21
2. Memahami dan Menjelaskan tentang Diabetes Melitus 2.1 Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. 2.2 Etiologi Diabetes Tipe 1 Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orangdewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukaninsulin. Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1: 1.Kerentanan genetik Berkaitan dengan alel spesifik kompleks histo kompatibilitas mayor (MHC) kelas 2dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitasterhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadianlingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik. 2.Autoimunitas - Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta - Infiltrat peradangan limfosit - Terdiri atas limfosit T CD8 dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah bervariasi. - Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif - Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula sitotoksik - Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejalaklinis diabetes - Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti

Memahami Dan Menjelaskan Tentang Diabetes Melitus (Fathonah 1102013108)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl

Citation preview

2. Memahami dan Menjelaskan tentang Diabetes Melitus2.1Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

2.2EtiologiDiabetes Tipe 1Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orangdewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukaninsulin.Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:1.Kerentanan genetik Berkaitan dengan alel spesifik kompleks histo kompatibilitas mayor (MHC) kelas 2dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitasterhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadianlingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.

2.Autoimunitas- Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta- Infiltrat peradangan limfosit- Terdiri atas limfosit T CD8 dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah bervariasi.- Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif - Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula sitotoksik- Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejalaklinis diabetes- Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak, penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.

3.Faktor lingkunganKerentanan genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet secara autoimun,serangan lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta,virus dapatmenjadi pemicu. Virus yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah coxsackievirus, parotitis, campak, rubela, mononukleosis infeksiosa.Bagaimana virus berperan dalam patogenesis belum diketahui. Beberpa penelitian berpendapat bahwa virus memicu penyakitdengan mimikiri virus (virus mengeluarkan protein mirip dengan

antigen) sehinggamenimbulkan respon imun terhadap suatu protein virus yang memeiliki skeuensi asam amino yang sama dengan suatu protein sel beta.

Diabetes tipe 2Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan, ada diabetes tipe 2 ini faktor genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan diabetes tipe 1.

Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :a. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurundengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunanfungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

b. ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi selyang terlalu banyak.c. Riwayat KeluargaPada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risikomenderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yangsama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberikontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007,hlm. 67).d. Gaya hidup (stres)Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%.Resiko berkembangnya DM tipe2 pada saudara kandung mendekati

40%dan 33% nya untuk anak cucunya.Transmisi geneticadalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitusubtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tuamenderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pastimembawa (carier) DM tipe 2.

Faktor Resiko :

1.Usia dewasa tua (>45 tahun)

2.Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m

3.Penderita hipertensi > 140/90 mmHg

4.Riwayat keluarga DM

5.Riwayat DM pada kehamilan

6.Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat

7.Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl

8.Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah PuasaTerganggu

2.3 Klasifikasi

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetesmelitus di Indonesia tahun 2011 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut :

Tipe 1(Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

● Autoimun

● Idiopatik

Tipe 2

● Bervariasi,mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain

● Defek genetik fungsi sel beta

● Defek genetik kerja insulin

● Penyakit eksokrin pancreas

● Endokrinopati

● Karena obat atau zat kimia

● Infeksi

● Sebab imunologi yang jarang

● Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes mellitus gestasional

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau beradadalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus(NIDDM).

Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya perlangsungan penyakit.

Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yangsederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :

1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.

2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.

3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan penyakit jantung koroner.Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut

Pyke :

a.Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.

b.Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.

c.Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer 90% dari wanita hamil yang

menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin DependentDiabetes militus tipe IDDM tipe 1.

MODY Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY)merupakan bentuk monogenik daridiabetes. MODY merupakan kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan.MODY disebabkan oleh mutasi genetik pada faktor transkripsi nukleus dan glucokinase yang mengakibatkan disfungsi sel ß pancreas sehingga produksi insulin terganggu.Klasifikasi subtipe MODY berdasarkan faktor transkripsi nukleus yang mengalamimutasi genetik.Beberapa subtipeMODY antara lain:

