Upload
astrid-alasa
View
34
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UJI AKTIVITAS SEDIAAN GEL DARI EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe barbadensis Miller) UNTUK PROSES PERSEMBUHAN LUKA PADA
MENCIT (Mus musculuc)
ASTRID NATALIA ALASA
G 701 11 007
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2013
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI .................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
I.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 2
I.3 Tujuan .............................................................................................................. 2
I.4 Manfaat ............................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sejarah tanaman lidah buaya .......................................................................... 5
II.2 Biologi tanaman lidah buaya .......................................................................... 5
II.3 Manfaat tanaman lidah buaya ......................................................................... 7
II.4 Mencit ............................................................................................................ 8
II.5 Histologi Kulit Mencit ................................................................................... 10
II.6 Persembuhan luka Mencit ............................................................................. 11
BAB III METODE PENELITIAN
III.1 Alat ................................................................................................................ 13
III.2 Bahan ............................................................................................................. 13
III.3 Waktu penelitian ........................................................................................... 14
III.4 Tempat Penelitian........................................................................................... 14
III.5 Definisi Oprasional ........................................................................................ 14
III.6 Batasan Penelitian .......................................................................................... 14
III.7 Analisa Data .................................................................................................. 14
III.8 Rencana Penelitian ........................................................................................ 15
III.9 Metode Kerja ................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... ii
LAMPIRAN .............................................................................................................................. iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah Negara tropis yang memiliki beraneka ragam flora dan
fauna. Banyak diantara kekayaan alam tersebut yang telah lama dimanfaatkan
oleh nenek moyang kita sebagai penyembuh atau obat tradisional dalam
mengatasi berbagai masalah kesehatan. Selain karena jumlahna yang melimpah,
bahan-bahan asal hewan dan tumbuhan tersebut juga mudah diperoleh. Salah satu
bahan alam yang telah lama dikenal dan dibudidayakan adalah tanaman lidah
buaya. Tanaman ini banyak terdapat di seluruh wilayah Indonesia dan memiliki
berbagai manfaat, bahkan setiap bagiannya memilki manfaat yang berbeda-beda.
Beberapa pengujian secara ilmiah mengenai khasiat tanaman lidah buaya
untuk persembuhan luka pernah dilaporkan. Salah satunya yaitu penelitian yang
dilakukan menggunakan lender daun lidah buaya dengan hasil memuaskan. Dari
hasil penelitian tersebut diketahui bahwa khasiat tanaman obat tradisional ini
mampu bersaing dengan obat-obatan buatan pabrik yang didatangkan dari luar
negeri. Namun, kebutuhan terhadap pengobatan merupakan, salah satunya adalah
dengan menggunakan obat-obat tradisional.
Ketersediaan tanaman lidah buaya yang sangat berlimpah di Indonesia tidak
didukung dengan pengembangan obat luka dari tanaman untuk kepentingan
komersil. Permasalahn-permasalahn di atas menjadi pertimbangan untuk
mengembangkan obat luka asal tanaman lidah buaya karena memiliki prospek
yang sangat baik dalam pemanfaatannya menjadi produk yang, siap pakai guna
mendukung swamsemba obat dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat
Indonesia khususnya, serta sebagai penghasil devisa Negara.
2
I.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana melakukan preparasi sediaan lidah buaya dalam bentuk gel dan
membandingkannya dengan sediaan gel komersil yang beredar di masyarakat.
2. Apakah sediaan gel lidah buaya secara ilmiah dapat digunakan sebagai
persembuhan luka dan efek kosmetikanya dalam menghilangkan jaringan
parut pada hewan.
I.3 TUJUAN
1. Melakukan preparasi sediaan lidah buaya dalam bentuk gel dan
membandingkannya dengan sediaan gel komersil yang beredar di masyarakat.
2. Mengetahui secara ilmiah khasiat sediaan gel lidah buaya sebagai obat
persembuhan luka dan efek kosmetikanya dalam menghilangkan jaringan
parut pada hewan.
