Upload
dokhanh
View
225
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN
MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI
KEADILAN UNTUK RAKYAT
BUKAN UNTUK KUASA MODAL
SEBUAH PEMBELAAN PRIBADI
DALAM PERKARA PIDANA
NO: 178/PID.B/2010/PN/LWK
ATAS NAMA
EVA SUSANTI H. BANDE
Luwuk, 26 Oktober 2010
2
MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI
KEADILAN UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK KUASA MODAL
…”bagi kami yang saat ini mengalami dan merasakan ketidakadilan
oleh aparatus Negara yang berdiri di atas manifesto politik rakyat,
yang telah dinodai oleh kuasa modal hingga sama sekali kehilangan rasa malu,
yang telah menjebloskan kami di balik tembok berjeruji besi ini,
tak akan ada kata Tunduk apalagi bersurut
…mereka tidak akan mampu membungkam suara-suara kami…”
(Eva Bande Penjara Lapas II B Kab Banggai)
Ada yang berlimpah
Ada yang terkuras
Dan kita di sini bertanya
Saudara berdiri
Di pihak yang mana?
(sepotong Sajak dari Rendra)
Kita tahu kapitalisme berdiri menghunjam dua kakinya pada dua dataran sekaligus
menghisap sembari terlihat humanis. Untuk yang terakhir ini, bungkusannya bisa
berupa slogan-slogan populis, seperti memberantas kemiskinan, mengurangi
kesenjangan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Bismillahirahmanirahiim,
Dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Ya Allah Subhanahu wata Alla pemilik hidup dan matiku, Tuhan yang menguasai
seru sekalian alam, puji syukur Hamba panjatkan kehadirat-MU Ya Tuhan, atas
Karunia MU, atas Rahmat MU, atas Kehendak MU, maka Hamba MU ini masih
berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohani menghadapi peradilan di Bumi
yang ENGKAU ciptakan ini, untuk memperoleh keadilan buatan manusia, karena
telah mencoba membaktikan diriku kepada hamba-hamba Mu lainnya yang hampir
sepanjang hidupnya berada dalam penderitaan dan kemiskinan. Hanya kepada-MU
lah ya ALLAH rasa takut itu ku sadari, dan atas sejumput keberanian yang Engkau
berikan kepada Hamba, izinkan Hamba bersama kaum tertindas di tanah
kelahiranku ini terus berada dalam semangat perjuangan melawan kuasa modal
yang telah menzolimi kami, memandulkan penegakan hukum dan keadilan, yang
telah membuat harga diri begitu murahnya.... Lindungi Kami Ya Allah.
3
I. PENDAHULUAN
Majelis Hakim,
Saudara Jaksa Penuntut Umum,
Saudara Penasehat Hukum,
Dan pengunjung sidang yang terhormat.
Assalamu’alaikum War. Wab.
Selamat siang dan salam sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selamat siang dan salam perjuangan untuk rakyat Piondo, Singkoyo, Moilong, Tou,
Bukit Jaya, Sindang Baru, Mekar Sari, Benteng, Dusun Agro Estate, Dusun Bina Tani
dan sekitarnya yang tidak kenal lelah berjuang mempertahankan hak-haknya atas
perluasan perkebunan sawit. Selamat siang dan salam perjuangan untuk rakyat
Tani di seluruh Indonesia yang menjadi korban, dari kerakusan dan serakahnya
perkebunan-perkebunan raksasa.
Kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara, saya sampaikan penghargaan
terima kasih atas segala upayanya menyelenggarakan proses peradilan ini dengan
baik. Saya selalu mendoakan ketua dan anggota Majelis Hakim bertiga diberi
keberanian memutuskan perkara ini secara benar dan adil berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Secara khusus saya mempersembahkan cinta dan kasih yang mendalam kepada
ayahanda, suami, anak-anak, dan keluarga saya atas segala doa dan dorongannya,
merekalah yang membuat saya tetap tegar menghadapi hari-hari dalam penjara
dan menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa ini.
Terima kasih yang hangat dan mendalam kepada semua kawan yang turut
berjuang dan mendukung saya dalam perjuangan ini. Terutama atas segala
simpati, solidaritas dan kerelaannya berbagi, baik yang ada di FRAS (Front Rakyat
Advokasi Sawit Sulawesi Tengah), KPKP-ST, seluruh jaringan Walhi di Indonesia,
seluruh jaringan Solidaritas Perempuan di Indonesia, JASS Sout Asia, Komnas HAM
di Jakarta, Komnas Perempuan di Jakarta, Shada Ahmo di Medan, PEKKA
(Perempuan Kepala Keluarga) di Jakarta dan seluruh jaringannya, Timor Leste,
yang telah memberikan dukungan langsung maupun tidak langsung.
Penghargaan dan terima kasih yang mendalam kepada saudara Penasehat Hukum
atas dedikasi yang sangat luar biasa dan tak kenal lelah mendampingi saya dan
saudara-saudara petani. Saya juga mesti berterima kasih kepada saudara Jaksa
Penuntut Umum yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana
layaknya.
Terima kasih pula yang mendalam saya persembahkan kepada kawan-kawan pers,
yang setia berpihak kepada nilai luhur dan tujuan mulia kelahiran Pers di tengah
masyarakat. Selama proses persidangan saya dan kawan-kawan petani, banyak
teman pers baik lokal dan nasional yang secara langsung maupun tidak langsung
4
meliput proses peradilan saya dan kawan-kawan petani. Mereka dengan gigih dan
semangat terus berjuang menggulirkan suara rakyat yang tertindas, dengan
memberikan informasi kepada publik secara proporsional.
Terima kasih yang sangat mendalam kepada seluruh pengunjung yang
memberikan dukungan kepada saya dan kepada kawan-kawan petani. Mereka
datang dari kalangan aktivis NGO, mahasiswa, petani, nelayan. Salam hormat saya
juga kepada pengunjung yang datang atas mobilisasi dari PT KLS, para intel,
maupun khalayak umum lainnya, yang hadir dan dengan tekun mengikuti jalannya
persidangan. Tak jarang gedung pengadilan ini dipenuhi pengunjung. Kepada
mereka semua saya dedikasikan pembelaan ini. Semoga ada kiranya yang patut
untuk jadi bahan renungan dan pelajaran. Percaya dan yakinlah saya menuliskan
semua ini dengan suasana hati yang tenang diliputi rasa tanggungjawab yang besar
demi tanah kelahiran saya. Luwuk.
Majelis Hakim yang mulia dan hadirin yang terhormat.
Dalam pandangan saya, kehadiran pengunjung pada hari ini tidak sekadar dibatasi
rasa solidaritas, lebih dari itu mereka ingin melihat, menyaksikan, mengamati,
mendengar sendiri, bahkan ingin menilai bagaimana proses peradilan di
Pengadilan Negeri Banggai yang mendudukkan saya dan petani yang berjuang
mempertahankan hak atas sumber penghidupan sebagai terdakwa, akan berakhir
pada kebenaran dan keadilan atau sebaliknya. Saya juga yakin saudara-saudara
pengunjung ingin merasakan merasakan suasana dan semangat peradilan yang
berusaha menemukan kebenaran dan keadilan, lantas menjadikannya pelajaran
berarti dalam perjalanan hidupnya, sehingga dapat menjawab rasa penasaran
mereka seperti apakah wajah hukum di negeri Babasal ini.
Dengan penuh harap, saya meminta Majelis Hakim yang memeriksa dan
memutuskan perkara ini, berkiblat kepada kearifan dan keadilan. Saya berharap
Majelis Hakim bisa teliti dalam mengkaji semua fakta dan menganalisis alat bukti
yang diajukan oleh saudara-saudara penasehat hukum yang membela saya dan
kawan-kawan petani. Sebab satu satunya amanat mulia kepada saudara Majelis
Hakim adalah melahirkan putusan yang benar dan adil, karena hakim adalah juru
bicara keadilan bukan sebagai begrip jurisprudence.
Gema Pembelaan yang datang dari harapan kaum tertindas ini, semoga menerobos
keluar dari ruang pengadilan ini untuk menyentuh nurani dan relung hati siapa
saja yang peduli dengan nasib rakyat yang terampas hak-haknya akibat kekuasaan
modal. Suara Kaum Tertindas ini semoga menggetarkan hati dan sanubari rakyat
kecamatan Toili, Toili Barat dan sekitarnya, yang tersingkir hak hidupnya,
tercampak hak ekonomi, dan lingkungan lantas membentuk sikap memberontak
dari jiwa dan semangat yang terpenjara oleh belenggu kemiskinan, melawan
ketidakadilan, pantang bersurut selama keadilan masihlah harapan. Suara
perjuangan semoga menggelegar menembus batas ruang dan waktu melintas batas
katulistiwa.
5
Saya percaya, suara pembelaan ini dapat menjadi inspirasi dan semangat juang
bagi rakyat yang mempertahankan hak-haknya dimanapun baik di daerah yang
lama dihisap maupun di lokasi baru penaklukannya.
Majelis Hakim tentu tahu arti dan makna adagium hukum “Solus Populis Suprema
Lex”— Suara Rakyat adalah Suara Keadilan. Mohon jangan biarkan hukum menjadi
alat bagi kuasa modal yang terlalu serakah seakan tak kenal lelah menghisap dan
menindas. Keadilan menjadi tujuan adanya negara dan pemerintahan, sekaligus
cita-cita terbesar lahirnya masyarakat. Keadilan selalu dijadikan terminal akhir
kemerdekaan, sampai kemerdekaan itu sendiri lenyap dari perjalanan suatu
bangsa. Keadilan dan juga kebenaran, akan selalu dicari dan diperjuangkan apapun
resikonya yang menghadang, bahkan mungkin sampai semuanya hilang dari
harapan dan cita-cita luhur karena diperdaya kepentingan sang penindas.
Majelis Hakim,
Saudara Jaksa Penuntut Umum,
Saudara Penasehat Hukum,
Dan pengunjung sidang yang mulia,
Saya Eva Susanti Hanafi Bande dalam kapasitas sebagai Koordinator Front Rakyat
Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah, didakwa oleh saudara Jaksa Penuntut
Umum dan kemudian diadili sekarang ini, dengan dakwaan pasal 160 jo. pasal 55
ayat (1) Ke-1 KUHP. Pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat dan
membungkam mereka yang melakukan kritik terhadap segala bentuk
ketidakadilan dalam penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber penghidupan.
