12
MENGUJI HUKUM Karbon, Tindak Kriminal, dan Kekebalan Hukum di Sektor Perkebunan Indonesia

MENGUJI HUKUM

  • Upload
    vothien

  • View
    251

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

MENGUJI HUKUMKarbon, Tindak Kriminal, dan KekebalanHukum di Sektor Perkebunan Indonesia

1

PENGANTAR

KASUS KEJAHATAN KALIMANTAN

DOKUMEN

PELANGGARAN HUKUM

KONDISI YANG MEMUNGKINKAN

PEMBANGUNAN YANG TIDAK BERKELANJUTAN

BIAYA KARBON

HILANG DITELAN BUMI

REAKSI PEMERINTAH

REKOMENDASI

2

3

4

5

6

7

8

8

9

10

DAFTAR ISIUCAPAN TERIMA KASIHEIA berterima kasih kepada Norwegian Agency or Development Cooperation (NORAD) atas dukungannya.

Desain oleh:www.designsolutions.me.uk

Juli 2012

© E

IA

HALAMAN DEPAN DAN BELAKANG:Kelapa sawit yang ditanaman di lahan gambut konsesi milik PT SCP. © EIA

BAWAH:Papan tanda sambutan di konsesi ilegal PT SCP.

Pada Maret 2012, EnvironmentalInvestigation Agency (EIA) dan Telapakmenyerahkan dokumen bukti kepadabeberapa pihak berwenang di Indonesia,membeberkan bagaimana perusahaanperkebunan kelapa sawit di KalimantanTengah telah melanggar beberapa peraturan tata ruang, akses sumberdaya dan pengelolaan lingkungan.

Kejahatan yang dilakukan oleh PTSuryamas Cipta Perkasa (PT SCP)berakibat pada konversi lebih dari23,000 hektar lahan gambut dan hutanrawa gambut, menghancurkan sumbermata pencaharian masyarakat lokal,habitat dari ratusan orangutan yang terancam punah serta menghasilkanjutaan ton emisi karbon.

Dokumen tersebut dimaksudkan untukmenyediakan bukti pada pihak berwenang untuk melakukan investigasi.Saat menginformasikan ini pada pemerintah Indonesia, EIA/Telapakakan mempublikasikan respons merekasebagai bukti dari kejahatan yangdilakukan secara terang-terangan.

Selama pertemuan dengan beberapapenerima dokumen pada Mei dan Juni2012, muncul gambaran kecemasanakan perjuangan birokrasi untuk menegakkan hukum yang telah merekabuat. Meski investigasi atas kegiatan PTSCP yang dilakukan pemerintah sedangberjalan, perkembangan yang sangatlambat menunjukan bahwa prosedur untukmemeriksa dan mengadili pelanggaranhukum lingkungan di Indonesia masihlemah. Lebih jauh lagi, EIA/Telapaktelah menemukan kurangnya pemahamanakan peraturan tentang lingkungan danrendahnya niat di tingkat kabupatenuntuk memeriksa kasus ini hingga tuntas.

Laporan ini memaparkan bukti yangdikumpulkan EIA/Telapak selama investigasi atas kegiatan PT SCP-kebanyakan detil ada dalam dokumen- danrespon dari pihak berwenang terhadapdokumen tersebut. Hal ini menggambarkanketerlibatan pemerintah kabupatendalam memfasilitasi konversi hutansecara ilegal dan pejabat pemerintahandi tingkat lainnya yangsecara sadarmengetahui telah terjadi pelanggarannamun gagal untuk menindaknya.

Ini melukiskan gambaran birokrasi yang tidak menindak pelanggaran sesuai aturan hukum yang berlaku meskipunpelanggaran tersebut dilakukan secaraterbuka dan diketahui secara umum.Birokrasi memilih prioritas pada melanjutkan kegiatan operasi perusahaan perkebunan dibandingkandengan penegakan hukum.

Dampak konsesi PT SCP pada matapencaharian lokal dan keanekaragamanhayati telah dipertimbangkan, namunmakna dari kasus ini adalah manifestasiyang jauh di luar batas konsesi.Konversi lahan gambut dan hutan-yangsalah dan seringkali ilegal-menjadilahan pertanian merupakan alasanutama Indonesia menjadi negara terbesar ketiga penghasil emisi gasrumah kaca1 – posisi yang cukupmemalukan dan Presiden SusiloBambang Yudhoyono telah berjanjiuntuk mengatasinya.2

Lebih dari 1 miliar dolar telah dijanjikanoleh masyarakat internasional untukmendukung strategi negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca darideforestasi dan degradasi hutan(REDD+) melalui reformasi tata kelola.3

Melindungi lahan gambut dari ekspansiperkebunan sawit menjadi salah satubagian utama dari strategi tersebut.4

Kasus PT SCP menunjukkan kenyataanbahwa reformasi tersebut tidak akanberhasil tanpa penegakan hukum yangefektif. Membiarkan PT SCP terus mendapatkan keuntungan haram dariperkebunan merek memberikan pesankuat bahwa lahan gambut Indonesiasedang dalam ‘musim terbuka’.Tidakada yang menjadi halangan bagi ekspansi perkebunan ilegal.

Empat bulan setelah menerima dokumendan empat bulan setelah pejabat pemerintah mengakui secara publikbahwa perusahaan telah beroperasisecara ilegal, truk-truk sawit terus sajalalu lalang, melakukan perjalanan malamdari konsesi perkebunan ke penggilinganmilik PT SCP di Sampit. Untuk saat ini,perusahaan perkebunan yang memilikikoneksi sepertinya lebih penting daripada hukum Indonesia dan komitmenPresiden dalam mengurangi emisi.

2

ATAS:Kanal pengeringan dan sawit dibekas hutan rawa gambut padakonsesi PT SCP.

BAWAH:Surat dari EIA/Telapak padaKepolisian Pulang Pisau, tertanggal 19 Maret 2012.

© E

IA©

EIA

PENGANTAR

“Kasus ini membeberkan faktabahwa reformasitidak akan berhasiltanpa adanya penegakan hukumyang efektif danmendasar.”

KASUS KEJAHATAN KALIMANTAN

3

Selama lebih dari satu dekade, pembebasanlahan skala besar di Provinsi KalimantanTengah telah ditandai dengan meluasnyailegalitas, sampai pada meluasnya kegagalan untuk mematuhi hukum.

