Varoli
ü Medula Oblongata
· Susunan Sarf Perifer (SST)
1. Susunan Saraf Somatik
2. Susunan Saraf Otonom
- Susunan Saraf Impatis
- Susunan Saraf Parasimpatis
b. Jenis Jenis Sel Saraf
· Neuron
· Akson
· Meningen
· Durameter
· Arakhnoid
· Piameter
c. Saraf Otak
· Nervus Olfaktorius
· Nervus Optikus
· Nervus Okulomotoris
· Nervus Troklearis
· Nervus Trigeminus
- N. Oftalmikus
- N. Maksilaris
- N. Mandibularis
· Nervus Abdusen
· Nervus Fasialis
· Nervus Auditorius
· Nervus Glossofaringeus
· Nervus Vagus
· Nervus Asesorius
· Nervus Hipoglosus
(Anatomi Fisiologi Keperawatan)
II. DEFENISI
Myasthenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi tranmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.
Myasthenia gravis adalah penyakit autoimun yang diperoleh klinis ditandai dengan kelemahan otot rangka dan fatigability pada tenaga.
Myasthenia gravis merupakan penyakit yang berpotensi melemahkan yang disertai dengan risiko. Myastenia gravis merupakan penyakit neuromuskular yang menyebabkan kelemahan otot. Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya dibawah
kesadaran seseorang. (Brunner dan Suddarth, 2001) Myastenia gravis adalah “kelemahan otot yang serius” adalah salah satu penyakit neuromuskular yang menggabungkan kelelahan
cepat otot otot valuntar dengan penyembuhan yang sangat lama. (Brunner dan Suddart, 2001)
III. ETIOLOGI
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf
dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika
rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang
kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot
dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi
neromuskuler pada MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut
teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
IV. PATOFISIOLOGI
Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh nervus besar bermeilin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan
batang otak. Nervus ini mengirim keluar aksonnya dalam nervus spinalis atau kranialis menuju perifer. Nervus yang bersangkutan
bercabang berkali kali dan mampu merangsang 2000 serat otot rangka. Kombinasi saraf motorik dengan serabut otot yang dipersyarafi
disebut unit motorik. Walaupun masing masing neuron motorik mempersarafi banyaj serabut otot, namun masing masing otot dipersarafi
oleh neuron motorik tunggal.
Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf motorik dengan serabut otot disebut sinaps atau taut neuromuskular.
Asetilkolin disimpan dan disintesis dalam akson terminal (bouton). Membran pascasinaps mengandung reseptor asetilkolin yang dapat
membangkitkan lempeng akhir motorik dan sebalikya dapat menghasilkan potensial aksi otot. Apabila implus saraf mencapai taut
neuromuskular, membrana akson parasimpatik terminal terdepolirisasi, menyebabakan pelepasan asetilkolin kedalam membran
parasimpatik. Asetilkolin menyeberangi celah sinaptik secara difusi dan menyatu dengan bagian reseptor asetilkolin dalam membran
pascasinaptik. Masuknya ion Na secara mendadak dan keluarnya ion K menyebabkan depolarisasi ujung lempeng
Ketika EPP mencapai puncak EPP akan menghasilkan potensial aksi dalam membran otot tidak bertaut yang menyebar
sepanjang sarkonema. Potensial aksi ini merangkai serangkaian reaksi yang menyebabkan kontraksi serabut otot. Begitu terjadi transmisi
melalui penghubung neuromuskular, asetilkolin akan dirusak oleh enzin asetilkonlinetrase. Dalam MG konduksi neuromuskularnya
terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi menurun. (Keperawatan medikal bedah, 2001)
V. MANIFESTASI KLINIS
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah
aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot yang terpenagaruh, sebagai berikut:
· Apabila otot simetri yang terkena, umumnya dihubungkan dengan saraf kranial. Karena otot – otot okular terkena, maka gejala awal yang
muncul diplopia (penglihata ganda) dan ptosis (jatuhnya kelopak mata). Ekspresi wajah pasien seperti sedang tidur terlihat seperti patung
hal ini dikarenakan otot wajah terkena
· Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam pembentukan bunyi suara hidung atau kesukaran dalam
pengucapan kata kata. Kelemahan pada otot otot bulbar menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan
aspirasi.
· Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
· Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat nafas, yang merupakan keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal
bedah, 2001)
VI. KOMPLIKASI
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi
sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator untuk membantu
pernapasan selama krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi makanan, dan pneumonia.
Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada
pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas),
kehamilan, dan stress emosional.
· Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
· Bullous death
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes darah dikerjakan untuk menebtukan kadar antibody tertentu didalam serum(mis, AChR-binding antibodies, AChR-modulating antibodies, antistriational antibodies). Tingginya kadar dari antibody dibawah ini dapat mengindikasikan adanya MG.
