Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Metode Pembinaan Badan Permusyawaratan Desa Pasca Pilkades di Desa Kalikayen
Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang
Mariyatul Qibtiyah, [email protected] dan Siti Muafifah,
Abstrak
Pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa di Desa Kalikayen belum berjalan
optimal, apalagi pasca pemilihan Kepala Desa. Momentum Pemilihan Kepala Desa menjadi
momen bagi masyarakat untuk memilih pemimpin di wilayahnya dengan cara yang demokratis.
Setelah pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa maka susunan organisasi pemerintah desa pun
menjadi susunan yang baru, serta dari berbagai unsur yang baru pula. Berasal dari keberagaman
itu, tidak semua ornag yang mengisi kursi pemerintah di desa memahami tugas dan fungsinya
secara komprehensif, hal ini perlu dipahamkan kembali. Pada penulisan ini, beberapa rumusan
masalah yang akan kita ambil diataranya (1) Bagaimana urgensi pembinaan Badan
Permusyawaratan Desa Pasca Pemilihan Kepala Desa di Desa Kalikayen?; dan (2) Bagaimana
metode pembinaan Badan Permusyawaratan Desa Pasca Pemilihan Kepala Desa di Desa
Kalikayen?. Oleh karena itu, hadir metode pembinaan terhadap Badan Permusyawaratan Desa
Pasca Pemilihan Kepala Desa guna menjawab tantangan tersebut di atas. Adapun tujuan
pengabdian ini adalah untuk mengetahui pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
terhadap badan permuyawaratan desa, membina badan permusyawaratab desa agar mampu
menjalankan tugasnya dengan baik, serta menyampaikan usulan kepada pemerintah untuk lebih
memperhatikan penyelenggaran pemerintahan desa. Setelah terlanksananya pengabdian ini, kini
Badan Permusyawaratan Desa memahami tugas dan fungsinya serta perannya dalam
pembangunan Desa. Selain itu, Badan Permusyawaratan Desa sudah memiliki bekal pengetahuan
dan pengalaman dalam menyusun peraturan desa. Luaran program pengabdian kami diantaranya
terbitnya modul buku panduan desa yang berisi tentang optimalisasi pelaksanaan Undang-
Undang Desa, pengelolaan dana desa, teknik pembentukan peraturan yang ada di Desa. Luaran
selanjutnya adalah draft peraturan desa dan kepala desa, serta form usulan kegiatan dan prioritas
masalah dari masing-masing dusun.
Kata Kunci : BPD; Perangkat Desa; Masyarakat; Desa; Pembinaan.
Pendahuluan
Desa memiliki kewenangan untuk mengurus sendiri pemerintahannya, salah satunya adalah
dalam menetapkan Kepala Desa, masyarakat dapat memilih secara langsung orang yang akan
menjadi Kepala Desa melalui sistem demokrasi dengan menyelenggarakan Pemilihan Kepala
Desa. Setelah Kepala Desa terpilih maka proses perencanaan pembangunan Desa sudah mulai
disusun, meliputi Musyawarah Desa, penyusunan RPJMDes, RKPDes, APBDes yang semua hal
itu dituangkan dalam Peraturan Desa. Badan Permusyawaratan Desa memiliki peran yang penting
dalam pembangunan Desa karena ia adalah Organisasi Pemerintahan yang menjalankan fungsi
legistatif. Selain hal tersebut, susunan anggota Badan Permusyawaratan Desa komponennya baru
dan berbeda dari tahun sebelumnya serta banyak yang belum mengetahui arah kerja sistem
pemerintahan di Desa. Anggota Badan Permusyawaratan Desa berasal dari latar belakang
Pendidikan, lingkungan serta ekonomi yang berbeda, sehingga membutuhkan pembinaan dan
pendampingan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Badan Permusyawaratan Desa.
Selanjutnya, kendala dalam perencanaan pembangunan Desa pasca pemilihan Kepala Desa
salah satunya adalah kurangnya pemahaman Badan Permusyawaratan Desa mengenai tugas
fungsinya serta kurangnya pengetahuan dan antusias masyawarakat mengenai perencanaan
pembangunan Desa. Apabila kita melihat Kewenangan Desa sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016
tentang Kewenangan Desa, Desa memiliki wewenang yang luas untuk mengurus Desa guna
mencapai Desa yang mandiri dan sejahtera dalam bingkai NKRI. Secara umum kewenangan Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa. Melihat beberapa permasalahan tersebut
di atas maka perlu metode pembinaan khusus agar Badan Permusyawaratan Desa dapat
menjalankan tugasnya selama 6 Tahun ke depan.
Pada penulisan ini, beberapa rumusan masalah yang akan kita ambil diataranya (1)
Bagaimana urgensi pembinaan Badan Permusyawaratan Desa Pasca Pemilihan Kepala Desa di
Desa Kalikayen?; dan (2) Bagaimana metode pembinaan Badan Permusyawaratan Desa Pasca
Pemilihan Kepala Desa di Desa Kalikayen?. Artikel ini disusun untuk mengetahui urgensi
pembinaan Badan Permusyawaratan Desa Pasca Pemilihan Kepala Desa serta mendeskripsikan
metode pembinaan Badan Permusyawaratan Desa Pasca Pemilihan Kepala Desa di Desa
Kalikayen.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Menurut Waluyo “Penelitian
hukum empiris istilah lain yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut
pula dengan penelitian lapangan. Penelitian hukum sosiologis ini bertitik tolak dari data primer.
Data primer/data dasar adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama
dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat
dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara ataupun penyebaran kuesioner.”1
Metode yang kami lakukan adalah dengan wawancara dan diskusi Bersama anggota badan
permusyawaratan desa dan perangkat desa. Selain itu kami melibatkan masyarakat dalam proses
pembinaan ini karena masyarakat memilik peran penting dalam tugas Badan Permusyawaratan
Desa. Lokasi pengabdian ini dilaksanakan di Desa Kalikayen, Kecamatan Ungaran Timur
Kabupaten Semarang. Waktu pengabdian ini dilaksanakan pada 15 Juli s.d 27 Agustus 2019.