Penggunaan lahan yang ‘non-prosedural’telah diekspos oleh satgas pemerintahpada Februari 2011 yang mengungkapfakta hanya seperlima perusahan perkebunan di provinsi tersebut yangmemiliki izin beroperasi dari KementerianKehutanan. 92% perusahaan perkebunandan tambang telah melakukan pelanggaran izin.KementerianKehutanan memperkirakan kerugiannegara sebesar Rp 158,5 triliun atausetara dengan US$ 17,54 juta.5

Kurangnya kepatuhan hukum bertepatandengan periode di mana provinsi inimengalami ekspansi perkebunan yangtinggi dalam sejarah; selama sepuluhtahun hingga tahun 2009, luas perkebunantumbuh sebesar 13 persen per tahunnya.6

Hal ini berdampak pada deforestasisecara besar-besaran yang tidak terkendali pada area yang dikategorikanuntuk penggunaan lain atau APL (Areal Penggunaan Lain),7 dan degradasilahan gambut yang kaya karbon dalam jumlah yang luas.8 Ini merupakan bentuk pembangunan yang telah menuntun Indonesia pada posisinyasebagai negara penghasil emisi gasrumah kaca terbesar ketiga; pada tahun 2005 degradasi lahan gambuttelah menyumbang 38% total emisi Indonesia, dengan perkiraan konservatif,selain 35% dari penggunaan lahan,perubahan penggunaan lahan dan sektor kehutanan.9

Elemen utama lainnya dalam prosespembebasan lahan yaitu mengatur pajaksektoral dan pengelolaan lingkunganyang selalu diremehkan atau bahkantidak dianggap. Pada 2012, diperkirakan sekitar dua per tigaperusahaan tambang dan perkebunan di Indonesia, termasuk KalimantanTengah dan provinsi tetangganya-Kalimantan Timur, Kalimantan Selatandan Kalimantan Barat-beroperasi tanpa AMDAL (Analisis MengenaiDampak Lingkungan).10

Kebanyakan perusahaan perkebunan yangbesar melakukan pembukaan lahan diKalimantan Tengah tanpa memiliki IzinPemanfaatan Kayu (IPK). IPK ini pentingkarena merupakan sebuah proses yangmenyediakan data inventori jumlahtegakan kayu yang ada dalam konsesi dan perhitungan pajak untuk penggunaankayu-kayu tersebut secara komersil.11

Sampai saat ini, ketidakpatuhan terhadap hukum tidak pernah ditindak.Pemerintah telah mengambil langkahtentatif pada penegakan hukum, terutama dengan dibentuknya SatgasAntimafia Hukum yang menuntun investigasi penyalahgunaan lahan diKalimantan Tengah.12 Setelah Undang-undang tentang lingkunganyang kuat dan baru disosialisikan untukmengkriminalisasi penyalahgunaanAMDAL pada 2009, retorika pejabatsenior mengatakan era baru penegakanhukum akhirnya tiba.13

Meskipun demikian, ratusan perusahaanperkebunan tetap beroperasi secara ilegal, terbuka dan pada banyak kasusmelibatkan pemerintah kabupaten.

Tuntutan tindak kejahatan yangberhubungan dengan pelanggaran tataruang diperumit dengan tata ruang yang ‘tidak harmonis’, tumpang tindih,dan berpotensi diperburuk dengan keputusan Mahkamah Konstitusibelakangan ini.14 Hukum lainnya dilanggar, Undang-Undang tahun 2009tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,termasuk sanksi yang dapat dan harusditegakkan jika Indonesia memang ingin mencegah ekspansi perkebunanilegal dan memenuhi target pengurangan emisi.

Jika Indonesia ingin menegaskan bahwapelaku kejahatan hutan harus tundukdan bertanggung jawab pada hukum,tuntutan pada perusahaan perkebunan-yang tanpa malu-malu-melanggar hukumharus dimulai pada titik tertentu,sekarang juga.

Selama investigasi terhadap beberapaperusahaan perkebunan ilegal diKalimantan Tengah, PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) muncul sebagaikasus yang paling jelas dan mengerikan.Bukti yang EIA/Telapak berikan padapemerintah Indonesia pada Maret 2012telah ‘menguji’ secara jelas kemampuanpemerintah dalam menegakkan hukum.

© E

IA©

EIA

© E

IA

BAWAH:Pembukaan lahan secara ilegalpada konsesi sawit di (dari ataske bawah) kabupaten Kapuas,Kotawaringin Timur dan Katinganantara Mei hingga Oktober 2011.

4

Rangkuman pelanggaran hukum yang berlakuberkaitan dengan PT SCPKetidakpatuhan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia:• Mengeluarkan Izin Usaha Perkebunan (IUP) tanpa AMDAL (Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan)

• Gagal menegakkan hukum, mencegah kerugian negara dan kerusakan lingkunganserta secara sadar mengetahui adanya aktivitas pembukaan lahan/penanaman yang dilakukan oleh PT SCP meski tanpa AMDAL, surat izin pelepasan kawasan hutan dan kemungkinan tanpa Izin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT SCP:• Mendapatkan IUP tanpa AMDAL yang sah dan legal;

• Melakukan aktivitas pembukaan lahan dan penanaman di area hutan tanpa surat izin pembebasan kawasan dari Kementerian Kehutanan;

• Membabat lahan hutan tanpa IPK atau tanpa IPK yang sah;

• Beroperasi tanpa AMDAL, melanggar UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

• Melakukan pembukaan lahan di lahan gambut yang dalam (kedalaman lebih dari 3 meter);

• Gagal untuk mengurangi risiko kebakaran selama proses pembukaan lahan.

DOKUMEN

PRAKTIK BEST GROUPBEST Group, dimiliki oleh keluarga Tjahjadi, dengan aktivitas “tersebar di seluruh Indonesia” dan mengekspor minyak goreng langsung ke Asia, Afrika,Timur Tengah dan Eropa. BEST mengakui kepemilikan atas 50,000 hektar perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah”,17 meskipun pada kenyataannyakepimillikan lahan mereka mencapai 175,000 hektar. Ini membuat BEST menjadisalah satu pemilik lahan terluas di provinsi Kalimantan Tengah.18 Mereka jugamemiliki fasilitas pengolahan dan ekspor di Jawa dan Sumatera.

