30
1 MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI KEADILAN UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK KUASA MODAL SEBUAH PEMBELAAN PRIBADI DALAM PERKARA PIDANA NO: 178/PID.B/2010/PN/LWK ATAS NAMA EVA SUSANTI H. BANDE Luwuk, 26 Oktober 2010

MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN MARTABAT … ·  · 2010-11-30seluruh jaringan Solidaritas Perempuan di Indonesia, JASS Sout Asia, Komnas HAM ... (Perempuan Kepala Keluarga) di

  • Upload
    dokhanh

  • View
    225

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

1

MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN

MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI

KEADILAN UNTUK RAKYAT

BUKAN UNTUK KUASA MODAL

SEBUAH PEMBELAAN PRIBADI

DALAM PERKARA PIDANA

NO: 178/PID.B/2010/PN/LWK

ATAS NAMA

EVA SUSANTI H. BANDE

Luwuk, 26 Oktober 2010

2

MENOLAK TUNDUK DEMI KEADILAN DAN MARTABAT KEMANUSIAAN SEJATI

KEADILAN UNTUK RAKYAT BUKAN UNTUK KUASA MODAL

…”bagi kami yang saat ini mengalami dan merasakan ketidakadilan

oleh aparatus Negara yang berdiri di atas manifesto politik rakyat,

yang telah dinodai oleh kuasa modal hingga sama sekali kehilangan rasa malu,

yang telah menjebloskan kami di balik tembok berjeruji besi ini,

tak akan ada kata Tunduk apalagi bersurut

…mereka tidak akan mampu membungkam suara-suara kami…”

(Eva Bande Penjara Lapas II B Kab Banggai)

Ada yang berlimpah

Ada yang terkuras

Dan kita di sini bertanya

Saudara berdiri

Di pihak yang mana?

(sepotong Sajak dari Rendra)

Kita tahu kapitalisme berdiri menghunjam dua kakinya pada dua dataran sekaligus

menghisap sembari terlihat humanis. Untuk yang terakhir ini, bungkusannya bisa

berupa slogan-slogan populis, seperti memberantas kemiskinan, mengurangi

kesenjangan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Bismillahirahmanirahiim,

Dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Ya Allah Subhanahu wata Alla pemilik hidup dan matiku, Tuhan yang menguasai

seru sekalian alam, puji syukur Hamba panjatkan kehadirat-MU Ya Tuhan, atas

Karunia MU, atas Rahmat MU, atas Kehendak MU, maka Hamba MU ini masih

berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohani menghadapi peradilan di Bumi

yang ENGKAU ciptakan ini, untuk memperoleh keadilan buatan manusia, karena

telah mencoba membaktikan diriku kepada hamba-hamba Mu lainnya yang hampir

sepanjang hidupnya berada dalam penderitaan dan kemiskinan. Hanya kepada-MU

lah ya ALLAH rasa takut itu ku sadari, dan atas sejumput keberanian yang Engkau

berikan kepada Hamba, izinkan Hamba bersama kaum tertindas di tanah

kelahiranku ini terus berada dalam semangat perjuangan melawan kuasa modal

yang telah menzolimi kami, memandulkan penegakan hukum dan keadilan, yang

telah membuat harga diri begitu murahnya.... Lindungi Kami Ya Allah.

3

I. PENDAHULUAN

Majelis Hakim,

Saudara Jaksa Penuntut Umum,

Saudara Penasehat Hukum,

Dan pengunjung sidang yang terhormat.

Assalamu’alaikum War. Wab.

Selamat siang dan salam sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selamat siang dan salam perjuangan untuk rakyat Piondo, Singkoyo, Moilong, Tou,

Bukit Jaya, Sindang Baru, Mekar Sari, Benteng, Dusun Agro Estate, Dusun Bina Tani

dan sekitarnya yang tidak kenal lelah berjuang mempertahankan hak-haknya atas

perluasan perkebunan sawit. Selamat siang dan salam perjuangan untuk rakyat

Tani di seluruh Indonesia yang menjadi korban, dari kerakusan dan serakahnya

perkebunan-perkebunan raksasa.

Kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkara, saya sampaikan penghargaan

terima kasih atas segala upayanya menyelenggarakan proses peradilan ini dengan

baik. Saya selalu mendoakan ketua dan anggota Majelis Hakim bertiga diberi

keberanian memutuskan perkara ini secara benar dan adil berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa.

Secara khusus saya mempersembahkan cinta dan kasih yang mendalam kepada

ayahanda, suami, anak-anak, dan keluarga saya atas segala doa dan dorongannya,

merekalah yang membuat saya tetap tegar menghadapi hari-hari dalam penjara

dan menjalani proses peradilan yang melelahkan fisik dan jiwa ini.

Terima kasih yang hangat dan mendalam kepada semua kawan yang turut

berjuang dan mendukung saya dalam perjuangan ini. Terutama atas segala

simpati, solidaritas dan kerelaannya berbagi, baik yang ada di FRAS (Front Rakyat

Advokasi Sawit Sulawesi Tengah), KPKP-ST, seluruh jaringan Walhi di Indonesia,

seluruh jaringan Solidaritas Perempuan di Indonesia, JASS Sout Asia, Komnas HAM

di Jakarta, Komnas Perempuan di Jakarta, Shada Ahmo di Medan, PEKKA

(Perempuan Kepala Keluarga) di Jakarta dan seluruh jaringannya, Timor Leste,

yang telah memberikan dukungan langsung maupun tidak langsung.

Penghargaan dan terima kasih yang mendalam kepada saudara Penasehat Hukum

atas dedikasi yang sangat luar biasa dan tak kenal lelah mendampingi saya dan

saudara-saudara petani. Saya juga mesti berterima kasih kepada saudara Jaksa

Penuntut Umum yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana

layaknya.

Terima kasih pula yang mendalam saya persembahkan kepada kawan-kawan pers,

yang setia berpihak kepada nilai luhur dan tujuan mulia kelahiran Pers di tengah

masyarakat. Selama proses persidangan saya dan kawan-kawan petani, banyak

teman pers baik lokal dan nasional yang secara langsung maupun tidak langsung

4

meliput proses peradilan saya dan kawan-kawan petani. Mereka dengan gigih dan

semangat terus berjuang menggulirkan suara rakyat yang tertindas, dengan

memberikan informasi kepada publik secara proporsional.

Terima kasih yang sangat mendalam kepada seluruh pengunjung yang

memberikan dukungan kepada saya dan kepada kawan-kawan petani. Mereka

datang dari kalangan aktivis NGO, mahasiswa, petani, nelayan. Salam hormat saya

juga kepada pengunjung yang datang atas mobilisasi dari PT KLS, para intel,

maupun khalayak umum lainnya, yang hadir dan dengan tekun mengikuti jalannya

persidangan. Tak jarang gedung pengadilan ini dipenuhi pengunjung. Kepada

mereka semua saya dedikasikan pembelaan ini. Semoga ada kiranya yang patut

untuk jadi bahan renungan dan pelajaran. Percaya dan yakinlah saya menuliskan

semua ini dengan suasana hati yang tenang diliputi rasa tanggungjawab yang besar

demi tanah kelahiran saya. Luwuk.

Majelis Hakim yang mulia dan hadirin yang terhormat.

Dalam pandangan saya, kehadiran pengunjung pada hari ini tidak sekadar dibatasi

rasa solidaritas, lebih dari itu mereka ingin melihat, menyaksikan, mengamati,

mendengar sendiri, bahkan ingin menilai bagaimana proses peradilan di

Pengadilan Negeri Banggai yang mendudukkan saya dan petani yang berjuang

mempertahankan hak atas sumber penghidupan sebagai terdakwa, akan berakhir

pada kebenaran dan keadilan atau sebaliknya. Saya juga yakin saudara-saudara

pengunjung ingin merasakan merasakan suasana dan semangat peradilan yang

berusaha menemukan kebenaran dan keadilan, lantas menjadikannya pelajaran

berarti dalam perjalanan hidupnya, sehingga dapat menjawab rasa penasaran

mereka seperti apakah wajah hukum di negeri Babasal ini.

Dengan penuh harap, saya meminta Majelis Hakim yang memeriksa dan

memutuskan perkara ini, berkiblat kepada kearifan dan keadilan. Saya berharap

Majelis Hakim bisa teliti dalam mengkaji semua fakta dan menganalisis alat bukti

yang diajukan oleh saudara-saudara penasehat hukum yang membela saya dan

kawan-kawan petani. Sebab satu satunya amanat mulia kepada saudara Majelis

Hakim adalah melahirkan putusan yang benar dan adil, karena hakim adalah juru

bicara keadilan bukan sebagai begrip jurisprudence.

Gema Pembelaan yang datang dari harapan kaum tertindas ini, semoga menerobos

keluar dari ruang pengadilan ini untuk menyentuh nurani dan relung hati siapa

saja yang peduli dengan nasib rakyat yang terampas hak-haknya akibat kekuasaan

modal. Suara Kaum Tertindas ini semoga menggetarkan hati dan sanubari rakyat

kecamatan Toili, Toili Barat dan sekitarnya, yang tersingkir hak hidupnya,

tercampak hak ekonomi, dan lingkungan lantas membentuk sikap memberontak

dari jiwa dan semangat yang terpenjara oleh belenggu kemiskinan, melawan

ketidakadilan, pantang bersurut selama keadilan masihlah harapan. Suara

perjuangan semoga menggelegar menembus batas ruang dan waktu melintas batas

katulistiwa.

5

Saya percaya, suara pembelaan ini dapat menjadi inspirasi dan semangat juang

bagi rakyat yang mempertahankan hak-haknya dimanapun baik di daerah yang

lama dihisap maupun di lokasi baru penaklukannya.

Majelis Hakim tentu tahu arti dan makna adagium hukum “Solus Populis Suprema

Lex”— Suara Rakyat adalah Suara Keadilan. Mohon jangan biarkan hukum menjadi

alat bagi kuasa modal yang terlalu serakah seakan tak kenal lelah menghisap dan

menindas. Keadilan menjadi tujuan adanya negara dan pemerintahan, sekaligus

cita-cita terbesar lahirnya masyarakat. Keadilan selalu dijadikan terminal akhir

kemerdekaan, sampai kemerdekaan itu sendiri lenyap dari perjalanan suatu

bangsa. Keadilan dan juga kebenaran, akan selalu dicari dan diperjuangkan apapun

resikonya yang menghadang, bahkan mungkin sampai semuanya hilang dari

harapan dan cita-cita luhur karena diperdaya kepentingan sang penindas.

