15
MENCERITAKAN TENTANG Penerapan pada media sosial lembaga komisi pemberantasan korupsi Dari buku information governance for business document and record Robert f. smallwood

MENCERITAKAN TENTANG

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENCERITAKAN TENTANG

MENCERITAKAN TENTANG

Penerapan pada media sosial lembaga

komisi pemberantasan korupsi

Dari buku information governance for business

document and record

Robert f. smallwood

Page 2: MENCERITAKAN TENTANG

TATA KELOLA INFORMASI BERBASIS MEDIA SOSIAL PADA LEMBAGA

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

M. Ryaas Fatria Rajasa dan Clara Novita Ayu Maharani

Mata Kuliah Tata Kelola Informasi

Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya

Malang

Abstrak

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan media sosial di dalam organisasi

pemerintahan. Dalam hal ini, kami memilih Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadi lembaga

pemerintahan yang akan dikaji tata kelola informasinya. Latar belakang kami memilih Komisi

Pemberantasan Korupsi adalah karena kami merasa KPK memiliki peran kuat dalam pemerintahan sehingga

tata kelola informasi dalam mengelola media sosial haruslah jelas. Dalam makalah ini, kami membahas tipe

dan kategori media sosial, media sosial dalam perusahaan, dan risiko penggunaan media sosial. Risiko media

sosial terbagi atas beberapa bagian. Salah satu risiko yang utama adalah risiko privasi dan keamanan. Dalam

menanggulangi risiko tersebut, diperlukan adanya evaluasi dan monitoring guna mengontrol kebijakan

penggunaan media sosial.

Kata Kunci : Media sosial, tata kelola, informasi, risiko.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dahulu, kebutuhan manusia hanyalah

sebatas sandang, pangan, dan papan. Namun

seiring berjalannya waktu, kebutuhan dasar

yang semula hanya makanan, pakaian, dan

tempat tinggal itu bertambah informasi. Pada

era sekarang, informasi adalah suatu hal yang

tidak dapat terpisahkan dari kehidupan di

sekitar kita. Kemajuan teknologi informasi dan

komunikasi mengubah cara manusia belajar,

berinteraksi, berkomunikasi, bersaing, dan

menyusun strategi untuk mencapai tujuan.

Karena manusia tidak lepas dari informasi dan

komunikasi pada zaman sekarang itulah, maka

penyebaran akses informasi haruslah tepat,

cepat, dan akurat. Information Technology and

Communication (ICT) memiliki peran yang

sangat penting dalam kehidupan manusia

sehari-hari. Sebagai contohnya, memudahkan

pekerjaan manusia dan organisasi, serta

memudahkan kecepatan dalam pertukaran

informasi.

Suatu informasi merupakan hasil olah dari

suatu pengetahuan. Informasi adalah isi dari

pengetahuan tersebut. Informasi dapat

dikatakan sebagai informasi apabila dapat

digunakan sebagai pemecahan masalah dan

sebagai bahan pedoman. Sejak awal 1990-an

dan dengan difusi Internet, jutaan orang di

seluruh dunia mulai mengandalkannya untuk

pertukaran informasi setiap hari (Hashem,

1999). Agar masyarakat dapat menumbuhkan

dan mengambil manfaat dari adanya TIK,

maka diperlukan adanya pengenalan, adopsi,

dan adaptasi teknologi nasional, terutama di

ibukota dan kota-kota besar.

Pemikiran strategis dalam rangka

manajemen strategis, menuntut suatu visi yang

memberikan arahan tujuan dari organisasi

serta pembentukan budaya organisasi dalam

menghadapi tantangan dari lingkungan.

Konsep manajemen strategis tidak hanya

menjadi pendekatan dalam organisasi bisnis,

namun juga menjadi pendekatan manjemen

organisasi non-profit. Pendekatan manajemen

strategis tidak hanya berfokus kepada masalah

internal, melainkan juga memperhatikan apa

yang terjadi pada eksternal organisasi.

B. TUJUAN

1. Mengetahui pengaruh positif media sosial

terhadap penyebaran dan tata kelola

informasi.

2. Mengetahui manajemen strategis KPK

dalam bidang teknologi informasi.

C. RUANG LINGKUP MATERI

1. Pengaruh media Sosial Komisi

Pemberantasan Korupsi terhadap

penyebaran dan tata kelola informasi.

Page 3: MENCERITAKAN TENTANG

2. Manajemen stategis terhadap teknologi

informasi yang mempengaruhi tata kelola

informasi.

3. Resiko dalam keterbukaan informasi pada

media sosial.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tipe dan Kategori Media Sosial

Sebagaimana yang kita tahu, media sosial

digunakan untuk mengekspresikan pendapat dan

sesuatu dari diri kita untuk dibagikan kepada orang

lain melalui jejaring internet. Media sosial dapat

dikategorikan sebagai berikut.

(1) Alat bantu publikasi menggunakan blog

(Typepad, Blogger), wiki (Wikipedia, Wikia,

Wetpaint) dan portal citizen journalism (Digg,

Newsvine);

(2) Alat bantu berbagi untuk video (YouTube),

gambar (Flickr), link (del.icio.us, Ma.gnolia),

musik (Last.fm, iLike), slide presentasi

(Slideshare), review produk (Crowdstorm,

Stylehive) atau umpan balik produk (Feedback 2.0,

GetSatisfaction);

(3) Alat bantu diskusi seperti forum (PHPbb,

vBulletin, Phorum), forum video (Seesmic), instant

messaging (Yahoo! Messenger, Windows Live

Messenger, Meebo) dan VoIP (Skype, Google

Talk);

(4) Jaringan sosial (Facebook, MySpace, Twitter,

Instagram), jaringan sosial spesifik (LinkedIn,

Boompa);

(5) Alat bantu mikroblogging (Twitter, Pownce,

Jaiku, Plurk, Adocu);

(6) Alat bantu agregasi sosial seperti lifestream

(Instagram, Socializr, Socialthing!, lifestrea.ms,

Profilactic);

(7) Platform untuk hosting (BlogTV, Yahoo! Live,

UStream) dan ada layanan serupa untuk mobile

(Qik, Flixwagon, Kyte, LiveCastr);

(8) Dunia virtual (Second Life, Entropia Universe,

There), 3D chats (Habbo, IMVU) dan dunia virtual

khusus remaja (Stardoll, Club Penguin);

(9) Platform game sosial (ImInLikeWithYou,

Doof), portal game casual (Pogo, Cafe,

Kongregate).

(10) MMO, massively multiplayer online

(Neopets, Gaia Online, Kart Rider, Drift City,

Maple Story) dan MMORPG, Massively

multiplayer online role-playing game (World of

Warcraft, Age of Conan).