Pada 2008, investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa konsesi milik BEST Group telah membabat lebih dari 2,500 hektar hutan di dalamTaman Nasional Tanjung Puting, di bagian barat Kalimantan Tengah secara ilegal.Ini dilakukan pada saat yang bersamaan ketika mereka membangun perkebunan.19

Belakangan ini, izin yang dipegang oleh BEST Group untuk konsesi tidak aktif dilahan gambut dalam batas Taman Nasional telah menunda kemajuan proyekdemonstrasi REDD+.20

BEST Group memainkan peran di pasar, memasok suplai untuk pedagang komoditas besar, murah dan dalam waktu singkat. Pembeli utama produk kelapa sawit mereka termasuk grup dagang global Mewah Oleo, Pacific Interlink,Cargill International dan Bunge.21

Pada Januari 2007, Bupati PulauPisang (Pulpis) mengeluarkan IzinUsaha Perkebunan (IUP) meliputi20,000 hektar lahan untuk PT SCP,bagian dari Grup BEST [lihat kotak].15

Pada akhir tahun 2011, selamainvestigasi yang dilakukan padasektor perkebunan di KalimantanTengah, EIA/Telapak mengumpulkanberbagai dokumen berkaitan dengan konsesi yang dibuat olehpemerintah dan grup BEST. Dengan menganalisis dokumentersebut dan data satelit, ditambah dengan tinjauan terhadap kerangka hukum, EIA/Telapakdapat menentukan bagaimana dan kapan PT SCP tampaknya telah melanggar beberapa hukumdan regulasi.

Bukti lebih lanjut dikumpulkanpada Mei 2012 melalui tinjauanlangsung ke area konsesi danwawancara dengan sejumlahmasyarakat lokal.

Sebagaimana yang akan dibeberkandalam laporan ini, investigasi yangdilakukan telah menyediakan bukti yang kredibel selama 5 tahunberoperasinya PT SCP secara ilegaltelah menghabisi ribuan hektarlahan gambut, membabat ribuanhektar hutan, mencaplok lahanmasyarakat dan menghancurkanhabitat orangutan. Selama beroperasi, PT SCP menghasilkanjutaan ton emisi karbon.16

Dokumen yang diberikan padapemerintah Indonesia pada bulanMaret-disertai dengan bukti yangmendukung- menunjukkan pelanggaran hukum yang dilakukanoleh PT SCP dan juga pejabatterkait, serta daftar sanksi relevan.Rangkuman dokumen tersebutdapat diakses secara online diwww.eia-international.org

Tutupan lahan konsesi PT SCP pada tahun 2006(kiri) dan 2010 (kanan).

© L

ands

at 7

ETM

+ Im

ages

MENDAPATKAN IUP TANPAMEMILIKI AMDALIzin Usaha Perkebunan (IUP), dibutuhkandan menjadi salah satu syarat untuksemua perusahaan perkebunan yangaktif. IUP hanya bisa dikeluarkan setelahbeberapa kriteria telah disetujui, termasuksalah satunya disetujuinya AMDAL oleh pemerintah provinsi atau dinas di kabupaten.22

AMDAL memerlukan beberapa rangkaianproses, konsultan menetapkan dampaksosial dan lingkungan dari perkebunanyang akan dibangun dan membuat rencanapengembangan yang berkelanjutanuntuk meminimalisir dampak.

Pemerintah telah mengakui secara publik pada tahun 2012 bahwa AMDALPT SCP masih belum disetujui.23 Padasaat IUP dikeluarkan, maka tindakantersebut ilegal, namun hukum yangberlaku tidak mencantumkan tentangsanksi. Hukum yang berlaku telahdiganti dengan peraturan yang membuatoperasi PT SCP menjadi tindakan yangbisa mendapatkan sanksi hukum [lihathalaman berikutnya].

BEROPERASI DI LAHAN GAMBUT DALAMDengan melakukan overlay peta yangdimiliki oleh konsesi perkebunan PT SCPdi tingkat provinsi dengan peta kedalamangambut yang digunakan oleh KementerianKehutanan[24] terdapat indikasi bahwasekitar 22,000 hektar dari konsesi beradadi area gambut dengan kedalaman setidaknya4 meter [lihat peta halaman sebelumnya].

Studi lainnya dari area konsesi padatahun 2007 ditemukan bahwa 4,475hektar dari lahan konsesi berada padalahan gambut dengan kedalaman lebihdari 3 meter. Lahan seluas 5,610 hektarlainnya berada pada lahan gambut dengan kedalaman 2 dan 3 meter.25

Penggunaan lahan gambut dengankedalaman lebih dari 3 meter untukpenanaman kelapa sawit adalah halyang dilarang melalui dua PeraturanPresiden dan dua PeraturanKementerian Kehutanan.26

BEROPERASI TANPA MEMILIKIIZIN PELEPASAN HUTANJika sebuah konsesi berada dalamkawasan hutan, sebuah perusahaan harusmemperoleh izin dari Kementerian

Kehutanan untuk ‘melepas’ lahan tersebutdari zona hutan sebelum melakukan pembukaan lahan ataupun penanaman.Proses ini memungkinkan pengawasanterhadap rencana tata ruang dan memastikan,secara tertulis, bahwa hanya area yangdiperuntukkan untuk konversi dilepaskanuntuk perkebunan. Beroperasi di kawasanhutan telah melanggar Undang-Undang no41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengansanksi 10 tahun penjara.27

Dari bank data yang dirilis olehKementerian Kehutanan pada Juni 2011disebutkan bahwa konsesi tersebutbelum dilepaskan dari statusnya sebagaikawasan hutan.28 Lebih lanjut, pada Mei2011 Kementerian Kehutanan meriliskeputusan yang mengubah status areakawasan hutan di Kalimantan Tengah,29

memastikan status area tersebut tetapberada dalam kawasan hutan.

BEROPERASI TANPA IPKSebelum melakukan pembukaan lahankonsesi, perusahaan perkebunan harusmembuat inventori stok kayu yang berada dalam area tersebut.30 Inventoriini memungkinkan pemerintah kabupatenuntuk mengeluarkan Izin PenggunaanKayu (IPK) untuk menggunakan kayutersebut secara komersil dan menghitungpembayaran pajak.

Untuk mendapatkan IPK, area yangmasih dalam sengketa atau tidak jelasstatusnya, pertama-tama harus terlepasdari kawasan hutan.Sebagaimana lahantersebut masih termasuk dalam kawasanhutan maka IPK tidak dapat dikeluarkan.Analisis satelit mengindikasikan adanyaarea hutan yang sangat luas, dan kayu-kayu yang ada di area tersebuttelah dibabat secara ilegal.

BEROPERASI DI LUAR BATASLAHAN KONSESI

Data satelit yang diperoleh EIA/Telapakmenunjukkan bahwa PT SCP telah membersihkan lahan dan menanamhingga 2 kilometer di luar batas konsesi mereka. Hal ini jelas-jelas ilegaldan melanggar batas kawasan hutan.[lihat peta halaman sebelumnya]

GAGAL MENCEGAH TERJADINYA KEBAKARANBerdasarkan undang-undang tentangperkebunan, menggunakan metode pembakaran untuk membersihkan lahanmerupakan tindak kriminal dengan tuntutan penjara. Jika berkurang, sanksi dapat diterapkan pada perusahaan yang gagal untuk mengurangi risiko terjadinya kebakaran dalam area konsesimereka, kelalaian memungkinkan terjadinya kebakaran.31

Data obtained by EIA/Telapak indicatesnumerous “hotspots”, or “active firedetections” within the borders of the PT SCP concession between January 1,2007 and December 30, 2011, the period in which it was operational.32

5

ATAS:Kanal drainase di konsesi PT SCP.