Majelis Hakim,

Saudara Jaksa Penuntut Umum,

Saudara Penasehat Hukum,

Dan pengunjung sidang yang mulia,

Saya Eva Susanti Hanafi Bande dalam kapasitas sebagai Koordinator Front Rakyat

Advokasi Sawit (FRAS) Sulawesi Tengah, didakwa oleh saudara Jaksa Penuntut

Umum dan kemudian diadili sekarang ini, dengan dakwaan pasal 160 jo. pasal 55

ayat (1) Ke-1 KUHP. Pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat dan

membungkam mereka yang melakukan kritik terhadap segala bentuk

ketidakadilan dalam penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber penghidupan.

Di sini di hadapan pengadilan ini, setelah 400-an tahun Indonesia merdeka, saya

juga ingin menegaskan dipandang dari sudut manapun, rakyat Piondo dan

sekitarnya, berhak atas keadilan di tanah dan alamnya sendiri yang dieksploitasi

tanpa batas oleh “imperium” KLS.

Saya ingat kata-kata Soekarno yang dikutipnya dari Tilak: hanya rakyat yang mau

merdeka yang bisa merdeka. Saya ingin katakan disini: Hanya Rakyat yang mau adil

yang bisa mendapatkan keadilan....! Pengalaman sejarah perjalan bangsa ini telah

mengajarkan kepada kita bahwa keadilan itu tidak akan dapat diperoleh dengan

menunggu orang lain memberikannya, apalagi harapan itu ditunggu dari para

pengurus negara yang telah menjebloskan rakyat tani ke dalam penjara, dan tidak

mungkin pula dari segelintir manusia pengumpul modal yang lebih suka hidup dari

hasil eksploitasi Bumi Ciptaan Tuhan dengan menjadikan rakyat miskin sebagai

buruh di atas tanah persada Banggai ini.

Majelis Hakim dan hadirin yang saya muliakan!

Sekarang izinkan saya memasuki bahasan mengapa FRAS (Front Rakyat Advokasi

Sawit Sulawesi Tengah) hadir di tengah-tengah masyarakat kecamatan Toili dan

sekitarnya.

Perkara saya ini merupakan ujian berat bagi penegakan hukum. Sebagai

warganegara Indonesia yang mencoba membantu menyuarakan kepentingan

6

hukum untuk pemenuhan hak rakyat terhadap keadilan, saya justru diperlakukan

tidak adil di hadapan hukum. Apakah pihak berwenang mengajukan saya sebagai

terdakwa, telah tertutup mata hati dan nuraninya? Tanpa memperhatikan akar

masalah yang sebenarnya?

Mungkin jawabannya, karena proses peradilan terhadap saya, secara kasat mata

ditunggangi dan sangat sarat kepentingan di luar hukum. Saya menduga ini upaya

KLS mengalihkan substansi permasalahan, meninabobokan publik sehingga lupa

menyikapi secara kritis aktivitas pengelolaan hutan seluas 13.400 Ha dalam

proyek HTI (Hutan Tanaman Industri) Trans, yang berada dalam bendera

Perusahan Patungan antara PT Kurnia Luwuk Sejati (swasta) dan Inhutani I

(BUMN) dengan label perusahaan PT Berkat Hutan Pusaka (BHP) yang dalam

perjalanannya dimanfaatkan untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit, menggusur

tanaman petani, merusak bantaran sungai, dan merusak/menutup akses jalan

produksi petani ke persawahan dan kebun kakao. Upaya mengkriminalkan sikap

kritis seseorang dan memperalat Negara untuk meluluhlantakkan sistem hukum,

merupakan strategi busuk yang kerap dipakai kapitalis seperti KLS. Bahkan ketika

tahun 2002 sejak PT BHP stagnan dan diambil alih sahamnya secara penuh oleh PT

KLS, kobaran api keserakahan semakin merajalela penggusuran semakin masif,

jalan yang sudah rusakpun semakin diperparah kerusakannya, tanaman petani

siap panenpun dibantai tanpa nurani.

Majelis Hakim Yang Terhormat!

FRAS Sulteng terbentuk atas dasar pengaduan sejumlah rakyat di Kecamatan Toili

yang datang pada bulan Agustus 2009 di Kota Palu, yang mengadukan nasib

mereka. FRAS Sulteng terdiri atas sejumlah LSM/Ornop (di antaranya Walhi-

Sulteng, Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat/PBHR; Yayasan Tanah Merdeka;

Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah/KPKPST/Asosiasi

untuk Transformasi Sulawesi Tengah/Ansos Sulteng; LBH-Sulteng; LBH Manado;

LBH-Luwuk; Serikat Pekerja Hukum Progresif/SPHP; Yayasan Merah Putih/YMP;

Yayasan Pendidikan Rakyat/YPR; Solidaritas Perempuan/SP; Jaringan

Tambang/Jatam; Lintas Studi Anak Negeri/LISAN Luwuk; dan lain-lain) yang

berkoalisi berbagi peran untuk mengawal kepentingan petani Toili dan sekitarnya

atas perilaku kuasa modal PT KLS yang buta hati dan tuli yang mencoba mengalih

fungsikan Hutan menjadi Sawit.

FRAS-Sulteng mencoba mengambil posisi sebagai elemen rakyat yang berikhtiar

melakukan advokasi dengan melibatkan rakyat secara langsung. Saya percaya,

rakyat bukan sesuatu yang statis. Mereka bisa berubah menjadi lebih cerdas, kritis

dan bertanggungjawab. Rakyat sekitar HTI PT BHP dan HGU PT KLS, mereka

terinspirasi untuk terlibat dalam perjuangan bersama. Mereka juga mulai memiliki

kemampuan mengorganisir dirinya dalam berbagai kelompok yang cerdas dan

kritis.

Rakyat di sekitar HTI PT BHP dan HGU PT KLS menyadari sepenuh hati perjuangan

mereka teramat beresiko. Demo dilawan demo, aksi berbalas aksi, intimidasi,

tekanan, praktik premanisme dan politik adu domba kerap dijalankan untuk

7

membungkam sikap kritis rakyat. “Perusahaan Keruk” seperti KLS yang memagari

dirinya dengan uang berlimpah, telah menjadi momok yang menakutkan rakyat

untuk berani menentukan sikap.

Saya ingat kejadian pada bulan Januari 2010. Saat itu ratusan rakyat menduduki

lahan mereka yang diserobot PT KLS, kemudian didatangi beberapa orang yang

bersenjata tajam dan bersenjata api menyerang kawan-kawan petani yang dikawal

aparat kepolisian polsek Toili, kasus ini dibiarkan begitu saja oleh aparat penegak

hukum.

Kejadian serupa pada bulan Februari 2010 ketika ratusan rakyat petani dari

berbagai organisasi di berbagai desa melakukan aksi demostrasi ke kota Luwuk,

dalam perjalanan pulang ke Toili dihadang oleh sejumlah orang yang sudah dalam

keadaan mabuk, ternyata dari mereka adalah karyawan dari perusahaan KLS.

Kejadian serupa pada bulan Mei tanggal 26 tahun 2010 di polsek Toili pukul 19.00

ratusan kawan-kawan petani mendatangi polsek Toili, untuk menanyakan

penangkapan terhadap diri saya, tetapi kemudian diserang puluhan orang

bersenjata tajam masuk di Polsek Toili dengan meneriakan hidup KLS, ini pun

dibiarkan begitu saja oleh aparat kepolisian yang pada saat itu berjumlah cukup

banyak dan bersenjata api pula.

Majelis Hakim yang mulia.

Apa artinya semua aksi massa itu? Apa yang menggerakkan mereka? Saya ingin

katakan hati nuranilah yang mengerakkan mereka. Saya percaya dimana ada

ketidakadilan, selalu ada yang akan mencoba melawan. Sekecil apapun perlawanan

itu, tetap akan dicatat sejarah. Menjadi inspirasi bagi generasi yang akan datang

belakangan. KLS mungkin bisa meredam gejolak perlawanan rakyat dengan

kekuatan “uang” yang dimilikinya. KLS bisa membuat aksi tandingan,

membungkam suara mereka yang kritis, menghadapkan suatu aksi dengan aksi

lainnya yang dilakukan saudara kita sendiri. Tetapi percayalah, selama

ketidakadilan masih ada, gejolak perlawanan rakyat tidak akan pernah bisa

dibungkam. Rakyat akan terus melawan. Bahkan dalam sikap diamnya, sejatinya

rakyat juga melakukan perlawanan.

Dahulu kala, ketika negara ini masih bernama Hindia Belanda, rakyat Indonesia

yang berlawanan dimulai dari kelompok-kelompok kecil. Mereka itulah yang

kemudian menjadi semakin besar dan terikat dalam semangat persatuan, satu

bangsa, satu bahasa, satu tanah air, dan satu bangsa. Mereka itulah rakyat yang

sadar untuk berlawan, lalu membentuk BKR (badan keamanan rakyat) lalu

berubah menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan kemudian menjadi TNI

seperti sekarang ini. Apa wujudnya sekarang...? Bahkan dalam persidangan pun

Pemilik PT KLS dan PT BHP secara arogan menyatakan bahwa dialah yang

mendatangkan Tentara ke lokasi sawit dengan menggunakan uangnya. Tentara

yang bersenjata itu diperhadapkan dengan Rakyat miskin dan lemah, ditakut-

takuti sedemikian rupa agar tak mengganggu aktivitas penggusuran dan tanaman

8

petani di Toili. Sungguh ini sebuah ironi, Tentara yang seharusnya menjaga

kedaulatan negara berhadapan dengan rakyat yang memberi kedaulatan terhadap

negara.

Mari lihat dari aspek yang lain. Rakyat Indonesia pada masa dahulu itu dan satu

generasi kemudian diadili dengan pasal-pasal Negara Penjajah Belanda yang

waktu itu adalah Koloni Prancis. Saat ini, sekarang ini, saya dan kawan-kawan

petani diadili dan didakwa dengan menggunakan pasal-pasal warisan Penjajah itu,

yang kini diberi nama Kitan Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP). Sungguh

semakin tidak berdayalah rakyat dan para aktivis yang memilih menjadi

pendamping rakyat, ketika terjerat pelanggaran Hukum warisan Penjajah itu,

kemudian diadili apara penegak hukum yang tidak berdiri dan berpihak kepada

Kebenaran dan Keadilan.

Semoga Majelis Hakim yang mengadili perkara saya dan kawan-kawan petani

dapat mengubah harapan kami menjadi kenyataan. Bahwa Majelis Hakim yang

mengadili perkara kami adalah contoh bagi penegakan keadilan di Negara yang

semakin kehilangan kesahajaannya ini.