Di sini di hadapan pengadilan ini, setelah 400-an tahun Indonesia merdeka, saya
juga ingin menegaskan dipandang dari sudut manapun, rakyat Piondo dan
sekitarnya, berhak atas keadilan di tanah dan alamnya sendiri yang dieksploitasi
tanpa batas oleh “imperium” KLS.
Saya ingat kata-kata Soekarno yang dikutipnya dari Tilak: hanya rakyat yang mau
merdeka yang bisa merdeka. Saya ingin katakan disini: Hanya Rakyat yang mau adil
yang bisa mendapatkan keadilan....! Pengalaman sejarah perjalan bangsa ini telah
mengajarkan kepada kita bahwa keadilan itu tidak akan dapat diperoleh dengan
menunggu orang lain memberikannya, apalagi harapan itu ditunggu dari para
pengurus negara yang telah menjebloskan rakyat tani ke dalam penjara, dan tidak
mungkin pula dari segelintir manusia pengumpul modal yang lebih suka hidup dari
hasil eksploitasi Bumi Ciptaan Tuhan dengan menjadikan rakyat miskin sebagai
buruh di atas tanah persada Banggai ini.
Majelis Hakim dan hadirin yang saya muliakan!
Sekarang izinkan saya memasuki bahasan mengapa FRAS (Front Rakyat Advokasi
Sawit Sulawesi Tengah) hadir di tengah-tengah masyarakat kecamatan Toili dan
sekitarnya.
Perkara saya ini merupakan ujian berat bagi penegakan hukum. Sebagai
warganegara Indonesia yang mencoba membantu menyuarakan kepentingan
6
hukum untuk pemenuhan hak rakyat terhadap keadilan, saya justru diperlakukan
tidak adil di hadapan hukum. Apakah pihak berwenang mengajukan saya sebagai
terdakwa, telah tertutup mata hati dan nuraninya? Tanpa memperhatikan akar
masalah yang sebenarnya?
Mungkin jawabannya, karena proses peradilan terhadap saya, secara kasat mata
ditunggangi dan sangat sarat kepentingan di luar hukum. Saya menduga ini upaya
KLS mengalihkan substansi permasalahan, meninabobokan publik sehingga lupa
menyikapi secara kritis aktivitas pengelolaan hutan seluas 13.400 Ha dalam
proyek HTI (Hutan Tanaman Industri) Trans, yang berada dalam bendera
Perusahan Patungan antara PT Kurnia Luwuk Sejati (swasta) dan Inhutani I
(BUMN) dengan label perusahaan PT Berkat Hutan Pusaka (BHP) yang dalam
perjalanannya dimanfaatkan untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit, menggusur
tanaman petani, merusak bantaran sungai, dan merusak/menutup akses jalan
produksi petani ke persawahan dan kebun kakao. Upaya mengkriminalkan sikap
kritis seseorang dan memperalat Negara untuk meluluhlantakkan sistem hukum,
merupakan strategi busuk yang kerap dipakai kapitalis seperti KLS. Bahkan ketika
tahun 2002 sejak PT BHP stagnan dan diambil alih sahamnya secara penuh oleh PT
KLS, kobaran api keserakahan semakin merajalela penggusuran semakin masif,
jalan yang sudah rusakpun semakin diperparah kerusakannya, tanaman petani
siap panenpun dibantai tanpa nurani.
Majelis Hakim Yang Terhormat!
FRAS Sulteng terbentuk atas dasar pengaduan sejumlah rakyat di Kecamatan Toili
yang datang pada bulan Agustus 2009 di Kota Palu, yang mengadukan nasib
mereka. FRAS Sulteng terdiri atas sejumlah LSM/Ornop (di antaranya Walhi-
Sulteng, Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat/PBHR; Yayasan Tanah Merdeka;
Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah/KPKPST/Asosiasi
untuk Transformasi Sulawesi Tengah/Ansos Sulteng; LBH-Sulteng; LBH Manado;
LBH-Luwuk; Serikat Pekerja Hukum Progresif/SPHP; Yayasan Merah Putih/YMP;
Yayasan Pendidikan Rakyat/YPR; Solidaritas Perempuan/SP; Jaringan
Tambang/Jatam; Lintas Studi Anak Negeri/LISAN Luwuk; dan lain-lain) yang
berkoalisi berbagi peran untuk mengawal kepentingan petani Toili dan sekitarnya
atas perilaku kuasa modal PT KLS yang buta hati dan tuli yang mencoba mengalih
fungsikan Hutan menjadi Sawit.
FRAS-Sulteng mencoba mengambil posisi sebagai elemen rakyat yang berikhtiar
melakukan advokasi dengan melibatkan rakyat secara langsung. Saya percaya,
rakyat bukan sesuatu yang statis. Mereka bisa berubah menjadi lebih cerdas, kritis
dan bertanggungjawab. Rakyat sekitar HTI PT BHP dan HGU PT KLS, mereka
terinspirasi untuk terlibat dalam perjuangan bersama. Mereka juga mulai memiliki
kemampuan mengorganisir dirinya dalam berbagai kelompok yang cerdas dan
kritis.
Rakyat di sekitar HTI PT BHP dan HGU PT KLS menyadari sepenuh hati perjuangan
mereka teramat beresiko. Demo dilawan demo, aksi berbalas aksi, intimidasi,
tekanan, praktik premanisme dan politik adu domba kerap dijalankan untuk
7
membungkam sikap kritis rakyat. “Perusahaan Keruk” seperti KLS yang memagari
dirinya dengan uang berlimpah, telah menjadi momok yang menakutkan rakyat
untuk berani menentukan sikap.
Saya ingat kejadian pada bulan Januari 2010. Saat itu ratusan rakyat menduduki
lahan mereka yang diserobot PT KLS, kemudian didatangi beberapa orang yang
bersenjata tajam dan bersenjata api menyerang kawan-kawan petani yang dikawal
aparat kepolisian polsek Toili, kasus ini dibiarkan begitu saja oleh aparat penegak
hukum.
Kejadian serupa pada bulan Februari 2010 ketika ratusan rakyat petani dari
berbagai organisasi di berbagai desa melakukan aksi demostrasi ke kota Luwuk,
dalam perjalanan pulang ke Toili dihadang oleh sejumlah orang yang sudah dalam
keadaan mabuk, ternyata dari mereka adalah karyawan dari perusahaan KLS.
Kejadian serupa pada bulan Mei tanggal 26 tahun 2010 di polsek Toili pukul 19.00
ratusan kawan-kawan petani mendatangi polsek Toili, untuk menanyakan
penangkapan terhadap diri saya, tetapi kemudian diserang puluhan orang
bersenjata tajam masuk di Polsek Toili dengan meneriakan hidup KLS, ini pun
dibiarkan begitu saja oleh aparat kepolisian yang pada saat itu berjumlah cukup
banyak dan bersenjata api pula.
Majelis Hakim yang mulia.
Apa artinya semua aksi massa itu? Apa yang menggerakkan mereka? Saya ingin
katakan hati nuranilah yang mengerakkan mereka. Saya percaya dimana ada
ketidakadilan, selalu ada yang akan mencoba melawan. Sekecil apapun perlawanan
itu, tetap akan dicatat sejarah. Menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang
belakangan. KLS mungkin bisa meredam gejolak perlawanan rakyat dengan
kekuatan “uang” yang dimilikinya. KLS bisa membuat aksi tandingan,
membungkam suara mereka yang kritis, menghadapkan suatu aksi dengan aksi
lainnya yang dilakukan saudara kita sendiri. Tetapi percayalah, selama
ketidakadilan masih ada, gejolak perlawanan rakyat tidak akan pernah bisa
dibungkam. Rakyat akan terus melawan. Bahkan dalam sikap diamnya, sejatinya
rakyat juga melakukan perlawanan.
Dahulu kala, ketika negara ini masih bernama Hindia Belanda, rakyat Indonesia
yang berlawanan dimulai dari kelompok-kelompok kecil. Mereka itulah yang
kemudian menjadi semakin besar dan terikat dalam semangat persatuan, satu
bangsa, satu bahasa, satu tanah air, dan satu bangsa. Mereka itulah rakyat yang
sadar untuk berlawan, lalu membentuk BKR (badan keamanan rakyat) lalu
berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan kemudian menjadi TNI
seperti sekarang ini. Apa wujudnya sekarang...? Bahkan dalam persidangan pun
Pemilik PT KLS dan PT BHP secara arogan menyatakan bahwa dialah yang
mendatangkan Tentara ke lokasi sawit dengan menggunakan uangnya. Tentara
yang bersenjata itu diperhadapkan dengan Rakyat miskin dan lemah, ditakut-
takuti sedemikian rupa agar tak mengganggu aktivitas penggusuran dan tanaman
8
petani di Toili. Sungguh ini sebuah ironi, Tentara yang seharusnya menjaga
kedaulatan negara berhadapan dengan rakyat yang memberi kedaulatan terhadap
negara.
Mari lihat dari aspek yang lain. Rakyat Indonesia pada masa dahulu itu dan satu
generasi kemudian diadili dengan pasal-pasal Negara Penjajah Belanda yang
waktu itu adalah Koloni Prancis. Saat ini, sekarang ini, saya dan kawan-kawan
petani diadili dan didakwa dengan menggunakan pasal-pasal warisan Penjajah itu,
yang kini diberi nama Kitan Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP). Sungguh
semakin tidak berdayalah rakyat dan para aktivis yang memilih menjadi
pendamping rakyat, ketika terjerat pelanggaran Hukum warisan Penjajah itu,
kemudian diadili apara penegak hukum yang tidak berdiri dan berpihak kepada
Kebenaran dan Keadilan.
Semoga Majelis Hakim yang mengadili perkara saya dan kawan-kawan petani
dapat mengubah harapan kami menjadi kenyataan. Bahwa Majelis Hakim yang
mengadili perkara kami adalah contoh bagi penegakan keadilan di Negara yang
semakin kehilangan kesahajaannya ini.
TENTANG DAKWAAN
Majelis Hakim,
Saudara Jaksa Penuntut Umum,
Saudara Penasehat Hukum, dan
pengunjung sidang yang terhormat.
