23
265 Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014 MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE Ros Mayasari Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Qaimuddin Kendari Abstrak Menjalani kehidupan adalah sesuatu yang harus dijalani setiap makhluk ciptaan Allah SWT. Perkembangan zaman yang semakin modern menjadikan hidup semakin kompleks dan penuh tantangan, diperlukan pribadi ketangguhan, kepribadi- an tahan banting agar dalam menghadapi berbagai tantang- an, kesulitan hidup baik sebagai pribadi maupun kelompok tangguh dalam istilah agama, merupakan pribadi yang senantiasa bersyukur atas segala apapun yang diberikan Allah SWT kepadanya apakah itu nikmat atau ujian. Untuk menjadi pribadi yang tangguh adalah tidak mudah, maka diperlukan latihan agar keterampilan pribadi yang

MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

265Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUHMELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN

RESILIENCE

Ros MayasariSekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Qaimuddin Kendari

Abstrak

Menjalani kehidupan adalah sesuatu yang harus dijalani setiapmakhluk ciptaan Allah SWT. Perkembangan zaman yangsemakin modern menjadikan hidup semakin kompleks danpenuh tantangan, diperlukan pribadi ketangguhan, kepribadi-an tahan banting agar dalam menghadapi berbagai tantang-an, kesulitan hidup baik sebagai pribadi maupun kelompoktangguh dalam istilah agama, merupakan pribadi yangsenantiasa bersyukur atas segala apapun yang diberikan AllahSWT kepadanya apakah itu nikmat atau ujian.Untuk menjadi pribadi yang tangguh adalah tidak mudah,maka diperlukan latihan agar keterampilan pribadi yang

Page 2: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

266

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

tangguh dapat terasah sehingga apapun keadaannya dapatberprasangka baik kepada Allah SWT. Keterampilan resilienceakan terlatih dengan interaksi individu dengan lingkungan,semakin individu berhasil mengatasi krisis yang dihadapi makaakan semakin meningkatkan potensi individu dalam rangkamenghadapi tahapan perkembangan berikutnya. Hal itu pulayang akan menjadikan mental dan jiwa seseorang akan selaluhidup dan mempunyai energi positif yang terpancarkan. Selaluoptimis dalam menhghadapi segala masalah kehidupan yangmenerpa.

Kata Kunci: Pribadi Tangguh, Resilience, Keterampilan Resilience

A. Pendahuluan

Pribadi tangguh dalam istilah agama, merupakan pribadi yangmemiliki kemampuan untuk bersyukur apabila ia mendapat sesuatuyang berkaitan dengan kebahagiaan, kesuksesan, mendapat rezeki,dan lain-lain. Sebaliknya, jika ia mendapati sesuatu yang tidakdiharapkannya, baik berupa kesedihan, kegagalan, mendapatbencana, dan lain-lain, maka ia memiliki ketahanan untuk selalubersabar. Pribadi seperti ini memposisikan setiap kejadian yangmenimpanya adalah atas ijin dan kehendak Allah SWT. Ia pasrah danselalu berusaha untuk bangkit dengan cara mengambil pelajaran darisetiap kejadian tersebut. Pribadi pantang menyerah ini bukan sajasemata-mata secara fisik, namun yang lebih penting justru adanyasifat positif dalam jiwanya yang begitu tangguh dan kuat.

Kesulitan hidup yang dialami seseorang merupakan pintumasuk bagi munculnya tindakan-tindakan negatif pada diri seseorangseperti munculnya prilaku korupsi bisa jadi pada awalnya karenaadanya masalah ekonomi yang dihadapi seseorang. Penggunaannarkoba dapat juga berangkat dari ketidakmampuan seseorangmengatasi masalah yang dihadapinya, karena dengan penggunaannarkoba seseorang secara subyektif merasakan dapat keluar darimasalahnya. Oleh karena itu salah satu karakter positif yang perludikembangkan adalah kemampuan resilience.

Page 3: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

267

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

Kehidupan kini yang semakin kompleks dan penuh tantangan,selain pribadi yang cerdas dan baik, diperlukan juga ketangguhan,kepribadian tahan banting agar dalam menghadapi berbagaitantangan, kesulitan hidup maupun berbagai bencana, baik sebagaipribadi, kelompok, suatu bangsa, bangsa Indonesia mampu bertahan,bangkit dan terus maju menghadapi berbagai situasi yang tidakdiharapkan tersebut. Kemampuan ini disebut sebagai kemampuanresilience dan yang menguntungkan adalah jenis kemampuan inidapat dilatihkan.

Stoltz menjelaskan bahwa dengan resilience dapat memberi-tahukan seberapa jauh individu mampu bertahan menghadapikesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya, sehingga tidakmelakukan hal-hal yang merugikan dirinya sendiri. Pribadi yangresilience/tangguh memiliki moral dan karakter kuat akanmengetahui mana yang benar dan tidak, apa yang baik dan tidakserta dampak dari perilaku yang mereka lakukan. Selain itu merekatetap dapat mengambil keputusan atau melakukan tindakan secarabenar dan tepat. Mereka sadar bahwa tindakan benar tersebutkadangkala adalah keputusan yang tidak popular, namun padaakhirnya mereka tidak mudah terpengaruh dan cenderung menjauhihal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka.

Resilience ini merupakan kemampuan dan keterampilan yangdiperoleh melalui pengalaman dan interaksi individu denganlingkungannya. Oleh karena itu, resilience dapat dikembangkan kearah positif melalui latihan-latihan pengembangan keterampilanresilience. Pembahasan berikut ini menguraikan hubungan resiliencedengan kesehatan mental, konsep resilience dan faktor-faktorpembentuk resilience serta beberapa contoh latihan pengembanganketerampilan resilience di bagian akhir.

