43
PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL REFERAT OBSTETRIC DAN GYNECOLOGI PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL Dosen Pembimbing : dr.Dachrial Daud.SpOG Dibuat oleh: Mediana Sutopo Liedapraja ( 07120060081 ) KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIC DAN GYNECOLOGI UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Gynecology Universitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo Village Periode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 1

MEDI. PUD.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

REFERAT

OBSTETRIC DAN GYNECOLOGI

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Dosen Pembimbing :

dr.Dachrial Daud.SpOG

Dibuat oleh:

Mediana Sutopo Liedapraja ( 07120060081 )

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIC DAN GYNECOLOGI

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE

PERIODE 23 OKTOBER – 31 DESEMBER 2011

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 1

Page 2: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Halaman

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………4

Siklus dan Kelainan Siklus Menstruasi…………...……………………………5-9

BAB II. PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

2.1. Definisi Pendarahan Uterus Disfungsional……………………………..…10

2.2. Epidemiologi Pendarahan Uterus Disfungsional……………………….…10

2.3. Patofisiologi Pendarahan Uterus Disfungsional…………………….….…10

2.4. Etiologi Pendarahan Uterus Disfungsional……………………………..…11

2.4.1 PUD pada Siklus Ovulatorik…………………………………………11

2.4.2 PUD pada Siklus Unovulatorik………………………………………12-13

2.4.3 PUD akibat Patologi Endometrium…………………………………14

2.4.4 PUD akibat Estrogen Withdrawal Bleeding………………………….14

2.4.5 PUD akibat Estrogen Breaktrough Bleeding…………………………14

2.4.6 PUD akibat Progesterone Withdrawal Bleeding…………………..…15

2.4.7 PUD akibat Progesterone Breakthrough Bleeding………………..…15

2.5. Gejala Klinis Pendarahan Uterus Disfungsional…………………………15-16

2.6. Diagnosa Pendarahan Uterus Disfungsional………………………………17-18

BAB III. PENANGANAN PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

3.1. Penanganan Medikamentosa……………………………………………19

3.1.1 Terapi Hormonal…………………………………………….……..20-24

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 2

Page 3: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

3.1.2 Terapi Non-Hormonal…………………………………………..…24-26

3.2. Penanganan Bedah………………………………………………….……26

3.2.1 Kuretase…………………………………………………………….26

3.2.2 Histerektomi…………………………………………………………27

3.2.3 Ablasi Endometrium……………………………………………….27

BAB IV. KESIMPULAN…………………………………………………………………28

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………29-30

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 3

Page 4: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

BAB I. PENDAHULUAN

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) merupakan pendarahan abnormal dari uterus yang

terjadi pada wanita karena gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-

endometrium tanpa dijumpai kelainan patologi organ reproduksi, sistemik, dan pengaruh obat-

obatan.(1,2)

Angka Kejadian PUD yaitu 10% dari kunjungan poliklinis ginekologik, sekitar 20% terjadi pada

kelompok usia remaja, 50% berusia 40-50 tahun dan sisanya berada pada usia reproduksi.(2)

PUD dapat terjadi pada siklus haid yang ovulatorik, anovulatorik, maupun dalam keadaan folikel

persisten. PUD pada siklus ovulatorik sering terjadi pada masa reproduksi sedangkan PUD pada

siklus anovulatorik sering terjadi pada masa perimenars dan perimenopause, dan PUD pada

keadaan folikel persisten sering terjadi masa perimenopause.(2)

Untuk menegakkan diagnosa Pendarahan Uterus Disfungsional, kita harus menyingkirkan

terlebih dahulu semua kelainan organik , sistemik, faktor obat-obatan, setelah tidak

ditemukannya semua kelainan tersebut baru dapat ditetapkan sebagai diagnosa PUD. Maka

dengan itu harus memahami siklus menstruasi yang normal, Gangguan pada siklus menstruasi

yang normal dapat menjadi petunjuk terjadinya PUD, namun siklus menstruasi sangat bervariasi

pada tiap individu terutama dalam hal durasi, frekuensi, dan intensitas, sehingga menyulitkan

untuk menetapkan kelainan yang menyebabkan PUD.(3)

Dengan menentukan etiologi dari PUD, dengan demikian dapat ditetapkan kemungkinan

penyebab terjadinya PUD, dan mencari apa terapi yang paling efektif untuk penyebab terjadinya

PUD.

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 4

Page 5: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

SIKLUS NORMAL MENSTRUASI

Aspek endokrin dalam siklus haid:

Dalam proses ovulasi harus ada kerja sama antara korteks serebri, hipotalamus, hipofisis,

ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis dan kelenjar-kelenjar endokrin lainnya.3 Yang

memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah interaksi kompleks berbagai hormon

dari hipotalamus, hipofisis anterior, dan ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis). 3

Menurut teori neurohumoral, hipotalamus menghasilkan gonadotropin releasing hormone

(GnRH), yang kemudian merangsang pelepasan follicle stimulating hormone (FSH) dan

luteinizing hormone (LH) dari hipofisis anterior. Lonjakan LH ( LH- Surge) pada pertengahan

siklus haid yang menyebabkan terjadinya ovulasi. 3

Siklus haid normal terbagi dalam 2 fase yakni fase folikuler (proliferasi) dan fase luteal. Fase

folikuler dapat bervariasi, berkisar 7-21 hari sedangkan fase luteal biasanya selalu tetap yaitu 14

hari.3

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 5

Page 6: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Perubahan-perubahan kadar hormon sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan

balik (feedback) antara hormon steroid dan hormon gonadotropin. Estrogen menyebabkan umpan

balik negatif terhadap FSH, sedangkan terhadap LH menyebabkan umpan balik positif. 3

Pada fase folikuler dini, beberapa folikel berkembang oleh pengaruh FSH yang meningkat.