Dalam kaitan dengan perkara ini, saya telah didakwa oleh saudara Jaksa Penuntut
Umum yang disusun secara alternatif, yang kemudian dibuktikan berdasarkan
fakta persidangan dan analisis yuridis untuk dakwaan kesatu.
Sebagaimana telah dilalui, surat dakwaan kesatu yang dibacakan pada
persidangan, secara jelas menyatakan bahwa saya: telah melakukan, menyuruh
melakukan, dan turut serta melakukan, di muka umum dengan lisan atau
tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan
kekerasan terhadap penguasa umum maupun perintah jabatan yang
diberikan berdasarkan undang-undang (dikutip sesuai dengan isi surat
dakwaan). Perbuatan yang didakwakan terhadap saya ini diatur dan diancam
pidana dalam pasal 160 KUHP jo 55 ayat (1) KUHP.
Dalam kaitan dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, sebagaimana tertulis dalam
surat dakwaan: “Perbuatan mana oleh terdakwa dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut”.
Dari kesebelas point yang oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dimaksudkan
menguraikan CARA-CARA sekaitan dengan dakwaan PENGHASUTAN, maka saya
hendak menegaskan bahwa sebagian besar uraian termaksud harus
9
dikesampingkan sama sekali karena tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan
dengan CARA-CARA.
Uraian yang disampaikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum jelas sekali lebih
merupakan uraian tentang kronologi kejadian atau runtutan peristiwa yang
diperkarakan ini. Kronologi kejadian atau runtutan peristiwa yang diuraikan Jaksa
Penuntut Umum dalam surat dakwaan dimaksud hampir tidak dapat dikaitkan
sama sekali dengan PENGHASUTAN sebagaimana didakwakan kepada saya.
Agar lebih jelas, dalam Memory van toelichting KUHP mengatakan, bahwa
menghasut ialah mendorong, mengajak, membangkitkan semangat, atau
membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu; Apakah itu melakukan
perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan
berdasarkan ketentuan Undang-undang.
Berkaitan dengan penggunaan kata CARA-CARA yang diuraikan oleh Jaksa
Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, maka isi uraian sama sekali tidak
relevan. Tegasnya, dalam uraian itu sama sekali tidak menjelaskan CARA-CARA
secara tegas, eksplisit, lugas, konsisten, dan sistematis yang dilakukan oleh
terdakwa terkait perbuatan PENGHASUTAN. Kalaupun dianggap sepihak dan hal
itu tidak dimasalahkan dalam persidangan, di mana yang diuraikan itu adalah
runtutan peristiwa, yang secara implisit terkandung cara-cara, ini pun sebagian
besar tidak menunjukkan relevansi dengan perbuatan Penghasutan yang
didakwakan kepada saya.
Garis datar satu, sama sekali tidak berhubungan dengan PENGHASUTAN, apalagi
saya/terdakwa tidak ikut serta dalam pertemuan pada tanggal 23 Mei 2010, di
Balai Desa Piondo.
Garis datar dua, tidak menjelaskan cara, melainkan hanya menjelaskan
saya/terdakwa bersama Nyoman, Kholil, Budi, Sutrisno berkumpul dan bermaksud
pergi ke lokasi peristiwa. Ini juga tidak ada hubungannya dengan perbuatan
MENGHASUT sebagaimana pengertiannya.
Garis datar tiga, hanya memuat percakapan antara saksi Drs. Saripudin S dengan
saya/terdakwa, di mana saya berkata, “hadirkan manajer perusahaan” dan dia
menjawab “kalau begitu tunggu, saya perintahkan karyawaan untuk menyusul
karena manajer ada dilapangan. Percakapan ini sama sekali bukan CARA dan
bukan pula PENGHASUTAN, karena saya bukan berbicara kepada Massa yang ada
di situ.
Garis datar empat. Uraian Jaksa Penuntut Umum dibagian ini berdasarkan
keterangan saksi (tercatat dalam keterangan saksi-saksi). Juga tegas saya nyatakan
uraian ini tidak berkaitan dengan CARA-CARA MENGHASUT. Justru kalau diteliti
dengan pikiran jernih, sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh
Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu
10
kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah (ditekankan di sini: massa
menjadi marah karena pihak perusahaan tidak memenuhi janjinya
mendatangkan manajer setelah menunggu kurang lebih 1 jam). Sementara kalimat
yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya, lempar saja kantor ini,
hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian
pada bagian ini adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan
manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa justru terpancing
emosinya, terhasut, terdorong secara spontan melakukan perbuatan pengrusakan
karena ulah pihak perusahaan yang ingkar.
Garis datar lima. Point ini juga tidak menunjukkan CARA-CARA sebagaimana
dimaksud di atas. Demikian juga percakapan dengan Kapten Inf. Rais tidak
mengandung unsur PENGHASUTAN, karena saya berhadapan dengan Kapten Inf.
Rais, dan bukan dengan Massa (silakan baca dengan jelas point ini di surat
dakwaan dan tuntutan JPU).
Garis datar enam. Pada point ini juga tidak menjelaskan CARA PENGHASUTAN
yang didakwakan kapada saya. Justru point ini menguraikan bahwa massa
mengelilingi buldoser dan berteriak bakar... bakar... bakar..., di mana dalam
keterangan di surat dakwaan itu saya didatangi kapten Rais untuk negosioasi. Jelas
bahwa tidak ada relevansinya sama sekali dengan apa yang dimaksud
PENGHASUTAN.
Garis datar tujuh, seperti point lima dan enam, uraian di sini hanya berisi dialog
negosiasi, dan janji-janji untuk mendatangkan operator. Ini pun tak menunjukkan
CARA maupun perbuatan MENGHASUT karena saya sama sekali tidak bicara
dengan massa, melainkan dengan kapten Rais dan Nyoman Suwarna.
Garis datar delapan dan sembilan, kurang lebihnya tidak pula menjelaskan CARA
yang secara langsung maupun tidak langsung direlevansikan dengan dakwaan
PENGHASUTAN terhadap saya. Jelas sekali dalam surat dakwaan pada point 9 yang
ditulis dalam huruf besar bahwa saya berkata “ini peringatan keras untuk
PERUSAHAAN, bila tidak ada tanggapan akan ada keadaan lebih besar sekarang”,
kata-kata itupun bukan diarahkan kepada Massa. Bahkan sebaliknya saya justru
melarang membakar camp yang ada penghuninya sebagaimana keterangan dalam
surat dakwaan tersebut.
Garis datar sepuluh. Uraian di sini justru sangat kelihatan kesan dari saudara
Jaksa Penuntut Umum mengada-ada, karena menyatakan kalimat: Akibat
Perbuatan terdakwa EVA menyebabkan massa tergerak untuk .... (dan
seterusnya). Sesuai dengan uraian CARA-CARA atau lebih mendekati tepat
KRONOLOGI KEJADIAN, Kalimat yang lebih cocok adalah: Akibat perbuatan
karyawan perusahaan yang tidak menghadirkan manajer dan operator
buldoser untuk memperbaiki jalan yang telah dirusak oleh perusahaan,
maka massa tergerak untuk......... Mengapa kalimat yang digarisbawahi lebih
cocok..? karena jelas sekali dalam kronologi kejadian yang diuraikan oleh saudara
Jaksa Penuntut Umum demikian adanya, tidak mengandung ketegasan secara
11
langsung, ekspisit maupun implisit, adanya PERBUATAN PENGHASUTAN
sebagaimana didakwakan kepada saya.
Tegasnya demikian: bahwa uraian Cara-Cara yang tercatat dalam Dakwaan
saudara Jaksa Penuntut Umum tidak relevan atau tidak sesuai pengertian
PENGHASUTAN sebagaimana tertuang dalam Memory van toelichting KUHP
menghasut ialah mendorong, mengajak, membangkitkan semangat, atau
membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu; Apakah itu melakukan
perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan
berdasarkan ketentuan Undang-undang.
Maka dari itu, pasal yang dikenakan kepada perbuatan yang didakwakan kepada
saya, yakni Pasal 160 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak memiliki dasar
hukum yang kuat. Berdasarkan hal-hal yang saya uraikan di atas dengan
berpegang teguh pada fakta dipersidangan, fakta yuridis dan analisa faktual maka
unsur menghasut dalam perkara saya ini, tidak terbukti. Sehingga konstruksi
perkara perlu dikaji dalam konteksnya dengan motivasi dan tujuan serta
merupakan beban Sdr. Jaksa Penuntut umum untuk membuktikannya di
persidangan ini, yang harus dituangkan secara utuh tanpa unsur subjektivitas,
rutinitas, conventional, penekanan maupun beban-beban lain, terutama kepada
Majelis Hakim dan Saudara Jaksa Penuntut Umum.
Mengenai keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, petunjuk dan barang bukti
yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak saya tanggapi secara
detail karena sebagian besar tidak relevan dengan dakwaan Penghasutan terhadap
saya. Untuk hal ini penasehat hukum saya tentu akan menguraikannya lebih detail.
Meski demikian, secara garis besar saya/ingin menyampaikan bahwa keterangan-
keterangan saksi maupun keterangan saya sendiri yang dicetaktebalkan oleh
saudara Jaksa Penuntut Umum tidak memiliki relevansi dan dapat dijadikan dasar
untuk menentukan dakwaan PENGHASUTAN terhadap saya. Dari uraian Jaksa
Penuntut Umum mengenai keterangan saksi maupun saya/terdakwa, sebagian
besarnya adalah kata-kata yang saya ucapkan kepada pihak perusahaan dan bukan
kepada massa yang ada pada saat itu. Terdapat pula saksi yang memberikan
keterangan berbelit-belit bahkan telah dinyatakan sendiri oleh yang terhormat
anggota Majelis Hakim berbohong, di mana saksi tersebut, SAPPEWALI alias
SAPPE, diminta oleh saudara Penesehat Hukum saya kepada Majelis Hakim untuk
mengeluarkan penetapan SAKSI BOHONG terhadap saksi SAPPE tetapi oleh
majelis hakim diminta untuk ditanggapi dalam persidangan saja. Kepada Majelis
Hakim yang terhormat, saya harap kiranya mempertimbangkan keterangan saksi
SAPPEWALI alias SAPPE ini untuk tidak dijadikan alasan penguat dalam kaitannya
dengan dakwaan terhadap saya.