TENTANG DAKWAAN

Majelis Hakim,

Saudara Jaksa Penuntut Umum,

Saudara Penasehat Hukum, dan

pengunjung sidang yang terhormat.

Dalam kaitan dengan perkara ini, saya telah didakwa oleh saudara Jaksa Penuntut

Umum yang disusun secara alternatif, yang kemudian dibuktikan berdasarkan

fakta persidangan dan analisis yuridis untuk dakwaan kesatu.

Sebagaimana telah dilalui, surat dakwaan kesatu yang dibacakan pada

persidangan, secara jelas menyatakan bahwa saya: telah melakukan, menyuruh

melakukan, dan turut serta melakukan, di muka umum dengan lisan atau

tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan

kekerasan terhadap penguasa umum maupun perintah jabatan yang

diberikan berdasarkan undang-undang (dikutip sesuai dengan isi surat

dakwaan). Perbuatan yang didakwakan terhadap saya ini diatur dan diancam

pidana dalam pasal 160 KUHP jo 55 ayat (1) KUHP.

Dalam kaitan dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, sebagaimana tertulis dalam

surat dakwaan: “Perbuatan mana oleh terdakwa dilakukan dengan cara-cara

sebagai berikut”.

Dari kesebelas point yang oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dimaksudkan

menguraikan CARA-CARA sekaitan dengan dakwaan PENGHASUTAN, maka saya

hendak menegaskan bahwa sebagian besar uraian termaksud harus

9

dikesampingkan sama sekali karena tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan

dengan CARA-CARA.

Uraian yang disampaikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum jelas sekali lebih

merupakan uraian tentang kronologi kejadian atau runtutan peristiwa yang

diperkarakan ini. Kronologi kejadian atau runtutan peristiwa yang diuraikan Jaksa

Penuntut Umum dalam surat dakwaan dimaksud hampir tidak dapat dikaitkan

sama sekali dengan PENGHASUTAN sebagaimana didakwakan kepada saya.

Agar lebih jelas, dalam Memory van toelichting KUHP mengatakan, bahwa

menghasut ialah mendorong, mengajak, membangkitkan semangat, atau

membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu; Apakah itu melakukan

perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak

memenuhi ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan

berdasarkan ketentuan Undang-undang.

Berkaitan dengan penggunaan kata CARA-CARA yang diuraikan oleh Jaksa

Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, maka isi uraian sama sekali tidak

relevan. Tegasnya, dalam uraian itu sama sekali tidak menjelaskan CARA-CARA

secara tegas, eksplisit, lugas, konsisten, dan sistematis yang dilakukan oleh

terdakwa terkait perbuatan PENGHASUTAN. Kalaupun dianggap sepihak dan hal

itu tidak dimasalahkan dalam persidangan, di mana yang diuraikan itu adalah

runtutan peristiwa, yang secara implisit terkandung cara-cara, ini pun sebagian

besar tidak menunjukkan relevansi dengan perbuatan Penghasutan yang

didakwakan kepada saya.

Garis datar satu, sama sekali tidak berhubungan dengan PENGHASUTAN, apalagi

saya/terdakwa tidak ikut serta dalam pertemuan pada tanggal 23 Mei 2010, di

Balai Desa Piondo.

Garis datar dua, tidak menjelaskan cara, melainkan hanya menjelaskan

saya/terdakwa bersama Nyoman, Kholil, Budi, Sutrisno berkumpul dan bermaksud

pergi ke lokasi peristiwa. Ini juga tidak ada hubungannya dengan perbuatan

MENGHASUT sebagaimana pengertiannya.

Garis datar tiga, hanya memuat percakapan antara saksi Drs. Saripudin S dengan

saya/terdakwa, di mana saya berkata, “hadirkan manajer perusahaan” dan dia

menjawab “kalau begitu tunggu, saya perintahkan karyawaan untuk menyusul

karena manajer ada dilapangan. Percakapan ini sama sekali bukan CARA dan

bukan pula PENGHASUTAN, karena saya bukan berbicara kepada Massa yang ada

di situ.

Garis datar empat. Uraian Jaksa Penuntut Umum dibagian ini berdasarkan

keterangan saksi (tercatat dalam keterangan saksi-saksi). Juga tegas saya nyatakan

uraian ini tidak berkaitan dengan CARA-CARA MENGHASUT. Justru kalau diteliti

dengan pikiran jernih, sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh

Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu

10

kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah (ditekankan di sini: massa

menjadi marah karena pihak perusahaan tidak memenuhi janjinya

mendatangkan manajer setelah menunggu kurang lebih 1 jam). Sementara kalimat

yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya, lempar saja kantor ini,

hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian

pada bagian ini adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan

manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa justru terpancing

emosinya, terhasut, terdorong secara spontan melakukan perbuatan pengrusakan

karena ulah pihak perusahaan yang ingkar.

Garis datar lima. Point ini juga tidak menunjukkan CARA-CARA sebagaimana

dimaksud di atas. Demikian juga percakapan dengan Kapten Inf. Rais tidak

mengandung unsur PENGHASUTAN, karena saya berhadapan dengan Kapten Inf.

Rais, dan bukan dengan Massa (silakan baca dengan jelas point ini di surat

dakwaan dan tuntutan JPU).

Garis datar enam. Pada point ini juga tidak menjelaskan CARA PENGHASUTAN

yang didakwakan kapada saya. Justru point ini menguraikan bahwa massa

mengelilingi buldoser dan berteriak bakar... bakar... bakar..., di mana dalam

keterangan di surat dakwaan itu saya didatangi kapten Rais untuk negosioasi. Jelas

bahwa tidak ada relevansinya sama sekali dengan apa yang dimaksud

PENGHASUTAN.

Garis datar tujuh, seperti point lima dan enam, uraian di sini hanya berisi dialog

negosiasi, dan janji-janji untuk mendatangkan operator. Ini pun tak menunjukkan

CARA maupun perbuatan MENGHASUT karena saya sama sekali tidak bicara

dengan massa, melainkan dengan kapten Rais dan Nyoman Suwarna.

Garis datar delapan dan sembilan, kurang lebihnya tidak pula menjelaskan CARA

yang secara langsung maupun tidak langsung direlevansikan dengan dakwaan

PENGHASUTAN terhadap saya. Jelas sekali dalam surat dakwaan pada point 9 yang

ditulis dalam huruf besar bahwa saya berkata “ini peringatan keras untuk

PERUSAHAAN, bila tidak ada tanggapan akan ada keadaan lebih besar sekarang”,

kata-kata itupun bukan diarahkan kepada Massa. Bahkan sebaliknya saya justru

melarang membakar camp yang ada penghuninya sebagaimana keterangan dalam

surat dakwaan tersebut.

Garis datar sepuluh. Uraian di sini justru sangat kelihatan kesan dari saudara

Jaksa Penuntut Umum mengada-ada, karena menyatakan kalimat: Akibat

Perbuatan terdakwa EVA menyebabkan massa tergerak untuk .... (dan

seterusnya). Sesuai dengan uraian CARA-CARA atau lebih mendekati tepat

KRONOLOGI KEJADIAN, Kalimat yang lebih cocok adalah: Akibat perbuatan

karyawan perusahaan yang tidak menghadirkan manajer dan operator

buldoser untuk memperbaiki jalan yang telah dirusak oleh perusahaan,

maka massa tergerak untuk......... Mengapa kalimat yang digarisbawahi lebih

cocok..? karena jelas sekali dalam kronologi kejadian yang diuraikan oleh saudara

Jaksa Penuntut Umum demikian adanya, tidak mengandung ketegasan secara

11

langsung, ekspisit maupun implisit, adanya PERBUATAN PENGHASUTAN

sebagaimana didakwakan kepada saya.

Tegasnya demikian: bahwa uraian Cara-Cara yang tercatat dalam Dakwaan

saudara Jaksa Penuntut Umum tidak relevan atau tidak sesuai pengertian

PENGHASUTAN sebagaimana tertuang dalam Memory van toelichting KUHP

menghasut ialah mendorong, mengajak, membangkitkan semangat, atau

membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu; Apakah itu melakukan

perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak

memenuhi ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan

berdasarkan ketentuan Undang-undang.

Maka dari itu, pasal yang dikenakan kepada perbuatan yang didakwakan kepada

saya, yakni Pasal 160 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak memiliki dasar

hukum yang kuat. Berdasarkan hal-hal yang saya uraikan di atas dengan

berpegang teguh pada fakta dipersidangan, fakta yuridis dan analisa faktual maka

unsur menghasut dalam perkara saya ini, tidak terbukti. Sehingga konstruksi

perkara perlu dikaji dalam konteksnya dengan motivasi dan tujuan serta

merupakan beban Sdr. Jaksa Penuntut umum untuk membuktikannya di

persidangan ini, yang harus dituangkan secara utuh tanpa unsur subjektivitas,

rutinitas, conventional, penekanan maupun beban-beban lain, terutama kepada

Majelis Hakim dan Saudara Jaksa Penuntut Umum.

Mengenai keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, petunjuk dan barang bukti

yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak saya tanggapi secara

detail karena sebagian besar tidak relevan dengan dakwaan Penghasutan terhadap

saya. Untuk hal ini penasehat hukum saya tentu akan menguraikannya lebih detail.

Meski demikian, secara garis besar saya/ingin menyampaikan bahwa keterangan-

keterangan saksi maupun keterangan saya sendiri yang dicetaktebalkan oleh

saudara Jaksa Penuntut Umum tidak memiliki relevansi dan dapat dijadikan dasar

untuk menentukan dakwaan PENGHASUTAN terhadap saya. Dari uraian Jaksa

Penuntut Umum mengenai keterangan saksi maupun saya/terdakwa, sebagian

besarnya adalah kata-kata yang saya ucapkan kepada pihak perusahaan dan bukan

kepada massa yang ada pada saat itu. Terdapat pula saksi yang memberikan

keterangan berbelit-belit bahkan telah dinyatakan sendiri oleh yang terhormat

anggota Majelis Hakim berbohong, di mana saksi tersebut, SAPPEWALI alias

SAPPE, diminta oleh saudara Penesehat Hukum saya kepada Majelis Hakim untuk

mengeluarkan penetapan SAKSI BOHONG terhadap saksi SAPPE tetapi oleh

majelis hakim diminta untuk ditanggapi dalam persidangan saja. Kepada Majelis

Hakim yang terhormat, saya harap kiranya mempertimbangkan keterangan saksi

SAPPEWALI alias SAPPE ini untuk tidak dijadikan alasan penguat dalam kaitannya

dengan dakwaan terhadap saya.