B. Pembahasan

1. Pribadi Tangguh (Resilience) dan Kesehatan MentalResilience merupakan faktor kunci dalam melindungi dan

sekaligus meningkatkan kesehatan mental yang baik. Resiliencemerupakan sebuah kualitas yang membuat seseorang dapat

Page 4: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

268

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

beradaptasi dengan jatuh bangun kehidupannya. Setiap individudalam menjalani kehidupan sehari-hari mengalami banyak peristiwa.Beberapa peristiwa diantaranya dihayati sebagai peristiwa buruk,yang tidak menyenangkan dan menekan batin. Setiap peristiwa burukakan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagi individu yangberupa tingkah laku atau emosi tertentu. Suatu peristiwa yang samaseringkali dihayati secara berbeda-beda oleh dua individu atau lebih.Faktor yang menyebabkan munculnya perbedaan penghayatantersebut terletak pada keyakinan-keyakinan (belief) individu yangmenyertai pemaknaan peristiwa tersebut. Pemaknaan secara positifdan proporsional terhadap suatu peristiwa akan membantu individulebih mampu bertahan dalam berbagai peristiwa. Sebaliknya,pemaknaan secara negatif dan berlebihan terhadap suatu peristiwaakan menimbulkan perasaan lebih tersiksa.

Orang yang tangguh dapat secara efektif mengatasi atauberadaptasi dengan situasi-situasi kehidupan yang penuh tekanandan masalah. Aspek lain dari kepribadian resilience ini yaitukemampuan seseorang untuk tidak hanya mampu bangkit dari situasisulit, namun juga dapat menggunakan pengalamannnya untukmembangun kekuatan diri sehingga dapat berkembang sebagaipribadi yang lebih baik dalam mengatasi tekanan dan tantangan dimasa akan datang.

Sebagian dari menjadi pribadi yang tangguh (yang resilience)adalah memiliki kesehatan mental yang baik atau dapat jugadisimpulkan bahwa sebagian dari kesehatan mental yang positifmelibatkan kemampuan resilience. Oleh karena itu, usahameningkatkan kesehatan mental adalah meningkatkan kesehatanmental yang positif, sehingga membangun resilience jugameningkatkan kesehatan mental.

Manusia tidak akan terlepas dari permasalahan-permasalahan hidup yang terkadang mendatangkan kondisi yangmenekan dimana dapat menimbulkan dampak negatif baik fisikmaupun psikis. Menurut Santrock, ketakutan akan kegagalan dalammencapai kehidupan yang sukses sering kali menjadi alasanmunculnya stres dan depresi pada manusia. Untuk menghadapiberbagai permasalahan tersebut diperlukan kemampuan individu

Page 5: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

269

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

agar dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut dimana dapatmeningkatkan potensi diri setelah menghadapi situasi yang penuhtekanan. Kemampuan itulah yang disebut sebagai keterampilanresilience. Dengan demikian menjadi orang yang resilience berartimembuat seseorang memiliki kesehatan mental yang baik.

2. Konsep ResilienceTeori perkembangan Erikson menyatakan bahwa setiap tahap

perkembangan dalam rentang kehidupan manusia mempunyai tugasperkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatukrisis yang harus dihadapi. Semakin individu berhasil mengatasi krisisyang dihadapi maka akan semakin meningkatkan potensi individudalam rangka menghadapi tahapan perkembangan berikutnya.1

3. Definisi ResiliensiResilience merupakan istilah bahasa Inggris yang artinya daya

pegas, daya kenyal atau kegembiraan. Kamus Oxford Learners’ PocketDictionary mengartikan resilience sebagai “quality off quickly recoveringthe original shape after being pulled, crushed, etc” dan juga disebutsebagai “power of recovering quickly (from illness, defeat, etc)”.

Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dengannama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yangmelibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saatdihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Secara spesifik,ego-resilience adalah:”… a personality resource that allows individualto modify their characteristic level and habitual mode of expressionof ego-control as the most adaptively encounter, function in and shapetheir immediate and long term environmental context. Resiliencemenurut definisi Block merupakan sebuah kepribadian yang mem-buat individu dapat beradaptasi dan memodifikasi lingkungannya.2

1 Santrock, J.W., Life-span development (7th edition), (Boston: McGraw-Hill, 1999)

2 E.C. Klohnen, “Conseptual Analysis and Measurement of The Constructof Ego Resilience”. Journal of Personality and Social Psychology, Volume. 70 No 5,p 1067-1079, (1996), hlm. 45.

Page 6: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

270

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

Istilah ego-resilience kemudian mengalami perluasan makna.Istilah descriptive labels dimunculkan dalam penelitian Rutter &Garmezy tentang anak-anak yang mampu bertahan dalam situasipenuh tekanan. Kemampuan anak-anak yang mampu berfungsisecara baik walaupun mereka hidup dalam lingkungan yang burukdan penuh tekakan disebut sebagai descriptive labels. Descriptivelabels memiliki makna yang intinya sama dengan resilience yaitukemampuan bertahan dalam situasi yang sulit.