BAWAH:Overlay peta konsesi dengankedalaman gambut,mengindikasikan sebagian besar konsesi berada pada lahan gambut dengan kedalaman 4 hingga 8 meter.

PELANGGARAN HUKUM

© E

IA©

Wet

land

s In

tern

atio

nal

6

Selama dekade terakhir, hukum dasar diIndonesia mengenai AMDAL telah absenmemberikan sanksi terhadap pelanggaranatau ketidakpatuhan.33 Ini merupakansalah satu alasan peraturan baruakhirnya dikeluarkan pada Oktober2009, yang di dalamnya menyebutkansanksi kriminal pada perusahaan tidakmemenuhi sistem yang berlaku.34

Dari beberapa sanksi yang terdapat padaUU no 32/2009 terdapat sanksi kurunganpenjara antara satu hingga tiga tahundan denda sebesar Rp 1miliar dan Rp 3miliar untuk “setiap orang” yang beraktivitas tanpa memiliki AMDALyang telah disetujui. Bagian ini menjadisignifikan karena AMDAL tidak hanyasebagai salah satu tahap dalam pemberian izin tetapi juga termasukdalam rencana pengelolaan dan pencegahandampak lingkungan-pada teorinya-selamaberlangsungnya aktivitas konsesi.

Undang-undang baru diikuti dengan periode dua tahun transisi yang kemudianpada Oktober 2011 menjadi efektifsepenuhnya.Interaksi antara pemerintahdan PT SCP selama dan segera sesudahperiode menunjukkan bahwa selama terdapat tekanan politik untuk menerapkanundang-undang baru, tidak didukung denganniat untuk menindak ketidakpatuhandan pelanggaran yang terjadi.

Pada Maret 2010, Gubernur KalimantanTengah menulis surat pada Bupati Pulpisdan juga pada bupati lainnya, mengingatkanmereka tentang sanksi yang terdapat padaUU no 32/2009 untuk perusahaan yangberoperasi tanpa AMDAL yang disetujui.Gubernur meminta pejabat lokal untukmelakukan inventori bisnis.35

Inventori yang dikumpulkan KabupatenPulpis pada April 2011 mengindikasikanbahwa PT SCP tetap tidak memilikiAMDAL.36 Hal ini diinformasikan kepadaperusahaan oleh Bupati pada bulanberikutnya, dengan instruksi untukmelaporkan pada Dinas LingkunganHidup selambat-lambatnya bulanAgustus untuk menyelesaikan masalahini.37 Pada akhir Oktober, PT SCP telahgagal untuk memenuhi instruksi ini.38

Selama periode yang sama, pemerintahkabupaten termasuk bupati bersamadengan PT SCP berusaha menyelesaikankonflik yang terjadi dengan masyarakatlokal [lihat halaman berikutnya] melaluiproses mediasi. Pihak kabupaten terlibatlangsung dalam pertemuan yang melibatkanstaf PT SCP,39 puncaknya adalah pertemuan di Jakarta pada 15 Agustus2011 yang dihadiri oleh Bupati Pulpis,Winarto Tjahjadi dan Roby Zulkarnaen,pemilik sekaligus direktut PT SCP.40

[lihat gambar]

Pertemuan tersebut terjadi tiga bulansetelah Bupati menulis surat pada manajemen perusahaan mengingatkanakan tuntutan yang akan mereka hadapiterkait konsesi ilegal mereka, dan hanyadua minggu setelah mereka gagal menepatibatas waktu yang ditentukan untukmelapor pada Dinas Lingkungan Hidup.

Selama proses tersebut, beberapamasyarakat berulangkali menanyakanhak PT SCP atas lahan dan status izin mereka,41 namun pemerintah fokuspada usaha untuk memediasi jumlah kompensasi yang dapat disepakatai oleh dua belah pihak. AMDAL PT SCPakan atau seharusnya menjadi landasan apakah hak mereka atas lahan konsesi tersebut sah atau tidak,dan kegagalan perusahaan untukmemenuhi AMDAL ini semakin memicukonflik yang terjadi.

Setelah Oktober 2011, kegagalan pemerintah untuk menyelesaikanmasalah ini ikut menjadi permasalahanhukum atau kriminal.Dengan secarasadar mengetahui dan membiarkan PT SCPuntuk terus beroperasi tanpa AMDAL,itu artinya pemerintah membiarkan tindak kriminal terus berlangsung.

Pada bulan yang sama, GubernurKalimantan Tengah, Teras Narang bertemu dengan masyarakat untuk membicarakan konflik yang terjadi.Gubernur mengatakan bahwa resolusikonflik tersebut berada di luar kewenangannya, beliau juga menyampaikanbahwa masalah pentingnya adalah statuslegal PT SCP. Dalam situs resminya,Teras Narang menyatakan, “Kalau izinnyabelum lengkap, berarti perusahaan tersebut tidak boleh melakukan apa-apadulu, karena belum punya hak.”42 TerasNarang memerintahkan untuk dilakukannyainvestigasi atas status legal konsesitersebut, meskipun ia sudah menerimasurat tembusan yang menunjukkanbahwa perusahaan tersebut beroperasisecara ilegal.43

Pada Maret 2012, Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) mengadakanpertemuan dengan agenda memintaketerangan mengenai konflik yang terjadi.Muncul fakta bahwa PT SCP juga telah gagal untuk membayar kompensasi yang dijanjikan, KetuaDPRD menyatakan secara terbukabahwa perusahaan ini beroperasi tanpa memiliki sejumlah izin yang ditentukan.44

Dengan demikian tindak kriminal danilegal yang dilakukan PT SCP telah diketahui secara luas hingga padatingkat pemerintah provinsi KalimantanTengah.Sanksi yang harusnya diberikanpada perusahaan telah diberitahukanpada perusahaan dan telah diketahuioleh pemerintah.Namun hingga padasaaat EIA/Telapak menyerahkan dokumen ini, tidak ada investigasi yangberlansung dan tidak ada tanda-tandatuntutan terhadap perusahaan ini sedang berlangsung.45

Implikasi menjadi pertanyaan terhadapUU no 32/2009. Pada tahun pertamasaat UU ini efektif berlaku, aturan inikembali menambah daftar panjang aturan yang tidak tegas dan dikesampingkan.

ATAS:Surat dari PT SCP kepada timmediasi pemerintah padaSeptember 2011.

