16
MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI Sebelumnya telah dibahas mengenai penerapan Persamaan Schrödinger dalam meninjau sistem kuantum satu dimensi untuk memperoleh fungsi gelombang serta energi dari sistem. Persamaan Schrödinger bergantung waktu, seperti yang telah dipelajari sebelumnya adalah Ψ = Ψ (1) dengan operator Hamiltonian berbentuk = ̂ 2 + (2) =− 2 + (3) Maka persamaan (1) menjadi Ψ =− 2 Ψ + Ψ (4) Jika potensial tidak bergantung waktu maka persamaan Schrödinger dapat dipisahkan menjadi dua persamaan, yaitu persamaan yang hanya bergantung ruang dan persamaan yang hanya bergantung waktu. Persamaan Schrödinger yang hanya bergantung ruang (Persamaan Schrödinger tak bergantung waktu) adalah 2 + = (5) Solusi persamaan Schrödinger bergantung waktu merupakan hasil perkalian dari solusi yang hanya bergantung ruang dengan solusi yang hanya bergantung waktu. Sementara itu, solusi umum dari persamaan Schrödinger bergantung waktu merupakan kombinasi linear dari semua solusi yang mungkin, yaitu Ψ(, ) = () !"#/ℏ

Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

MEKANIKA KUANTUM DALAM TIGA DIMENSI

Sebelumnya telah dibahas mengenai penerapan Persamaan Schrödinger dalam

meninjau sistem kuantum satu dimensi untuk memperoleh fungsi gelombang serta

energi dari sistem. Persamaan Schrödinger bergantung waktu, seperti yang telah

dipelajari sebelumnya adalah

�ℏ �Ψ�� = �Ψ (1)

dengan operator Hamiltonian berbentuk

� = �̂�2� + � (2)

� = − ℏ�2� ∇� + � (3)

Maka persamaan (1) menjadi

�ℏ �Ψ�� = − ℏ�2� ∇�Ψ + �Ψ (4)

Jika potensial tidak bergantung waktu maka persamaan Schrödinger dapat

dipisahkan menjadi dua persamaan, yaitu persamaan yang hanya bergantung

ruang dan persamaan yang hanya bergantung waktu. Persamaan Schrödinger yang

hanya bergantung ruang (Persamaan Schrödinger tak bergantung waktu) adalah

− ℏ�2� ∇�� + �� = �� (5)

Solusi persamaan Schrödinger bergantung waktu merupakan hasil perkalian dari

solusi yang hanya bergantung ruang dengan solusi yang hanya bergantung waktu.

Sementara itu, solusi umum dari persamaan Schrödinger bergantung waktu

merupakan kombinasi linear dari semua solusi yang mungkin, yaitu

Ψ(�, �) = � ����(�)� !"#/ℏ

Page 2: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

1. Persamaan Schrödinger dalam Koordinat Bola

Pada koordinat bola, ∇� diberikan

∇�= 1%� ��% &%� ��%' + 1%� (�) * ��* &(�) * ��*' + 1%� (�)� * ���+� (6)

Maka persamaan Schrödinger bergantung waktu dalam koordinat bola adalah

�ℏ �Ψ�� = − ℏ�2� - 1%� ��% &%� ��%' + 1%� (�) * ��* &(�) * ��*' + 1%� (�)� * ��

�+�. Ψ + �Ψ (7)

Pada umumnya, potensial � hanya merupakan fungsi dari jarak terhadap titik asal,

�(%) sehingga kita dapat menggunakan metode separasi variabel untuk

memecahkan persamaan (7). Persamaan Schrödinger tak bergantung waktunya

− ℏ�2� - 1%� ��% &%� ��%' + 1%� (�) * ��* &(�) * ��*' + 1%� (�)� * ��

�+�. � + �� = �� (8) Persamaan (8) kembali dipecahkan dengan menggunakan separasi variabel.

Pertama, kita pisahkan fungsi gelombang �(%, *, +) menjadi fungsi yang

bergantung jarak, 1(%) dan fungsi yang bergantung sudut, 2(*, +).