Hal yang perlu saya tambahkan di sini adalah uraian saudara Jaksa Penuntut
Umum atas keterangan saya/terdakwa yang dicetak tebal, khususnya point
terakhir yang saya kutip berikut:
12
- Bahwa benar terdakwa membenarkan sejumlah sms yang terdakwa kirim ke
nomornya saksi Nyoman Jepang, saksi KHOLIL dan saksi SUTRISNO dimana
semua sms tersebut menurut terdakwa hanyalah sebagai penyemangat
kepada petani untuk menuntut keadilan dan mempertahankan haknya.
Terkait dengan itu, saya/terdakwa salin kembali bunyi SMS itu serta waktu SMS itu
disampaikan serta penjelasan maksudnya. Saya perlu menjelaskan hal ini karena
terlihat sekali saudara Jaksa Penuntut Umum hendak mengambil kata
“penyemangat” untuk dihubungkan dengan salah satu tekanan pengertian untuk
kata “Penghasutan”.
Saya ingin tegaskan bahwa sms yang ditanyakan saudara Jaksa Penuntut Umum itu
dilakukan setelah saya ditangkap dan berada di Kantor Polisi, jadi tidak dapat
dijadikan dasar dakwaan. Inilah bunyi SMS di HP Nyoman Jepang (ketika itu belum
ditangkap) disalin kembali dari BAP atas nama saya/terdakwa:
- Tanggal 26 Mei 2010 jam 21:49:33 dari BU EVA nomor 6281245310989
isinya: Atur langkah, perluasan perlawanan kita sampe di Toili Barat, jaga
semangat, solid dan awasi mata-mata...@ slalu ada rapat tertutup jangan
rapat di tempat terbuka. Kawan-kawan juga jaga keamanan desa.
- Tanggal 26 Mei 2010 jam 22:38:14 dari BU EVA nomor 6281245310989
isinya: Kwn2 dimana sekarang, sampaikan salam sy tetap semangat berjuang.
- Tanggal 26 Mei 2010 jam 23:37:30 dari BU EVA nomor 6281245310989
isinya: Salam.. dlm sekap jeruji, jangan biarkan nalar pemberontak berhenti
di bungkam kuasa modal... lawan... lawan...dan lawan, teruslah melawan krna
itu kita disebut manusia....@
- Tanggal 28 Mei 2010 jam 00:48:57 dari BU EVA nomor 6281245310989
isinya: Kawan2ku petani yg terbaik dan kucintai... kobarkan semangat
perlawanan, kibarkan panji2 menolak tunduk....@ tegarkan hati kalian...@ ini
jalan para kuasa modal dan aparat keamanan untk mebungkam perlawanan
kita terhadap ketidakadilan...@ salam juang dariku dari ruang sepi yang
penuh amarah terhadap ketidakadilan ini....@
Majelis Hakim yang terhormat, SMS-SMS tersebut dikirim pada tanggal setelah
saya ditangkap oleh Polisi, jadi setelah kejadian perkara, maka tidak dapat sama
sekali dijadikan alas bagi dakwaan. Isi dari sms-sms itu tidak lain adalah untuk
membangkitkan semangat kawan-kawan petani untuk tetap tegar dan jangan
surut ketika saya sudah di tahan. Bahwa penahanan dan kriminalisasi terhadap
aktivis maupun petani seperti yang kami alami adalah upaya membungkam
perjuangan kaum tertindas untuk memperoleh hak-hak kewarganegaraan yang
layak.
13
TENTANG ANALISIS YURIDIS
Majelis Hakim yang terhormat.
Saya bukanlah sarjana yang berlatarbelakang disiplin Ilmu Hukum, akan tetapi
karena dalam berbagai aktivitas sosial dan kasus-kasus rakyat yang saya dampingi
sering berhadapan dengan situasi di mana analisis hukum menjadi penting. Cukup
sering saya mengikuti berbagai persidangan di mana rakyat menjadi terdakwa dan
bagaimana pula institusi hukum coba diintervensi oleh pihak-pihak ketiga melalui
kekuatan politik dan para pemilik modal besar.
Dalam kapasitas saya yang apa adanya dalam konteks analisis hukum kritis, maka
saya pun melakukannya atas perkara di mana saya sendiri menjadi terdakwa di
hadapan sidang yang mulia ini.
Sejak awal pledoi saya atas dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, telah cukup
jelas dalam uraian itu bahwa pasal 160 KUHP tidak berkaitan langsung dengan isi
dakwaan, di mana dalam uraian yang dimaksudkan sebagai CARA-CARA oleh
saudara Jaksa Penuntut Umum sama sekali bukan menjelaskan konteks CARA-
CARA PENGHASUTAN sebagaimana yang didakwaan.
Saya/terdakwa akan memulai tanggapan atas Analisis Yuridis saudara Jaksa
Penuntut Umum, yang dimaksudkan untuk membuktikan dakwaan kesatu dengan
terpenuhinya unsur-unsur Pasal 160 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa di muka umum lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan
perbuatan pidana melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak
menuruti baik ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan
berdasarkan ketentuan Undang-undang, diancam dengan ketentuan pidana
penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah"
Unsur-unsur yang diraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dalam Surat
Tuntutan No.REG.PERK.:PDM-41/LWK/10/2010 adalah:
1. Unsur “barang siapa”
2. Unsur “di muka umum”
3. Unsur “dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan
perbuatan pidana”
4. Unsur “kekerasan terhadap penguasa umum”
5. Unsur “turut serta”
Selengkapnya adalah sebagai berikut:
14
1. Unsur “barang siapa”
Dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum ditulis demikian:
“Yang dimaksud dengan unsur barang siapa yaitu orang atau subyek hukum
yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan pidana. Dalam perkara ini terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE
dinyatakan ke depan persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani
serta tidak terganggu jiwanya sehingga dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya serta tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang
dapat menghapus pemidanaannya.
Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.”
Secara definitif saya sependapat, bahwa Barang siapa adalah person atau
subjek hukum atau pelaku tindak pidana.
Kalimat selanjutnya, “Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah
dan meyakinkan” harus diinterpretasi dan dianalisis lebih jauh, karena
“barang siapa” yang dimaksud dalam perkara ini adalah saya, EVA SUSANTI
HANAFI BANDE, tidak dilandasi dakwaan dan alat bukti yang bisa meyakinkan
sehingga sah secara hukum.
Berdasarkan uraian Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa unsur
barang siapa telah terpenuhi, sama sekali patut dikesampingkan karena:
(a) Identitas dari unsur “barang siapa” dalam uraian dakwaan saudara Jaksa
Penuntut Umum tidak jelas dan meyakinkan serta memastikan bahwa
“barang siapa” yang dimaksud Melakukan PENGHASUTAN adalah SAYA.
Dalam surat dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak ada satu
kalimatpun yang memastikan bahwa saya (person atau subjek hukum)
melakukan Tindakan MENGHASUT massa untuk melakukan perbuatan
pidana. Dalam uraian saya terdahulu sudah sangat jelas bahwa Cara-Cara
(ada 11 point) yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak
relevan atau tidak ada kaitannya dengan CARA PENGHASUTAN yang
dilakukan terdakwa.
(b) Pernyataan unsur barang siapa sangat tidak jelas dan kabur karena fakta di
persidangan baik menurut barang bukti yang ada dan keterangan saksi-
saksi tidak menunjuk pada perilaku PENGHASUTAN yang didakwakan
kepada Saya.
Dilihat dari barang bukti yang diajukan ke persidangan, yakni:
o 1 unit buldoser
o 1 unit eksvator
o 10 batang kayu bekas terbakar
o Pecahan-pecahan Kaca
o ½ (setengah) dos batu berbagai ukuran
15
o 2 buah drum plastik
o 10 (sepuluh) lembar seng.
o 10 (sepuluh) lembar seng bekas.
o Delapan barang bukti lainnya terdiri atas kartu SIM dan HP.
Kesemua Barang Bukti tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan
dakwaan PENGHASUTAN OLEH PERSON ATAU SUBJEK HUKUM, ATAU
DALAM HAL INI SAYA YANG DIDUDUKKAN SEBAGAI TERDAKWA DALAM
PERKARA INI.
Barang Bukti tersebut tentunya lebih cocok untuk pelaku tindak pidana
Pembakaran Alat Berat dan Camp, sama sekali bukan digunakan
membuktikan dan memenuhi unsur “BARANG SIAPA” untuk PERBUATAN
PENGHASUTAN.
Dilihat dari keterangan saksi-saksi adalah sebagai berikut :
o Saksi Mahyudin. Bahwa di lokasi Perkara semua orang, baik kepala
desa Bumi harapan, Tentara, Polisi, dan karyawan yang dijadikan saksi
dalam persidangan ini tidak melihat MAHYUDIN di tempat perkara.
Pada saat kejadian pun karyawan-karyawan yang disuruh mencari
Mahyudin kemana-mana juga tidak menemukan Mahyudin yang
diminta datang ketika itu. Hanya Mahyudin sendirilah yang menyatakan
dirinya ada di tempat kejadian di Lantai 2 kantor PT BHP. Tidak ada
satu saksipun yang mengaku melihat Mahyudin di lokasi. Maka dari itu
keterangan saksi Mahyudin sangat diragukan kebenarannya.
o Saksi Drs. Sarifuddin Sahaba. Dalam uraian Jaksa Penuntut Umum
khususnya garis datar tiga, terjadi dialog antara saksi dan terdakwa
sebagaimana berikut, “.... terdakwa EVA berkata “hadirkan manajer
perusahaan” dan oleh saksi DRS. SARIFUDDIN S. menjawab “kalau
begitu tunggu, saya akan perintahkan karyawan untuk menyusul
karena dia (manajer) sedang berada di lapangan’’....
Sementara pada bagian keterangan Saksi dalam berkas yang sama (hlm
7), saudara Jaksa Penuntut Umum pada garis datar lima, menulis:
- Bahwa benar saksi langsung masuk ke tengah kerumunan massa
sambil bertanya apa maksud dan tujuan dari massa tersebut dan
serentak massa berteriak “hadirkan manajer perusahaan dan
operator buldoser” sehingga saksi langsung berkata “kalau begitu
tunggu”.
Dengan demikian, terdapat perbedaan mencolok antara dakwaan
(point 3) dan keterangan saksi Drs. Sarifuddin (point 5) yang termuat
dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan
pada persidangan.