BAWAH:Surat dari Bupati Pulpis kepadapihak manajemen PT SCP, danperusahaan lainnya, pada Mei2011 memperingatkan mengenaikonsekuensi atas aktivitasperusahaan yang beroperasitanpa AMDAL.

“PemerintahIndonesia tidakmenunjukkankeseriusan niatuntuk menegakkanhukum.”

Teras Narang

© E

IA©

EIA

KONDISI YANG MEMUNGKINKAN

7

Perkebunan ilegal PT SCP telahberdampak pada sumber mata pencaharian penduduk lokal dan jugapada keanekaragaman hayati tersisayang rapuh di Kalimantan Tengah.

Konsesi tersebut berada pada area yangdikenal sebagai area bekas ProyekPengembangan Lahan Gambut (PPLG),usaha Presiden Soeharto mengubahlebih dari sejuta hektar lahan gambutmenjadi lahan pertanian padi pada era90-an. Kebakaran hutan, diikuti denganpembalakan, keringnya lahan gambutdan ekspansi perkebunan telah menghancurkan sebagian besar hutanyang menutupi area tersebut.

Analisis komprehensif atas data satelitmengindikasikan bahwa pada tahun2005, kurang dari dua tahun sebelumPT SCP melakukan pembukaan lahan,konsesi terdiri dari beberapa saluranhutan rawa gambut pada Blok C bekasPPLG, yang membentuk sayap barat.46

Pada Mei 2012, masyarakat DesaPaduran Sebangau mengatakan areatersebut masih berupa hutan sebelumPT SCP memulai pembukaan lahan.Area tersebut juga memiliki berbagaijenis kayu yang bernilai tinggi seperti ramin, kayu yang dilarang untuk ditebang berdasarkan hukumyang berlaku.47

Orangutan Kalimantan yang terancampunah dapat ditemukan dengan tingkatkepadatan yang tinggi di hutan rawagambut. Sebuah studi yang dirilis pada2010 berdasar pada tinjauan lapanganyang dilakukan pada tahun 2009,diperkirakan area hutan yang menjadikonsesi PT SCP adalah habitat lebihdari 200 orangutan.48 Studi tersebutmenemukan bahwa untuk memastikankelangsungan hidup populasi dari 600 orangutan perlu untukmenghubungkan temuan studi pada area PT SCP dan fragmen habitat orangutan yang masih tersisa lainnya di Blok C lahan bekas PPLG.

PT SCP tidak hanya merusak harapan akan hal tersebut tetapi juga-berdasarkan keteranganmasyarakat, telah membayar beberapaorang dari masyarakat untuk memburudan membunuh orangutan yang beradadi dalam area konsesi sebagai solusimembasmi ‘hama’ yang dapat merusakbuah kelapa sawit muda.49

Hutan dan area tersebut merupakansumber mata pencaharian bagi penduduk Paduran Sebangau. Kegagalan untuk memperhatikan hakmereka telah mengakibatkan pindahnyasepertiga penduduk desa. Mereka mencari kesempatan dan sumber matapencaharian lain sementara pekerjakonsesi kebanyakan adalah imigran.50

PT SCP telah berulangkali mengingkarijanji untuk membayarkan kompensasiyang telah disetujui kepada masyarakat,membuat masyarakat akhirnya mendatangi kantor pemerintahan diPulpis dan memblok jalan menuju konsesi pada Agustus 2011.51

Bulan-bulan berikutnya, lebih dari empattahun setelah mencaplok lahan tersebut,PT SCP akhirnya estuju untuk membayarganti sebesar Rp 500,000 per hektarpada pemilik lahan dengan “surat buktikepemilikan dari pejabat berwenang”.52

Sebuah ironi jika melihat status legalperusahaan tersebut. Namun pada 2012,jumlah kompensasi telah turun menjadiRp 200,000 per hektar. Hal ini membuatDPRD “menghukum” PT SCP karenamempermainkan hak masyarakat.53

Hingga saat ini kompensasi tersebutbelum juga dibayarkan.

Pada 2008, sebuah studi telah memperingatkan bahwa ekspansi perkebunan kelapa sawit akanmeningkatkan risiko terjadinya banjir dilahan bekas PLG karena menyusutnyagambut.54 Pada 2012, kanal yang digaliPT SCP telah mengakibatkan desasetempat tergenang banjir.55

PEMBANGUNAN YANG TIDAK BERKELANJUTAN

© E

IA

ATAS:Pondok untuk pekerja yangbertugas memburu di dalamkonsesi PT SCP.

BAWAH:Haji Asmadi dari PaduranSebangau dengan peta yangmenunjukkan lahannya yangdicaplok oleh PT SCP.

© E

IA

8

BIAYA KARBON

HILANG DITELAN BUMI

Perbandingan antara perkebunan PT SCPdan proyek Kalimantan Forests andClimate Partnership (KFCP) REDD+memberikan pelajaran bermanfaat untukmengetahui dampak yang akan terjadijika membiarkan ekspansi perkebunanilegal terus berlanjut.

Proyek KFCP dari Australia ditujukanuntuk mencoba “pendekatan inovatif danberorientasi pasar untuk membiayai danmengimplementasi REDD”.56 Pada saatpertama kali diumumkan tahun 2007,proyek tersebut menargetkan rehabilitasi200,000 hektar lahan gambut yangsudah terdegradasi di sebelah utara areaPPLG, sebelah timur laut dari konsesiPT SCP. Rehabilitasi tersebut akan mengurangi 700 juta ton emisi karbonselama 30 tahun.57

Namun, sebuah studi terbaru mengenaiproyek tersebut menunjukkan bahwa padaFebruari 2012 area gambut yang akanbanjir secara drastis berubah kembalimenjadi 25,000 hektar.58 Pendanaantambahan dibutuhkan untuk proyekmendatang, dan sepertiga dari apa yangtelah dijanjikan tidak menunjukkanadanya pengurangan emisi yang nyata.

Proyek KFCP telah menunjukkan betapasulitnya merehabilitasi lahan gambut

yang telah terdegradasi. Restorasi areabekas PPLG telah menjadi prioritaspemerintah Indonesia selama beberapatahun dan berdasar pada InstruksiPresiden no2/2007.59 Namun tentunyaini akan memakan biaya dan butuhwaktu yang tidak sebentar dan telahditimpa dengan tantangan teknis.60

Terdapatnya 10,000 penduduk yangtelah mengembangkan strategi mencarimata pencaharian dan beradaptasi dengan kondisi saat ini akan menjadihambatan tersendiri.61

Area yang dikeringkan oleh PT SCP,yang telah dimulai saat proyek KFCPdiumumkan, adalah luas area yang samadengan area yang saat ini banjir kembalioleh proyek. Ini menjadi sebuahperingatan bahwa usaha merehabilitasilahan gambut akan menjadi tidak berartikarena ekspansi perkebunan ilegal.