Peningkatan FSH ini disebabkan oleh regresi korpus luteum sehingga hormon steroid berkurang.

Dengan berkembangnya folikel maka produksi estrogen akan meningkat sehingga menekan

produksi FSH. Folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya terhadap atresia sedangkan

folikel-folikel lain mengalami atresia. Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen

dalam plasma meninggi. Estrogen menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel endometrium.3

Estrogen pada mulanya meninggi secara perlahan-lahan, kemudian dengan cepat mencapai

puncaknya. Hal ini memberikan umpan balik positif terhadap hipofisis dan dengan lonjakan LH

pada pertengahan siklus mengakibatkan terjadinya ovulasi.2

Setelah ovulasi, sel-sel granulosa membesar, membentuk vakuola dan bertumpuk pigmen

kuning; dan folikel menjadi korpus luteum. Vaskularisasi dalam lapisan granulose juga

bertambah dan mencapai puncaknya pada 8-9 hari setelah ovulasi. Luteinized granulose cells

dalam korpus luteum itu mensintesis progesteron dalam jumlah besar yang menyebabkan

terjadinya perubahan sekretorik pada endometrium, dan luteinized theca cells mensintesis

estrogen dalam jumlah lebih sedikit, sehingga kedua hormon ini meningkat tinggi pada fase

luteal. Progesteron, yang mendominasi fase luteal dengan kuat menghambat sekresi LH dan FSH

sehingga walaupun terjadi peningkatan estrogen pada fase ini tidak akan memicu lonjakan LH.3

Sekresi estrogen di fase folikuler dan diikuti sekresi progesteron di fase sekresi ini berfungsi

untuk mempersiapkan uterus agar dapat menerima implantasi dari ovum yang sudah dibuahi.

Jika tidak terjadi pembuahan, setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenerasi dan setelah 14

hari mengalami atrofi menjadi korpus albikans (jaringan parut). Kemudian kadar progesteron dan

estrogen turun dengan cepat karena kedua hormon ini tidak diproduksi lagi, dan terjadilah

menstruasi atau haid yang ditandai dengan pengeluaran darah dan debris endometrium dari

vagina.3 Karena endometrium mengandung banyak prostaglandin maka dengan terjadinya

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 6

Page 7: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan kontraksi miometrium

sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.

Proses terjadinya menstruasi yang normal berlangsung melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Masa proliferasi, yaitu masa pertumbuhan lapisan endometrium yang terjadi karena pengaruh

hormon estrogen yang diproduksi dari sel granulosa folikuler seiring dengan pematangan

folikel di ovarium akibat pengaruh FSH hipofisis.

2. Ovulasi, pecahnya folikel matang di ovarium melepaskan sel telur, kemudian folikel yang

pecah menjadi korpus luteum yang selanjutnya menghasilkan hormon progesteron.

3. Masa sekresi, yaitu masa pematangan lapisan endometrium dan perkembangan kelenjar-

kelenjar lendir endometrium akibat pengaruh kombinasi estrogen dan progesteron. Pada

masa ini, endometrium dipersiapkan untuk menerima implantasi jika terjadi pembuahan

ovum oleh sperma.

4. Masa haid, terjadi karena kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun jika tidak

ada pembuahan atau kehamilan. Akibat penurunan ini, lapisan endometrium menjadi rusak,

kemudian menjadi hancur diikuti dengan perdarahan.

Haid dalam batas yang normal jika lama siklus antara 21-35 hari, lama perdarahan 3-7 hari,

dengan perdarahan 20-80 cc persiklus, tidak disertai rasa nyeri, darah berwarna segar dan

tidak bergumpal, pada siklus haid terjadi ovulasi, dan darah atau cairan dari vagina tidak

berbau busuk.

PUD merupakan diagnosa exclusionum, bila tidak dijumpai adanya patologi pada organ

pelvis dan penyakit medis lainnnya maka perdarahan abnormal pada seorang wanita adalah

PUD. Penanganan PUD pada prinsipnya adalah memperbaiki keadaan umum, menghentikan

perdarahan dan mengembalikan fertilitas.(2)

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 7

Page 8: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Gambar 1.1 Siklus Haid Normal

Banyak penyebab yang dapat mendasari terjadinya gangguan siklus menstruasi. Ketidakteraturan

ini dapat disebabkan karena gangguan fungsional seperti gangguan hormonal, psikis (stress,

lelah), penyakit organik seperti tumor rahim, polip endometrium, infeksi ataupun faktor lainnya

seperti penggunaan kontrasepsi.

Kelainan Siklus menstruasi

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 8

Page 9: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Siklus haid normal berlangsung selama 3-7 hari, dengan lama siklus berkisar 21-35 hari sekali,

berwarna kecoklatan, ganti pembalut sebanyak 2-5 pembalut per hari.

Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam:

a) Kelainan siklus haid

- Polimenora : Siklus haid lebih pendek dari biasanya ( kurang dari 21 hari)

- Oligomenorea : Siklus haid lebih panjang dari biasanya ( Lebih dari 35 hari)

- Amenora : Tidak adanya haid untuk sedikitnya 6 bulan ( Sekunder ), Tidak datangnya haid

setelah umur 18 tahun ( Primer).

b) Kelainan banyaknya darah haid yang keluar

- Menorragia : Pendarahan haid yang lebih banyak dari normal ( lebih dari 80 cc per hari )

atau lebih lama dari normal ( Lebih dari 8 hari ). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi

dalam uterus, misalnya ada mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari

biasanya dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan

endometrium pada waktu haid ( irregular endometrial sheddinng) dan sebagainya.

- Hipomenorea: Pendarahan haid yang lebih pendek dan sedikit dari biasanya. Sebab- sebab

dapat terletak pada konstitusi penderita pada uterus ( misalnya sesudah miomektomi ) , pada

gangguan endokrin, dan lainnya. Hipomenorea tidak menggangu fertilitas.

c) Pendarahan di luar siklus haid

- Metroragia: Haid yang terjadi diluar siklus yang normal.