Resilience juga diangap sebagai sebuah kapasitas menghadapidan mengatasi tekanan hidup. Grotberg, di sisi lain menyatakanbahwa “resilience is a universal capacity which allows a person, groupor community to prevent, minimize or overcome the damaging effectsof adversity”.3 Jadi, resilience merupakan kapasitas yang tidak hanyaada pada semua orang, tetapi juga merupakan kapasitas yang adapada kelompok atau masyarakat. Kapasitas inilah yang memungkin-kan setiap individu, kelompok ataupun komunitas memiliki ke-mampuan mengantisipasi, meminimalkan atau mengatasi pengaruhyang bisa merusak pada saat mereka mengalami musibah. Resiliencesebagai sebuah kapasitas dapat juga dilihat dari penjelasan Reivichdan Shatte yang menyatakan bahwa resilience adalah kapasitas untukmerespon sesuatu dengan cara yang sehat dan produktif ketika ber-hadapan dengan kesengsaraan atau trauma, terutama untukmengendalikan kehidupan sehari-hari.4 Resilience juga dikonsepkansebagai keterampilan coping saat dihadapkan pada tantangan hidupatau kapasitas individu untuk tetap “sehat” (wellness) dan terusmemperbaiki diri (self repair) sebagaimana yang dikemukakan olehWolin & Wolin.5 Selanjutnya, resilience ini juga dilihat sebagai suatuproses interaksi antara faktor individual dengan faktor lingkungan.Faktor individual ini berfungsi menahan perusakan diri sendiri dan

3 E. Grothberg, “A Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthen-ing the Human Spirit”. The Series Early Childhood Development: Practice and Re-flections. Number 8, (The Hague: Benard van Leer Voundation, 1995), hlm.15.

4 K. Reivick & A. Shatte, The Resilience Factor: 7 Essential Skills for Over-coming Life’s Inevitable Obstacles, (New york: Broadway Books, 2002).

5 Zahrotul Uyun, Resilience dalam Pendidikan Karakter, (Surakarta:Prosiding Seminar, 2012), hlm. 200-208.

Page 7: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

271

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

melakukan kontruksi diri secara positif, sedangkan faktor lingkunganberfungsi untuk melindungi individu dan “melunakkan” kesulitanhidup individu.

Resilience dengan demikian merupakan kemampuan danketerampilan baik sebagai individu, kelompok atau komunitas untukberadaptasi dengan keadaan sulit dengan cara yang efektif sebagaihasil proses interaksi individu dengan lingkungannnya dan dapatmeningkatkan resilience di masa yang akan dating.

4. Faktor-Faktor ResilienceFaktor-faktor yang berpengaruh terhadap resilience seseorang

telah dikaji dalam sejumlah penelitian. Faktor tersebut meliputidukungan eksternal dan sumber-sumbernya yang ada pada diriseseorang, kekuatan personal yang berkembang dalam diri seseorang(seperti self-esteem, self-efficacy, self concept) dan kemampuan sosial(seperti mengatasi konflik, kemampuan-kemampuan berkomunikasi).Grotberg menjelaskan faktor-faktor yang membentuk resilience.Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah“I Have”. Untuk kekuatan individu yang adala dalam diri seseorangdisebut dengan istilah “I Am”, sedangkan untuk kemampuaninterpersonal digunakan istilah “I Can”.

a. I AmFaktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam

diri, seperti perasaan, tingkah laku dan kepercayaan yangterdapat dalam diri seseorang. Faktor I Am terdiri dari beberapabagian yaitu:1) Bangga pada diri sendiri

Individu memahami bahwa mereka adalah seorang yangpenting dan merasa bangga terhadap dirinya dengan apayang telah mereka lakukan atau akan capai. Individu itu tidakakan membiarkan orang lain meremehkan atau merendah-kan mereka. Ketika individu mempunyai masalah dalamhidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu merekauntuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.

Page 8: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

272

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

2) Perasaan dicintai dan sikap yang menarikIndividu pasti mempunyai orang yang menyukai dan men-cintainya. Individu akan bersikap baik terhadap orang-orangyang menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat meng-atur sikap dan perilakunya jika menghadapi respon-responyang berbeda ketika berbicara dengan orang lain.

3) Mencintai, empati, altruistic;Ketika seseorang mencintai orang lain dan mengekspresikancinta itu dengan berbagai macam cara. Individu peduliterhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengekspresi-kan melalui berbagai perilaku atau kata-kata. Individumerasakan ketidaknyamanan dan penderitaan orang lain daningin melakukan sesuatu untuk menghentikan atau berbagipenderitaan atau memberikan kenyamanan.

4) Mandiri dan bertanggung jawabIndividu dapat melakukan berbagai macam hal menurutkeinginan mereka dan menerima berbagai konsekuensi danperilakunya. Individu merasakan bahwa ia bisa mandiri danbertanggung jawab atas hal tersebut. Individu mengertibatasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan danmengetahui saat orang lain bertanggung jawab.

b. I HaveAspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang

meningkatkan resiliensi.1) Struktur dan aturan rumah.

Setiap keluarga mempunyai aturan-aturan yang harus diikuti,jika ada anggota keluarga yang tidak mematuhi aturantersebut maka akan diberikan penjelasan atau hukuman.Sebaliknya jika anggota keluarga mematuhi aturan tersebutmaka akan diberikan pujian.

2) Role ModelsOrang-orang yang dapat menunjukkan apa yang individuharus lakukan seperti informasi terhadap sesuatu danmemberi semangat agar individu mengikutinya.

Page 9: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

273

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

3) Mempunyai hubunganOrang-orang terdekat dari individu seperti suami, anak, or-ang tua merupakan orang yang mencintai dan menerimaindividu tersebut. Tetapi individu juga membutuhkan cintadan dukungan dari orang lain yang kadangkala dapat me-menuhi kebutuhan kasih sayang yang kurang dari orangterdekat mereka.

c. I CanFaktor I Can berhubungan dengan kompetensi sosial dan

interpersonal seseorang.1) Mengatur berbagai perasaan dan rangsangan.

Individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenaliberbagai jenis emosi, dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan tingkah laku namun tidak menggunakan kekerasanterhadap perasaan dan hak orang lain maupun diri sendiri.Individu juga dapat mengatur rangsangan untuk memukul,‘kabur’, merusak barang, atau melakukan berbagai tindakanyang tidak menyenangkan.

2) Mencari hubungan yang dapat dipercayaIndividu dapat menemukan seseorang misalnya orang tua,saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagiperasaan dan perhatian, guna mencari cara terbaik untukmendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal daninterpersonal.

3) Keterampilan berkomunikasiIndividu mampu mengekspresikan berbagai macam pikirandan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengar apayang orang lain katakan serta merasakan perasaan orang lain.

4) Mengukur temperamen diri sendiri dan orang lainIndividu memahami temperamen mereka sendiri(bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resikoatau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadaptemperamen orang lain. Hal ini menolong individu untukmengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk

Page 10: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

274

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

berkomunikasi, membantu individu untuk mengetahuikecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individumampu sukses dalam berbagai situasi.

5) Kemampuan memecahkan masalah.Individu dapat menilai suatu masalah secara alami sertamengetahui apa yang mereka butuhkan agar dapatmemecahkan masalah dan bantuan apa yang merekabutuhkan dari orang lain. Individu dapat membicarakanberbagai masalah dengan orang lain dan menemukanpenyelesaian masalah yang paling tepat dan menyenangkan.Individu terus-menerus bertahan dengan suatu masalahsampai masalah tersebut terpecahkan.Setiap faktor dari I Am, I Have, I Can memberikan konstribusi

pada berbagai macam tindakan yang dapat meningkatkanpotensi resilience. Individu yang resilience tidak membutuhkansemua sumber-sumber dari setiap faktor, tetapi apabila individuhanya memiliki satu faktor individu tersebut tidak dapatdikatakan sebagai individu yang beresiliensi, misalnya individuyang mampu berkomunikasi dengan baik (I Can) tetapi ia tidakmempunyai hubungan yang dekat dengan orang lain (I Have)dan tidak dapat mencintai orang lain (I Am), ia tidak termasukorang yang resilience.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian tangguh/re-silience

Kemampuan untuk tangguh menghadapi masalah melibatkansejumlah faktor. Orang-orang yang menunjukkan ketangguhancenderung menjadi orang yang penuh empati, memiliki keterampilanberkomunikasi dan memecahkan masalah serta menyusun tujuandengan baik. Mereka juga melibatkan diri dalam aktivitas yangbermakna dan memiliki system pendukung yang positif dalamkeluarga dan masyarakat. Mereka juga cenderung memandang positifkepada masa depan.

Resilience dipengaruhi oleh kombinasi factor resiko (riskfactor) dan factor pelindung (protective factor) yaitu karakteristikindividu, keluarganya dan komunitasnya apakah meningkatkan

Page 11: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

275

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

protective factor atau menurunkan (risk factor) kecenderunganseseorang menjadi resilience. Faktor-faktor individual yang dapatmempengaruhi resilience meliputi kepribadian, konsep diri, caraberpikir, kemampuan social dan kesehatan fisik. Faktor keluarga yangdapat mempengaruhi resilience yaitu pola kelekatan (attachment),pola komunikasi, struktur keluarga, gaya pengasuhan orang tua dandukungan keluarga.

Bebarapa faktor yang berbeda yang dapat mempengaruhiresilience yaitu sebagai berikut:a. Adanya rasa aman secara psikologisb. Yakin dicintai dan berarti bagi keluarga dan temanc. Memiliki identitas diri yang jelas baik sebagai pribadi, dalam

budaya maupun secara spirituald. Memilki self-efficacy yang membuat seseorang dapat mengambil

keputusan dan bertindak secara independene. Memiliki rasa percaya diri dalam merencanakan tujuan hidup

dan meraihnya.Reivich dan Shatté menjelaskan resilience dibangun dari tujuh

kemampuan yang berbeda dan hampir tidak ada satupun individuyang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik.Kemampuan ini terdiri dari:6

a. Regulasi emosiMenurut Reivich dan Shatté regulasi emosi adalah kemampu-

an untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memilikikemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabilasedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marahsehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Peng-ekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yangsehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Pengekpresianemosi yang tepat merupakan salah satu kemampuan individu yangresilien. Dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi, yaituketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu

6 Op.Cit, Reivich dan Shate.......2002.

Page 12: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

276

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

mengelola kedua keterampilan ini, dapat membantu meredakanemosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu danmengurangi stress.

b. Pengendalian impulsDefinisi pengendalian impuls sebagai kemampuan

mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yangmuncul dari dalam diri seseorang. Individu dengan pengendalianimpuls rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepatyang cenderung mengendalikan perilaku dan pikiran mereka. Individuseperti itu seringkali mudah kehilangan kesabaran, mudah marah,impulsif, dan berlaku agresif pada situasi-situasi kecil yang tidakterlalu penting, sehingga lingkungan sosial di sekitarnya merasakurang nyaman yang berakibat pada munculnya permasalahan dalamhubungan sosial.

c. OptimismeIndividu yang resiliece adalah individu yang optimis. Mereka

memiliki harapan di masa depan dan percaya bahwa mereka dapatmengontrol arah hidupnya. Optimisme mengimplikasikan bahwaindividu percaya bahwa ia dapat menangani masalah-masalah yangmuncul di masa yang akan datang.

d. EmpatiEmpati merepresentasikan bahwa individu mampu membaca

tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empatimencerminkan seberapa baik individu mengenali keadaan psikologisdan kebutuhan emosi orang lain. Seseorang yang memilikikemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yangpositif.

e. Analisis penyebab masalahSeligman mengungkapkan sebuah konsep yang berhubungan

erat dengan analisis penyebab masalah yaitu gaya berpikir. Gayaberpikir adalah cara yang biasa digunakan individu untuk menjelaskansesuatu hal yang baik dan buruk yang terjadi pada dirinya.