Menurut Dr. Patricia dan Robert

Smallwood (2014:254), tipe media sosial terbagi

atas 3, yaitu:

1. Web Publishing, media sosial tipe ini

sebagai platform atau wadah yang

membuat, membagikan, dan menggunakan

ulang suatu konten. Contoh dari platform

ini adalah microblogging (Twitter, Plurk),

blog (Wordpress, blogger), Wikis

(Wikipedia, PBWiki), Mashups (Google

Maps, popurls).

2. Social networking, platform ini berguna

untuk menyediakan interaksi dan

kolaborasi dari sesame penggunanya.

Contoh dari media sosial ini adalah social

networking tools (Facebook, LinkedIn),

Social bookmarks (Delicious, Digg),

Virtual worlds (Second Life, OpenSim),

Crowdsourcing/Social voting (IdeaScale,

Chaordix).

3. File sharing/storage, digunakan untuk

membagikan suatu file atau untuk

menyimpan dalam skala besar. Contohnya

adalah perpustakaan foto (Flikr, Picasa),

Video sharing (Youtube), Storage (Google

Drive, iCloud), dan Content management

(SharePoint).

Sementara itu,menurut Robert Smallwood juga

(2014:255) kategori media sosial terbagi atas 13

kategori , antara lain

1. Kurasi konten, contohnya adalah Buzzfeed,

Flipboard, Skygrid, Storify, Summify.

2. Content sharing, contohnya Yelp, Scribd,

Slideshare, Digg, Topix.

3. Photo sharing, contohnya adalah Flickr,

Picasa, SmugMug, Photobucket.

4. Social ad network, contohnya adalah

Lifestreet, Adknowledge, Media6degress,

BurstMedia.

5. Social analytics, contohnya adalah

Awe.sm, Bluefin Labs, Mixpanel,

Webtrends.

6. Social bookmarking, contohnya

BibSonomy, Delicious, Diigo, Folkd.

7. Social business software, contohnya adalah

Pluck, Mzinga, Telligent, Ingage, Leverage

Page 4: MENCERITAKAN TENTANG

Software, Huddle, Cubetree, Yammer,

Socialcast, Igloo, Socialtext, Wachtoo.

8. Social brand engagement, contohnya

Socialvibe, Mylikes, Adly, Sharethough.

9. Social commerce platforms, contohnya

adalah Ecwid, Moontoast, Shop Tab,

Dotbox, Storenvy, VendorShop.

10. Social community platforms, contohnya

Ning, Mixxt, Grou.ps, Groupsite.

11. Social data, contohnya GNIP, DataSift,

Rapleaf, RavenPack.

12. Social intelligence software, contohnya

SDL, Netbase, Postrank, Google Analytics,

Trendrr, Trackur, Visible.

13. Social marketing management, contohnya

Shoutlet, Syncapse, Objective Marketer,

Immobi, MediaFunnel.

14. Social promotion platforms, contohnya

Offerpop, Seesmic, Strutta, Votigo,

Fanzila, Zuberance, Extole, Social

AppsHQ, Social Amp.

15. Social publishing platforms, contohnya

Hootsuite, Spreadfast, Hearsaysocial,

MutualMind, SproutSocial, Flowtown,

Socialware.

16. Social referral, contohnya 500Friends,

Currebit, Tip or Skip, dan Turnto.

17. Social search and browsing, contohnya

StumbleUpon, Topsy, Wink, Kurrently,

dan SocialMention.

18. Social scoring, contohnya Klout,

EmpireAvenue, dan PeerIndex.

Pendapat lain dikemukakan oleh Kaplan dan

Haenlein (2010) yang membagi media sosial dalam

6 jenis, yaitu :

1. Collaborative Projects, yaitu suatu media

sosial yang dapat membuat konten dan

dalam pembuatannya dapat diakses

khalayak secara global. Kategori yang

termasuk dalam Collaborative Projects

dalam media sosial, yaitu WIKI atau

Wikipedia yang sekarang sangat populer di

berbagai negara. Collaborative Projects ini

dapat dimanfaatkan untuk mendukung citra

perusahaan.

2. Blogs and Microblogs, yaitu aplikasi yang

dapat membantu penggunanya untuk

menulis secara runut dan rinci mengenai

berita, opini, pengalaman, ataupun kegiatan

sehari-hari, baik dalam bentuk teks,

gambar, video, ataupun gabungan dari

ketiganya. Kedua aplikasi ini

memungkinka pengguna dapat menggiring

opini masyarakat untuk mencapai tujuan si

penulis.

3. Content Communities, yaitu sebuah

aplikasi yang bertujuan untuk saling

berbagi dengan seseorang baik secara

langsung maupun tidak langsung, di mana

dalam aplikasi tersebut penggunanya dapat

berbagi video, ataupun foto. Sosial media

ini dapat dimanfaatkan untuk

mempublikasikan suatu bentuk kegiatan

positif yang dilakukan oleh satu

perusahaan, sehingga kegiatan tersebut

akan mendapatkan perhatian khalayak dan

pada akhirnya akan membangun citra

positif bagi perusahaan.

4. Social Networking Sites atau Situs Jejaring

Sosial, yaitu merupakan situs yang dapat

membantu seseorang atau pengguna

internet membuat sebuah profil dan

menghubungkannya dengan pengguna lain.

5. Virtual Game Worlds, yaitu permainan

multiplayer di mana ratusan pemain secara

simultan dapat di dukung.

6. Virtual Social Worlds, yaitu aplikasi yang

memungkinkan pengguna berinteraksi

dalam platform tiga dimensi menggunakan

avatar yang mirip dengan kehidupan nyata.

B. Media Sosial dalam Perusahaan

Dalam suatu perusahaan, media sosial

memiliki peranan tersendiri. Dibandingkan

website, media sosial lebih berguna dikarenakan

media sosial dapat dilihat lebih banyak orang dan

dapat lebih mudah disebarluaskan. Perbedaan yang

signifikan adalah website seringkali hanya dapat

dibuka dan dilihat oleh stake holder yang

bersangkutan, sedangkan media sosial dapat dilihat

oleh khalayak umum. Di samping kemudahan dan

efisien yang dirasakan oleh perusahaan akan media

sosial dalam Web 2.0, terdapat juga ancaman dan

tantangan di dalamnya. Salah satu ancamannya

adalah bagaimana suatu perusahaan itu bisa

melindungi dan memiliki sistem keamanan yang

ketat agar informasi perusahsaan tersebut yang

sangat penting tidak mudah diketahui oleh banyak

orang. Setidaknya ada beberapa alasan suatu

perusahaan menggunakan sosial media, salah

satunya sebagai branding, meningkatkan

engagement karyawan, memperluas networking

karyawan, dan mempererat hubungan dengan

konsumen. Lebih spesifik, isu yang berkaitan

dengan keamanan data antara lain: 1) mencegah

adanya ancaman di luar organisasi, 2) mencegah

tersebarnya informasi rahasia ke luar perusahaan,

Page 5: MENCERITAKAN TENTANG

termasuk di dalamnya adalah netiquette yang harus

diperhatikan oleh internal employee, dan 3) model

sosial media yang lebih kasual, juga menimbulkan

isu yang berkaitan dengan sikap dan perilaku

employee suatu perusahaan.