�(%, *, +) ≡ 1(%)2(*, +) (9)

Persamaan (8) menjadi

− ℏ�2� - 1%� ��% &%� ��%' + 1%� (�) * ��* &(�) * ��*' + 1%� (�)� * ��

�+�. 12

+ �12 = �12 (10)

− ℏ�2� - 1%� ��% &%� ��%' 12 + 1%� (�) * ��* &(�) * ��*' 12 + 1%� (�)� * ��

�+� 12. +(� − �)12 = 0 (11)

− ℏ�2� - 2%� 66% &%� 66%' 1 + 1%� (�) * ��* &(�) * ��*' 2 + 1%� (�)� * ��

�+� 2. +(� − �)12 = 0 (12)

Page 3: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Persamaan (12) dikalikan dengan − �789ℏ9 :;< , menghasilkan

11 66% &%� 66%' 1 + 12 (�) * ��* &(�) * ��*' 2 + 12 (�)� * ���+� 2 − 2�%�

ℏ� (� − �) = 0

11 66% &%� 616%' − 2�%�ℏ� (� − �) + 12 - 1(�) * ��* &(�) * �2�*' + 1(�)� * ��2�+�. = 0 (13)

Persamaan (13) telah terpisah menjadi dua suku. Persamaan ini hanya dapat

dipenuhi jika masing-masing suku bernilai konstan. Kita ambil konstanta tersebut

=(= + 1). Pemilihan konstanta ini berkaitan dengan bentuk solusi dari persamaan-

persamaan yang dihasilkan. Persamaan (13) kemudian menjadi

11 66% &%� 616% ' − 2�%�ℏ� (� − �) = =(= + 1) (14)

12 - 1(�) * ��* &(�) * �2�*' + 1(�)� * ��2�+�. = −=(= + 1) (15)

Persamaan (14) disebut dengan persamaan radial sedangkan persamaan (15)

disebut dengan persamaan angular.

Persamaan Angular

Persamaan angular dapat dinyatakan menjadi

1(�) * ��* &(�) * �2�*' + 1(�)� * ��2�+� + =(= + 1)2 = 0 (16)

dengan menggunakan separasi variabel

2(*, +) ≡ Θ(*)Φ(+) (17)

maka persamaan (16) menjadi

Φ(�) * 66* &(�) * 6Θ6*' + Θ(�)� * 6�Φ6+� + =(= + 1)ΘΦ = 0 (18)

Mengalikan persamaan (18) dengan @!�9 ABC maka didapatkan

Page 4: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Dsin *Θ 66* &(�) * 6Θ6*' + =(= + 1) sin� *H + 1Φ 6�Φ6+� = 0 (19)

Sama seperti pada persamaan (13), persamaan (19) juga hanya dapat dipenuhi jika

nilai masing-masing suku adalah suatu konstanta, diambil �� sehingga menjadi

sin *Θ 66* &(�) * 6Θ6*' + =(= + 1) sin� * = �� (20)

dan

1Φ 6�Φ6+� = −�� (21)

Persamaan (21) adalah persamaan diferensial orde dua dengan akar-akar

berlainan. Solusinya diberikan oleh

Φ(+) = I� !7J + K�!7J (22)

dengan mengijinkan � dapat bernilai negatif maupun positif maka solusi hanya

diambil bagian pangkat positifnya. Selain itu, konstanta K kita biarkan diserap

oleh fungsi Θ(*). Dengan demikian, persamaan (22) menjadi

Φ(+) = �!7J (23)

Gambar 1. Koordinat Bola

Perhatikan Gambar 1. Jika sudut + ditambahkan 2L maka akan kembali ke titik

semula, sehingga berlaku

Φ(+ + 2L) = Φ(+) (24)

x

y

z

M

N

r

Page 5: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Dari persamaan (23) diperoleh

Φ(+ + 2L) = �!7(JO�P) (25)

sehingga persamaan (24) menjadi

�!7(JO�P) = �!7J

�!7J��P!7 = �!7J

��P!7 = 1

maka dapat dipenuhi dengan

� = 0, ±1, ±2, …. (26)

� disebut dengan bilangan kuantum magnetik.