Kejahatan yang dilakukan PT SCP telahmenunjukkan hal substansial akanusaha mengatasi perubahan iklimsebelum proyek KFCP dilakukan. Inimenegaskan bagaimana penegakanhukum yang tegas dapat menjadi carayang lebih murah, cepat dan efektifdalam mengimplementasikan REDD+ di Indonesia dibandingkan denganproyek REDD+ itu sendiri.

Harmonisasi dan revisi tata ruang merupakan pilar kunci dari strategiREDD+ Indonesia dan tak terpisahkanuntuk memastikan ekspansi perkebunandi masa mendatang diarahkan ke areayang sesuai. Mengubah konsesi PT SCPselama proses ini selama lima dekadeterakhir menunjukkan kenyataan bahwapemerintah tidak mengembangkan strategi untuk memroses atau mengatasimasalah perkebunan ilegal.

Izin yang dikeluarkan untuk PT SCPberdasarkan pada Rencana Tata Ruangdan Tata Wilaya Provinsi (RTRWP)tahun 2003,62 yang ditujukan untukkonsesi sebagai area perkembangan produksi yang diperbolehkan untuk konversi. Dalam usulan revisi rencanatata ruang berikutnya, termasuk yangberkaitan dengan Inpres no.2/2007, areatersebut diperuntukkan sebagai hutanproduksi dengan porsi yang signifikansebagai hutan lindung.Hal ini dimaksudkan untuk melindungi lahangambut dan keanekaragaman hayatiyang ada di dalamnya.

Pada Mei 2011, Keputusan Menteri

Kehutanan menegaskan hal ini, lahanseluas 3,802 hektar dari konsesi diperuntukkan sebagai hutan lindung,492 hektar sebagai kawasan suaka alamdan 18,887 hektar sebagai hutan produksi.63

Pada Januari 2012, Presiden mengeluarkan peraturan lainnya64 yangdisebut-sebut akan membuat Kalimantanmenjadi “paru-paru dunia” dan lagi-lagimenetapkan konsesi PT SCP sebagaihutan produksi dan hutan lindung.65

Pada tahap ini, seluruh konsesi sudahtidak lagi tertutup hutan.

Rencana tata ruang yang dikeluarkanoleh Kementerian Kehutanan danPresiden tidak akan berdampak jikahukum masih lemah ketika proses legaluntuk membuat rencana tata ruangprovinsi terus berlanjut. Upaya untukmemperuntukkan ribuan hektar perkebunansebagai hutan lindung ataupun hutanproduksi, tanpa adanya upaya untukmencabut izin dan ‘menghutankan’ kembali konsesi, menunjukkanbagaimana rencana tata ruang yang ada sangat jauh dan tidak bersentuhandengan realitas yang ada di lapangan.

ATAS:Konsesi PT SCP yang diperuntukkan sebagai hutanproduksi (kuning) dan hutan lindung (hijau) dalam rencanatata ruang KementerianKehutanan.

SK 2

92/M

enhu

t-II/

2011

ATAS:Sungai di Kapuas menjadi hitamkarena gambut, tepat di jantunglahan bekas PPLG.

© E

IA

9

REAKSI PEMERINTAHSetelah menerima dokumen dariEIA/Telapak, kepolisian di Pulpis mengadakan investigasi terhadap kasusini, dipimpin oleh Komisaris Ajun ZepniAzka.Saat laporan ini dirilis, investigasimasih berlangsung.

Kementerian Kehutanan mendukunginvestigasi tersebut dengan menulispada kepolisian dan mengarahkan investigasi untuk mengumpulkan “buktiadanya pelanggaran serius dan ilegalyang dilakukan oleh PT SCP” dan“dugaan adanya keterlibatan pemerintahkabupaten Pulpis yang mengeluarkanizin untuk PT SCP”.66

Secara terpisah, Kementerian Kehutanandan Satgas REDD+ juga telah mengadakandiskusi internal membicarakanbagaimana kasus ini diselesaikan dantelah melakukan investigasi.

Namun dalam dialog antara EIA/Telapakdan beberapa badan pemerintahan,masalah serius muncul yang mempertanyakan proses investigasi dan kecenderungan bagaimana tuntutandapat diajukan pada konsesi.

HAMBATAN MENUJU KEADILANDinas Lingkungan Hidup ProvinsiKalimantan Tengah mengatakan padaEIA/Telapak bahwa mereka tidak tahubagaimana menginvestigasi atau memroses tuntutan berdasar pada UUno.32/2009 meskipun sosialisasi sudahdilakukan selama dua tahun selamamasa transisi undang-undang tersebutefektif berlaku.

Kementerian Kehutanan mengedakanpertemuan antar deputi untuk membahas kasus ini.Rapat tersebutmengindikasikan adanya niat untukmenyelesaikan kasus namun sayangnyatidak menghasilkan prosedur yang jelasdan tepat untuk menginvestigasi danmembawa kasus ini lebih lanjut ke mejahijau-berkaitan dengan pelanggaranyang dilakukan PT SCP terhadap UU no.32/2009- sebuah tindak kriminal yangrutin dan terdokumentasi.

Kepolisian tidak memiliki akses untukmendapatkan data satelit.Padahal datasatelit menjadi salah satu elemen kunciterhadap investigasi terkait pelanggaranpenggunaan lahan.

Pemerintah menunjukkan kekhawatiranbahwa jika investigasi ini tidak‘lengkap’ maka tidak dapat ditindaklanjuti ke pengadilan. Hal inimengenyampingkan fakta bahwa pemerintah telah membuat pernyataanpublic yang menyatakan perusahaantersebut telah beroperasi secara ilegal,bukti dan dokumen-dokumen yang adatelah mendukung pernyataan tersebutdan surat dari pemerintah kepada PTSCP telah menyebutkan sanksi yangakan diberikan terhadap pelanggaranyang mereka lakukan.

HAMBATAN BIROKRASI Sepertinya, komunikasi antara dinas dan kementerian sangat terbatas danminim. Tidak ada koordinasi antaraKementerian Lingkungan Hidup danKementerian Kehutanan, sepengetahuanEIA/Telapak, meskipun fakta kasus ini berada dalam kewenangan dua lembaga tersebut.

Ini memunculkan fakta bahwa sejumlahtim yang berbeda telah mengunjungikonsesi tersebut untuk mengumpulkaninformasi, tanpa adanya hasil yang nyata,dan rupanya tidak saling berbagi bukti.