Kegiatan yang kami lakukan diantaranya adalah menyelenggarakan rembug awal BPD, bedah UU
Desa, belajar bersama menyusun peraturan desa, diskusi persiapan musrenbang, perencanan
musrenbang Bersama tokoh masyarakat.
Sasaran program pembinaan kami adalah badan permusyawaratan desa, perangkat desa,
ketua RT/RW, Lembaga yang ada di Desa. Focus program pembinaan kami adalah memahami
Bersama Undang-Undang Desa, tahapan dan teknik pembentukan peraturan yang ada di Desa,
1 Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 1996. Hlm-16
serta organisir pembangunan Desa melalui MUSRENBANG. Hal tersebut kami laksanakan
dengan membedah Undang-Undang Desa Bersama para tokoh masyarakat, mendampingi BPD
dalam proses pembentukan Peraturan Desa, mendampingi masing-masing kepala Dusun dalam
menyusun dokumen usulan kegiatan dan musyawarah dusun.
Hasil dan Pembahasan
Otonomi Desa
Sejak saat diundangkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kini Desa memiliki
kewenangan sendiri untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahannya serta membangun Desa
dengan memaksimalkan potensi melalui partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Undang-
undang ini Merupakan hasil perjuangan masyarakat yang menjadikan desa sebagai perhatian
utama pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan kemandirian. Undang-Undang
Desa memuat tentang pedoman pembangunan desa yang diwujudkan melalui musyawarah
perencanaan pembangunan, pengelolaan keuangan desa, peraturan desa, BUM Desa, pemiihan
kepala desa, Badan permusyawaratan desa. Sebagai desa, harusnya bangga dan memiliki
semangat untuk menemukan jati diri desanya sehingga dapat menjadi desa yang mandiri dan
sejahtera sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia telah membuka peluang sebesar-besarnya bagi pemeritah
Daerah untuk bertanggungjawab dalam mengatur sendiri urusan pemerintahannya. Hal ini
merupakan salah satu jawaban atas permasalahan timpangnya pembangunan antara pusat dan
daerah maupun antar daerah kabupaten dan kota. Ketimpangan tersebut menyebabkan tingginya
angka kemikinan di Indonesia. Berdasarkan data BPS (September, 2015) menyebutkan bahwa
tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar 8,22% sedangkan tingkat kemiskinan di pedesaan
mencapai 14,09%. 2Karena hal itu, pemerintah memberikan perhatian besar terhadap
pembangunan di pedesaan yang salah satunya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang ini memberikan kewenangan yang luas kepada Desa,
meliputi urusan penyekenggaraan pemerintahan, pembangunan Desa, pemberdayaan dan
pembinaan masyarakat desa.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan ruang gerak yang luas
kepada masyarakat untuk mengatur perencanaan pembangunan atas dasar kebutuhan yang menjadi
prioritas masyarakat tanpa terbebani oleh program-program dari berbagai instansi pemerintah
selanjutnya disebut sebagai otonomi desa. Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan
utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah wajib
menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. 3
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
2 Nyimas, Latifah Letty Aziz. Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa. Jakarta: Jurnal Penelitian Politik.2016. Vol. 13.No. 2. Hlm-193 3 HAW Widjaja, Otonomi Desa : Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008),hlm-165.
dihormati dalam system pemerintahan NKRI.4 Kewenangan yang telah diberikan ini menjadi dasar
desa untuk bergerak membangun masyarakat di desa menjadi masyarakat yang mandiri dan
sejahtera. Walaupun desa telah diberikan otonomi khusus, akan tetapi kewenangan tersebut tidak
boleh terlepas dari bingkai NKRI.
Otonomi desa dimaksudkan agar upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan desa
menjadi lebih cepat terwujud, hal ini tidak akan terjadi jika pembangunan desa masih ditentukan
dan dirancang secara sentralistik seperti pada masa lalu. Kewenangan Desa yang ada dalam
Undang-Undang Desa disebutkan bahwa desa mempunyai empat kewenangan, meliputi (1)
kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini berbeda dengan perundang-undangan sebelumnya
yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa,
(2) kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur
dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan,
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya
kepada desa, (3) kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau
pemerintah daerah kabupaten/kota. (4) kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Urgensi Pendampingan Pemerintahan Desa dari Pemerintah Daerah
Penyusunan Peraturan Desa merupakan hal yang sangan urgen khususnya setelah
lahirnya Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.5 Desa harus senantiasa membuat
Peraturan Desa sebagai payung hukum bagi desa dalam melaksanakan program-program desa
untuk kesejahteraan desa. Oleh karena itu setiap desa harus memahami betul khusunya terkait
dengan peyusunan Peraturan Desa. Hal tersebut dilakukan agar Peraturan Desa yang dibuat oleh
Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa dapat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan yang ada dan dapat berjalan dengan baik sesuai ketentuan.6
Untuk semakin memantapkan pemahaman tentang Pendampingan Desa, Kementrian Desa
menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No. 03 Tahun 2015 Tentang Pendamping Desa. Disana
dipaparkan jelas bahwa Pendamping Desa bukan pengelola proyek pembangunan di desa. Kerja
Pendampingan Desa difokuskan pada upaya memberdayakan masyarakat desa melalui proses
belajar sosial. Dengan demikian, pendampingan desa tidak dibebani dengan tugas-tugas
pengelolaan adminisrasi keuangan dan pembangunan desa yang berdasarkan UU Desa sudah
menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah desa.7
4 M.Silahudin. Kewenangan desa dan regulasi desa. (Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2015). Hlm-11 5 . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 6 .Djogo, Tony.(2003). Kelembagaan dan Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforesti. Word Agroforestry Centre(ICRAF) Southeast Asia. 7 . Sumber Saparin, Luas Bidang kegiatan Pemerintahan, Tata Pemerintahan Dan Administrasi Pemerintahan Desa,
Ghalia Indonesia. Hlm 15
Tujuan Pendampingan Desa pun Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas
pemerintah desa dan pembangunan Desa. Meingkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi
masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif. Meningkatkan sinergi program
pembangunan Desa antarsektor dan mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris. Dalam
ruang lingkup pendampingan masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk
memberdayakan dan memperkuat Desa. Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan
yang didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan cakupan kegiatan yang
didampingi Pemerintah, Pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan
Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan
masyarakat Desa yang berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia.