Kemudian untuk mencari solusi persamaan (20), kita nyatakan dalam bentuk lain

sin *Θ 66* &(�) * 6Θ6*' + =(= + 1) sin� * = �� (20)

sin * 66* &(�) * 6Θ6*' + T=(= + 1) sin� * − ��U Θ = 0 (27)

Persamaan (27) merupakan Persamaan Diferensial Legendre Terasosiasi, dan

solusinya diberikan oleh

Θ(*) = IVW7(cos *) (28)

dengan VW7(cos *) adalah Fungsi Legendre Terasosiasi, yang didefinisikan oleh

VW7(Z) ≡ (1 − Z�)|7|/� & 66Z'|7| VW(Z) (29)

dan VW(Z) merupakan polinomial Legendre ke l, dan didefinisikan oleh Formula

Rodrigues, yaitu

VW(Z) ≡ 12W=! & 66Z'W (Z� − 1)W (30)

Page 6: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Dari persamaan (30) tampak bahwa = haruslah bilangan bulat positif sedangkan

dari persamaan (29) tampak bahwa jika |�| > = maka VW7 = 0. Dengan demikian,

didapatkan

= = 0, 1, 2, 3, …. � = 0, ±1, … , ±= dengan = disebut sebagai bilangan kuantum orbital

Solusi dari persamaan anguler diperoleh

2(*, +) ≡ Θ(*)Φ(+)

2W,7(*, +) = I�!7JVW7(cos *)

Solusi ternormalisasi persamaan angularnya disebut juga dengan harmonik bola

(spherical harmonics), yaitu

2W,7(*, +) = ^_(2= + 1)4L (= − |�|)!(= + |�|)! �!7JVW7(cos *)

dengan ̂ = (−1)7 untuk � ≥ 0, 6d) ^ = 1 untuk � < 0. Solusi ini bersifat

ortogonal. Berikut ini diberikan tabel beberapa harmonik bola

fgg = & 14L':/�

f:g = h ijPk:/� cos *

f:±: = ∓ & 38L':/� sin * �±!J

f�g = & 516L':� (3�m(�* − 1)

f�±: = ∓ &158L':/� sin * cos * �±!J

f�O: = & 1532L':/� (�)�θ�O!J

fig = & 716L':/� (5�m(�θ − 3 cos *)

fi±: = & 2164L':/� sin * (5�m(�θ−1)�±!J

fiO� = &10532L':/� (�)�θ cos * �O�!J

fi±i = ∓ & 3564L':/� (�)iθ�±i!J

Page 7: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Persamaan Radial

Selanjutnya kita memecahkan persamaan radial, yaitu persamaan (14).

11 66% &%� 616% ' − 2�%�ℏ� (� − �) = =(= + 1) (14)

66% &%� 616% ' − 2�%�ℏ� (� − �)1 = =(= + 1)1 (31)

Dengan mendefinisikan n(%) ≡ %1(%) → 1(%) = p(8)8 maka

616% = 66% hn%k

616% = D% 6n6% − nH 1%� (32)

Mengalikan persamaan (32) dengan %� didapatkan

%� 616% = % 6n6% − n (33)

lalu mendiferensialkan persamaan (33) terhadap % maka

66% &%� 616% ' = 66% D% 6n6% − nH 66% &%� 616%' = 6n6% + % 6�n6%� − 6n6%

66% &%� 616% ' = % 6�n6%� (34)

Persamaan (34) disubstitusikan ke persamaan (31) sehingga

% 6�n6%� − 2�%�ℏ� (� − �)1 = =(= + 1)1

% 6�n6%� − 2�%ℏ� (� − �)n = =(= + 1)1 (35)

Page 8: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Persamaan (35) dikalikan dengan − ℏ9�78 , maka

− ℏ�2� 6�n6%� + (� − �)n = − ℏ�

2�% =(= + 1)1

− ℏ�2� 6�n6%� + �n + ℏ�

2� =(= + 1)%� n = �n − ℏ�

2� 6�n6%� + -� + ℏ�2� =(= + 1)%� . n = �n (36)

Persamaan (36) ini bentuknya mirip dengan persamaan Schrödinger tak

bergantung waktu, hanya saja ada penambahan suku pada potensialnya.

Persamaan ini tidak dapat diselesaikan lebih lanjut sebelum nilai � diketahui.

