2
Membekali Anak dengan Keterampilan “Belajar Cara Belajar” Dunia belajar mengajar sekilas identik menjadi tugas seorang guru dan muridnya.. Tetapi saat ini kegiatan belajar mengajar tak hanya harus dilakukan oleh guru dan muridnya saja, namun juga menjadi kewajiban orang tua saat anak-anak berada di rumah. Sangat masuk akal jika saat ini banyak para orang tua mengeluh akan kemampuan anak-anaknya dalam menerima pelajaran di sekolahnya. Hal tersebut bisa dimaklumi karena mata pelajaran untuk anak-anak sekarang ini sangat berbeda dengan jaman saya sekolah dulu. Telah banyak orang tua yang sejak usia dini telah melatih anak-anaknya dengan begitu banyak keterampilan, dari ketrampilan olah raga sampai dengan ketrampilan seni. Namun jarang sekali yang belajar ketrampilan “belajar cara belajar” (Learn How to Learn), alhasil pada usia mahasiswa , pelajar- pelajar muda seringkali tidak maksimal dalam mengolah pembelajaran mereka. Seperti sebutannya, keterampilan “Belajar Cara Belajar” memang sangat mendasar dan seringkali tidak terlalu dipikirkan, sehingga tidak pernah dipentingkan, padahal secara alami anak-anak balita sudah mampu bertanya “apa, juga mengapa” untuk membuat pikirannya belajar berputar mencari kaitan arti untuk memahaminya. Kaitan arti yang baisa terjalin di dalam pikirannya itulah yang membuat neuraon otak seseorang mengolah lebih cepat dan lebih cerdas. Sebuah keterampilan “cara belajar” yang sangat popular sekarang ini adalah mindmapping (peta pikiran), cara tersebut di populerkan oleh Tony Buzan. Mindmap ini sangat berguna untuk membantu otak dalam mengatur pikiran, mencatat dan menghafal dengan efektif. Mengapa? Karena aktifitas memetakan membuat otak mengolah bahan belajar. Ketika proses mengolah dan menterjemahkan pengertian menjadi sebuah peta gambar, icon, atau symbol, maka proses secara otomatis mengikut sertakan otak kiri dan kanan. Dengan demikian ana tidak lagi melakukan “hafal mati” dan pasif. Kalau para murid biasa belajar dengan menghafal saja maka mereka belum punya “cara belajar” yang efektif. Menurut Buzan bahwa mindmap dapat menolong otak menyimpan seluruh pengetahuan yang ada di universe. Lalu saya membayangkan betapa sesungguhnya keterampilan “belajar Cara Belajar” sangat membantu dalam membekali anak-anak dengan suatu kemampuan untuk mengeksplorasi sesuatu yang baru. Banyak orang tua maupun muda malas mengetahui dan mempelajari hal baru. Namun seorang anak kecil tidak pernah malas mempelajari hal baru. Apalagi anak yang sudah mengembangkan kemampuan “cara belajar”. Anak-anak ini akan anktif mencari, aktif mengolah dan tidak puas hanya meniru pekerjaan orang lain dan tidak gampangan mengcopy hasil karya orang lain apalagi menjadi plagiat. Sangat disayangkan jika anak diberikan pola belajar menghafal demi sebuah nilai test atau nilai di raport saja, karena mereka membutuhkan kesempatan mengolah dan mencari kaitan dari yang dipelajarinya untuk mengembangkan pikirannya dan menjadi pelajar sejati. Pelajar-pelajar seperti itulah yang akan menjadikan mereka menjadi seorang yang berkompeten buat dirinya.

Membekali Anak Dengan Keterampilan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anak

Citation preview

Page 1: Membekali Anak Dengan Keterampilan

Membekali Anak dengan Keterampilan “Belajar Cara Belajar”

Dunia belajar mengajar sekilas identik menjadi tugas seorang guru dan muridnya.. Tetapi saat ini

kegiatan belajar mengajar tak hanya harus dilakukan oleh guru dan muridnya saja, namun juga menjadi

kewajiban orang tua saat anak-anak berada di rumah.

Sangat masuk akal jika saat ini banyak para orang tua mengeluh akan kemampuan anak-anaknya dalam

menerima pelajaran di sekolahnya. Hal tersebut bisa dimaklumi karena mata pelajaran untuk anak-anak

sekarang ini sangat berbeda dengan jaman saya sekolah dulu.

Telah banyak orang tua yang sejak usia dini telah melatih anak-anaknya dengan begitu banyak

keterampilan, dari ketrampilan olah raga sampai dengan ketrampilan seni. Namun jarang sekali yang

belajar ketrampilan “belajar cara belajar” (Learn How to Learn), alhasil pada usia mahasiswa , pelajar-

pelajar muda seringkali tidak maksimal dalam mengolah pembelajaran mereka.