I.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti, dapat mengembangkan pengetahuan yang telah didapatkan dari
proses pembelajaran.
2. Bagi masyarakat, dapat memberikan manfaat berupa penggunaan lidah buaya
dalam bentuk olahan berupa gel yang lebih komersil dalam proses
persembuhan luka.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Sejarah Tanaman Lidah Buaya
Tanaman lidah buaya (Aloe vera) telah diketahui sebagai tanaman yang
memilki banyak khasiat sejak dahulu. Catatan tertua yang pernah ada tentang
penggunaan aloe vera berasal dari zaman Mesir kuno (Anonim, 2006).
Dalam literature tersebut juga disebutkan bahwa kaum Mesir kuno
menggunakan Aloe vera untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari dan
untuk membalsemkan jenazah serta untuk beberapa persiapan pengobatan.
Bahkan tercatat pula bahwa dua orang ratu Mesir yang terkenal akan rahasia
kecantikan mereka. Sejarah juga menceritakan tentang Marcopolo yang telah
membuat catatan deskripsi tentang penggunaan tanaman lidah buaya. Catatan
pertama yang pernah dibuat tentang penggunaan bahan mentah lidah buaya
sebagai obat adalah Amerika pada tahun 1697. Tanaman ini berasal dari Afrika
dan ditemukan oleh Phillip Miller pada tahun 1768 (Trubus, 2002).
II.2 Biologi Tanaman Lidah Buaya
Lidah Buaya adalah tanaman perdu yang mudah untuk ditanam. Dalam
penelitian ini digunakan spesies lidah buaya Aloe barbadensis. Taksonomi lidah
buaya yang diuji adalah (Wikipedia, 2006) adalah sebagai berikut ;
Kingdom : Plantae
Filum : Magnoliophyta
Kelas : Lilliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodekaceae
Genus : Aloe
Species : A. vera (L) Burm f. barbadensis Miller
4
Penampakan luar lidah buaya berupa tanaman dengan daun-daun yang tebal,
berbentuk seperti lidah dengan pangkal tebal dan semakin menipis pada
ujungnya, tersusun secara parallel dengan panjang 18 hingga 36 inci serta
memiliki tepi yang berduri. Batang tanaman ini pendek daun –daunnya yang
berwarna hijau muda tumbuh melingkar dengan pola rosette. Warna daunnya
tidak selalu seragam. Intensitas warna hijau yang berbeda kadang ditemui antara
satu tanaman dengan tanaman yang lain maupun antara helai daun dalam satu
tanaman. Tanaman ini tumbuh dengan tinggi satu hingga dua kaki, bahkan
beberapa literetur menyebutkan bahwa tnaman ini dapat tumbuh hingga setinggi
empat kaki. Tanaman ini memiliki lebar antara dua hingga tiga kaki. Jumlah
helai daun lidah buaya saat dewasa dengan bobot sekitar enam kilogram
biasanya sebanyak 12 hingga 16 helai. Pemanenan tanaman ini biasanya
dilakukan setiap enam sampai delapan minggu sekali dengan mencabut tiga
hingga empat helai daun, untuk satu tanaman (Gilman, 1999).
Tanaman lidah buaya dapat hidup di tempat yang sempit seperti pot maupun
tempat yang luas, seperti pada perkebunan lidah buaya. Tanaman ini dapat hidup
di tempat yang terkena sinar matahari secara langsung maupun pada daerah yang
bertudung sebagian (Gilman, 1999).
Lidah buaya hanya dapat tumbuh pada daerah beriklim tropis yang hangat
dan tidak dapat bertahan pada suhu dingin. Lidah buaya pada suhu optimal pada
tanah dengan komponen tanah yang asam maupun sedikit basa, tanah liat dan
tanah berpasir, tanaman ini juga dapat bertahan pada musim kering, namun
hanya dapat mentoleransi kadar garam tanah yang rendah (Gilman, 1999).
