7
SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World” Historical Continuity for Sustainable Future Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 132 MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA JOPU BHISU BOA, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR Titien Saraswati Magister Arsitektur Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta 55224 E-mail: [email protected] ABSTRACT Jopu Bhisu Boa village is located in Ende Regency, Flores Island, Nusa Tenggara Timur Province. There are many traditional – precisely vernacular - buildings which already have been changed in the forms as well as the building materials. Accordingly, the characters of vernacular buildings are vanished or lost; then these buildings can be said in the scene of lost world. For the sake that lost world is not happenned, the question is: how to keep the vernacularities of vernacular buildings there. The objective of this paper is to seek the methods to keep the vernacularities of the buildings in Jopu Bhisu Boa village. Data collection technique conducted by surveying on the spot Jopu Bhisu Boa village, interviewing related and competent persons both in the village and institutions. Analyzing data by looking at and comparing similar problems occurred in other places; then concluding remarks can be inferred.The conclusion is, to keep the vernacularities of vernacular buildings in Jopu Bhisu Boa village can be done by integrating four related aspects: (1) the forms and building materials aspects, (2) financial aspect, (3) training and guiding aspects, (4) strengthening aspect. Keywords: lost world, vernacular. 1. PENDAHULUAN Desa Jopu Bhisu Boa berada di Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Desa ini sebenarnya masih merupakan desa adat dengan banyak rumah-rumah adatnya. Desa ini dihuni oleh Suku Ende Lio. Seperti permukiman tradisional lainnya di Nusantara, permukiman Suku Ende Lio juga memiliki bangunan vernakular sebagai tempat tinggal masyarakat adat. Namun banyak bangunan adat di situ sudah berubah dari aslinya. Baik bentuk bangunan maupun bahan bangunannya. Hal ini sudah mengurangi bahkan menghilangkan vernakularitas bangunan itu sendiri. Dengan hilangnya vernakularitas bangunan adat di situ, hilang pula identitas dan jati diri entitas itu. Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang bisa dipakai untuk menjaga vernakularitas bangunan adat di Desa Jopu Bhisu Boa tersebut. 2. METODE PENELITIAN Metode mencari data dengan melakukan survey on the spot pada bangunan adat di Desa Jopu Bhisu Boa, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Flores. Juga melakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten terutama penduduk setempat, serta survei instansional. Metode menganalisis dengan cara melihat atau membandingkan hal yang sama yang terjadi di tempat lain yang tidak jauh berbeda, dan menguji semua data yang diperoleh terutama data fisik dengan beberapa kajian mengenai bangunan vernakular yang sudah ada.

MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

  • Upload
    letram

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 132

MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA JOPU BHISU BOA, FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR

Titien Saraswati Magister Arsitektur

Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta 55224 E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Jopu Bhisu Boa village is located in Ende Regency, Flores Island, Nusa Tenggara Timur Province. There are many traditional – precisely vernacular - buildings which already have been changed in the forms as well as the building materials. Accordingly, the characters of vernacular buildings are vanished or lost; then these buildings can be said in the scene of lost world. For the sake that lost world is not happenned, the question is: how to keep the vernacularities of vernacular buildings there. The objective of this paper is to seek the methods to keep the vernacularities of the buildings in Jopu Bhisu Boa village. Data collection technique conducted by surveying on the spot Jopu Bhisu Boa village, interviewing related and competent persons both in the village and institutions. Analyzing data by looking at and comparing similar problems occurred in other places; then concluding remarks can be inferred.The conclusion is, to keep the vernacularities of vernacular buildings in Jopu Bhisu Boa village can be done by integrating four related aspects: (1) the forms and building materials aspects, (2) financial aspect, (3) training and guiding aspects, (4) strengthening aspect.

Keywords: lost world, vernacular.

1. PENDAHULUAN

Desa Jopu Bhisu Boa berada di Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Desa ini sebenarnya masih merupakan desa adat dengan banyak rumah-rumah adatnya. Desa ini dihuni oleh Suku Ende Lio. Seperti permukiman tradisional lainnya di Nusantara, permukiman Suku Ende Lio juga memiliki bangunan vernakular sebagai tempat tinggal masyarakat adat. Namun banyak bangunan adat di situ sudah berubah dari aslinya. Baik bentuk bangunan maupun bahan bangunannya. Hal ini sudah mengurangi bahkan menghilangkan vernakularitas bangunan itu sendiri. Dengan hilangnya vernakularitas bangunan adat di situ, hilang pula identitas dan jati diri entitas itu. Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang bisa dipakai untuk menjaga vernakularitas bangunan adat di Desa Jopu Bhisu Boa tersebut.