Pada Pasal 127 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 memberikan arahan lebih
detail. Pendamping desa harus mengawal penyusunan perencanaan dan penganggaran yang
berpihak kepada kepentingan warga miskin, kaum disabilitas, perempuan, anak dan kelompok
marginal. Jika Pendamping PNPM hanya fokus pada penganggaran BLM saja, maka pendamping
desa harus mengawal konsolidasi keuangan desa melalui APBDesa. Sumber pendapatan desa,
mulai dari PADesa, ADD dari APBN, Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD, bagi hasil pajak dan
retribusi, serta berbagai sumber pendapatan lainnya harus dikelola secara transparan dan akuntabel
melalui APBDesa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa hingga saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan
dan kendala . sejumlah kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa saat ini
diantaranya masih rendahnya efektivitas kelembagaan dan tata kelola pemerintahan desa serta
pelayanan masyarakat. Selain itu, rendahnya kapasitas dan kualitas pelayanan apratur
pemerintahan desa, masih terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi penyelenggaraan
pemerintahan desa, serta masih lemahnya koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan pemda
dalam pembinaan desa.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa memandatkan bahwa Pemerintah,
pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten untuk memberdayakan
masyarakat Desa. Pemberdayaan masyarakat desa dilaksanakan antara lain dengan pendampingan
desa. Pasal 112 ayat (4) UU No. 6/2014 tentang Desa memandatkan bahwa pemberdayaan
masyarakat Desa dilaksanakan dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pemantauan pembangunan Desa dan kawasan pedesaan.
Dalam rangka implementasi UU Desa, secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/kota, yang selama ini dibantu oleh tenaga ahli kabupaten (TA), tenaga
pendampingan desa (PD), pendampingan loka desa (PLD), kader pemberdayaan masyarakat Desa,
dan pihak ketiga. Sedangkan tugas camat sebagai bawahan bupati/walikota melakukan koordinasi
dan fasilitasi pendampingan Desa diwilayahnya. Kecamatan mempunyai fungsi yang sangat
strategis dalam rangka implementasi Undang-Undang Desa. Namun yang terjadi dilapangan,
pelaksanaan pendampingan desa selama ini masih berjalan sendiri-sendiri. Sehingga proses
pendampingan desa tidak berjalan maksimal. “ Ego sektoral masih sangat kental”.
Disisi yang lain, Mental Baru dalam memperlakukan desa belum sepenuhnya menjiwai
dada, hati dan pikiran dari mayoritas kita. “ Baik yang dipemerintah maupun diluar pemerintah”.
Kondisi yang ada di Desa Kalikayen, anggota BPD banyak yang hanya lulusan SMA serta
beberapa orang lulusan Strata 1 akan tetapi bidang keilmuan yang dimiliki kurang mendukung
terhadap fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Selain hal tersebut, system kaderisasi belum
terbentuk. Hal itu berdampak pada matinya pembelajaran baik itu dari evaluasi atau kritik saran
dari pemerintah sebelumnya terkait pelaksanan tugas dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa.
Pada lain sisi, kegiatan pembinaan adalah kegiatan yang sifatnya berjangka dan tidak pada
waktu singkat seperti model diskusi atau seminar. Metode pembinaan berorientasi pada proses
pembelajaran hingga menuju kesepahaman dan sadar pentingnya peran Badan permusyawaratan
Desa terhadap pembangunan di Desa Kalikayen. BPD yang baru sedikit yang mengetahui arah
tujuan ke depan, sehingga perlu diarahkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan desa
salah satunya adalah keselarasan antara rencana pembangunan daerah Provinsi dengan
Kabupaten/Kota serta Kabupaten/Kota dengan Kecamatan dan atau Desa. Keselarasan tersebut
ditujukan supaya pembangunan itu efektif dan harmonisasi antar peraturan perundang-undangan
secara vertikal.
Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara
musyawarah dan mufakat. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD.Masa jabatan anggota
BPD adalah 6(enam) tahun dan dapat dipilh lagi untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya. Syarat
dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam Peraturan Daerah yang
berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Adapun jumlah anggota Badan Perwakilan Desa
ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai
berikut: (1) Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 5
(lima) orang. (2) Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah anggota
BPD sebanyak 7 (tujuh) orang. (3) Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa,
jumlah anggota BPD sebanyak 9 (Sembilan) orang. (4) Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai
dengan 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang. (5) Jumlah penduduk lebih
dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13 (tiga belas) orang.8
Gambaran dinamika penataan dan penguatan kelembagaan pemerintah desa dibalik skema
yang ditawarkan oleh UU Desa menunjukkan pembangunan desa dibidang ekonomi lebih baik
dibandingkan dengan pembangunan di bidang kelembagaan desa setelah adanya UU Desa.