Lidah buaya digolongkan sebagai famili Asphodelaceae berdasarkan
susunan pangkal daunnya yang berwarna kuning yang tersusun secara ,melingkar
dan bertumpuk seperti halnya pada bawang. Daging daun lidah buaya terdiri atas
2,5 % air dan 0,5 % bagiannya merupakan berbagai bahan aktif yaitu lemak,
karbohidrat protein, asam amino, mineral, vitamin, dan enzim. Glukomanan
merupakan polisakarida terbesar yang terdapat dalam lidah buaya diantaranya
5
adalah arginin, asparagin, asam aspartat, serin, glutamine, treonin, lisin, urosin,
fenilalanin, prelim, histidin, leusin, dan isoleusin(Gilman, 1999).
Beberapa asam amino yang lidah buaya merupakan asam amino esensial
yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Mineral yang dikandung daging daun
lidah buaya adalah magnesium, kalium, natrium,seng, besi, dan kromium, serta
vitamin A, B1, B2, B3, B12, C, E, cholin, inositol, dan asam folat (Gallagher &
Gray, 2003).
II.3 MANFAAT TANAM LIDAH BUAYA
Terdapat lebih dari 250 spesies lidah buaya yang hidup di dunia, namun
hanya dua spesies yang dikembangkan secara komersil yaitu Aloe barbandesis
dan Aloe aborescens. Kedua tanaman ini menjadi terkenal karena kehebatan
khasiat daunnya. Aloe barbandesis atau yang lebih dikenal dengan sebutan Aloe
vera memiliki dua bagian dasar yang menyusun pelepah daunnya. Bagian yang
tampak seperti eksudat berwarna kuning disebut sebagai Aloe latex. Bagian ini
berasal dari tubulus perisiklik yang berada tepat di bawah bagian kulit terluar
dari tanaman ini. Bagian latex atau yang juga disebut sebagai Aloe juice ini
sering digunakan untuk pengobatan sebagai pencahar (laxative) dengan jalan
dikeringkan hingga membentuk granul-granul yang berwarna coklat bila terpapar
dengan udara. Bagian lain dari daun lidah buaya adalah Aloe gel yang berupa
pulpa daun atau lender daun, yaitu bagian substansi jernih yang menyerupai agar
yang berasal dari jeringan parenkimal dan menyusun bagian dalam dari pelepah
daun lidah buaya. Bagian ini mengandung polimer-polimer karbihidrat seperti
glukomanan atau asam peptide. Bagian gel ini telah banyak digunakan untuk
pengobatan topical terhadap luka, luka bakar ringan, dan iritasi kulit. Selain itu,
gel lidah buaya juga telah banyak dipasarkan sebagai produk konsumsi internal
tubuh yang bermanfaat untuk mengobati konstipasi, batuk, luka-luka dalam,
ulserasi, diabetes, kanker, sakit kepala, arthritis, dan defisiensi system imun.
Aloe juga memiliki efek antidota, menetralisir racun-racun tubuh, mengurangi
6
rasa sakit pada penyakit arthtritis akibat toksisitas pada jaringan (Samuels,
1996).
Sebuah penelitian telah menguji efek peberian gel lidah buaya secara
internal kepada mencit dimana dinyatakan bahwa gel tersebut memeberikan efek
meningkatkan aliran pembuluh darah ke daerah yang mengalami luka. Gel lidah
buaya bermanfaat juga untuk mengobati luka bakar ringan, luka sayat atau abrasi
pada kulit, dan juga untuk mengobati iritasi ringan pada vagina. Selain itu, dalam
literatur juga disebutkan efek pemberian gel lidah buaya yang menurunkan
factor-faktor yang berisiko untuk pasien mengidap penyakit jantung serta
menurunkan kadar gula darah pada hewan yang menderita diabetes. Lidah buaya
dapat merangsang persembuha luka karena dapat meningkatkan pembentukan
kolagen pada jaringan luka. Penggunaan oral (100 mg/kg/hari) dan topical (25
%) lidah buaya yang belum diekstrak dapat mengurangi diameter luak (Davis et
al, 1994).
