50
Kianak Kalena , Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 101 menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernah mengalaminya. Namun apa yang dilihatnya membuat Ma’ Angga lebih tenang menghadapinya, prinsipnya tidak ada hal yang dilakukan sia- sia, semua ada ukurannya masing-masing. ‘tuhan tidak mungkin kasi kita beban, jadi saya itu saya pegang, sakit pasti, tapi itumi, bagaimana k jelaskan itu. Pokoknya itu hari saya pasrahkan semua sama tuhan. Pas selesai saya melahirkan itu hari, ternyata mudahji, yah, mungkin karena cepat keluar, sakit sekali iyya, tapi saya tahan, karena kalo kita tidak tahan, bisa-bisa kita celaka’ Bagi Ma’ Angga, pasrah pada Tuhan adalah salah satu kunci bagi mereka yang menjalani persalinan. Dan baginya cepatnya proses persalinan akan memungkinkan bagi dirinya untuk tidak terlalu merasakan sakit yang berlebihan. Ada pahaman dari ibu-ibu yang saya wawancarai bahwa cepatnya proses persalinan yang dilakukan akan memungkinkan bagi mereka untuk tidak terlalu merasakan sakit. Masa-masa tegang disaat menjelang persalinan, khususnya pada saat persalinan pertama kali bagi ibu-ibu yang saya wawancarai dijalaninya dengan perasaan suka cita. Pada tahapan ini, adanya pengetahuan akan berlangsungnya persalinan itu dilakukan kegiatan- kegiatan yang setidaknya bisa mengalihkan persaan takut ataupun tegang tersebut. Barulah setelah persalinan itu akan berlangsung maka mereka akan mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan. 2. Terbentuknya Persepsi di Balik Kianak Kalena Terbentuknya sebuah persepsi sebagaimana yang dijelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat bahwa persepsi muncul akibat adanya pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 101

menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernah

mengalaminya. Namun apa yang dilihatnya membuat Ma’ Angga lebih

tenang menghadapinya, prinsipnya tidak ada hal yang dilakukan sia-

sia, semua ada ukurannya masing-masing.

‘tuhan tidak mungkin kasi kita beban, jadi saya itu saya pegang, sakit pasti, tapi itumi, bagaimana k jelaskan itu. Pokoknya itu hari saya pasrahkan semua sama tuhan. Pas selesai saya melahirkan itu hari, ternyata mudahji, yah, mungkin karena cepat keluar, sakit sekali iyya, tapi saya tahan, karena kalo kita tidak tahan, bisa-bisa kita celaka’

Bagi Ma’ Angga, pasrah pada Tuhan adalah salah satu kunci

bagi mereka yang menjalani persalinan. Dan baginya cepatnya proses

persalinan akan memungkinkan bagi dirinya untuk tidak terlalu

merasakan sakit yang berlebihan. Ada pahaman dari ibu-ibu yang saya

wawancarai bahwa cepatnya proses persalinan yang dilakukan akan

memungkinkan bagi mereka untuk tidak terlalu merasakan sakit.

Masa-masa tegang disaat menjelang persalinan, khususnya

pada saat persalinan pertama kali bagi ibu-ibu yang saya wawancarai

dijalaninya dengan perasaan suka cita. Pada tahapan ini, adanya

pengetahuan akan berlangsungnya persalinan itu dilakukan kegiatan-

kegiatan yang setidaknya bisa mengalihkan persaan takut ataupun

tegang tersebut. Barulah setelah persalinan itu akan berlangsung

maka mereka akan mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan.

2. Terbentuknya Persepsi di Balik Kianak Kalena

Terbentuknya sebuah persepsi sebagaimana yang dijelaskan

oleh Jalaluddin Rakhmat bahwa persepsi muncul akibat adanya

pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

Page 2: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 102

maka apa yang menjadi persepsi tentang persalinan dimana Ma’

Angga menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja

adalah tentunya melewati apa yang disebut sebagai pengalaman

tentang apa yang dialaminya. Pengalaman yang dialami seseorang

disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative dalam artian

tidak ada pihak yang dirugikan maka pada dasarnya hal tersebut akan

bernegosiasi dengan pengetahuan lainnya.

Dari pengalaman yang dialami selama Ma’ Angga berada di

Lembang Ballopasange dan tidak terkecuali di kampung halamannya

sendiri, kebiasaan melahirkan sendiri tidaklah sebagaimana apa yang

ditakutkan oleh orang pada umumnya. Pengalaman yang dilihatnya

dari orang tuanya ataupun oleh tetangganya menunjukkan hal yang

sangat berbeda. Ia menjelaskan bahwa di setiap pengalamannya

menunggui tetangganya atau keluarganya yang melahirkan sendiri ia

belum pernah mendengar rintihan yang begitu kerasnya yang bisa jadi

rintihan tersebut sebagai ekspresi dari rasa sakit. Begitupun halnya

dengan persoalan pendarahan yang diakibatkan oleh persalinan, ia

sama sekali belum menemukan kasus dimana seorang ibu meninggal

ataupun sakit karena diakibatkan pendarahan yang berlebihan. Ia

mengatakan bahwa dari setiap yang dilihatnya, sebagaian besar

persalinan yang dilakukan berjalan mudah dan tidak memakan waktu

yang banyak. Apa yang dilami oleh Ma’ Angga dijadikannnya sebagai

bagian pengetahuan yang perlahan membentuk pengetahuannya

tentang bagaimana menyikapi persalinan itu.

Page 3: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 103

Hal ini sejalan juga dengan apa yang dinyatakan oleh Ma’ Rian,

selama ia hidup di Lembang Ballopasange, baik yang disaksikannya

sendiri ataupun yang didengarnya menunjukkan bahwa kianak kalena

itu menimbulkan rasa sakit sebagaimana yang dipahami oleh orang

pada umumnya. Dari kisah yang dinyatakan oleh Ma’ Rian, rata-rata

bagi para ibu yang kianak kalena membahasakan bahwa proses

tersebut berjalan sebagaimana mestinya. Rasa sakit memang ada tapi

diibaratkan sebgai goresan pisau saja.

Ada begitu banyak medium pengetahuan yang membentuk

orang perorang dewasa ini. Namun apa yang tersampaiakan (dalam

hal ini pengetahuan) diartikan berbeda dengan sang penerima pesan.

Salah satu medium dalam menyampaikan resiko persalinan yang

dilakukan secara tidak benar atau diluar prosedural adalah bidan atau

tenaga kesehatan profesional lainnya. Resiko pendarahan, infeksi

bahkan kematian adalah penyampaian yang rutin disampaikan oleh

bidan Ina beserta bidan lainnya disaat melakukan sosialisai kesehatan

ibu dan anak namun masih ada saja warga yang tetap memilih untuk

kianak kalena atau dibantu oleh to’mappakianak. Bagi mereka adalah

hal yang hanya menjadi wacana tanpa dialami sepenuhnya akan tidak

terlalu berdampak dalam praktik mereka. Pada titik ini mereka memiliki

pengetahuan sendiri dalam menyikapi persoalan hidup mereka tidak

terkecuali dengan persoalan persalinan mereka.

Ma’ Kaso’ misalnya selama ia muda sampai dengan hidupnya

saat ini, ia belum menemukan kenyataan dimana terjadi kematian yang

diakibatkan oleh persalinan yang dilakukan sendiri. Dari

Page 4: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 104

pengalamannya selama menemani orang tuanya dalam membantu

persalinan para ibu di Lembang Ballopasange ia sangat jarang melihat

kesakitan yang berarti. Ia menyatakan bahwa mereka yang hidupnya

‘termanjakan’ oleh kehidupan kota yang membuat mereka tidak bisa

seperti mereka. Keseharian Ma’ Kaso’ dan sebagian besar ibu-ibu

yang ada di Lembang Ballopasange untuk bekerja mengangkat batu

dan pasir di sungai terasa cukup berat dibandingkan mengeluarkan

seorang bayi dari Rahim mereka. Dalam konteks ini ada kondisi

dimana mereka bisa memperbandingkan kondisi kehidupan keseharian

mereka dengan proses persalinan itu sendiri. Menurut Ma’ Kaso’,

keseluruhan proses persalinan hanya membutuhkan waktu sekitar

sejam atau dua jam yang meliputi persiapan hingga pemotongan tali

pusar selebihnya adalah rasa bahagia karena mendapatkan reseki dari

tuhan berupa seorang bayi dibandingkan keseharian mereka yang

harus banting tulang mencari batu di sungai.

‘Mungkin mereka yang hidup di kota yang hanya menonton

televisi akan merasa takut kalo mau melahirkan, apalagi kalo sudah

sering nonton film atau sinetron yang menampilkan orang melahirkan,

pasti dia takut nanti’, ungkap Ma’ Kaso’. Apa yang diungkap oleh Ma’

Kaso’ ini adalah cerminan bagaimana pengetahuan yang terbentuk

pada diri seseorang untuk lebih resisten akan kondisi kesehatan

mereka terlebih disaat menyangkut persoalan hidup mati seseorang.

Bagi Ma’ kaso dan sebagaian besar ibu-ibu yang hidupnya bekerja di

sawah, sungai atau di kebun kopi mereka, hal-hal yang menyangkut

kematian pada saat persalinan tidaklah tercerap secara merata dalam

Page 5: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 105

bagian pengetahuan mereka. Pada dasarnya mereka lebih

mengutamakan untuk bagaimana menjalani kehidupan mereka

sebagaimana adanya. Segala hal yang dianggapnya sebagai

penghalang mereka untuk beraktivitas dijauhkan dalam alam pikir

mereka.

Pencerapan pengetahuan tidaklah selalu sama antara orang

perorang, apa yang disampaiakan oleh Ma’ Kaso’ diatas sebagai

contoh bagaimana pengetahuan yang dimiliki seseorang berdampak

pada pilihan tindakan yang akan dijalaninya. Bagi Ma’ Kaso’ yang

kesehariannya bergelut dengan sawah, sungai ataupun kebun kopi

meskipun tidak dipungkiri juga memiliki pengetahuan medis

sebagaimana yang dianjurkan oleh tenaga medis profesional masih

menjadi pengetahuan yang diwariskan dari orang tuanya dalam

menyikapi persoalan persalinannya. Apa yang dilaminya selama hidup

lebih menjadi hal yang dominan dalam menentukan pilihannya dalam

persoalan persalinan yang dilakukannya dibandingkan dengan

melakukan apa yang ‘diharuskan’ oleh tenaga media profesional.

Praktik-praktik persalinan yang dialaminya lebih dirasakan oleh Ma’

Kaso sebagai suatu hal yang lebih mudah dibandingkan harus

melakukan lagi sesuatu hal yang sama sekali baru bagi dirinya.

Sampai disini saya melihat bahwa kebiasaan yang pada mestinya

membuat kemudahan dan sama sekali tidak menggangu aktivitas

sosial menjadi alasan yang turut membentuk persepsi mereka.

Ketakutan dengan sendirinya menurut Ma’ Kaso’ akan hilang

dengan sendirinya disaat dijalaninya sebagai suatu hal yang biasa-

Page 6: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 106

biasa saja. Saya melihatnya bahwa dengan aktivitas yang terbilang

padat menjadi pengalih dari rasa takut dalam menghadapi persalinan

yang akan dilakukan. Ma’ Kaso’ menjelaskan bahwa ketakutan untuk

menghadapi persalinan itu terletak dalam pikiran, selama pikiran tidak

selalu bertumpu pada persoalan yang membebani tindakan-tindakan

nantinya secara perlahan akan hilang dengan sendirinya.