1. Hepatocyte Nuclear Factor 4 homeobox A (HNF4A) (MODY1)2. Glucokinase (GCK) (MODY2)3. Hepatocyte Nuclear Factor 1 homeobox A(HNF1A) (MODY3)4. Insulin Promoter Factor 1 (IPF1)5. Hepatocyte Nuclear Factor 1 homeobox B(HNF1B)6. Neurogenic Diff erentiation 1 (NEUROD1)7. Krueppel Like Factor 11 (KLF11)8. Carboxyl Ester Lipase (CEL)9. Paired Box 4 (PAX4)

Tabel 1 Subtipe MODY beserta Gen dan Manifestasi Klinisnya2

SUBTIPE MODY

GEN MANIFESTASI KLINIS

HNF4A HNF4A Makrosomia, hiperinsulinemia transien, hipoglikemia, hiperlipidemia, peningkatan sensitivitas terhadapsulfonylurea.

GCK GCK Defi esiensi insulin ringan, berat badan bayi lahir rendah (dari ibu sehat), diabetes melitus neonatus pada mutasihomozigot.

HNF1A HNF1A Kegagalan kelenjar eksokrin pankreas, peningkatan sensitivitas terhadap sulfonylurea, glikosuria.

IPF1 IPF1 Agenesis pankreas.HNF1B HNF1B Kelainan kongenital saluran urogenital,

agenesis badan dan ekor pankreas, kegagalan kelenjar eksokrinpankreas.

NEUROD1 NEUROD1 Kelainan pankreas.KLF11 KLF11 Keganasan pankreas.CEL CEL Kegagalan kelenjar eksokrin dan endokrin

pankreas.PAX4 PAX4 Diabetes Melitus.

Tabel 2 Manifestasi Klinis Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2 dan MODY2

DIABETES TIPE 1

DIABETES TIPE 2 MODY

Frekuensi Sering Meningkat 2-5% pasien diabetes yang tidaktergantunginsulin

Genetik Poligenik Poligenik Autosomal dominan

Riwayat Keluarga

<15% >50% 100%

Suku Bermacam-macam suku

Asia, Polinesia, Australia

Bermacam-macam suku

Onset Selama masa kanak-kanak

30 thn 30 thn

Tingkat Keparahan onset

Akut dan sangat parah

Ringan Ringan/asimptomatik

Ketosis Sering Jarang JarangObesitas +/- >90% +/-Acanthosis Nigricans

Absen Sering Absen

Sindrom Metabolik

Absen Sering Absen

Autoimun Positif Negatif NegatifPatofisiologi Destruksi sel β Resistensi

insulin dan insulinopenia relatif

Disfungsi sel β

untuk mengetahui perbedaan tiga jenis diabetes ini melalui anamnesis, pemeriksaan fi sik dan pemeriksaan penunjang sederhana sepertiglukosa acak, glukosa 2 jam post prandial,tes toleransi glukosa oral (TTGO), HbA1C, C-peptide, dan urinalisis.

LADA Awitan penderita DM tipe 1 biasanya pada masa anak-anak dengan dijumpainya antibodi antiinsulin sedangkan variasi DM tipe 1 yang dijumpai pada usia dewasa disebut sebagai latent autoimmune diabetesin adult (LADA). Pasien LADA pada awalnya tidak membutuhkan insulin, namun setelah enam bulan, biasanyajumlah sel beta pankreas berkurang begitu pula dengan insulin sehingga akhirnya pasien tergantung pada insulin.

istilah latentautoimmune diabetes of adults (LADA)untuk menjelaskan penderita diabetes

tipe 2 yang memiliki antibodi anti-GAD dan tidak mengalami ketoasidosis danpenurunan berat badan.Dengan ditemukannya antibodi autoimun pada penyandang DM tipe 2 yang dikenal sebagai LADA, strategi pengobatan pasien pun berubah.Di dunia saat ini diperkirakan sekitar 2-12% penderita DM adalah LADA.Awitan penderita LADA klasik dimulai sejak usia 30 tahun, non-obese dan kontrol guladarah awalnya baik hanya dengan diet namundalam waktu yang singkat kontrol dengan dietgagal dan membutuhkan obat hipoglikemik oral yang pada akhirnya menjadi tergantunginsulin. Progresifitas ketergantungan insulinpada LADA lebih cepat dibandingkan denganpasien dengan DM tipe 1 dan obese.