Page 13: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

277

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

Gaya berpikir dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu:1) Personal (saya-bukan saya) individu dengan gaya berpikir ‘saya’

adalah individu yang cenderung menyalahkan diri sendiri atashal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya, Individu dengangaya berpikir ‘bukan saya’, meyakini penjelasan eksternal (di luardiri) atas kesalahan yang terjadi.

2) Permanent (selalu-tidak selalu): individu yang pesimis cenderungberasumsi bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terusberlangsung. Sedangkan individu yang. optimis cenderungberpikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik padasetiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagaiketidakberhasilan sementara.

3) Pervasive (semua-tidak semua): individu dengan gaya berpikir‘semua’, melihat kemunduran atau kegagalan pada satu areakehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya. Individudengan gaya berpikir‘tidak semua’, dapat menjelaskan secararinci penyebab dari masalah yang ia hadapi. Individu yang pal-ing resilience adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognisidan dapat mengidentifikasi seluruh penyebab yang signifikandalam permasalahan yang mereka hadapi tanpa terperangkapdalam explanatory style tertentu.

f. Self-efficacyDefinisi self-efficacy sebagai keyakinan pada kemampuan diri

sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.Self-efficacy juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dansukses. Individu dengan self-efficacy tinggi memiliki komitmen dalammemecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketikamenemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil.Bandura menjelaskan bahwa inividu memiliki sebuah sistem diri yangmemungkinkannya untuk melakukan sebuah penilaian yang dapatmengontrol pikiran, perasaan dan tindakan. Dalam teori Bandura,individu dipandang proaktif dan memiliki regulasi diri daripadasekedar bersifat reaktif dan dikontrol oleh dorongan lingkungan ataubiologis. Menurut Bandura prilaku lebih sering dapat diprediksidengan keyakinan-keyakinan yang mereka pegang tentang

Page 14: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

278

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

kemampuannya daripada kemampuan aktual yang mereka miliki.Persepsi diri ini (self-efficacy) membantu individu melakukan tugasdengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.7 MenurutBandura, individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangatmudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragukarena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuandirinya. Individu ini menurut Bandura akan cepat menghadapimasalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.8

g. Peningkatan aspek positifMenurut Reivich dan Shatte, resilience merupakan

kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup .Individu yang meningkatkan aspek positif dalam hidup, mampumelakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu: (1) mampumembedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, (2) memilikimakna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar darikehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akanlebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperandalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalianemosi.9

6. Mengembangkan keterampilan resilienceResilience merupakan keterampilan yang diperlukan dan

berkembang sepanjang hiduo seseorang (a lifelong skill). Beberapateknik yang dikembangkan para ahli untuk mengembangkanketerampilan resilience pada intinya membantu seseorangmengembangkan konsep diri yang positif, cara berpikir positif(misalnya mampu mengidentifikasi irasional belief, perangkappikiran), keterampilan social, pengembangan self-efficacy serta

7 A. Bandura, Social foundations of thought and action: A social cognitivetheory. Englewood Cliffs, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1986).

8 A. Bandura, Self-efficacy: The exercise of control, (New York: W.H. Free-man and Company, 1994).

9 K. Reivick & A. Shatte, The Resilience Factor: 7 Essential Skills for Over-coming Life’s Inevitable Obstacles, (New York: Broadway Books, 2002).

Page 15: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

279

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

manajemen stress. Latihan-latihan pengembangan resilience berikutini diambil dari model pengembangan resilience.10

a. Latihan calming and focusingPada saat mengalami berbagai situasi buruk atau tidak

menyenangkan, sering kali kita sulit berkonsentrasi karena gangguan-gangguan pikiran kita sendiri. Untuk membantu pikiran kita bisa fokuspada suatu pokok bahasan beberapa teknik pemfokusan dapatdilatihkan.

b. Keterampilan Penempatan Pikiran dalam PerspektifLatihan seperti ini dapat membantu individu dapat berfikir

secara lebih akurat, dan melatih mengendalikan belief untukmemprediksikan implikasi-implikasi dari suatu keadaan yang buruksecara proporsional.

c. Menantang keyakinan-keyakinan (challenging beliefs)Menantang keyakinan-keyakinan (challenging beliefs) adalah

keterampilan menguji akurasi keyakinan-keyakinan tentang penyebabproblem (why belief) dan bagaimana menemukan solusi yang tepat(problem solving). Mengubah kehidupan adalah sesuatu yang mungkindilakukan individu. Salah satu bagian penting dari resilience adalahmengubah dan memperbaiki kelemahan diri sendiri. Untuk tujuan inidibutuhkan kejujuran melakukan analisis terhadap diri sendiri,menentukan aspek-aspek kelemahan yang dapat dipengaruhi danaspek mana yang dapat diperbaiki. Seseorang dapat mengubah beliefapabila dia dapat menemukan belief-belief yang memainkan perandalam menentukan bagaimana seseorang merasa dan bertindak dalammenghadapi kesulitan. Langkah berikutnya adalah mengevaluasiseberapa akurat, seberapa realistik belief-belief tersebut dan meng-ubahnya ke arah belief yang lebih akurat bila diperlukan. Menantangkeyakinan-keyakinan yang dimiliki akan membantu individu

10 Suwarjo, Modul Pengembangan Resilience, (Yogyakarta: JurusanPsikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas NegeriYogyakarta, 2008).