Hal yang perlu saya tambahkan di sini adalah uraian saudara Jaksa Penuntut

Umum atas keterangan saya/terdakwa yang dicetak tebal, khususnya point

terakhir yang saya kutip berikut:

12

- Bahwa benar terdakwa membenarkan sejumlah sms yang terdakwa kirim ke

nomornya saksi Nyoman Jepang, saksi KHOLIL dan saksi SUTRISNO dimana

semua sms tersebut menurut terdakwa hanyalah sebagai penyemangat

kepada petani untuk menuntut keadilan dan mempertahankan haknya.

Terkait dengan itu, saya/terdakwa salin kembali bunyi SMS itu serta waktu SMS itu

disampaikan serta penjelasan maksudnya. Saya perlu menjelaskan hal ini karena

terlihat sekali saudara Jaksa Penuntut Umum hendak mengambil kata

“penyemangat” untuk dihubungkan dengan salah satu tekanan pengertian untuk

kata “Penghasutan”.

Saya ingin tegaskan bahwa sms yang ditanyakan saudara Jaksa Penuntut Umum itu

dilakukan setelah saya ditangkap dan berada di Kantor Polisi, jadi tidak dapat

dijadikan dasar dakwaan. Inilah bunyi SMS di HP Nyoman Jepang (ketika itu belum

ditangkap) disalin kembali dari BAP atas nama saya/terdakwa:

- Tanggal 26 Mei 2010 jam 21:49:33 dari BU EVA nomor 6281245310989

isinya: Atur langkah, perluasan perlawanan kita sampe di Toili Barat, jaga

semangat, solid dan awasi mata-mata...@ slalu ada rapat tertutup jangan

rapat di tempat terbuka. Kawan-kawan juga jaga keamanan desa.

- Tanggal 26 Mei 2010 jam 22:38:14 dari BU EVA nomor 6281245310989

isinya: Kwn2 dimana sekarang, sampaikan salam sy tetap semangat berjuang.

- Tanggal 26 Mei 2010 jam 23:37:30 dari BU EVA nomor 6281245310989

isinya: Salam.. dlm sekap jeruji, jangan biarkan nalar pemberontak berhenti

di bungkam kuasa modal... lawan... lawan...dan lawan, teruslah melawan krna

itu kita disebut manusia....@

- Tanggal 28 Mei 2010 jam 00:48:57 dari BU EVA nomor 6281245310989

isinya: Kawan2ku petani yg terbaik dan kucintai... kobarkan semangat

perlawanan, kibarkan panji2 menolak tunduk....@ tegarkan hati kalian...@ ini

jalan para kuasa modal dan aparat keamanan untk mebungkam perlawanan

kita terhadap ketidakadilan...@ salam juang dariku dari ruang sepi yang

penuh amarah terhadap ketidakadilan ini....@

Majelis Hakim yang terhormat, SMS-SMS tersebut dikirim pada tanggal setelah

saya ditangkap oleh Polisi, jadi setelah kejadian perkara, maka tidak dapat sama

sekali dijadikan alas bagi dakwaan. Isi dari sms-sms itu tidak lain adalah untuk

membangkitkan semangat kawan-kawan petani untuk tetap tegar dan jangan

surut ketika saya sudah di tahan. Bahwa penahanan dan kriminalisasi terhadap

aktivis maupun petani seperti yang kami alami adalah upaya membungkam

perjuangan kaum tertindas untuk memperoleh hak-hak kewarganegaraan yang

layak.

13

TENTANG ANALISIS YURIDIS

Majelis Hakim yang terhormat.

Saya bukanlah sarjana yang berlatarbelakang disiplin Ilmu Hukum, akan tetapi

karena dalam berbagai aktivitas sosial dan kasus-kasus rakyat yang saya dampingi

sering berhadapan dengan situasi di mana analisis hukum menjadi penting. Cukup

sering saya mengikuti berbagai persidangan di mana rakyat menjadi terdakwa dan

bagaimana pula institusi hukum coba diintervensi oleh pihak-pihak ketiga melalui

kekuatan politik dan para pemilik modal besar.

Dalam kapasitas saya yang apa adanya dalam konteks analisis hukum kritis, maka

saya pun melakukannya atas perkara di mana saya sendiri menjadi terdakwa di

hadapan sidang yang mulia ini.

Sejak awal pledoi saya atas dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, telah cukup

jelas dalam uraian itu bahwa pasal 160 KUHP tidak berkaitan langsung dengan isi

dakwaan, di mana dalam uraian yang dimaksudkan sebagai CARA-CARA oleh

saudara Jaksa Penuntut Umum sama sekali bukan menjelaskan konteks CARA-

CARA PENGHASUTAN sebagaimana yang didakwaan.

Saya/terdakwa akan memulai tanggapan atas Analisis Yuridis saudara Jaksa

Penuntut Umum, yang dimaksudkan untuk membuktikan dakwaan kesatu dengan

terpenuhinya unsur-unsur Pasal 160 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

"Barang siapa di muka umum lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan

perbuatan pidana melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak

menuruti baik ketentuan Undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan

berdasarkan ketentuan Undang-undang, diancam dengan ketentuan pidana

penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima

ratus rupiah"

Unsur-unsur yang diraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dalam Surat

Tuntutan No.REG.PERK.:PDM-41/LWK/10/2010 adalah:

1. Unsur “barang siapa”

2. Unsur “di muka umum”

3. Unsur “dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan

perbuatan pidana”

4. Unsur “kekerasan terhadap penguasa umum”

5. Unsur “turut serta”

Selengkapnya adalah sebagai berikut:

14

1. Unsur “barang siapa”

Dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum ditulis demikian:

“Yang dimaksud dengan unsur barang siapa yaitu orang atau subyek hukum

yang memiliki kemampuan atau kecakapan untuk mempertanggungjawabkan

perbuatan pidana. Dalam perkara ini terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE

dinyatakan ke depan persidangan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani

serta tidak terganggu jiwanya sehingga dapat mempertanggungjawabkan

perbuatannya serta tidak ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang

dapat menghapus pemidanaannya.

Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.”

Secara definitif saya sependapat, bahwa Barang siapa adalah person atau

subjek hukum atau pelaku tindak pidana.

Kalimat selanjutnya, “Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah

dan meyakinkan” harus diinterpretasi dan dianalisis lebih jauh, karena

“barang siapa” yang dimaksud dalam perkara ini adalah saya, EVA SUSANTI

HANAFI BANDE, tidak dilandasi dakwaan dan alat bukti yang bisa meyakinkan

sehingga sah secara hukum.

Berdasarkan uraian Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa unsur

barang siapa telah terpenuhi, sama sekali patut dikesampingkan karena:

(a) Identitas dari unsur “barang siapa” dalam uraian dakwaan saudara Jaksa

Penuntut Umum tidak jelas dan meyakinkan serta memastikan bahwa

“barang siapa” yang dimaksud Melakukan PENGHASUTAN adalah SAYA.

Dalam surat dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak ada satu

kalimatpun yang memastikan bahwa saya (person atau subjek hukum)

melakukan Tindakan MENGHASUT massa untuk melakukan perbuatan

pidana. Dalam uraian saya terdahulu sudah sangat jelas bahwa Cara-Cara

(ada 11 point) yang diuraikan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum tidak

relevan atau tidak ada kaitannya dengan CARA PENGHASUTAN yang

dilakukan terdakwa.

(b) Pernyataan unsur barang siapa sangat tidak jelas dan kabur karena fakta di

persidangan baik menurut barang bukti yang ada dan keterangan saksi-

saksi tidak menunjuk pada perilaku PENGHASUTAN yang didakwakan

kepada Saya.

Dilihat dari barang bukti yang diajukan ke persidangan, yakni:

o 1 unit buldoser

o 1 unit eksvator

o 10 batang kayu bekas terbakar

o Pecahan-pecahan Kaca

o ½ (setengah) dos batu berbagai ukuran

15

o 2 buah drum plastik

o 10 (sepuluh) lembar seng.

o 10 (sepuluh) lembar seng bekas.

o Delapan barang bukti lainnya terdiri atas kartu SIM dan HP.

Kesemua Barang Bukti tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan

dakwaan PENGHASUTAN OLEH PERSON ATAU SUBJEK HUKUM, ATAU

DALAM HAL INI SAYA YANG DIDUDUKKAN SEBAGAI TERDAKWA DALAM

PERKARA INI.

Barang Bukti tersebut tentunya lebih cocok untuk pelaku tindak pidana

Pembakaran Alat Berat dan Camp, sama sekali bukan digunakan

membuktikan dan memenuhi unsur “BARANG SIAPA” untuk PERBUATAN

PENGHASUTAN.

Dilihat dari keterangan saksi-saksi adalah sebagai berikut :

o Saksi Mahyudin. Bahwa di lokasi Perkara semua orang, baik kepala

desa Bumi harapan, Tentara, Polisi, dan karyawan yang dijadikan saksi

dalam persidangan ini tidak melihat MAHYUDIN di tempat perkara.

Pada saat kejadian pun karyawan-karyawan yang disuruh mencari

Mahyudin kemana-mana juga tidak menemukan Mahyudin yang

diminta datang ketika itu. Hanya Mahyudin sendirilah yang menyatakan

dirinya ada di tempat kejadian di Lantai 2 kantor PT BHP. Tidak ada

satu saksipun yang mengaku melihat Mahyudin di lokasi. Maka dari itu

keterangan saksi Mahyudin sangat diragukan kebenarannya.

o Saksi Drs. Sarifuddin Sahaba. Dalam uraian Jaksa Penuntut Umum

khususnya garis datar tiga, terjadi dialog antara saksi dan terdakwa

sebagaimana berikut, “.... terdakwa EVA berkata “hadirkan manajer

perusahaan” dan oleh saksi DRS. SARIFUDDIN S. menjawab “kalau

begitu tunggu, saya akan perintahkan karyawan untuk menyusul

karena dia (manajer) sedang berada di lapangan’’....

Sementara pada bagian keterangan Saksi dalam berkas yang sama (hlm

7), saudara Jaksa Penuntut Umum pada garis datar lima, menulis:

- Bahwa benar saksi langsung masuk ke tengah kerumunan massa

sambil bertanya apa maksud dan tujuan dari massa tersebut dan

serentak massa berteriak “hadirkan manajer perusahaan dan

operator buldoser” sehingga saksi langsung berkata “kalau begitu

tunggu”.

Dengan demikian, terdapat perbedaan mencolok antara dakwaan

(point 3) dan keterangan saksi Drs. Sarifuddin (point 5) yang termuat

dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan

pada persidangan.