Satgas REDD+ memiliki kapasitasuntuk mengawasi investigasi, meskipunpasif dan mendorong terjadinya koordinasi yang lebih luas. NamunSatgas REDD+ tidak memiliki kewenangan atas kasus ni dan dasarhukum untuk keterllibatan merka masih belum jelas. Pemerintah memintaEIA/Telapak untuk memperoleh dokumen pemerintahan atas nama mereka. Berdasarkan Undang-UndangKeterbukaan Informasi, dokumen pemerintahan harusnya dapat diaksespublic, namun jelas bahkan badanpemerintahan saja tidak dapat mengakses dokumen tersebut. Hal inimenunjukkan kecemasan lainnya terkait hal transparansi.

KONEKSI DI BEBERAPA TEMPATSebagaimana telah disebutkan, GrupBEST telah menghancurkan lebih dari2,500 hektar lahan di Taman NasionalTanjung Putting. Studi komprehensifmenunjukkan bahwa batas barat TamanNasional masih termasuk dalam lahangambut dalam.Di Kalimantan Tengahtelah melebihi jumlah batas kepemilikanlahan oleh perusahaan perkebunan yangterdapat dalam satu provinsi.

Berulangkali, tindak kriminal oleh anakperusahaan Grup BEST tidak tersentuholeh hukum.Budayakebal hukum telahmenjadi cara mereka berbisnis di provinsiini. Pejabat pemerintah mengatakanpada EIA/Telapak bahwa merekamenikmati dukungan dan perlindungandari oknum senior di pemerintahan.Tentunya ini semakin memicu keraguanakan adanya investigasi yang akurat dan menyeluruh.

Hingga saat ini, pihak manajemen dan pemilik PT SCP tidak menghadapituntutan kriminal.Keuntungan yangdidapat dari kejahatan mereka terus mengalir.

“Permasalahanserius telah munculdan memunculkanpertanyaan sertakeraguan akanproses investigasiyang berjalan.”

Pemerintah Indonesia harus:l Memastikan tindak kejahatan yang dilakukan PT SCP

diinvestigasi secara menyeluruh dan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku;

l Menginvestigasi keterlibatan pejabat pemerintah, terutama di tingkat kabupaten dengan melakukan investigasi lebih baik lagi terhadap perusahaan perkebunan secara menyeluruh;

l Memrioritaskan tuntutan atas pelanggaran UU no. 32/2009, karena sudah jelas terbukti dan terdokumentasi,dan tuntutan yang jelas akan mengirim pesan yang tegas bahwa hukum harus ditegakkan- sejalan dengan rancangan Strategi Pemerintah dan Nasional REDD+

l Menginvestigasi tindak kriminal konsesi lainnya yang merupakan anak perusahaan dari Grup BEST;

l Mmemastikanaset PT BEST tidak didapatkan oleh perusahaan, termasuk menggunakan Undang-undang Tentang Pencucian Uang, UU no.32/2009 dan aturan terkait lainnya;

l Mengukur pengurangan emisi gas rumah kaca dari konsesi PT SCP dengan menghormati hak masyarakat lokal;

l Memastikan kompensasi yang adil dan sesuai dibayarkan pada masyarakat lokal yang lahannya telahdiambil oleh PT SCP.

Pembeli sawit harus:

l Berhenti membeli produk sawit dari Grup BEST hingga tuduhan yang diajukan pada perusahaan tersebut selesai diselidiki.

Donor REDD+ harus:

l Memaksa pemerintah Indonesia untuk memastikan PT SCP dan pejabat pemerintah terkait untuk dituntut dan diproses secara hukum sesuai dengan hukum yang berlaku;

l Memonitor dan mengawasi respons dari pemerintah Indonesia pada kasus ini;

l Menghubungkan pendanaan REDD+ yang akan dating pada perbaikan penegakan hukum yang terukur pada sector perkebunan dan kehutanan;

l Memastikan kegagalan penegakan hukum tidak membenarkan perhitungan emisi karbon pada pilot REDD+ atau Proyek Demonstrasi, atau pada tingkat daerah dan nasional;

l Memastikan Indonesia tidak mendapat penghargaan atas kegagalan penegakan hukum di bidang hutan dengan kredit karbon yang membenarkan emisi yang dihasilkan dari sector lain atau dari sector ekonomi.

REKOMENDASI

Pembukaan lahan oleh PT SCPdengan menggunakan carapembakaran pada tahun 2009.

10

1 Indonesia’s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve, National Council on Climate Change, 2010

2 Indonesia CO2 pledge to help climate talks-greens, Reuters, 29 September 2009

3 Pada Mei 2010 pemerintah Norwegia menjanjikan US$ 1 milyar pada Indonesia untuk kesiapan aktivitas REDD+ dan pembayaran untuk pengurangan emisi gas rumah kaca, lainnya dari Forest Carbon Partnership Facility Bank Dunia, UN-REDD dan sejumlah perjanjian bilateral lainnya.

4 Peraturan Presiden No.61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, Rancangan Strategi Nasional REDD+,rancangan final terbuka untuk publik, diakses pada: www.ukp.go.id

5 967 forestry firms under government scrutiny, Jakarta Post, 2 Februari 2011

6 Indonesia: Palm oil growth to continue, USDA Foreign Agricultural Service, 19 Maret 2009

7 Remotely sensed forest cover loss shows high spatial and temporal variation across Sumatera and Kalimantan,Indonesia 2000 – 2008, Broich, M., et al, Environ. Res. Lett. 6 (Januari-Maret 2011)

8 Ancaman Deforestasi dan Kerusakan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, Forest Watch Indonesia, 31 Maret 2007

9 Indonesia’s Greenhouse Gas Abatement Cost Curve, National Council on Climate Change, 2010

10 Hanya 30% Perusahaan di Kalimantan Peduli LH, Harian Umum Tabengan, 30 Maret 2012

11 Moratorium promoter Norway holds shares in company suspected of serious forestry law violations, Greenomics, 27 April 2012; Grup bisnis sawit besar diduga terlibat, Neraca, 23 Februari 2011

12 Jakarta Post, ibid13 Ministry vows better enforcement as 2009 Environment

Law takes hold, Jakarta Globe, 4 Oktober 201114 Keputusan Mahkamah Konstitusi no. 45/PUU-IX/201115 Izin no. 9 tahun 2007, Kabupaten Pulpis16 Conversion of peatlands into oil palm plantations could

be as high as 60 tonnes/per ha/per year; see Opportunities for reducing greenhouse gas emissions in tropical peatlands, Murdiyarso, D. et al, Proceedings of the National Academy of Sciences USA 107: 19655–19660,2010

17 www.bestpalmoil.biz , diakses pada 11 Mei 201218 Rimba Raya Biodiversity Reserve Project Document for

the Voluntary Carbon Standard, Infinite Earth, 15 Mei 2011. Dokumen ini mengacu pada konsesi seluas 139,424hektar namun tidak menyertakan dua konsesi lainnya di Pulpis, termasuk 36,000 hektar lahan PT SCP.