2. METODE PENELITIAN

Metode mencari data dengan melakukan survey on the spot pada bangunan adat di Desa Jopu Bhisu Boa, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Flores. Juga melakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten terutama penduduk setempat, serta survei instansional. Metode menganalisis dengan cara melihat atau membandingkan hal yang sama yang terjadi di tempat lain yang tidak jauh berbeda, dan menguji semua data yang diperoleh terutama data fisik dengan beberapa kajian mengenai bangunan vernakular yang sudah ada.

Page 2: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 133

3. HASIL SURVEI DAN DISKUSI

Bangunan vernakular ialah bangunan adat atau bangunan tradisional yang masih menggunakan atau mengadopsi bentuk lokal, memakai bahan bangunan lokal, dibangun dengan menggunakan teknologi lokal oleh penduduk setempat. Bangunan vernakular sangat loyal dengan bentuk lokal, dan hampir tidak pernah mengalami perubahan bentuk. Tidak pernah pula ditujukan untuk mementingkan estetika, atau lebih atraktif, atau menyenangkan mata (Jackson, 1984; Masner, 1993; Noble, 2007).

Desa Jopu Bhisu Boa merupakan desa adat dengan bangunan vernakularnya. Bangunan adat, vernakular tersebut memakai bentuk lokal yang tidak pernah berubah dari dulu. Salah satu bentuk lokal itu seperti Gambar 1 dan Gambar 2 di bawah ini. Dengan denah bangunan empat persegi panjang, bentuk atap seperti atap limasan namun agak melengkung di kedua sisi memanjangnya. Penutup atap memakai alang-alang. Pada gambar, tampak di ujung paling atas penutup atap, kayu atau bambu yang masih mencuat ke luar. Biasanya bila penutup atap belum selesai dikerjakan, ada bentuk seperti itu.

Gambar 1. Bentuk asli bangunan vernakular.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.) Gambar 2. Tampak depan bangunan

vernakular. (Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Dari hasil survei, terdapat banyak bangunan adat yang sudah berubah. Baik berubah dalam hal bentuk, bahan bangunan, serta teknologi membangun. Bentuk bangunan berubah dari bentuk lokal ke bentuk yang banyak terdapat di perkotaan. Bahan bangunan lokal yang biasanya memakai batu, kayu, bambu, serta alang-alang; berubah menjadi bahan bangunan bukan lokal seperti seng, kaca, tegel, genting/genteng. Teknologi membangun yang biasanya dengan cara gotong royong dan memakai teknologi setempat, berubah menjadi dibangun secara individual dan teknologi membangun yang “tidak biasa” mereka lakukan, seperti menaikkan dan menstabilkan genting pada kedudukannya, menyusun tegel, memakukan jendela kaca, dan sebagainya. Gambar di bawah ini (Gambar 3 dan Gambar 4) menunjukkan bentuk bangunan yang sudah berubah.

Bentuk bangunan yang berubah itu sudah tidak lagi menampilkan bentuk bangunan yang loyal terhadap bentuk bangunan yang sudah ada seperti yang dikatakan Jackson (1984). Sehingga vernakularitasnya juga sudah jauh berkurang, atau malah hilang.

Gambar 3. Beberapa bentuk bangunan yang

berubah. (Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Gambar 4. Bentuk bangunan yang berubah.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Page 3: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 134

Bahan bangunan yang berubah otomatis akan memberikan dampak pada teknologi yang digunakan seperti telah disebutkan di atas. Seperti gambar di bawah ini, bahan bangunan memakai atap seng, jendela kaca naco (Gambar 5 dan Gambar 6). Dengan memakai penutup atap seng, maka kelengkungan atap tidak ada. Meskipun mungkin bahan bangunan penahan penutup atap dari bambu yang bisa dilengkungkan, bentuk atap tetap tidak bisa melengkung karena penutup atap seng tidak bisa dilengkungkan.