Saya teringat akan apa yang dikatakan oleh Pak Rian di teras

rumahnya. Saat itu ia berkisah tentang dirinya yang diwaktu muda dulu

selalu ingin menguji kehebatan setiap orang yang datang di

kampungnya. Oleh karena itu ia selalu memasang persaan curiga

disaat ia berjumpa dengan orang yang dianggapnya baru. Hal itu

kemudian terbawa disaat ia merantau di Kota Makassar yang akhirnya

membuat dirinya sakit karena terlalu memforsir pikirannya akan

sesuatu hal yang belum tentu menimpa dirinya. Menurutnya perasaan

takut itu akan selalu ada pada setiap orang namun tidak semestinya itu

dijadikan beban dalam pikiran. Sekaitan dengan hal ini, Pak Rian

selalu menanamkan kepada istri dan anak-anaknya bahwa menjalani

hidup adalah sesuai dengan tuhan minta, apa yang dikatakan oleh

tuhan itulah yang benar. Pemaknaan akan apa yang disampaikan oleh

perbincangan saya dengan Pak Rian sehubungan dengan proses

persalinan dalam kaitannya dengan rasa sakit adalah pengetahuan

yang berlebihan akan sesuatu akan membentuk pikiran seseorang

dalam menafsirkan sesuatu hal. Pikiran yang berlebihan tentang rasa

sakit pada saat terjadinya persalinan adalah hal yang lumrah terjadi

sebagaimana yang diungkapkan oleh Ma’ Kaso’ yang mengibaratkan

Page 7: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 107

proses tersebut kurang lebih sama dengan orang yang mengelurakan

hajat.

Ada kecendrungan bahwa tidak adanya pengalaman dalam

keterlibatan langsung dalam proses persalinan akan membuat

pengetahuan akan hal itu tidak dimiliki sama sekali. Keterbatasan

pengalaman ini kemudian mengarahkan pada satu pengetahuan saja

yang menjadi rujukan untuk menilai sesuatu hal. Bisa jadi kemudian

adanya pengalaman dalam menyaksikan persalinan sendiripun bisa

mengakibatkan persaan traumatic yang begitu mendalam. Tidak

adanya kebiasaan untuk melihat darah misalnya adalah suatu hal yang

bisa jadi turut membentuk perasaan traumatic itu muncul. Namun

sebagaimana yang terjelaskan diatas bahwa dalam keseharian mereka

di Lembang Ballopasange untuk persoalan kerasnya hidup adalah hal

yang menjadi biasa bagi mereka yang akhirnya membentuk kebiasaan

bagi mereka untuk hidup sebagaimana adanya.

Darah ataupun luka bagi informan yang saya wawancarai

adalah hal yang lumrah terjadi terlebih pada saat persalinan

berlangsung. Pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya selama

ini turut membentuk tindakan yang akan dilakukan. Disini saya melihat

begitu kompleksnya pengetahuan mereka dalam menyikapi setiap

persoalan yang dialaminya dan bagaimana ia harus memperlakukan

dirinya disaat diperhadapkan dengan kondisi tersebut. Adalah hal yang

menurut saya terbentuk berdasarkan interpretasi mereka terhadap

alam fisik dan budaya yang melingkupinya. Apa yang dilakukan

misalnya pada saat pendarahan terjadi disaat persalinan adalah

Page 8: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 108

dengan mengikat tangan atau jempol mereka adalah suatu mekanisme

tersendiri bagi mereka dalam melakukan penetrasi terhadap apa yang

dialaminya meskipun secara medis hal tersebut tidaklah logis. Namun

dalam kenyataannya sepanjang pengalaman mereka hal tersebut

ampuh dalam menetralisir pendarahan yang terjadi di saat persalinan.

Hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa pada kenyataannya pendarahan

yang terjadi di saat persalinan adalah suatu hal yang wajar terjadi dan

hal itulah yang selalu dipegang oleh Ma’ Rian, Ma’ Angga, Ma’ Kaso’

dan Ma Roni.

Parsudi Suparlan19 menyatakan kebudayaan lahir dari hasil dari

interpretasi seseorang yang kemudian menjadi kebiasaan dan dijalani

sebagaimana adanya. Dalam konteks ini persalinan yang terjadi

merupakan hal yang alami dan wajar terjadi pada diri seorang

perempuan. Ma’ Rian baranggapan bahwa itulah kodrat perempuan

yang tidak dimiliki oleh seorang lelaki dan hal tersebut adalah hal yang

pastinya dilewati oleh seorang perempuan yang memiliki suami.

Adapun kemudian resiko akan terjadinya pendarahan, kontraksi atau

kematian sekalipun, dianggapnya sebagai resiko yang menjadi bagian

kesempurnaannya sebagai seorang perempuan.

Keadaan sakit pada saat persalinan kemudian diilustrasikan

sebagai sebuah hal yang pada dasarnya nyata adanya. Penyikapan

dalam memaknai sakit diartikulasikan sejauhmana kondisi tersebut

mempengaruhi aktivitas sosial yang dilakukan. Dipahami bahwa dalam

proses persalinan yang berlangsung di pelayanan kesehatan

                                                                                                               19ibid

Page 9: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 109

semisalnya di rumah bersalin ataupun di puskesmas membutuhkan

waktu yang cukup lama dimana dalam keadaan seperti itulah waktu

yang dianggapnya bernilai ekonomis dan sosial tersita oleh karena

harus menunggu persalinan yang pada kenyataannya tidaklah

diketahui kapan akan terjadi. Bagi Ma’ Roni misalnya, berdasarkan

pengalamannya melahirkan dua kali layanan kesehatan membuatnya

merasa terganggu aktivitasnya yang secara psikologis membuatnya

merasa ‘kebebasannya’ terkungkung. Aktivitas yang dilakukannya

selama di pelayanan kesehatan cukup dibatasi oleh karena adanya

anjuran bidan untuk tidak terlalu melakukan aktivitas yang dirasa tidak

perlu untuk dilakukan. Akhirnya ia hanya tinggal tidur bermalasan-

malasan selama beberapa hari menunggu waktu ‘eksekusi’

persalinannya. Padahal menurutnya setelah membandingkannya

dengan kelahiran anaknya yang dilahirkan sendiri persoalan sakit

disaat persalinan tidaklah sebagaimana mestinya yang dibayangkan

oleh banyak orang. Justru dalam kondisi demikian Ma’ Roni

merasakan bisa lebih berkonsentrasi penuh dan tidak perlu lagi

merasakan kebebasanya untuk melakukan aktivitas terpenjara.

Dalam kenyataan seperti ini saya melihat kecendrungan bahwa

bukan hanya rasa sakit atas keluarnya bayi dari vagina pada saat

persalinan yang menjadi salah satu indikator dalam mempersepsikan

rasa sakit, namun ada kondisi dimana waktu yang seharusnya

dilakukan untuk beraktivitas ‘terbuang’ hanya karena harus menunggu

pra dan pasca persalinan. Dalam proses menunggu itulah kemudian

yang dirasa sebagai kondisi dimana ia pada dasarnya tidak merasakan

Page 10: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 110

sakit namun membuatnya menjadi seperti orang sakit. Dalam konteks

seperti ini, sakit menjadi penilaian sosial bukan sebagai kenyataan

individual atau persoalan biologis semata. Kondisi sakit kemudian

dinyatakan oleh orang perorang disaat mereka tidak mampu

menjalankan apa yang menjadi perannya dalam masyarakat.

Sore hari pasca Ma’ Rian melahirkan sudah turun kembali ke

sungai untuk mencuci kain yang digunakannya pada saat persalinan.

Apa yang nampak dari raut wajahnya sebagai bentuk kesakitan atau

kelelahan setelah melahirkan tidaklah terlalu tampak. Saya tidak habis

pikir bagaimana kuatnya mereka ini yang sudah susah payah

mengeluarkan seorang bayi dari lubang yang begitu kecilnya namun

tidak sedikitpun memperlihatkan perasaan sakit di wajahnya. Saya

kemudian merangkai dari apa yang saya dapatkan dari hasil

wawancara yang saya lakukan yang menyatakan bahwa persalinan

tidaklah sebagaimana orang umum memahaminya. Bagi mereka

melahirkan tidak lebih hanyalah persoalan dimana mereka harus

jongkok, duduk atau terlentang dan sedikit tenaga untuk mendorong

bayinya untuk keluar dari vagina mereka. Saya teringat pada apa yang

dikatakan oleh bidan Ina bahwa bagi perempuan yang memiliki pinggul

besar dan aktivitas keseharian mereka yang cukup aktif akan

memungkinkan mereka lebih mudah untuk melahirkan. Dalam konteks

seperti yang dikatakan oleh bidan Ina ini menjadi jelas disaat saya

menyaksikan bahwa dalam aktivitas keseharian mereka

memungkinkan adanya kemudahan dalam persalinan mereka. Adalah

tindakan-tindakan atau prilaku yang dilakukan yang secara tidak

Page 11: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 111

disadari membuat kondisi dimana mereka memiliki kemampuan yang

berbeda dalam menjalani proses persalinan dibandingkan bagi mereka

yang hidup di daerah perkotaan yang memungkinkan mereka tidak

atau jarang melakukan aktivitas sehari-hari sebagaimana di Lembang

Ballopasange.

Merasa lebih mudah untuk melahirkan adalah jawaban yang

saya rasa mumpuni untuk menjelaskan kenapa kemudian mereka

menyatakan proses persalinan tersebut adalah hal yang biasa-biasa

saja. Dari keempat perempuan yang saya jadikan informan kunci

dalam menjelaskan kianak kalena mengatakan bawa selama ia

bersalin sendiri tanpa dibantu oleh bidan ataupun to’mappakianak rata-

rata mereka melaluinya dalam waktu yang cukup cepat. Dari proses

menunggu kontraksi sampai dengan persalinan terjadi hingga

pemotongan ari-ari dan keluarnya plasenta mereka pada umumnya

mengatakan hanya membutuhkan waktu satu atau dua jam saja. Untuk

proses keluarnya bayi dari lubang vagina, menurut mereka hanya

membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit saja. Hal ini dimungkinkan

terjadi sebagaimana yang saya gambarkan pada bab sebelumnya

bahwa adanya kemampuan mereka untuk mengetahui tanda-tanda

waktu persalinan mereka dan tentunya adanya pengetahuan dan

pengalaman mereka dalam membantu dorongan kepada bayi untuk

mencari jalan keluarnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ma’ Kaso’,

rata-rata anak yang dilahirkannya hanya butuh waktu lebih kurang 30

menit dan seingatnya ia hanya membutuhkan tiga atau lima kali

dorongan saja dan bayinyapun keluar. Adalah hal yang selalu

Page 12: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 112

diibaratkan oleh mereka sekaitan proses persalinan mereka yaitu

adanya kecendrungan untuk menjelaskan mengeluarkan bayi dalam

perut tersebut sebagaimana layaknya mengeluarkan hajat. Mereka

menganalogikan seperti ini bahwa orang yang tidak bisa membedakan

kapan waktunya hajat tersebut dikeluarkan mereka akan berlama-lama

jongkok namun ketika ia bisa membaca tanda kapan waktunya

mendorong, proses itu akan mudah dengan sendirinya. Ma’ Kaso’

menjelaskan hal ini, ‘kalo kita mau buang air lebih mudah keluarnya itu

kalo kita sudah rasa yang mau keluar itu sudah ada di ‘pintu’

dibandingkan kalo masih ada di tengah-tengah, kita rasa itu bayi

bergerak di dalam dan bagaimana kepalanya sundul-sundul kita punya

‘anu’, ungkapnya sambil tertawa terbahak memperlihatkan giginya

yang nampak kuat mengakar.