2. Atom Hidrogen

Sekarang kita tinjau sistem kuantum real yang menerapkan persamaan

Schrödinger tiga dimensi dalam koordinat bola, yaitu Atom Hidrogen ( �:: ). Atom

Hidrogen �:: merupakan atom yang paling sederhana, terdiri dari satu proton

bermuatan +� yang terletak pada inti atom dan satu elektron bermuatan −� yang

berputar mengelilingi inti. Massa inti jauh lebih besar daripada massa elektron,

yaitu sekitar 1.836 kali massa elektron. Oleh karena itu, tinjauan mengenai Atom

Hidrogen dilakukan dengan menganggap inti diam pada pusat koordinat

sementara elektron berputar mengelilinginya karena Gaya Coulomb.

Solusi dari persamaan angular untuk Atom Hidrogen sama dengan solusi

persamaan angular yang diperoleh sebelumnya. Hal ini karena potensial Atom

Hidrogen hanya bergantung pada jarak. Oleh karena itu, kita hanya tinggal

memecahkan persamaan radial saja. Energi Potensial (�) Atom Hidrogen

diberikan oleh

�(%) = − ��4Lqg

1%

% −�

+�

Atom Hidrogen

Page 9: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Persamaan radial untuk Atom Hidrogen menjadi

− ℏ�2� 6�n6%� + -− ��

4Lqg1% + ℏ�

2� =(= + 1)%� . n = �n (37)

− ℏ�2�� 6�n6%� + -− ��

4Lqg� 1% + ℏ�2�� =(= + 1)%� . n = n (38)

Kita definisikan suatu konstanta r yang bernilai real positif untuk keadaan terikat

(� < 0)

r� ≡ −2� �ℏ�

Maka persamaan (38) menjadi

1r� 6�n6%� + - ���2Lqgℏ�r 1r% − 1r� =(= + 1)%� . n = n (38)

1r� 6�n6%� = -1 − ���2Lqgℏ�r 1r% + =(= + 1)(r%)� . n (39)

Lalu didefinisikan lagi suatu besaran s dan sg, dengan

s ≡ r% dan sg ≡ 7t9�Puvℏ9w

maka 6s = r6% dan 6s� = r�6%�, sehingga persamaan (39) menjadi

6�n6s� = -1 − sgs + =(= + 1)s� . n (40)

Solusi dari persamaan ini diperoleh dengan mencari solusi-solusi pada daerah

ekstrim, yaitu pada s → ∞ dan pada s → 0 jika s → ∞ maka suku dalam tanda

kurung siku mendekati satu

6�n6s� = n (41)

Persamaan (41) adalah persamaan diferensial orde dua, solusinya

Page 10: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

n(s) = I� y + K�y (42)

Oleh karena pada saat s → ∞ suku K�y menjadi tak berhingga maka K haruslah

nol. Jadi, solusi untuk s besar adalah

n(s)~I� y (43)

Jika s → 0 maka suku W(WO:)y9 menjadi dominan, persamaan (40) mendekati

6�n6s� = =(= + 1)s� n (44)

Solusi persamaan (44) adalah

n(s) = {sWO: + |s W (45)

Namun suku |s W menjadi tak berhingga jika s → 0 sehingga solusi yang

memenuhi adalah

n(s)~{sWO: (46)

Dengan diperolehnya solusi-solusi pada daerah ekstrim, maka solusi umum dari

persamaan (40) dimisalkan merupakan hasil perkalian dari solusi-solusi pada

daerah ekstrim dan suatu fungsi yang bergantung pada s, yaitu }(s)

n(s) = sWO:� y }(s) (47)

Melalui hasil ini, persamaan radial sebelumnya, yaitu persamaan (40) kita

nyatakan dalam fungsi }(s). Untuk itu, diferensialkan n(s) terhadap s maka

diperoleh hasil

6n6s = 6(sWO:� y)6s } + (sWO:� y) 6}6s

6n6s = T(l + 1)sW� y − sWO:� yU } + (sWO:� y) 6}6s

6n6s = sW� y D(= + 1 − s)} + s 6}6s H (48)

Page 11: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Mendiferensialkan sekali lagi n(s) terhadap s

6�n6s� = 6(sW� y)6s D(= + 1 − s)} + s 6}6s H + sW� y 66s D(= + 1 − s)} + s 6}6s H 6�n6s� = T=sW :� y − sW� yU D(= + 1 − s)} + s 6}6s H + sW� y �−} + D(= + 1 − s) 6}6sH + 6}6s + s 6�}6s��

6�n6s� = sW� y �=s : D(= + 1 − s)} + s 6}6s H − (= + 1 − s)} − s 6}6s − } + (= + 1 − s) 6}6s + 6}6s + s 6�}6s��

6�n6s� = sW� y �=(= + 1)s } − =} + = 6}6s − (= + 1 − s)} − s 6}6s − } + (= + 1 − s) 6}6s + 6}6s + s 6�}6s��

6�n6s� = sW� y �-−2= − 2 + s + = (= + 1)s . } + 2(= + 1 − s) 6}6s + s 6�}6s�� (49)

Persamaan (47) dan persamaan (49) lalu disubstitusikan ke persamaan (40)

6�n6s� = -1 − sgs + =(= + 1)s� . n (40)

sW� y �-−2= − 2 + s + = (= + 1)s . } + 2(= + 1 − s) 6}6s + s 6�}6s�� = -1 − sgs + =(= + 1)s� . sWO:� y }

sW� y �-−2= − 2 + s + = (= + 1)s . } + 2(= + 1 − s) 6}6s + s 6�}6s�� = -1 − sgs + =(= + 1)s� . sW� y s }

-−2= − 2 + s + = (= + 1)s . } + 2(= + 1 − s) 6}6s + s 6�}6s� = -1 − sgs + =(= + 1)s� . s }(s)

-−2= − 2 + s + = (= + 1)s . } − -s − sg + =(= + 1)s . } + 2(= + 1 − s) 6}6s + s 6�n6s� = 0

s 6�}6s� + 2(= + 1 − s) 6}6s + Tsg − 2(= + 2)U} = 0 (50)

Persamaan ini adalah persamaan radial dalam fungsi }(s). Solusi dari persamaan

ini diasumsikan dapat dinyatakan dalam bentuk deret pangkat yaitu

}(s) = � d�s����g

(51)

Page 12: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

Tugas selanjutnya adalah menentukan koefisien dari deret ini, yaitu dg, d:, d�,

dst. Untuk mendapat koefisien-koefisien tersebut, pertama kita menentukan

turunan pertama }(s) terhadap s kemudian menentukan turunan keduanya.

6}6s = � �d�s� :���g

(52)

6}6s = � (� + 1)d�O:s���� :

6}6s = �(� + 1)d�O:s����g

6�}6s� = � �(� + 1)d�+1s� :�

��g (53)

Mensubstitusikan persamaan (51), persamaan (52), dan persamaan (53) ke

persamaan (50) maka diperoleh

� �(� + 1)d�O:s����g

+ 2(= + 1) �(� + 1)d�O:s����g

− 2 � �d�s����g

+ Tsg − 2(= + 1)U � d�s����g

= 0 (54)

Dari persamaan (54), penjumlahan koefisien-koefisien deret pangkat, diperoleh

�(� + 1)d�O: + 2(= + 1)(� + 1)d�O: − 2�d� + Tsg − 2(= + 1)Ud� = 0 (55)

(� + 1)(� + 2= + 2)d�O: = (2(� + = + 1) − sg)d� (56)

d�O: = � �(�OWO:) yv(�O:)(�O�WO�)� d� (57) Persamaan rekursi inilah yang di gunakan untuk menentukan koefisien-koefisien

dari deret pangkat }(s). Misalkan dg = I, dan untuk j besar (j besar bersesuaian

dengan ρ besar) maka suku dengan pangkat besar mendominasi deret), jadi dari

persamaan (57) didapatkan

Page 13: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

d�O: ≅ 2��(� + 1) d� = 2� + 1 d� (58)

dan

d� ≅ 2��! I (59)

dengan hasil pada persamaan (59) maka persamaan (51) menjadi

}(s) = A � ���! s��

��g = I��y (60)

dan dengan hasil ini maka persamaan (47) menjadi

n(s) = {gsWO:�y (61)

Perhatikan dengan seksama hasil ini! Hasil ini menjadi tak berhingga untuk s

besar maka satu-satunya jalan adalah dengan menganggap koefisien d� memiliki

nilai maksimum, yaitu d����dan koefisien yang lebih tinggi darinya bernilai nol

d����O: = 0 (62)

dari persamaan (57) didapatkan

2(�7�� + = + 1) − sg = 0 (63)

definisikan bilangan baru

) ≡ �7�� + = + 1 (64)

sehingga didapatkan

sg = 2) (65)

