5
METODE PENELITIAN Tempat Penelitian & Populasi Informasi mengenai sample penelitian didapatkan dari Rumah Sakit Umum Port Fouad mulai dari 1 Januari 2006 sampai 1 Maret 2008. Sample penelitian ini terdiri dari semua pasien (laki- laki dan perempuan di semua umur) yang sedang berada pada masa operasi untuk komplikasi apendiktomi dan di raawat oleh tim bedah mandiri yang terdiri dari ahli bedah konsultan, dokter bedah umum dan 2 dokter residen. Pengumpulan Data Data-data penelitian ini didapatkan dari unit registrasi dan statistik di Rumah Sakit Umum Port Fouad pada periode 1 Januari 2006 sampai 1 Maret 2008. Data meliputi semua kasus komplikasi apendiktomi yang akan dioperasi oleh tim bedah mandiri. Parameter evaluasi: 1) Insiden perforasi atau gangren pada saat dioperasi 2) Lamanya dirawat di Rumah Sakit (LOS) 3) Komplikasi post-operatif Temuan saat operasi di nilai dalam 4 sistem penilaian: Grade 1 (G I): apendisitis akut Grade 2 (G II): apendisitis gangrenosa akut Grade 3 (G III): perforasi Grade 4 (G IV): abses periapendicular Diagnosa yang terlambat diartikan sebagai: a) Keluar dari Unit Gawat Darurat pada kunjungan pertama atau

METODE APLIKASI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Analisa Jurnal

Citation preview

Page 1: METODE APLIKASI

METODE PENELITIAN

Tempat Penelitian & Populasi

Informasi mengenai sample penelitian didapatkan dari Rumah Sakit Umum Port

Fouad mulai dari 1 Januari 2006 sampai 1 Maret 2008. Sample penelitian ini terdiri

dari semua pasien (laki-laki dan perempuan di semua umur) yang sedang berada

pada masa operasi untuk komplikasi apendiktomi dan di raawat oleh tim bedah

mandiri yang terdiri dari ahli bedah konsultan, dokter bedah umum dan 2 dokter

residen.

Pengumpulan Data

Data-data penelitian ini didapatkan dari unit registrasi dan statistik di Rumah Sakit

Umum Port Fouad pada periode 1 Januari 2006 sampai 1 Maret 2008. Data meliputi

semua kasus komplikasi apendiktomi yang akan dioperasi oleh tim bedah mandiri.

Parameter evaluasi:

1) Insiden perforasi atau gangren pada saat dioperasi

2) Lamanya dirawat di Rumah Sakit (LOS)

3) Komplikasi post-operatif

Temuan saat operasi di nilai dalam 4 sistem penilaian:

Grade 1 (G I): apendisitis akut

Grade 2 (G II): apendisitis gangrenosa akut

Grade 3 (G III): perforasi

Grade 4 (G IV): abses periapendicular

Diagnosa yang terlambat diartikan sebagai:

a) Keluar dari Unit Gawat Darurat pada kunjungan pertama atau

b) Jarak waktu pemeriksaan pertama sampai operasi 20 jam atau lebih

Analisa Statistik

Data penelitian dianalisa dengan SPSS 15 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA) dan

MedCalc versi 9.2. Data kualitatif digambarkan dalam angka dan persentase

sedangkan data kuantitatif digambarkan dalam mean ± standart deviation (SD). Chi

square digunakan untuk menguji perbedaan dalam data kualitatif dan untuk menguji

perbedaan dalam data kuantitatif menggunakan tes Student t. Nilai Probabilitas (p-

value) < 0.05 dinilai signifikan secara stastistik.

Page 2: METODE APLIKASI

APLIKASI HASIL PENELITIAN

Di Indonesia diperkirakan 7%-8% penduduk menderita appendicitis dengan 1,1

kasus per 1000 orang per tahun. Appendicitis terjadi sebagian besar akibat

meningkatnya konsumsi makanan rendah serat, adanya peradangan pada lumen.

Angka mortalitas 0,2-0,8% yang menghubungkan komplikasi terhadap penyakit lebih

baik daripada tindakan pembedahan. Angka mortalitas meningkat 20% pada pasien

usia 70 tahun, terutama karena keterlambatan diagnostik dan terapi. Perforasi dapat

terjadi pada usia 18 tahun dan 50 tahun yang kemungkinan karena keterlambatan

diagnosis. Komplikasi perforasi berhubungan dengan meningkatnya angka

morbiditas dan mortalitas. Dalam perkembangannya appendicitis sering menyerang

orang antara usia 10-30 tahun. Salah satunya lebih beralasan untuk pembedahan

darurat abdomen pada anak-anak. Keterlambatan diagnosis appendicitis dapat

meningkatkan resiko perforasi dan komplikasi. Angka komplikasi dan kematian lebih

tinggi pada anak dan dewasa. Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan,

tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis

akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi.

Pada jurnal ini disebutkan bahwa untuk mencegah terjadinya keterlambatan

diagnosis appendicitis, perawat/dokter harus memperhatikan riwayat kesehatan

pasien, pemeriksaan fisik dan tinjauan klinis awal. Di Indonesia sendiri hal ini telah

dilakukan. Untuk menegakkan diagnosa appendicitis diyakinkan dengan

menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara

mendiagnosis apendisitis.

Page 3: METODE APLIKASI

               

Tabel 2. The

Modified Alvarado

score

Sedangkan untuk pemeriksaan fisik pada pasien dengan appendicitis, yang didapat

adalah:

1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut

dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).

2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila

tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana

merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.

3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat

tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)

4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila

pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.

5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang

lagi adanya radang usus buntu.

6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan

tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks

The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu

hati ke perut kanan bawah

1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan

Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to

the left

1

Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut

     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut

     8-10   : pasti apendisitis akut

Page 4: METODE APLIKASI

terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda

perangsangan peritoneum akan lebih menonjol

Jadi untuk implementasi jurnal ini di Indonesia hanya perlu ditingkatkan dalam

mengkaji riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik pada pasien suspek appendicitis.

Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir angka mortalitas dan mordibitas akibat

keterlambatan diagnosa appendicitis.