Artinya, keterbukaan ruang yang dimiliki pemerintah desa kemudian mendahulukan pembangunan
ekonomi. Tentunya, hal ini kurang sesuai dikarenakan pembangunan ekonomi dan pembangunan
politik harus selaras dibangun bersama, Meskipun, dalam derajad dan periode tertentu ada
kecendrungan pelaksanaanya sedikit menonjolkan salah satu dimensi memang diperlukan, tetapi
pembangunan desa tidak boleh mendahulukan salah satu aspek dari kedua hal tersebut secara
dominan.
Peran Pemerintah Provinsi dalam Pembinaan dan Pengawasan Desa
Sebagaimana diatur dalam UU Desa Pasal 114, Pemerintah Provinsi mempunyai peran
8 Miskawati dan Heri Tahir. Perana Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembangunan Desa (Studi di Desa Tolajuk Kecamatan Latimojong Kabupaten Luwu). Makassar: Universitas Negeri Makassar. 2014. Hlm-41
pengawasan dan pembinaan terhadap desa, beberapa peran pemerintah provinsi dapat diuraikan
sebagai berikut9:
• Melakukan pembinaan terhadap kabupaten/kota dalam rangka penyusunan
• Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur desa;
• Melakukan pembinaan kabupaten/kota dalam rangka pemberian Alokasi DanaDesa;
• Melakukan pembinaan peningkatan kapasitas kepala desa dan perangkat desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan lembaga kemasyarakatan;
• Melakukan pembinaan manajemen pemerintahan desa;
• Melakukan pembinaan upaya percepatan pembangunan desa melalui bantuan keuangan,
bantuan pendampingan, dan bantuan teknis;
• Melakukan bimbingan teknis bidang tertentu yang tidak mungkin dilakukan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;
• Melakukan inventarisasi kewenangan provinsi yang dilaksanakan oleh desa;
• Melakukan pembinaan dan pengawasan atas penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah kabupaten/kota dalam pembiayaan desa;
• Melakukan pembinaan terhadap kabupaten/kota dalam rangka penataan wilayah desa;
• Membantu pemerintah dalam rangka penentuan kesatuan masyarakat hukum adat sebagai
desa;
• Membina dan mengawasi penetapan pengaturan BUM Desa kabupaten/kota dan lembaga
kerja sama antar desa.
• Dan lain-lain yang sesuai dengan
Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan desa, Pemerintah provinsi dapat mengalokasikan
Bantuan Keuangan kepada desa dalam APBD Provinsi yang merupakan salah satu sumber
pendapatan desa yang akan dituangkan dalam APB Desa.
Perspektif desa berbeda dengan perspektif pemerintahan, yakni melihat desa sebagai
bagian dari pemerintahan, atau melihat bahwa pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan
desa/ kelurahan merupakan struktur hirarkhis dalam pemerintahan NKRI. Pemerintahan bekerja
di bawah kendali Presiden yang mengalir secara hirarkhies dan top down dari atas sampai ke
tingkat desa. Menurut perspektif pemerintahan, desa merupakan organisasi pemerintahan yang
paling kecil, paling bawah, paling depan dan paling dekat dengan masyarakat. Paling “kecil”
berarti bahwa wilayah maupun tugas- tugas pemerintahan yang diemban desa mampunyai
cakupan atau ukuran terkecil dibanding dengan organisasi pemerintahan kabupaten/kota,
provinsi maupun pusat. Paling “bawah” berarti desa menempati susunan atau lapisan
pemerintahan yang terbawah dalam tata pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Namun “bawah” bukan berarti desa merupakan bawahan kabupaten/kota, atau kepala
desa bukan bawahan bupati/walikota. Desa tidak berkedudukan sebagai pemerintahan yang
berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 200 UU
Nomor 32 Tahun 2004. Menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, desa berkedudukan dalam wilayah
kabupaten/kota. Hal ini sama sebangun dengan keberadaan kabupaten/kota dalam wilayah
provinsi.
9 . Moch Musoffa Ihsan.2015. Ketahanan Masyarakat Desa. Kementrian Desa. Jakarta: Pembangunan Daerah
Teringgal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia. Hlm 32.
“Bawah” juga berarti bahwa desa merupakan organisasi pemerintahan yang berhubungan
secara langsung dan menyatu dengan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat sehari-
hari. Istilah “bawah” itu juga mempunyai kesamaan dengan istilah “depan” dan “dekat”. Istilah
“depan” berarti bahwa desa berhubungan
langsung dengan warga masyarakat baik dalam bidang pemerintahan, pelayanan,
pembangunan, pemberdayaan maupun kemasyarakatan. Sebagian besar warga masyarakat
Indonesia selalu datang kepada pemerintah desa setiap akan memperoleh pelayanan maupun
menyelesaikan berbagai masalah sosial. Karena itu pemerintah dan perangkat desa, yang berbeda
dengan pemerintah dan perangkat daerah, harus siap bekerja melayani masyarakat selama
24 jam tanpa henti, tidak mengenal cuti dan liburan. Sedangkan istilah “dekat” berarti bahwa
secara administratif dan geografis, pemerintah desa dan warga masyarakat mudah untuk saling
menjangkau dan berhubungan. Secara sosial, “dekat” berarti bahwa desa menyatu dengan denyut
kehidupan sosial budaya sehari-hari masyarakat setempat.
Dua perspektif itu saling bersinggungan dan beririsan. Namun sesuai pertimbangan
konstitusional, historis dan sosiologis, porsi desa sebagai self governing community jauh lebih besar
dan kuat daripada porsi desa sebagai local self government. Ingat bahwa Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 adalah Undang-Undang Desa, bukan Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa.