Hal yang berbeda disaat saya berada di puskesmas Malimbong,

sekitar pukul 13.45, seorang ibu muda dibawa oleh suami dan orang

tuanya dengan mengendari sebuah truk. Ibu muda ini akan melahirkan

anak pertamanya. Sambil memapah kandungannya nampak lelah di

wajahnya ibu muda ini memasuki ruang persalinan. Setelah dilakukan

pemeriksaan menurut bidan masih dalam pembukaan satu dan itu

berarti harus menunggu sampai pembukaan terakhir. Ibu muda inipun

akhirnya dianjurkan untuk berbaring di tempat tidur sambil istirahat.

Sampai malam menjemput belum ada tanda yang secara signifikan

akan terjadinya proses persalinan meskipun sesekali sang ibu muda

berteriak kesakitan. Menurut sang suami, ia dan istrinya terlebih

mertuanya pada dasarnya tidak ingin membawa istrinya ke puskesmas

Page 13: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 113

namun atas desakan keluarga dan kebetulan keluarga yang

menyarankan adalah salah satu tenaga medis di puskesmas yang

memiliki jabatan structural yang cukup tinggi akhirnya ia membawa

istrinya ke puskesmas. Menurutnya, ia tadinya bersama istri akan

menjalani proses kelahiran anak pertamanya dibantu oleh bidan atau

to’mappakianak di rumahnya.

Sampai jam pukul 22.00 belum ada tanda-tanda yang

menunjukkan adanya proses kelahiran dalam waktu dekat. Bidan Ina

mengatakan bahwa kondisi si ibu cukup lemah untuk melakukan

pancingan kepada bayinya untuk keluar yang memungkinkan

terjadinya pembukaan cepat. Inilah menurut bidan Ina perlunya untuk

melakukan kegiatan olahraga semisal jalan kaki disaat menjelang

kelahiran bayi agar napas dan fisik bisa kuat. Akhirnya kurang lebih

pukul 23.00 bidan Ina mengatakan sudah waktunya sang ibu untuk

melahirkan. Sayangnya pada saat itu laki-laki tidak bisa ikut masuk

dalam ruang persalinan sehingga saya hanya bisa mendengar

bagaimana bidan Ina membimbing pasiennya untuk melakukan

dorongan agar sang bayi keluar. Hanya bidan bantu saja yang keluar

masuk pintu mengambil kaos tangan dan gunting yang nampak. ‘ya,

sedikit lagi, ambil napas baru dorongi lagi le’, begitu yang terdengar

dari balik ruang persalinan. Jam di HP saat itu sudah menunjukkan

00.45 namun belum ada suara bayi yang terdengar menangis barulah

sekitar pukul 01.35 suara rintihan keras terdengar dan rengekan

bayipun menyeruak diantara suara bidan Ina dan bidan bantu lainnya.

Page 14: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 114

Apa yang dikisahkan diatas adalah sebentuk pengalaman

melahirkan yang menggambarkan bagaimana persalinan tersebut

membentuk pemahaman bahwa pengalaman seseorang dengan

sendirinya akan membentuk sebuah persepsi yang besar

kemungkinannya akan berbeda antara satu dengan lainnya.

Pengalaman beserta segenap pengetahuan yang berada

dibelakangnya kemudian mengarahkan pada pilihan-pilihan untuk

melakukan tindakan yang bisa jadi antara satu individu dengan individu

lainnya menampakkan hal yang berbeda pada tataran praksisnya.

Persalinan kemudian oleh beberapa ibu-ibu di Lembang

Ballopasange dipersepsikan sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja.

Sebagai sebuah lingkaran hidup yang akan dijalani oleh setiap

perempuan yang berkeluarga. Pahaman bahwa segala hal yang akan

mencari jalannya sendiri sebagaimana yang dikisahkan oleh Pak

Dasman menjadi telaah yang cukup baik dalam menjelaskan

bagaimana persalinan dipersepsikan sebagai suatu hal yang biasa-

biasa saja. Menurutnya kehidupan adalah batasnya, semua memiliki

takdirnya sendiri. Bahwa seorang bayi yang ada dalam perut sudah

ditakdirkan akan keluar pada waktunya entah itu nantinya keluar dalam

waktu yang secara umum dipahami atau tidak. Dalam proses

keluarnyapun ada yang dibantu dan ada yang akan keluar sendiri. Dari

sini saya melihat bagaimana takdir menjadi pegangan kuat bagi ibu-ibu

di Lembang Ballopasange dimana melalui pemahaman takdir

tersebutlah mereka menjadikannya setiap yang ada berjalan

sebagaimana adanya.

Page 15: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 115

Sampai pada paragraf ini, adanya persepsi yang menyatakan

bahwa persalinan sebagai suatu hal yang ‘biasa-biasa saja’

memberikan kesan bagaimana para ibu-ibu yang ada di Lembang

Ballopasange melakukan interpretasi terhadap pengalaman dan

pengetahuan yang membentuknya. Menyangkut pengalaman dan

pengetahuan, saya sedikit akan menyinggung apa yang dikatakan oleh

Darmawan Salman20 (2012 : 138) bahwa proses kehidupan berjalan

pada dua aras pengetahuan yaitu pertama, aras pengetahuan yang

berlandaskan pada pengetahuan ilmiah dan kedua adalah

pengetahuan ekpresensial yang hidup dalam keseharian masyarakat

pendukungnya. Apa yang tergambar dalam proses kianak kalena

menampakkan kedua hal yang dimaksudkan oleh Darmawan Salman

ini, pengetahuan ilmiah kemudian mendapatkan tempatnya dalam

kebiasaan para ibu-ibu di Lembang Ballopasange untuk memeriksakan

kehamilannya di posyandu dalam dalam kondisi tertentu penerapan

praktik tradisional masih juga di praktikkan. Melalui pengetahuan

eksprensial ini, apa yang disebut sebagai tradisi menampakkan

wajahnya. Apa yang menjadi tradisi kemudian dimaknai oleh

masyarakat sebagai pengetahuan-pengetahuan yang memberikan

kontribusi terhadap praktik-praktik yang dilakukan tidak terkecuali

dalam hal persalinan.

Bisa dikatakan bahwa tidak ada praktik yang dilakukan dalam

ruang sosial lepas dari pengetahuan. Menempatkan kebudayaan

                                                                                                               20Darmawan Salman dalam bukunya Sosiologi Desa : Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas menjelaskan bahwa ada dua jenis pengetahuan yang teraplikasi dalam terdorongnya revolusi senyap pada berbagai tipe desa. Jenis pengetahuan pertama adalah pengetahuan ilmiah yang gerasal dari luar desa dan jenis penegetahuan yang kedua adalah penegtahuan ekprensial yang berkembang dalam komunitas itu sendiri. Pengetahuan ini terapresiasi kembali setelah pemikiran postmoderenisme semakin berpengaruh, mempromosikan narasi kecil dan mendekontruksi narasi besar yang disajikan oleh modernisasi.

Page 16: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 116

sebagai proses maka memandang sebuah tindakan atau praktik

dengan pengetahuan yang terlibat didalamnya tentu adalah hal yang

tidak bisa terpisah satu sama lain. Parsudi Suparlan (2003 : 19)

Sebagai pengetahuan, kebudayaan dinyatakan sebagai suatu satuan

ide yang ada dalam kepala manusia dan bukan suatu gejala (yang

terdiri atas kelakuan dan hasil kelakuan manusia). Sebagai satuan ide,

kebudayaan terdiri atas serangkaian nilai-nilai, norma-norma yang

berisikan larangan-larangan untuk melakukan suatu tindakan dalam

menghadapi suatu lingkungan sosial, kebudayaan, dan alam, serta

berisi serangkaian konsep-konsep dan model-model pengetahuan

mengenai berbagai tindakan dan tingkah laku yang seharusnya

diwujudkan oleh pendukungnya dalam menghadapi suatu lingkungan

sosial, kebudayaan, dan alam. Jadi nilai-nilai tersebut dalam

penggunaannya adalah selektif sesuai dengan lingkungan yang

dihadapi oleh pendukungnya.

Dalam konteks kekinian dimana setiap orang terhubung satu

sama lain, disaat orang perorang dimungkinkan untuk mendapatkan

pengetahuan tidak saja pada satu sumber pengetahuan maka bisa jadi

apa yang menjadi kebiasaan yang diwariskan dari penganut

kebudayaan sebelumnya menjadi hilang atau pada titik tertentu

kebudayaan tersebut berada pada proses dimana berlangsungnya apa

yang disebutkan sebagai proses asimilsasi atau akulturasi.

Kebudayaan kemudian mendapatkan wajahnya dalam sebuah

kontekstualisasi ruang dan waktu yang senantiasa berdinamika dalam

pemenuhan kebutuhan penganutnya. Sebagai suatu hal yang

Page 17: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 117

diwariskan kebudayaan kemudian tidak bisa lagi dipahami sebagai

suatu hal yang berdiri dengan sendirinya yang serta merta

mengharuskan orang perorang didalamnya menerima apa yang

diwariskan tersebut sebagaimana adanya. Kebudayaan dalam hal ini

harus dilihat sebagai sebuah proses belajar dimana didalamnya

menurutkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pelaku-pelaku

yang terlibat di dalamnya.

Kianak kalena adalah sebentuk tindakan yang oleh sebagian

ibu-ibu di Lembang Ballopasange masih dipraktikkan dalam proses

persalinan mereka. Bagi mereka praktik tersebut diakuinya sebagai

sebuah hal yang diwariskan secara turun menurun dari orang-orang

tua mereka sebelumnya. Sebagai sebuah hal yang diwariskan, kianak

kalena serta merta tidaklah kemudian bisa dikatakan sebagai suatu hal

yang secara alamiah ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat

Lembang Ballopasange melainkan ia melalui proses belajar.

Menempatkannya sebagai proses belajar, kianak kalena tentunya tidak

bisa dilihat sebagai suatu hal yang secara formal diberikan oleh orang

tua mereka sebagaimana pendidikan formal yang ada sekarang

melainkan melalui sebuah pengalaman yang dilalui secara bersama.

Kebiasaan ini diwariskan berdasarkan apa yang mereka lihat, alami,

resapi pada saat orang tua atau tetangga-tetangga mereka melakukan

persalinan.

Dalam penerapannya, kianak kalena untuk konteks sekarang

dimana begitu banyaknya pilihan tentang siapa yang akan menjadi

penolong persalinan tidaklah menjadi sebuah keharusan untuk

Page 18: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 118

dilakukan. Bagi ibu-ibu di Lembang Ballopasange mempergunakan

seluruh apa yang ada saat ini dalam rangka menjamin keselamatan

dirinya dan bayinya adalah hal yang mutlak untuk dilakukan. Hal yang

menarik adalah adanya kecendrungan bahwa kianak kalena

menunjukkan bagaimana praktik ini dijalankan masih mendapatkan

legitimasinya dalam masyarakat. Kianak kalena dipandang sebagai

suatu hal yang tidak melanggar aturan-aturan yang berlaku di

Lembang Ballopasange. Adalah kebiasaan ini dianggap sebagai

kewajaran ditengah menggencarnya pengetahuan-pengetahuan medis

moderen yang bisa dikatakan sedikit ingin menggeruskan apa yang

menjadi kebiasaan mereka.