Sejumlah vitamin yang terkandung dalam tanaman ini memiliki efek
antioksidan yang dapat menyehatkan kulit dan mempercepat perbaikan jaringan
kulit yang rusak. Glukomannan merupakan polisakarida yang ditemukan dalam
gel Aloe vera. Polisakarida ini merupakan bahan aktif dalam persembuhan luka
bakar dan dapat mendukung system kekebalan dengan cara mengaktifkan sel
makrofag dan sel-T. Bahan aktif lain dari tanaman lidah buaya adalah enzim
bradikinase yang dapat mengurangi peradangan dan rasa sakit bila digunakan
secara topikal. Selain itu lidah buaya juga mengandung mukopolisakarida yang
disebut mannose-6-phosphate yang dapat meningkatkan proliferasi sel fibrolast
pada persembuhan luka. Bila diaplikasikan secara topikal, antrakuinon dapat
bertindak sebagai zat antibiotic dan penghilang rasa sakit. Selain itu, lidah buaya
juag memiliki kandunga saponin yang juga berfungsi sebagai zat antiseptic dan
menjaga kelembaban kulit. Lignin yang dikandung tanaman ini juga berperan
dalam menjaga kelembaban kulit serta mempercepat penetrasi senyawa-senyawa
dalam komponen lidah buaya. Zat aktif lainnya yang dikandung lidah buaya
7
diantaranya adalah cholesterol, campesterol, B-sitosterol, dan lupeol yang
bekerja sebagai agen anti-inflamasi dan anti-bakteri (Atherton, 2006).
II.4 MENCIT
Hewan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah mencit laboratorium
Mus musculus. Klasifikasi mencit laboratorium adalah sebagai berikut ;
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subkelas : Theria
Order : Rodentia
Suborder : Sciurognathi
Family : Muridae
Subfamily : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit laboratorium adalah hewan yang semarga dengan mencit liar atau
mencit luar/domestic. Semua galur mencit laboratorium yang ada pada waktu itu
merupakan turunan dari mencit liar sesudah melalui peternakan selektif. Mencit
dikelompokkan dalam order rodentia karena memilki sepasang gigi yang
berbentuk seperti pahat dan dapat menajam dengan sendirinya. Genus Mus
memiliki empat bentuk morfotipe yang sudah dikenal sebagai spesies tertentu
yaitu Mus musculus, Mus domesticus, Mus castaneus, dan Mus bactrianus,
maupun sebagai subspecies dari Mus musculus yaitu Mus munculus domesticus.
Namun karena banyaknya perkawinan silang antar spesies yang ditempatkan
dalam satu kandang, maka banyak berkembang subspecies baru. Mus musculus
8
dan Mus domesticus pada awalnya berasal dari eropa timurdan Asia, kemudian
dengan cepat menyebar keseluruh dunia (Penn, 1999).
Mencit laboratorium adalah starin mencit yang telah dikembangkan oleh
ahli genetic dari peternakan mencit peliharaan sejak 100 tahun sila. Manusia
telah mengembangbiakkan mencit selam 4000 tahun di Mesir, Yunani, dan Cina.
Mencit yang berwarna putih dan beberapa warna lainnya telah dikembangkan
secara sistematis di Jepang 300 tahun silam. Banyak strain berbeda dari mencit
laboratorium yang telah dikembangkan oleh ahli genetik. Bebrapa starin seperti
Swiss Webster dikembangkan secara outbred, sementara beberapa strain lain
seperti DDY, Balb/c, DBA, dan B6 dikembangkan secara inbred dengan gen-gen
homozigot. Mencit adalah hewan crepuscular dimana akan lebih aktif pada senja
dan malam hari. Mencit liar akan hidup pada kelompok social yang stabil dimana
terdiri dari seekor jantan yang dominan dan territorial berserta sekitar 4-12 ekor
mencit dewasa. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa deferensiasi genetik
menendakan penyebaran populasi mencit dan mengurangi
kemungkinaninbreeding. Banyak penelitian di laboratorium yang
menginduksikan bahwa kerugian dari inbreeding pada mencit, dimana telah
terbukti bahwa kondisi kesehatan mencit hasil inbreeding pada kondisi stress dan
kompetitif akan lebih rendah (Penn, 1999).