2. Pemeriksaan Neurologis melibatkan pemeriksaan otot dan reflex. MG dapat menyebabkan pergerakan mata abnormal, ketidakmampuanuntuk menggerakkan mata secara normal, dan kelopak mata turun. Untuk memeriksa kekuatan otot lengan dan tungkai, pasien diminta untuk mempertahankan posisint melawan resistansi selama beberapa periode. Kelemahan yang terjadi pada pemeriksaan ini disebut fatigabilitas.
3. Foto thorax X-Ray dan CT-Scan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya pembesaran thymoma, yang umum terjadi pada MG
4. Pemeriksaan Tensilon sering digunakan untuk mendiagnosis MG. Enzim acetylcholinesterase memecah acetylcholine setelah otot distimulasi, mencegah terjadinya perpanjangan respon otot terhadap suatu rangsangan saraf tunggal. Edrophonium Chloride merupakan obat yang memblokir aksi dari enzim acetylcholinesterase.
5. Electromyography (EMG) menggunakan elektroda untuk merangsang otot dan mengevaluasi fungsi otot. Kontraksi otot yang semakin melemah menandakan adanya MG.
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Myasthenia gravis merupakan gangguan neuromuskuler yang paling dapat diatasi. Pemilihan metode terapi tergantung beberapa
faktor seperti umur, kesehatan secara umum, keparahan penyakit, dan derajat perkembangan penyakit.
Pengobatan
1. Anticholinesterase seperti neostigmine (Prostigmin®) dan pyridostigmine (Mestinon®) biasanya diresepkan. Obat ini mencegah destruksi
ACh dan meningkatkan akumulasi Ach pada neuromuscular junctions, memperbaiki kemampuan kontraksi otot. Efek samping itermasuk
liur berlebihan, kontraksi otot involunter (fasciculation), nyeri abdomen, mual, dan diare. Obat yang disebut kaolin dapat digunakan sebagai
anticholinesterase untuk mengurangi efek samping pada gastrointestinal.
2. Corticosteroids (e.g., prednisone) menekan antibody yang memblokir AChR pada neuromuscular junction dan dapat digunakan bersamaan
dengan anticholinesterase. Kortikosteroid memperbaiki keadaan dalam beberapa minggu dan jika pemulihan sudah stabil, dosis sebaiknya
dikurangi secara perlahan (tapering off) Dosis rendah dapat digunakan tidak terbatas untuk mengatasi MG, namun, efek samping seperti,
ulkus gaster, osteoporosis, peningkatan berat badan, gula darah meningkat, dan peningkatan resiko infeksi mungkin muncul pada pemakaian
jangka panjang
3. Immunosuppressants seperti azathioprine (Imuran®) dan cyclophosphamide (Neosar®) dapat digunakan untuk menangani MG umum jika
pengobatan lain gagal mengurangi gejala. Efek Samping dapat berat dan termasuk penurunan sel darah putih, disfungsi liver, mual, muntah,
dan rambut gugur. Immunosuppressants tidak digunakan untuk menangani MG congenital karena kondisi ini bukan terjadi disebabkan oleh
disfungsi sistem imun.
Penatalaksanaan Lainnya
1. Plasmapheresis, atau pertukaran plasma, digunakan untuk memodifikasi malfungsi pada sistem imun. Ini dapat digunakan pada gejala yang
memburuk (eksaserbasi) atau persiapan operasi thymectomy. Biasanya, 2 hinga 3 liter plasma dibuang dan diganti pada setiap
penangananm dimana memerlukan beberapa jam. Kebanyak pasien menjalani beberapa sesi selama metode plasmapheresis berjalan.
Plasmapheresis memperbaiki gejala MG dalam beberapa hari dan perbaikan bertahan hingga 6-8 minggu. Resiko termasuk tekanan darah
rendah, pusing, penglihatan kabur, dan pembentukan bekuan darah (thrombosis).
2. Thymectomy merupakan operasi pembuangan kelenjar thymus. Biasanya dilakukan pada pasien dengan tumor pada thymus (thymoma) dan
pasien yang lebih muda dari umur 55 tahun dengan MG menyeluruh. Manfaat thymectomy berkembang secara perlahan dan kebanyakan
perbaikan terjadi selama bertahun-tahun setelah prosedur ini dilakukan.
Penatalaksanaan miastenia gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan
serta mengeluarkan sirkulasi antibody.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
· Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
· Keluhan utama : Kelemahan otot
· Riwayat kesehatan : Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien mugkin mengeluh kelemahan setelah melakukan
pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
· B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
· B2 (Bleeding)
Hipotensi atau hipertensi, takikardi atau bradikardi
· B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
· B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
· B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
· B6 (Bone)
Gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
II. RENCANA KEPERAWATAN
Ø Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji frekuensi nafas, kedalaman, dan bunyi nafas
2. Catat adanya atau derajat dispnea. Misalnya keluhan
“lapar udara”.