Berbicara menyangkut kebiasaan yang diwariskan ini dengan

memakai apa yang dikatakan oleh Koenjaraninggrat sebagai proses

belajar maka hal yang ingin saya tunjukkan dalam pembahasan ini

adalah bagaimana proses belajar tersebut terjadi dalam keseharian

mereka. Ma’ Roni misalnya, ia bukanlah penduduk asli di Lembang

Ballopasange, secara kesukuan, ia merupakan perempuan yang

dilahirkan dalam suku bugis yang merupakan salah satu suku besar

yang ada di Sulawesi Selatan. Ia pada dasarnya juga pernah

mendengar apa yang menjadi kebiasaan ibu-ibu di Lembang

Ballopasange dalam urusan persalinan mereka. Hal tersebut

didengarnya dari orang-orang tua mereka dulu di kampungnya di tanah

bugis yang juga memparaktikkan hal tersebut namun seiring

berjalannya waktu dengan masuknya kebiasaan mempercayakan

Page 19: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 119

proses persalinan kepada dukun dan bidan maka lambat laun

kebiasaan tersebut menghilang.

Dalam kesehariannya yang sudah hampir tujuh tahun berada di

Lembang Ballopasange, Ma’ Roni begitu banyak melihat dan

mendengar kebiasaan masyarakat yang masih menerapkan kianak

kalena sebagai salah satu model persalinan mereka. Apa yang

dilihatnya membuat ia mendapatkan informasi bahwa persalinan

bukanlah suatu hal yang menakutkan atau menyakitkan. Menurutnya

tidak ada hal yang didengarnya bahwa dengan kianak kalena seorang

ibu atau anak yang dilahirkan dalam kondisi yang memprihatinkan

bahkan justru mereka nampak lebih sehat dibandingkan mereka yang

melahirkan di rumah sakit ataupun di puskesmas. Menurutnya

kebiasaan kianak kalena yang dilakukan oleh beberapa ibu-ibu di

Lembang Ballopasange tidaklah kemudian menghilangkan peran

seorang bidan terlebih to’mappakianak. Dari apa yang dilihatnya rata-

rata mereka memanggil bidan atau to’mappakianak dalam proses

persalinan mereka meskipun peran tersebut tidak melibatkan mereka

dalam proses persalinan seutuhnya. Mereka pada dasarnya lebih

mempercayakan mereka untuk melakukan pemotongan tali pusar bayi

mereka. Adalah hal yang masih dipegang oleh mereka bahwa

kebersihan sangat mempengaruhi dalam proses pemotongan tali pusar

seorang bayi. Karena mereka sadar apa yang dilakukan selama proses

persalinan tersebut tidak menutup kemungkinan tangan atau badan

mereka dalam kondisi yang tidak bersih.

Page 20: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 120

Ma’ Angga meskipun bukan penduduk asli Lembang

Ballopasange namun ia merupakan orang Toraja asli, ia adalah

penduduk yang berasal dari Lembang Sangkaropi yang masih berada

di wilayah administrative Kecamatan Sa’dan. Menurutnya kebiasaan

kianak kalena adalah suatu hal yang sudah biasa dalam

kesehariannya. Dalam candanya ia mengatakan bahwa dirinya adalah

salah satu produk kianak kalena dan begitupun halnya dengan

saudara-saudaranya. Di kampung asalnya masih ada beberapa

perempuan yang kianak kalena terutama mereka yang berada jauh

dari puskesmas. Namun bagi mereka yang sudah memiliki pendidikan

dan ekonomi yang cukup telah meninggalkan kebiasaan tersebut dan

lebih mempercayakan proses persalinannya dengan dibantu oleh

bidan. Menurutnya, di kampungnya sudah bisa dijangkau oleh

kendaraan umum dan kondisi jalan disana lumayan baik dibandingkan

dengan jalanan menuju Lembang Ballopasange. Adanya kemudahan

tersebut menurut Ma’ Angga semakin mempermudah untuk

mengakses puskesmas. Disanapun menurut Ma’ Angga jumlah

to’mappakianak terbilang banyak sehingga bagi mereka yang tidak

menyempatkan diri untuk ke puskesmas atau memanggil bidan maka

mereka akan mempercayakan persalinannya pada to’mappakianak.

Sebagai hal yang diwariskan, kianak kalena dalam praktiknya

saat ini tidaklah terlalu dipandang lagi sebagai suatu hal yang

bernuansa mistis. Dulu katanya dalam proses tersebut ada banyak

ritual yang dilakukan dalam rangka mengusir roh-roh jahat yang

memungkinkan terjadinya tidak lancarnya seorang bayi keluar. Ritual

Page 21: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 121

semisalnya menghamburkan garam atau jeruk disekeliling rumah

adalah suatu hal yang mesti dilakukan untuk menjadi penjaga dari

kemungkinan datangnya bombo yang sangat menyukai wangi bayi.

Menurut Ma’ Rian, bombo yang dikenalnya sebagai mahluk halus

sangat peka penciumannya disaat seseorang akan melahirkan,

makanya dalam setiap proses persalinan mereka diajarkan oleh orang

tua untuk menghamburkan garam di sekitar rumah mereka agar

bombo tidak mendekat.

Bagi mereka apa yang diwariskan oleh orang tua mereka dahulu

bukanlah suatu hal yang mengikat dan harus dijalankan. Menurut

orang tua mereka jika memang seandainya ia tidak merasa kuat untuk

kianak kalena maka panggillah dukun atau dokter, hal ini dikarenakan

bahwa bisa jadi kehidupan sehari-hari mereka sudah berbeda dengan

kehidupan orang tua mereka dulu yang setiap harinya beraktivitas.

Seorang ibu yang saya jumpai dimana dimasa mudanya dulu juga

mempraktikkan kianak kalena menyatakan bahwa kondisi sekarang

sudah berbeda sekarang, anak-anak sudah pintar dan semua yang

dilakukan sudah tidak perlu lagi mengeluarkan tenaga, semisalnya

memasak. Katanya dulu, untuk memasak mereka harus ke hutan untuk

mencari kayu yang tentunya memerlukan banyak tenaga, sekarang

sisa memasang colokan, nasi sudah bisa matang. Sang ibu ini

mengatakan bahwa anaknya yang tinggal di Rantepao sudah pasti

tidak bisa kianak kalena karena ia tidak terlalu banyak bergerak dan

hal itu merupakan hal yang wajib untuk dilakukan agar mempermudah

proses kelahiran bayi nantinya.

Page 22: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 122

Wawancara yang saya lakukan dengan ibu-ibu yang pernah

melahirkan sendiri pada umunya mangatakan bahwa kebiasaan

tersebut menjadi terlembagakan di Lembang Ballopasange karena

mereka menganggapnya bahwa tidaklah ada perubahan yang begitu

berarti apa yang dilakukan oleh orang tua mereka dengan apa yang

dilakukan mereka saat ini. Kebiasaan-kebiasaan untuk tetap

beraktivitas meskipun dalam kondisi hamil masih mereka jalankan.

Begitupun halnya dengan pantangan-pantangan yang dianjurkan

masih tetap dijalankan meskipun dalam konteks tertentu apayang

menjadi pantangan tersebut seringkali diperhadapakan dengan

kenyataan yang mengharuskan mereka untuk tidak melakukannya,

seperti misalnya mengkonsumsi sayuran yang dulunya dipantangkan,

seperti jantung pisang. Dari proses belajar yang berlangsung

menumbuhkan pemahaman bagi mereka bahwa meskipun kehidupan

sosial saat ini menunjukkan adanya perubahan yang cukup signifikan

namun kebiasaan-kebiasaan yang mereka jalani selama ini tidaklah

berubah sama sekali. Bahwa benar dengan masuknya medis moderen

yang pada titik tertentu memiliki pemahaman yang berbeda dengan

pengalaman atau kebiasaan orang tua mereka sebelumnya namun

mereka berkeyakinan bahwa pengetahuan yang masuk tersebut

tidaklah serta merta menghilangkan kebiasaan persalinan orang tua

mereka. Bagi mereka pengetahuan yang dibawa oleh medis moderen

memberikan pemahaman tersendiri dimana pengetahuan tersebut

menambah stok pengetahuan mereka. Menurut mereka selama apa

yang dipahami oleh mereka tersebut dianggapnya sebagai suatu hal

Page 23: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 123

yang bisa memenuhi harapan-harapan mereka tentang apa yang ingin

dicapainya dengan sendirinya mereka akan menjalankan praktik-

praktik yang berasal dari luar kebiasaan mereka.

Pada umumnya, berdasarkan penjelasan Pak Welli, sebelum

masuknya bidan desa, warga di Lembang Ballopasange masih

terbilang terisolir dari pelayanan kesehatan moderen, masyarakat

hanya mengenal dua model persalinan yaitu dilakukan sendiri dan

dibantu oleh to’mappakianak. Menurut Pak Welli rata-rata ibu-ibu yang

ada di Lembang Ballopasange yang berumur diatas enam puluh tahun

bisa jadi pernah kianak kalena, hal tersebut dilakukan karena mereka

pada umumnya hanya mengenal dua model persalinan tersebut.

Kianak kalena adalah hal yang secara turun menurun dilakukan oleh

warga Lembang Ballopasange sehingga menurutnya menjadi hal yang

biasa bagi masyarakat Lembang Ballopasange jika ada yang kianak

kalena. Menurut Pak Welli bisa dihitung jari katanya ibu-ibu yang hidup

ditahun 80an melahirkan dengan mempercayakan bidan atau dokter.

Kalaupun itu terjadi menurutnya mereka jauh hari sebelumnya telah

berada di Kecamatan Sa’dan atau di Rantepao untuk melakukan

persalinannya dan kalaupun itu terjadi mereka rata-rata bertempat

tinggal disana.

Berkenaan dengan hal ini, Ma’ Rian juga menjelaskan bahwa

apa yang dilakukannya selama ini menyangkut proses kehamilan,

persalinan dan masa nifas didapatkannya melalui apa yang dilihat dari

pengalamannya selama berada di Lembang Ballopasange. Apa yang

dilihat dan didengarnya dijalani sebagaimana ia memaknai proses

Page 24: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 124

tersebut. Ma’ Rian sendiri mengakui apa yang dialami pada dasarnya

memiliki perbedaan dengan apa yang dilakukan orang tuanya dahulu

karena ia tidak pernah melihat secara langsung bagaimana proses

persalinan yang dilakukan orang tuanya. Ia hanya mendapatkan

penggambaran dari orang tuanya bahwa bagaimana ia harus

menyikapi persalinannya disaat diperhadapkan pada kondisi dimana ia

tidak dibantu oleh siapapun. Ada begitu banyak cerita yang dia

dapatkan dari orang tuanya berkenaan dengan persalinan yang

dilakukan sendiri terutama dalam persoalan bagaimana ia harus

mengenal tanda disaat ia akan melahirkan dan bagaimana ia harus

memposisikan dirinya disaat akan melahirkan. Pengetahuan akan

posisi yang paling aman dan relative mudah disaat melakukan

persalinan yaitu posisi jongkok dengan menekuk lutut di lantai juga

didapatnya adari orang tuanya.