II.5 HISTOLOGI KULIT
Kulit merupakan barrier pembatas dua arah yang efektif antara tubuh bagian
dalam dengan lingkungan luar tubuh. Kulit terdiri dari lapisan-lapisan yang
berbeda bentuk dan fungsi. Lapisan terluar adalah lapisan epidermis dengan tipe
epitel skuamosa. Bagian epidermis ini memiliki lapisan epitel tersendiri yang
yang berbeda ketebalannya pada region yang berbeda. Lapisan yang berada tepat
di bawahnya adalah lapisan dermis (korium) yang berupa jaringan kolagen yang
memiliki perbedaan kerapatn pada region yang berbeda pula. Kemudian terdapat
hypodermis yang menghubungkan lapisan dermis dengan periosteum,
9
perikondrium atau fasia yang terbentang di bawahnya. Lapisan hypodermis ini
berupa jaringan ikat longgar kolagen yang juga bervariasi antar region. Bebrapa
regio mengandung banyak jaringan adipose sementara regio lainnya hanya
mengandung sedikit adipose. Pembuluh darah, saraf-saraf, dan pembuluh
limfatik terdapat di lapisan dermis dan hypodermis (Banks, 1993).
II.6 PERSEMBUHAN LUKA
Persembuhan luka adalah proses dalam tubuh yang sebisa mungkin
memperbaiki bagian luka menjadi bentuk yang paling mendekati kondisi normal
tubuh sebelumnnya. Proses penyembuhan bukanlah suatu proses yang sederhana
melainkan suatu proses yang kompleks namun terintegrasi dan sistematik.
Persembuhan luka dibagi menjadi dua macam berdasarkan keadaan luka yang
terjadi, yaitu persembuhan berdasarkan penyatuan primer dan persembuhan
berdasarkan penyatuan sekunder. Suatu persembuhan luka dpaat digolongkan
menjadi penyatuan luka primer apabila luka tertutup, mengakibatkan hilangnya
sejumlah kecil jaringan, luka berupa suatu garis insisi dengan scalpel yang
steril, tidak disertai denga infeksi sekunder oleh bakteri dan celah luka segera
ditutupi oleh darah beku. Persembuhan berdasarkan penyatuan luka sekunder
ditandai dengan luka yang terbuka dan mengalami kerusakan atau hilagnya
jaringan dalam jumlah besar. Selain itu, luka terinfeksi oleh bakteri, banyak
pembuluh darah yang terkoyak, serta dapat ditemui jaringan yang mengalami
nekrosis dan peradangan di daerah luka (Vegad, 1995).
Peradangan adalah suatu reaksi dari jaringan hidup yang dialiri darah
terhadap perlukaan total. Terjadinya peradangan pada suatu area local dapat
menyebabkan beberapa perubahan baik pada tingkat vascular maupun pada
tingkat selular. Perubahan yang terjadi pada tingkat vakular adalah perubahan
pembuluh darah, perubahan aliran darah, perubahan pada pergerakan arus darha
dalam pembuluh darah, eksudasi plasma darah, emigrasi dari leukosit, dan
diapedesis dari eritrosit. Perubahan pada tingkat selular berupa peningkatan
10
aktivitas leukosit. Aktivitas leukosit ini merupakan suatu aktivitas yang
berkelanjutan dan teridir dari marginasi, adesi, emigrasi, fagositosis, dan
pelepasan produk-produk leukosit ke jaringan ekstraselular (Vegad, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi persembuhan luka adalah faktor nutrisi,
kada vitamin C, mineral zinc (Zn) dan glukokortikosteroid dalam tubuh, usia,
kurangnya suplai darah, keberadaan benda asing dan faktor-faktor mekanis.
Nutrisi yang tidak seimbang, terutama kurangnya konsumsi protein (asam
amino) dapat menyebabkan kekuatan regangan jaringan ikat akan melemah. Sel-
sel fibrolast yang terbentuk hanya sedikit dan sintesis serabut kolagen akan
terhambat. Kekurangan vitamin C akan mengakibatkan serabut kolagen yang
disintesis oleh fibrolast menjadi lebih sedikit dan mengalami penurunan kualitas.