3. Berikan oksigen tambahan
4. Terapi fisik dada (drainase postural)
Manifestasi distres pernafan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung
pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi,
reaksi alergi
Memaksimalkan bernafas
Untuk memobilisasi sekresi dan penghisapan untuk
mengeluarkan sekret
Ø Kelemahan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot – otot volunter
INTERVENSI RASIONAL
Kaji faktor faktor penyebab
Kaji derajata mobilitas 0-4
3. Penggunaan medikasi 30 menit sebelum makan
4. Berikan perawatan mata
Untuk menentukan tindakan keperawatan pada pasien
Pasien mampu mandiri (nilai 0), memerlukan bantuan
dengan alat (nilai 1), dengan pengawasan dan pengajaran
(nilai 2), memerlukan bantuan peralatan terus menerus
(nilai 3), tergantung sepenunya dengan asuhan (nilai 4)
Memaksimalkan kekuatan otot
Untuk membantu mengurangi ptosis
Ø Bersih jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sputum, penurunan energi, keletihan, kerusakan neuromuskular
INTERVENSI RASIONAL
1. Anjurkan pasien untuk mengosongan mulut dari
benda/zat tertentu jika fase aura terjadi dan untuk
mengindari rahang mengatup jika kejang tanpa
ditandai gejala awal
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar,
miringkan kepala selama serangan kejang
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher/dada dan
abdomen
4. Masukan spatel lidah/jalan napas buatan atau
gulungan benda lunak sesuai dengan indikasi
5. Lakukan penghisapan sesuai indikasi
6. Berikan tambahan oksigen
Menurunkan resiko aspirasi atau masuknya seseatu
benda asing ke faring
Meningkatkan aliran drainase (sekret), mencegah lidah
jatuh dan menyumbat jalan nafas
Ekspansi dada
Untuk membuka rahang, mencegah tergigitnya lidah,
memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendir atau
memberi sokongan pada pernafasan jika diperlukan.
Jalan nafas buatan mungkin diindikasikan setelah
meredanya aktifitas kejang, jika pasien tersebut tidak
sadar dan tidak dapat mempertahankan posisi lidah yang
aman
Menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
Dapat meneurunkan hipoksia selebral sebagaian dari
sirkulasi yang menurun atau oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama serangan kejang
Ø Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, intubasi, paralis otot
INTERVENSI RASIONAL
1. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
2. Baringkan pasien tegak dengan kepala sedikit fleksi
mendekati waktu makan
3. Istirahat sebelum makan
4. Kurangi gangguan pada saat makan
Perawatan mulut dapat meningkatkan asupan oral
Posisi ini mengurangi aspirasi
Untuk menurunkan kelemahan otot
Untuk mempertahankan konsentrasi pasien saat
5. Berikan makanan yang lunak dalam bentuk kuah atau
bentuk saus
6. Berikan penghargaan kecil terhadap kemampuan yang
telah dicapai pasien
7. Tingkatkan asupan makanan pada pagi hari
8. Kolaborasi dengan tim gizi
menelan
Untuk memudahkan pasien menelan
Penghargaan positif meningkatkan keyakinan dalam
menelan
Karenan pada pagi hari otot otot menjadi kuat
Untuk mengembangkan rencana makan dan cairan
Ø Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, tindakan terhadap ketidak
mampuan yang permanen, dan ancaman kematian
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan informasi tentang:
Sifat kondisi
Tujuan pengobatan yang diprogramkan
Pemeriksaan diagnostik
2. Bantu pasien untuk mengungkapkan ketakutannya
1. Mengetahui apa yang diharapkan dari tindakan medis
dapat mempermudah penyesuaian pasien dan
membantu menurunkan ansietas yang berhubungan
dengan tindakan medis tersebut
2. Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik membantu
meminimalkan perasaan berlebihan terhadap suatu
ancaman
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E Marilyn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Effendi, Christantie, Niluh Gede Yasmin Asih. Keperawatan Medikal Bedak Klien Dengan Gangguan Sistem Respirasi. 2004. EGC : Jakarta
Egram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. EGC : Jakarta
Kim, Ja Mi, dkk. 1995. Diagnosa Keperawatan. EGC : Jakarta
Mubarak, Iqbal Wahid, Nurul Chayati. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan Suddarth Ed. . EGC : Jakarta
Smeltzer, C Suzanne, Brenda G Bare. 2001. Keperawatan Mediakl Medah Brunner dan Suddarth Ed. 8. EGC : Jakarta
Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat Ed. 2. EGC : Jakarta