Kebiasaan-kebiasaan masyarakat sekelilingnya yang

memperlihatkan suatu hal yang biasa dan berjalan alamiah

membentuk pemahaman bagi Ma’ Rian bagaimana ia harus menyikapi

proses kehamilannya. Selama ia hidup di Lembang Ballopasange,

melahirkan sendiri bukanlah hal yang dianggap sebagai suatu hal yang

tabu untuk dilakukan. Menurutnya sebagian besar dari apa yang

dilihatnya tatkala ibu-ibu hamil untuk tetap bekerja di sawah ataupun di

sungai perlahan membentuk alam pikirnya bahwa kehamilan bukanlah

hal yang menjadi momok bagi seorang perempuan.

Ma’ Rian dalam membicarakan konteks hari ini dimana adanya

pemahaman bahwa persalinan lebih aman jika dibantu oleh bidan

Page 25: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 125

dibandingkan dengan dibantu oleh to’mappakianak atau dilakukan

sendiri tidaklah serta merta menjadikannya sebagai suatu hal yang

mesti diterima mentah-mentah. Ia beranggapan bahwa pada dasarnya

apa yang diakatakan oleh kalangan medis moderen tersebut tidaklah

salah sepenuhnya dengan melihat keseharian perempuan pada

umumnya saat ini yang tidak lagi sama dengan keseharian orang tua

mereka sebelumnya, terutama bagi mereka yang tidak lagi melakukan

pekerjaan-pekerjaan yang terlalu menggerakkan anggota badan.

Namun jika mereka masih memiliki aktivitas yang terbilang hampir

sama dengan keseharian orang tua mereka sebelumnya menjadi hal

yang wajar jika beberapa ibu-ibu di Lembang Ballopasange untuk bisa

melahirkan sendiri.

Dalam konteks ini, disaat diperhadapkan pada logika apakah

kianak kalena merupakan suatu hal yang pantas atau tidak pantas

dilakukan oleh para ibu-ibu di Lembang Ballopasange tidaklah menjadi

hal yang tabu. Kianak kalena menjadi suatu hal yang wajar atau biasa

di Lembang Ballopasange, ia menjadi sebagaimana yang dikatakan

oleh Berger21 sebagai proses objektivasi dimana setiap orang yang

berada di dalamnya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang

sama dan menjadikan kenyataan tersebut sebagai suatu hal yang

bersifat apa adanya, dimana setiap praktik yang tampak tidak

memerlukan lagi penjelasan akan kebenaran dan keabsahannya.

                                                                                                               21ibid

Page 26: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 126

Penjelasannya kemudian ia menjadi kenyataan atau sebagaimana

Durkheim22 mengatakannya sebagai fakta sosial.

Apa yang saya saksikan selama berada di Lembang

Ballopasange semisal Ma’ Rian yang baru saja melahirkan anaknya

yang dilakukannya sendiri tidaklah menjadi bahan gunjingan dari para

tetangganya. Dari apa yang saya lihat, para tetangga Ma’ Rian justru

melihatnya sebagai suatu hal yang wajar saja untuk dilakukan. Selama

saya berada disana, kianak kalena tidaklah menjadi sebentuk

kebiasaan yang secara sengaja harus dihilangkan dalam praktik

persalinan di Lembang Ballopasange. Para bidan sendiripun dalam

konteks tertentu cukup memahami kebiasaan masyarakat tersebut,

meskipun mereka pada dasarnya menganggap hal tersebut sebagai

suatu hal yang fatal untuk dilakukan.

Saya teringat dengan salah satu bidan di puskesmas

Malimbong menyangkut kebiasaan masyarakat yang masih

menjalankan kebiasaan bersalin orang tua mereka terdahulu. Dalam

pemaparannya, sang bidan mengatakan bahwa kebiasaan tersebut

masih susah untuk diubah dikarenakan hal tersebut dirasa oleh

masyarakat bukanlah sebagai hal yang tabu untuk dilakukan. Suami,

orang tua, keluraga dan tetangga mereka menganggapnya sebagai

suatu hal yang wajar untuk dilakukan. Secara sadar sang bidan

mengakui bahwa dengan adanya pemahaman yang mewajarkan

persalinan sendiri untuk dilakukan menjadikan kebiasaan tersebut bisa

                                                                                                               22 Emile Durkheim dalam Koenjraninggrat menyatakan bahwa dalam berpikir dan bertingkah laku manusia dihadapkan pada gejala-gejala atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah ada di luar diri para individu yang menjadi warga masyarakat. Fakta sosial itu merupakan entitas yang berdiri sendiri lepas dari fakta-fakta individu

Page 27: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 127

langgeng dalam keseharian masyarakat tidak terkecuali yang terjadi di

Lembang Ballopasange.

Kianak kalena disaat ditempatkan sebagai bagian dari praktik

persalinan masyarakat di Lembang Ballopasange memungkinkan

terjadinya pemahaman bersama antara para warga masyarakat. Hal ini

mengindikasikan bahwa antara tiap warga masyarakat memahami

praktik tersebut sebagai suatu hal yang pantas untuk dilakukan. Praktik

ini, sebagaimana warga memahaminya sebagai suatu hal yang biasa-

biasa saja dimana pada titik inilah kebudayaan suatu masyarakat

menjadi pengarah bagi keberlangsungan kehidupan sosial mereka.

Mengacu pada kenyataan bahwa kianak kalena sebagai suatu

hal yang telah menjadi bagian dari kehidupan persalinan masyarakat di

Lembang Ballopasange, mengkondisikan sebagian dari

masyarakatnya sebagai bangunan pengetahuan yang dimiliki secara

bersama. Kondisi sakit disaat persalinan diartikan oleh mereka sebagai

sebuah kewajaran dalam sebuah persalinan. Sebuah kondisi dimana

seseorang menafsirkan tentang sakit yang mengarahkan apakah

mereka membutuhkan orang lain sebagai pendamping atau penolong

persalinan mereka. Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa

persalinan dianggapnya sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja maka

sangat tidak menutup kemungkinan mereka memang pada dasarnya

tidak menganggapnya sebagai kondisi dimana tubuh mereka

membutuhkan pertolongan. Ma’ Angga dalam menjelaskan kondisinya

disaat melahirkan sebagai suatu hal yang biasa saja terbentuk dari apa

yang dilihatnya selama ini. Pengalamannya dalam menyaksikan

Page 28: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 128

beberapa macam praktik persalinan baik itu dialkukan sendiri ataupun

dibantu oleh bidan menanampakan sebuah pengetahuan bahwasanya

persalinan itu pada dasarnya suatu hal yang bersifat alamiah. Hal ini

dikarenakan dari pengamatannya bahwa selama kandungan seorang

perempuan terbilang sehat saja maka persalinan akan berjalan lancar

dengan sendirinya. Ia beranggapan bahwa dengan

mengkondisikannya demikian maka persalinan akan berjalan dengan

sendirinya.

Sejalan dengan hal ini, Ma’ Kaso’ menjelaskan juga bahwa

meskipun seorang perempuan melakukan persalinan yang dibantu

oleh bidan pada dasarnya sang ibulah yang memiliki peran penting

sepanjang bayi memang berada pada posisi yang baik untuk keluar.

Pengalamannya melihat ibunya membantu persalinan warga di

lembangnya memperlihatkan kondisi dimana ibu yang dibantu tersebut

memiliki peran penuh, ibu Ma’ Kaso’ hanya memberikan arahan saja.

Terkecuali jika bayi yang berada dalam posisi yang tidak dimungkinkan

untuk keluar maka biasanya akan memiliki cerita lain. Menurut Ma’

Kaso’ disitulah pentingnya menjaga kesehatan kandungan disaat

hamil. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ‘sepanjang kandungan baik-

baik saja maka persalinan akan berjalan dengan lancar dan aman saja.

Dan semoga tuhan memberikan berkat’.

Dalam hubungannya dengan pencerapan pengetahuan

berkenaan dengan kesehatan ibu dan anak, ibu-ibu di Lembang

Ballopasange menerimanya melalui sosialisasi-sosialisasi kesehatan

yang dilakukan di saat dilakukannya kegiatan imunisasi di lembang

Page 29: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 129

mereka. Sosialisasi ini diprakarsai oleh petugas kesehatan Puskesmas

Malimbong dan tidak jarang pula dilakukan oleh Dinas Kesehatan

Toraja Utara.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Koentjraninggrat bahwa

kebudayaan merupakan proses belajar entah itu medium pembelajaran

melalui kegiatan formal atau non formal. Apa yang termaktub dalam

jagad kebudayaan sebagaimana yang tampak dalam prilaku orang

perorang menunjukkan sebuah rangkaian proses penyebaran dan

penyerapan pengetahuan yang saling berinteraksi satu sama lain.

Apa yang tampak pada saat beberapa kali posyandu yang

diadakan di Lembang Ballopasange, antusiasme terlihat begitu tinggi

dari ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya ataupun imunisasi ke

anak-anak mereka. Namun ada suatu hal yang tidak terlalu saya

dapatkan dalam proses pelaksanaan posyandu tersebut. Harapan

akan terjalinnya komunikasi yang aktif antara pelaksana posyandu

dengan ibu-ibu yang datang tidak terlalu nampak. Mungkin dalam

ukuran saya sebagai orang luar yang membayangkan bahwa dalam

setiap pemeriksaan tidak sekedar menempelkan alat ke perut ataupun

ke dada saja kemudian memberikan suntikan imunisasi namun lebih

dari itu selalu ada penjelasan tentang kondisi kandungan dan apa yang

mesti lakukan.

Wawancara yang saya lakukan dengan bidan Ina menyatakan

bahwa untuk sosialisasi kesehatan khususnya yang berkaitan dengan

kesehatan ibu dan anak biasanya dilakukan tiap enam bulan sekali.

Dalam pertemuan tersebut menurut bidan Ina disampaiakan akan

Page 30: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 130

pentingnya imunisasi pada saat hamil, manfaat dan resiko persalinan,

cara perawatan dan pengobatan bayi yang sakit. Bidan Ina pada

dasarnya menyadari bahwa sosialisasi atau penyuluhan seperti itu

tidaklah akan terlalu banyak berpengaruh pada tataran pengetahuan

masyarakat namun ia merasakan sendiri bahwa melalui kegiatan

tersebut antusiasme para ibu untuk datang memeriksakan kehamilan

atau memberikan imunisasi terbilang sukses.

Lebih lanjut bidan Ina mengatakan bahwa hal yang sepenuhnya

belum terlalu dilakukan sosialisasi pengetahuan yang sifatnya non

formal. Ia mengatakan bahwa komunikasi yang paling baik untuk

dilakukan adalah dengan melakukan komunikasi face to face antara

bidan dengan para ibu-ibu yang diperiksa. Dari komunikasi tersebut

akan terbangun kedekatan emosional yang baik. Hal yang disadari

oleh bidan Ina adalah masih adanya masyarakat yang

mempercayakan persalinan mereka ke dukun lebih dikarenakan pada

ikatan emosional tersebut dan hal tersebut belum begitu kuat

mengakar dalam komunikasi antara para bidan dengan masyarakat.

Untuk menyikapi hal tersebut ia menyarankan kepada teman-

temannya untuk lebih aktif melakukan komunikasi dengan para ibu-ibu

yang datang pada saat posyandu setidaknya memberikan penjelasan

tentang kondisi kehamilan, kesehatan bayi atau balita mereka terutama

pada saat dilakukan pemeriksaan. Hal tersebut akan memungkinkan

terbangunnya percakapan yang lebih akrab menurutnya.