19 Laporan hasil pemeriksaan semester tahun anggaran (TA) 2008, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 23 Februari 2009

20 Special Report: How Indonesia hurt its climate change project, Reuters, 16 Agustus 2011

21 Ekspor data yang diperoleh EIA/Telapak

22 Keputusan Menteri Pertanian No. 357/Kpts/HK.350/5/ 2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, digantikan oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan

23 Aktivitas PT Suryamas Cipta Perkasa Dinilai Illegal, Borneo News, 16 Maret 2012

24 Wahyunto, S. Ritung dan H. Subagjo (2004) ‘Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas dan Kandungan Karbon di Kalimantan / Map of Peat land Distribution Area and Carbon Content in Kalimantan, 2000 – 2002’ Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC)

25 Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the Ex-Mega Rice Project Area in Central Kalimantan, Main Report Synthesis, Euroconsult Mott Macdonald and Deltares / Delft Hydraulics, Oktober 2008

26 Keputusan Presiden no 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan no. 376 tahun 1998; PeratranMenteri Pertanianno 14 tahun 2009 tentangPedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Sawit; Keputusan Presiden no 80 tahun 1999

27 Undang-Undang no 41 of 1999 tentang Hutan, Pasal 5028 Progres Pelepasan Kawasan Hutan untuk budidaya

perkebunan (tahap SK pelepasan), data per Juni 2011, Kementerian Kehutanan. Tersedia online

29 SK.292/Menhut-II/201130 Keputusan Menteri Kehutanan No.SK382/Menhut-II/200431 Undang-Undang no18 tahun 2004 tentang Perkebunan

Undang-Undang no 32 tahun 200932 NASA/University of Maryland. 2002. MODIS Hotspot /

Active Fire Detections. Data set. MODIS Rapid Response Project, NASA/GSFC [producer], University of Maryland, Fire Information for Resource Management System [distributor]. Tersedia online

33 AMDAL Reform and Decentralization: Opportunities for Innovation, World Bank, Desember 2006

34 Undang-Undang no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

35 Surat no. 660/200/II/BLH/2010 dari Gubernur Kalimantan Tengah kepada semua Bupati dan Gubernur di Kalimantan Tengah, 2 Maret 2010

36 Lampiran surat no. 500/24/Adm-EK/201137 Surat no. 660.1/119/klh/2011 dari Bupati Pulpis pada

perusahan, 24 Mei 201138 Pers comms, Sari Mumpung, Kepala Dinas Lingkungan

Hidup, Pulpis39 Lihat, inter alia, Warga Ancam Ambil Lahan PT SCP,

Harian Tabengan, 1 Juli 201140 Pers comms Haji Asmadi41 Tim Investasi Gabungan Turun ke Lapangan, Kalteng Pos,

16 Februari 2011; Pers comms Haji Asmadi42 PT SCP diduga caplok lahan warga, ATN Center, 4

Oktober 201143 Surat no. 660.1/119/klh/2011 dari Bupati Pulpis pada

perusahaan di kabupaten, 24 Mei 201144 Aktivitas PT Suryamas Cipta Perkasa Dinilai Illegal,

Borneo News, 16 Maret 201245 Pers comms, beberapa pejabat pemerintah46 Repeated and extensive fire as the main driver of land

cover change in Block C of the former Mega Rice ProjectArea, undated presentation, Agata Hoscilo, Dr Susan Page, Dr Kevin Tansey, University of Leicester Department of Geography

47 Profiting From Plunder: How Malaysia Smuggles Endangered Wood, EIA/Telapak, 2004

48 Using the ecosystem service value of habitat areas for wildlife conservation: Implications of carbon-rich peatswamp forests for the Bornean orang-utan, Pongo pygmaeus, Cattau, M., Mei 2010

49 Pers comms Haji Asmadi50 Pers comms Haji Asmadi51 Warga Portal Jalan PT Suryamas Cipta Perkasa, Borneo

News, 26 Agustus 2011; Tim Mediasi Sengketa Lahan Ancam Bubar, nasional.inilah.com, 19 Agustus 2011

52 Surat no. 00/SCP-JKT/GR/9/11 dari Roby Zulkarnaen, Direktur PT Suryamas Cipta Perkasa, kepada Ketua Tim Mediasi Kompensasi Pulang Pisau, 6 September 2011

53 Aktivitas PT Suryamas Cipta Perkasa Dinilai Illegal, Borneo News, 16 Maret 2012

54 Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the Ex-Mega Rice Project Area in Central Kalimantan, Main Report Synthesis, Euroconsult Mott Macdonald and Deltares / Delft Hydraulics, Oktober 2008

55 Parit Perusahaan Sawit Sebabkan Banjir, KBR68H.com, 20 Juni 2012

56 Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP) Design Document, Juni 2009

57 Yudhoyono berharap kerjasama RI-Australia akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Antara, 9 September 2007

58 A very real and practical contribution? Lessons from the Kalimantan Forests and Climate Partnership, Erik Olbrei and Stephen Howes, Maret 2012

59 Instruksi Presiden 2/2007 tentang Akselerasi Rehabilitasi dan Revitalisasi Lahan Bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut

60 Master Plan for the Rehabilitation and Revitalisation of the Ex-Mega Rice Project Area in Central Kalimantan, Main Report Synthesis, Euroconsult Mott Macdonald and Deltares / Delft Hydraulics, Oktober 2008

61 Central Kalimantan: REDD+ and the Kalimantan Forest Carbon Partnership (KFCP), Forest Peoples Programme et al, Oktober 2011

62 Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah2003

63 SK.292/Menhut-II/201164 Instruksi Presiden no. 3 tahun 201265 SBY melihat Kalimantan sebagai ‘Paru-paru Dunia’,

Jakarta Globe, 20 Januari 201266 S.329/IV/PPH-3/2012

REFERENSI

ENVIRONMENTAL INVESTIGATION AGENCY (EIA)

62/63 Upper StreetLondon N1 0NY, UK

Tel: +44 (0) 20 7354 7960 Fax: +44 (0) 20 7354 7961

email: [email protected]

www.eia-international.org

EIA US

www.eia-global.org

TELAPAK

Taman Yasmin Sektor VJl. Palem Putri III no.1

Bogor 16143, Jawa Barat, INDONESIATel: +6251-8431516Fax: +6251-8431514

email: [email protected]

www.telapak.org