- Menometroragia: Haid yang banyak ( lebih dari 8 hari ) dan terjadi diluar siklus yang normal.

BAB II. PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

2.1. Definisi

Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan abnormal dari uterus yang terjadi akibat

gangguan fungsi mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium dan endometrium,

dimana pada PUD tidak ditemukan adanya kelainan patologi organ reproduksi, penyakit sistemik

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 9

Page 10: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

dan akibat pengaruh dari obat-obatan. PUD dapat terjadi pada siklus ovulatorik, siklus

anovulatorik, dan pada keadaan folikel persisten.(4,5)

2.2. Epidemiologi

Perdarahan uterus disfungsional sering terjadi pada usia reproduktif. Prevalensi tinggi pada

remaja dan premenopause. Prevalensi perdarahan uterus disfungsional 5 % dari seluruh wanita

menstruasi dilaporkan Wren tahun 1998. Dari semua kasus ginekologi 15 – 20 % dengan

perdarahan uterus disfungsional , 11 % berusia < 20 tahun, 50 % antara 20 – 40 tahun dan 39 %

diatas 40 tahun(5,6).

Penelitian WHO tahun 1998, mendapatkan wanita dengan keluhan menoragia 1.011 dari 5.322

( 19 % ) berdasarkan survey yang dilakukan di 14 negara yang berbeda(5).

2.3. Patofisiologi

Pada menstruasi normal terjadi penebalan, pelepasan dari endometrium, dimana keadaan ini

dikendalikan oleh hormon estrogen dan progesteron. Prostaglandin dan Endotelin merupakan

substansi vasoaktif yang juga berperan dalam mengatur pelepasan dari endometrium pada akhir

menstruasi (8).

Pada normal menstruasi yaitu terjadi Progesteron withdrawal bleeding dimana terjadi

hancurnya lysosom, pelepasan fosfolipase A2, meningkatnya aktivasi plasminogen dan aktivitas

fibrinolitik. Perdarahan uterus disfungsional juga terjadi karena gangguan metabolisme

eicosanoid dalam sistem fibrinolitik dan enzim lisosomal endometrium(8)

PUD yang terjadi pada siklus ovulatorik, tergantung pada produksi prostaglandin yang

disekresikan, dimana disini terjadi pelepasan progesteron yang terus menerus, sehingga

endometrium kaya akan pembuluh darah, lalu Terjadi peningkatan sintesa prostaglandin di

miometrium yang menyebabkan dilatasi arteri dan meningkatnya perdarahan. Sedangkan PUD

pada siklus anovulatorik, kurangnya progesteron pada fase sekretorik dan juga terjadi

peningkatan relatif prostaglandin, yang merupakan vasodilator dan anti agregasi platelet,

menyebabkan perdarahan. Kontraksi uterus tidak terjadi dan tidak nyeri adalah tanda dari siklus

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 10

Page 11: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

anovulasi(8). Dan juga PUD karena folikel persisten dimana terjadi ketidakstabilan dari folikel

menyebabkan naik turun nya estrogen sehingga dapat terjadi pendarahan(8).

2.4. Etiologi

PUD dapat terjadi pada siklus haid yang ovulatorik, anovulatorik, dan keadaan folikel persisten.(7)

2.4.1.Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik

Pendarahan yang terjadi pada siklus ovulatorik biasanya lebih sedikit, berlangsung singkat dan

biasanya ditemukan pada pertengahan siklus menstruasi. Perdarahan ini disebabkan karena kadar

estrogen yang rendah sehingga terjadi pelepasan dari endometrium, setelah ovulasi corpus

luteum menghasilkan hormon progesteron, dimana terjadi pembentukan progesteron yang terus

menerus sehingga perdarahan terus berlangsung.(7)

Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik disebabkan oleh fase proliferasi abnormal atau

korpus luteum abnormal.

a. Fase proliferasi abnormal

Pada fase proliferasi abnormal dapat terjadi fase proliferasi yang memanjang atau

memendek.

Fase proliferasi panjang

Fase proliferasi panjang sehingga terjadi oligomenare. Pada wanita tua merupakan

pertanda menuju menopause.

Fase proliferasi pendek

Mengarah pada polimenore

b. Abnormalitas Korpus luteum

Insuffiensi Korpus luteum

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 11

Page 12: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Perkembangan korpus luteum yang inadekuat menyebabkan kurangnya produksi

progesteron dan kurangnya perubahan sekresi endometrium sehingga terjadi perdarahan (9).

Persisten korpus luteum

Terjadi karena sekresi estrogen dan progesteron yang terus menerus dan pelepasan

prostaglandin tidak adekuat, sehingga terjadi irregular shedding dari endometrium.

Terjadi perpanjangan menstruasi yang tidak normal (9).

Secara fisiologis, progesterone withdrawal sebagai pencetus perdarahan menstruasi.

Melalui rangsangan vasokontriksi arteri spiralis yang dimodulasi prostaglandin dan

endotelin, PUD pada siklus ovulatorik terjadi karena kelainan hemostasis lokal

endometrium(8,9).

2.4.2. Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik

PUD siklus anovulatorik sering dijumpai terutama pada masa perimenarche, masa

perimenopause dan juga masa reproduktif. Periode anovulasi biasanya terjadi pada 2 atau 3 tahun

setelah menars, beberapa tahun menjelang menopause, dan pada wanita yang memakai

kontrasepsi oral. Selain itu stres dan penyakit lainnya juga dapat menjadi pencetus.

Dasar terjadinya perdarahan pada siklus ini adalah tidak adanya ovulasi sehingga korpus luteum

tidak terbentuk sehingga kadar estogen berlebih dan terjadi defisiensi progesteron. Sehingga

tidak ada yang mempertahankan endometrium, lalu terjadilah pelepasan endometrium.(7)

Perdarahan uterus disfungsional dengan siklus anovulatorik umumnya tejadi karena abnormalitas

endokrin.