16
Saya ingin menegaskan demikian, bahwa saudara Jaksa Penuntut
Umum telah mengada-mengada dalam uraian dakwaan pada Point 3
(atau garis datar 3) karena bertentangan dengan keterangan saksi yang
disampaikan dalam persidangan dan di bawah sumpah sehingga
dinyatakan BENAR. Kalaupun saudara Jaksa mendasarkan dakwaan itu
pada BAP saksi Drs. Sarifuddin Sahaba, berarti saksi ini memberikan
keterangan tidak benar pada persidangan.
Dengan berpegang teguh pada fakta persidangan (karena ini dasar
dinyatakan sebagai keterangan yang BENAR), maka jelas sekali bahwa
Dakwaan jaksa (halaman 1 point 3) gugur sama sekali. Bila pun
keterangan saksi yang diungkap dipersidangan yang digunakan untuk
meyakinkan unsur “barang siapa” yang menunjuk “Person atau Subjek
hukum, dalam hal ini saya”, gugur demi hukum, karena dalam
keterangan saksi bahwa yang berteriak “hadirkan manajer perusahaan
dan operator buldoser” adalah massa secara serentak bukan saya
(person/subjek hukum).
Keterangan saksi pada Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum
point 6 (hlm 7):
- Bahwa benar setelah itu saksi kembali berkata “silahkan Bapak
berorasi tapi jangan berbuat anarkis”... maka jelas ini bukan
kepada Saya (perempuan). Lalu kalimat ...”terdakwa Eva
mendekati saksi berkata “Bapak tidak usah banyak keterangan,
turun saja”. Ini juga tidak menunjuk pada maksud “barang siapa”
yang melakukan PENGHASUTAN, karena dialog ditujukan kepada
saksi.
o Saksi KAPTEN INF RAIS. Dalam keseluruhan keterangan saksi ini, tidak
ada satupun kalimat yang mengindikasikan adanya “person atau subjek
hukum” yang melakukan perbuatan PENGHASUTAN UNTUK BERBUAT
TINDAKAN PIDANA”.
Dalam kaitan keterangan saksi tersebut, kelihatan bahwa saudara Jaksa
Penuntut Umum sengaja mencetaktebalkan kalimat:
- Bahwa benar pada saat terdakwa mendekati saksi untuk
bernegosiasi, massa langsung ikut merapat dan mendekati lalu
mengelilingi saksi yang sedang berkomunikasi dengan
terdakwa.
- Bahwa benar saksi melihat terdakwa sangat berpengaruh pada
massa kerena ketika terdakwa EVA diam, massa ikut diam dan
ketika terdakwa berbicara massa langsung mengikuti perkataan
terdakwa dimana ketika berbicara atau berkata-kata, suara
terdakwa sangat keras sehingga bisa didengar oleh massa.
17
Kalimat-kalimat cetak tebal itu sama sekali tidak berhubungan dengan
dakwaan PENGHASUTAN oleh “person atau Subjek Hukum”. Lagipula
jelas sekali bahwa kalimat point kedua di atas adalah penilaian subjektif
saksi yang dipaksakan masuk oleh saudara Jaksa Penuntut Umum
untuk menjadi keterangan saksi, meski tidak sama sekali menunjuk
tindakan MENGHASUT MASSA melainkan dialog dengan Kapten Inf.
RAIS.
o Saksi SAPPEWALI alias SAPPE. Keterangan saksi ini ketika
persidangan berbelit-belit dan bertentangan antara keterangan yang
satu dengan keterangan lainnya. Sehingga Anggota Majelis Hakim
menyatakan saksi telah berbohong. Penasehat hukum saya pun
mengajukan saksi ini kepada Hakim untuk dibuatkan ketetapan
Berbohong dalam persidangan. Jadi keterangan saksi ini sama sekali
tidak dapat dijadikan dasar menentukan unsur “Barang Siapa”.
o Saksi Muhammad ARFA alias ARFA. Sejak persidangan saya tidak
menerima atau menolak kesaksian dari saksi Arfa, karena berbelit-
belit dan menyampaikan keterangan yang berasal dari dirinya
sendiri saling bertentangan. Kalau dilihat secara logis dan objektif,
sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh Jaksa
Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu
kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah Sementara
kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya,
lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam
kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini
adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan
manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa
justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara spontan
melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan
yang ingkar. Keterangan saksi ini juga tidak dapat menjadi dasar
untuk memastikan “person atau subjek hukum yang melakukan
PENGHASUTAN”.
o Saksi I NYOMAN DUNIA. Seluruh keterangan saksi ini juga tidak
menunjuk secara pasti dan meyakinkan adanya “SUBJEK HUKUM”
atau “ORANG” yang melakukan tindakan “PENGHASUTAN”. Saya
yang disandangkan status terdakwa oleh saudara Jaksa Penuntut
Umum hanya melakukan dialog dengan dengan saksi I Nyoman
Dunia, dan tentu saja ini bukan kategori MENGHASUT.
o Saksi MUH. IRWAN ALIAS IRWAN. Dari seluruh keterangan saksi
tersebut juga tidak terkait dengan tindakan PENGHASUTAN OLEH
SESEORANG atau SUBJEK HUKUM. Saya dalam konteks keterangan
saksi ini dinyatakan berteriak memperingati perusahaan untuk
segera menghadirkan manajer dan operator buldoser, dan memberi
peringatan keras kepada perusahaan, bila tidak tanggapan
akan ada kejadian yang lebih besar dari sekarang. Kata-kata
18
yang saya lontarkan itu, sama sekali bukan ditujuan kepada massa,
melainkan kepada perusahaan sebagai peringatan keras. Ternyata
peringatan keras itupun tidak diindahkan oleh perusahaan,
mengulur-ulur waktu sampai-sampai massa menjadi marah dan sulit
dikendalikan. Bahkan tentara dan polisi yang ada ditempat itupun
tidak dapat mengendalikan massa yang marah karena ulah
perusahaan yang berbohong itu, apalagi saya hanya seorang
perempuan....?
o Saksi HASANUDDIN alias HASAN. Keterangan saksi yang tertulis
dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak secara
eksplisit maupun implisit mengandung maksud PENGHASUTAN
OLEH PERSON atau SUBJEK HUKUM. Saya dalam konteks keterangan
saksi dilihat dari jarak ±30 meter tanpa berteriak oleh saksi
dinyatakan sempat mengatakan “saya beri waktu 2 jam lagi,
apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita
lanjutkan”. Hal ini sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin
dalam jarak ±30 meter dengan massa yang berteriak-teriak keras
sekitar 200-an orang lalu saksi mendengar suara saya yang tidak
berteriak...?
o Saksi ZUKKIFLI ODE PENDOLO. Dari keterangan saksi ini tidak ada
pula yang relevan dengan PENGHASUTAN OLEH “PERSON atau
SUBJEK HUKUM”, yang tercatat di situ adalah, “.... saksi sempat
melihat terdakwa EVA sedang duduk-duduk tak jauh dari buldoser
sekitar 15 (lima belas) meter..... bahwa benar saksi melihat massa
mulai tenang dan kayu-kayu yang ditumpuk di buldoser ditarik
kembali oleh massa, mereka menunggu operator buldoser dan
diantara massa ada yang berteriak “bakar saja” dan oleh terdakwa
EVA sambil duduk berteriak “sepuluh menit” dan dijawab
massa “so lama... so lapar”....
Jelas dalam konteks ini tidak ada tindakan PENGHASUTAN OLEH
“PERSON atau SUBJEK HUKUM.
Pada akhirnya, dalam kaitannya dengan unsur “barang siapa” berdasarkan
seluruh barang bukti dan keterangan saksi yang berasal dari pihak perusahaan
maupun aparat keamanan yang diajukan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum,
maka tidak ada bukti kuat dan meyakinkan untuk mengkatagorikan diri saya
EVA SUSANTI HANAFI BANDE, telah memenuhi unsur “barang siapa”
sebagaimana uraian tuntutan Sdr. Jaksa Penuntut Umum.
19
2. Unsur “dimuka Umum”
Mejelis Hakim
Saudara Jaksa Penuntut Umum
Dan para hadirin yang terhormat
Saya telah membaca dengan cermat 8 (delapan) butir keterangan yang oleh
saudara Jaksa Penuntut Umum dijadikan dasar untuk membuktikan dan
meyakinkan terpenuhinya unsur di muka umum terkait dengan dakwaan
Penghasutan terhadap diri saya.
Keseluruhan butir keterangan yang disampaikan saudara Jaksa Penuntut
Umum seharusnya menjelaskan suatu peristiwa yang bisa dibuktikan secara
sah dan meyakinkan bahwa terdakwa telah melakukan PENGHASUTAN di
muka umum. Agar lebih jelas berikut ini saya uraikan pokok-pokok setiap butir
keterangan dimaksud:
Garis datar satu. Intinya adalah menjelaskan bahwa telah terjadi pengrusakan
dan pembakaran pada tanggal 26 Mei 2010 wita sampai dengan pukul 13.00
wita di Kantor BHP dan Lokasi Buldoser dan Eksavator. Sama sekali tidak ada
unsur sesuatu perbuatan Menghasut di Muka Umum dalam keterangan ini.
Garis datar dua. Keterangan disini intinya adalah ada kurang lebih 200-an
massa berkumpul di lapangan bola desa Piondo, dan, saya/terdakwa
berboncengan motor dengan saksi Nyoman Jepang. Juga di sini tidak ada unsur
sama sekali yang menegaskan maksud “Menghasut di depan Umum”.
Garis datar tiga. Intinya massa berkumpul di depan kantor BHP meminta jalan
dibuka dan juga meminta dihadirkan manager dan operator buldoser.
Keterangan ini tidak menjelaskan bahwa seseorang subjek hukum, dalam hal
ini saya, melakukan penghasutan di depan umum.
Garis datar empat. Inti keterangan pada point ini adalah bahwa massa
menjadi marah karena manajer dan operator buldoser tidak kunjung datang
dan terjadilah pelembaran kaca kantor dan aula. Tidak ada unsur Pelaku
Pidana yang sedang Menghasut di muka umum dalam keterangan ini.