Page 16: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

280

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

mengklarifikasi masalah yang dihadapi dan menemukan pemecahanyang lebih baik dan lebih permanen. Menurut Reivich & Shatteketerampilan challenging beliefs sangat berguna bagi individu yangdirundung kesedihan, kemarahan, penuh rasa bersalah, dan merasadipermalukan. Dalam kaitannya dengan faktor-faktor resiliensi,keterampilan ini akan meningkatkan faktor pengendalian dorongan,optimisme, analisis sebab-akibat, dan faktor self-efficacy.11

d. Mendeteksi gunung esKetika seseorang mengalami emosi yang meledak-ledak

(antara lain marah, terkejut, sedih, muncul rasa bersalah, dan merasadipermalukan), berbagai pikiran selintas muncul dan tidak mampumenjelaskan apa yang sedang terjadi pada diri. Sering kali, seseorangjuga tidak mampu menjelaskan mengapa dia bertingkah laku ataumengambil tindakan tertentu. Jika hal ini terjadi, ini merupakan salahsatu pertanda bahwa seseorang berada dalam pengaruh keyakinan/perasaan yang mendalam (underlying belief) yaitu suatu keyakinanyang dipegang secara mendalam tentang bagaimana dunia harusterjadi dan bagaimana seseorang merasa dirinya harus menguasailingkungannya (dunianya). Keyakinan yang demikian tertanam dalamdiri secara mendalam dan sebagian besar tidak disadari, kecualisebagian kecilnya saja (fenomena gunung es). Penguasaanketerampilan mendeteksi “gunung es” sangat penting untukmeningkatkan pengaturan emosi, empati, dan kesadaran untukbangkit dari berbagai situasi sulit.

e. Keterampilan menghindari perangkap-perangkap pikiran.Keterampilan ini akan membantu individu dalam

meningkatkan faktor pengendalian dorongan (impuls control) danfaktor efikasi diri (keyakinan/anggapan tentang diri bahwa seseorangefektif atau mampu melakukan sesuatu secara baik) yang merupakanbagian dari faktor-faktor resilience. Individu sering kali terperangkapdalam perangkap-perangkap pikiran (thinking traps) karena proses-

11 K. Reivick & A. Shatte, The Resilience Factor: 7 Essential Skills for Over-coming Life’s Inevitable Obstacles, (New york: Broadway Books, 2002), hlm.167.

Page 17: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

281

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

proses dasar logika sangat berbeda dengan jenis pemrosesaninformasi yang dilakukan individu dalam dunia nyata. Individu seringmenerapkan pola-pola pikir induktif dalam situasi-situasi yangmemerlukan pola pikir deduktif. Keterbatasan-keterbatasankemampuan pikir individu seringkali menjadi perangkap bagi individuitu sendiri. Pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan kita tentangdunia rentan terhadap kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebutmenjadi perangkap yang menurut Aaron Beck menjadikan individurentan terhadap depresi.12 Oleh karena itu untuk mengembangkanresiliensi, individu perlu menghindari perangkap-perangkap tersebut.Aaron Beck mengidentivikasi ada tujuh perangkap pikir, dan Reivich& Shatte menambahkan satu perangkap yaitu perangkap yangkedelapan. Kedelapan perangkap pikir yang umum terjadi yaitu:13

1) Melompat ke kesimpulan, yaitu pembuatan kesimpulan tanpadidasari oleh data yang relevan dan akurat. Perangkap ini seringmenghasilkan kesimpulan yang salah. Kesimpulan yang salahakan mempengaruhi beliefs dan pada gilirannya akan meng-hasilkan konsekuensi-konsekuensi (“C”) yang memperlemahfaktor-faktor resiliensi. Untuk menghindari perangkap initanyakan kembali pada diri sendiri apa bukti dari kesimpulan itu,kesimpulan itu didasarkan pada fakta yang meyakinkan ataukahhanya menduga-duga.

2) Kesalahan pandangan (tunnel vision), yaitu kecenderunganmenangkap informasi atau data dan memfokuskan perhatianpada satu aspek tertentu serta mengabaikan aspek penting lain-nya. Perangkap ini dapat dihindari dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada diri sendiri seperti, adilkahmenjadikan satu aspek tertentu sebagai sampel dari keseluruhansituasi? Seberapa pentingkah aspek tersebut bagi keseluruhansituasi?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memperluasperspektif individu dan akan mengurangi tunnel vision.

3) Membesar-besarkan dan meremehkan (magnifying and minimiz-ing), yaitu kecenderungan individu untuk membesar-besarkan

12 Ibid, hlm. 96.13 Ibid, hlm. 113.

Page 18: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

282

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

sisi negatif dari kehidupannya dan meremehkan / mengecilkansisi positif yang telah diperoleh dalam kehidupannya, atausebaliknya. Kecenderungan ini sering tidak disadari masuk dalamdiri individu sebagai perangkap-perangkap pikiran. Berbedadengan tunnel vision, perangkap magnifying and minimizingdapat mendaftar dan mengingat sebagian besar peristiwa yangdialami tetapi cenderung melebih-lebihkan (overvalue) terhadapsuatu aspek, dan meremehkan (undervalue) aspek lainnya. Untukmenghindari perangkap minimizing, individu harus berusahakeras untuk seimbang. Ajukan pertanyaan-pertanyaan: Adakahhal baik yang terjadi? Adakah hal yang saya kerjakan berhasilbaik?. Jika individu cenderung melakukan magnifying, dia perlumenyajukan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri: “Dapatkahsaya melihat adanya masalah? Adakah elemen negatif yang sayasembunyikan, padahal elemen itu penting?”

