14
PATOFISIOLOGI Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi berlebihan 1 : Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi energi. Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan eksitatorik Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan natrium.

meita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

w

Citation preview

PATOFISIOLOGI

Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium. Kejang terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk gelombang listrik yang berlebihan. Volpe (2001) menjelaskan 4 kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi berlebihan1 : Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi energi. Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan eksitatorik Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan natrium.

Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak yang tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak dapat dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal ini menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.

Beberapa mekanisme penting sehubungan dengan terjadinya kejang pada neonatus adalah : 1. Peningkatan eksitabillitas pada neonatusBerdasarkan penelitian yang dilakukan pada otak tikus yang diketahui homolog dengan otak manusia, didapatkan bahwa jumlah neurotransmiter seperti glutamate, -amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-D-aspartate (NMDA) meningkat tajam pada 2 minggu awal kelahiran untuk membantu pembentukan sinaps yang bergantung pada aktifitasnya5. Selain itu, pada periode ini merupakan saat sensitifitas terhadap magnesium di titik terendah. Magnesium merupakan penghalang reseptor endogen alamiah. Sehingga berdampak pada meningkatnya eksitabilitas otak bayi.2. Penurunan efektifitas inhibisi neurotansmiter pada otak imaturFungsi inhibisi dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara perlahan-lahan. Penelitian terhadap tikus menunjukkan, fungsi pengikatan reseptor GABA, pembentukan enzym dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa awal kehidupan5. Sehingga dengan hubungannya terhadap aktifitas sel syaraf pada neonatus yang lebih mengakomodasi aktifitas eksitabilitas, hal ini mendukung terjadinya kejang.

3. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupanRegulasi kanal ion juga mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor neurotransmiter, regulasinya terbentuk dan berkembang perlahan-lahan. Seperti yang terjadi padamutasi kanal ion K+ (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan dengan terjadinya kejang neonatus familial jinak, menyebabkan proses hiperpolarisasi K+ yang berakibat terjadinya penembakan potensial aksi yang berulang dengan cepat.4. Peranan neuropeptida dalam terjadinya hipereksitabilitas pada otak imaturSistem neuropeptida berfluktuasi secara dinamis pada periode perinatal. Contoh penting ada pada Corticotropin releasing hormone (CRH), yang memicu terjadinya potensi eksitasi pada neuron. Jika dbandingkan pada fase kehidupan selanjutnya, CRH dikeluarkan pada tingkat yang lebih tinggi pada 2 minggu awal kehidupan, seperti yang terlihat pada tikus5. CRH juga meningkat pada keadaan stress, yang menjelaskan mengapa pada saat terjadi kejang pada otak yang imatur, maka akan memicu terjadinya kejadian kejang yang berulang.

DIAGNOSIS

Diagnosis kejang pada neonatus harus dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik. Data-data penting seperti riwayat penyalahgunaan narkotika dan pemakaian obat yang salah pada saat kehamilan, infeksi intrauterus, dan kondisi metabolik harus dicatat dengan baik dan didapat langsung dari ibu sedetail mungkin.Adapun yang penting dicari melalui anamnesis adalah3 : Riwayat kejang dalam keluargaRiwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada anak sebelumnya atau bayi meninggal pada masa neonatal tanpa diketahui penyebabnya. Riwayat kehamilan /prenatal Infeksi infeksi yang terjadi pada waktu hamil Preeklampsia, gawat janin Pemakaian obat golongan narkotika, metadon Imunisasi anti tetanus, rubela Riwayat persalinan Asfiksia, episode hipoksik Trauma persalinan Ketuban Pecah Dini Anestesi lokal/blok Riwayat pascanatal Infeksi neonatus, keadaan bayi tiba-tiba memburuk Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan Waktu atau awitan kejang mungkin terjadi berhubungan dengan etiologi Bentuk gerakan abnormal yang terjadi

Manifestasi klinikKejang neonatus bisa timbul dalam beberapa tipe yang mungkin terlihat bersamaan selama beberapa jam. Kejang diklasifikasikan menurut manifestasi klinis yang timbulTipe kejangProporsi dari kejang neonatusTanda klinis

Subtle 10-35% tergantung maturitas4 Lebih sering pada bayi cukup bulan Terjadi pada bayi dengan gangguan SSP berat Mata- melotot, mengedip, deviasi horizontal Oral- Mencucu, mengunyah, menghisap, menjulurkan lidah Ekstremitas- memukul, gerak seperti berenang, mengayuh pedal Otonomik- apneu, takikardia, tekanan darah tidak stabil

Klonik 50%4 Lebih sering pada bayi cukup umur Biasanya dalam keadaan sadar Gerak ritmik (1-3/detik) Fokus organ lokal atau 1 sisi wajah atau tubuh. Mungkin merupakan fokal neuropathy yang tersembunyi Multifokal irregular, terpotong-potong

Tonik 20%4 Lebih sering pada bayi preterm Mungkin meliatkan 1 bagian ekstremitas atau seluruh tubuh Ekstensi generalisata dari bagian tubuh atas dan bawah dengan postur opisthotonic

Mioklonik 5%4 Sentakan cepat terisolasi (membedakan dari mioklonik neonatus jinak) Fokal (1 bagian ekstremitas) atau multifokal (beberapa bagian tubuh) Ditemukan pada putus obat (terutama gol. Opiate)

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisis lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologis, dilakukan secara sistematik dan berurutan. Kadang pemeriksaan neurologi saat kejang dalam batas normal, namun demikian bergantung penyakit yang mendasarinya sehingga neonatus yang mengalami kejang perlu pemeriksaan fisis legkap secara sistematis dan berurutan :1. Identifikasi manifestasi kejang yang terjadi, bila mungkin melihat sendiri manifestasi kejang yang terjadi. Dengan mengetahui bentuk kejang, kemungkinan penyebab dapat ditemukan2. Neonatus yang mengalami kejang biasanya tampak sakit. Kesadaran yang tiba-tiba menurun berlanjut dengan hipoventilasi dan berhentinya pernapasan, kejang tonik, posisi serebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif dan terdapat kuadriparesis flaksid, dicurigai terjadinya perdarahan intravetrikular.3. Pantau perubahan tanda vital dengan melihat tanda seperti sianosis dan kelainan pada jantung atau pernapasan sehingga dapat dicurigai kemungkinian adanya iskemia otak.4. Pemeriksaan kepala untuk mencari kemungkinan adanya fraktur, depresi atau moulding yang berlebihan karena hal-hal seperti trauma. Ubun-ubun besar yang tegang dan menonjol menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh perdarahan subaraknoid atau subdural serta kemungkinan adanya meningitis5. Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukkan kelainan perdarahan retina atau subhialoid yang merupakan manifestasi patognomonik untuk hematoma subdural. Dapat ditemukan korioretinitis pada toksoplasmosis, infeksi sitomegalovirus dan rubela.6. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi, berbau busuk, atau aplikasi dengan bahan tidak steril pada kasus yang dicurigai spasme atau tetanus neonatorum.Pemeriksaan penunjang1. Pemeriksaan laboratoriumUntuk menentukan prioritas pada pemeriksaan laboratorium, harus digunakan informasi yang didapatkan dari riwayat dan pemeriksaan jasmani dengan baik untuk mencari penyebab yang lebih spesifik Kimia darahPemeriksaan kadar glukosa, kalsium, natrium, BUN dan magnesium pada darah serta analisa gas darah harus dilakukan. Pemeriksaan darah rutinTermasuk di dalamnya pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit , leukosit, hitung jenis leukosit

Kelainan metabolikDengan adanya riwayat keluarga kejang neonatus, bau yang khas pada bayi baru lahir, intoleransi laktosa, asidosis, alkalosis atau kejang yang tidak responsif terhadap antikonvulsan, harus dicari penyebab-penyebab metabolik yang mungkin. Kadar amonia dalam darah harus diperiksa Asam amino di plasma darah dan urin. Pada urin sebaiknya diperiksa untuk mencari substansi reduksi2. Pemeriksaan radiologisa. USG kepala dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk mencari adanya perdarahan intraventrikular atau periventrikular. Perdarahan subarakhnoid atau lesi kortikal sulit dinilai dengan pemeriksaan ini.b. CT-scan kraniumMerupakan pemeriksaan dengan hasil mendetail mengenai adanya penyakit intrakranial. CT scan sangat membantu dalam menentukan bukti-bukti adanya infark, perdaraham, kalsifikasi dan malformasi serebral.Melalui catatan sebelumnya, pemeriksaan ini memberikan hasil yang penting pada kasus kejang neonatus, terutama bila kejang terjadi asimetris.c. MRIPemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui adanya malformasi subtle yang kadang tidak terdeteksi dengan CT-scan kranium.3. Pemeriksaan lainEEG(electroencephalography)EEG yang dilakukan selama kejang akan memperlhiatkan tanda abnormal. EEG interiktal mungkin memperlihatkan tanda normal. Pemeriksaan EEG akan jauh lebih bernilai pabila dilakukan pada 1-2 hari awal terjadinya kejang, untuk mencegah kehilangan tanda-tanda diagnostik yang penting untuk menentukan prognosis di masa depan bayi. EEG sangat signifikan dalam menentukan prognosis pada bayi cukup bulan dengan gejala kejang yang jelas. EEG sangat penting untuk memeastikan adanya kejang di saat manifestasi klinis yang timbul subtle atau apabila obat-obatan penenang neuromuscular telah diberikan. Untuk menginterpretasikan hasil EEG dengan benar, sangatlah penting untuk mengetahui status klinis bayi (termasuk keadaan tidur) dan obat-obatan yabg diberikan.The International League Against Epilepsy mempertimbangkan kriteria sebagai berikut : Non epileptikus: berdasarkan gejala klinis kejang semata Epileptikus: Berdasarkan konfirmasi pemeriksaan EEG. Secara klinis mungkin tidak terlihat kejang, namun dari gambaran EEG masih mengalami kejang. Kejang elektrografikKejang pada neonatus mempunyai tipe dan lokasi onset, morfologi dan perambatan yang bervariasi. Bayi preterm maupun aterm, keduanya mempunyai kemampuan menciptakan peristiwa ictal yang sangat bervariasi, lokasi asal kejang yang paling umum adalah lobus temporal. Beberapa penelitian telah menghitung durasi kejang pada neonatus. Umumnya digunakan batasan 5 detik, namun Clancy dan Ledigo menggunakan pembatasan menurut mereka sendiri yaitu 10 detik sebagai durasi minimal dan definisi ini juga diadopsi oleh Sher dkk. Disosiasi elektroklinikTerdapat ketidaksesuaian antara diagnosis klinis dan gambaran EEG, hanya sepertiga dari kasus yang dipelajari dengan rekaman video yang manifestasi klinis dan gelombang listriknya sesuai. Pada 349 neonatus yang diteliti oleh Mizrahi, ditemukan 415 kejang pada 71 neonatus secara klinis, sedangkan 11 neonatus lain ditemukan secra elektrografis walaupun secara klinis tidak kejang. Manifestasi klinis timbul karena adanya gelombang dari batang otak dan medula spinalis dilepaskan dan kurangnya inhibisi dari pusat yang lebih tinggi.