Garis datar lima. Dinyatakan dipoint ini saya/terdakwa dan lainnya berpindah
tempat dari kantor BHP ke lokasi buldoser. Untuk sekian kalinya tidak ada pula
aktivitas penghasutan dalam keterangan ini.
Garis datar 6. Massa kembali meminta manajer dan operator buldoser
dihadirkan tetapi tidak juga muncul dan membuat massa marah lalu
mengambil tindakan pembakaran buldoser. Tak ada seseorang pula melakukan
Penghasutan di muka umum dalam keterangan ini.
Garis datar 7. Point ini menceritakan massa menuju camp 24 di Bukit Jaya dan
membakar camp tak berpenguni dan 1 unit eksavator. Lagi-lagi tidak
20
menjelaskan ada tindakan penghasutan dimuka umum oleh seseorang yang
menjadi subjek hukum dan didakwa sebagai penghasut.
Garis datar 8. Di sini dijelaskan dalam demontrasi jumah massa yang ikut
kurang lebih 200 orang dan dilakukan di PT BHP yang disaksikan oleh banyak
karyawan BHP ataupun mendengar apa yang menjadi tuntutan massa pada
saat itu. Sekali lagi yang ditekankan di sini adalah perilaku massa yang
melakukan aksi, dan bukan perilaku person atau subjek hukum yang
melakukan Pengasutan di hadapan umum.
Apabila dihubungkan dengan penggalan bunyi pasal 160 KUHP: .... Barang
siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana.... maka seluruh uraian (kedelapan point)
keterangan yang disampaikan saudara Jaksa Penuntut Umum yang didasarkan
fakta persidangan termaksud, sama sekali tidak terbukti dan meyakinkan
untuk memenuhi unsur perbuatan pidana seseorang (subjek hukum) yang
dilakukan di MUKA UMUM. Maka dari itu, kiranya yang mulia Majelis Hakim
mengabaikan Analisa Yuridis saudara Jaksa Penuntut Umum mengenai Unsur
di MUKA UMUM, karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan
fakta persidangan sebagaimana 8 (delapan) point keterangan di atas.
3. Unsur “DENGAN LISAN ATAU TULISAN MENGHASUT SUPAYA MELAKUKAN
PERBUATAN PIDANA”
Majelis Hakim,
Saudara Jaksa Penuntut Umum
Para hadirin pengunjung sidang yang terhormat
Dalam Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karangan R.Soesilo,
pada halaman 136 terdapat penjelasan mengenai “menghasut dengan lisan
atau tulisan. Agar lebih jelas saya kutip sebagai berikut:
“1. Menghasut artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau
membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata
“menghasut” tersimpul sifat: “dengan sengaja”.... Cara Menghasut orang
itu rupa2 misal dengan cara langsung: “seranglah polisi yang tidak adil
itu, bunuhlah dan ambilah senjatanya!” ditujukan kepada seorang
pegawai polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah.... Dapat
pula secara tidak langsung, seperti: “lebih baik, andaikata polisi yang tidak
baik itu dapat diserang, dibunuh dan diambil senjatanya”. Mungkin pula
dalam bentuk pertanyaan, seperti: saudara-saudara apakah polisi yang
tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah kamu tidak serang, bunuh, dan
ambil senjatanya?”
2.Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan maupun dengan tulisan.
Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai, jika
kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan, sehingga suatu
“percobaan” pada delik ini tidak mungkin terjadi. Lain halnya, apabila
21
hasutan itu dilakukan dengan tulisan. Karangan yang sifatnya menghasut
harus ditulis dahulu, kemudian tulisan itu disiarkan atau dipertontonkan
pada publik, dan barulah delik itu dianggap selesai.”
Dalam Surat Tuntutannya, saudara Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan untuk membuktikan
bahwa dakwaan terhadap saya telah memenuhi Unsur “DENGAN LISAN ATAU
TULISAN MENGHASUT SUPAYA MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA” dengan
beralaskan 12 butir keterangan-keterangan saksi yang dituangkan kembali sebagai
hasil ANALISIS YURIDIS.
Dari seluruh keterangan yang diuraikan tersebut, saya menyimpulkan tidak
memenuhi unsur Dengan Lisan atau Tulisan menghasut supaya melakukan
perbuatan pidana, dengan penjelasan (yang mengikuti alur keterangan yang
diuraikan saudara Jaksa Penuntut Umum) sebagai berikut :
Garis datar satu dan dua, tidak relevan karena hanya menerangkan peristiwa
pengrusakan dan pembakaran yang menegaskan terdakwa ikut pula di dalamnya,
yang ditambah dengan keterangan pecahnya jendela kantor dan aula. Keterangan
ini tentu saja tidak memenuhi unsur Lisan atau tulisan Menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana.
Garis datar tiga. Keterangan saksi Sappewali sama sekali tidak dapat dijadikan
alat bukti karena memberi keterangan palsu pada persidangan. Berbelit-belit,
keterangan yang disampaikannya sering bertentangan satu sama lain. Bahkan oleh
salah seorang majelis hakim dinyatakan berbohong.
Garis datar empat. Saudara Jaksa Penuntut Umum dalam keterangan
menggunakan kesaksian Hasanudin alias Hasan. Keterangan ini tidak lengkap
bahkan diubah sehingga tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam
persidangan, sebagaimana diuraikan sendiri oleh saudara Jaksa Penuntut Umum.
Dalam bagian ini (Surat Tuntutan, hlm. 23) dituliskan demikian:
• Bahwa dari keterangan saksi HASANUDIN dalam keterangan dipersidangan
menerangkan bahwa ketika terjadi pelemparan di lokasi kantor BHP saksi
sempat mendengar terdakwa EVA berteriak dengan kalimat “saya beri
waktu 2 (jam) lagi, apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan
maka kita lanjutkan”
• Keterangan saksi HASANUDIN (Surat tuntutan hlm. 13)
Bahwa benar setelah aman, saksi melihat terdakwa EVA ± 30 meter sempat
berkata sambil melihat ke jam tangannya dan tidak berteriak namun
sempat didengar saksi mengatakan “saya beri waktu 2 (dua) jam lagi,
apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita lanjutkan.
Dalam komentar saya mengenai keterangan saksi HASANUDIN di atas,
bahwa keterangan saksi sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin
dalam jarak ±30 meter dengan massa yang berteriak-teriak keras sekitar
22
200-an orang lalu saksi mendengar suara saya yang tidak berteriak...? Lagi
pula pada saat persidangan keterangan saksi berbelit-belit tidak konsisten.
Garis datar lima. Keterangan saksi MOHAMMAD ARFA yang diuraikan dalam
bagian ini, seperti yang sudah saya sampaikan di muka, bahwa Sejak persidangan
saya tidak menerima atau menolak kesaksian dari saksi Arfa, karena berbelit-belit
dan menyampaikan keterangan yang berasal dari dirinya sendiri saling
bertentangan. Kalau dilihat secara logis dan objektif, sebagaimana diungkap dalam
persidangan dan dicatat oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi,
“bahwa benar ketika itu kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah
sementara kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya,
lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya
ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini adalah, massa marah karena
perusahaan tidak menghadirkan manajer sampai satu jam menunggu.
Dengan demikian, massa justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara
spontan melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan yang
ingkar. Kata-kata itu menurut keterangan saksi saya sampaikan di kantor BHP,
sementara saksi-saksi lain juga berada di lokasi yang sama, tetapi tidak ada dari
saksi-saksi yang berada di sekitar itu mendengarkan perkataan saya yang sama
dengan apa yang di dengar oleh saksi ARFA. Bahwa saksi ARFA ketika itu
diperintahkan oleh saksi Drs. Sarifuddin Sahaba bersama dua rekannya MESAK
dan HASAN mencari Manajer di lapangan. Dengan demikian saksi HASAN dan
ARFA tidak berada di tempat pada saat itu, karena yang memberi laporan
kemudian kepada saksi Drs. Sarifudin Sahaba adalah MESAK dan YADIN.
Garis Datar enam. Keterangan di bagian ini sama sekali tidak berkaitan dengan
unsur menghasut secara lisan supaya melakukan suatu perbuatan pidana, karena
hanya menerangkan perpindahan massa ke lokasi buldoser dan situasi
pembakaran buldoser. Sama sekali tidak kalimat menghasut secara lisan yang
membuat orang lain melakukan pidana.
Garis datar tujuh. Di bagian ini diungkap kembali keterangan saksi ZULKIFLI
ODE PENDOLO. Keterangan yang disampaikan oleh Saksi tersebut tidak
menunjukkan suatu aktivitas atau penyampaian kalimat Hasutan secara lisan oleh
saya dan membuat orang lain melakukan perbuatan pidana. Yang tercatat di situ
adalah, “.... saksi sempat melihat terdakwa EVA sedang duduk-duduk tak jauh dari
buldoser sekitar 15 (lima belas) meter..... bahwa benar saksi melihat massa mulai
tenang dan kayu-kayu yang ditumpuk di buldoser ditarik kembali oleh massa,
mereka menunggu operator buldoser dan diantara massa ada yang berteriak
“bakar saja” dan oleh terdakwa EVA sambil duduk berteriak “sepuluh menit”
dan dijawab massa “so lama... so lapar”....
Jelas sekali diantara massa yang berteriak “bakar saja” sementara saya tidak
mengeluarkan sama sekali kata-kata yang tergolong menghasut.
Garis datar delapan. Keterangan bagian ini hanya menjelaskan situasi kejadian
pembakaran eksavator, tidak ada ucapan atau kalimat tertentu yang diucapkan
seseorang pun.
23
Garis datar sembilan. Dari seluruh keterangan saksi MUH. IRWAN yang dipenggal
saudara Jaksa Penuntut Umum lalu disalin kembali di bagian ANALISIS YURIDIS
ini, tidak terkait dengan tindakan PENGHASUTAN SECARA LISAN YANG MEMBUAT
ORANG LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA. Di atas sudah saya jelaskan,
bawa dalam konteks keterangan saksi ini dinyatakan berteriak memperingati
perusahaan untuk segera menghadirkan manajer dan operator buldoser, dan
memberi peringatan keras kepada perusahaan, bila tidak tanggapan akan
ada kejadian yang lebih besar dari sekarang. Ucapan saya itu sama sekali bukan
ditujukan kepada massa, melainkan kepada perusahaan sebagai peringatan keras.