C. Risiko Penggunaan Media Sosial

Menurut Dr. Patricia dan Robert

Smallwood (2014 : 257-258), ada 2 risiko

penggunaan media sosial dalam perusahaan, yaitu

penyalahgunaan informasi dan penggunaan media

sosial di luar kendali organsiasi itu sendiri.

Maksudnya adalah Dalam memilih media sosial

sebagai partner, penyalahgunaan informasi yang

disebarkan bisa saja terjadi sewaktu-waktu apabila

tidak adanya kebijakan yang jelas dalam

penyebaran informasi dari organisasi itu sendiri.

Lalu apabila perusahaan atau organisasi tidak

menggunakan media sosial karena mereka berpikir

menghindari risiko yang akan terjadi, mereka

salah. Karena sesungguhnya, apabila tidak ada

media sosial yang resmi dari suatu organisasi,

maka ada kemungkinan pihak lain akan

memanfaatkan peluang tersebut atas nama

organisasi tersebut. Hal yang perlu dilakukan oleh

perusahaan adalah melakukan identifikasi

potensial risiko yang akan dihadapi oleh

perusahaan yang mungkin muncul dengan

digunakannya media sosial tersebut.

Kemudahan akses informasi di internet

menimbulkan potensi risiko keamanan yang perlu

diperhatikan bagi pengguna media sosial. Alasan

menggunakan media sosial masih difokuskan pada

kemudahan penggunaan dan belum menyangkut

masalah kesadaran user yang berpotensi

menimbulkan privacy violation. Selain itu belum

ada sebuah guideline atau panduan bagi perusahaan

dalam menangani risiko yang muncul apabila

menggunakan media sosial ini sebagai enterprise’s

official presence. Isu potensi adanya risiko ini

dapat muncul karena ketidaktahuan atau kurang

sadarnya karyawan dari perusahaan ini sendiri

ketika mereka berbagi informasi melalui media

sosial, dan ancaman ini dianggap lebih berbahaya

daripada ancaman dari pihak luar perusahaan.

Sedangkan menurut Chris Nerney, risiko

penggunaan media sosial pada perusahaan juga

terbagi atas dua hal, aitu kebijakan media sosial

dalam organisasi dan ancaman terhadap orang-

orang dalam organisasi dengan disengaja ataupun

tidak. Serupa seperti hal sebelumnya, kebijakan

penyebaran informasi dari suatu organisasi

haruslah jelas agar karyawan dan orang-orang yang

menjadi bagian dari organisasi tersebut memiliki

batas kewenangan dan hak yang jelas dalam

menyebarkan informasi yang dimiliki organisasi.

Jika adanya penyalahgunaan informasi, seluruh

orang yang menjadi bagian dari organisasi dapat

menjadi korban baik disengaja maupun tidak.

Secara spesifik di mana dan bagaimana

seorang karyawan mengirim atau mentweet pesan

dapat berarti apakah gugatan terhadap perusahaan

Anda berhasil atau tidak. Jika akun LinkedIn atau

Twitter pribadi digunakan, dan itu diposkan setelah

berjam-jam menggunakan PC dari rumah,

perusahaan itu mungkin lolos. Tetapi jika itu

dilakukan dengan menggunakan komputer atau

jaringan perusahaan, atau dari akun resmi

perusahaan, pembelaan akan sulit. Jadi, kewajiban

dan potensi kebocoran atau erosi aset informasi

tidak secara teoretis; ini nyata. Untuk melindungi

perusahaan yang memberi sanksi dan mendukung

penggunaan blog, kebijakan IG harus jelas, dan

penangkapan serta pengelolaan posting blog secara

real-time harus dilaksanakan. Ingat, ini bisa

menjadi catatan bisnis yang tunduk pada legal

holding, dan keaslian dan akurasi sangat penting

dalam mendukung kasus hukum. Jadi salinan asli

dan asli harus disimpan. Ini mungkin, pada

kenyataannya, persyaratan hukum atau peraturan,

tergantung pada industri. Jika pedoman posting

konten tidak jelas, maka sifat informal posting

media sosial berpotensi dapat merusak organisasi.

Pemeriksaan dan pemeriksaan fakta yang biasa

dilakukan untuk siaran pers tradisional dan iklan

mungkin tidak dilakukan, sehingga posting media

sosial dapat tidak disaring dan tidak disaring, yang

menimbulkan masalah ketika kebijakan Itjen tidak

jelas dan ditegakkan sepenuhnya. Di luar itu,

konsekuensi dari pelanggaran kebijakan harus

parah dan dinyatakan dengan jelas dalam

kebijakan, sebagaimana hukuman yang dijatuhkan,

pesan yang harus diperkuat secara konsisten dari

waktu ke waktu.

Menurut Mardiana Purwaningsih (2016), risiko

menggunakan media sosial ada beragam. Namun

yang paling utama biasanya tentang privacy.

Beberapa risiko penggunaan media sosial antara

lain:

1. Risiko Reputasi

Reputasi sebuah perusahaan bukan hal yang

main-main. Reputasi sebuah perusahaan

merupakan hal yang sangat penting dan

memiliki peranan besar dikarenakan jika

reputasi sebuah perusahaan rusak atau bahkan

Page 6: MENCERITAKAN TENTANG

hancur, maka berdampak terhadap kualitas

perusahaan. Reputasi sebuah perusahaan bisa

rusak dikarenakan beberapa hal, antara lain:

a. Pencemaran nama baik oleh perseorangan

atau kelompok terhadap perusahaan atas

suatu hal tertentu.

b. Kesalahan memberi informasi kepada

khalayak umum.

c. Pembajakan akun media sosial.

d. Feedback yang kurang puas dari pelanggan

atau konsumen.