Desa sebagai self governing community sangat berbeda dengan pemerintahan formal,
pemerintahan umum maupun pemerintahan daerah dalam hal kewenangan, struktur dan perangkat
desa, serta tatakelola pemerintahan desa.10
Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas, desa memiliki kewenangan berdasarkan
hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa, yang tentu sangat berbeda dengan kewenangan
pemerintah daerah. Dalam hal tatapemerintahan, desa memiliki musyawarah desa, sebagai sebuah
wadah kolektif antara pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, lembaga kemasayarakatan,
lembaga adat dan komponen-komponen masyarakat luas, untuk menyepakati hal-hal strategis
yang menyangkut hajat hidup desa. Semua ini memberikan gambaran bahwa karakter desa sebagai
self governing community jauh lebih besar dan kuat.
Penyesuaian penyelenggaraan pemerintah desa terhadap kebijakan UU Desa, terdapat
adanya penataan maupun penguatan pemerintah desa dengan memberikan pengakuan dalam
penghormatan atas keberadaan desa maupun masyarakat desa dalam bingkai negara kesatuan. Hal
tersebut yang kemudian telah memberikan pemerintah desa dalam bingkai negara kesatuan. Hal
tersebut yang kemudian telah memberikan pemerintah desa dan masyarakat desa lebih leluasa
dalam mengelola desa. Lebih lanjut, dari pemaparan pelaksanaan undang-undang desa dalam
bidang ekonomi tersebut terlihatpencapaian pembangunan yang lebih baik. Hanya saja sinergi dan
fungsi koordinasi pada pemerintah pusat perlu ditingkatkan. Selanjutnya terkait pembangunan
politik, khususnya terkait tata kelola pemerintahan desa, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa
terdapat kegagapan dan juga ketakutan penggunaan kewenangan dan anggaran yang besar. Hal ini
yang masih menjadi pekerjaan dalam program pendampingan desa.
Pilkades di Desa Kalikayen
Pemilihan kepala desa adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka memilih
kepala desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pemilihan Kepala Desa
10 . Ndraha, Taliziduhu. 2002 . Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm.22
di Desa Kalikayen diselenggarakan secara serempak dengan Desa-Desa lainnya yang berada di
wilayah Kabupaten Semarang pada tahun 2018. Kepala desa merupakan pejabat pemerintah desa
yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyyelenggarakan rumah tangga
Desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah. Kegiatan pemilihan
kepala desa dilaksanakan oleh panitia pilkades yang dibentuk oleh BPD untuk menyelenggarakan
proses pemilihan kepala desa.
Atas terselenggaranya pemilihan kepala desa ini masyarakat berharap dapat terpilih
pemimpin yang adil, bijaksana dan memiliki visi yang jelas ke depan. Terpilihnya kepala desa
yang baru juga mengakhiri masa jabatan pemerintah desa pada periode sebelumnya yang
selanjutnya akan disusun susunan organisasi pemerintah desa yang baru melalui proses seleksi
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui beberapa tahapan, diantaranya tahap persiapan,
pencalonan, pemungutan suara dan penetapan. BPD membentuk pantia pemilihan Kepala Desa
serentak dan panitia pemilihan Kepala Desa antarwaktu. Pembentukan panitia ditetapkan dengan
keputusan BPD yang terdiri dari perangkat Desa dan unsur masyarakat. Jumlah anggota panitia
disesuaikan dengan beban tugas dan kemampuan pembiayaan. Panitia bertanggungjawab kepada
BPD. Dalam hal anggota panitia tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dapat diberhentikan
dengan keputusan BPD. Panitia melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon Kepala Desa
antarwaktu. Penyaringan bakal calon Kepala Desa menjadi calon Kepala Desa, paling sedikit 2
(dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. Jika jumlah bakal calon yang memenuhi persyaratan
lebih dari 3 (tiga), panitia melakukan seleksi tambahan dengan menggunakan kriteria memiliki
pengetahuan mengenai Pemerintahan Desa, tingkat pendidikan, usia dan persyaratan lain yang
ditetapkan Bupati/Wali kota. Jika bakal calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua)
orang, panitia memperpanjang waktu pendaftaran selama 7 (tujuh) hari. Jika bakal calon yang
memenuhi persyaratan tetap kurang dari 2 (dua) setelah perpanjangan waktu pendaftaran, BPD
menunda pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sampai dengan waktu yang ditetapkan kemudian.11
METODE PEMBINAAN
1. Pendampingan Pembentukan Perdes
Para perancang Perdes perlu membuat perdes atas nama dan untuk kepentingan
masyarakat. Langkah pertama yang harus diambil adalah mengajukan pertanyaan mengenai jenis
permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat12. Permasalahan dapat mencakup banyak hal, antara
lain degradasi dan deviasi sumber daya yang mengakibatkan keresahan dan ketimpangan sosial.
Selain mengidentifikasi masalah, perancang perdes harus pula mengidentifikasi penyebab
terjadinya masala(akar masalah) dan pihak-pihak yang terkena dampak dari berbagai macam
masalah tersebut. Untuk mengidentifikasi masalah ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk
melakukan identifikasi misalnya dengan metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity,
Communications, Interest, Process, dan Ideology)
11 Tim Kementerian Dalam Negeri dan Australian Government. Buku Panduan BPD 2018. Jakarta: KOMPAK Kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia. Hlm-29 12 Marjoko, Saputra Iswan dan Hasibuan Hawari. 2013. Pemerintah Desa yang baik. Medan :Bitra Indonesia, The
Activator For Rural Progress.Hlm 112
Rule(Peraturan), yang mungkin dapat diidentifikasi adalah : susunan kata dari peraturan
kurang jelas atau rancu , peraturan mungkin memberi peluang perilaku masalah, tidak menangani
penyebab-penyebab dari peilaku bermasalah, memberi peluang pelaksanaan yang tidak transparan,
tidak bertanggung jawab, dan tidak partisipatif, dan memberikan kewenangan yang tidak perlu
kepada pejabat pelaksana dalam memutuskan apa dan bagaimana mengubah perilaku bermasalah.