Ternyata peringatan keras itupun tidak diindahkan oleh perusahaan, mengulur-
ulur waktu sampai-sampai massa menjadi marah dan sulit dikendalikan. Bahkan
tentara dan polisi yang ada ditempat itupun tidak dapat mengendalikan massa
yang marah karena ulah perusahaan yang berbohong itu. Kalimat yang dicetak
tebal itu bukan kalimat menghasut sebagaimana dicontohkan pada petikan
penjelasan pasal 160 KUHP di atas.
Garis datar sepuluh. Keterangan saksi KHOLIL yang diuraikan dalam bagian ini
juga menunjuk pada suatu keadaan di mana massa akan melakukan pembakaran
Camp yang ada penghuninya, lalu di situ saya berteriak jangan dibakar karena ada
penghuninya. Jelas sekali kalimat ini bukan kalimat menghasut supaya orang lain
berbuat pidana, yang benar adalah melarang orang lain melakukan tindakan
pembakaran. Bagian ini jelas tidak memenuhi unsur dengan Lisan atau tulisan
menghasut supaya orang lain melakukan perbuatan pidana.
Garis datar sebelas. Keterangan saudara Jaksa Penuntut Umum mengenai hal ini
sudah saya ulas di depan, bahwa SMS-SMS yang saya kirim kepada saksi NYOMAN
JEPANG, KHOLIL, dan saksi SUTRISNO adalah setelah kejadian perkara, yakni
setelah saya berada di Kantor Polisi, yakni pada Tanggal 26 Mei 2010 jam
21:49:33; Tanggal 26 Mei 2010 jam 22:38:14; 26 Mei 2010 jam 23:37:30; 28
Mei 2010 jam 00:48:57 (selengkapnya lihat penjelasan saya pada halaman 4).
Memang ada sejumlah SMS sebelumnya tetapi jauh hari sebelum kejadian perkara.
SMS itu berkaitan dengan masuknya TNI ke HTI dengan alasan latihan perang.
Untuk hal ini telah kami lakukan laporan kepada Mabes TNI dan Danrem di Palu,
karena saya berada di Palu. Jadi ini tidak ada kaitan dengan kejadian perkara. Lagi
pula kalau sms ini di anggap oleh Jaksa sebagai Menghasut secara tulisan tentu saja
berbeda konteks dengan pasal 160 KUHP, dimana “Karangan yang sifatnya
menghasut harus ditulis dahulu, kemudian tulisan itu disiarkan atau
dipertontonkan pada publik, dan barulah delik itu dianggap selesai.”
Garis datar duabelas. Kembali saudara Jaksa Penuntut Umum keliru
menempatkan alas bagi analisis yuridisnya di bagian ini. Dalam konteksnya,
keterangan di bagian ini menjelaskan bahwa saya diminta oleh saksi KHOLIL
selaku sekretaris BPD desa Piondo untuk menjadi negosiator atau penyambung
lidah untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan dari massa. Sungguh sangat jelas,
tanpa dianalisispun, kalimat ini bukan menjelaskan sebuah perilaku Menghasut
secara Lisan supaya orang lain melakukan perbuatan Pidana.
24
Pada akhirnya saya berasumsi, bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum dalam
melakukan Analisis Yuridis terkait pemenuhan unsur “dengan Lisan atau tulisan
menghasut supaya melakukan perbuatan pidana” pasal 160 KUHP ternyata hanya
memenggal sebagian atau mengambil seluruhnya keterangan-keterangan saksi.
Kalau hanya seperti itu metode analisis yuridis untuk membuktikan dakwaan lalu
dijadikan alas bagi tuntutan, sungguh ini terkesan menggampangkan saja atau
menganggap remeh sebuah perkara yang membuat seorang terdakwa terhukum
bertahun-tahun lamanya. Padahal kalau saudara Jaksa Penuntut Umum melakukan
ANALISIS YURIDIS dengan serius, objektif, konsisten, logis, tajam dan mendalam
tentu saja akan ditemukan kejangggalan yang sangat besar dalam keterangan-
keterangan pada bagian ini. Oleh karena lemahnya analisis untuk membuktikan
pemenuhan unsur tersebut, maka saya berharap kiranya yang mulia Majelis Hakim
yang memiliki kapasitas jauh lebih baik untuk mencermati analisis yuridis dari
saudara Jaksa Penuntut Umum, ketimbang saya yang berasal dari disiplin ilmu
Sosiologi. Pengalaman mengawal kasus-kasus rakyat hingga ke persidangan
sedikit banyak membantu saya untuk mencermati dakwaan maupun tuntutan
Jaksa Penuntut Umum di berbagai daerah terhadap rakyat yang memperjuangkan
kepentingan memperoleh hak hidup lebih layak.
Sebagai kesimpulan di bagian ini, saya tidak menemukan PERBUATAN-
PERBUATAN SAYA yang dikategorikan memenuhi unsur MENGHASUT SUPAYA
ORANG LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA sesuai pasal 160 KUHP. Oleh
karena itu, unsur “dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan
perbuatan pidana” pasal 160 KUHP, tidak dapat dibuktikan secara sah dan
meyakinkan berdasarkan keterangan yang dimuat dalam ANALISIS YURIDIS
saudara Jaksa Penuntut Umum.
4. Unsur “melakukan kekerasan terhadap Penguasa Umum.
Majelis Hakim yang saya muliakan.
Saya telah membaca dan mempelajari Pasal 160 KUHP termasuk
penjelasannya, di mana saya justru merasa semakin yakin bahwa pasal
tersebut tidak dapat digunakan untuk menuntut saya dihadapan pengadilan ini.
Terkait tanggapan saya atas ANALISA YURIDIS saudara Jaksa Penuntut Umum
untuk memenuhi unsur “melakukan kekerasan terhadap Penguasa Umum”
berdasarkan fakta-fakta persidangan, ada baiknya saya mulai dengan kutipan
penjelasan pasal 160 KUHP sebagai berikut.
“Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya:
a. Dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) = semua
perbuatan yang diancam dengan hukuman.
b. Melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan = yang diartikan
dengan kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan
menjalankan kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian
dari organisasi pemerintah pusat atau daerah.”
(R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [KUHP] serta
Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Hlm. 137)
25
Dengan merujuk pada penjelasan di atas, maka Penguasa Umum dalam hal ini
bukan sebagaimana dimaksud oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dalam
uraiannya, sebagaimana berikut:
“berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan diperoleh
keterangan bahwa PT BHP merupakan perusahaan gabungan KLS dengan
Ihhutani I dengan saham 60% milik KLS dan 40% milik Inhutani dimana
dari sejumlah barang milik BHP dan KLS telah dirusak dan dibakar massa
antara lain kantor BHP yang kaca jendelanya menadi rusak dilempar batu
oleh massa, lalu 1 (satu) unit buldoser dan 1 (unit) eksavator serta camp
24 juga telah dibakar massa dan sebagai akibat dari tindakan massa yang
melakukan pengrusakan dan pembakaran tersebut, PT BHP mengalami
kerugian Rp. 4.500.000.000.
Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.”
Saya akan menguraikan tanggapan saya terhadap uraian Jaksa Penuntut Umum
tersebut dengan bersandar pada Pasal 160 KUHP dan penjelasannya,
sebagaimana berikut:
1) PT BHP maupun PT KLS adalah perusahaan milik perorangan. Direktur
sekaligus Pemilik PT KLS adalah saudara H. Murad Husain (yang juga saksi
dalam perkara ini), sedangkan direktur PT. BHP adalah saudara Herwin
Yatim yang merupakan menantu dari saksi H. Murad Husain.
2) Semula PT BHP adalah perusahaan patungan antara PT KLS dan PT
Inhutani I (SK No. 146/Kpts-II/96, HTI Trans tgl 4 April 1996), akan tetapi
sejak tahun 2002 PT BHP mengalami stagnasi. Lalu dalam
perkembangannya seluruh saham PT BHP diambil alih oleh PT KLS,
sebagaimana keterangan saksi Murad Husain dalam persidangan yang
tertuang dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut:
“bahwa benar saksi merupakan pimpinan dari KLS (Kurnia Luwuk
Sejati) dimana BHP merupakan gabungan dengan inhutani dengan
saham 60% milik KLS dan 40% milik Inhutani namun demikian seluruh
modal bersumber dari saksi karena Inhutani hanya nama saja, namun
semua dana dari KLS”.
3) Terkait hal di atas dihubungkan dengan pengertian sesuai penjelasan Pasal
160 KUHP, bahwa kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan
menjalankan kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian dari
organisasi pemerintah pusat atau daerah.”
Maka sangatlah jelas dalam pengertian ini, bahwa PT BHP ataupun PT KLS
tidak termasuk Penguasa Umum, sebagaimana dimaksud pasal 160 KUHP.
Penguasa Umum yang dimaksudkan pasal 160 KUHP bukanlah Perusahaan
Milik Pribadi, melainkan semua orang yang pada dirinya dilekati tugas
menjalankan kekuasaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun di
26
daerah. Seorang Polisi yang sedang menjalankan tugas pemerintah di
bidang keamanan adalah Penguasa Umum; Seorang Jaksa Penuntut Umum
yang sedang menjalankan Tugasnya secara sah berdasarkan Undang-
Undang adalah Penguasa Umum; Kepala Lembaga Pemasyarakatan
(KALAPAS) yang menjalankan tugas pemerintah di Lapas IIB Luwuk adalah
Penguasa Umum; Seorang Bupati yang melaksanakan tugas pemerintahan
adalah penguasa Umum; dan masih banyak contoh lainnya.
Sebaliknya, PT BHP bukan Penguasa umum karena tidak dilekati tugas
pemerintah yang sah berdasarkan Undang-undang. Direktur BHP dapat saja
setiap hari diganti oleh pemiliknya Murad Husain, Mahyudin dan karyawan
lainnya setiap saat bisa saja dipecat atas perintah Murad Husain. Akan
tetapi, seorang Jaksa tidak bisa dipecat begitu saja oleh atasannya bila
sedang melaksanakan tugas yang sah berdasarkan Undang-Undang. Maka
menjadi cukup jelas perbedaan Kekuasaan Umum yang melekat pada
semua orang yang mendapat tugas pemerintah, dengan Kekuasaan Seorang
Pengusaha pemilik modal yang tidak menyandang Tugas Pemerintah
berdasarkan Undang-undang.