Gambar 5. Penutup atap alang2 berubah memakai seng.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Gambar 6. Penutup atap seng, jendela kaca naco.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Dari hasil survei seperti itu, terdapat the lost world pada Desa Jopu Bhisu Boa, yaitu vernakularitas beberapa bangunan sudah hilang. Kalau ciri vernakularnya hilang, maka jati diri entitas di situ juga hilang. Yang paling mudah untuk dilakukan ialah mengembalikan beberapa bangunan yang telah berubah, baik bentuk maupun bahan bangunannya, ke bentuk dan bahan bangunan lokal seperti semula. Namun ternyata ini tidak semudah yang diperkirakan. Banyak kendala untuk menjadikan bangunan yang sudah berubah bentuk itu menjadi seperti bangunan vernakular yang asli. Di antaranya: sulitnya mencari penutup atap alang-alang, dan harus mencarinya dari daerah lain di luar desa itu, bahkan sampai ke Pulau Timor. Hal ini membutuhkan biaya transportasi bahan bangunan tersebut. Akhirnya biaya pembangunan menjadi membengkak. Juga, sulitnya membangun karena beberapa harga bahan bangunan lokal justru lebih mahal dari pada harga bahan bangunan bukan lokal, seperti penutup atap seng yang lebih murah dari pada penutup atap alang-alang seperti di atas.

Bagaimana untuk mengembalikan the lost world, artinya ciri vernakularnya masih tetap terjaga? Dari beberapa pustaka sebagai bahan pembanding, penulis mencoba mendiskusikan 4 (empat) aspek di bawah ini, sebagai berikut.

1. Pertama,

Ada baiknya melihat hasil penelitian yang sudah dilakukan tentang vernakularitas bangunan. Saraswati (2013) melakukan penelitian tentang vernakularitas bangunan pengering tembakau atau Los di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah; dan Kabupaten Jember, Jawa Timur. Ia menemukan bahwa adanya perubahan-perubahan pada bangunan vernakular terutama pada bahan bangunannya, selama perubahan itu secara visual tidak berpengaruh terhadap penampilan bangunannya, masih bisa diterima. Dicontohkannya bahan bangunan pengering tembakau atau Los itu, yaitu adanya bahan bangunan baru (penangkal petir), atau mengganti bahan bangunan lokal menjadi bahan bangunan bukan lokal (kolom bambu diganti kolom besi, batang-batang bambu diganti batang-batang/bar besi); hal ini tidak dapat dihindari sepanjang bangunan Los itu tetap berkinerja (performance) bagus dan menghasilkan kualitas daun tembakau kering yang juga bagus, sesuai yang disyaratkan. Penggantian bahan bangunan baru bukan lokal diusahakan sedemikian rupa sehingga kualitas vernakular bangunan Los itu tidak

Page 4: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 135

hilang. Hasil daun tembakau kering dengan kualitas yang disyaratkan adalah kriteria utama untuk mengadopsi perubahan maupun penggantian bahan bangunan baru bukan lokal itu. Artinya, bahan bangunan baru bisa ditambahkan sepanjang kinerja bangunan Los itu tetap terjaga. Namun untuk mempertahankan kualitas vernakularnya secara historis atau seperti masa lalu tidaklah mungkin. Dengan demikian, sepanjang tampilan visualnya masih memperlihatkan ciri vernakularnya, seperti bentuk atap, bahan bangunan penutup atap, maka bagian dalam atau interior bangunan vernakular itu masih bisa dimodifikasi dengan bahan bangunan bukan lokal. Begitu pula yang sebaiknya terjadi pada bangunan vernakular di Desa Jopu Bhisu Boa. Namun kenyataannya, justru modifikasi terjadi pada tampilan luar bangunan. Sehingga ciri vernakularnya hilang, identitasnya hilang, dunianya sebagai bangunan adat hilang, inilah the real lost world. Untuk itu, perlu penggantian bahan bangunan hanya pada bagian interiornya saja, sehingga tampilan luar masih berciri vernakular. Contoh yang ada di Desa Jopu Bhisu Boa seperti gambar berikut (Gambar 7 dan Gambar 8). Pada bagian interior bangunan itu bisa ditambahkan atau diganti bahan bangunan bukan lokal. Seperti penerangan dari obor diganti penerangan dari lampu, ada stop kontak, dan sejenisnya.