Hal yang tampak senjang memang terlihat disaat pemeriksaan

dilakukan, dari beberapa kali saya melakukan kunjungan, sangat

Page 31: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 131

jarang saya melihat adanya komunikasi antara bidan dengan ibu yang

diperiksanya. Mereka hanya menyuntik setelah itu memberikan obat

membacakan petunjuk pemakaiannya setelah itu tidak ada lagi

perbincangan. Inilah kemudian yang menjelaskan di setiap posyandu

yang dilakukan para ibu yang datang tidak terlalu dikenal raut

wajahnya oleh sang bidan. Hal yang sangat berbeda dengan apa yang

saya lihat pada saat salah seorang ibu di Lembang Ballopasange di

saat dikunjungi oleh to’mappakianaknya. Kedekatan emosional itu

begitu nampak diantara keduanya. Selalu ada canda dan melalui

canda itulah bergulir hal-hal yang harus dan tidak seharusnya

dilakukan pada saat hamil.

Pengetahuan berkenaan dengan perawatan kehamilan, cara

bersalin, mengurangi pendarahan, pemotongan ari-ari adalah

sekumpulan pengetahuan yang didapatkan oleh para ibu-ibu dalam

beragam cara. Ma’ angga misalnya mendapatkan pengetahuan

tersebut dari orang tua, teman, tetangga dan nurse di malaisia.

Menurutnya pengetahuan yang didapatnya tersebut tidaklah didaptnya

secara formal melainkan dari pengalamannya melihat dan

perbincangan yang dilakukannya. Di saat duduk di bangku sekolah Ma’

Angga begitu banyak mendapatkan pengetahuan dari teman-temannya

terutama dalam persoalan haid, begitupun halnya melalui komunikasi

yang dilakukannya dengan teman-teman ataupun tetangganya pada

saat melakukan aktivitas sehari-harinya di sungai untuk mencari batu

dan pasir, ataukah pada saat ia berkumpul dengan para ibu-ibu di

posyandu. Dari perbincangan tersebutlah Ma’ angga memiliki banyak

Page 32: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 132

pengetahuan yang menjadi stock pengetahuannya yang dalam kondisi

tertentu akan dipergunakannya. Hal yang samapun dinyatakan oleh

Ma’ Roni, keberaniannya untuk melahirkan sendirpun didapatnya dari

pengalamannya bergaul dengan tetangganya. Ia menyadari bahwa di

sekitar tempat ia berada masih ada yang melakukan proses persalinan

sendiri dan oleh masyarakat sekitarnyapun tidak ada yang mentabukan

hal tersebut.

Penyebaran pengetahuan menyangkut kesehatan ibu dan anak

dalam keseharian masyarakat di Lembang Ballopasange dari

pengamatan yang saya lakukan mendapatkan kendala di saat masih

adanya pahaman bahwa seseorang yang terbilang belia terlebih jika

belum memiliki pengalaman akan pa yang disampaiakan akan

termentahkan dengan sendirinya. Hal inipun dirasakan oleh saalah

satu bidan yang bertugas untuk melakukan pelayanan posyandu.

Menurutnya masyarakat yang pada umumnya memiliki umur dan

pengalaman melahirkan tidaklah serta merta menerima apa yang ia

sarankan. Kalaupun perkataannya disampaikan kepada masyarakat

dan itu dirasakannya memiliki manfaat langsung masyarakat akan

melaksanakannya namun jika hal tersebut tidak memiliki dampak

langsung maka dengan serta merta mereka tidak lakukan. Hal yang

paling jelas nampak menurut bidan Lita (nama telah disamarkan oleh

penulis) adalah anjuran untuk menghabiskan tablet penambah darah.

Rata-rata para ibu-ibu memahami bahwa disaat hamil tablet tersebut

memiliki manfaat namun karena tablet tersebut begitu banyak

sehingga mereka pada umumnya tidak menghabiskan tablet tersebut.

Page 33: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 133

Hal lain adalah anjuran untuk tidak terlalu berkativitas berat di saat

hamil semisalnya menghentikan pekerjaan mengambil batu di sungai

namun mereka tetap melakukannya karena hal tersebut tidaklah

memiliki dampak yang nyata bagi mereka.

Namun dalam kondisi demikian masyarakat memiliki mekanisme

sendiri dalam menyikapi persoalan-persoalan kesehatannya dan hal ini

tidak terlalu dipahami oleh petugas kesehatan. Dalam persoalan

pemberian tablet penambah darah misalnya, menurut Ma’ Kaso’

mereka punya cara sendiri yaitu dengan mengkonsumsi sayuran dan

buah-buahan dan hal tersebut didapatkannya dari orang tua mereka.

Bagi mereka adalah hal yang dipraktikkan dalam persoalan kesehatan

mereka tidaklah harus berseberangan dengan kebiasaan mereka.

‘orang tua saya pernah bilang, kalo ada pengganti dari obat dan itu

tidak sama gunanya kenapa tidak cari penggantinya saja, misalnya

makan sayur supaya sehat kenapa mau cari lagi obat’, ungkap Ma’

Angga.

B. PROSES KIANAK KALENA DI LEMBANG BALLOPASANGE

Adalah kenyataan yang saya temukan di lapangan menunjukkan

bahwa kianak kalena sebagai pilihan melalui rangkaian pemahaman yang

dilalui bukan saja pada proses persalinan itu semata. Rangkaian

pemahaman itu berupa pemahaman yang melalui tiga proses yaitu proses

pra persalinan, persalinan dan pasca persalinan. Tiga proses ini

merupakan rangkaian praktik yang satu sama lain menjalin keterhubungan

yang memposisikan kenyataan bahwa kianak kalena bukanlah semata

sebagai kegiatan yang dikategorikan sebagai instigtif, melainkan jauh dari

Page 34: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 134

itu ia merupakan sebuah rangkaian kebudayaan masyarakat Lembang

Ballopasange.

1. Proses Pra Persalinan

Dalam proses pra persalinan ini hal yang saya dapatkan di

lapangan menunjukkan begitu kompleksnya kianak kalena yang

dipraktikkan oleh sebagian ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Ada tiga

hal yang menjadi sorotan pengkajian saya yaitu a) hal-hal yang

dilakukan dimasa hamil, b) proses pengambilan keputusan tentang

penolong persalinan dan c) hal-hal yang dilakukan menjelang

persalinan.

a. Masa Hamil

Data yang saya dapatkan di lapangan menyatakan bahwa

adanya keberanian para ibu-ibu untuk mempraktikkan kianak

kalena disebabkan oleh adanya ‘penjagaan’ akan harapan untuk

mendapatkan kondisi keselamatan baik disaat masa hamil,

persalinan sampai dengan pasca persalinan. Sebagai proses maka

kehamilan kemudian mendapat rentetan awal dari perwujudan

harapan tersebut. Bagi informan yang saya wawancarai, kehamilan

tidaklah diposisikan sebagai gejala biologis semata. Namun lebih

daripada itu kebiasaan-kebiasaan yang dijalani selama proses

kehamilan merupakan tindakan yang sarat dengan bagaimana

seorang perempuan memaknai kehamilan itu sendiri.

Kehamilan dengan memakai kacamata kita sebagai orang

luar dipandang sebagai suatu hal yang memerlukan perhatian yang

bisa dikatakan ekstra. Bagi kita, pada umumnya memperlakukan

Page 35: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 135

seorang perempuan yang tengah hamil adalah sebuah proses

‘penjagaan’ kehamilan itu sendiri dimana menempatkan kehamilan

tersebut akan senantiasa membatasi aktivitas keseharian. Namun

apa yang terpampang dalam keseharian ibu-ibu hamil yang ada di

Lembang Ballopasange memperlihatkan hal lain yang begitu jauh

dari perkiraan tersebut. Bagi kita, yang hidup di perkotaan misalnya

melakukan pekerjaan yang berat-berat semisal mengangkat air,

mencuci dan pekerjaan-pekerjaan berat lainnya sebisa mungkin

dibatasi. Apa yang kemudian terlihat adalah bagi perempuan yang

bekerja di kantoran misalnya mendapatkan waktu cuti hamil.

Perlakuan berbeda ini adalah sebagai wujud dari penafsiran

tentang kehamilan itu sendiri yang tentunya sarat dengan

kebiasaan dan pengetahuan yang dimiliki. Tidak saja bagi ibu

hamil di Lembang Ballopasange namun dalam lingkup keluarga

sendiripun semisalnya suami tidaklah terlalu kuatir disaat sang istri

yang tengah hamil untuk tetap menjalankan aktivitas-aktivitas

keseharian mereka.

Hal ini menampik akan adanya persepsi yang berlaku umum

akan kondisi hamil itu sendiri. Bagi mereka, kehamilan seorang

perempuan yang telah memiliki suami adalah sebuah kenyataan

yang sifatnya kodrat. Pemahaman akan kodrat tersebut

mengarahkan mereka secara sadar menerimanya sebagai

konsekuensi logis dari jenis kelamin yang diembannya. Dari

penuturan beberapa informan yang menggambarakn akan

kehamilan mereka terpampang sebuah jurang pisah yang cukup

Page 36: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 136

dalam antara pemahaman kita secara umum. Mereka yang saya

wawancara secara umum menjelaskan bahwasanya kehamilan

tersebut sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja. Tidak ada suatu

hal yang mengharuskan mereka dalam proses kehamilan mereka

untuk tidak melakukan aktivitas keseharian mereka. Dari

perbincangan saya dengan beberapa informan, mereka

menyatakana bahwasanya kehamilan yang dialami oleh mereka,

dalam kadar tertentu memang menanpilkan praktik-praktik yang

pada dasarnya sama dengan kebanyakan orang dimana setiap

orang yang mengalaminya akan keselamatan dan kesehatan

kandungan mereka, namun dalam proses menjaga kesehatan dan

keselamatan kandungan mereka tidaklah mengharuskan mereka

untuk menghentikan aktivitas keseharian mereka.

Dalam bagian ini, saya akan memperlihatkan temuan saya

dilapangan bagaimana ibu-ibu yang saya wawancarai menjalani

proses pra persalinan mereka. Saya memulainya dengan

bagaimana para ibu-ibu ini mengetahui tengah berada pada

kondisi yang dinamakan sebagai hamil.

• Berhentinya Haid Sebagai Tanda Kehamilan

Memahami proses kehamilan di Lembang Ballopasange

memposisikan saya pada kondisi bagaimana mereka

memaknai kehamilan mereka. Bagi informan yang saya

wawancarai, dalam menjelaskan kehamilan mereka, ada

beberapa tanda yang memposisikan mereka dalam kondisi

’hamil’. Sebagai langkah awal, ada baiknya saya memaparkan

Page 37: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 137

apa yang dikatakan oleh Mansjoer berkenaan dengan gejala

kehamilan. Ia menyatakan bahwa terdapat beberapa gejala

kehamilan tidak pasti di antaranya amenore (tidak terdapat

haid), nausea (enek) dengan/atau tanpa vomitus (muntah)

yang sering terjadi pagi hari pada bulan-bulan pertama

kehamilan disebut juga morning sickness, mengidam atau

menginginkan makanan atau minuman tertentu, konstipasi,

sering kencing, mungkin pingsan dan mudah lelah dan kadang

terjadi anoreksia (tidak ada nafsu makan). Selain itu terdapat

pula beberapa tanda lainnya seperti munculnya pigmentasi

kulit terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih dan timbul di pipi,

hidung dan dahi, leukore, epulis (hipertrofi papilla gingiva)

sering terjadi pada trimester pertama kehamilan, payudara

menjadi tegang dan membesar, pembesaran abdomen, suhu

basal meningkat, perubahan organ-organ dalam pelvic missal

Tanda Chadwick, Tanda Hegar, Tanda Piskscek dan Tanda

Braxton-Hicks dan tes kehamilan (Mansjoer, 1999: 253). Lebih

lanjut ia mengatakan bahwa selain tanda tidak pasti, juga

terdapat tanda-tanda pasti dari adanya suatu kehamilan. Di

antara tanda pasti itu adalah pada pemeriksaan palpasi

dirasakan bagian janin dan adanya gerakan janin, pada

auskultasi terdengar Bunyi Jantung Janin (BJJ), terlihat

gambaran janin dengan menggunakan untrasonografi (USG)

dan tampak kerangka janin pada pemeriksaan radiologis

terhadap janin (Mansjoer, 1999: 254).

