21
Week 9: Political Economy of Mass Media By Drs. Rendro D. Soehoed, MSi. Institut Bisnis & Informatika Indonesia Jakarta 2008

Media Policy & Regulation

  • Upload
    amena

  • View
    81

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Media Policy & Regulation. Week 9: Political Economy of Mass Media. By Drs. Rendro D. Soehoed , MSi . Institut Bisnis & Informatika Indonesia Jakarta 2008. Media Policy & Regulation. What is media policy? What is regulation?. Why we need media policy? - PowerPoint PPT Presentation

Citation preview

Page 1: Media Policy & Regulation

Week 9: Political Economy of

Mass Media

Week 9: Political Economy of

Mass Media

By Drs. Rendro D. Soehoed, MSi. Institut Bisnis & Informatika Indonesia Jakarta 2008

By Drs. Rendro D. Soehoed, MSi. Institut Bisnis & Informatika Indonesia Jakarta 2008

Page 2: Media Policy & Regulation

Why we need media policy?

What we should know

about it?

What is media

policy? What is

regulation?

Page 3: Media Policy & Regulation

•Policy mencerminkan pertimbangan pemerintah dan publik terhadap bagaimana membentuk dan mengatur kegiatan-kegiatan sosial atau kolektif, seperti pada media, sehingga mereka memberikan kontribusi untuk kebaikan publik.

Page 4: Media Policy & Regulation

• Laws (atau regulation) adalah aturan-aturan mengikat yang dihasilkan anggota legislatif, dikuatkan oleh kekuasaan eksekutif, dan dihakimi (pelanggarannya) oleh pengadilan.

• Policies sering diubah menjadi laws agar memungkinkan/dapat mengikat orang-orang dan perusahaan secara legal.

Page 5: Media Policy & Regulation

• Standards adalah kesepakatan tentang karakteristik-karakteristik teknis dari system komunikasi, misalnya jumlah garis-garis pada layar televisi yang diproduksi dan digunakan secara luas.

• Self-regulation adalah berhubungan dengan kode-kode dan praktik-praktik dari suatu industri komunikasi dan praktik memantau atau mengontrol kinerja media.

Page 6: Media Policy & Regulation

• Censorship adalah kontrol yang dilakukan penguasa/pemerintah terhadap media

• Self-censorship adalah kebijakan yang dilakukan media atas isi media sesuai dengan rambu-rambu, batasan, maupun regulasi dari pemerintah.

• Isu-isu yang berkaitan dengan mekanisme media control, misalnya pornografi dan kekerasan di media.

Page 7: Media Policy & Regulation
Page 8: Media Policy & Regulation
Page 9: Media Policy & Regulation

Banyak pemerintahan yang takut atas kritikan dari pers/media pemberitaan.

Selain kasus dan masalah, kepentingan-kepentingan lain juga muncul dan saling tarik menarik dan melingkupi hubungan yang dilakukan antara pemerintah, pemilik media, dan khalayak.

Page 10: Media Policy & Regulation

Banyaknya masalah yang muncul tersebut yang kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan pemerintah, misalnya AS membentuk Federal Communication Commission (FCC) atau Indonesia membentuk Komite Penyiaran Indonesia (KPI) yang berfungsi antara lain mengawasi konten dalam media siaran.

Page 11: Media Policy & Regulation

• Secara universal hampir tidak ada suatu negara pun yang tidak memiliki kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah terhadap media.

• Kebijakan media itu eksis dalam semua bentuk sistem politik yang diterapkan di masing-masing negara.

• Kebijakan dan regulasi media melingkupi media cetak, media siaran (radio & TV) dan internet.

Page 12: Media Policy & Regulation
Page 13: Media Policy & Regulation

• Dibandingkan media siaran, kebijakan dan regulasi di media cetak tidak sekompleks dan serumit seperti di media siaran.

• Permasalahan yang sering muncul dalam media cetak adalah penyensoran, pembredelan, kasus-kasus penghinaan & defamation statements (libel dan slander).

Page 14: Media Policy & Regulation

• Sejak September 1999, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Pokok Pers No. 40/1999.

• Dalam UU tersebut termaktub bahwa kebebasan pers dijamin, sedang penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran tidak dibenarkan (Pasal 4, ayat 1&2).

Page 15: Media Policy & Regulation

Meskipun sudah ada UU No. 40/99, namun dalam beberapa delik pers, hakim pengadilan sering mengacu pada KUHP jika mengadili kasus pencemaran nama baik, maupun libel, karena menurut hakim UU No 40/1999 tidak mengaturnya.

Page 16: Media Policy & Regulation

Hal lain yang belum diatur dalam UU Pers No 40/1999 adalah tentang pornografi.

Untuk masalah itu, DPR hingga kini masih menggodok RUU porno-grafi & porno-aksi

Page 17: Media Policy & Regulation
Page 18: Media Policy & Regulation

Berbeda dengan UU No. 40/99 yang relatif mulus, kelahiran UU Penyiaran No. 32/2002 berkesan lebih alot, berlarut-larut dan kontroversial.

Menurut Leo Batubara, setidaknya ada 7 pasal dalam RUU tersebut yang masih bersifat multitafsir alias pasal karet, sehingga bisa diselewengkan.

Misalnya soal independensi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), masih adanya sensor terhadap materi iklan dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang menjadi mata-mata pemerintah dsb.

Selain UU No. 32/2002, pemerintah juga mengeluarkan Paket PP tentang penyiaran, yang kemudian ditunda.

Page 19: Media Policy & Regulation

KPI tidak dijadikan independence regulatory body dengan kewenangan penuh untuk mengatur dunia penyiaran, melainkan berbagi kewenangan dengan pemerintah

Penyiaran publik hanya monopoli badan hukum negara (TVRI & RRI)

Pemusatan kepemilikan dan pemilikan silang tidak dilarang atau paling tidak diatur dengan jelas.

Banyak hal yang bisa dikenai sangsi yang terlalu luas dan berat.

Page 20: Media Policy & Regulation
Page 21: Media Policy & Regulation

• Meskipun mendapat berbagai kritik dan penolakan, namun pemerintah/presiden RI akan segera menandatangani RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU –ITE).