Zinc adalah mineral yang diperlukan untuk metabolisme beberapa enzim yang
penting untuk persembuhan luka. Pada individu yang kekurangan zinc,
persembuhan luka akan memakan waktu lebih lama. Persembuhan luka pada
individu yang berusia tua akan memakan waktu lebih lama jika dibandingkan
dengan individu yang masih muda. Hal ini terkait dengan suplai darah individu
muda yang lebih baik dan adanya kemungkinan penyakit seperti atherosclerosis
oada individu tua. Glukokostisteroid memiliki pengaruh pada proses inflamasi
dan fibroplasias. Keberadaanya dalam jumlah besar dapat menginduksi
perubahan kimia pada matriks subtansi dasar jaringan ikat. Keberadaanya dalam
jaringan ikat dapat mengurangi produksi kolagen dan pembentukan neokapiler
.(Vegad, 1995).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 ALAT
1. Blender
2. Pisau stainless
3. Saringan Mesh 50
4. Cawan porselin
5. Oven
6. Ember
7. Gelas ukur
8. Gelas kimia
9. Mikroskop cahaya
10. Preparat
III.2 BAHAN
1. Tanaman lidah buaya
2. Na-benzoat 0,1 %
3. Akuades
4. Basis jelly (karbopol, metal hidroksi benzoate, gliserin, propilenglikol,
trietanolamin stearat)
5. Alkohol 70 %
6. Bioplacenton ®
7. BNF (Buffer Neutral Formaline) 10 %
8. Mencit laboratorium
12
III.3 WAKTU PENELITIAN
Rencana penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan.
III.4 TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Toksikologi
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tadulako.
III.5 DEFINISI OPERASIONAL
1. Bagian gel ini telah banyak digunakan untuk pengobatan topical terhadap
luka, luka bakar ringan, dan iritasi kulit. Selain itu, gel lidah buaya juga
telah banyak dipasarkan sebagai produk konsumsi internal tubuh yang
bermanfaat untuk mengobati konstipasi, batuk, luka-luka dalam, ulserasi,
diabetes, kanker, sakit kepala, arthritis, dan defisiensi system imun. Aloe
juga memiliki efek antidota, menetralisir racun-racun tubuh, mengurangi
rasa sakit pada penyakit arthtritis akibat toksisitas pada jaringan.
2. Persembuhan luka adalah proses dalam tubuh yang sebisa mungkin
memperbaiki bagian luka menjadi bentuk yang paling mendekati kondisi
normal tubuh sebelumnnya.
3.
III.6 BATASAN PENELITIAN
1. Ekslusi
Hewan uji yang meninggal selama penelitian.
III.7 ANALISA DATA
Data pengamatan histopatologi diuji secara statistic menggunakan Uji Sidik
Ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan Uji Wilayah Berganda Duncan.
Hasil pengamatan patologi anatomi dan histopatologi dianalisis secara
deskriptif.
13
III. RENCANA PENELITIAN
NO. RINCIAN KEGIATAN
PROGRAM
PELAKSANAAN BULAN KE-
1 2 3
1. Persiapan pelaksanaan
program
• Studi pustaka
• Persiapan alat
dan bahan
2.
• Uji pendahuluan
untuk
menentukan
dosis
• Pembuatan
sediaan gel
• Perlakuan pada
mencit
• Pemberian obat
luka komersil
dan sediaan gel
lidah buaya.
• Pengamatan
patologi anatomi
• Pengambilan
sampel kulit
3. • Analisa data
• Pembuatan
laporan
14
III.9 METODE KERJA
1. Cara kerja
a. Pengambilan gel lidah buaya
1) Pelepah daun lidah buaya dicuci dengan air bersih dan kemudian
ditimbang.
2) Selanjutnya daun tersebut dikupas dalam keadaan terendam akuades.