Page 38: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 138

Bagi ibu-ibu yang saya wawancara di Lembang

Ballopasange, berkenaan dengan pengetahuan mereka

tentang masa dimana mereka hamil ditandai dengan

berhentinya mereka haid. Perhitungan tentang haid oleh ibu-

ibu di Lembang Ballopasange membuat saya cukup terkesima.

Bagi mereka mengetahui kapan waktunya haid adalah sesuatu

pengtahuan yang didapatnya dari orang tua mereka. ‘kita

sebagai suami istri pastinya seringkali melakukan hubungan

dengan suami, jadi mengetahui penaggalan itu harus diketahui

karena itu tanda dari badan kita, jadi saya tau itu kalo saya

hamil’, ungkap Ma’ Kaso’.

Secara jeli Ma’ Kaso’ menghitung kebiasaan haidnya,

biasanya ia haid di awal bulan sekitar tanggal tiga atau lima, di

saat tanggal itu ia tidak menemukan dirinya haid ia akan bisa

memastikan dirinya akan hamil. Dengan mengetahui hal

tersebut ia tidak akan melakukan apa-apa yang dijadikan

pantangan bagi seorang ibu hamil. Mengetahui kehamilan

mereka adalah cara dimana bagaimana ia akan

memperlakukan dirinya dimana secara perhitungan kalender

itu pula ia bisa memprediksikan kapan ia akan melahirkan

kelak. Bagi ma’ Kaso’, disaat ia tidak menemukan dirinya

mengalami haid biasanya dibarengi dengan sedikit rasa

demam dan adanya kecendrungan untuk merasa mual-mual.

Biasanya hal itu terjadi disaat sebualn terlambatnya ia

mendapatkan masa haid. Dari kisahnya pada saat pertama kali

Page 39: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 139

mengalami kondisi hamil, dikarenakan belum memiliki

pengalaman hamil sama sekali, mual-mual yang dirasakannya

dia hubungkan dengan kondisi tubuhnya yang sudah sebulan

tidak haid. Menurutnya, dari pengetahuan yang didapatnya dari

orang tua, keluarga dan teman-temannya ia kemudian

menyatakan dirinya telah hamil kepada suaminya. Bagi Ma’

Kaso’, mual-mual yang dirasakan tidaklah serta merta

mengkondisikan dirinya sebagaimana pahaman orang-orang

pada umumnya yang mengharuskan ia melakukan sesuatu hal

yang diluar batas. Perasaan mual-mual tersebut tidak

membawanya pada kondisi sebagaimana yang dikatakan oleh

orang pada umumnya sebagai ‘mengidam’. Bagi kita,

sebagaimana pandangan umumnya, mengidam senantiasa

diidentikkan sebagai salah satu proses dimana seseorang

melakukan aktivitas diluar dari kebiasaan.

Menurut Ma’ Kaso’, ada kemungkinan ia mengalami

masa mengidam tersebut karena pada saat kehamilan

pertamanya ada banyak kegiatan yang ingin dilakukannya

yang menurutnya tidak biasanya ia lakukan. Adanya kenyataan

tersebut terkadang Ma’ Kasolebih memilih untuk

menghilangkan perasaan tersebut dengan melakukan aktivitas

yang dirasanya bisa menghilangkan perasaan tersebut. Hal

yang secara umum dirasakan pada saat mual-mual tersebut

adalah mengkonsumsi makanan yang memiliki rasa kecut,

namun karena disaat kehamilan pertamanya sangat jarang

Page 40: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 140

buah yang tumbuh maka keinginan tersebut diurungkannya.

Menurutnya akan menyiksa diri sendiri dikala perasaan

tersebut harus dipenuhi tatkala keinginan tersebut susah untuk

dipenuhi.

Bagi Ma’ Rian sendiri keuntungan mengetahui masa haid

ia bisa menghitung bagaimana ia bisa memprediksikan apakah

hasil hubungan suami istri mereka membuahkan hasil atau

tidak. Dalam pandangan seperti ini, masa subur seorang

perempuan bisa diketahui. Ma’ Rian menjelaskan bahwa

dengan kebiasaan haidnya di pertengahan bulan maka untuk

membatasi kehamilannya ia biasanya melakukan hubungan

suami istri menjelang lima hari sebelum dan sesudah haid, jika

hubungan suami istri dilakukannya diluar dari hitungan tersebut

maka besar kemungkinan ia akan hamil karena dimasa diluar

hitungan tersebut perempuan pada umumnya terbilang subur

untuk menerima ‘telur’ dari sang suami.

Terlambat datang bulan (haid) sebagai salah satu

pertanda yang paling menguatkan para ibu di Lembang

Ballopasange untuk menyatakan dirinya hamil. Untuk

memastikannya di bulan kedua setelah masa tidak datangnya

haid tersebut ia akan memeriksakan dirinya di dukun atau pada

saat diadakannya posyandu di lembangnya. Namun secara

umum, hal yang meastikan bahwa mereka hamil adalah tidak

haidnya mereka dalam satu bulan. ‘saya dan sebagian besar

ibu-ibu disini, selalu berdasar sama haid, kalo kami tidak haid

Page 41: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 141

itu artinya kami sudah hamil’, ucap Ma’ Angga memberikan

penjelasan. Ma’ Angga dalam menjelaskan dirinya dalam

kondisi hamil, selain berdasarkan pada berhentinya masa haid,

ia juga biasanya membaca dari bagian tubuhnya terutama

bagian kakinya. Dari apa pengetahuan yang didaptkan dari

orang tua dan keluarganya, biasanya seorang ibu hamil jika

haidnya berhentinya dan diikuti adanya pembengkakan kaki

maka bisa dibilang perempuan tersebut sedang hamil. Melalui

pengetahuan yang dimilikinya itu, Ma’ Angga dikala ia tidak

menemukan dirinya haid maka biasanya untuk memastikan

dirinya sedang hamil ia akan melihat kakinya.

Disaat ada gejala-gejala kehamilan mereka di awal-awal

bulan setelah tidak mendapatkan haid, fenomena semisal mual

atau muntah-muntah adalah fenomena tubuh yang seringkali

mengikuti masa kehamilan. Namun berbeda dengan pahaman

umum bahwa di masa-masa tersebut perempuan

menginginkan hal yang macam-macam (ngidam) tidaklah

terlalu dijadikan beban oleh para ibu-ibu di Lembang

Ballopasange. Ngidam bagi mereka adalah bawaan janin

dalam perut namun tidak serta merta mengarahkan mereka

harus berprilaku sebagaimana yang dipahami secara umum

bahwa harus berbuat yang diluar batas kemampuan mereka.

Ma’ Angga mengungkapkan bahwa pada saat ia hamil pertama

banyak hal yang diinginkannya semisal menyuruh suami untuk

memasak, namun itu tidak dilakukan karena hal tersebut

Page 42: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 142

tidaklah mungkin dilakukan oleh sang suami. ‘kita harus

melatih diri pada saat hamil, kapan kita selalu menuruti

kemauan janin dalam perut janin itu nantinya akan berbuat

semaunya dan manja’.

Bagi Ma’ Roni mengidam adalah kondisi dimana ia

sangat susah mengkondisikan dirinya untuk tidak melakukan

apa yang diinginkan janinnya. Menurutnya, pada saat

kehamilan keduanya, mengkonsumsi makanan instan

dirasanya sebagai kondisi dimana ia mengalami masa ngidam.

Sebagai konsekuensi dari ngidam itu, selama hamil ia lebih

sering mengkonsumsi mie instan yang membuat perutnya

terkadang penuh sesak oleh air seduhan mie instannya. Dalam

rangka menghilangkan kebiasaan ngidam tersebut ia lebih

memutuskan untuk memperbanyak bergaul di tetangganya

sehingga perasaan untuk mengkonsumsi makanan instan

tersebut hilang.

Menyikapi setiap hal yang mereka rasa akan mempersulit

diri mereka sendiri merupakan jawaban menyangkut

kesanggupan mereka menjalani kehidupan mereka, tak

terkecuali dalam hal ngidam ini. Disaat mereka menyadari

bahwa hal tersebut akan mengganggu aktivitas mereka

mereka akan senantiasa untuk menghindari hal tersebut

dengan jalan mengalihkan perhatian mereka yaitu melakukan

aktivitas-aktivitas keseharian mereka.

• Tetap Beraktivitas Dimasa Hamil

Page 43: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 143

Pada suatu pagi saya menemukan Ma’ Kaso’

menjungjung sebuah ember di kepalanya. Tubuhnya yang

kurus semakin nampak manakala ia terlihat mencoba untuk

menyeimbangkan ember yang berada diatas kepalanya. Bagi

saya adalah hal yang lumrah seorang perempuan melakukan

kegiatan tersebut, namun hal yang tidak lumrah di saat

perempuan tersebut tengah hamil dan harus melakukan

kegiatan berat seperti menjunjung ember diatas kepala. Ma’

Kaso’ tengah hamil empat bulan meskipun perutnya belum

menampakkan bentuk ‘kebesarannya’. Yah, hanya terlihat

sedikit membuncit ibarat seseorang yang telah habis

melakukan hajatan makan siang.

Kebiasaan untuk bekerja di masa hamil bagi ibu-ibu di

Lembang Ballopasange adalah suatu hal yang lumrah untuk

dilakukan. Bagi suami dan keluargapun tidaklah

‘memperdulikan’ disaat istri mereka masih tetap melakukan

aktivitas disaat hamil. Menyaksikan beberapa ibu yang sedang

hamil mencuci di sungai membuat saya sedikit miris. Sama

sekali jauh dari bayangan saya akan apa yang seharusnya

untuk memperlakukan janin yang berada di dalam perut

seorang perempuan. Memperbandingkannya dengan apa yang

terdengar atau terlihat di tempat saya berasal (Makassar)

adalah sebuah realitas yang sangat kontras dimata saya.

Bagi Ma’ Kaso menggerakkan tubuh disaat hamil akan

semakin mempermudah persalinan seorang perempuan,

Page 44: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 144

semakin banyak aktivitas yang dilakukan disaat hamil seorang

perempuan akan lebih mudah dan otot mereka akan kuat. ‘di

televisi-televisi itu kan ada senam-senam buat ibu hamil itu,

karena kita tidak biasa senam-senam begitu kan lebih bagus

bekerja, mencari uang sambil bergerakkan tidak rugi kita, kalo

mau senam siapa yang mau ajar kita?’, cerita Ma’ Kaso disela

kesibukannya memotong batang-batang padi dengan

menggunakan anai-anai di tengannya.

Anjuran untuk tidak terlalu melakukan aktivitas berat oleh

bidan atau petugas-petugas kesehatan tidaklah terlalu

‘dipedulikan’ oleh para ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Hal

itu dirasa juga oleh para petugas-petugas kesehatan yang

seringkali melakukan kegiatan posyandu tiap tanggal 16.