Opportunity (Kesempatan), untuk mengidentifikkasi apakah lingkungan disekeliling pihak
yang dituju suatu perdes memungkinkan mereka berperilaku sebagaimana diperintahkan perdes
atau tidak? Dan apakah lingkungan tersebut membuat perilaku yang sesuai tidak mungkin terjadi?
Capacity (Kemampuan), untuk meidentifikasi apakah para pelaku peran memiliki
kemampuan berperilaku sebagaimana ditentukan oleh peraturan yang ada, Dalam prakteknya,
kesempatan dan kemauan saling bertumpang tindih. Tidak menjadi soal kategori ROCCIPI yang
mana yang mengilhami seorang penyusun Ranperdes ketika merumuskan hipotesa penjelasan.
Kategori-kategori ini berhasil meransang para pembuat rancangan perdes untuk mengidentifikasi
penyebab dari prilaku bermasalah yang harus diubah oleh rancangan mereka.
Communications( Komunikasi), Ketidaktahuan seorang perilaku peran tentang Perdes
mungkin dapat menjelaskan mengapa dia berperilaku tidak sesuai. Apakah pihak yang berwenang
telah mengambil langkah-langkah yang memadai untuk mengomunikasikan peraturan-peraturan
yang ada kepada para pihak yang dituju.
Interest ( Kepentingan ), apakah ada kepentingan material atau non material (sosial) yang
mempengaruhi pemegang peran dalam bertindak sesuai atau tidak dengan aturan yang ada.
Process (Proses), Menurut kriteria dan prosedur apakah dengan proses yang bagaimana
para pelaku peran memutuskan untuk mematuhi Perdes atau tidak. Biasanya, apabila sekelompok
pelaku peran terdiri dari perorangan, kategori proses menghasilkan beberapa hipotesa yang
berguna untuk menjelaskan perilaku mereka. Orang-orang biasanya memutuskan sendiri apakah
akan mematuhi peraturan atau tidak.
Ideology (Idiologi), apakah nilai-nilai, kebiasaan dan adat-istiadat yang ada cukup
mempengaruhi pemegang peran untuk bertindak sesuai atau bertentangan dengan aturan yang
ada13.
Dalam penyusunan Perdes selama ini, masih belum dilengkapi dengan kajian akademis.
Agar Perdes yang disusun benar-benar dapat menjawab kebutuhan masyarakat desa dan menjawab
permasalahan yang akan diatur maka penyususnan kajian akademis menjadi sangat penting. Secara
substansi, kajian akademis harus menelaah tiga permasalahan substansi, yaitu : (!) menjawab
pertanyaan mengapa diperlukan Perdes baru, (2) lingkup materi kandungan dan komponen utama
perdes, (3) proses yang akan digunakan untuk menyusun dan mengesahkan perdes.
13 . Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis,2007. Teori dan praktik Pemerintahan dan Otonomi daerah,Grasindo:
Jakarta. Hlm 7
Secara umum langkah-langkah dalam proses penyusunan peraturan desa baru adalah
sebagai berikut :
(1) Langkah 1 : Identifikasi Masalah
(2) Langkah 2 : Identifikasi Legal baseline atau landasan hukum, dan bagaimana peraturan desa
baru dapat memecahkan masalah.
(3) Langkah 3 : Penyusunan kajian akademis
(4) Langkah 4 : prosedur penyusunan perdes : (a) proses penyiapan Ranperdes di BPD dan (b)
proses penyiapan Ranpedes di Pemerintah desa, (c) proses mendapat persetujuan BPD, (f) proses
pengesahan dan penetapan sebagai lembaran desa.
(5) Langkah 5 : mekanisme pengawasan Perdes
Ket : Pendampingan Pembentukan Perdes.
Sumber : Dokumen pribadi penulis tangga; 25 Juli 2019
2. Pendampingan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Desa memiliki kewenangan dan hak untuk mengatur wilayahnya sesuai aspirasi
masyarakat yang hidup di wilayah desa yang bersangkutan. Kewenangan ini akan menentukan
posisi dan peran Musrenbang terhadap pembangunan di desa karena melihat pentingnya
Musrenbang dalam mendorong otonomi desa. Musrenbang desa jangan dipersempit menjadi
kegiatan rutin hanya mengisi formulir daftar usulan kegiatan yang akan dibawa ke kecamatan,
akan tetapi arah kebijakannya benar-benarmenjadi bagian dari berjalannya otonomi desa,
Perencanaan pembangunan desa mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksnaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dam pemberdayaan masyarakat
desa. Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka meliputi (1) Rencana
pembangunan jangka menengah untuk jangka waktu enam tahun, dan (2) Rencana pembangunan
tahunan desa yang sering disebut rencana kerja pemerintah desa disingkat RKPDes merupakan
penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. 14
Rancangan RPJM Desa setidaknya memuat visi dan misi kepala desa, arah kebijakan
pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, penyusunan RPJM
Desa dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi ibjektif Desa dan prioritas program dan
kegiatan Kabupaten/Kota. Pada penyusunan RPJM Desa dilakukan dengan kegiatan (1)
pembentukan tim penyusun RPJM Desa, (2) penyelarasan arah kebijakan perencanan
pembangunan kabupaten/kota, (3) pengkajian keadaan desa, (4) penyusunan rencana
pembangunan desa melalui musyawarah desa, (5) penyusunan rancangan RPJM Desa, (6)
penyusunan rencana pembangunan Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan Desa;
dan (7) penetapan RPJM Desa.