Gambar 7. Tampilan luar bangunan. (Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Gambar 8. Bagian dalam (interior) bangunan. (Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Selain itu, bangunan adat lain yang digunakan sebagai tempat untuk pertemuan, juga bisa dilakukan pembaharuan bagian interiornya, seperti yang juga ada di Desa Jopu Bhisu Boa. Gambar 9 dan Gambar 10 di bawah ini menunjukkan hal tersebut. Sama seperti di atas, penerangan pada malam hari diberikan lampu. Selain itu cara mengikat dan memperkuat bahan bangunan dengan memakai paku, tidak semata hanya tali dari bahan bangunan/tumbuhan/kulit kayu setempat.

Gambar 9. Bangunan adat untuk pertemuan.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Gambar 10. Bagian interior bangunan untuk pertemuan.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Page 5: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 136

Lebih lanjut, agar penampilan visual atap tetap terjaga, maka bisa dipakai bahan penutup atap pengganti alang-alang yang mempunyai sifat sama dengan alang-alang dan merupakan bahan bangunan lokal pula. Menurut Saraswati (2016b), pohon enau atau aren adalah sejenis pohon palma (palem) selain pohon kelapa (nyiur) dan merupakan tanaman serba guna di Nusa Tenggara Timur. Dikenal juga sebagai pohon tuwak. Daunnya dipakai sebagai penutup atap pengganti alang-alang, buahnya dimakan sebagai buah atap atau kolang-kaling. Maka penutup atap alang-alang bisa diganti dengan penutup atap dari daun pohon enau.

Selain itu, dari penelitian Saraswati (2016a) lainnya tentang bangunan vernakular menyatakan bahwa di Desa Boti di Pulau Timor, bangunan adatnya juga menggunakan penutup atap alang-alang. Bila alang-alang ini kurang banyak atau sulit dicari, maka diganti dengan penutup atap dari daun pohon gewang yang terdapat di sekitar desa itu. Penampilan bangunan tidak berubah, dan tetap memakai bahan bangunan setempat. Gambar 11 menunjukkan pohon gewang yang ada di sana. Gambar 12 menunjukkan 2 (dua) penampilan bangunan yang tidak jauh berbeda. Bangunan sebelah kiri memakai penutup atap daun pohon gewang, bangunan sebelah kanan memakai penutup atap alang-alang.

Namun penulis masih ragu apakah tanaman pohon gewang ada di Flores. Bila ada, maka penutup atap alang-alang bisa diganti dengan penutup atap daun pohon gewang atau pohon yang sejenis.

Gambar 11. Pohon gewang di Desa Boti, Timor.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013.)

Gambar 12. Penutup atap daun pohon gewang, dan alang2.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2013.)

2. Kedua,

Masalah biaya. Hal ini sulit kalau tidak ada bantuan dana dari luar. Diharapkan ada banyak pihak yang tertarik untuk ikut mendanai pembangunan kembali bangunan vernakular di Desa Jopu Bhisu Boa ini. Hal ini sangatlah mungkin bila ada yang mulai mengajukan proposal pencarian dana. Sebagai contoh: di Wae Rebo, Flores, terjadi pembangunan kembali bangunan-bangunan adatnya (Mbaru Niang) dengan dana dari luar (Prijotomo dan Sulistijowati, 2012). Demikian pula di Dusun Nua One, Desa Woloara, Kecamatan Kelimutu, di Flores juga, ada bantuan dana dari luar untuk membiayai pembangunan Sao Ria atau rumah adat di dusun itu (Saraswati, 2016b). Gambar 13 dan Gambar 14 berikut memperlihatkan saat penaikan bubungan atap Sao Ria di Dusun Nua One. Pembiayaan dibantu oleh Yayasan Tirto Utomo dari Jakarta, sehingga Sao Ria itu disebut Sao Ria Tirto nDolu Ranggo.

Page 6: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 137

Gambar 13. Penaikan bubungan atap Sao Ria,di Dusun Nua One.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

Gambar 14. Penaikan bubungan atap dilakukan oleh penduduk.