‘mereka pada umumnya tidak mau dikasi tau untuk tidak

angkat-angkat batu lagi kalo hamil muda, tapi mereka tetap

lakukan, tapi puji tuhan karena di lembang ini tidak adaji kasus

keguguran dalam tiga tahun terakhir yang tercatat dalam

administrasi kami’, ungkap salah satu bidan Puskesmas

Malimbong.

Adalah kenyataan dalam pandangan medis bahwasanya

usia kandungan di usia muda sangat rentan dengan terjadinya

keguguran. Menurut Bidan Ina, hal ini dimungkinkan terjadi

karena usia janin dalam perut belumlah terlalu kuat sehingga

sangat disarankan bagi seorang ibu yang tengah hamil muda

(usia satu sampai tiga bulan) tidak melakukan aktivitas yang

Page 45: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 145

berat-berat semisalnya mencuci, mengangkat air atau

memasak sekalipun. Namun apa yang menjadi kenyataan

bahwasanya pandangan tersebut tidaklah membuat sebagian

ibu-ibu yang saya wawancarai melakukan saran tersebut.

Bagi mereka, para ibu-ibu di Lembang Ballopasange

tidaklah terlalu kuatir akan terjadinya sesuatu hal yang bisa jadi

berakibat fatal pada kandungannya semisalnya keguguran. Hal

ini disebabkan bahwa belum ada kisah traumatic yang dialami

oleh mereka disaat melakukan aktivitas disaat hamil muda.

Kalaupun ada kenyataan bahwasanya seorang ibu yang hamil

mengalami keguguran dipahami oleh mereka bahwasanya

kondisi sang ibu memang belum memungkinkan untuk hamil.

Ataukah mereka memahaminya bahwa tuhan memiliki

kehendak lain. Adanya pahaman bahwa melakukan aktivitas

disaat hami dibuangnya jauh-jauh. Justru menurut mereka

bergerak di usia hamil adalah hal yang bermanfaat bagi

kesehatan bayi mereka. Kehamilan bukanlah suatu hal yang

mengharuskan mereka untuk berhenti beraktivitas. Dalam

pandangan mereka anak adalah reski atau berkah yang

tentunya tidaklah harus berdampak pada aktivitas mereka. Ada

anggapan bahwa jika tuhan memberikan berkah berupa anak

yang dikandung maka tuhan tidak akan menjadikan anak itu

sebagai beban. Hal ini saya dapatkan dari beberapa

keterangan dari ibu-ibu di Lembang Ballopasange. Ma’ Rian

misalnya menyatakan bahwa selama ia hamil ia belum pernah

Page 46: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 146

menjadikan bayi yang dikandungnya sebagai beban. Justru

keberadaan bayi dalam kandungannya tersebut dijadikan

sebagai penyemangat untuk mencari reski sebanyak-

banyaknya. ‘saya bekerja ambil batu atau pasir di sungai, itu

untuk anak saya juga nanti kalau lahir. Anak yang ada dalam

perut saya adalah reski pastinya ia bawa reski juga bagi’,

ungkap Ma’ Rian menjelaskan tentang reski bagi seorang

perempuan yang sedang hamil.

Berkenaan dengan hal ini Ma’ Angga juga menjelaskan

bahwa keberadaan seorang bayi dalam perut adalah sebuah

anugrah dari tuhan yang harus dijaga. Dalam defenisi

‘menjaga’ ini Ma’ Angga tidak serta merta mengahruskan

dirinya untuk bermalas-malasan di rumahnya. Hal yang

memungkinkan anggapan itu karena adanya harapan bahwa

kelak anak yang berada dalam kandungannya akan membawa

berkah bagi setiap aktivitas yang dilakukannya. ‘nda tau

kenapa yah, kalo kita hamil itu reseki itu selalu datang, waktu

saya hamil anak pertama dan kedua saya di malaysia, tawaran

bekerja itu selalu datang, saya biasa dipanggil untuk menjadi

tukang masak bahkan biasa juga dipanggil untuk mencuci

pakaian para pegawai kebun sawit, yah, semua reseki tidak

bisa ditolak’. Kenang Ma’ Angga sewaktu masih merantau di

Malaysia.

Sampai pada pembahasan ini, saya melihat bagaimana

kehamilan dianggap sebagai berkah. Ada keterhubungan

Page 47: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 147

antara reseki dan bayi yang dikandung oleh seorang ibu yang

memungkinkan seorang ibu hamil di Ballopasange tetap

melakukan aktivitas meskipun aktivitas itu bisa jadi dipahami

berbeda oleh kita sebagai orang luar. Pemahaman-

pemahaman berbeda ini terbentuk oleh kebiasaan-kebiasaan

yang ada sebelumnya berlaku di Lembang Ballopasange. Dari

sekian banyak ibu-ibu yang yang saya temui pada dasarnya

menjelaskan hal yang sama. Mereka pada umumnya

menjelaskan bahwa persoalan akan kesehatan bayi yang

dikandung adalah yang maha kuasa mengatur. Oleh karena itu

kehadiran bayi dalam perut tidak bisa dipahami sebagai

kendala untuk tidak melakukan kegiatan terlebih jika kegiatan

tersebut memiliki nilai ekonomis.

Hal lain yang memungkinkan bagi Ma’ Angga, Ma Rian,

Ma’ Roni dan Ma’ Kaso’ untuk tetap bekerja adalah adanya

bawaan bayi yang dirasa aktif dalam perut mereka membuat

mereka untuk selalu beraktivitas. Hal ini dirasa oleh mereka

pada saat usia kandungan sudah masuk umur enam atau tujuh

bulan. Menurut mereka pada saat usia kandungan seperti itu

bayi di dalam perut sudah mulai aktif bergerak, terkadang

menendang atau memukul. Jika hal itu didiamkan maka hal

tersebut akan dirasa sakit oleh karena itu salah satu cara

menghilangkan rasa tersebut maka dilakukanlah aktivitas yang

bisa mengalihkan rasa tersebut. ‘kalo menendang-nendang mi

Page 48: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 148

bato’ 23 lan tambu’ 24 saya biasanya pergimi kesungai

kumpulkan batu atau pasir, biar tidak dirasa itu tendangan’

kisah Ma’ Angga. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Ma’

Angga, Ma’ Rian juga mengungkapkan hal demikian, ‘sakit

juga itu kalo anak di perut memukul atau menendang, biasa

saya itu pergi keluar rumah bantu-bantu bapa ambil pasir, biar

hilang itu rasa tendangannya’.

Kecendrungan lain sehingga mereka tetap beraktivitas

adalah untuk usia kandungan yang terbilang muda (satu

sampai dengan tiga bulan) biasanya bawaan bayi adalah

bermalas-malasan, sehingga membuat ibu hamil bawaannya

akan tidur. Dalam kondisi demikian, ada kecendrungan bahwa

anak nantinya akan menjadi malas atau manja disaat ia besar,

untuk menghindari hal tersebut, maka mereka selalu

memperlakukan dirinya sebagai cerminan akan anak mereka

nantinya. Bagi Ma’ Roni sendiri disebabkan oleh aktivitasnya

yang hanya berada di rumah menjaga dagangannya, untuk

mentaktisi hal tersebut ia selalu berusaha untuk bergerak yaitu

dengan tetap mengerjakan aktivitas kesehariannya sebagai ibu

rumah tangga, semisal mencuci, memasak bahkan

mengangkat air. Menurutnya jika ia di kampung halamannya, ia

pasti sudah dilarang oleh orang tuanya untuk bekerja keras,

tetapi menurut pengalamannya selama berada di Lembang

Ballopasange ia tidak melihat ibu-ibu hamil tinggal diam di

                                                                                                               23 Sebutan bayi yang belum memiliki nama bagi bayi yang berjenis kelamin laki-laki, jika perempuan lai’. Biasanya penamaan ini diberikan pada saat bayi telah lahir 24 tambu’ adalah bahasa daerah (toraja) yang berarti perut  

Page 49: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 149

rumah mereka, kalaupun ada, menurutnya bisa dihitung jari

saja.

Apa yang ditampilkan oleh ibu-ibu di Lembang

Ballopasange berkaitan dengan tetap bekerja dimasa

kehamilannya adalah cerminan dari pengharapan mereka

terhadap anak yang dikandungnya kelak. Adanya anggapan

bahwa jika pada saat mereka tidak beraktivitas maka akan

membentuk kepribadian anak nantinya telah dimulai pada saat

mereka hamil. Hal ini memberikan pemaknaan bagaimana

seorang ibu di Lembang Ballopasange mendidik anak-anak

mereka meskipun masih dalam kandungan.Dalam pandangan

seperti ini mereka menisbahkan bahwa apa yang mereka

lakukan disaat hamil akan membetuk kepribadian anak mereka

kelak. Dari kenyataan ini mereka mengasumsikan bahwa

seorang bayi yang masih berada dalam perut akan senantiasa

mengambil contoh dari kebiasaan orang tuanya. Mereka

beranggapan bahwanya seorang bayi dipandang telah lahir

dan akan senantiasa melihat dan mempraktikkan apa yang

dilakukan oleh orang tua mereka.

Dalam menjaga keselamatanjanin mereka dalam rutinitas

mereka, Ma’ Angga, Ma’ Rian, Ma’ Kaso dan Ma’ Roni

memadukan apa yang dianjurkan oleh bidan dengan anjuran-

anjuran kebiasaan yang berlaku dalam keseharian mereka.

Mengkonsumsi obat penambah darah yang diberikan oleh

bidan dilakukan juga meskipun mereka sedikit ‘terbebani’

Page 50: menimbulkan perasaan takut karena ia sama sekali belum pernahdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/YjE...disaat terjadi pengulangan dan tidak berdampak negative

 

Kianak Kalena …, Ismail Ibrahim, Antropologi, Universitas Hasanuddin, 2013 150

dengan rasa pahit dan jumlah obat yang mesti dikonsumsinya.

Mereka beranggapan bahwa mengkonsumsi obat penambah

darah tersebut setidaknya membuat mereka harus menelan pil

pahit yang menurutnya cukup membebani waktu mereka.

namun demi keselamatan dan kesehatan bayinya mereka

tetap mengkonsumsi obat tersebut. Kebiasaan mereka pada

umumnya, mereka tidak menghabiskan obat tersebut.

Biasanya ia lebih memilih mengkonsumsi buah dan sayuran

atau makanan lain yang mereka anggap memiliki fungsi yang

sama dari obat tersebut semisalnya dengan mengkonsumsi

banyak telur. Selain mengkonsumsi obat tersebut dalam

merawat kesehatan kandungannya ia juga melakukan tradisi

mengurut baik itu dilakukan oleh sang ibu hamil ataupun

dengan menggunakan jasa to’mappakianak. Dengan

pengurutan perut ini, sang ibu hamil selain mendapatkan

kebugaran badan juga dipandang bisa menguatkan perut

dalam ‘menampung’ bayi mereka.

Pemijatan perut bagi ibu hamil oleh petugas kesehatan

moderen tidaklah terlalu dianjurkan karena bisa jadi berakibat

fatal terhadap posisi bayi di dalam perut. Namun bagi ibu-ibu di

Lembang Ballopasange yang saya wawancarai tidaklah

menganggapnya demikian. Malah mereka merasa ada

kekuatan lain disaat mereka pernah dipegang oleh

to’mappakkianak. Hal ini saya dapatkan dari keterangan Ma’

Rian dan Ma’ Angga bahwa ada semacam kekuatan yang