16

Saya ingin menegaskan demikian, bahwa saudara Jaksa Penuntut

Umum telah mengada-mengada dalam uraian dakwaan pada Point 3

(atau garis datar 3) karena bertentangan dengan keterangan saksi yang

disampaikan dalam persidangan dan di bawah sumpah sehingga

dinyatakan BENAR. Kalaupun saudara Jaksa mendasarkan dakwaan itu

pada BAP saksi Drs. Sarifuddin Sahaba, berarti saksi ini memberikan

keterangan tidak benar pada persidangan.

Dengan berpegang teguh pada fakta persidangan (karena ini dasar

dinyatakan sebagai keterangan yang BENAR), maka jelas sekali bahwa

Dakwaan jaksa (halaman 1 point 3) gugur sama sekali. Bila pun

keterangan saksi yang diungkap dipersidangan yang digunakan untuk

meyakinkan unsur “barang siapa” yang menunjuk “Person atau Subjek

hukum, dalam hal ini saya”, gugur demi hukum, karena dalam

keterangan saksi bahwa yang berteriak “hadirkan manajer perusahaan

dan operator buldoser” adalah massa secara serentak bukan saya

(person/subjek hukum).

Keterangan saksi pada Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum

point 6 (hlm 7):

- Bahwa benar setelah itu saksi kembali berkata “silahkan Bapak

berorasi tapi jangan berbuat anarkis”... maka jelas ini bukan

kepada Saya (perempuan). Lalu kalimat ...”terdakwa Eva

mendekati saksi berkata “Bapak tidak usah banyak keterangan,

turun saja”. Ini juga tidak menunjuk pada maksud “barang siapa”

yang melakukan PENGHASUTAN, karena dialog ditujukan kepada

saksi.

o Saksi KAPTEN INF RAIS. Dalam keseluruhan keterangan saksi ini, tidak

ada satupun kalimat yang mengindikasikan adanya “person atau subjek

hukum” yang melakukan perbuatan PENGHASUTAN UNTUK BERBUAT

TINDAKAN PIDANA”.

Dalam kaitan keterangan saksi tersebut, kelihatan bahwa saudara Jaksa

Penuntut Umum sengaja mencetaktebalkan kalimat:

- Bahwa benar pada saat terdakwa mendekati saksi untuk

bernegosiasi, massa langsung ikut merapat dan mendekati lalu

mengelilingi saksi yang sedang berkomunikasi dengan

terdakwa.

- Bahwa benar saksi melihat terdakwa sangat berpengaruh pada

massa kerena ketika terdakwa EVA diam, massa ikut diam dan

ketika terdakwa berbicara massa langsung mengikuti perkataan

terdakwa dimana ketika berbicara atau berkata-kata, suara

terdakwa sangat keras sehingga bisa didengar oleh massa.

17

Kalimat-kalimat cetak tebal itu sama sekali tidak berhubungan dengan

dakwaan PENGHASUTAN oleh “person atau Subjek Hukum”. Lagipula

jelas sekali bahwa kalimat point kedua di atas adalah penilaian subjektif

saksi yang dipaksakan masuk oleh saudara Jaksa Penuntut Umum

untuk menjadi keterangan saksi, meski tidak sama sekali menunjuk

tindakan MENGHASUT MASSA melainkan dialog dengan Kapten Inf.

RAIS.

o Saksi SAPPEWALI alias SAPPE. Keterangan saksi ini ketika

persidangan berbelit-belit dan bertentangan antara keterangan yang

satu dengan keterangan lainnya. Sehingga Anggota Majelis Hakim

menyatakan saksi telah berbohong. Penasehat hukum saya pun

mengajukan saksi ini kepada Hakim untuk dibuatkan ketetapan

Berbohong dalam persidangan. Jadi keterangan saksi ini sama sekali

tidak dapat dijadikan dasar menentukan unsur “Barang Siapa”.

o Saksi Muhammad ARFA alias ARFA. Sejak persidangan saya tidak

menerima atau menolak kesaksian dari saksi Arfa, karena berbelit-

belit dan menyampaikan keterangan yang berasal dari dirinya

sendiri saling bertentangan. Kalau dilihat secara logis dan objektif,

sebagaimana diungkap dalam persidangan dan dicatat oleh Jaksa

Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi, “bahwa benar ketika itu

kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah Sementara

kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya,

lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam

kenyataannya tidak saya ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini

adalah, massa marah karena perusahaan tidak menghadirkan

manajer sampai satu jam menunggu. Dengan demikian, massa

justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara spontan

melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan

yang ingkar. Keterangan saksi ini juga tidak dapat menjadi dasar

untuk memastikan “person atau subjek hukum yang melakukan

PENGHASUTAN”.

o Saksi I NYOMAN DUNIA. Seluruh keterangan saksi ini juga tidak

menunjuk secara pasti dan meyakinkan adanya “SUBJEK HUKUM”

atau “ORANG” yang melakukan tindakan “PENGHASUTAN”. Saya

yang disandangkan status terdakwa oleh saudara Jaksa Penuntut

Umum hanya melakukan dialog dengan dengan saksi I Nyoman

Dunia, dan tentu saja ini bukan kategori MENGHASUT.

o Saksi MUH. IRWAN ALIAS IRWAN. Dari seluruh keterangan saksi

tersebut juga tidak terkait dengan tindakan PENGHASUTAN OLEH

SESEORANG atau SUBJEK HUKUM. Saya dalam konteks keterangan

saksi ini dinyatakan berteriak memperingati perusahaan untuk

segera menghadirkan manajer dan operator buldoser, dan memberi

peringatan keras kepada perusahaan, bila tidak tanggapan

akan ada kejadian yang lebih besar dari sekarang. Kata-kata

18

yang saya lontarkan itu, sama sekali bukan ditujuan kepada massa,

melainkan kepada perusahaan sebagai peringatan keras. Ternyata

peringatan keras itupun tidak diindahkan oleh perusahaan,

mengulur-ulur waktu sampai-sampai massa menjadi marah dan sulit

dikendalikan. Bahkan tentara dan polisi yang ada ditempat itupun

tidak dapat mengendalikan massa yang marah karena ulah

perusahaan yang berbohong itu, apalagi saya hanya seorang

perempuan....?

o Saksi HASANUDDIN alias HASAN. Keterangan saksi yang tertulis

dalam Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak secara

eksplisit maupun implisit mengandung maksud PENGHASUTAN

OLEH PERSON atau SUBJEK HUKUM. Saya dalam konteks keterangan

saksi dilihat dari jarak ±30 meter tanpa berteriak oleh saksi

dinyatakan sempat mengatakan “saya beri waktu 2 jam lagi,

apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita

lanjutkan”. Hal ini sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin

dalam jarak ±30 meter dengan massa yang berteriak-teriak keras

sekitar 200-an orang lalu saksi mendengar suara saya yang tidak

berteriak...?

o Saksi ZUKKIFLI ODE PENDOLO. Dari keterangan saksi ini tidak ada

pula yang relevan dengan PENGHASUTAN OLEH “PERSON atau

SUBJEK HUKUM”, yang tercatat di situ adalah, “.... saksi sempat

melihat terdakwa EVA sedang duduk-duduk tak jauh dari buldoser

sekitar 15 (lima belas) meter..... bahwa benar saksi melihat massa

mulai tenang dan kayu-kayu yang ditumpuk di buldoser ditarik

kembali oleh massa, mereka menunggu operator buldoser dan

diantara massa ada yang berteriak “bakar saja” dan oleh terdakwa

EVA sambil duduk berteriak “sepuluh menit” dan dijawab

massa “so lama... so lapar”....

Jelas dalam konteks ini tidak ada tindakan PENGHASUTAN OLEH

“PERSON atau SUBJEK HUKUM.

Pada akhirnya, dalam kaitannya dengan unsur “barang siapa” berdasarkan

seluruh barang bukti dan keterangan saksi yang berasal dari pihak perusahaan

maupun aparat keamanan yang diajukan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum,

maka tidak ada bukti kuat dan meyakinkan untuk mengkatagorikan diri saya

EVA SUSANTI HANAFI BANDE, telah memenuhi unsur “barang siapa”

sebagaimana uraian tuntutan Sdr. Jaksa Penuntut Umum.

19

2. Unsur “dimuka Umum”

Mejelis Hakim

Saudara Jaksa Penuntut Umum

Dan para hadirin yang terhormat

Saya telah membaca dengan cermat 8 (delapan) butir keterangan yang oleh

saudara Jaksa Penuntut Umum dijadikan dasar untuk membuktikan dan

meyakinkan terpenuhinya unsur di muka umum terkait dengan dakwaan

Penghasutan terhadap diri saya.

Keseluruhan butir keterangan yang disampaikan saudara Jaksa Penuntut

Umum seharusnya menjelaskan suatu peristiwa yang bisa dibuktikan secara

sah dan meyakinkan bahwa terdakwa telah melakukan PENGHASUTAN di

muka umum. Agar lebih jelas berikut ini saya uraikan pokok-pokok setiap butir

keterangan dimaksud:

Garis datar satu. Intinya adalah menjelaskan bahwa telah terjadi pengrusakan

dan pembakaran pada tanggal 26 Mei 2010 wita sampai dengan pukul 13.00

wita di Kantor BHP dan Lokasi Buldoser dan Eksavator. Sama sekali tidak ada

unsur sesuatu perbuatan Menghasut di Muka Umum dalam keterangan ini.

Garis datar dua. Keterangan disini intinya adalah ada kurang lebih 200-an

massa berkumpul di lapangan bola desa Piondo, dan, saya/terdakwa

berboncengan motor dengan saksi Nyoman Jepang. Juga di sini tidak ada unsur

sama sekali yang menegaskan maksud “Menghasut di depan Umum”.

Garis datar tiga. Intinya massa berkumpul di depan kantor BHP meminta jalan

dibuka dan juga meminta dihadirkan manager dan operator buldoser.

Keterangan ini tidak menjelaskan bahwa seseorang subjek hukum, dalam hal

ini saya, melakukan penghasutan di depan umum.

Garis datar empat. Inti keterangan pada point ini adalah bahwa massa

menjadi marah karena manajer dan operator buldoser tidak kunjung datang

dan terjadilah pelembaran kaca kantor dan aula. Tidak ada unsur Pelaku

Pidana yang sedang Menghasut di muka umum dalam keterangan ini.

Garis datar lima. Dinyatakan dipoint ini saya/terdakwa dan lainnya berpindah

tempat dari kantor BHP ke lokasi buldoser. Untuk sekian kalinya tidak ada pula

aktivitas penghasutan dalam keterangan ini.

Garis datar 6. Massa kembali meminta manajer dan operator buldoser

dihadirkan tetapi tidak juga muncul dan membuat massa marah lalu

mengambil tindakan pembakaran buldoser. Tak ada seseorang pula melakukan

Penghasutan di muka umum dalam keterangan ini.