4) Personalisasi (personalizing), yaitu kecenderungan inidividumengaitkan masalah-masalah yang muncul dengan semuatindakan yang ia lakukan. Dengan kata lain individu menganggapsemua masalah yang muncul disebabkan oleh tindakannya. Jikaindividu mengalami konflik dengan orang lain, perangkappersonalisasi akan mengarahkan pada kesimpulan bahwa “sayatelah bersalah, saya telah melanggar hak orang lain”. Belief yangdemikian akan mendorong munculnya rasa bersalah, dan rasasedih (consequence “C”). Consequence yang demikian sangatmengancam resiliensi individu. Untuk menghindari perangkappikir yang demikian, individu perlu belajar untuk melihat dunialuar. Individu perlu bertanya pada diri sendiri, adakah hal lainatau orang lain yang ikut berperan terhadap munculnya masalah,seberapa banyak masalah yang disebabkan oleh dirinya dan olehorang lain.

5) Eksternalisasi (externalizing), yaitu kecenderungan inidividumengaitkan masalah-masalah yang dihadapi dengan semuatindakan yang dilakukan oleh orang lain. Dengan kata lainindividu menganggap semua masalah yang dia alami disebabkanoleh orang lain. Jika dikaitkan dengan skema ABC, perangkapexternalizing akan menghindarkan rasa bersalah dan sedih, tetapi

Page 19: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

283

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

mendorong munculnya kemarahan diri individu yang tentu sajaakan memperlemah faktor resiliensi. Untuk mengatasi perangkappikir ini, individu perlu belajar bertanggung jawab pada dirisendiri. Ajukan pertanyaan pada diri sendiri, apakah saya telahmenyebabkan munculnya masalah tersebut, seberapa besarurunan orang lain terhadap munculnya masalah, dan seberapabesar saya berkontribusi terhadap munculnya masalah tersebut.

6) Overgeneralisasi (overgeneralizng), yaitu kecenderungan pikirindividu untuk menyamaratakan atau menganggap suatu situasi,sifat, atau tingkah laku berdasarkan sampel yang kurang me-madai. Perangkap overgeneralizng biasanya menggunakananggapan selalu dan segalanya terhadap tingkah laku atau situasiyang sebenarnya muncul beberapa kali. Seorang anak yangmeyakini (menganggap) bahwa orang tuanya kejam karena duakali permintaan uang jajan tidak dikabulkan, merupakan salahsatu contoh overgenaralisasi. Overgeneralisasi bisa bernuansaeksternalisasi dan bisa bercorak personalisasi. Untuk mengatasiperangkap pikir overgeneralizng ajukan pertanyaan-pertanyaan“Adakah penjelasan yang lebih sempit dari pada alasan-alasanyang menjadi asumsi situasi tersebut?. Adakah tingkah lakuspesifik yang menjelaskan situasi tersebut? Masuk akalkah men-sifati diri sendiri atau orang lain berdasarkan kejadian sesaat?.

7) Membaca pikiran (mind reading), yaitu suatu perangkap pikirandimana individu yakin bahwa dirinya mengetahui apa yangsedang dipikirkan orang lain (tentang diri individu), atau ke-cenderungan individu berharap orang lain dapat memahamipikiran-pikiran yang sedang terjadi pada diri individu. Keyakinantersebut biasanya didasarkan pada fakta yang sangat terbatas,dan sering salah. Akibatnya, individu merasa kecewa, marah,kesal dan perasaan negatif lainnya. Perangkap ini dapat dihindaridengan cara terbuka mengungkapkan pikiran / ide, dan perasaankepada orang lain, serta belajar mengajukan pertanyaan padaorang lain.

8) Alasan yang emosional (emotional reasoning), yaitu suatuperangkap pikiran dimana individu membuat alasan atau pikiran-pikiran secara emosional dalam kaitannya dengan masalah yang

Page 20: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

284

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

dihadapinya. Individu seringkali salah dalam mempersepsikansuatu kejadian hanya karena dirinya dalam keadaan emosionaltertertu. Kegembiraan yang berlebih dapat membuat seseorangover estimate, sebaliknya kesedihan, kekecewaan, kemarahanyang berlebih juga dapat menjadi perangkap pikir individusehingga bias dalam mempersepsikan sesuatu. Perangkap inidapat dihindari dengan cara memisahkan perasaan-perasaanyang sedang berkecamuk dari fakta-fakta yang terjadi. Cara yangdapat dilakukan adalah dengan mengajukan pertanyaan padadiri sendiri, pernahkah terjadi perasaan-perasaan yang dialamitidak dapat secara akurat merefleksikan fakta-fakta dari suatusituasi atau masalah. Pertanyaan-pertanyaan apakah yang harusdiajukan agar saya mengetahui fakta tersebut.

7. Mengidentifikasi kenyataanDalam kehidupan sehari-hari berbagai peristiwa banyak kita

alami. Beberapa peristiwa diantaranya dihayati sebagai peristiwaburuk yang tidak menyenangkan dan menekan batin. Setiap peristiwaburuk (adversity) akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagiindividu yang berupa tingkah laku atau emosi tertentu. Suatuperistiwa yang sama seringkali dihayati secara berbeda-beda olehdua individu atau lebih. Faktor yang menyebabkan munculnyaperbedaan penghayatan tersebut terletak pada keyakinan-keyakinan(belief) individu yang menyertai pemaknaan peristiwa tersebut.Pemaknaan secara positif dan proporsional terhadap suatu peristiwaakan membantu individu lebih mampu bertahan terhadap berbagaiperistiwa. Sebaliknya pemaknaan secara negatif dan berlebihanterhadap suatu peristiwa akan menimbulkan perasaan lebih tersiksa.