4) Kekerasan terhadap Perusahaan PT BHP Milik Pribadi jelas berbeda atau
sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kekerasan terhadap Penguasa
Umum sebagaimana dimaksud Pasal 160 KUHP.
Dengan demikian unsur ini tidak terbukti secara sah dan meyakinan.
5. Unsur “Turut Serta” (dari Rani).
• Benar bahwa saya turut serta bersama-sama +200 Massa Tani Piondo dan
dari desa sekitarnya mendatangi kantor BHP dengan maksud menuntut
pembukaan atau perbaikan kembali jalan yang dirusak dengan alat berat
perusahaan atas perintah pemilik PT KLS dan PT BHP dan dikawal oleh
Tentara.
• Tidak benar bahwa saya turut serta dalam arti bersama-sama sejumlah
orang datang dengan maksud MENGHASUT massa untuk Melakukan
Pengrusakan dan Pembakaran. Bahwa fakta-fakta persidangan tidak
membuktikan bahwa saya melakukan tindakan Menghasut sebagai uraian-
uraian saya sebelumnya.
Oleh karena semua unsur delik yang didakwakan dalam dakwaan kesatu yang
diajukan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum, maka terhadap saya, EVA SUSANTI HANAFI BANDE, yang
berstatus terdakwa dalam perkara ini tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak
pidana, “turut serta di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum”
berdasarkan pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
27
TENTANG TUNTUTAN
Majelis Hakim,
Saudara Jaksa Penuntut Umum,
Pengunjung Sidang yang terhormat
Pada lembaran terakhir Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tercatat :
M E N U N T U T
Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Luwuk yang memeriksa dan mengadili
perkara ini memutuskan:
1. Menyatakan terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi “turut serta dimuka
umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan
pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” sebagaimana diatur
dalam pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Betapa sangat kagetnya saya membaca tuntutan tersebut. Saya tidak
membayangkan bagaimana mungkin sebuah tuntutan yang dapat menyebabkan
seorang terdakwa dihukum dalam kurungan penjara terpisah dari keluarga dan
masyarakat dalam waktu yang lama, dibuat dengan kesalahan yang sangat fatal
ini?
Sejak membaca dan mencermati Surat Tuntutan ini dari lembar ke lembaran
berikutnya, saya telah mendapat kesan pula bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum
tidak cermat dan tidak teliti secara teknis serta tidak melakukan Analisa Yuridis
secara mendalam.
Pada bagian awal di lembar pertama, dalam dakwaan saudara Jaksa Penuntut
Umum saya didakwa telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta
melakukan, dimuka umum secara lisan atau tulisan menghasut supaya
melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa
umum maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan undang-
undang. (melanggar pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP).
Pada bagian lainnya, berdasarkan pembuktian melalui Analisa Yuridis, dinyatakan:
.... Terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE haruslah dipersalahkan melakukan
tindakan pidana “turut serta dimuka umum dengan lisan atau tulisan
menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan
terhadap penguasa umum” melanggar pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP yang oleh karena itu terhadap terdakwa haruslah dipertanggungjawabkan
secara pidana atas perbuatannya tersebut.
Lalu pada lembaran terakhir Menuntut: Supaya Majelis Hakim yang memeriksa
dan mengadili perkara ini memutuskan:
28
Menyatakan terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi “turut serta dimuka
umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan
pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” sebagaimana diatur
dalam pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terlihat perbedaan mencolok antara dakwaan (lembar pertama Surat Tuntutan)
yang menguraikan hampir sempurna pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP; kemudian pada bagian pembuktian lewat Analisa Yuridis berbeda dan
mengalami pemenggalan kata-kata dalam masing-masing pasal (160 KUHP dan
Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP). Lantas pada lembar tuntutan di halaman terakhir
Surat Tuntutan, saya dituntut telah melakukan tindak pidana KORUPSI ?
Majelis Hakim yang terhormat
Sejak awal masa persidangan saya telah berusaha menjalani dengan sikap yang
baik serta menghormati setiap proses persidangan yang berada dalam
kewenangan Majelis Hakim selaku Penguasa Umum di bidang ini. Meskipun saya
harus jujur bahwa penahanan saya dan kawan-kawan petani kurang lebih 4 bulan
lamanya di Lapas IIB Luwuk saya anggap sebagai salah satu bentuk ketidakadilan
yang menjadi ciri khas Negara Republik Indonesia sejak zaman Belanda sampai
Indonesia Merdeka hingga saat ini, bahwa rakyat yang berjuang memperoleh hak-
hak kewarganegaraannya dianggap kejahatan terhadap negara atau juga Penguasa
Umum dan seluruh jenjang pemerintahan hingga di tingkat daerah. Mungkin
Karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan warisan Penjajah
Belanda maka dipandang masih cocok oleh Penguasa Negera kita yang berwatak
penjajah untuk diterapkan kepada rakyat Indonesia.
Tetapi sungguh merupakan hantaman yang kuat luar biasa terhadap
intelektualitas dan kesadaran saya sebagai manusia yang berpikir, bahwa saya
dijatuhkan dakwaan berdasarkan pasal yang dipaksakan meski bukti-bukti untuk
itu sama sekali tidak cukup. Bagaimana mungkin, Perusahan Milik Pribadi (PT
BHP) oleh Jaksa Penuntut Umum dipaksakan menjadi “PENGUASA UMUM”? atas
dasar hukum atau Undang-Undang atau peraturan mana pula yang menjadi
rujukan saudara Jaksa Penuntut Umum sehingga menjadikan pasal 160 KUHP
sebagai dasar hukum mendakwakan saya...? Selain itu berbagai fakta yang
diungkap dalam persidangan tidak cukup untuk membuktikan saya melakukan
perbuatan menghasut massa melakukan perbuatan pidana. Padahal tidak seorang
pun kawan-kawan petani yang menyatakan dalam persidangan bahwa mereka
melakukan perusakan dan pembakaran karena terhasut, disuruh, atau didorong
oleh saya. Lagipula kawan-kawan petani yang disidangkan seluruhnya mengakui
dalam persidangan bahwa penyebab mereka melakukan perusakan dan
pembakaran itu karena rasa marah yang memuncak, akibat ulah perusahaan yang
tidak memenuhi janji mendatangkan operator dan bulduser sampai berjam-jam
lamanya menunggu.
29
Tentu saja sebagai orang yang masih berpikir waras saya sangat tersinggung dan
tidak bisa menerima telah dituduhkan dengan Pasal yang dipaksakan lalu
ditambah lagi dengan tindak pidana KORUPSI yang ditambahkan saudara Jaksa
Penuntut Umum. Kemudian meminta Majelis Hakim untuk Memutus Perkara ini
berdasarkan tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum itu.
Saudara Jaksa Penuntut Umum yang terhormat, dengan apa yang telah saudara
lakukan melalui tuntutan terhadap saya itu, maka pada kesempatan ini saya
menyatakan tidak akan tinggal diam atas kesewenang-wenangan saudara ini. Saya
merasa harga diri saya sebagai manusia yang sadar telah saudara Jaksa hinakan
dan bahkan merendahkan martabat saya.
Cobalah saudara secara sengaja atau tanpa sengaja mengucapkan kata Korupsi itu
dan ditujukan kepada saudara Jaksa yang lain, kepada bendahara kejaksaan,
kepada Kepala Kejaksaan Negeri Luwuk, atau kepada salah satu dari Majelis
Makim yang mengadili perkara kami. Yakinlah bahwa siapapun mereka pasti akan
tersinggung, terlepas dari mereka melakukan atau tidak.
Bagaimana dengan pencantuman kata “KORUPSI” yang dituangkan dalam Sebuah
Surat Tuntutan Resmi No.Reg.PERK:PDM-41/LWK/10/2010 yang telah pula
diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Palu, bukankah surat yang terigestrasi dan
saudara Jaksa Penuntut Umum tandatangani ini juga merupakan salah satu alat
bukti yang sah secara hukum atas kesalahan saudara...?
KESIMPULAN
Majelis Hakim yang terhormat.
1. Dari seluruh uraian di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa perbuatan
yang didakwakan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum kepada saya tidak
terbukti secara sah dan menyakinkan, maka mohon saya/terdakwa diputus
bebas, dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
2. Kiranya Majelis Hakim yang terhormat, dapat mempertimbangkan
pengambilan Keputusan bagi saudara-saudara Petani yang kepada mereka
didakwakan dengan pasal yang sama dengan yang didakwakan kepada saya,
demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
30
P E N U T U P
Majelis Hakim yang Mulia
Saya menutup pembelaan ini dengan pertanyaan: apakah orang bisa hidup dengan
diberi 1 juta, 5 juta, 10 juta, tetapi hutan, tanah tempat mereka dan anak cucunya
kelak hidup terancam hilang dan rusak ? Uang bukanlah segala-galanya, masih ada
nilai-nilai luhur yang tidak dapat dinilai dengan uang berapapun jumlanya. Rasa
kemanusiaan yang diikat oleh komitmen dan solidaritas sosial untuk berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan sejati tidak akan dapat dibeli dengan Uang.
Ketika seseorang orang siapapun dia, miskin atau kaya, dalam jabatan dan
kedudukan seperti apapun dia, ketika telah memilih untuk menjadi pejuang bagi
kehidupan yang adil bagi seluruh rakyat tertindas, maka meski nyawa menjadi
taruhannya, cita-cita sosial itu akan terus tanpa lelah akan dilakukannya.
Pernyataan ini, saya kutip untuk menggugat KLS yang hari ini dengan sewenang-
wenang mengajukan saya ke pengadilan di tanah air saya sendiri.
Akhirnya, saya sampaikan selamat kepada Majelis hakim yang akan memberi
putusan. Semoga Tuhan Yang Maha Adil mencukupkan nikmat-Nya kepada Majelis
Hakim berupa cahaya kebenaran dan keadilan yang selalu menuntun hidup
saudara sekalian hingga ajal menjemput, sehingga kita berada bersama orang-
orang yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan bagi hamba Allah
tertindas. Semoga Tuhan memberkati kita semua!
Hidup Petani
Bersatulah Rakyat
Jayalah Kaum Tani
Lapas II B Kab Banggai 26 Oktober 2010
Terdakwa
Eva Susanti Hanafi Bande
Aktivis HAM