Seperti sebutannya, keterampilan “Belajar Cara Belajar” memang sangat mendasar dan seringkali tidak

terlalu dipikirkan, sehingga tidak pernah dipentingkan, padahal secara alami anak-anak balita sudah

mampu bertanya “apa, juga mengapa” untuk membuat pikirannya belajar berputar mencari kaitan arti

untuk memahaminya. Kaitan arti yang baisa terjalin di dalam pikirannya itulah yang membuat neuraon

otak seseorang mengolah lebih cepat dan lebih cerdas.

Sebuah keterampilan “cara belajar” yang sangat popular sekarang ini adalah mindmapping (peta

pikiran), cara tersebut di populerkan oleh Tony Buzan. Mindmap ini sangat berguna untuk membantu

otak dalam mengatur pikiran, mencatat dan menghafal dengan efektif. Mengapa? Karena aktifitas

memetakan membuat otak mengolah bahan belajar. Ketika proses mengolah dan menterjemahkan

pengertian menjadi sebuah peta gambar, icon, atau symbol, maka proses secara otomatis mengikut

sertakan otak kiri dan kanan. Dengan demikian ana tidak lagi melakukan “hafal mati” dan pasif. Kalau

para murid biasa belajar dengan menghafal saja maka mereka belum punya “cara belajar” yang efektif.

Menurut Buzan bahwa mindmap dapat menolong otak menyimpan seluruh pengetahuan yang ada di

universe.

Lalu saya membayangkan betapa sesungguhnya keterampilan “belajar Cara Belajar” sangat membantu

dalam membekali anak-anak dengan suatu kemampuan untuk mengeksplorasi sesuatu yang baru.

Banyak orang tua maupun muda malas mengetahui dan mempelajari hal baru. Namun seorang anak

kecil tidak pernah malas mempelajari hal baru. Apalagi anak yang sudah mengembangkan kemampuan

“cara belajar”. Anak-anak ini akan anktif mencari, aktif mengolah dan tidak puas hanya meniru

pekerjaan orang lain dan tidak gampangan mengcopy hasil karya orang lain apalagi menjadi plagiat.

Sangat disayangkan jika anak diberikan pola belajar menghafal demi sebuah nilai test atau nilai di raport

saja, karena mereka membutuhkan kesempatan mengolah dan mencari kaitan dari yang dipelajarinya

untuk mengembangkan pikirannya dan menjadi pelajar sejati. Pelajar-pelajar seperti itulah yang akan

menjadikan mereka menjadi seorang yang berkompeten buat dirinya.

Page 2: Membekali Anak Dengan Keterampilan

Ada baiknya para orang tua mulai mengubah paradigma bahwa belajar tak sekedar “mendapatkan nilai

tinggi saja” karena yang menjadikan anak belajar baik dan kritis adalah pengolahannya. Cari tempat

belajar yang membuatnya lepas dari level menghafal saja. Semua anak terutama yang lemah dalam

konsentrasi membutuhkan pola belajar yang kreatif dan visual.

Contoh kecil yang ada di lingkungan saya berada sekarang ini, sebut saja Laksmi murid kelas VI Sekolah

Dasar yang selalu mengeluhkan kesulitan belajar terutama pelajaran matematika. Rasanya menjadi

beban bagi dia ketika harus menghadapi soal-soal yang diberikan oleh gurunya di sekolah. Hingga

kadang harus menangis karena tak sependapat dengan cara yang diberikan oleh ibundanya.

Perlahan saya melakukan pendekatan untuk menanyakan apa sih yang menjadikannya risau tentang PR

yang diberikan oleh gurunya. Lalu saya mulai mencoba untuk membantu dia keluar dari belenggu

permasalahannya. Ternyata cara yang saya ajarkan beda dengan apa yang diajarkan gurunya di sekolah.

Tetapi saya berusaha meyakinkan dia bahwa dicoba dulu tak ada salahnya untuk menyelesaikan PR

matematika yang diberikannya. Jika ternyata jawaban atau hasilnya nanti berbeda dengan hasil guru di

sekolahnya maka kita mau tidak mau memakai cara yang diajarkan oleh gurunya.

Pendekatan pendekatan sederhana lainnya yang bisa dilakukan oleh para orang tua adalah “buat anak

suka terlebih dulu” karena dengan menyukai pelajaran yang diberikan oleh gurunya maka seorang anak

akan merasa enjoy dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan.

Jika metode belajar tersebut sudah disukai dan melekat pada diri anak-anak, maka saya yakin anak-anak

akan menjadi gemar belajar tanpa harus diperintah orang tuanya. Dan akhirnya yang tadinya belajar

adalah sesuatu yang dirasakan berat, akan mengubah pola pikirnya dan menjadikan sebuah kesenangan

dan bukan menjadikan beban dalam dirinya…

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com