2. Risiko privasi

Risiko privasi biasanya menjadi risiko yang

paling utama. Risiko privasi dapat muncul

apabila terjadi hal-hal sebagai berikut.

a. Informasi yang disebar luaskan melalui

media sosial, belum disaring terlebih

dahulu, sehingga informasi yang sensitif

atau rahasia yang memberikan dampak

negatif kepada perusahaan dapat tersebar

luas.

b. Melanggar hak cipta, paten, merek dagang,

rahasia dagang, atau Hak Kekayaan

Intelektual lainnya (IPR) dari orang lain,

atau publikasi hak atau privasi pihak lain.

3. Risiko Keamanan

Risiko keamanan juga menjadi hal yang urgent

dikarenakan keamanan data dari stake holder

harus dijaga dan dijamin keberadaannya.

Perusahaan biasanya melakukan berbagai cara

agar data dapat tersimpan dengan baik. Hal

yang harus dijaga dalam keamanan antara lain:

a. Menghindari adanya kebocoran informasi

baik milik pribadi stake holder atau milik

bersama kepada public.

b. Menghindari adanya penyebaran virus atau

malware ke dalam suatu perusahaan.

c. Menghindari adanya hacker yang

berpotensi meretas informasi perusahaan.

d. Menghindari perusahaan menjadi target

dari cybercriminal.

4. Risiko Hukum

Risiko hukum bisa terjadi apabila suatu

perusahaan dituntut dan digugat atas suatu

perbuatan yang melanggar hukum, misalnya

melakukan penipuan, pelanggaran kontrak,

memberikan informasi palsu, menyebar hoax,

dan melakukan kelalaian.

5. Risiko Waktu

Media sosial yang tidak digunakan dengan baik

dan menajemen untuk mengelolanya tidak

berjalan dengan baik juga berisiko membuang-

buang waktu karena tujuan suatu perusahaan

tidak akan tercapai apabila pengelolaan media

sosialnya tidak terkontrol. Carr dan Hayes

(2015) menyebutkan bahwasannya dimana

media sosial adalah media berbasis internet

yang memungkinkan pengguna berkesempatan

untuk berinteraksi dan mempresentasikan diri,

baik secara seketika ataupun tertunda, dengan

khalayak luas maupun tidak yang mendorong

nilai dari user-generated content dan persepsi

interaksi dengan orang lain. Melalui pendapat

ini, dapat kita katakan bahwa apapun yang kita

bagikan di media sosial harus siap untuk

menerima feedback dari publik. Entah itu baik,

atau buruk merupakan konsekuensi. Biasanya,

risiko yang dapat dihadapi apabila kita

membagikan sesuatu pada media sosial adalah

adanya cyberbullying, atau penyebaran hoax.

Hoax, atau lebih dikenal dengan berita bohong,

adalah suatu usaha untuk menipu dan

memanipulasi suatu informasi untuk

disebarluaskan yang bertujuan untuk mencapai

kepentingan sesuatu dari individu atau

kelompok tertentu. Tujuan penyebaran hoax

beragam tapi pada umumnya hoax disebarkan

sebagai bahan lelucon atau sekedar iseng,

menjatuhkan pesaing (black campaign),

promosi dengan penipuan, ataupun ajakan

untuk berbuat amalan – amalan baik yang

sebenarnya belum ada dalil yang jelas di

dalamnya. Banyak orang yang lebih percaya

dengan hoax dikarenakan informasinya sesuai

dengan sikap yang dimiliki (Respati, 2017).

D. Risiko Hukum Posting Media Sosial

Lebih dari 554 juta pengguna terdaftar aktif

dan rata-rata perkiraan 58 juta tweets per hari pada

tahun 2013 ke situs microblogging Twitter, 13

angka yang terus meningkat, dan tentu saja

beberapa karyawan di organisasi Anda juga

berkicau di Twitter. Pada kuartal pertama 2013,

lebih dari 225 juta profesional di lebih dari 200

negara dan teritori adalah anggota jaringan

LinkedIn yang terus berkembang, dengan

mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi baru-baru

Page 7: MENCERITAKAN TENTANG

ini menjadi segmen dengan pertumbuhan tercepat.

Sekitar 33 persen anggota berada di Amerika

Serikat. Penggunaan komentar publik dengan

mudah dapat dengan mudah membuat

pertanggungjawaban bagi perusahaan. Tanpa

kebijakan IG, pedoman, pemantauan, atau tata

kelola, risiko hukum menggunakan media sosial

meningkat secara signifikan.

E. Cara yang Dapat Dilakukan untuk

Penyimpanan Catatan Dasar

1. Membuat catatan penentuan ambang batas.

Periksa konten untuk melihat apakah itu

sebenarnya merupakan catatan oleh definisi

organisasi Anda sendiri tentang suatu

catatan, yang harus terkandung dalam

kebijakan IG Anda. Proses penentuan

catatan ini kemungkinan juga akan

memerlukan konsultasi dengan penasihat

hukum Anda. Jika situs media sosial belum

tetap beroperasi, atau digunakan untuk

proyek tertentu yang telah selesai (dan

semua catatan terkait untuk proyek itu telah

disimpan), maka kontennya mungkin tidak

memerlukan penyimpanan catatan.

2. Gunakan jadwal retensi yang ada jika

berlaku. Jika organisasi Anda sudah

memiliki kebijakan penyimpanan untuk,

katakanlah, email, maka setiap email yang

dikirim oleh media sosial harus mematuhi

pedoman penjadwalan yang sama, kecuali

ada alasan hukum untuk mengubahnya.

3. Menerapkan prinsip-prinsip manajemen

konten dasar. Fokus pada menangkap

semua konten terkait untuk posting media

sosial, termasuk utas percakapan, dan

metadata terkait yang mungkin diperlukan

dalam penemuan hukum untuk

memberikan konteks dan menjaga

kelengkapan, keaslian, dan integritas

catatan.

4. Penghindaran risiko dalam pembuatan

konten. Instruksikan dan perkuat pesan

tersebut kepada karyawan yang

berpartisipasi dalam media sosial

perusahaan bahwa konten di Web tetap ada

di sana tanpa batas waktu dan bahwa pesan

itu mengandung potensi risiko hukum.

Selain itu, sekali ada sesuatu yang diposting

di Web, sepenuhnya menghapus dan

menghancurkan konten pada akhir periode

penyimpanannya hampir tidak mungkin

Ada beberapa cara dasar untuk mengelola konten

media sosial, mulai dari mengendalikannya dengan

ketat melalui satu orang yang bertanggung jawab,

hingga mendelegasikan kontrol ke tingkat unit

bisnis, semua cara untuk membiarkan peserta

media sosial memposting pemikiran mereka, tidak

dimoderasi dan terkekang, hingga mendorong

spontanitas dan antusiasme penggunaan alat.

Pendekatan yang diambil organisasi Anda akan

bergantung pada sasaran bisnis spesifik yang Anda

miliki untuk memanfaatkan media sosial dan selera

organisasi Anda akan risiko.

F. Pedoman Kebijakan Media Sosial

Menurut Mardiana Purwaningsih (2016) Pedoman

diperlukan suatu perusahaan sebagai bahan

pengambil keputusan sekaligus menjadi solusi saat

terjadi masalah. Seperti yang telah disebutkan,

kebijakan untuk mengelola media sosial perlu

mencakup beberapa hal penting, di antaranya :

a. Keamanan bertransaksi

Suatu perusahaan memerlukan kontrol atas

setiap tindakan yang diambil. . Media sosial

hanya digunakan untuk branding dan

promosi produk atau jasa. Sedangkan

semua kegiatan transaksi secara online

akan diarahkan ke situs resmi yang dimiliki

oleh perusahaan. Pelanggan disarankan

untuk tidak menulis indentitas atau nomor-

nomor pribadi dalam kolom komentar di

media sosial. Setiap transaksi yang terjadi

dilindungi agar transaksi lebih aman.

b. Aturan informasi perusahaan

1) Media sosial tidak diizinkan untuk

menggantikan sarana komunikasi resmi

dalam memberikan respon terhadap

pertanyaan atau layanan perusahaan. 2)

Informasi yang diteruskan oleh pengguna

ke dalam akun media sosialnya secara

pribadi, wajib menyertakan tautan resmi

dari media sosial perusahaan, sehingga

dapat diketahui validitasnya. 3) Pembaca

dihimbau untuk menanyakan terlebih

dahulu ke kontak resmi perusahaan apabila

ada informasi yang meragukan

c. Aturan citra perusahaan

Segala komentar negatif atau berita yang

berpotensi memprovokasi tentang

perusahaan berhak diblokir dan dihapus.

d. Pembatasan penggunaan pribadi dari media

sosial

e. Interaksi karyawan di luar pekerjaan

Karyawan harus diberitahu bahwa

kebijakan media sosial perusahan juga

berlaku untuk penggunaan media sosial jika

sedang tidak di tempat kerja.

f. Aturan lain.

Page 8: MENCERITAKAN TENTANG

Hal-hal lain yang berkenaan dengan teknis

mengikuti sesuai prosedur dengan fleksibel

agar penggunaan media sosial menjadi

lebih bijak.

G. Pertimbangan Tata Kelola Informasi

untuk Media Sosial

Susunan tata kelola informasi harusnya bisa

menggabungkan kebijakan, kontrol, dan pedoman

operasional media sosial serta menjabarkan

konsekuensi atas pelanggaran. Praktik terbaik

untuk media sosial adalah dapat bertahan dan

berkembang. Seluruh unit bisnis harus dapat

terwakili. Peran dan tanggung jawab yang jelas

harus dijabarkan dengan jelas, apa yag diizinkan

dan tidak diizinkan. Hal yang terpenting dari

segalanya adalah pertimbangan regulasi yang harus

berubah menjadi kebijakan tata kelola informasi

baru yang mengatur bagaimana seharusnya

penggunaan media sosial itu.

H. Pedoman Kebijakan Media Sosial

Menurut Dr. Patricia dan Robert

Smallwood (2014 : 265), pedoman kebijakan

media sosial antara lain :

1. Menentukan informasi yang dapat

diakses dan yang tidak dapat diakses

oleh publik.

2. Penggunaan tata bahasa yang baik

dalam menggunakan media sosial.

3. Menentukan orang yang tepat dan

berwenang dalam membuat media

sosial organisasi.

4. Menentukan orang yang tepat dan

berwenang dalam mengelola dan

mendapat akses media sosial

organisasi.

5. Mengetahui dampak buruk dari

kegiatan yang merusak citra perusahaan

atau organisasi.

6. Pemisahan kepentingan pribadi atau

kelompok terhadap pengembangan

media sosial organisasi.

7. Pemisahan kepentingan pribadi atau

golongan terhadap pengembangan

media sosial organisasi.

Sedangkan menurut Mardiana

Purwaningsih (2016), pedoman kebijakan

dalam bermedia sosial terbagi atas :

1. Keamanan bertransaksi, yaitu

perusahaan atau organisasi perlu

adanya kontrol atas tindakan yang

diambil. Hal ini bertujuan agar

perusahaan atau organisasi terlindungi

saat melakukan transaksi sehingga

aman.

2. Aturan informasi perusahaan, bukan

untuk menggantikan sarana komunikasi

resmi dalam memberikan respon

layanan perusahaan. Informasi wajib

menyertakan tautan resmi. Kontak

resmi perusahaan untuk informasi yang

meragukan.

3. Aturan citra perusahaan, maksudnya

komentar negatif tentang perusahaan

atau organisasi dihapus demi menjaga

nama baik perusahaan.

4. Pembatasan, adanya pembatasan dalam

urusan pribadi dalam menggunakan

media sosial.

5. Interaksi karyawan, diberikan

pemahaman yentang kebijakan media

sosial untuk karyawan sedang tidak di

tempat kerja.

6. Aturan lain yang tidak tertulis bersifat

fleksibel dan menyesuaikan.

I. Mitigasi Risiko Keterbukaan Media

Sosial

Menurut Mardiana Purwaningsih

(2016), mitigasi risiko atas media sosial

terdiri atas :

1. Mencari potensi risiko dan

menyusun kebijakan guna

mengetahui batasan yang boleh

dilakukan dan tidak boleh dilakukan

dalam penyebaran informasi oleh

perusahaan atau organisasi

sehingga kebijakan yang dimiliki

jelas.

2. Mengadakan pelatihan, perlu

adanya pelatihan untuk memberi

tahu bagaimana seharusnya

menggunakan media sosial dengan

baik.

3. Monitoring dan evaluasi, dilakukan

agar adanya kontrol terhadap

tindakan yang dilakukan orang-

orang di dalam organisasi atau

perusahaan.

4. Menciptakan tim khusus, perlu

adanya pembentukan tim yang

berwenang untuk mengelola media

sosial sehingga lebih memudahkan

perusahaan atau organisasi.

Page 9: MENCERITAKAN TENTANG

J. Pertimbangan Litigasi dan

Manajemen Rekod untuk Media

Sosial

Suatu perusahaan harus mengarsipkan

segala dokumen yang dimilikinya, jika tidak maka

berarti ia mengambil risiko. menurut Peraturan 34

Peraturan Federal Prosedur Sipil (FRCP), yang

menyatakan bahwa pihak-pihak yang berlawanan

dalam litigasi dapat meminta ‘dokumen yang

ditunjuk’. Sementara Peraturan 26 dari FRCP

mensyaratkan bahwa setiap dan semua informasi

yang mungkin dapat ditemukan atau "berpotensi

responsif" harus dipertahankan dan diproduksi jika

diminta oleh pihak lawan. Jadi jelas bahwa ada

kewajiban hukum untuk melestarikan catatan

media sosial.

K. Pedoman Penyimpanan Catatan

Dasar

Menurut Dr. Patricia and Robert Smallwood

(2014) pedoman penimpanan catatan dasar antara

lain adalah sebagai berikut :

1. Membuat Catatan Penentuan Ambang

Batas

Periksa konten untuk melihat apakah itu

sebenarnya merupakan catatan oleh

definisi organisasi tentang suatu catatan

yang harus ada apa tata kelola informasi

organisasi. Dalam penentuan catatan ini

juga diperlukan konsultasi hukum kepada

penasihat hukum organisasi.

2. Gunakan jadwal retensi yang ada jika

berlaku

Jika organisasi telah memiliki kebijakan

penyimpanan maka setiap informasi atau

data yang masuk pada media sosial harus

diikuti dan dipatuhi pedoman penjadwalan

yang sama kecuali alasan hukum.

3. Menerapkan prinsip-prinsip manajemen

konten dasar

Fokus pada menangkap semua konten

terkait untuk posting media sosial,

termasuk utas percakapan, dan metadata

terkait yang mungkin diperlukan dalam

penemuan hukum untuk memberikan

konteks dan menjaga kelengkapan.

4. Penghidaran risiko dalam pembuatan

konten

Intruksikan dan perkuat pesan tersebut

kepada karyawan yang berpartisipasi

dalam media sosial perusahaan bahwa

konten tidak akan pernah hilang dan

mengandung potensi hukum.

L. Mengelola Konten Media Sosial

Menurut Dr. Patricia and Robert Smallwood

(2014) pengendalianya dilakukan dengan ketat

melalui satu orang yang bertanggung jawab,

hingga mendelegasikan control ke tingkat unit

organisasi, semua cara untuk membiarkan peserta

media sosial memposting pikiran mereka, tidak

termoderasi dan terkekang, hingga mendorong

spontanitas dan antusiasme penggunaan alat.

M. Praktik Terbaik Yang Muncul

Menurut Dr. Patricia and Robert Smallwood

(2014) praktik terbaik yang pernah muncul

antara lain:

1. Mengidentifikasi catatan selama tahap

perencanaan media sosial mulai dari

kebijakan media sosial dan kebijakan

catatan media sosial

2. Mempromosikan komunikasi lintas

fungsional, dimana terdapat tim media

sosial yang terdiri dari perwakilan

berbagai departemen atau bagian atau unit

dan mereka mengkomunikasikan serta

berkolaborasi dalam pengelolaan catatan

media sosial.

3. Memerlukan konsultasi dalam komunikasi

kebijakan

menghimpun saran dari berbagai

kelompok pemangku kepentingan yang

mencakup manajemen catatan media

sosial.

4. Menetapkan peran dan tanggung jawab

yang jelas

5. Menggunakan prinsip-prinsip manajemen

konten dan mengelola konten media

6. Memperbaiki fungsi recod manajemen

7. Memberikan kontrol atas konten yang

dipublish dan membuat pedoman dan

mekanisme mengelola konten sebelum

dipublikasikan

8. Mengambil konten secara real time

9. Kemampuan pencarian

10. Terus melatih, melatih, dan melatih

dimana pengguna harus diberikan

pelatihan yang terus menerus diperbarui

dan diperkuat secara berkala sehingga

pengguna/karyawan memiliki pedoman

yang jelas, memahami teknologi, dan

memahami tujuan bisnis untuk

penggunaanya.

Page 10: MENCERITAKAN TENTANG

BAB III

PEMBAHASAN HASIL OBSERVASI

A. Tata Kelola Informasi pada Lembaga

Komisi Pemberantasan Korupsi

Tata kelola informasi pada lembaga KPK dapat

dilihat melalui website yang ada. Dituliskan bahwa

kegiatan tata kelola informasi terdapat bidang

Deputi Informasi dan Data dimana deputi tersebut

memiliki tugas menyiapkan rumusan kebijakan

dan melaksanakan kebijakan pada bidang

informasi dan data. Deputi Bidang Informasi dan

Data menyelenggarakan fungsi :

1. Perumusan kebijakan pada bidang

pengolahan informasi dan data,

pembinaan jaringan kerja antar komisi

dan instansi di lingkungan KPK ;

2. Perumusan kebijakan pada sub bidang

Pengolahan Informasi dan Data,

Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi

dan Instansi dan Monitor;

3. Pemberian dukungan sistem, teknologi

informasi dan komunikasi di

lingkungan KPK;

4. Pelaksanaan pembinaan jaringan kerja

antar komisi dan instansi dalam

pemberantasan korupsi yang dilakukan

oleh KPK;

5. Pengumpulan dan analisis informasi

untuk kepentingan pemberantasan

tindak pidana korupsi, kepentingan

manajerial maupun dalam rangka

deteksi kemungkinan adanya indikasi

tindak pidana korupsi dan kerawanan

korupsi serta potensi masalah penyebab

korupsi;

6. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan

dan pembinaan sumberdaya di

lingkungan Deputi Bidang Informasi

dan Data;

7. Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan,

evaluasi dan pelaksanaan hubungan

kerja pada bidang Pengolahan

Informasi dan Data, Pembinaan

Jaringan Kerja antar Komisi dan

Instansi dan Monitor; dan

8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan

oleh Pimpinan sesuai dengan

bidangnya.

Deputi Bidang Informasi dan Data

dipimpin oleh Deputi Informasi dan Data serta

bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya

kepada Pimpinan KPK;

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya

Deputi Bidang Informasi dan Data dapat

membentuk Kelompok Kerja yang

keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau

lintas Direktorat pada Deputi Bidang Informasi dan

Data yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi

Bidang Informasi dan Data;

Deputi Bidang Informasi dan Data membawahkan:

1. Direktorat Pengolahan Informasi dan

Data;

2. Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja

Antar Komisi dan Instansi;

3. Direktorat Monitor; dan

4. Sekretariat Deputi Bidang Informasi

dan Data;

B. Pengelola Media Sosial pada Lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi

Dalam keterbukaan informasi KPK, pada

UU No. 30 Tahun 2002 pasal 20 ayat 1 dikatakan

bahwa KPK bertanggung jawab terhadap publik

atas pelaksanaanya dan menyampaikan laporan

secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR,

dan BPK. Lanjut pada pasal-pasalberikutnya

menjelaskan KPK harus membuat laporan tahunan

dan disampaikan kepada Presiden, DPR, dan BPK

dan bertanggung jawab atas publik dengan

menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses

informasi kepada publik yang membutuhkan

informasi terkait KPK.

Jika sebelumnya dibahas siapa yang

mengelola data dalam organisasi KPK, sekarang

dijelaskan bahwa siapa yang menjadi pengelola

media sosial KPK. Menurut Peraturan Komisi No.

03 tahun 2019 tentang Organisasi Tata Laksana

disebutkan bahwa Biro Humas memiliki tugas

untuk mengelola pelayanan informasi public,

pemberitaan, dan dokumentasi kegiatan KPK dan

pengelolaan data dan informasi merupakan

kewenangan dan tanggung jawab tiap unit atau

direktorat. Menurut Surat Keptutusan Sekjen KPK

No. 1049.1 Tahun 2018 penunjukan perwakilan

untuk menyediakan informasi memiliki tugas

sebagai penyedia informasi, mengkoordinir

informasi untuk disampaikan kepada internal KPK

untuk mendapatkan persetujuan. Lanjut pada Surat

Keputusan Pimpinan KPK No. 742/01/2017

mengatakan bahwa Kepala Biro Humas sebagai

pejabat pengelola informasi dan dokumentasi yang

disebut PPID. Sekjen sebagai atasan PPID dan

Deputi Informasi dan Data sebagai wakil atasan

PPID dan menunjuk perwakilan setiap

Page 11: MENCERITAKAN TENTANG

direktorat/unit/biro untuk memberikan informasi

kepada PPID. Sehingga dalam pengelolaannya,

setiap unit akan mengirimkan informasi yang akan

diolah pada PPID dan akan diinformasikan kepada

publik melalui konten-konten yang ada di media

sosial KPK dan ini dilakukan Biro Humas sebagai

tugas untuk mengelola media sosial tersebut.

Dalam kegiatannya, KPK juga memiliki

klasifikasi informasi dan uji konsekuensi dimana

untuk mendukung pelayanan infotmasi publik,

yang optimal dan dapat dipertanggungjawabkan

setiap informasinya maka setiap tahunnya Biro

Humas merangkap PPID menyelenggarakan

konsinyering dan workshop terhadap ketebukaan

informasi pada lingkungan KPK. Salah satu

kegiatan yaitu pembaharuan daftar informasi di

masing-masing unit/direktorat/biro yang

digunakan sebagai bahan bagi PPID untuk

melakukan klasifikasi informasi dan uji

konsekuensi. Klasifikasi tersebut ditentukan

berdasarkan :

1. Jenis informasi

2. Bentuk informasi

3. Waktu produksi informasi

Setelah melakukan klasifikasi tersebut maka dapat

ditentukan daftar informasi publik dan informasi

yang dikecualikan.

C. Sosial Media Komisi

Pemberantasan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi pada

kegiatannya sebagai pelayanan publik memiliki

keharusan untuk melayai kegiatan publik. Pada

kegitannya, KPK memiliki media sosial yang

digunakan sebagai pelayanan informasi kepada

masyarakat yang membutuhkan informasi terkait

kpk. Media sosial tersebut adalah :

1. Email

[email protected]

2. Website

www.kpk.go.id

Gambar 1

3. Twitter

@KPK_RI

Gambar 2

4. Facebook

KomisiPemberantasanKorupsi

Gambar 3

5. Instagram

@official.kpk

Gambar 4

6. Youtube

KPK RI

Gambar 4

7. Kanal KPK (TV dan Radio)

Page 12: MENCERITAKAN TENTANG

Pada grafik permintaan informasi kepada KPK

terlihat

Gambar 5

Pada grafik tersebut penggunaan teknologi

informasi pada perkembangan kebutuhan

informasi ternyata sangat dibutuhkan, karena

dalam grafik tersebut dapat terlihat jumlah

permintaan informasi terbanyak terdapat dalam

Email. Walaupun Email tidak dapat dikatakan

sebagai media sosial karena hanya orang yang

bersangkutan yang mengetahui informasi

didalamnya tetapi, informasi yang akan diberikan

oleh KPK atas balasan Email berarti dapat dikatan

bahwa informasi tersebut dapat dibuka oleh publik

dan sebagian informasi tersebut mungkin sudah di

unggah melalui media sosial KPK karena dalam

setatistik selanjutnya jumlah konten yang telah

diunggah pada masing-masing akun media sosial

yaitu

Gambar 6

Penggunaan media sosial tersebut

dilakukan oleh KPK untuk mengikuti dinamika

perkembangan teknologi informasi, KPK

menggunakan media sosial tersebut untuk

dimanfaatkan sebagai media penyebaran informasi

yang sangat efektif karena pada media sosial para

pengguna informasi akan lebih mudah mengakses

informasi tersebut karena berifat umum. Dan

keberadaan media sosial ini juga digunakan KPK

untuk membantu menjalankan tugasnya sebagai

penyedia informasi kepada publik dan bisa

menjadikan tata kela informasi pada lembaga ini.

Selain itu, media sosial menurut teori yang

ada mengatakan bahwa sebagai branding,

meningkatkan layanan pengguna, mendekatkan

kepada pengguna adalah suatu teori yang benar,

karena dengan adanya media sosial akan terbuka

setiap pengguna untuk berkomentar pada kolom

komentar pada setiap konten yang diunggah oleh

KPK. Dengan adanya komentar seperti itu akan

meningkatkan branding dari lembaga itu sendiri.

Lalu tak jarang KPK juga aktif untuk membalas

komentar-komentar pengguna dengan sangat dekat

dan mengakibtkan adanya pandangan baik bahwa

KPK sangat merakyat dan mampu untuk

mendengar keluhan dari penggunanya. Dengan

adanya balasan atas komentar-komentar pengguna

akan meningkatkan hubungan kedekatan antara

pengguna dan KPK.

D. Manajemen Strategis Tata Kelola Informasi

pada Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam kegiatannya, KPK memiliki rencana

Manajemen Strategis yang berguna untuk panduan

untuk kegiatan dan targer-target yang harus dicapai

dalam suatu cita-cita organisasi. Dari banyaknya

rencana strategis atau manajemen strategis KPK,

terdapat manajemen strategis yang mengarah pada

tata kelola informasi dan teknologi informasi.

Pada bagian arah kebijakan dan strategi KPK

pada poin nomor 4 yang disebutkan bahwa

dipelukan pembenahan pada aspek kelembagaan

baik dalam SDM, IT, organisasi, dll. Pada bagian

teknologi informasi dan komunikasi disebutkan

bahwa teknologi informasi yang tepat guna akan

mendukung implementasi strategi organisasi dalam

teknologi informasi tersebut KPK harus

mengembangkan media sosial, aplikasi, website,

dll. guna meningkatnya penyebaran informasi yang

ada pada KPK dan sehingga KPK dapat mengelola

data lebih baik karena menggunakan sistem

teknologi yang memang diperuntukkan untuk

mempermudah tata kelola informasi yang ada.

E. Risiko Keterbukaan Informasi pada Media

Sosial

Dalam tata kelola informasi pada media sosial

melalui pengkajian data yang menentukan bahwa

Page 13: MENCERITAKAN TENTANG

informasi tersebut dapat disebarkan kepada publik

atau menjadi data yang hanya diketahui oleh KPK

sendiri. Tata kelola informasi tersebut akan

mempengaruhi resiko-resiko yang akan terjadi

pada nilai yang didapatkan oleh masyarakat.

Pada data yang ada dapat diperkirakan sebuah

resiko menurut teori Mardiana Purwaningsih yang

ada ketika organisasi memiliki keterbukaan

informasi yaitu :

1. Resiko Reputasi

KPK dengan reputasi yang sangat tinggi

bisa saja terpengaruhi oleh isu-isu yang

sedang beredar. Isu-isu tersebut bisa berupa

isu yang merugikan KPK seperti contohnya

kasus yang menimpa beberapa atasan KPK

yang tertuduh terlibat korupsi. Hal tersebut

menimbulkan dan menjadikan penurunan

reputasi dalam diri KPK.

Dalam segi tata kelola informasi, keadaan

reputasi menjadi resiko yang sangat sensitif

karena kebenaran informasi merupakan hal

yang utama ketika informasi tersebut telah

sampai kepada masyarakat.

2. Resiko Privasi

Setelah adanya penilaian data maka bisa

saja terjadi informasi yang bisa disampaikan

kepada publik da nada yang tidak bisa

disampaikan kepada publik. Resiko privasi

tersebut terjadi karena beban moral terhadap

peran KPK untuk terbuka tetapi harus

ditutup karena informasi yang

membahayakan.

3. Resiko Keamanan

Keamanan yang harus dijaga ketika

informasi belum bisa disampaikan kepada

publik. Penggunaan sosial media dalam

penyebaran informasi dan tata kelola

informasi juga menuntut keamanan yang

ekstra karena jika terjadi hacker maka akan

menjadi berbahaya bagi organisasi yang

menyebarkan informasi.

Dan menurut Patricia and Robert Smallwood pada

teori, KPK harus siaga dan waspada terhadap

penyalah gunaan informasi karena ini akan

merugikan dan menjadikan kepercayaan publik

akan menghilang, lalu penggunaan media sosial

yang diluar kendali organisasi karena itu

dibutuhkan oeraturan-peraturan khusus yang

mengautur media sosial KPK. Dan menurut Chris

Nerney juga KPK harus menyediakan kebijakan

media sosial tersendiri dalam organisasi untuk

menghindari ancaman terhadap internal atau orang

dalam KPK untuk pemakaian media sosial untuk

kepentingan pribadi ataupun kelompok.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam perkembangan teknologi informasi akan

terjadi tata kelola informasi yang sangat

dibutuhkan oleh sebuah organisasi. Pada lembaga

Komisi Pemberantasan Korupsi dapat disumpulkan

bahwa KPK merupakan lembaga yang memiliki

tingkat kepercayaan publik yang tinggi karena

bekerja secara terbuka. Hal tersebut bisa menjadi

keuntungan ataupun menjadi boomerang bagi

KPK, karena dalam keadaan keterbukaan informasi

tersebut akan terjadi resiko-resiko yang akan

terjadi dalam kemungkinan terburuk dari sebuah

kegiatan.

Manajemen strategis tentunya merupakan

landasan organisasi yang sangat mempengaruhi

sudut pandang organisasi terhadap suatu hal.

Manajemen strategis tersebut akan mempengaruhi

banyak hal termasuk teknologi informasi dan tata

kelola informasi, karena pada manajemen strategis

akan dituliskan strategi-strategi apa yang akan

digunakan suatu organisasi agar bisa mencapai

suatu tujuan.

Sosial media KPK juga dapat kita lihat sebagai

bentuk keterbukaan KPK terhadap informasi-

informasi yang didapatkan oleh KPK. Dan ternyata

dari hasil observasi tersebut dikatakan bahwa

media sosial KPK juga dalam tanggung jawab

bagian dari lembaga tersebut. Sehingga dalam

suatu organisasi harus dijelaskan dengan jelas

bagaimana tupoksi suatu bagian atupun divisi.

B. Saran

Informasi yang tersebar merupakan hasil dari

tata kelola informasi yang adapada organisasi

tersebut. Yang menjadi harapan bagi pembaca agar

dapat mencari informasi-informasi yang benar

melalui sumber-sumber yang benar dan memiliki

pertanggung jawaban atas informasi tersebut.

Sosial media yang dimiliki KPK sebaiknya

digunakan sebaik mungkin sebagai tempat

penarian informasi. Dengan data yang benar maka

Negara akan dibentuk oleh orang-orang yang

menyukai kebenaran.

Page 14: MENCERITAKAN TENTANG

Kegiatan yang seharusnya dilakukan

pemerintah adalah memperkuat KPK dengan

kebijakan-kebijakan yang memberikan KPK

keleluasaan lebih untuk menghapuskan korupsi di

Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, Kaplan M., Haenlein Michael 2010. Users of the World,Unite! The Challenges and Opportunities of

Social Media. Business Horizons.

Kurniali. (2011). Peran Media Sosial di Internet pada Penerapan Proses Knowledge Management. ComTech.

2(I), 167-174.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2018. Laporan Pelayanan Informasi Publik.

https://www.kpk.go.id/images/Integrito/LaporanTahunanKPK/2019-Laporan-PIP.pdf (29 September 2019)

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. Renstra KPK.

https://www.kpk.go.id/images/Renstra%20KPK%202015-2019.pdf (29 September 2019).

Kurniasih, (2016). Optimalisasi Penggunaan Media Sosial untuk Perpustakaan. Prosiding Makalah Seminar

Nasional Fikom Unpad Jatinangor.

Purwaningsih. (2016). Standar Etika bagi Perusahaan yang Menggunakan Media Sosial sebagai Enterprise’s

Official Presence. Jurnal Sistem dan Informatika, 11(I), 95-101.

Rahadi, (2017). Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial. Jurnal Manajemen dan

Kewirausahaan. 5(I), 59-61.

Smallwood, Robert. 2014. Information Governance. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Watie, (2011). Komunikasi dan Media Sosial. The Messenger. 3(I), 69-75.

Page 15: MENCERITAKAN TENTANG