Dengan diperolehnya hubungan ini maka kita dapat menentukan tingkat-tingkat

energi yang dimiliki oleh elektron dalam Atom Hidrogen. Dari definisi r dan sg

sebelumnya

r� ≡ −2� �ℏ�

sg ≡ ���2Lqgℏ�r

maka didapatkan

Page 14: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

� = − ��j8L�qg�ℏ�sg� (66)

dengan mensubstitusikan persamaan (65) ke persamaan (66) maka persamaan

energi menjadi

�� = − � �2ℏ� � ��4Lqg��� 1)� = �:)� (67)

dengan �: = − �2ℏ� � ��4Lqg�� (68)

) disebut dengan bilangan kuantum utama. Ini adalah Formula Bohr yang

terkenal itu

Kemudian dari definisi r dan sg dan persamaan (65) juga diperoleh

r = � ���4Lqgћ�� 1) = 1d) (69)

dengan

d ≡ 4Lqgћ���� = 0,529 × 10 :g � (70)

d disebut sebagai jari-jari Bohr.

Selanjutnya solusi untuk 1(%) belum kita dapatkan, untuk itu dari persamaan (69)

dan definisi s ≡ r% sebelumnya, maka diperoleh hubungan

s ≡ %d)

maka diperoleh

1�W(%) = 1% sWO:� y}(s)

Fungsi gelombang untuk hidrogen diberi label oleh tiga bilangan kuantum (n, l,

dan m)

��W7(%, *, +) = 1�W(%)2W7(*, +)

dengan

Page 15: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

1�W(%) = :8 sWO:� y}(s)

dan }(s) adalah polinomial dengan pangkat jmax = n – l – 1 dalam s , yang

koefisien ditentukan (hingga faktor normalisasi keseluruhan) dengan rumus

rekursi

Akhirnya Fungsi gelombang ternormalisasi Atom Hidrogen adalah

��W7 = _& 2)d'i () − = − 1)!2)T() + 1)!Ui � 8�� &2%)d'W �� W :�WO: &2%)d' 2W7(*, +)

dengan

�� W :�WO: adalah Polinomial Laguerre Terasosiasi

dan untuk sembarang ), nilai = yang mungkin didapatkan

= = 0,1,2, … , ) − 1

3. Spektrum Hidrogen

Jika atom hidrogen berada pada keadaan stasioner, maka atom tersebut akan

berada disana selamanya. Namun, jika ada gangguan, misalnya oleh tumbukan

dengan atom lain atau mengalami penyinaran, maka atom hidrogen dapat

mengalami transisi dari satu keadaan stasioner ke keadaan stasioner yang lain.

Pada kenyataannya, gangguan tersebut selalu hadir sehingga transisi (kadang

disebut dengan lompatan kuantum) terjadi terus-menerus. Hasilnya, atom

hidrogen mengeluarkan cahaya yang energinya sesuai dengan perbedaan energi

antara awal dan akhir

�� = �! − �� = − �2ℏ� � ��4Lqg�� � 1)!� − 1)���

Sementara itu, menurut postulat Planck, energi foton sebanding dengan

frekuensinya

�� = ℎ}

Page 16: Mekanika-Kuantum-dalam-Tiga-Dimensi_2.pdf

dan hubungan panjang gelombang � dengan frekuensi } diberikan � = �/},

sehingga

:� = 1 & :� 9 − :�¡9' dengan 1 ≡ �4L�ћ3 h �2

4Lℇ0k2 = 1,097 × 107�−1

R dikenal sebagai konstanta Rydberg, dan Persamaan terakhir ini adalah rumus

Rydberg untuk spektrum atom hidrogen yang ditemukan secara empiris pada abad

19. Keunggulan terbesar dari teori atom Bohr adalah kemampuannya dalam

menjelaskan hasil ini dan menghitung R. Spektrum radiasi hidrogen hasil

transisinya menghasilkan deret-deret spektrum, yaitu deret Lyman, deret Balmer,

deret Paschen, deret Bracket, dan deret Pfun.