Garis datar 7. Point ini menceritakan massa menuju camp 24 di Bukit Jaya dan

membakar camp tak berpenguni dan 1 unit eksavator. Lagi-lagi tidak

20

menjelaskan ada tindakan penghasutan dimuka umum oleh seseorang yang

menjadi subjek hukum dan didakwa sebagai penghasut.

Garis datar 8. Di sini dijelaskan dalam demontrasi jumah massa yang ikut

kurang lebih 200 orang dan dilakukan di PT BHP yang disaksikan oleh banyak

karyawan BHP ataupun mendengar apa yang menjadi tuntutan massa pada

saat itu. Sekali lagi yang ditekankan di sini adalah perilaku massa yang

melakukan aksi, dan bukan perilaku person atau subjek hukum yang

melakukan Pengasutan di hadapan umum.

Apabila dihubungkan dengan penggalan bunyi pasal 160 KUHP: .... Barang

siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya

melakukan perbuatan pidana.... maka seluruh uraian (kedelapan point)

keterangan yang disampaikan saudara Jaksa Penuntut Umum yang didasarkan

fakta persidangan termaksud, sama sekali tidak terbukti dan meyakinkan

untuk memenuhi unsur perbuatan pidana seseorang (subjek hukum) yang

dilakukan di MUKA UMUM. Maka dari itu, kiranya yang mulia Majelis Hakim

mengabaikan Analisa Yuridis saudara Jaksa Penuntut Umum mengenai Unsur

di MUKA UMUM, karena tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan

fakta persidangan sebagaimana 8 (delapan) point keterangan di atas.

3. Unsur “DENGAN LISAN ATAU TULISAN MENGHASUT SUPAYA MELAKUKAN

PERBUATAN PIDANA”

Majelis Hakim,

Saudara Jaksa Penuntut Umum

Para hadirin pengunjung sidang yang terhormat

Dalam Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), karangan R.Soesilo,

pada halaman 136 terdapat penjelasan mengenai “menghasut dengan lisan

atau tulisan. Agar lebih jelas saya kutip sebagai berikut:

“1. Menghasut artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau

membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata

“menghasut” tersimpul sifat: “dengan sengaja”.... Cara Menghasut orang

itu rupa2 misal dengan cara langsung: “seranglah polisi yang tidak adil

itu, bunuhlah dan ambilah senjatanya!” ditujukan kepada seorang

pegawai polisi yang sedang menjalankan pekerjaannya yang sah.... Dapat

pula secara tidak langsung, seperti: “lebih baik, andaikata polisi yang tidak

baik itu dapat diserang, dibunuh dan diambil senjatanya”. Mungkin pula

dalam bentuk pertanyaan, seperti: saudara-saudara apakah polisi yang

tidak adil itu kamu biarkan saja, apakah kamu tidak serang, bunuh, dan

ambil senjatanya?”

2.Menghasut itu dapat dilakukan baik dengan lisan maupun dengan tulisan.

Apabila dilakukan dengan lisan, maka kejahatan itu menjadi selesai, jika

kata-kata yang bersifat menghasut itu telah diucapkan, sehingga suatu

“percobaan” pada delik ini tidak mungkin terjadi. Lain halnya, apabila

21

hasutan itu dilakukan dengan tulisan. Karangan yang sifatnya menghasut

harus ditulis dahulu, kemudian tulisan itu disiarkan atau dipertontonkan

pada publik, dan barulah delik itu dianggap selesai.”

Dalam Surat Tuntutannya, saudara Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan

berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan untuk membuktikan

bahwa dakwaan terhadap saya telah memenuhi Unsur “DENGAN LISAN ATAU

TULISAN MENGHASUT SUPAYA MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA” dengan

beralaskan 12 butir keterangan-keterangan saksi yang dituangkan kembali sebagai

hasil ANALISIS YURIDIS.

Dari seluruh keterangan yang diuraikan tersebut, saya menyimpulkan tidak

memenuhi unsur Dengan Lisan atau Tulisan menghasut supaya melakukan

perbuatan pidana, dengan penjelasan (yang mengikuti alur keterangan yang

diuraikan saudara Jaksa Penuntut Umum) sebagai berikut :

Garis datar satu dan dua, tidak relevan karena hanya menerangkan peristiwa

pengrusakan dan pembakaran yang menegaskan terdakwa ikut pula di dalamnya,

yang ditambah dengan keterangan pecahnya jendela kantor dan aula. Keterangan

ini tentu saja tidak memenuhi unsur Lisan atau tulisan Menghasut supaya

melakukan perbuatan pidana.

Garis datar tiga. Keterangan saksi Sappewali sama sekali tidak dapat dijadikan

alat bukti karena memberi keterangan palsu pada persidangan. Berbelit-belit,

keterangan yang disampaikannya sering bertentangan satu sama lain. Bahkan oleh

salah seorang majelis hakim dinyatakan berbohong.

Garis datar empat. Saudara Jaksa Penuntut Umum dalam keterangan

menggunakan kesaksian Hasanudin alias Hasan. Keterangan ini tidak lengkap

bahkan diubah sehingga tidak sesuai dengan apa yang disampaikan dalam

persidangan, sebagaimana diuraikan sendiri oleh saudara Jaksa Penuntut Umum.

Dalam bagian ini (Surat Tuntutan, hlm. 23) dituliskan demikian:

• Bahwa dari keterangan saksi HASANUDIN dalam keterangan dipersidangan

menerangkan bahwa ketika terjadi pelemparan di lokasi kantor BHP saksi

sempat mendengar terdakwa EVA berteriak dengan kalimat “saya beri

waktu 2 (jam) lagi, apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan

maka kita lanjutkan”

• Keterangan saksi HASANUDIN (Surat tuntutan hlm. 13)

Bahwa benar setelah aman, saksi melihat terdakwa EVA ± 30 meter sempat

berkata sambil melihat ke jam tangannya dan tidak berteriak namun

sempat didengar saksi mengatakan “saya beri waktu 2 (dua) jam lagi,

apabila tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan maka kita lanjutkan.

Dalam komentar saya mengenai keterangan saksi HASANUDIN di atas,

bahwa keterangan saksi sangat tidak masuk akal, bagaimana mungkin

dalam jarak ±30 meter dengan massa yang berteriak-teriak keras sekitar

22

200-an orang lalu saksi mendengar suara saya yang tidak berteriak...? Lagi

pula pada saat persidangan keterangan saksi berbelit-belit tidak konsisten.

Garis datar lima. Keterangan saksi MOHAMMAD ARFA yang diuraikan dalam

bagian ini, seperti yang sudah saya sampaikan di muka, bahwa Sejak persidangan

saya tidak menerima atau menolak kesaksian dari saksi Arfa, karena berbelit-belit

dan menyampaikan keterangan yang berasal dari dirinya sendiri saling

bertentangan. Kalau dilihat secara logis dan objektif, sebagaimana diungkap dalam

persidangan dan dicatat oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan Saksi,

“bahwa benar ketika itu kemudian manajer tidak datang massa menjadi marah

sementara kalimat yang menurut saksi saya teriakan “bakar, cari dosernya,

lempar saja kantor ini, hancurkan kantornya” dalam kenyataannya tidak saya

ucapkan. Konteks uraian pada bagian ini adalah, massa marah karena

perusahaan tidak menghadirkan manajer sampai satu jam menunggu.

Dengan demikian, massa justru terpancing emosinya, terhasut, terdorong secara

spontan melakukan perbuatan pengrusakan karena ulah pihak perusahaan yang

ingkar. Kata-kata itu menurut keterangan saksi saya sampaikan di kantor BHP,

sementara saksi-saksi lain juga berada di lokasi yang sama, tetapi tidak ada dari

saksi-saksi yang berada di sekitar itu mendengarkan perkataan saya yang sama

dengan apa yang di dengar oleh saksi ARFA. Bahwa saksi ARFA ketika itu

diperintahkan oleh saksi Drs. Sarifuddin Sahaba bersama dua rekannya MESAK

dan HASAN mencari Manajer di lapangan. Dengan demikian saksi HASAN dan

ARFA tidak berada di tempat pada saat itu, karena yang memberi laporan

kemudian kepada saksi Drs. Sarifudin Sahaba adalah MESAK dan YADIN.

Garis Datar enam. Keterangan di bagian ini sama sekali tidak berkaitan dengan

unsur menghasut secara lisan supaya melakukan suatu perbuatan pidana, karena

hanya menerangkan perpindahan massa ke lokasi buldoser dan situasi

pembakaran buldoser. Sama sekali tidak kalimat menghasut secara lisan yang

membuat orang lain melakukan pidana.

Garis datar tujuh. Di bagian ini diungkap kembali keterangan saksi ZULKIFLI

ODE PENDOLO. Keterangan yang disampaikan oleh Saksi tersebut tidak

menunjukkan suatu aktivitas atau penyampaian kalimat Hasutan secara lisan oleh

saya dan membuat orang lain melakukan perbuatan pidana. Yang tercatat di situ

adalah, “.... saksi sempat melihat terdakwa EVA sedang duduk-duduk tak jauh dari

buldoser sekitar 15 (lima belas) meter..... bahwa benar saksi melihat massa mulai

tenang dan kayu-kayu yang ditumpuk di buldoser ditarik kembali oleh massa,

mereka menunggu operator buldoser dan diantara massa ada yang berteriak

“bakar saja” dan oleh terdakwa EVA sambil duduk berteriak “sepuluh menit”

dan dijawab massa “so lama... so lapar”....

Jelas sekali diantara massa yang berteriak “bakar saja” sementara saya tidak

mengeluarkan sama sekali kata-kata yang tergolong menghasut.

Garis datar delapan. Keterangan bagian ini hanya menjelaskan situasi kejadian

pembakaran eksavator, tidak ada ucapan atau kalimat tertentu yang diucapkan

seseorang pun.

23

Garis datar sembilan. Dari seluruh keterangan saksi MUH. IRWAN yang dipenggal

saudara Jaksa Penuntut Umum lalu disalin kembali di bagian ANALISIS YURIDIS

ini, tidak terkait dengan tindakan PENGHASUTAN SECARA LISAN YANG MEMBUAT

ORANG LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA. Di atas sudah saya jelaskan,

bawa dalam konteks keterangan saksi ini dinyatakan berteriak memperingati

perusahaan untuk segera menghadirkan manajer dan operator buldoser, dan

memberi peringatan keras kepada perusahaan, bila tidak tanggapan akan

ada kejadian yang lebih besar dari sekarang. Ucapan saya itu sama sekali bukan

ditujukan kepada massa, melainkan kepada perusahaan sebagai peringatan keras.