(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2014.)

3. Ketiga,

Perlu adanya pendampingan atau bimbingan dari para simpatisan bangunan adat dan Perguruan Tinggi setempat dalam membangun kembali bangunan vernakular. Hal ini juga sudah ditunjukkan saat membangun kembali bangunan vernakular Sao Ria di Dusun Nua One di atas. Perguruan Tinggi setempat, dalam hal ini Jurusan Arsitektur Universitas Flores, telah melakukan pendampingan dengan menugaskan mahasiswa KKN selama 2 bulan membantu secara teknis pembangunan kembali Sao Ria tersebut (Saraswati, 2016b).

4. Keempat,

Perlunya penguatan dan dukungan Pemerintah Daerah setempat. Hal ini juga ditunjukkan saat peresmian selesainya pembangunan bangunan vernakular Sao Ria di Dusun Nua One tadi. Bupati Ende bersama staff-nya secara formal telah meresmikan bangunan Sao Ria itu dengan datang langsung ke Dusun Nua One untuk meresmikannya (Saraswati, 2016b). Ini membuat penduduk setempat merasa didukung, baik fisik maupun psikis.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari paparan di atas, kiranya dapat ditarik kesimpulan dari aspek ke cara atau usaha untuk menjaga vernakularitas bangunan adat di Desa Jopu Bhisu Boa, sehingga tidak lagi lost world. Ringkasan kesimpulan ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Ringkasan Kesimpulan Nomor Aspek Yang Perlu Dilakukan

1. Bentuk bangunan, bahan bangunan

- Tampilan visual tetap vernakular. - Bahan bangunan lokal bisa diganti bahan bangunan

setempat dengan penampilan yang tidak jauh berbeda. - Interior bisa diganti bahan bangunan baru/bukan lokal.

2. Dana - Bantuan dari para filantropi/penyandang dana, 3. Pendampingan dan

bimbingan - Simpatisan/pencinta bangunan adat/vernakular ikut

berperan. - Perguruan Tinggi setempat diharapkan berperan.

4. Penguatan - Dukungan Pemda setempat.

Sumber: Hasil Analisis, 2016.

Page 7: MENJAGA VERNAKULARITAS BANGUNAN ADAT DI DESA …digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi...Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mencari tahu hal-hal yang

SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World”

Historical Continuity for Sustainable Future

Days of Future Past Policies in Achieving Sustainable Design III. 138

Sedangkan saran yang disampaikan, sebaiknya ada sosialisasi untuk tetap memelihara bangunan vernakular di Desa Jophu Bisu Boa. Apabila bangunan adat/vernakular itu musnah, mereka tidak akan punya identitas lagi, jati dirinya tidak ada, perfectly lost world. Pemda setempat sebaiknya mulai menginisiasi hal ini.

5. DAFTAR PUSTAKA

1. Jackson, J. B., 1984, Discovering the Vernacular Landscape, New Haven: Yale University Press.

2. Masner, M., 1993, Is there a modern vernacular? Dalam B. Farmer dan H. Louw (Ed.), Companion to Contemporary Architectural Thought. London: Routledge.

3. Noble, A. G., 2007, Traditional Buildings: A Global Survey of Structural Forms and Cultural Functions. London: I.B. Tauris.

4. Prijotomo, J. dan Sulistijowati, M., 2012, Beyond the Tectonics of Mbaru Niang of Wae Rebo Architecture: The Wisdom of Nature-Resource-Culture. Proceedings of International Seminar of CONVEEESH and SENVAR, Duta Wacana Christian University, Yogyakarta (hal. IV-37 sampai IV-47).

5. Saraswati, T., 2013, Bangunan Pengering Tembakau di Jawa. Seri Bangunan Vernakular. Surabaya: Wastu Lanas Grafika.

6. Saraswati, T. (2016a). Bangunan Adat Timor di Desa Maslete dan Desa Boti. Seri Bangunan Vernakular. Yogyakarta: K-Media.

7. Saraswati, T. (2016b). Memformulasikan Kembali Tradisi Membangun Rumah Tradisional di Beberapa Desa di Kabupaten Ende, Flores, N.T.T. Dalam Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional 2016 di Makassar, September 2016 (prosiding seminar belum diterbitkan).