Upload
rannie-nayoko
View
227
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
paediatric
Citation preview
MENINGITIS TUBERKULOSIS
A. Definisi
Meningitis Tb adalah proses inflamasi di meningens (khususnya araknoid dan
piamater) akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis. Meningitis Tuberculosis
merupakan bentuk tuberkulosis ekstrapulmonal kelima yang paling sering ditemui
sekaligus yang paling berbahya dan kejadian terbanyak ditemukan pada anak-anak.
Bila tidak diobati dengan tepat akan menyebabkan kematian.
B. Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2003. Sekitar 1,3 juta anak terinfeksi
tuberkulosis setiap tahunnya di negara-negara berkembang dan 40.000 diantaranya
meninggal dunia. Meningitits Tb terjadi pada satu dari 300 anak yang terinfeksi
tuberkulosis pada anak yang tidak di obati atau sekitar 0,3%. Meningitis Tb
menyerang semua usia namun insiden tertinggi terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun.
Hampir tidak ada kasus yang ditemukan pada bayi <3 bulan karena perjalanan
penyakit ini membutuhkan waktu beberapa bulan sampai menimbulkan gejala.
Tingkat mortalitas adalah 10-20% sementara morbiditas berupa gejala sisa neurologik
permanen mencapai 82%.
C. Etiologi
M. tuberculosis adalah basil gram positif, hidup secara obligat aerob, tidak
berspora dan tidak bergerak. Panjangnya 2-4 mikro mili, memiliki dindng sel kaya
lipid yang melindungi bakteri dari serangan antibodi dan komplemen. Tumbuh sangat
pelan, butuh sekitar 3-6 minggu untuk mengisolasi bakteri dari spesimen klinis di agar
lowensten jensen. Uji sensitifitas obat membuthkan 4 minggu tambahan. Ciri khas
bakterii ini adalah tahan asam, yaitu kemampaun membentuk kompleks mikolat
berwarna kemerahan bila diwarnai dengan pewarna arilmetan dan mempertahankan
warnanya walau dicuci dengan etanol.
D. Patogensis dan patofisiologi
Pada fase awal belum terdapat manifestasi neurologis, biasanya gejalanya
tidak khas dan timbul perlahan-lahan dan berlangsung ± 2 minggu sebelum timbul
tanda-tanda rangsang meningeal. Gejala berupa rasa lemah, kenaikan suhu yang
ringan, anoreksia, tidak mau bermain-main, tidurnya terganggu, mual, muntah, sakit
kepala, apatik. Pada bayi iritabel dan ubun-ubun besar menonjol merupakan
manifestasi yang sering ditemukan, sedang pada anak yang lebih besar, mungkin
tanpa demam dan timbul kejag yang interminten. Kejang bersifat umum dan
didapatkan 10-15%. Kadang-kadang tanda kenaikan intracranial timbul, mendahului
tanda rangsang meningeal. Stadium ini berlangsung ke dalam subaraknoid, maka fase
ini berlangsung singkat dan langsung ke stadium III.
Fase selanjutnya disebut stadium meningitis, yang ditandai dengan
memberatnya penyakit. Pada fase ini terjdi rangsangan pada selaput otak, sehingga
sakit kepala dan muntah menjadi keluhan utamnaya. Pasien muntah dan sakit kepala
yang terus menerus, menjadi mudah terangsang dan drowsiness dan disorientasi. Pada
anak usia dibawah 3 tahun iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedang sakit
kepala jarang dikeluhkan; sebaliknya pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah
keluhan utamanya dan kesadaran semakin menurun. Pada fase ini eksudat yang
mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan
hidrosefalus, gangguan kesadaran, dan papiledem ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan tanda gangguan fokal, saraf kranial, dan kadang-
kadang medulla spinalis.
Mungkin timbul kelemahan otot, kehilangan sensori dan bahkan pergerakan
involunter seperti hemibalismus, atau hemikorea serta kejang yang dapat timbul pada
setiap fase penyakit. Hemiparesis mungkin timbul pada stadium ini, biasanya
disebabkan iskemia atau infark. Quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau
edema otak yang berat, sedang monoparesis jarang ditemukan dan biasanya
disebabkan lesi pada pembuluh darah.
Kaku kuduk yang timbulnya bertahap, tanda Kernig, dan Brudzinski sering
ditemukan pada fase ini kecuali pada bayi. Kelumpuhan saraf kranial terjadi sekitar
20-30%, dan mula-mila unilateral kemudian menjadi bilateral. Paling sering mengenai
saraf kranial VI, kemudian saraf kranial III dan IV, yang memberi gejala strabismus
dan diplopia, sedang saraf kranial VII jarang terkena, demikian juga saraf kranial
yang lain, meskipun keterlibatan saraf kranial II dapat menyebabkan atrofi dan
kebutaan. Gangguan pendengaran terjadi akibat keterlibatan saraf VIII.