Setelah itu daging daun dipotong kecil-kecil dan dimasukkan
kedalam blender.
3) Ditambahkan Na-benzoat 0,1% ke dalam blender, kemudian
diblender hingga halus.
4) Disaring dan dibuang ampasnya.
5) Gel murni yang didapatkan yang kemudian diblansir pada suhu 70-
80˚C selama 3-5 menit.
6) Ditempatkan pada wadah yang telah diberi label konsentrasi dan
ditambahkan akuades sesuai konsentrasi yang ditentukan.
b. Uji pendahuluan untuk menentukan dosis
1) Ekstrak lidah buaya dibuat menjadi tiga dosis yaitu 50%, 100% dan
200%, yang dilarutkan dengan akuades.
2) Kemudian masing-masing dosis diujikan pada tiga ekor mencit/dosis
dengan cara mengoleskan ekstrak pada luka buatan di punggung
mencit sebanyak tiga kali sehari selama tujuh hari.
c. Pembuatan sediaan gel
1) Ekstrak dicampur dengan bahan dasar gel (basis jelly) yaitu
karbopol, metal hidroksi benzoate (nipagin), gliserin, propilenglikol,
serta trietanolamin stearat.
2) Nipagin dilarutkan dalam air panas, lalu didinginkan, karbopol
dikembangkan dalam air sambil diaduk kuat sampai tidak terdapat
gumpalan. Trietanolamin stearat diteteskan sambil diaduk.
15
Propilenglikol, larutan nipagin, ekstrak gel lidah buaya dan sisa air
ditambahkan kemudian diaduk sampai homogeny.
3) Prosedur dilakukan secara aseptis.
d. Mencit untuk perlakuan
1) Mencit yang digunakan berjumlah 45 ekor
2) Kemudian mencit dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan :
kelompok control negative, kelompok control positif, kelompok
mencit yang dilukai dan diberikan pengobatan.
e. Perlukaan pada mencit
1) Rambut di sekitar punggung mencit dicukur dan didiamkan selama
dua hari.
2) Sebelum disayat, kulit mencit diseka dahulu dengan kapas
beralkohol 70 %.
3) Mencit diberi anastesia perinhalasi
4) Kemudian dilakukan penyayatan pada punggung mencit dengan
membuat sayatan sepanjang satu centimeter sejajar os.vertebrae
menggunakan scalpel yang steril.
f. Pemberian obat luka komersil dan sediaan gel lidah buaya
1) Obat luka komersil, Bioplacenton ® dan sediaan gel lidah buaya
dilakukan dengan mengoleskan obat pada luka dengan menggunaan
cotton buds.
2) Aplikasi obat dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama
21 hari pasca perlukaan.
g. Pengamatan patologi anatomi
1) Mencit perlakuan dan mencit control diamati setiap hari khususnya
pada hari ke 3,5, 7, 14 dan 21 setelah perlukaan.
2) Dilakukan pengamatan menggunakan metode deskriptif. Parameter
yang diamati adalah warna luka, pembekuan darah, menyempitnya
luka, keringnya luka, dan keberadaan keropeng luka.
16
h. Pemgambilan sampel kulit
1) Sampel kulit diambil pada hari ke 3, 5, 7, 14 dan 21 pasca perlukaan.
2) Daerah punggung yang diambil kulitnya dibersihkan dari rambut
yang mulai tumbuh kembali, kemudian kulit disekitar luka dipotong
3) Kulit yang sudah dipotong , kemudian difiksasi dengan larutan BNF
(Buffer Neutral Formaline) 10 % selama 48 jam.
4) Kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.
2. Skema Kerja
a. Pengambilan gel lidah buaya
Pelepah daun lidah buaya dicuci dengan air bersih dan kemudian ditimbang.
daun tersebut dikupas dalam keadaan terendam akuades. Setelah itu daging daun dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam
blender
Ditambahkan Na-benzoat 0,1% ke dalam blender, kemudian diblender hingga halus.
Disaring dan dibuang ampasnya.
Gel murni yang didapatkan yang kemudian diblansir pada suhu 70-80˚C selama 3-5 menit.