Ternyata peringatan keras itupun tidak diindahkan oleh perusahaan, mengulur-

ulur waktu sampai-sampai massa menjadi marah dan sulit dikendalikan. Bahkan

tentara dan polisi yang ada ditempat itupun tidak dapat mengendalikan massa

yang marah karena ulah perusahaan yang berbohong itu. Kalimat yang dicetak

tebal itu bukan kalimat menghasut sebagaimana dicontohkan pada petikan

penjelasan pasal 160 KUHP di atas.

Garis datar sepuluh. Keterangan saksi KHOLIL yang diuraikan dalam bagian ini

juga menunjuk pada suatu keadaan di mana massa akan melakukan pembakaran

Camp yang ada penghuninya, lalu di situ saya berteriak jangan dibakar karena ada

penghuninya. Jelas sekali kalimat ini bukan kalimat menghasut supaya orang lain

berbuat pidana, yang benar adalah melarang orang lain melakukan tindakan

pembakaran. Bagian ini jelas tidak memenuhi unsur dengan Lisan atau tulisan

menghasut supaya orang lain melakukan perbuatan pidana.

Garis datar sebelas. Keterangan saudara Jaksa Penuntut Umum mengenai hal ini

sudah saya ulas di depan, bahwa SMS-SMS yang saya kirim kepada saksi NYOMAN

JEPANG, KHOLIL, dan saksi SUTRISNO adalah setelah kejadian perkara, yakni

setelah saya berada di Kantor Polisi, yakni pada Tanggal 26 Mei 2010 jam

21:49:33; Tanggal 26 Mei 2010 jam 22:38:14; 26 Mei 2010 jam 23:37:30; 28

Mei 2010 jam 00:48:57 (selengkapnya lihat penjelasan saya pada halaman 4).

Memang ada sejumlah SMS sebelumnya tetapi jauh hari sebelum kejadian perkara.

SMS itu berkaitan dengan masuknya TNI ke HTI dengan alasan latihan perang.

Untuk hal ini telah kami lakukan laporan kepada Mabes TNI dan Danrem di Palu,

karena saya berada di Palu. Jadi ini tidak ada kaitan dengan kejadian perkara. Lagi

pula kalau sms ini di anggap oleh Jaksa sebagai Menghasut secara tulisan tentu saja

berbeda konteks dengan pasal 160 KUHP, dimana “Karangan yang sifatnya

menghasut harus ditulis dahulu, kemudian tulisan itu disiarkan atau

dipertontonkan pada publik, dan barulah delik itu dianggap selesai.”

Garis datar duabelas. Kembali saudara Jaksa Penuntut Umum keliru

menempatkan alas bagi analisis yuridisnya di bagian ini. Dalam konteksnya,

keterangan di bagian ini menjelaskan bahwa saya diminta oleh saksi KHOLIL

selaku sekretaris BPD desa Piondo untuk menjadi negosiator atau penyambung

lidah untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan dari massa. Sungguh sangat jelas,

tanpa dianalisispun, kalimat ini bukan menjelaskan sebuah perilaku Menghasut

secara Lisan supaya orang lain melakukan perbuatan Pidana.

24

Pada akhirnya saya berasumsi, bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum dalam

melakukan Analisis Yuridis terkait pemenuhan unsur “dengan Lisan atau tulisan

menghasut supaya melakukan perbuatan pidana” pasal 160 KUHP ternyata hanya

memenggal sebagian atau mengambil seluruhnya keterangan-keterangan saksi.

Kalau hanya seperti itu metode analisis yuridis untuk membuktikan dakwaan lalu

dijadikan alas bagi tuntutan, sungguh ini terkesan menggampangkan saja atau

menganggap remeh sebuah perkara yang membuat seorang terdakwa terhukum

bertahun-tahun lamanya. Padahal kalau saudara Jaksa Penuntut Umum melakukan

ANALISIS YURIDIS dengan serius, objektif, konsisten, logis, tajam dan mendalam

tentu saja akan ditemukan kejangggalan yang sangat besar dalam keterangan-

keterangan pada bagian ini. Oleh karena lemahnya analisis untuk membuktikan

pemenuhan unsur tersebut, maka saya berharap kiranya yang mulia Majelis Hakim

yang memiliki kapasitas jauh lebih baik untuk mencermati analisis yuridis dari

saudara Jaksa Penuntut Umum, ketimbang saya yang berasal dari disiplin ilmu

Sosiologi. Pengalaman mengawal kasus-kasus rakyat hingga ke persidangan

sedikit banyak membantu saya untuk mencermati dakwaan maupun tuntutan

Jaksa Penuntut Umum di berbagai daerah terhadap rakyat yang memperjuangkan

kepentingan memperoleh hak hidup lebih layak.

Sebagai kesimpulan di bagian ini, saya tidak menemukan PERBUATAN-

PERBUATAN SAYA yang dikategorikan memenuhi unsur MENGHASUT SUPAYA

ORANG LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA sesuai pasal 160 KUHP. Oleh

karena itu, unsur “dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan

perbuatan pidana” pasal 160 KUHP, tidak dapat dibuktikan secara sah dan

meyakinkan berdasarkan keterangan yang dimuat dalam ANALISIS YURIDIS

saudara Jaksa Penuntut Umum.

4. Unsur “melakukan kekerasan terhadap Penguasa Umum.

Majelis Hakim yang saya muliakan.

Saya telah membaca dan mempelajari Pasal 160 KUHP termasuk

penjelasannya, di mana saya justru merasa semakin yakin bahwa pasal

tersebut tidak dapat digunakan untuk menuntut saya dihadapan pengadilan ini.

Terkait tanggapan saya atas ANALISA YURIDIS saudara Jaksa Penuntut Umum

untuk memenuhi unsur “melakukan kekerasan terhadap Penguasa Umum”

berdasarkan fakta-fakta persidangan, ada baiknya saya mulai dengan kutipan

penjelasan pasal 160 KUHP sebagai berikut.

“Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya:

a. Dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) = semua

perbuatan yang diancam dengan hukuman.

b. Melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan = yang diartikan

dengan kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan

menjalankan kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian

dari organisasi pemerintah pusat atau daerah.”

(R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [KUHP] serta

Komentar-komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal. Hlm. 137)

25

Dengan merujuk pada penjelasan di atas, maka Penguasa Umum dalam hal ini

bukan sebagaimana dimaksud oleh saudara Jaksa Penuntut Umum dalam

uraiannya, sebagaimana berikut:

“berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan diperoleh

keterangan bahwa PT BHP merupakan perusahaan gabungan KLS dengan

Ihhutani I dengan saham 60% milik KLS dan 40% milik Inhutani dimana

dari sejumlah barang milik BHP dan KLS telah dirusak dan dibakar massa

antara lain kantor BHP yang kaca jendelanya menadi rusak dilempar batu

oleh massa, lalu 1 (satu) unit buldoser dan 1 (unit) eksavator serta camp

24 juga telah dibakar massa dan sebagai akibat dari tindakan massa yang

melakukan pengrusakan dan pembakaran tersebut, PT BHP mengalami

kerugian Rp. 4.500.000.000.

Dengan demikian unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.”

Saya akan menguraikan tanggapan saya terhadap uraian Jaksa Penuntut Umum

tersebut dengan bersandar pada Pasal 160 KUHP dan penjelasannya,

sebagaimana berikut:

1) PT BHP maupun PT KLS adalah perusahaan milik perorangan. Direktur

sekaligus Pemilik PT KLS adalah saudara H. Murad Husain (yang juga saksi

dalam perkara ini), sedangkan direktur PT. BHP adalah saudara Herwin

Yatim yang merupakan menantu dari saksi H. Murad Husain.

2) Semula PT BHP adalah perusahaan patungan antara PT KLS dan PT

Inhutani I (SK No. 146/Kpts-II/96, HTI Trans tgl 4 April 1996), akan tetapi

sejak tahun 2002 PT BHP mengalami stagnasi. Lalu dalam

perkembangannya seluruh saham PT BHP diambil alih oleh PT KLS,

sebagaimana keterangan saksi Murad Husain dalam persidangan yang

tertuang dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut:

“bahwa benar saksi merupakan pimpinan dari KLS (Kurnia Luwuk

Sejati) dimana BHP merupakan gabungan dengan inhutani dengan

saham 60% milik KLS dan 40% milik Inhutani namun demikian seluruh

modal bersumber dari saksi karena Inhutani hanya nama saja, namun

semua dana dari KLS”.

3) Terkait hal di atas dihubungkan dengan pengertian sesuai penjelasan Pasal

160 KUHP, bahwa kekuasaan umum yaitu semua orang yang ditugaskan

menjalankan kekuasaan pemerintah, dimana termasuk semua bagian dari

organisasi pemerintah pusat atau daerah.”

Maka sangatlah jelas dalam pengertian ini, bahwa PT BHP ataupun PT KLS

tidak termasuk Penguasa Umum, sebagaimana dimaksud pasal 160 KUHP.

Penguasa Umum yang dimaksudkan pasal 160 KUHP bukanlah Perusahaan

Milik Pribadi, melainkan semua orang yang pada dirinya dilekati tugas

menjalankan kekuasaan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun di

26

daerah. Seorang Polisi yang sedang menjalankan tugas pemerintah di

bidang keamanan adalah Penguasa Umum; Seorang Jaksa Penuntut Umum

yang sedang menjalankan Tugasnya secara sah berdasarkan Undang-

Undang adalah Penguasa Umum; Kepala Lembaga Pemasyarakatan

(KALAPAS) yang menjalankan tugas pemerintah di Lapas IIB Luwuk adalah

Penguasa Umum; Seorang Bupati yang melaksanakan tugas pemerintahan

adalah penguasa Umum; dan masih banyak contoh lainnya.

Sebaliknya, PT BHP bukan Penguasa umum karena tidak dilekati tugas

pemerintah yang sah berdasarkan Undang-undang. Direktur BHP dapat saja

setiap hari diganti oleh pemiliknya Murad Husain, Mahyudin dan karyawan

lainnya setiap saat bisa saja dipecat atas perintah Murad Husain. Akan

tetapi, seorang Jaksa tidak bisa dipecat begitu saja oleh atasannya bila

sedang melaksanakan tugas yang sah berdasarkan Undang-Undang. Maka

menjadi cukup jelas perbedaan Kekuasaan Umum yang melekat pada

semua orang yang mendapat tugas pemerintah, dengan Kekuasaan Seorang

Pengusaha pemilik modal yang tidak menyandang Tugas Pemerintah

berdasarkan Undang-undang.