Menurut Immunology of Diabetes Society diagnosis LADA berdasarkan kriteria:1. Awitan penyakit dimulai pada usia 30 tahun,2. Ditemukan paling sedikit satu macam antibody dari empat antibodi yang biasa ditemukanpada DM tipe 1 (ICAs, autoantibodi terhadap GAD65, IA-2, dan insulin), dan 3. Terapi tanpainsulin hanya berlangsung selama enambulan setelah diagnosis.

Akibat kerusakan sel beta yang bersifat progresif, pada akhirnya pasien LADA memerlukan insulin untuk mencapai normoglikemik.Hal itu untuk membedakan LADA dengan DM tipe 1, karena penyandang DM tipe 1 sejak didiagnosis sudah memerlukan insulin.Terdapat kecenderungan penderita LADA memiliki BMI normal bila dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 yang obese.

Uji diagnostik yang paling sensitive pada LADA adalah dengan menemukan antibodi anti-GAD.Pemeriksaan serum C-peptide merupakan pilihan awal yang cukup baik.C-peptide merupakan fragmen molekul pro-insulinyang tetap dapat ditemukan dalam darahsaat rantai alfa dan beta insulin terlepas.Terapi LADA Sampai saat ini terapi yang terbukti efektif secara klinis hanya insulin, OHO golongantiazolidindion dan antigen-spesifik imunomodulator. Prinsip penatalaksanaan LADA terutama adalah: mempertahankan fungsi sel beta pankreas, menekan kerusakan sel beta pankreas dan mencegah komplikasi DM jangka panjang.

Pada prinsipnya pasien dengan LADA membutuhkan insulin untuk mencapai normoglikemia mengingat defisiensi insulin yang progresif lambat.

2.4 Patofisiologi

Diabetes Tipe 1

Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orngdewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.

Diabetes tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :

1. Resistensi insulin

2. Disfungsi sel β pancreas

Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel β pancreas, amilin dan sebagainya.Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar.Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel β pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadihiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia.

Pada fasetertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkatwalaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatanasam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibatkekurangan insulin relatif

(walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia)mengakibatkan sel β pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguanmetabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosadan akhirnya DM tipe 2.

Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel β pancreasyang menghasilkan glukagon.Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar padakeadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang,masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatanDM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yangmenunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibuyang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama danini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehinggamencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam

kehamilan.Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen iatidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampumeningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemiaatau diabetes kehamilan.

Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamilmeningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulinmenjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkanoleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik.Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhireseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkandalam pengendalian diabetes.

Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangatkompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatanmenyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilanyakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida danhormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin.Puavilai dkk (dikutip olehWilliams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknyareseptor insulin bagian distal yakni post reseptor.Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkanterdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengantes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan responGIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.

Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilanmerupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Padasebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi denganmeninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil,kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikianterjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

2.5 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa

secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angkaangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM. Pada pertemuan pertama:

- Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala komplikasi.

- Pemeriksaan jasmani lengkap: TB, BB, TD, rabaan nadi kaki- Tanda neuropati dicari- Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku- Pemeriksaan visus

Manifestasi klinis;

keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

1. Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi(sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.

2. Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, seringmerasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.

3. Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluhdarah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

Pemeriksaan glukosa plasma puasa = 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa

2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa 4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit 5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai 6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa 7. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa.

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:

Evaluasi medis meliputi:

1. Riwayat Penyakit Gejala yang timbul, Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosa darah,

A1C, dan hasil pemeriksaan khusus yang terkait DM Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan berat badan Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,

termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh

tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar hiperglikemia, dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,

obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

2. Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah

dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi

Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan

insulin) dan pemeriksaan neurologis Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

3. Evaluasi Laboratoris / penunjang lain Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial A1C Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan

trigliserida) Kreatinin serum Albuminuria Keton, sedimen, dan protein dalam urin Elektrokardiogram Foto sinar-x dada

-

4. Evaluasi medis secara berkala

a. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan, atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

b. Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan c. Secara berkala dilakukan pemeriksaan: - Jasmani lengkap - Mikroalbuminuria - Kreatinin - Albumin / globulin dan ALT - Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida - EKG - Foto sinar-X dada - Funduskopi