Ditempatkan pada wadah yang telah diberi label konsentrasi dan
ditambahkan akuades sesuai konsentrasi yang ditentukan.
17
b. Uji pendahuluan untuk menentukan dosis
c. Pembuatan sediaan gel
d. Mencit untuk perlakuan
Ekstrak lidah buaya dibuat menjadi tiga dosis yaitu 50%, 100% dan
200%, yang dilarutkan dengan akuades.
Kemudian masing-masing dosis diujikan pada tiga ekor
mencit/dosis dengan cara mengoleskan ekstrak pada luka buatan di
punggung mencit sebanyak tiga kali sehari selama tujuh hari.
Ekstrak dicampur dengan bahan dasar gel (basis jelly) yaitu
karbopol, metal hidroksi benzoate (nipagin), gliserin,
propilenglikol, serta trietanolamin stearat.
Nipagin dilarutkan dalam air panas, lalu didinginkan, karbopol dikembangkan dalam air sambil diaduk kuat sampai tidak terdapat
gumpalan. Trietanolamin stearat diteteskan sambil diaduk.
Prosedur dilakukan secara aseptis.
Mencit yang digunakan berjumlah 45 ekor
Kemudian mencit dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan :
kelompok control negative, kelompok control positif, kelompok
mencit yang dilukai dan diberikan pengobatan.
18
e. Perlukaan pada mencit
f. Pemberian obat luka komersil dan sediaan gel lidah buaya
Rambut di sekitar punggung mencit dicukur dan didiamkan
selama dua hari.
Sebelum disayat, kulit mencit diseka dahulu dengan kapas
beralkohol 70 %.
Mencit diberi anastesia perinhalasi
Kemudian dilakukan penyayatan pada punggung mencit dengan
membuat sayatan sepanjang satu centimeter sejajar os.vertebrae
menggunakan scalpel yang steril.
Obat luka komersil, Bioplacenton ® dan sediaan gel lidah buaya
dilakukan dengan mengoleskan obat pada luka dengan
menggunaan cotton buds.
Aplikasi obat dilakukan setiap hari sebanyak dua kali sehari selama 21 hari pasca perlukaan.
19
g. Pengamatan patologi anatomi
h. Pengambilan sampel kulit
Mencit perlakuan dan mencit control diamati setiap hari khususnya pada hari ke 3,5, 7, 14 dan 21 setelah perlukaan
Dilakukan pengamatan menggunakan metode deskriptif. Parameter
yang diamati adalah warna luka, pembekuan darah, menyempitnya
luka, keringnya luka, dan keberadaan keropeng luka.
Sampel kulit diambil pada hari ke 3, 5, 7, 14 dan 21 pasca perlukaan.
Daerah punggung yang diambil kulitnya dibersihkan dari
rambut yang mulai tumbuh kembali, kemudian kulit disekitar
luka dipotong
Kulit yang sudah dipotong , kemudian difiksasi dengan
larutan BNF (Buffer Neutral Formaline) 10 % selama 48 jam.
Kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya.
ii
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2006). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Andalas
University Press. Padang.
Atherton. (2006). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan.
Terbitan Kedua. Penerbit ITB. Bandung.
Banks. (1993). Histologi Kulit untuk pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Davis et al. (1994). Is Aloe vera Stable Free Radical a Good Scavenger for Oxygen
Active Species?. Chemical Paper. Bucharest.
Gilman. (1999). Peran Lidah Buaya pada Lanjut Usia. Pusat Kajian Nasional
Masalah Lanjut Usia. Jakarta.
Gallagher & Gray (2003). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB. Bandung.
Penn. (1999). The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)
for Estimating Antioxidant Activity. Technol. Songklanakarin.
Samuels. (1996). Potential of Aloe vera. Pharmaceutical Biology.
Vegad. (1995). Dahsyatnya Lidah Buaya Tumpas Penyakit. Pustaka Bunda. Jakarta.
iii
LAMPIRAN
iv
LAMPIRAN 1 : Lidah Buaya (Aloe vera)