Tim penyusun RPJM Desa terdiri dari kepala Desa selaku Pembina, sekretaris desa selaku
ketua, ketua Lembaga pemberdayaan masyarakat selaku sekretaris dan anggota yang berasal dari
perangkat desa, Lembaga pemberdayaan masyarakat, kader pemberdayaan masyarakat desa dan
unsur masyarakat lainnya. Tim penyusun semuanya berjumlah paling sedikit 7 orang dan paling
banyak 11 orang. Sebagai mahasiswa hukum yang notabene sudah pernah belajar tentang otonomi
daerah, maka bermanfaat kiranya kami bisa menyampaikan dan mendampingi masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan.15 Hal-hal yang kami lakukan dalam pendampingi antara lain :
1. Menyampaikan kepada masyarakat tentang substansi yang ada pada Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya peran masyarakat dalam perencanaan
pembangunan yang dituangkan dalam bentuk artikel khusus MUSRENBANG Desa
2. Mendampingi setiap Tahapan MUSRENBANG Desa
Tahapan Pra-Musrenbang Desa
1. Perngorganisasian Musrenbang, terdiri atas kegiatan-kegiatan :
a. Pembentukan tim penyelenggara Musrenbang (TPM);
b. Pembentukan Tim Pemandu Msusrenbang Desa oleh TPM (2-3 orang);
c. Persiapan teknis pelaksanaan Musrenbang Desa yaitu :
✓ Penyusunan jadwal dan agenda Musrenbang Desa;
✓ Pengumuman kegiatan Musrenbang desa dan penyebaran undangan kepada peserta
dan narasumber (minimal 7 hari sebelum hari-H);
✓ Mengkoordinir persiapan logistic (tempat, konsumsi, alat dan bahan).
2. Pengkajian desa secara partisipatif, terdiri atas kegiatan-kegiatan
a. Kajian kondisi, permasalahan dan potensi desa (per dusun/RW dan/atau per sector/isu
pembangunan) Bersama warga masyarakat;
b. Penyusunan data/informasi desa dari hasil kajian oleh tim pemandu.
3. Penyusunan draf rancangan awal RKP Desa, terdiri atas kegiatankegiatan :
14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa 15 Rianingsih Djohani, Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa. (Bandung: Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT). 2008). Hlm- 6
a. Kaji ulang (review) dokumen RPJM Desa dan hasil-hasil kajian desal eh TPM dan Tiim
Pemandu,
b. Kajan dokumen/data/informasi kebijakan program dan anggaran daerah oleh TPMdan
Tim Pemandu
c. Penyusunan draf Rancangan AAwal RKP Desa dengan mengacu pada kajian tadi oleh
TPM dan Tim Pemandu
Ket : Musyawarah Dusun Kalikayen, Desa Kalikayen
Sumber : Dokumen pribadi penulis tanggal 30 Juli 2019
Tahapan pelaksanaan Musrenbang Desa
1. Pembukaan, acara dipandu oleh pembawa acara dengan kegiatan sebagai beriut :
a. Kata pembuka dan penyampaian agenda Musrenbang Desa
b. Laporan ketua panitia Musrenbang (Ketua TPM);
c. Sambutan dari kepala desa sekaligus pebukaan secara resmi;
d. Doa Bersama.
2. Pemaparan dan diskusi dengan narasumber (diskusi panel) sebagai masukan untuk
musyawarah:
a. Pemaparan oleh wakil masyarakat mengenai gambaran persoalan desa menurut hasil
kajian, yang dibagi sesuai dengan urusan/bidang pembangunan desa;
b. Pemaparan kepala desa mengenai (1) hasil evaluasi RKP Desa yang sudah berjalan; (2)
kerangka prioritas program menurut RPJM Desa; (3) informasi perkiraan ADD dan
sumber anggaran lain untuk tahun yang sedang direncanakan;
c. Pmaparan pihak kecamatan, UUPTD/SKPD kecamatan mengenai kebijakan dan
prioritas program daerah di wilayah kecamatan;
d. Tanggapan/diskusi Bersama warga masyarakat.
3. Pemaparan draft Rancangan Awal RKP Desa oleh TPM (biasanya sekdes) dan tanggapan
atau pengecekan (verifikasi) oleh peserta
4. Kesepakatan kegiatan prioritas dan anggarannya per bidang/isu
5. Musyawarah penentuan Tim Delegasi Desa
6. Penutupan yaitu penandatanganan berita acara Musrenbang dan penyampaian kata penutup
oleh Ketua TPM/ pemandu.
Tahapan Pasca-Musrenbang Desa
1. Rapat kerja tim perumus hasil Musrenbang desa : (1) penerbitan SK Kades untuk tim
delegasi desa; (2) penyusunan daftar prioritas masalah desa untuk disampaikan di
Musrenbang kecamatan; (3) penyusunan RKP Desa sampai menjadi SK Kades
(berdasarkan SEB dan Permendagri No.66/2007) atau peraturan Kades (berdasarkan PP
No.72/2005)
2. Pembekalan Tim Delegasi desa oleh TPM (termasuk Tim Pemandu) agar : (1) menguasai
data/informasi dan penjelasan mengenai usulan yang akan dibawa tim delegasi ke
Musrenbang kecamatan, serta (3) penguatan kemampuan lainnya (wawasan, Teknik
komunikasi, presentasi)
3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dengan mengacu pada
dokumen Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).