1. Insufisiensi perkembangan folikel

Terjadi peningkatan progresif estrogen yang diikuti dengan turunnya sekresi estrogen secara

tiba-tiba karena umpan balik inhibisi dari hipofisis, sehingga proliferasi endometrium tidak

diikuti proses iskemia. Sehingga pelepasan endometrium yang terjadi umumnya irregular,

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 12

Page 13: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

inkomplit dan berkepanjangan menyebabkan perdarahan banyak. Siklus menstruasi menjadi

irregular.

Pada threshold bleeding, sekresi estrogen meningkat tetapi titernya sekitar nilai ambang

kritis, dibawah kadar yang dapat memelihara endometrium. Sehingga terjadi perdarahan

irregular dan asiklik.

2. Folikel ovarium persisten

Sering dijumpai pada masa perimenopause. Pada masa awal estrogen banyak dibentuk

sehingga endometrium terus menebal dan terjadi hiperplasia endometrium, lalu kemudian

folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen sehingga endometrium luruh dan terjadi

perdarahan. Secara klinis didapatkan mula-mula haid biasa kemudian terjadi perdarahan

bercak yang selanjutnya diikuti perdarahan yang makin banyak terus menerus dan disertai

gumpalan(7)(8).

Dimana Pada keadaan ini terjadi kelainan mekanisme hemostasis lokal dimana tidak adanya

produksi progesteron, prostaglandin dan substansi lain yang berperan pada hemostasis

endometrium.

Pada keadaan anovulasi dapat terjadi perdarahan eksesif, karena pada keadaan tanpa

pelepasan progesteron dan tidak terjadi deskuamasi periodik maka tebal endometrium

menjadi abnormal tanpa struktur penyangga yang kuat. Vaskularisasi jaringan meningkat,

kelenjar bertambah tanpa matriks penyokong stroma yang kuat. Jaringan ini rapuh dan

permukaannya akan mudah lepas dan berdarah. Tidak terjadinya ovulasi menyebabkan

perdarahan yang tidak dapat diprediksi(8,9).

2.4.3 Pendarahan Uterus Disfungsional akibat Patologi Endometrium

Variasi yang cukup banyak pada endometrium ditemukan pada perdarahan uterus disfungsional,

banyak kasus perdarahan uterus disfungsional dengan keadaan sekresi endometrium normal.

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 13

Page 14: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

a. Endometrium pada siklus ovulasi

Dimana dapat terjadi penebalan endometrium yang irregular pada masa proliferative dan

sekretorik.

b. Endometrium pada siklus anovulasi

Biasanya terjadi hiperplasia endometrium akibat adanya fase proliferasi yang

berkepanjangan, dimana terjadi vaskularisasi berlebih pada endometrium, sehingga pada

pelepasan endometrium pada fase sekresi jumlah perdarahan relatif lebih banyak

( menoragia ). Hiperplasia endometrium mungkin mengalami pertumbuhan progresif dari

bentuk jinak bahkan menjadi ganas / carcinoma(10).

c. Endometrium Atropik

Sering pada perdarahan uterus post menopause. Terjadi Dilatasi vena pada permukaan

endometrium yang tipis, jika ruptur menyebabkan perdarahan banyak(10).

2.4.4 PUD akibat Estrogen Withdrawal Bleeding

Perdarahan ini biasa terjadi pada penderita setelah dilakukan ooforektomi bilateral, radiasi folikel

matur atau pemberian estrogen eksogen yang kemudian secara tiba-tiba dihentikan. Perdarahan

ini terjadi karena kadar estrogen yang rendah sehingga endometrium luruh dan terjadi

perdarahan(10).

2.4.5 PUD akibat Estrogen Breakthrough Bleeding

Perdarahan ini disebabkan karena adanya gangguan dari stimulasi estrogen pada endometrium,

dimana kadar estrogen tinggi menyebabkan amenorrhea, sedangkan perdarahan disebabkan

karena dosis/ kadar estrogen yang diberikan terlalu rendah sehingga dapat terjadi perdarahan

akut dengan kehilangan darah yang banyak(10).

2.4.6 PUD akibat Progesterone Withdrawal Bleeding

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 14

Page 15: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Progesterone withdrawal bleeding merupakan keadaan normal, dimana turunnya kadar hormone

progesterone menyebabkan deskuamasi endometrium. Secara farmakologis, kejadian yang sama

dapat terjadi perdarahan pada individu yang menghentikan pemberian progesterone secara tiba-

tiba. Dimana Progesterone withdrawal bleeding terjadi jika endometrium pada awalnya telah

mengalami proliferasi karena pengaruh estrogen endogen atau estrogen eksogen(10).

Jika terapi estrogen dilanjutkan dengan progesterone, progesterone withdrawal bleeding tetap

terjadi. Hanya jika kadar estrogen meningkat 10-20 kali maka progesterone withdrawal bleeding

akan terhambat (10).

2.4.7 PUD akibat Progesterone Breakthrough Bleeding

Progesteron breakthrough bleeding terjadi pada rasio progesteron : estrogen tinggi. Pada

keadaan tanpa estrogen, terapi progesteron terus menerus akan menyebabkn perdarahan

intermitten dengan durasi bervariasi. Terjadi pada penggunaan progestin jangka panjang seperti

Norplant, Depo Provera(10).

2.5. Gejala Klinis Pendarahan Uterus Disfungsional

Perdarahan uterus disfungsional dievaluasi berdasarkan kelompok umur dan gambaran

perdarahan.

Kelompok Umur:

Perimenarche :

Penyakit organik dan keganasan sangat jarang dan perdarahan abnormal sebagian besar

karena disfungsional. PUD pada perimenar karena imaturitas hipotalamus dan umpan balik

positif yang tidak adekuat dan sering disertai menstruasi irregular karena kegagalan ovulasi

atau ovulasi terhambat, 40-50% kasus terselesaikan setelah 2 tahun. Sebagian besar kasus

baik dengan terapi medikamentosa.

Dewasa

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 15

Page 16: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Sebagian besar PUD pada wanita usia reproduktif dengan siklus ovulasi dan masalah dapat

diatasi dengan spontan.

Perimenopause:

Perdarahan sebagian besar disfungsional, namun harus menyingkirkan kelainan organik

sebelum diagnose PUD ditegakkan. Perdarahan diluar siklus dan lebih dari 50 % kasus

disertai hiperplasia endometrium(10).

Gambaran perdarahan :

o Perdarahan siklik berulang

Menoragia mungkin berhubungan dengan mioma atau penyakit radang panggul mungkin

juga perdarahan disfungsi ovulasi.

o Perdarahan irregular / diluar siklus

Mungkin disertai kelainan organik traktus genitalia bisa suatu perdarahan anovulasi.

Prognosis kurang baik, pada perimenopause harus diambil sampling endometrium.

o Perdarahan diantara siklus mentruasi / metroragia

Polip serviks dan endometrium, mioma dan karsinoma serviks, dapat menyebabkan

perdarahan banyak.

o Perdarahan pertengahan siklus,

Terjadi pada perdarahan uterus disfungsional ovulasi kerena turunnya sekresi estrogen(8).

2.6 Diagnosa Pendarahan Uterus Disfungsional

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 16

Page 17: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Diagnosa perdarahan uterus disfungsional adalah diagnosa eksklusi. Kesulitan utama diagnosis

adalah memutuskan pemeriksaan apa yang dibutuhkan untuk menyingkirkan kelainan organik di

uterus(4).

Berikut adalah kelainan patologi organ reproduksi yang dapat menyebabkan adanya

perdarahan :

Servik uterus : Polip servik, ulkus servik, erosi servik, kanker servik

Corpus Uterus : Polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus inkomplit,

mola hidatidosa, koriokarcinoma, mioma uteri.

Tuba fallopi : Kehamilan Ektopik, Radang tuba, tumor tuba

Ovarium : Tumor ovarium, kanker ovarium

Anamnesa :

o Umur

o Riwayat Paritas

o Riwayat Menstruasi ( Menarche, teratur / tidak teratur, jumlah darah, durasi dan gambaran

perdarahan).

o Riwayat Penggunaan Kontrasepsi

o Fertilitas

o Keadaan hamil atau tidak hamil

o Stres emosional

o Gangguan psikiatri

o Riwayat keluarga, Latar belakang sosial dan personal

Pemeriksaan (10)

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 17

Page 18: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi umum pasien dan pemeriksaan abdominal dan pelvis.

Tujuan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan perdarahan uterus

disfungsional, eksklusi penyakit intra uterin dan kelainan yang berhubungan dengan perdarahan.

a. Hematologi : Darah lengkap, Blood smear, Profil koagulasi ( Bleeding time, Clotting time,

Thrombosit count, Protrombin time, APTT (activated partial thromboplastin time).

b. Transvaginal sonografi

Endometrium bersifat dinamis, respon cepat terhadap stimulasi ovarium sesuai dengan

stimulasi hormonal endogen dan eksogen. Pemeriksaan ini untuk melihat ketebalan,

irregularitas, dan tekstur endometrium. Juga untuk menyingkirkan adanya massa pelvis dan

komplikasinya.

c. Dilatasi dan kuretasi

Dilatasi dan kuretasi, pengambilan sampel untuk pemeriksaan histologi, untuk mengetahui

kelainan organik intrauterin seperti hiperplasia endometrium, karcinoma endometrium.

Dilatasi dan kuretasi merupakan prosedur diagnostik tetapi tidak banyak membantu pada

perdarahan banyak dan tidak mengurangi perdarahan pada siklus berikutnya.

d. Histeroskopi

Sensitivitasnya 98 %, sehingga digunakan sebagai pengganti dilatasi dan kuretasi. Untuk

mengevaluasi area yang mengalami kelainan. Untuk rencana terapi dan mengurangi

pembedahan yang tidak diperlukan.

e. Pap smear

f. Pemeriksaan kadar FSH dan LH

BAB 3. PENANGANAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 18

Page 19: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Pilihan terapi perdarahan uterus disfungsional sangat bervariatif, termasuk penggunaan

nonsteroid anti inflammatory drugs ( NSAID ), anti fibrinolitik, hormonal dan penanganan

bedah. Sangat banyak pilihan obat yang efektif namun biasanya gejala akan muncul lagi pada

saat terapi dihentikan. Terapi jangka lama biasanya diperlukan dalam terapi PUD, namun harus

memperhatikan efek-efek samping yang timbul(9,11).

Tujuan terapi perdarahan uterus disfungsional adalah mengendalikan perdarahan akut,

mencegah kekambuhan, dan mencegah terjadinya komplikasi. Dengan mengetahui patofisiologi

terjadinya PUD, maka dapat dipilih pilihan terapi yang adekuat (9,11).

Menurut evidence-based pengobatan yang efektif untuk perdarahan uterus disfungsional adalah :

Asam traneksamat

NSAID

Selanjutnya adalah :

Kontrasepsi oral kombinasi

Progesteron

3.1 Penanganan Medikamentosa

PUD biasa dikeluhkan dimana terjadi perdarahan irregular, perdarahan yang berkepanjangan dan

perdarahan diluar siklus menstruasi. Apabila mengalami perdarahan yang banyak maka harus

segera ditangani lebih intensif karena dapat berakibat fatal(9,11).

Beberapa peneliti membagi PUD kedalam beberapa kategori berdasarkan kadar hemoglobin

yaitu PUD ringan jika kadar hemoglobin > 11 gr/dl, PUD sedang jika hemoglobin 9-11 gr/dl,

PUD berat jika hemoglobin < 9gr/dl. Konsentrasi hemoglobin yang rendah secara obyektif dapat

dipakai untuk memprediksi perdarahan yang terjadi (11).

Pemberian terapi medikamentosa biasa dipilih untuk wanita yang masih dalam usia reproduktif

dan masih ingin memiliki anak sehingga menghindari tindakan pembedahan dan

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 19

Page 20: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

mempertahankan fertilitas, dan membuat keadaan menstruasi yang teratur. Terapi

Medikamentosa dibagi menjadi dua yaitu Terapi hormonal dan terapi non hormonal (9).

3.1.1 Terapi hormonal

Penggunaan terapi hormonal ditujukan pada PUD yang disebabkan Karena defek kelainan

hormonal dalam tubuh sehingga diberikan hormonal secara eksogen agar dapat menstabilkan

mekanisme hormonal sehingga perdarahan berhenti. Namun Terapi hormonal ini juga

bergantung pada karateristik dari endometrium(9,11).

A. Progestin

Progestin adalah sintetik progesteron. Progestin bersifat antimitotik sehingga mencegah

hiperplasia dari endometrium, membatasi pertumbuhan endometrium post ovulasi.

Perdarahan eksesif sering terjadi karena pelepasan yang irregular dari endometrium yang

tumbuh secara berlebihan(12).

Progestin ditujukan pada PUD pada siklus anovulatorik, karena disebabkan oleh fungsi

korpus luteum yang tidak adekuat sehingga kadar progestron rendah maka terjadi perdarahan.

Pada wanita dengan siklus anovulasi, progestin membuat siklus menjadi ovulasi dan

menstruasi yang terjadi siklik. Frekuensi PUD anovulatorik ini lebih tinggi pada

perimenarche dan perimenopause(11).

Contoh Progestin yaitu : Norethisteron dan medroxy progesteron asetat ( Depo-Provera).

Norethisterone

Norethisterone biasa digunakan sebagai pil kontrasepsi kombinasi, pil hanya progesteron.

Dapat digunakan sebagai terapi sindrom premenstruasi, dismenorea, menorrhagia, menstruasi

yang irregular, sebagai pencegahan pendarahan uterus pasca operasi ginekologi.

Norethisteron untuk terapi menoragia dan hiperplasia endometrium diberikan dengan dosis 5

mg tiga kali sehari mulai hari 5 sampai hari 26 , selama 3 siklus (12).

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 20

Page 21: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Medroxyprogesteone acetate

Dapat diberikan secara injeksi ( Depo-Provera) dan secara oral ( Provera), diberikan pada wanita

dimana kadar estrogen endogen yang rendah, MPA bekerja dengan menghambat produksi

gonadotropin sehingga mencegah pematangan folikel dan mencegah ovulasi.

Dosis diberikan 2.5-10 mg Per oral selama 5-10 hari, dimulai pada hari ke 16-21 pada siklus

menstruasi, terapi diberikan selama 2 siklus. Dosis Injeksi IM diberikan 150 mg setiap 3 bulan,

diberikan pada hari ke 5 pada siklus menstruasi.

Levonorgestrel intrauterine system ( Mirena )

Sistem ini melepaskan 20 µg levonorgestrel setiap 24 jam dalam formulasi pelepasan tetap,

dan kadaluwarsa dalam 5 tahun. Keuntungan Pemberian progesterone secara langsung ke

dalam cavum uteri mengurangi absorpsi sistemik sehingga efek samping lebih ringan(9).

Penelitian awal pada 20 wanita yang mengalami menoragia menunjukkan jumlah perdarahan

berkurang dari yang rata-rata sebelum terapi 176 ml menjadi 24 ml setelah 3 bulan dan 5 ml

setelah 12 bulan(9).

Cara kerja yaitu :

- Mencegah terjadinya ovulasi

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 21

Page 22: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

- Terjadinya perubahan dari lendir servik sehingga menghalangi sperma yang akan masuk ke

dalam servik.

- Adanya benda asing ( IUDS ) di dalam uterus menyebabkan pengeluaran leukosit dan

prostaglandin dari endometrium yang merupakan musuh dari sperma dan sel telur.

B. Estrogen

Pada perdarahan akut dan banyak, Digunakan estrogen dosis tinggi yaitu 25 mg Conjugated

estrogen ( Premarin) intravena setiap 4 jam sampai perdarahan berkurang atau dalam 24 jam.

Juga dapat diberikan 1,25 mg Conjugated estrogen atau 2 mg estradiol secara oral setiap 4

jam selama 24 jam diikuti dengan dosis tunggal selama 7-10 hari. Setiap terapi dengan

estrogen harus diikuti dengan pemberian progestin(10). Estrogen memicu penyembuhan

dengan mekanisme kerja stimulasi proses pembentukan klot di tingkat kapiler endometrium.

C. Kombinasi estrogen dan progesteron

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 22

Page 23: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Pil ini berisikan kedua hormon estrogen ( Etinil Estradiol ) dan Progesteron ( Progestogen ).

Oral kontrasepsi kombinasi digunakan dalam terapi PUD, mekanisme kerja pil ini yaitu

dengan menghambat terjadinya ovulasi, memproduksi endometrium yang inaktif,

menurunkan kadar prostaglandin dalam endometrium sehingga dapat mengurangi

perdarahan.

Kombinasi estrogen dan progesteron mengurangi perdarahan menstruasi sekitar 50 %. Pada

Wanita yang menggunakan pil kombinasi sebagai kontrasepsi, biasanya jumlah darah saat

mens yang kluar relatif lebih sedikit. (10)(13).

D. Danazol

Danazol adalah androgen sintetik dengan kerja antiestrogen dan anti progesteron. Bekerja

dengan cara menghambat sintesis steroid, memblok reseptor androgen dan progesteron, dan

menghambat pituitary gonadotropin sehingga pertumbuhan dari endometrium terhambat, dan

perdarahan berkurang(9,10).

Dosis 200 – 800 mg / hr dibagi dalam 4 dosis, dan diberikan selama 3 bulan

E. GnRH agonis

Penggunaan GnRH analog pada perdarahan uterus disfungsional melalui desensitisasi

hipofisis dan terjadi hambatan aktivitas siklik ovarium. Keadaan hipogonadotropik yang

reversibel. Dimana akan terjadi supresi ovarium dan terjadi amenorea.

3.1.2. Terapi non hormonal

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 23

Page 24: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Senyawa antifibrinolitik dan antiprostaglandin digunakan pada pasien-pasien dengan siklus

menstruasi yang teratur, dan pada pasien yang tidak menginginkan terapi hormonal atau pasien

yang tidak membutuhkan kontrasepsi (13).

A. Pengobatan dengan senyawa Anti - Prostaglandin

NSAIDs ( Non Steroid Anti Inflammatory Drugs ) Asam Mefenamat

Mekanisme kerja utama NSAIDs mengurangi produksi prostaglandin endometrium dengan

menghambat enzim cycloxygenase yang berperan pada perubahan asam arachidonat menjadi

prostaglandin. Endometrium kaya akan prostaglandin dimana konsentrasi prostaglandin

endometrium meningkat pada wanita menoragia.

NSAID mengurangi perdarahan menstruasi sekitar 20-50% jika digunakan selama

menstruasi. Pemakaian NSAID ini sangat dianjurkan terutama pada penderita yang memiliki

kontra indikasi terhadap pemakaian hormon estrogen maupun progesteron, NSAIDs juga

membantu meringankan dismenorrhea pada saat menstruasi(9,11).

Dosis : Asam mefenamat 500 mg 2-3 kali per hari.

B. Asam Traneksamat

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 24

Page 25: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Aktivitas fibrinolitik yang hebat terjadi pada wanita dengan menoragia. Proses ini terjadi

akibat adanya aktivitas enzimatik dari plasmin atau plasminogen sehingga terjadi degradasi

fibrin, fibrinogen, faktor V, faktor VII dan beberapa protein lainnya.

Asam traneksamat adalah asam amino, derivat lisin sintetik yang memiliki efek

antifibrinolitik yang menghambat ikatan lisin pada plasminogen dan mencegah degradasi

fibrin. Sehingga proses aktivasi plasminogen ini ternyata dapat dihambat oleh asam

traneksamat. Telah terbukti bahwa jenis asam ini berhasil mengurangi perdarahan pada PUD.

Antifibrinolitik merupakan pilihan pengobatan pertama untuk menoragia usia muda.

Dosis yang diberikan adalah 1 gram per hari, dibagi dalam 4 kali pemberian selama 4-7 hari

dan dapat diulang setiap siklus.(9)

Mekanisme kerja asam traneksamat : (18)

Menghambat konversi plasminogen menjadi plasmin, mencegah lepasnya bekuan darah.

Meningkatkan sintesa kolagen yang mempertahankan matriks fibrin dan meningkatkan

kekuatan bekuan darah.

Membantu stabilisasi bekuan darah

Agen antifibrinolitik seperti asam

traneksamat merupakan terapi yang rasional dan efektif, dapat mengurangi perdarahan

menstruasi sampai 50 %. Studi komparatif membandingkan asam traneksamat lebih baik dalam

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 25

Page 26: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

mengurangi jumlah perdarahan dibandingkan NSAIDs 56 % dan 44 % setelah pemberian asam

traneksamat serta 21% dan 24 % setelah pemberian flubiprofen dan sodium diklofenak (9).

Efek samping yang terjadi karena inhibisi plasminogen aktivator berupa trombosis intravaskular,

tromboemboli, diare, vomiting, nause dan dispepsia. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien

dengan disseminated intravascular coagulation karena potensi cloting yang berlebihan(9,18).

3.2. Penanganan Bedah

Penanganan bedah dilakukan apabila terapi medikamentosa tidak adekuat, adanya kontraindikasi

dan intoleran terhadap efek samping dari terapi medikamentosa yang diberikan.

3.2.1. Kuretasi

Dalam kurun waktu yang cukup lama kuret dianggap sebagai terapi perdarahan uterus

disfungsional. Tidak pernah ada laporan tentang efektifitas kuretasi dalam penanganan PUD

sehingga kuretasi bukan merupakan terapi yang efektif sehingga untuk saat ini tidak

direkomendasikan(9).

3.2.2. Histerektomi

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 26

Page 27: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Penyembuhan total dan mengangkat setiap patologi. Wanita diatas 40 tahun, histerektomi

dianjurkan pada semua kasus dengan perdarahan persisten atau berulang dan respon terapi medis

tidak komplit. Pilihan terakhir pada wanita reproduktif (14,15).

Karena komplikasi tindakan histerektomi termasuk perlengketan, trauma vesika urinaria dan

usus, infeksi, dan perdarahan post operasi, maka dalam perkembangannya histerektomi mulai

ditinggalkan dalam penanganan PUD (15).

3.2.3 Ablasi endometrium

Ablasi endometrium mulai

diperkenalkan dalam praktek

klinik pada akhir tahun 1980an

sebagai alternatif terapi yang

kurang invasive pada penanganan perdarahan uterus

disfungsional, dibandingkan dengan histerektomi (9).

Penghancuran selektif endometrium dan uterus masih dipertahankan, terapi jangka panjang. Pada

awalnya tehnik ablasi endometrium menggunakan fotokauter atau elektrokauter, dengan

menghancurkan ketebalan endometrium dengan visualisasi histeroskopi dan irigasi cairan(9,16).

BAB 4. KESIMPULAN

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang karena

gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium, dimana

tidak ditemukan adanya patologi organ reproduksi dan genitalia, pengaruh obat-obatan dan

penyakit medis lainnya. Ditemukan banyak pada wanita usia remaja dan menjelang menopause

(perimenars dan perimenopause).

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 27

Page 28: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Pada siklus anovulasi, perdarahan uterus sering disebabkan oleh tidak adanya progesteron

sebagai penyeimbang efek estrogen. Ketiadaan progesteron ini menjadikan lapisan endometrium

semakin bertumpuk, tebal, suplai darah meningkat tanpa jaringan penunjang sehingga terjadi

pengelupasan tidak teratur, sedangkan pada siklus ovulatorik disebabkan rendahnya estrogen

(E2), gangguan pelepasan endometrium dan disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum sehingga

kadar progesteron rendah dan terjadi perdarahan.

Gejala-gejala klinis PUD dapat dibagi berdasarkan kelompok umur dan gambaran perdarahan.

Menurut kelompok umur terdiri atas PUD yang terjadi pada usia perimenars, dewasa dan remaja,

sementara itu menurut gambaran perdarahan meliputi polimenorea, hipermenorea, hipomenorea,

menoragia dan metroragia. Diagnosis PUD ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan ginekologik dan pemeriksaan penunjang. Semua proses diagnosis harus

dilaksanakan secara seksama dan cermat sehingga mendapatkan penyebab perdarahan.

Secara fisiologi terdapat 4 kategori PUD yaitu : estrogen withdrawal bleeding, estrogen

breakthrough bleeding, progesteron withdrawal bleeding, progesteron breakthrough bleeding,

sementara itu terdapat 3 prinsip dasar penanganan PUD yaitu perbaiki keadaan umum, hentikan

perdarahan, mengembalikan fertilitas.

Menurut evidence-based pengobatan medikamentosa yang efektif untuk perdarahan uterus

disfungsional adalah Asam traneksamat, NSAID dan Kontrasepsi oral kombinasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dysfunctional Uterine Bleeding. http://emedicine.medscape.com/article/795587-

overview. 1 februari 2010.

2. Badziad A, Gangguan Haid, Endokrinologi Ginekologi, edisi kedua, Media Aesculapius

FK UI, 2003

3. Wijknjosastro, Haid dan Siklusnya, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta, 2002

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 28

Page 29: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

4. Berek j.s. dkk, Novak’s Gynecology, twelfth ed., 336-349, Wiliams & Wilkins,USA,

1996.

5. Speroff L., dkk., Regulation of the Menstrual Cycle in Clinical Gynecologic

Endocrinology and Infertility, sixth ed., 201 -238, Lippincott Wiliams & Wilkins,USA,

1999.

6. Royal College of Obstetricians & Gynaecologists. The initial Management of

Menorrhagia. Evidence-based Clinical Guidelines No. I. London : RCOG Press,

February 1998 : 1-43 ( ISBN : I 900364 14 X ).

7. Alicia M.W., Gynecology : Abnormal Vaginal Bleeding, Menstrual Problems and

Secondary Amenorhea, University of Iowa Family Practice Handbook, Fourth Ed.,

Chapter 13, Departement of Family Medicine, Univ. Iowa College of Medicine and

Hospitals and Clinics, 2002.

8. Desai P. dan Bhatt JK., Dysfunctional Uterine Bleeding in Clinical and Advance

Endocrinology in Reproductive Endocrinology, 2nd ed., 331-342, Jaypee Brothers

Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi , 2001.

9. Royal College of Obstetricians & Gynaecologists. The initial Management of

Menorrhagia. Evidence-based Clinical Guidelines No. I. London : RCOG Press,

February 1998 : 1-43 ( ISBN : I 900364 14 X ).

10. Speroff L., dkk., Regulation of the Menstrual Cycle in Clinical Gynecologic

Endocrinology and Infertility, sixth ed., 201 -238, Lippincott Wiliams & Wilkins,USA,

1999.

11. Tono D., Perananan Antifibrinolitik dan NSAID pada Perdarahan Uterus Disfungsional

Menurut Evidence-based, Dexa media No. 1 Vol. 17, 24-29, Januari – Maret 2004.

12. Bongers M. dkk., Current Treatment of Dysfunctional Uterine Bleeding , Maturitas, Mar

15 ; 47 (3) 159-74, 2004.

13. Tod C.A. dkk., Dysfunctional Uterine Bleeding, e Medicine, Last Update : July 21,

2003.

14. Latha V., Dysfunctional Uterine Bleeding in Practical Management of Gynecological

Problems, Ed. Sulochana Gunasheela, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, New

Delhi , 2002.

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 29

Page 30: MEDI. PUD.docx

PENDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

15. Olive D.,dkk, Medical Management of Endometriosis, Uterine Fibroid, and

Dysfunctional Uterine Bleeding : Does Histerectomy Still Have a Place in Modern

Management ? The First World Conggres on Controversies in Obstetry Gynecology and

Infertility, Praque, Czech Republic, 1999.

16. Vilos G.A. dkk, Guidelines for The Management of Abnormal Uterine Bleeding,SOGC

Clinical Practice Guidelines, No. 106, August 2001.

17. Malcom G.M., Dysfunctional Uterine Bleeding : Advances in Diagnosis and Treatment,

Current Opinion in Obgyn, 13 : 475-489, Dept. Obgyn UCLA School of, Medicine,

Lippincott Williams & Wilkins, California USA, 2001.

18. Surendra N.P., Tranexamic Acid in Gynaecology & Obstetrics, Dept. Obgyn MKCG

Medical College, Benhampur, Des 2002.

Kepaniteraan Klinik Obstetric dan GynecologyUniversitas Pelita Harapan – Siloam Hospital Lippo VillagePeriode 24 Oktober – 31 Desember 2011 Page 30