Mengidentifikasi berbagai peristiwa tidak menyenangkanyang dapat menimbulkan perasaan tertekan. Mengidentifikasi pikirandan perasaan yang dapat ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwatertentu. Mengidentifikasi konsekuensi-konsekuensi yang dapatmuncul dari suatu pikiran dan perasaan atau keyakinan (belief)tertentu. Memahami keterkaitan antara peristiwa, pikiran /perasaan/ keyakinan, dan konsekuensi-konsekuensi.

Page 21: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

285

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

8. Intervensi respon emosiKetika seseorang menilai suatu situasi bersifat mengancam,

respons emosional seperti takut, marah, cemas secara otomatisdialami. Tiap orang pada dasarnya mampu menghambat responemosional yang tidak menyenangkan tersebut dengan teknisrelaksasi. Relaksasi adalah kegiatan yang dilakukan untukmendapatkan ketenangan atau merasa santai. Keadaan tenangtersebut ditandai oleh penurunan detak jantung, kecepatan napas,tekanan darah, ketegangan otot, dan kecepatan metatabolismetubuh serta melambatnya gelombang otak. Ada banyak hal yangdapat membuat kita rileks seperti ibadah, bermain dengan anak,mendengarkan musik, menonton tv, mandi dengan air hangat, dipijatatau menikmati pemandangan alam. Teknik relaksasi juga dapatdilakukan dengan mengatur pernapasan dan perhatian kita.

9. Latihan Berhenti berpikirSaat seseorang mendapatkan masalah, sangat mudah untuk

berpikir dari sudut pandang negatif tentang pengalaman anda.Pemikiran negatif seolah–olah muncul secara otomatis.Namun,individu memiliki kendali atas dirinya sendiri, memiliki kendaliatas apa yang ia pikirkan maka pemikiran negatif orang sebenarnyadapat diatasi. Seseorang tidak dapat berpikir tentang dua hal padasaat yang bersamaan. Seseorang tidak dapat berpikir secara positifbersamaan dengan berpikir secara negatif. Jadi saat anda berpikirnegatif, pemikiran positif tidak mungkin terjadi. Untuk dapat memulaimelatih diri individu berpikir positif, anda dapat memulai latihan“berhenti berpikir negatif”. Tekniknya sederhana. Seseorang dapatdilatih untuk berhenti berpikir negatif.

Beberapa latihan keterampilan resilience yang telah dijelaskandiharapkan dapat meningkatkan kemampuan ketangguhan padaseseorang yaitu pribadi yang dapat menghadapi dan mengatasisituasi-situasi yang buruk seperti situasi penuh tekanan danmengancam dengan cara yang baik dan tepat. Pengembanganresilience perlu didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.

Page 22: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

286

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

C. Penutup

Kemampuan daya juang atau ketangguhan merupakan salahsatu karakter postif yang perlu dikembangkan, bahkan karakter inimenjadi lokomotif untuk dapat menarik karakter-karakter positif yanglain. Ketangguhan ini sekaligus dapat melindungi dan meningkatkankesehatan mental seseorang. Melalui pengembangan keterampilanresilience dalam proses konseling baik secara individual maupunkelompok, diharapkan karakter tangguh ini dapat terbentuk. Dengankarakter ini, diharapkan agar seseorang dapat kuat menahanpenderitaan, kesulitan dan mempunyai pikiran dan sikap positifterhadap semua peristiwa yang dialaminya sehingga tidak mudahterjerumus melakukan hal-hal yang negatif baik bagi diri sendirimaupun orang lain. Keterampilan resilience ini dapat menciptakandan memelihara sikap positif untuk mengeskplorasi diri sehinggaseseorang dapat menjadi percaya diri berhubungan dengan oranglain serta berani mengambil resiko atas tindakannya. Terakhir, melaluikemampuan resilience seorang akan terbuka dengan pengalamanbaru dan memandang kehidupan dengan positif dan optimis yangselanjutnya memberikan kontribusi terhadap kesehatan mental.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A., Social foundations of thought and action: A social cog-nitive theory, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall, Inc,1986.

Bandura, A., Self-efficacy: The exercise of control, New York: W.H.Freeman and Company, 1997.

Grothberg, E., A Guide to Promoting Resilience in Children: Strength-ening the Human Spirit, The Series Early Childhood Develop-ment: Practice and Reflections, Number 8, The Hague : Benardvan Leer Voundation, 1995.

Klohnen, E.C., “Conseptual Analysis and Measurement of The Con-struct of Ego Resilience”. Journal of Personality and SocialPsychology, Volume. 70 No 5, p 1067-1079, 1996.

Page 23: MENGEMBANGKAN PRIBADI YANG TANGGUH MELALUI PENGEMBANGAN KETERAMPILAN RESILIENCE · 2019. 11. 4. · hal-hal yang membahayakan dan merugikan diri mereka. Resilience ini merupakan kemampuan

287

Ros Mayasari, Mengembangkan Pribadi yang Tangguh...

Jurnal Dakwah, Vol. XV, No. 2 Tahun 2014

Reivick, K & Shatte, A., The Resilience Factor: 7 Essential Skills forOvercoming Life’s Inevitable Obstacles, New york: BroadwayBooks, 2002.

Santrock, J.W., Life-span development (7th edition), Boston: McGraw-Hill, 1999.

Stoltz, P. G., Adversity quotient at work: Make everyday challenges -The key to your success, New York: HarperCollins, 2000.

Suwarjo, Modul Pengembangan Resilience, Yogyakarta: JurusanPsikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu PendidikanUniversitas Negeri Yogyakarta, 2008.

Uyun, Zahrotul, Resilience dalam Pendidikan Karakter, Surakarta:Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islam, 2012.