4) Kekerasan terhadap Perusahaan PT BHP Milik Pribadi jelas berbeda atau

sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kekerasan terhadap Penguasa

Umum sebagaimana dimaksud Pasal 160 KUHP.

Dengan demikian unsur ini tidak terbukti secara sah dan meyakinan.

5. Unsur “Turut Serta” (dari Rani).

• Benar bahwa saya turut serta bersama-sama +200 Massa Tani Piondo dan

dari desa sekitarnya mendatangi kantor BHP dengan maksud menuntut

pembukaan atau perbaikan kembali jalan yang dirusak dengan alat berat

perusahaan atas perintah pemilik PT KLS dan PT BHP dan dikawal oleh

Tentara.

• Tidak benar bahwa saya turut serta dalam arti bersama-sama sejumlah

orang datang dengan maksud MENGHASUT massa untuk Melakukan

Pengrusakan dan Pembakaran. Bahwa fakta-fakta persidangan tidak

membuktikan bahwa saya melakukan tindakan Menghasut sebagai uraian-

uraian saya sebelumnya.

Oleh karena semua unsur delik yang didakwakan dalam dakwaan kesatu yang

diajukan saudara Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

menurut hukum, maka terhadap saya, EVA SUSANTI HANAFI BANDE, yang

berstatus terdakwa dalam perkara ini tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak

pidana, “turut serta di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya

melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum”

berdasarkan pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

27

TENTANG TUNTUTAN

Majelis Hakim,

Saudara Jaksa Penuntut Umum,

Pengunjung Sidang yang terhormat

Pada lembaran terakhir Surat Tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum tercatat :

M E N U N T U T

Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Luwuk yang memeriksa dan mengadili

perkara ini memutuskan:

1. Menyatakan terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi “turut serta dimuka

umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan

pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” sebagaimana diatur

dalam pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Betapa sangat kagetnya saya membaca tuntutan tersebut. Saya tidak

membayangkan bagaimana mungkin sebuah tuntutan yang dapat menyebabkan

seorang terdakwa dihukum dalam kurungan penjara terpisah dari keluarga dan

masyarakat dalam waktu yang lama, dibuat dengan kesalahan yang sangat fatal

ini?

Sejak membaca dan mencermati Surat Tuntutan ini dari lembar ke lembaran

berikutnya, saya telah mendapat kesan pula bahwa saudara Jaksa Penuntut Umum

tidak cermat dan tidak teliti secara teknis serta tidak melakukan Analisa Yuridis

secara mendalam.

Pada bagian awal di lembar pertama, dalam dakwaan saudara Jaksa Penuntut

Umum saya didakwa telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta

melakukan, dimuka umum secara lisan atau tulisan menghasut supaya

melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa

umum maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan undang-

undang. (melanggar pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP).

Pada bagian lainnya, berdasarkan pembuktian melalui Analisa Yuridis, dinyatakan:

.... Terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE haruslah dipersalahkan melakukan

tindakan pidana “turut serta dimuka umum dengan lisan atau tulisan

menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan

terhadap penguasa umum” melanggar pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP yang oleh karena itu terhadap terdakwa haruslah dipertanggungjawabkan

secara pidana atas perbuatannya tersebut.

Lalu pada lembaran terakhir Menuntut: Supaya Majelis Hakim yang memeriksa

dan mengadili perkara ini memutuskan:

28

Menyatakan terdakwa EVA SUSANTI HANAFI BANDE telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi “turut serta dimuka

umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan

pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum” sebagaimana diatur

dalam pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terlihat perbedaan mencolok antara dakwaan (lembar pertama Surat Tuntutan)

yang menguraikan hampir sempurna pasal 160 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1

KUHP; kemudian pada bagian pembuktian lewat Analisa Yuridis berbeda dan

mengalami pemenggalan kata-kata dalam masing-masing pasal (160 KUHP dan

Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP). Lantas pada lembar tuntutan di halaman terakhir

Surat Tuntutan, saya dituntut telah melakukan tindak pidana KORUPSI ?

Majelis Hakim yang terhormat

Sejak awal masa persidangan saya telah berusaha menjalani dengan sikap yang

baik serta menghormati setiap proses persidangan yang berada dalam

kewenangan Majelis Hakim selaku Penguasa Umum di bidang ini. Meskipun saya

harus jujur bahwa penahanan saya dan kawan-kawan petani kurang lebih 4 bulan

lamanya di Lapas IIB Luwuk saya anggap sebagai salah satu bentuk ketidakadilan

yang menjadi ciri khas Negara Republik Indonesia sejak zaman Belanda sampai

Indonesia Merdeka hingga saat ini, bahwa rakyat yang berjuang memperoleh hak-

hak kewarganegaraannya dianggap kejahatan terhadap negara atau juga Penguasa

Umum dan seluruh jenjang pemerintahan hingga di tingkat daerah. Mungkin

Karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan warisan Penjajah

Belanda maka dipandang masih cocok oleh Penguasa Negera kita yang berwatak

penjajah untuk diterapkan kepada rakyat Indonesia.

Tetapi sungguh merupakan hantaman yang kuat luar biasa terhadap

intelektualitas dan kesadaran saya sebagai manusia yang berpikir, bahwa saya

dijatuhkan dakwaan berdasarkan pasal yang dipaksakan meski bukti-bukti untuk

itu sama sekali tidak cukup. Bagaimana mungkin, Perusahan Milik Pribadi (PT

BHP) oleh Jaksa Penuntut Umum dipaksakan menjadi “PENGUASA UMUM”? atas

dasar hukum atau Undang-Undang atau peraturan mana pula yang menjadi

rujukan saudara Jaksa Penuntut Umum sehingga menjadikan pasal 160 KUHP

sebagai dasar hukum mendakwakan saya...? Selain itu berbagai fakta yang

diungkap dalam persidangan tidak cukup untuk membuktikan saya melakukan

perbuatan menghasut massa melakukan perbuatan pidana. Padahal tidak seorang

pun kawan-kawan petani yang menyatakan dalam persidangan bahwa mereka

melakukan perusakan dan pembakaran karena terhasut, disuruh, atau didorong

oleh saya. Lagipula kawan-kawan petani yang disidangkan seluruhnya mengakui

dalam persidangan bahwa penyebab mereka melakukan perusakan dan

pembakaran itu karena rasa marah yang memuncak, akibat ulah perusahaan yang

tidak memenuhi janji mendatangkan operator dan bulduser sampai berjam-jam

lamanya menunggu.

29

Tentu saja sebagai orang yang masih berpikir waras saya sangat tersinggung dan

tidak bisa menerima telah dituduhkan dengan Pasal yang dipaksakan lalu

ditambah lagi dengan tindak pidana KORUPSI yang ditambahkan saudara Jaksa

Penuntut Umum. Kemudian meminta Majelis Hakim untuk Memutus Perkara ini

berdasarkan tuntutan saudara Jaksa Penuntut Umum itu.

Saudara Jaksa Penuntut Umum yang terhormat, dengan apa yang telah saudara

lakukan melalui tuntutan terhadap saya itu, maka pada kesempatan ini saya

menyatakan tidak akan tinggal diam atas kesewenang-wenangan saudara ini. Saya

merasa harga diri saya sebagai manusia yang sadar telah saudara Jaksa hinakan

dan bahkan merendahkan martabat saya.

Cobalah saudara secara sengaja atau tanpa sengaja mengucapkan kata Korupsi itu

dan ditujukan kepada saudara Jaksa yang lain, kepada bendahara kejaksaan,

kepada Kepala Kejaksaan Negeri Luwuk, atau kepada salah satu dari Majelis

Makim yang mengadili perkara kami. Yakinlah bahwa siapapun mereka pasti akan

tersinggung, terlepas dari mereka melakukan atau tidak.

Bagaimana dengan pencantuman kata “KORUPSI” yang dituangkan dalam Sebuah

Surat Tuntutan Resmi No.Reg.PERK:PDM-41/LWK/10/2010 yang telah pula

diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Palu, bukankah surat yang terigestrasi dan

saudara Jaksa Penuntut Umum tandatangani ini juga merupakan salah satu alat

bukti yang sah secara hukum atas kesalahan saudara...?

KESIMPULAN

Majelis Hakim yang terhormat.

1. Dari seluruh uraian di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa perbuatan

yang didakwakan oleh saudara Jaksa Penuntut Umum kepada saya tidak

terbukti secara sah dan menyakinkan, maka mohon saya/terdakwa diputus

bebas, dan dilepaskan dari segala tuntutan hukum.

2. Kiranya Majelis Hakim yang terhormat, dapat mempertimbangkan

pengambilan Keputusan bagi saudara-saudara Petani yang kepada mereka

didakwakan dengan pasal yang sama dengan yang didakwakan kepada saya,

demi keadilan berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.

30

P E N U T U P

Majelis Hakim yang Mulia

Saya menutup pembelaan ini dengan pertanyaan: apakah orang bisa hidup dengan

diberi 1 juta, 5 juta, 10 juta, tetapi hutan, tanah tempat mereka dan anak cucunya

kelak hidup terancam hilang dan rusak ? Uang bukanlah segala-galanya, masih ada

nilai-nilai luhur yang tidak dapat dinilai dengan uang berapapun jumlanya. Rasa

kemanusiaan yang diikat oleh komitmen dan solidaritas sosial untuk berjuang

menegakkan kebenaran dan keadilan sejati tidak akan dapat dibeli dengan Uang.

Ketika seseorang orang siapapun dia, miskin atau kaya, dalam jabatan dan

kedudukan seperti apapun dia, ketika telah memilih untuk menjadi pejuang bagi

kehidupan yang adil bagi seluruh rakyat tertindas, maka meski nyawa menjadi

taruhannya, cita-cita sosial itu akan terus tanpa lelah akan dilakukannya.

Pernyataan ini, saya kutip untuk menggugat KLS yang hari ini dengan sewenang-

wenang mengajukan saya ke pengadilan di tanah air saya sendiri.

Akhirnya, saya sampaikan selamat kepada Majelis hakim yang akan memberi

putusan. Semoga Tuhan Yang Maha Adil mencukupkan nikmat-Nya kepada Majelis

Hakim berupa cahaya kebenaran dan keadilan yang selalu menuntun hidup

saudara sekalian hingga ajal menjemput, sehingga kita berada bersama orang-

orang yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan bagi hamba Allah

tertindas. Semoga Tuhan memberkati kita semua!

Hidup Petani

Bersatulah Rakyat

Jayalah Kaum Tani

Lapas II B Kab Banggai 26 Oktober 2010

Terdakwa

Eva Susanti Hanafi Bande

Aktivis HAM