Musyawarah Desa merupakan forum tertinggi di Desa yang berfungsi untuk mengambil
keputusan atas hal-hal yang bersifat strategis. Menempatkan Musyawarah Desa sebagai bagian
dari kerangka kerja demokratisasi dimaksudkan untuk mengedepankan Musyawarah Desa
yang menjadi mekanisme utama pengambilan keputusan Desa. Dengan demikian, perhatian
khusus terhadap Musyawarah Desa merupakan bagian integral terhadap kerangka kerja
demokratisasi Desa. UU Desa mendefinisikan musyawarah Desa sebagai berikut:
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis16
Antusiasme masyarakat
Keadaan di Desa Kalikayen mengharuskan pemerintah Desa berjuang lebih keras agar
penyelenggaraan MUSRENBANG Desa tidak hanya sekedar formalitas, akan tetapi menjadi
ujung tombak pembangunan. Hal ini perlu pendekatan kepada masyarakat tentang pengetahuan
umum MUSRENBANG Desa, tahapan, peran masyarakat, serta tata cara menyusun usulan
kegiatan untuk RKP Desa maupun RPJM Desa. Masayarakat Desa Kalikayen menganggap bahwa
pembangunan yang dimaksudkan dalam MUSRENBANG Desa hanyalah pembangunan yang
kaitannya dengan infrastruktur saja. Padahal yang tercantum dalam Undang-Undang Desa lebih
luas, diantaranya meliputi pembangunan Desa, penyelenggaran pemerintahan, pemberdayaan
masyarakat Desa dan pembinaan Lembaga kemasyarakatan Desa.17
Masyarakat Desa Kalikayen kami fasilitasi dengan uraian artikel singkat tentang
MUSRENBANG Desa supaya hal tersebut dapat disampaikan kepada RW/RT serta masyarakat
secara lebih luas. Antusiasme masyarakat harusnya didukung oleh pemerintah daerah supaya
16 Amanulloh, Naeni. Buku 3 : Demokratisasi Desa. Jakarta : Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia: 2015. Hlm-36 17 Wawancara Bersama Pak Mashudi,S.Ag. Kepala Urusan Pemerintahan pada 25 Agustus 2019 pukul 19.38 WIB
semangat masyarakat dalam membangun daerah terwadahi melalui aspirasi yang diajukan melalui
Musrenbang Dusun dan Musrenbang Desa.
Kurangnya Pendampingan Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan musrenbang
Pemerintah Desa dalam menjalankan tugasnya berada di bawah kontrol Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, hal itu diaplikasikan salah satunya pada koreksi dan evaluasi raperdes yang
dibentuk oleh Desa. Akan tetapi, jika melihat kondisi BPD yang minim pengetahuan tentang tugas
fungsi dan tata cara menjalankan fungsinya maka menurut penulis hal tersebut masih menjadi
tangungjawab pemerintah untuk membina BPD supaya ke depan dapat menjalankan
tanggungjawabnya dengan baik dan sesuai dengan aspirasi masyarakat khususnya di Desa
Kalikayen.
Proses penyelenggaraan di Desa Kalikayen masih jauh dari kata sempurna, karena
Musrenbang Desa yang seharusnya dapat dilaksanakan maksimal 3 bulan setelah terpilihnya
kepala desa yang baru,sampai saat ini bulan Agustus 2019 masih belum dibentuk tim penyusun
RPJM Desa dan RKP Desa. Selanjutnya kami dampingi pengisian rencana usulan kegiatan dan
prioritas masalah di Desa supaya nanti bisa menjadi bahan kepala dusun dalam
memimpin/memandu Musyawarah Perencanaan Pembangunan di tingkat dusun.
Kesimpulan
Metode pembinaan terhadap Badan Permusyawaratan Desa Pasca Pemilihan Kepala Desa
dilakukan melalui beberapa cara diantaranya pendidikan dan pelatihan pembentukan peraturan
Desa, pendampingan pembentukan Peratuan Desa, serta pendampingan Musrenbang Desa.
Metode diatas diperlukan mengingat minimnya pengetahuan Badan Permusyawaratan Desa
terhadap perencanaan pembangunan desa dan tugas fungi lainnya. Masyarakat belum
mendapatkan pendampingan maupun pembinaan dari pemerintah daerah khususnya bagi anggota
Badan Permusyawaratan Desa Kalikayen. Pemerintah diharapkan mampu memberikan perhatian
lebih kepada Desa supaya Desa dapat menjalankan wewenangnya secara maksimal.
Ucapan terimakasih
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami
selama KKN berlangsung di Desa Kalikayen. Artikel ini didedikasikan untuk memperdalam
keilmuan hukum khususnya di bidang Hukum Tata Negara serta sebagai luaran KKN Kemitraan
Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Tahap II ATahun 2019
Referensi:
Amanulloh, Naeni. Buku 3 : Demokratisasi Desa. Jakarta : Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia: 2015.
Aziz, Nyimas Latifah Letty. Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa. Jakarta: Jurnal Penelitian
Politik. 2016. Vol. 13.No. 2.
Djohani, Rianingsih. Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Desa. Bandung: Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT). 2008.
Djogo, Tony.(2003). Kelembagaan dan Kebijakan Dalam Pengembangan Agroforesti. Word
Agroforestry Centre(ICRAF) Southeast Asia.2003.
Miskawati dan Heri Tahir. Perana Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembangunan
Desa (Studi di Desa Tolajuk Kecamatan Latimojong Kabupaten Luwu). Makassar:
Universitas Negeri Makassar. 2014.
Silahudin, M. Kewenangan desa dan regulasi desa. Jakarta: Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. 2015.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika. 1996.
Widjaja, HAW. Otonomi Desa : Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008.
Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis. Teori dan praktik Pemerintahan dan Otonomi
daerah,Grasindo: Jakarta.2007.
Sumber Saparin, Luas Bidang kegiatan Pemerintahan, Tata Pemerintahan Dan
Administrasi Pemerintahan Desa, Ghalia Indonesia.2015
Marjoko, Saputra Iswan dan Hasibuan Hawari. Pemerintah Desa yang baik. Medan :Bitra
Indonesia, The Activator For Rural Progress.2013
Ndraha, Taliziduhu . Pembangunan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.2002.
Moch Musoffa Ihsan. Ketahanan Masyarakat Desa. Kementrian Desa. Jakarta:
Pembangunan Daerah Teringgal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia.2015.
Tim Kementerian Dalam Negeri dan Australian Government. Buku Panduan BPD 2018. Jakarta:
KOMPAK Kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa