8
Menembus Penerbit (Cukup) dengan Proposal Naskah 1 Muhyidin Albarobis 2 Writing is not a job; it’s a business. (Dan Poynter) enulis, selain merupakan sebuah aktivitas yang dapat membawa pelakunya menuju ‘orgasme intelektual’—entah karena level teratas dari hierarkhi kebutuhan dasar ala Maslow-nya terpenuhi, atau karena misi dan pesannya tersampaikan—sesungguhnya juga merupakan sebuah kegiatan ekonomi yang menyejahterakan. Inilah yang membuat menulis menjadi sebuah kegiatan yang menarik. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa menjadi penulis itu selain memperoleh popularitas juga bisa mendapatkan kekayaan. Ini tentu suatu keuntungan duniawi yang tidak remeh. Di balik itu, menulis juga menawarkan ‘keuntungan’ ukhrawi yang menggiurkan. Melalui tulisan, kita dapat menyebarkan ilmu yang mencerdaskan. Kita juga dapat membantu banyak orang dengan mengangkatnya dari kebodohan dan mengentaskannya dari kesulitan hidup. Bahkan, dengan tulisan, kita dapat mengkampanyekan kebaikan dan melakukan kritik atas pelbagai ‘ketidakberesan’ yang menggejala di sekitar kita (baca: amar ma’ruf nahi munkar). M 1 Makalah, pernah disampaikan pada Seminar Nasional “Profesionalisme Penulisan dan Penerbitan Buku”, STAIN Salatiga, 3 Agustus 2010; disampaikan kembali pada acara Pesantren Buku di Perpustakaan Kota Yogyakarta, 23 Agustus 2010. 2 GM Penerbitan Insan Madani Yogyakarta; Pengurus IKAPI Daerah DIY. 1

Membuat Proposal Naskah Untuk Menembus Penerbit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Membuat Proposal Naskah Untuk Menembus Penerbit

Menembus Penerbit (Cukup) dengan Proposal Naskah1

Muhyidin Albarobis2

Writing is not a job; it’s a business. (Dan Poynter)

enulis, selain merupakan sebuah aktivitas yang dapat membawa

pelakunya menuju ‘orgasme intelektual’—entah karena level teratas dari

hierarkhi kebutuhan dasar ala Maslow-nya terpenuhi, atau karena misi

dan pesannya tersampaikan—sesungguhnya juga merupakan sebuah

kegiatan ekonomi yang menyejahterakan. Inilah yang membuat menulis menjadi sebuah

kegiatan yang menarik. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa menjadi penulis itu selain

memperoleh popularitas juga bisa mendapatkan kekayaan. Ini tentu suatu keuntungan

duniawi yang tidak remeh. Di balik itu, menulis juga menawarkan ‘keuntungan’ ukhrawi

yang menggiurkan. Melalui tulisan, kita dapat menyebarkan ilmu yang mencerdaskan. Kita

juga dapat membantu banyak orang dengan mengangkatnya dari kebodohan dan

mengentaskannya dari kesulitan hidup. Bahkan, dengan tulisan, kita dapat

mengkampanyekan kebaikan dan melakukan kritik atas pelbagai ‘ketidakberesan’ yang

menggejala di sekitar kita (baca: amar ma’ruf nahi munkar).

M

Tetapi, seluruh benefit di atas hanya akan muncul apabila tulisan kita tersebar dan

kemudian dibaca oleh banyak orang. Atau ketika pesan yang terkandung di dalam tulisan kita

sampai kepada audiens yang menjadi sasaran tulisan kita. Dengan kata lain, kita akan

memperoleh keuntungan-keuntungan tersebut apabila tulisan kita diterbitkan. Di sinilah letak

permasalahannya. Bagi sementara orang, menulis saja sudah sesuatu yang teramat sulit,

apalagi menulis naskah yang bisa diterima oleh penerbit. Maka tak heran jika banyak calon

penulis yang memilih untuk sama sekali tidak menulis ketimbang naskah yang akan mereka

tulis itu nantinya ditolak oleh penerbit. Sebab, jika naskah ditolak, tidak hanya rasa kecewa

yang akan mereka dapatkan, tetapi juga kerugian material yang pasti mereka derita. Betapa

tidak, untuk menulis berpuluh-puluh atau beratus-ratus halaman naskah, seorang penulis

harus menyediakan waktu, tenaga, pikiran, dan biaya yang tidak sedikit. Tentu saja ia akan

1 Makalah, pernah disampaikan pada Seminar Nasional “Profesionalisme Penulisan dan Penerbitan Buku”, STAIN Salatiga, 3 Agustus 2010; disampaikan kembali pada acara Pesantren Buku di Perpustakaan Kota Yogyakarta, 23 Agustus 2010.

2 GM Penerbitan Insan Madani Yogyakarta; Pengurus IKAPI Daerah DIY.

1

Page 2: Membuat Proposal Naskah Untuk Menembus Penerbit

merasa kecewa dan rugi, bahkan bisa jadi tidak terima, manakala naskahnya ditolak oleh

penerbit.

Pertanyaannya kemudian adalah: mengapa penerbit menolak naskah yang mungkin

menurut penulisnya sudah bagus? Bagaimana seorang penulis meyakinkan penerbit untuk

menerima naskahnya?

Penerbit memiliki dunia yang berbeda dengan dunia penulis—bukulah yang kemudian

menyatukan dunia mereka. Oleh sebab itu, untuk mengetahui alasan penerbit menerima atau

menolak sebuah naskah, penulis mestilah mengenal dan memahami dunia penerbitan. Dengan

pemahaman yang baik tentang dunia penerbitan, penulis dapat memperbesar peluang

naskahnya diterima, sekaligus memperkecil kemungkinannya ditolak. Beberapa catatan

berikut barangkali dapat membantu para calon penulis, khususnya yang merasa diri masih

pemula, dalam mengenali dunia penerbitan.

Penerbit: Antara Idealisme dan Bisnis

Hampir dapat dipastikan bahwa setiap penerbit lahir dengan membawa sebuah misi. Misi

itu bisa berupa cita-cita besar bernama idealisme yang diyakini oleh pemiliknya, bisa sebuah

orientasi bisnis yang profitable, bisa pula perpaduan keduanya. Tidak ada aturan baku yang

mengatur masalah ini. Karenanya, sah-sah saja sebuah penerbit menetapkan seperti apa jati

dirinya dan memperkenalkannya kepada khalayak melalui buku-buku yang diterbitkannya.

Yang pasti, misi penerbit itu secara ideal akan mempengaruhi cara pandangnya, dan secara

operasional akan berpengaruh pada SOP-nya—termasuk dalam memilih dan menyeleksi

naskah yang akan diterbitkan. Oleh sebab itulah, setiap penerbit memiliki standar yang

berbeda tentang, misalnya, kriteria kelayakan sebuah naskah yang akan mereka terbitkan.

Penerbit yang memiliki idealisme tertentu, terkait dengan ideologi misalnya, tentu akan

mengedepankan kriteria ini dalam proses penyeleksian naskah-naskahnya. Ini tentu berbeda

dengan penerbit yang sekadar berpikir pragmatis atau semata-mata bisnis, profit oriented,

yang tentunya akan menerima setiap naskah yang ‘berbau duit’; soal ideologi, paham, atau

idealisme, tentu bukan masalah yang perlu dipusingkan. Begitu juga penerbit yang memiliki

standar kualitas yang tinggi untuk buku-buku terbitannya, tentu akan berbeda dengan penerbit

yang hanya menetapkan standar kuantitas terbitan dengan sekian judul per bulannya. Lalu

penerbit buku pelajaran akan berbeda dengan penerbit buku-buku nonpelajaran, penerbit

buku-buku fiksi berbeda dengan penerbit buku-buku nonfiksi, penerbit buku agama berbeda

2

Page 3: Membuat Proposal Naskah Untuk Menembus Penerbit

dengan penerbit buku umum, demikian seterusnya. Karakteristik penerbit-penerbit seperti

itulah yang mesti dikenali oleh seorang penulis, agar ia tidak salah menawarkan naskahnya.

Adalah sebuah kekeliruan jika seorang penulis berpikir bahwa semua penerbit sama saja.

Kekeliruan persangkaan ini akan mengakibatkan penulis kehilangan sensitivitasnya dalam

mengenali karakter penerbit, dan ini pada gilirannya akan membuatnya salah sasaran. Tentu

tidak tepat sasaran jika Anda menulis tentang Che Guevara atau Karl Marx, misalnya,

kemudian menawarkan naskah Anda kepada “penerbit Islam” seperti GIP atau Aqwam. Atau

Anda menulis tentang tafsir Al-Qur’an tapi mengirimkan naskah tersebut kepada penerbit

buku lembar kerja siswa (LKS). Sekali lagi, setiap penerbit memiliki karakter khas yang

mesti dikenali oleh penulis. Kekhasan itu bisa jadi terletak pada sempitnya batasan buku-

buku terbitannya (batasan itu bisa berupa ideologi, paham keagamaan, tema, jenis buku,

segmen pembaca, dan lain-lain), tapi bisa juga pada keluasan—atau bahkan ketiadaan—

batasan tersebut.

Pada umumnya, penerbit membuat batasan yang relatif longgar baik dari aspek tema,

jenis buku, segmen pembaca, maupun paham keagamaan. Lalu, agar brand penerbit utama

penerbit mudah dikenali karakternya, dibuatlah lini-lini penerbitan (imprint) yang berfungsi

untuk menampung dan menerbitkan naskah di luar arus utama. Cara ini ditempuh karena

tuntutan industri buku yang pada akhirnya harus mempertimbangkan kebutuhan pasar. Sebab,

jika hal ini diabaikan, kelangsungan hidupnya akan terancam. Masih ada, memang, penerbit

yang bertahan hanya dengan idealisme dan mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan

bisnis. Namun, di zaman ketika penerbitan buku sudah menjadi industri seperti saat ini,

kalkulasi bisnis hampir menjadi suatu keniscayaan. Saya rasa prinsip ini tidak hanya penting

bagi penerbit, namun juga bagi penulis. Sebab, seperti dikatakan Dan Poynter, “Menulis

bukanlah pekerjaan; menulis adalah bisnis.”

Cukup Proposal Naskah!

Setelah Anda mengenali dunia penerbitan, langkah berikutnya yang tak kalah penting

adalah menemukan kiat untuk menembusnya. Banyak kiat yang bisa ditempuh, juga tidak

sedikit formula yang telah berhasil dirumuskan, dalam rangka menembus penerbitan buku. Di

antara kiat-kiat tersebut, salah satunya yang membuat saya amat terkesan adalah apa yang

ditulis oleh Angela Booth dalam bukunya, 7 Days to Easy-Money, yang edisi bahasa

Indonesianya diterbitkan oleh Insan Madani (2009). Dalam buku yang sangat inspiratif ini,

Booth menegaskan bahwa untuk menembus penerbit, seorang penulis tak perlu menulis

3

Page 4: Membuat Proposal Naskah Untuk Menembus Penerbit

naskah buku berpuluh-puluh atau beratus-ratus halaman. Cukup dengan proposal naskah

yang disusun secara terencana dan sistematis dalam tujuh hari (7 days), ia dapat memperoleh

proyek penulisan naskah dari penerbit. Ide inspiratif Booth inilah yang membuat saya

terkesan.

Selama ini, amat banyak calon penulis yang batal menulis gara-gara khawatir naskahnya,

setelah selesai ditulis nanti, tidak dapat menembus penerbit; sementara ia sudah

mengeluarkan banyak ‘modal’, termasuk dana pembelian buku-buku rujukan yang dipakai

dalam menulis. Saya menjumpai banyak (calon) penulis seperti ini, dan pada umumnya

mereka tetap seperti itu karena belum menemukan solusi yang tepat. Maka, ketika saya

sampaikan kiat Booth di atas, pada umumnya mereka merasa sangat beruntung dan

menganggap saran Booth itu sebagai sesuatu yang mencerahkan. Saya sendiri sudah

menerapkan kiat “cukup membuat proposal” ala Booth ini dan merasakan keefektifannya.

Yang juga penting dicatat adalah bahwa kiat Booth ini tidak hanya menguntungkan

penulis, tetapi juga memudahkan penerbit dalam menyeleksi naskah dan merencanakan buku-

buku yang akan diterbitkan. Sebab, bagi redaksi penerbit, menelaah naskah proposal setebal

20-an halaman tentu lebih mudah ketimbang naskah buku setebal 200-an halaman. Selain itu,

dengan proposal naskah ini, penerbit sangat terbantu justru pada aspek yang relatif paling

memusingkan mereka: marketing. Betapa tidak, melalui proposal itu penerbit sudah bisa

melihat prospek pasar, daftar pesaing, keunggulan buku, bahkan gambaran strategi promosi!

Booth membagi proposal naskah menjadi tujuh bagian, ditambah bagian lampiran yang

bersifat tentatif, sehingga membuatnya nyaris sempurna di mata penerbit. Berikut sistematika

proposal yang dianjurkan oleh Booth dalam 7 Days (hlm. 57-58): bagian pertama berisi judul

buku (berikut anak judulnya, jika ada), nama penulis, perkiraan jumlah kata atau jumlah

halaman naskah jadi, dan perkiraan waktu untuk menyelesaikannya. Salah satu hal yang

penting pada bagian ini adalah masalah judul buku. Banyak penerbit yang segera

memutuskan menerima naskah karena judulnya yang menarik atau provokatif. Tidak jarang

pula, penerbit merasa kesulitan membuat judul yang bagus untuk sebuah naskah yang

menarik. Karena itu, merupakan sebuah nilai tambah tersendiri ketika proposal naskah yang

Anda buat menawarkan beberapa alternatif judul sekaligus.

Bagian kedua berisi tinjauan (overview), yakni gambaran sosok buku; panjangnya bisa

satu paragraf sampai beberapa halaman. Pada bagian ini, tercakup deskripsi (gambaran

ringkas) buku, alasan yang membuat buku itu penting, serta beberapa hal terkait isi buku

4

Page 5: Membuat Proposal Naskah Untuk Menembus Penerbit

yang mungkin perlu ditonjolkan. Bagian ketiga berisi profil singkat penulis yang berkaitan

dengan isi buku yang akan ditulis. Di sini Anda bisa sedikit “menyombongkan diri” dengan

menunjukkan kelebihan-kelebihan Anda yang ada hubungannya dengan buku yang akan

ditulis. Uraian pada bagian ini akan memberikan alasan mengapa Anda adalah orang yang

tepat untuk menulis buku tersebut.

Bagian keempat berisi gambaran mengenai persaingan pasar buku tersebut. Pada bagian

ini Anda diminta menampilkan 4-5 judul buku sejenis yang sudah ada di pasaran, apa

kelebihan dan kekurangannya, lalu di mana posisi buku yang akan ditulis (untuk keperluan

ini, Anda bisa berkunjung ke toko buku, perpustakaan, atau toko buku online). Pada bagian

ini pula, dijelaskan potensi pasar mana saja yang bisa disasar oleh penerbit. Bagian kelima

berisi gambaran strategi promosi yang dapat dilakukan, baik sebelum maupun sesudah buku

terbit. Bagian keenam merupakan garis besar bab (chapter outline), berisi uraian mengenai

rencana isi buku. Bentuknya bisa semacam daftar isi tentatif yang dilengkapi dengan uraian

singkat masing-masing bab. Bagian ketujuh adalah contoh naskah, yakni contoh naskah 1-2

bab (biasanya Pendahuluan dan Bab 1). Fungsi utama bagian ini adalah untuk menunjukkan

kualitas tulisan, baik dari aspek isi maupun kebahasaan.

Dengan menyusun proposal naskah seperti saran Booth di atas, penulis tidak hanya

menjadi lebih ringan pekerjaannya, namun lebih dari itu peluang naskahnya diterima penerbit

juga lebih besar. So, tunggu apa lagi?

5