10
Meningitis Virus Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host. Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24- 48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun

meningiis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: meningiis

Meningitis Virus

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural.

Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural

menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1,

HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.

Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan secara

klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain

barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius

atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan

virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya

timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan

untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan

dalam melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti.

Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural

(area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk

pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48

jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS

telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam

melawan beberapa virus.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan transport

retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar

saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan

lobus temporal anterior.

2.8 Manifestasi Klinis

Page 2: meningiis

Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit

kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti :

Mual

Muntah

Fotofobia (sensitif terhadap cahaya)

Perubahan atau penurunan kesadaran

Meningitis Bakterial

Tidak ada satupun gambaran klinis yang patognomonik untuk meningitis bakterial. Tanda dan

manifestasi klinis meningitis bakterial begitu luas sehingga sering didapatkan pada anak-anak

baik yang terkena meningitis ataupun tidak. Tanda dan gambaran klinis sangat bervariasi

tergantung umur pasien, lama sakit di rumah sebelum diagnosis dan respon tubuh terhadap

infeksi.

Meningitis pada bayi baru lahir dan prematur sangat sulit didiagnosis, gambaran klinis

sangat kabur dan tidak khas. Demam pada meningitis bayi baru lahir hanya terjadi pada ½ dari

jumlah kasus. Biasanya pasien tampak lemas dan malas, tidak mau makan, muntah-muntah,

kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan membonjol, leher lemas, respirasi tidak teratur,

kadang-kadang disertai ikterus kalau sepsis. Secara umum apabila didapatkan sepsis pada bayi

baru lahir kita harus mencurigai adanya meningitis.

Bayi berumur 3 bulan – 2 tahun jarang memberi gambaran klasik meningitis. Biasanya

manifestasi yang timbul hanya berupa demam, muntah, gelisah, kejang berulang, kadang-kadang

didapatkan pula high pitch cry (pada bayi). Tanda fisik yang tampak jelas adalah ubun-ubun

tegang dan membonjol, sedangkan tanda Kernig dan Brudzinsky sulit di evaluasi. Oleh karena

insidens meningitis pada umur ini sangat tinggi, maka adanya infeksi susuan saraf pusat perlu

dicurigai pada anak dengan demam terus menerus yang tidak dapat diterangkan penyebabnya.

Pada anak besar dan dewasa meningitis kadang-kadang memberikan gambaran klasik.

Gejala biasanya dimulai dengan demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala. Kadang-kadang

gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku. Penurunan kesadaran seperti

delirium, stupor, koma dapat juga terjadi. Tanda klinis yang biasa didapatkan adalah kaku kuduk,

tanda Brudzinski dan Kernig. Nyeri kepala timbul akibat inflamasi pembuluh darah meningen,

sering disertai fotofobia dan hiperestesi, kaku kuduk disertai rigiditas spinal disebabkan karena

iritasi meningen serta radiks spinalis.

Page 3: meningiis

Kelainan saraf otak disebabkan oleh inflamasi lokal pada perineurium, juga karena

terganggunya suplai vaskular ke saraf. Saraf – saraf kranial VI, VII, dan IV adalah yang paling

sering terkena. Tanda serebri fokal biasanya sekunder karena nekrosis kortikal atau vaskulitis

oklusif, paling sering karena trombosis vena kortikal. Vaskulitis serebral menyebabkan kejang

dan hemiparesis.1

Manifestasi Klinis yang dapat timbul adalah:9

1. Gejala infeksi akut.

a. Lethargy.

b. Irritabilitas.

c. Demam ringan.

d. Muntah.

e. Anoreksia.

f. Sakit kepala (pada anak yang lebih besar).

g. Petechia dan Herpes Labialis (untuk infeksi Pneumococcus).

2. Gejala tekanan intrakranial yang meninggi.

a. Muntah.

b. Nyeri kepala (pada anak yang lebih besar).

c. Moaning cry /Tangisan merintih (pada neonatus)

d. Penurunan kesadaran, dari apatis sampai koma.

e. Kejang, dapat terjadi secara umum, fokal atau twitching.

f. Bulging fontanel /ubun-ubun besar yang menonjol dan tegang.

g. Gejala kelainan serebral yang lain, mis. Hemiparesis, Paralisis, Strabismus.

h. Crack pot sign.

i. Pernafasan Cheyne Stokes.

j. Hipertensi dan Choked disc papila N. optikus (pada anak yang lebih besar).

3. Gejala ransangan meningeal.

a. Kaku kuduk positif.

b. Kernig, Brudzinsky I dan II positif. Pada anak besar sebelum gejala di atas terjadi,

sering terdapat keluhan sakit di daerah leher dan punggung.

Page 4: meningiis

Pada anak dengan usia kurang dari 1 tahun, gejala meningeal tidak dapat diandalkan sebagai

diagnosis. Bila terdapat gejala-gejala tersebut diatas, perlu dilakukan pungsi lumbal untuk

mendapatkan cairan serebrospinal (CSS).

Gambar 7. Tanda Brudzinski

Gambar 8. Tanda Kernig

Page 5: meningiis

Gambar 9. Manifestasi klinis pada bayi / neonatus

Gambar 10. Manifestasi klinis pada anak dan dewasa

Gambar 11. Opisthotonus dan Blank starring pada M.Meningococcus

Meningitis Tuberkulosis 9,10

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak

sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada penyebaran miliar

sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.

1. Stadium prodromal

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal. Meningitis

biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu ringan, jarang

Page 6: meningiis

terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak

menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise,

snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi

kelainan neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas menjadi

lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai menjadi kaku

dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga

terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering

tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga

timbul stupor. Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter

(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminal

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar

dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang

menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak meninggal

tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang

lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.

Page 7: meningiis

Tabel 5. Stadium Klinis Penderita dengan Meningitis TB

Meningitis Viral 5,9

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh alami tanpa

pengobatan yang spesifik.

Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-kadang

didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah

panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat

timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan

punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang

dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila

penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan

menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan

Brudzinski kadang-kadang positif.

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :

Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus

Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak dan

enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi coxsackie

virus A

Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV

Page 8: meningiis

Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV

Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

Meningitis Jamur

Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun, gejalanya

sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit kepala,

demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami fotofobia,

perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.5