Tanda peningkatan tekanan intracranial menjadi lebih jela, yaitu pembesaran
kepala dan pembonjolan ubun-ubun besar pada bayi serta papilledema apda anak yang
lebih besar; gejala-gejala hidrosefalus juga lebih jelas, yaitu berupa sakit kepala
diplopia dan penglihatan kabur. Pada stadium selanjutnya sesuai dengan berlanjutnya
proses penyakit, maka gangguan fungsi otak menjadi semakin jelas yaitu kesadaran
semakin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, dan koma atau koma
menjadi lebih dalam, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme sehingga seluruh tubuh
menjadi kaku dan timbul opistotonus, oleh karena dekortikasi atau deserebasi.
Stadium ini berlangsung ± 2-3 minggu. Pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
Nadi dan pernapasan semakin tidak teratur, timbul hiperpireksia dan akhirnya pasien
meninggal. Timbulnya gambaran klinis gangguan fungsi batang otak ini disebabkan
arena infark pada batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh
eksudat yang mengalami organisasi.
Secara klinis kadang-kadang belum timbul gejala meningitis yang jelas,
walaupun selaput otak sudah terkena. Manifestasi klinis yang tibul berkaitan dengan
kelainan patologis yang terjadi yaitu:
1. Eksudat tipis di dasar otak bisa menyebabkan paralisis saraf kranial dan
hidrosefalus
2. Vaskulitis dan oklusi pembuluh darah akan menimbulkan tanda neurologis
fokal
3. Reaksi alergi terhadap tuberkuloprotein menyebabkan perubahan cairan
serebrospinal
4. Edema pada otak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kejang, dan
peningkatan tekanan intracranial.
5. Adanya tuberkuloma akan menimbulkan gejala proses desak ruang.
Lincolin membagi perjalanan penyakit pasien menjadi 3 tahap klinis
berdasarkan temuan klinis dan radiologis.
1. Stadium pertama (Stadium Prodromal)
Secara khas berakhir 1-2 minggu, ditandai oleh gejala-gejala nonspesifik
seperti demam , nyeri kepala, sakit perut, nausea, muntah, apatik, iritabilitas,
mengantuk, dan malaise. Tanda-tanda neurologis setempat tidak ada, tetapi
bayi dapat mengalami stagnasi atau kehilangan perkembangan kejadian yang
penting.
2. Stadium kedua (Stadium Transisi)
Mulainya lebih mendadak. Tanda-tanda yang paling sering adalah lesu,
kebingungan, kaku kuduk, kejang-kejang, tanda kernig dan burdzinski positif,
refleks abdomen menghilang, hipertoni, muntah, kelumpuha saraf kranial
(II,IV,VI dan VII), dan tanda-tanda neurologis setempat lain, tuberkel di
koroid otak. Percepatan klinis biasanya berkolerasi dengan perkembangan
hidrosefalus, peningkatan tekanan intracranial, dan vaskulitis. Beberapa anak
tidak mempunyai tanda-tanda ensefalitis, seperti disorientasi, gangguan
gerakan/gerakan involunter (tremor, koreoatetosis hemibalismus), atau
gangguan bicara.
3. Stadium ketiga
Ditandai dengan penurunan kesadaran hingga koma, detemukan tanda-tanda
peningkatan intracranial, hemiplegi, atau paraplegi, pupil terfiksasi,
pernapasan ireguler, peningkatan suhu tubuh, ekstremitas spastis, hipertensi,
sikap deserbasi, kemunduran tanda-tanda vital, dan akhirnya kematian.
E. Diagnosis
Diagnosis meningitis tuberculosa ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula berlangsung akut
Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi, interval) kesadaran setelah
kejang
Penurunan kesadaran
Penurunan berat badan (BB), anoreksia, untah, sering batuk, dan pilek
Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa
Riwayat imunisasi BCG
Pemeriksaan Fisik
Tanda rangsal meningeal positif kaku kuduk, brudziski 1/II, laseque, kernig
sign
Pemeriksaan penunjang
- Uji tuberkulin
- Foto thorax
Uji tuberkulin dan foto thorax yang positif membantu memperkuat kecurigaan,
namun hasil negatif tidak menyingkirkan kecurigaan karena tuberkulin non
reaktif dan foto thorax normal diperoleh pada hampir 50% penderita.
Gold standar diagnosis adalah menemukan M.tuberculosis pada kultur CSS.
Namun menumbuhkan bakterimembutuhkan waktu yang lama sekitar 3-6 minggu
dan hasil positif hanya diperoleh pada 50-75% kasus bila cairan css yang
diperoleh cuup (5-10ml). Oleh karena itu terapi dapat diberikan berdasarkan hasil
analisis css yang khas atau ditemukannya BTA pada pemeriksaan mikroskopis.
Karakteristik cairan CSS pada infeksi TB
Warna Tekanan
(mmH2O)
Jumlah Sel
/mikro liter
Protein
Mg/dL
Glukosa
Mg/dL
Xantokrom,
terdapat
endapan benang
fibrin
150-750 + 250-500,
terutama
limfosit
45-1000,
jumlah sel
mengingkat
seiring waktu
Sangat
menurun, rasio
CSS/darah < 0,4
Pemeriksaan CT-Scan dengan kontras dapat menentukan adanya dan
luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Pada
pasien dengan gambaran klinis TB, dengan hasil CT-Scan berupa kelainan daerah
basal dan hidrosefalus, apapun derajatnya sangat menunjang diagnosis meningitis
TB. Gambaran dari pemeriksaan CT Scan dan magnetic resonance imaging (MRI)
kepala pada meningitis TB adalah normal pada awal penyakit. Seiring
berkembangnya penyakit, gambaran yang sering ditemukan adalah penyangatan
(enhancement) di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai
dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia fokal yang masih dini. Selain itu,
dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya di daerah korteks serebri
atau thalamus.
F. Tatalaksana
Meningitis TB diterapi selama 12 bulan dan juga menikuti konsep pengobatan TB
secara umum:
i. Fase Intensif
Selama 2 bulan, bisa menggunakan 4 atau 5 OAT, (INH,
RIF,PZA,E,STM)
ii. Fase lanjutan
Selama 10 bulan berikutnya, menggunakan INH dan RIF
Dosis Obat
1. Isoniazid (INH) : 5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg
2. Rifampisiin (RIF) : 10-20 mg/kgBB/hari, maksimal 600 mg
3. Pirazinamid (PZM) : 20-40 mg/kgBB/hari, maksimal 2 gr
4. Ethambutol ( E) : 15-25 mg/KgBB/hari, maksimal 1,25 gr
5. Streptomisin (STM) : 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 g
G. Diagnosis banding
semua penyakit yang menyebabkan demam dan perubahan sensorik, diantaranya
infeksi SSP oleh bakteri, jamur,virus maupun parasit. Selain itu juga harus dibedakan
matastasis keganasan , limfoma, abses epidural, hematoma subdural maupun empiema
subdural.
H. Komplikasi
Gejala Sisa neurologis permanen mayor berupa cerebral palsy, retardasi mental,
epilepsi, paraplegia, dan gangguan sensorik ekstrimitas.
Gejala sisa neurologis minor berupa palsi saraf kranial, nistagmus, ataksia, dan
kelainan ringan pada kordinasi dan spastisitas.
70% retardasi mental, kelainan endokrin seperti pubertas prekoks, hiperprolaktinemia,
defisiensi hormon pertumbuhan, diabetes insipidus, kortikotropin,dan gonadotropin
akibat gangguan hipofisis dan hipotalamus.
Dapat pula terjadi komplikasi pada mata yang menyebabkan atrofi optik dan kebutaan
serta pada telinga yang menyebabkan penurunan pendengaran hingga tuli.
I. Prognosis
Pasien meningitis tuberkulosa yang tidak diobati biasanya meninggal dunia.
Prognosis tergantug kepada stadium penyakit saat pengobatan dimuali dan umur
pasien. Pasien yang berumur lebih muda dari 3 tahun mempunyai prognosis yang
lebih buruk dibandingkan umur yang lebih tua dari itu.
Hanya 18% dari yang hidup memiliki neurologis dan intelek yang normal.
Pada stadium II sebanyak 25% mengalami gejala sisa, gejala sisa neuroglis yang
terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia dan gangguan sensori ekstrmitas.
Komplikasi pada mata berupa atrofi optic dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan
keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau penyakitnya itu sendiri. Gejala
sisa neurologis minor berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan
pada koordinasi dan spastisitas.
Gangguan intelektual terjadi kira-kira pada dua pertiga pasie hidup. Pada pasien ini
biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan naurologis
menetap seperti kejang, dan mental subnormal. Klasifikasi intracranial terjadi pada
kira-kira sepertiga pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai
kelainan pituitary dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual,
hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormone pertumbuhan, kortikotropin dan
gonadotropin.
DAFTAR PUSTAKA
Soetomenggolo,Taslim S. 1999. Buku Ajar: Neurologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia
Berham, etal. 2013 Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi 6. Jakarta: ECG
Raharjo, Nastitie N. 2010. Buku Ajar: Respirologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia
Rhamachandran, Tarakad S. Tuberculous Meningitis. 5 Januari 2015. Accssed From:
http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview
Murthy J.M.K.Tuberculosis Meningitis : The Challange.Neurology India. 2010, October 28.
2012. Vol 58. 716- 722.